Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKUNTANSI PERPAJAKAN

“BIAYA DIBAYAR DIMUKA”

DOSEN PENGAMPU:

NOVIAN S.E., MP., Ak., CA.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. MITA PARDOSI (2062201028)


2. HENNY SEPTIANY SIANIPAR (2062201019)
3. AULIA RAHMI (2262201024)
4. WIWIT TIA (2162201074)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERSADA BUNDA

PRODI AKUNTANSI

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Berikut ini, kami mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul “Biaya


Dibayar Dimuka”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan i n f o r m a s i d a n m e n a m b a h w a w a s a n s e r t a p e n g e t a h u a n
k i t a m e n g e n a i biaya dibayar dimuka. Disamping itu, kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikannya tepat waktu.
Semoga atas bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang
Maha Esa. Dalam menyusun makalah ini, kami telah berupaya semaksimal mungkin
untuk menyajikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan kami.

Terlepas dari semua itu, kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Terima kasih.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aktiva suatu perusahaan terdiri dari aset lancar, aset tetap dan aset tak
berwujud. Dalam posisi laporan keuangan terdapat kewajiban yang harus dipenuhi
perusaan, baik dimasa yang akan datang maupun sebelum masa periode berjalan dan
terlebih dahulu dibayarkan. Biaya yang terlebih dahulu dibayarkan dicatat sebagai
Prepaid Expenses (biaya dibayar dimuka). Dalam perusahaan kontruksi umumnya
perusahaan mendahulukan biaya dikeluarkan sebelum periodenya sebagai modal awal
kegiatan kontruksi, diantara nya biaya penyewaan alat berat, biaya pembelian. Suatu
perusahaan dikatakan berhasil apabila telah memenuhi kewajiban terhadap negara
sebagai tempat berdiri nya perusahaan dibawah naungan instansi atau badan terkait,
adapun kewajiban perusahaan diantaranya membayar pajak sebagai bentuk kontribusi
dalam kegiatan perekonomian negara. Pajak adalah iuran terhadap negara yang diatur
undang – undang, dipungut berdasarkan aturan pelaksanaanya.
Prepaid Expenses (Biaya dibayar dimuka) merupakan aset perusahaan yang
dikelompokan dalam Current Assets (aktiva lancar). Aktiva/aset lancar pada umumnya
akan mengalami pengurangan setelah biaya dikeluarkan. Pendapatan perusahaan
harus lebih besar dari biaya yang telah dikeluarkan baik pada masa periode berjalan
atau sebelum periode berjalan. Pada laporan keuangan yang telah dipublikasi, biaya
dibayar dimuka dan pajak dibayar dimuka menjadi dua faktor pengurang aset
perusahaan, dimana perusahaan sudah membayarnya terlebih dahulu. Jumlah yang
dibayarkan tersebut belum merupakan beban perusahaan untuk periode yang
bersangkutan, jumlah yang dibayarkan tersebut merupakan uang muka dan dalam
aktiva lancar (current assets). Prepaid Expenses sebagai biaya yang telah dibayarkan
untuk aktivitas perusahaan yang akan datang. Dan Prepaid Taxes adalah pajak yang
dibayar terlebih dahulu sebelum periodenya sama halnya dengan Prepaid Expenses
keduanya termasuk kedalam golongan current assets. Pajak biasanya dibayar oleh
perusahaan setiap bulan atau dipotong oleh pihak ketiga dan akan diperhitungkan
sebagai kredit pajak di akhir tahun (untuk pajak penghasilan) atau diakhir bulan untuk
PPN. Pemeriksaan biaya dibayar dimuka dan pajak dibayar dimuka juga mempunyai
tujuan dan prosedur tersendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Biaya dibayar dimuka?
2. Apa pengetian Asuransi dibayar dimuka?
3. Apa pengertian Sewa dibayar dimuka?
4. Apa saja jenis pajak dibayar dimuka?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Biaya Dibayar Dimuka
Biaya dibayar dimuka adalah biaya-biaya yang belum merupakan liabilitas
perusahaan untuk membayarnya pada periode yang bersangkutan, tapi perusahaan sudah
membayar nya terlebih dahulu. Karena jumlah yang dibayarkan tersebut belum merupakan
beban perusahaan untuk periode yang bersangkutan, maka jumlah yang telah dibayarkan
tersebut merupakan uang muka dan termasuk dalam Aset Lancar (Current Assets). Biaya
dibayar dimuka akan dilaporkan di neraca sebagai aset lancar dan disajikan sebesar biaya
historis. Contoh dari biaya dibayar di muka adalah biaya asuransi, sewa dan pajak. Dari sisi
akuntansi komersial, pencatatan biaya dibayar di muka dapat dilakukan dengan 2 (dua)
pendekatan, yaitu pendekatan aset dan beban.
a. Pendekatan Aset
Pada tanggal 1 Desember 2019, perusahaan membayar dimuka premi
asuransi sebesar Rp1.200.000 untuk masa pertanggungan 3 bulan terhitung
mulai tanggal 1 Desember 2019. Jika pembayaran premi asuransi tersebut
mula-mula dicatat sebagai aset, dan periode akuntansi perusahaan
diasumsikan berakhir setiap tanggal 31 Desember.
Ayat jurnal umum yang dibuat pada tanggal 1 Desember 2019 (pada
saat pembayaran dimuka) adalah:
Tanggal 01/12/19 Asuransi dibayar dimuka 1.200.000
Kas/Bank 1.200.000
Sedangkan ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31
Desember 2019 adalah :
Tanggal 01/12/19 Beban Asuransi 400.000
Asuransi dibayar dimuka 400.000
Premi asuransi yang dibayarkan di muka sebesar Rp1.200.000
diharapkan dapat memberikan manfaat untuk jangka wantu 3 bulan, yang
terhitung mulai tanggal 1 Desember 2019. Sepanjang bulan Desember 2019,
manfaat dari pembayaran premi asuransi tersebut sudah dipergunakan/sudah
berlangsung, sehingga sepertiga dari Rp1.200.000 haruslah diakui sebagai
beban untuk periode akuntansi yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2019. Sedangkan sisanya, dua pertiga dari Rp1.200.000.
b. Pendekatan Beban
Mengikuti contoh soal pada pendekatan aset di atas, pencatatan
dan pembayaran premi asuransi mula-mula diakui langsung sebagai beban.
Tanggal 01/12/19 Beban Asuransi 1.200.000
Kas 1.200.000
Sedangkan ayar jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal
31 Desember 2019 adalah :
Tanggal 01/12/19 Asuransi Dibayar Dimuka 800.000
Asuransi dibayar dimuka 800.000
(1.200.000x2/3)
Perlu diperhatikan disini bahwa kedua metode akan menghasilkan
nilai akhir yang sama. Pelajarilah secara cermat bahwa penggunaan salah satu
dari kedua metode di atas akan sama-sama menghasilkan beban asuransi
(yang akan dilaporkan dalam laporan laba-rugi untuk periode yang berakhir
pada tanggal 31 Desember 2019) sebesar Rp400.000 dan asuransi dibayar
dimuka (yang akan tampak dalam neraca per 31 Desember 2019) sebesar
Rp800.000.

B. Pengertian Asuransi Dibayar Dimuka


Asuransi Dibayar Dimuka adalah bagian dari premi asuransi yang telah dibayar
tetapi belum berlaku pada saat pelaporan Neraca. Pengeluaran tersebut dilaporkan
dalam bagian Aset Lancar yaitu dalam perkiraan Asuransi Dibayar Dimuka. Jika
sejumlah asuransi telah berlaku maka biaya tersebut dipindahkan dari perkiraan aset
Asuransi Dibayar Dimuka ke perkiraan Beban Asuransi. Pencatatan tersebut dilakukan
pada setiap akhir periode akuntansi melalui Ayat Jurnal Penyesuaian.
Contoh:
Pada tanggal 20 November perusahaan X membayar premi asuransi untuk
periode 6 bulan sebesar Rp2.400.000 bermula 1 Desember hingga 31 Mei tahun
berikutnya, jurnalnya seperti berikut:
Tanggal 06/11/19 Asuransi dibayar dimuka 2.400.000
Kas/bank 2.400.000
Pada tanggal 31 Desember perusahaan X akan mencatat jurnal penyesuaian
untuk menambah beban asuransi dan mengurangkan asuransi dibayar dimuka sebesar
Rp400.000 yaitu 1/6 dari Rp2.400.000 jurnalnya :
Tanggal 01/12/19 Beban Asuransi 400.000
Kas/bank 400.000
Ini berarti saldo Asuransi Dibayar Dimuka pada 31 Desember berjumlah
Rp2.000.000 yaitu 5 bulan asuransi yang belum berlaku atau 5/6 dari premi sebesar
Rp2.400.000.
C. Pengertian Sewa Dibayar Dimuka
Sewa atas Tanah dan/atau Bangunan Sewa dibayar dimuka terjadi apabila kita
mengeluarkan uang untuk membayar sewa pada awal atau saat terjadinya transaksi
dan belum kita rasakan manfaat ekonominya Contohnya untuk membayar uang kost.
Pada saat kita membayar uang kost tentu biasa nya terjadi diawal bulan dan pada saat
itu kita belum menikmati manfaat ekonominya karena belum menempati kost tersebut.
Setelah kita membayar uang sewa kost barulah kita boleh menempati kost tersebut.
Setelah sebulan berlalu maka diperlukanlah penyesuaian untuk masa sewa atau sewa
dibayar dimuka yang habis tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002
jo.KMK-120/KMK.03/ 2002 jo. KEP-227/PJ/2002, penghasilan yang diterima/diperoleh
orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan (berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, toko, rumah
kantor, rumah toko, gudang dan industri) dikenakan PPh final Pasal ayat (2) dengan
tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Penghasilan
yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan akan dipotong oleh penyewa pada saat pembayaran atau pembebanan biaya
(terutangnya sewa). Pihak penyewa selanjutnya berliabilitas untuk menyetor atau
membayar utang PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke kas negara (melalui bank persepsi
atau kantor pos) dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau pembebanan biaya (terutangnya
sewa) dan melaporkannya ke KKP (Kantor Pelayanan Pajak) dengan menggunakan SPT
(Surat Pemberitahuan) Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau pembebanan biaya (terutangnya sewa).
Sesuai dengan PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010, apabila pajaknya
tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan
wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke kas negara dengan
menggunakan SSP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkannya ke
KPP dengan menggunakan SPT Masa PPh final Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.
Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan Penggunaan Harta Mulai
tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c
angka 1, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya penguatan dibedakan antara
WP yang ber NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki
NPWP lebih tinggi 100% dari pada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat
menunjukkan NPWP.
Sebelum tahun 2009 (PER-70/PJ/2007) sewa dan penghasilan lain sehubugan
dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan
neto. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta tersebut dibagi
atas:
1. Sewa atas Kendaraan Angkutan Darat
Dalam PER-70/PJ/2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan
perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c
angka 1 UU PPh mengatur mengenai penghasilan sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta khusus kenderaan angkutan darat
dipotong PPh 23 sebesar perkiraan penghasilan netonya adalah 10% dari jumlah
bruto tidak termasuk PPN. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 1,5% (15% x 10%) x
jumlah bruto tidak termasuk PPN.

2. Sewa atas Aset Tetap Lainnya


Sesuai PER-70/PJ/2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan
perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c
UU PPh, atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, selain kenderaan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau tidak tertulis, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang
telah dikenakan PPh yang bersifat final, maka akan dipotong PPh 23 sebesar 15 %
dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar. Dan besarnya
perkiraan penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif efektinya adalah sebesar
4.5% (15% x 30%) x jumlah neto tidak termasuk PPN.

D. Pajak Dibayar Dimuka


Paiak dibayar di muka merupakan aset bagi Wajib Pajak. Pajak dibayar di
muka terjadi melalui pemotongan dan/atau pemungutan pajak oleh pihak lain,
atau dapat juga terjadi melalui pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh
Wajib Pajak. Pajak dibayar dimuka terdiri atas PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25
dan PPN masukan.
1. Pajak Penghasilan (Pph) 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Dibayar dimuka
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran, penyerahan barang dan badan-badan tertentu baik
badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya. Dasar Hukum pengenaan PPh
pasal 22 adalah Pasal 22 UU nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga
atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, selanjutnya di ikuti
dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan keputusan Nomor
254/KMK.03/2003 sebagai Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001. Keputusan terakhir ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
yaitu sejak tanggal 2 Januari 2003.
Pemungut PPh Pasal 22 adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor
barang;
b. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang.
c. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS);
e. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang meliputi:
 PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan
(Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Thk, PT Adhi
Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT
Krakatau Steel (Persero); dan
 Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,
 Berkenaan dengan pembayaran atas pembellan barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri
farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di
dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (AlPM), Agen pemegang Merek
(APM),, dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan
Kendaraan bermotor di dalam negeri:
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
i. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan,peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-
bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau
eksponya.
Tarif PPh Pasal 22
Ada dua jenis tarif pajak penghasilan pasal 22, yaitu atas barang yang di
biayai oleh APBN atau APBD.
1) Atas Impor
a. Menggunakan API (angka pengenal impor): 2,5% x nilai impor
b. Tidak menggunakan APl: 7,5% x nilai impor
c. Tidak dikuasai: 7,5% x harga jual lelang
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan
bea masuk besarnya:

CIF+BM+ Pemungutan pabean lainnya

2) Atas pembelianelian barang yang dibiayai dengan APBN dan APBD


besarnya:

1,5% x Harga Pembelian

3) Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh:


a. Badan Usaha yang bergerak di bidang
 Industri otomotif : 0,45% dari dasar pengenaan pajak PPN
 Industri rokok : 0,1% dari harga banderol
b. Pertamina dan badan usaha
 SPBU swastanisasi : 0,3% dari penjualan
 SPBU dari pertamina : 0,25% dari penjualan
c. Badan Urusan Logistik (BULOG)
Untuk PPh pasal 22 yang dipungut oleh pertamina dan badan usaha
yang bergerak di bidang bahan bakar minyak, serta oleh BULOG
merupakan pemungutan yang sifatnya Final.
2. Pajak Penghasilan (Pph) 23
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan
yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau di peroleh Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan keglatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21,
yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya. Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
Pemotongan PPh Pasal 23
1) Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
2) Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai
pemotong PPh 23 yaitu:
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte
Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat,
pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
b. Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelenggarakan pembukuan. Kepala Kantor Pelayanan
Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang telah terdaftar
sebagai Wajib Pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu wajib
memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:
a. Dividen
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh anggota koperasi.
b. Bunga:
 Yaitu bunga pinjaman dari Wajib Pajak Badan ke Wajib Pajak
Badan dan/atau dari Wajib Pajak Orang Pribadi ke Wajib Pajak
Orang Pribadi serta denda keterlambatan pembayaran. Dalam
pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang.
 Saat terutangnya Pajak adalah pada Saat pembayaran, dan saat
jatuh tempo pembayaran yaitu saat liabilitas untuk melakukan
pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.
c. Royalti;
 Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang
dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara
berkala maupun tidak.
 Saat terutang nya adalah pada saat yang ditentukan dalam
kontrak atau perjanjian atau faktur.
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
pajak Penghasilan Pasal 21.
Dikenakan PPh Pasal 23 jika hadiah atau penghargaan perlombaan,
penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan lainnya diterima oleh WP Badan termasuk BUT. Dalam
pengetian hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah
undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain
sebagainya. yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang
diberikan sehubungan dengan Kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang
diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala.
2. sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
b. imbalan jasa
3. Pajak Penghasilan (Pph) 24
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1),
PPh pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-
Undang ini dalam tahun pajak yang sama. Pajak Penghasilan pasal 24 atau kredit
pajak luar negri merupakan perhitungan berapa jumlah pajak yang sudah dibayar
atas penghasilan di luar negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau
dikurangkan dari penghasilan yang sudah ada didalam negri sehingga
menghindari pengenaan pajak berganda.
4. Pajak Penghasilan (Pph) 25
Pengertian PPh Pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak penghasilan
dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
maupun Wajib pajak Badan untuk setiap bulan dari Masa Pajak Januari sampai
dengan Masa Pajak desember. Angsuran Pajak PPh Pasal 25 harus dibayarkan
atau disetorkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikut. Apabila
tanggal 15 merupakan hari libur termasuk Sabtu atau hari libur nasional, maka
pembayaran atau penyetoran pajak tersebut dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
 Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 23,serta
 Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22; dan
 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, kemudian
dibagi 12 (dua belas) atau banyak nya bulan dalam bagian tahun
pajak.
5. Pajak Masukan (PPN Masukan)
Pengusaha yang melakukan (a) penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
di dalam Daerah Pabean, dan/atau (b) penyerahan Jasa Kena Pajak (IKP) di
dalam Daerah Pabean dan/atau (c) melakukan ekspor BKP berwujud; (d) ekspor
JKP, dan/atau (e) ekspor BKP tidak berwujud wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut,
menyetor, serta melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.
Pajak yang dipungut dinamakan pajak keluaran (output tax). Hal ini
sesuai dengan basis akrual yang digunakan UU PPN Nomor 42 Tahun 2009.
Pada saat PKP tersebut atas membeli PKP atau menerima JKP dari PKP lain,
juga membayar pajak yang terutang yang dinamakan pajak masukan (input tax).
Pada akhir masa pajak, pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak
keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah pajak keluaran
lebih besar dari pada jumlah pajak masukan, kekurangannya dibayarka paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT
masa PPN disampaikan. Sebaliknya, apabila pajak masukan yang jumlahnya
lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan pembayaran pajak masukan
dapat dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya atau
diminta kembali. Pada akhir masa pajak, setiap PKP diwajibkan melaporkan
pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada Kepala KPP setelah
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Prepaid Expenses dan Prepaid Taxes merupakan bagian dari Total
Current assets perusahaan, dalam laporan keuangan posisi biaya menjadi
penentu jumlah akhir dari total asset, apabila biaya dan pajak naik maka aset
harus mengalami kenaikan, kondisi perusahaan akan tetap stabil apabila Total
Current Assets berada pada posisi stabil dan menutup biaya - biaya yang telah
dikeluarkan atau bahkan melebihi modal awal perusahaan. Semakin besar
tingkat biaya yang dikeluarkan, semakin besar pula jumlah aktiva lancar yang
dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uinsgd.ac.id/22121/4/4_bab1.pdf

Anda mungkin juga menyukai