Anda di halaman 1dari 48

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 1

2 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


BUKU JUKNIS SURVEILANS LINGKUNGAN POLIO
EDISI PERTAMA TAHUN 2018

Katalog Terbitan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018

Pembina
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pengarah
drg. R. Vensya Sitohang M.Epid, Direktur Surveilans dan Karantina
Kesehatan
Kontributor :
dr. Jane Soepardi, MPH, D.Sc
dr. Nancy Dian Anggraeni, M. Epid
dr. Ann Natalia Umar
Dwi Mazanova, SKM, M.Kes
dr. Elvieda Sariwati, M.Epid; Subdirektorat Surveilans
dr. Triya Novita Dinihari ; Subdirektorat Surveilans
Robert Meison Saragih, SKM, M.Kes; Subdirektorat Surveilans
Muammar, SKM,M.Epid, Subdirektorat Surveilans
dr. Cornellya; Subdirektorat Surveilans
Vivi Voronika, SKM, M.Kes Subdirektorat Surveilans
Dwi Martanti, SKM, M.Kes Subdirektorat Surveilans
dr. Irma; Subdirektorat Surveilans
Endah Isti Purwanti, Subdirektorat Surveilans
Puhilan, SKM, M.Epid, Subdirektorat Surveilans
Lulu A Dewi, SKM, MPH Subdirektorat Imunisasi
Nike Susanti, Pusat BDTK, Litbangkes
dr. Sidik Utoro, MPH; World Health Organization Indonesia
Ibrahim, M.Si BBTKL PP Jakarta
Aisyah Mela, SKM; PHEOC

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 3


Editor :
Muammar Muslih, SKM, M. Epid; Subdirektorat Surveilans
Dwi Martanti, SKM, M.Kes; Subdirektorat Surveilans

4 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


KATA PENGANTAR

Pembangunan kesehatan dilakukan dengan memperhatikan


dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi
dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan
kerjasama lintas sektoral. Penekanan diberikan pada peningkatan
perilaku dan kemandirian masyarakat serta upaya promotif dan
preventif.

Juknis ini merupakan pedoman praktis dalam pelaksanaan


surveilans lingkungan polio di lapangan yang menjelaskan aspek
pengambilan, pengepakan dan pengiriman spesimen limbah rumah
tangga yang berada di lingkungan sampai ke laboratorium.

Akhirnya semoga keberadaan juknis ini dapat dimanfaatkan


sebagai referensi atau rujukan informasi oleh semua pihak sehingga
dapat memperkuat peran surveilans lingkungan polio di masa yang
akan datang. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang akan
lebih menyempurnakan juknis ini. Kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan juknis
ini.

Jakarta, November 2018


Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan

drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 5


6 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya penyusunan Petunjuk Teknis Surveilans Lingkungan Polio
ini. Juknis ini disusun sebagai acuan bagi Balai/Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan (B/BTKL) dan laboratorium rujukan pemeriksaan
lingkungan polio Pusat Biomedis Dasar Teknologi Kesehatan
(PBDTK, Litbangkes dan PT. Biofarma) pada saat pelaksanaan
surveilans lingkungan polio.

Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi bebas polio


bersama dengan negara anggota WHO di South East Asia Region
(SEAR) pada bulan Maret 2014. Untuk mempertahankan status bebas
polio menuju eradikasi polio diperlukan peningkatan kinerja surveilans
lumpuh layuh akut (Acute Flaccid Paralysis-AFP). Sebagai suplemen
dan untuk memperkuat kinerja surveilans AFP maka diperlukan
pembuktian di lingkungan bahwa tidak terdapat lagi virus polio liar,
maka dari itu dilaksanakan surveilans lingkungan polio.

Surveilans lingkungan polio akan memegang peranan dalam


mendeteksi Sirkulasi Virus Polio Liar dan Sirkulasi Vaccine Derived
Polio Virus (VDPV) yang sedang berlangsung, monitoring hilangnya
virus yang berkaitan dengan vaksin, memonitor pengamanan
virus polio di laboratorium dan memberikan bukti untuk sertifikasi
global.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 7


Untuk itu subdit surveilans menyusun Petunjuk Teknis
Surveilans Lingkungan Polio, buku ini digunakan sebagai acuan
bagi petugas kesehatan dalam pelaksanaan surveilans lingkungan
polio.

Kami berterima kasih atas dukungan semua pihak yang


terlibat dalam penyusunan dan penerbitan Petunjuk Teknis ini.

Jakarta, November 2018


Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

dr. Anung Sugihantono, M.Kes

8 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ 5
KATA SAMBUTAN.................................................................................................. 7
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 9
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................... 11
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 13
A. Latar Belakang....................................................................................... 13
1. Dasar Ilmiah....................................................................................... 13
2. Analisis Situasi.................................................................................. 15
B. Strategi Mempertahankan Eradikasi Polio................................ 17
C. Tujuan...................................................................................................... 21
D. Ruang Lingkup.................................................................................... 22
E. Sasaran.................................................................................................... 22
F. Pengertian (definisi)........................................................................... 23

BAB II. PELAKSANAAN SURVEILANS POLIO LINGKUNGAN......... 25


A. Pengumpulan Data............................................................................ 25
1. Pengambilan sampel.................................................................. 25
1.1. Kriteria Pemilihan Lokasi............................................... 25
1.2. Waktu Pengambilan Sampel....................................... 26
1.3. Teknik Pengambilan Sampel....................................... 27
1.3.1. Grap sampling....................................................... 27
1.3.2. Trab sampling........................................................ 28
1.4. Pengiriman Sampel......................................................... 29

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 9


2. Pemeriksaan Sampel.................................................................. 29
2.1. Teknik Pemeriksaan....................................................... 32
2.2. Hasil Pemeriksaan........................................................... 34
B. Pencatatan dan Pelaporan............................................................. 35
C. Analisis dan Interpretasi Data...................................................... 35
D. Desiminasi Informasi........................................................................ 38

BAB III. JEJARING KERJA, MONITORING DAN EVALUASI.............. 39


A. Jejaring Kerja dan Peran.............................................................. 39
B. Institusi Pemeriksa dan Pengirim Sampel........................... 39
C. Monitoring dan Evaluasi............................................................. 40

BAB IV. LAMPIRAN.......................................................................................... 41


A. Formulir Permintaan Pemeriksaan Laboratorium.............. 41
B. Tata Cara Penulisan Kode Laboratorium Untuk Sampel Polio
Lingkungan......................................................................................... 42
C. Gambar Pengambilan Spesimen............................................... 43
D. Bahan Pengambilan Spesimen................................................. 45

DAFTAR REFERNSI........................................................................................... 47

10 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


DAFTAR SINGKATAN

AFP : Acute Flaccid Paralysis


CPE : Cytopathogenic Effect
EPI : Expanded Programme on Immunization
GPEI : Global Polio Eradikasi Inisiatif
ITD : IntratypicDifferentiation
IPV : Inactived Polio Vaccine
KLB : Kejadian Luar Biasa
PIN : Pekan Imunisasi Nasional
NPEV : Non Polio Enterovirus
NSL : Non-Sabin-like (wild) viruses
OPV : Oral Polio Vaccine
SL : Sabin-like poliovirus
cVDPV : circulate Vaccine Derived Polio Virus
VPL : Virus Polio Liar
WHO : World Health Organization
PEG : polyethylene glycol
BSL : Biosafety level
VDPV : Vaccine Derived Polio Virus

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 11


12 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

1. Dasar ilmiah
Transmisi virus polio terjadi dari manusia ke
manusia, terutama melalui fekal-oral. Replikasi virus
pada individu yang terinfeksi mula-mula terjadi di
faring dan berlanjut ke jaringan limfa submucosa
di usus selama beberapa minggu setelah infeksi.
Selama periode ini, virus diekskresi bersama tinja
dan menyebar ke lingkungan. Penyebaran ini
bisa berlangsung secara intermittent (selang seling)
dan dipengaruhi oleh status dan kekuatan kekebalan
seseorang. Riwayat infeksi sebelumnya atau vaksinasi
dengan Oral Polio Vaccine (OPV) secara signifikan
mengurangi jumlah dan lamanya pengeluaran
virus. Jumlah virus yang diekskresi dalam tinja
bervariasi dan bisa mencapai 107 dosis infeksius
per hari per orang.

Lamanya virus polio tetap infeksius di lingkungan


bervariasi, tergantung dari kondisi setempat. Virus
polio relatif stabil pada lingkungan yang berair
pada suhu rata-rata (ambient temperature) dan
penempelan (adsorpsi) virus pada berbagai material
padat di lingkungan bisa memperpanjang waktu

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 13


hidupnya. Kenaikan suhu, kadar ammonium dan pH
merupakan faktor utama inaktifasi alami Virus Polio
(VP) didalam limbah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi


virus antara lain adalah kepadatan penduduk, tingkat
higiene, kualitas air, fasilitas penanganan air limbah.
Di negara atau daerah endemis, Virus Polio Liar
(VPL) bersirkulasi menurut pola musim menurut
letak geografis. Di daerah tropis dan semi tropis,
sirkulasi cenderung terjadi sepanjang tahun, atau
saat musim hujan. Sebelum era Imunisasi, di wilayah
4 musim virus polio paling sering ditemukan pada
musim panas dan gugur, walaupun KLB dapat terjadi
dan berlanjut hingga ke musim dingin. Virus polio
vaksin/sabin (VPV) bisa terdeteksi sepanjang waktu di
negara-negara yang secara rutin menggunakan Oral
Polio Vaccine (OPV), atau terdeteksi pada waktu
tertentu seiring pelaksanaan kegiatan Imunisasi
suplemen (PIN).

Tidak semua virus polio yang dikeluarkan


bersama tinja selalu bisa dideteksi dengan surveilans
lingkungan. Penduduk yang tinggal di pemukiman
dengan sistem toilet terkoneksi dan terkumpul
pada suatu penampungan limbah dapat dimonitor
dengan mengumpulkan sampel yang memadai dari
tempat pengumpulan utama air limbah. Pemeriksaan
sampel melalui surveilans polio lingkungan tidak
mengkaitkan isolat virus polio dengan individu

14 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


tertentu di populasi yang dilayani dengan sistem air
limbah umum, namun bisa memberikan informasi
tambahan, terutama di masyarakat perkotaan
padat dimana surveilans Acute Flaccid Paralysis
(AFP) tidak berjalan atau kurang berkualitas,
adanya kecurigaan sirkulasi virus yang menetap, atau
adanya risiko tinggi terjadinya importasi virus.

Surveilans polio lingkungan juga bisa


berperan dalam mendeteksi masuknya kembali
VPL ke wilayah yang sudah bebas polio dan
membantu mendeteksi serta identifikasi circulating
vaccine-derived polioviruses (cVDPVs) ataupun vaccine-
derived polioviruses dari individu yang mengalami
imunodefisiensi (iVDPVs).

2. Analisis Situasi

Peta daerah risiko polio

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 15


Berdasarkan penilaian risko polio menggunakan
tool WHO menunjukan 38% provinsi di Indonesia
masih berisiko tinggi untuk tertular polio. Kriteria
menentukan risiko rendah, sedang dan tinggi
antara lain berdasarkan surveilans AFP dan
cakupan imunisasi OPV4. Salah satu strategi dalam
Eradikasi polio yaitu dengan deteksi dan respon
dengan simulasi penanggulangan KLB Polio dan
melaksanakan Surveilans Polio Lingkungan

Surveilans polio lingkungan di Indonesia


pernah dilaksanakan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagai bagian dari Inactived Polio
Vaccine (IPV) Demonstration Project sejak tahun
2004. Kegiatan ini berhasil memantau hilangnya
virus polio vaksin dari sistem pembuangan limbah
rumah tangga di lingkungan, saat programimunisasi
rutin polio di Provinsi DI Yogyakarta beralih dari
OPV ke IPV. Sebelum peralihan ke IPV sampel yang
dikumpulkan sejak Juni 2004 hingga Desember
2015 sebanyak 138 sampel terkumpul, 81 sampel
(58.7%) diantaranya positif virus polio vaksin
dan 100 sampel (72.5%) positif mengandung non
polio enterovirus (NPEV). Setelah peralihan ke IPV
tahun 2016 terkumpul 158 sampel, dimana hanya
4 sampel (2.7%) mengandung virus polio vaksin
dan 79 sampel (48.6%) positif NPEV. Hal ini berarti
penggunaan IPV dinilai berhasil menghilangkan
sirkulasi virus polio vaksin di lingkungan.

16 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


Pada kuartal 3 tahun 2015 Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan melanjutkan penelitian di
DI Yogyakarta dan ditambah satu lokasi di DKI
Jakarta. Terkumpul 12 sampel limbah dari PD
PAL Jaya, DKI Jakarta, pemeriksaan laboratorium
menunjukkan 7 (tujuh) sampel diantaranya positif
virus polio vaksin terdiri dari 6 (enam) tipe 2 dan
1 (satu) tipe 3. Data ini bisa dipergunakan sebagai
data dasar saat Indonesia beralih dari trivalent
OPV (tOPV) ke bivalent OPV (bOPV), dimana
diharapkan setelah peralihan tidak akan ditemukan
lagi OPV2 di lingkungan

B. Strategi Mempertahankan Eradikasi Polio

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 17


Walaupun Indonesia telah memperoleh sertifikasi
bebas polio bagi wilayah Asia Tenggara, namun paling
penting kita harus lebih sensitif untuk melaksanakan
surveilans dengan menjalankan Endgame Strategi menuju
Eradikasi Polio yaitu dengan cara:

1. Mempertahankan surveilans AFP sesuai standard


yang telah ditetapkan secara internasional

2. Mempertahankan cakupan imunisasi Polio yang


tinggi melalui penguatan imunisasi rutin

3. Melakukan pengamanan virus polio di laboratorium


berdasarkan Global Action Plan

4. Deteksi dini dan respon: dengan melakukan simulasi


penanggulangan KLB Polio dan surveilans polio
lingkungan

Dengan semakin mendekatnya eradikasi polio global,


surveilans lingkungan terus dikembangkan untuk membantu
mengidentifikasi sejumlah kantong terakhir Virus Polio Liar
(VPL) dan untuk dokumentasi eradikasi. Bagi Global Polio
Eradikasi Inisiatif (GPEI) prioritas utama adalah membangun
dan/atau mempertahankan surveilans lingkungan di negara
endemik yang tersisa (Pakistan dan Afghanistan). Surveilans
yang sensitf juga merupakan prioritas tinggi di wilayah yang
bebas polio yang berbatasan dengan wilayah endemik (di
negara yang sama atau negara berdekatan) dan di wilayah-
wilayah yang belum lama ini mendapat importasi atau
terjadi kembali transmisi, atau dengan riwayat transmisi

18 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


yang tersembunyi walaupun dengan indikator surveilans
memadai.

Di wilayah regional WHO yang telah bebas polio


dan nasional, membangun surveilans lingkungan harus
diprioritaskan di daerah yang berisiko tinggi terjadinya
importasi VPL atau timbulnya Vaccine Derived Polio Virus
(VDPV) dan penyebarannya di wilayah yang tidak mampu
mendeteksi importasi VPL atau terjadinya VDPV karena
lemahnya surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP).

Satu faktor utama dalam mengevaluasi risiko


Kejadian Luar Biasa (KLB) virus polio adalah memahami
sulitnya menjamin sistem surveilans AFP yang memadai
untuk mendeteksi sirkulasi virus polio pada tingkat
rendah, dengan potensi terjadinya sirkulasi tersembunyi
yang tidak terdeteksi. Di sisi lain, surveilans lingkungan
menjadi sama pentingnya untuk melengkapi surveilans
AFP di negara-negara dengan cakupan Imunisasi yang
tinggi, karena bisa terjadi situasi yang memungkinkan
terjadinya sirkulasi virus polio yang tersembunyi yang
terus menerus tetapi tidak ditemukan kasus AFP.

Risiko utama sirkulasi virus polio adalah berkaitan


dengan tingkat kerentanan masyarakat untuk terinfeksi
polio, dan risiko lainnya adalah pasokan air dan sanitasi
yang memadai, eratnya kontak antara penderita dengan
masyarakat yang rentan, dan faktor sosial/perilaku
lain yang menunjang terjadinya transmisi virus polio di
masyarakat. Perlu diingat bahwa risiko ini bersifat dinamis

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 19


dan tergantung dari epidemiologi virus, cakupan Imunisasi,
dan kinerja surveilans. Tingkat risiko suatu negara/nasional
bisa berubah secara signifikan dalam waktu yang relatif
singkat.

Identifikasi dari daerah risiko tinggi harus didasarkan


pada karakteristik masyarakat, selain indikator kinerja
program, termasuk mempertimbangkan:

a. cakupan imunisasi rutin dan suplemen; jenis


vaksin yang digunakan dalam program imunisasi
polio Oral Polio Vaccine (OPV), Inactived Polio
Vaccine (IPV), kualitas surveilans AFP;

b. wilayah dengan jumlah populasi tidak tetap


yang tinggi (migran, nomad/berpindah-pindah,
pengungsi, penduduk informal, tenaga kerja asing
yang tidak terdokumentasi);

c. diketahui atau dicurigai ada kesenjangan


kekebalan populasi, seperti adanya kohort dewasa
atau kelompok umur tertentu yang tidak diimunisasi,
dan kelompok yang menolak Imunisasi karena
alasan keagamaan, filosofi atau latar belakang lain;

d. wilayah dengan indikator kinerja surveilans yang


tidak memadai, dan;

e. seringnya terjadi kumpulan massa untuk alasan


komersial, keagamaan atau alasan lain, khususnya
dimana wanita dan anak-anak terlibat, seperti
peristiwa yang terkait dengan liburan atau festival.

20 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


C. Tujuan

Surveilans polio lingkungan bertujuan :

1. Mendeteksi sirkulasi virus polio sebagai suplemen


surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Surveilans lingkungan dapat membantu


mengidentifikasi sisa sisa transmisi virus polio liar di
daerah endemic, khususnya dimana VPL bersirkulasi
diantara individu tapi tidak memperlihatkan gejala
kelumpuhan. Surveilans lingkungan dapat mejadi
perangkat yang sangat berguna untuk memberikan
indikasi dini adanya importasi virus polio ke wilayah
yang sudah bebas polio atau adanya transmisi
vaccine-derived polioviruses (VDPV), dan untuk
mengkonfirmasi adanya virus vaksin yang berkaitan
dengan kampanye vaksinasi menggunakan oral polio
vaccine (OPV).

2. Memberikan bukti untuk sertifikasi status bebas polio

Data yang didapat dari surveilans lingkungan


yang berkualitas dan berkesinambungan terhadap
lokasi sampling yang tetap akan memberikan bukti
penting untuk dipertimbangkan sebelum mengambil
keputusan bahwa dunia telah benar-benar bebas
dari polio.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 21


D. Ruang lingkup

Ruang lingkup kegiatan surveilans polio lingkungan


adalah :

1. Pengumpulan Data
• Pengambilan spesimen
• Pengiriman specimen
• Pemeriksaan specimen
• Pencatatan dan pelaporan
2. Pengolahan Data

3. Analisis dan Interpretasi Data

4. Desiminasi informasi

Surveilans lingkungan dilakukan secara sentinel pada


beberapa wilayah yang mempunyai atau menampung
limbah rumah tangga (tinja) dengan jumlah antara
100.000 hingga 300.000 penduduk.

E. Sasaran

Sasaran juknis pemegang program dan laboratorium


yang mengambil sampel dan memeriksa sampel polio
lingkungan.

22 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


F. Pengertian (definisi)

Surveilans polio lingkungan adalah pengumpulan


spesimen dari limbah rumah tangga (tinja) yang
dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya sirkulasi
virus polio di lingkungan, dan segera melakukan tindakan
dari informasi yang dihasilkan.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 23


24 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan
BAB II.

PELAKSANAAN SURVEILANS POLIO LINGKUNGAN

A. Pengumpulan Data

1. Pengambilan sampel

1.1. Kriteria pemilihan lokasi

Surveilans polio yang sistematik, akan


optimal bila sebagian besar perumahan dilengkapi
dengan sistem pembuangan limbah yang saling
terhubung dan bermuara di satu lokasi hingga
memungkinkan untuk mengumpulkan sampel
di muara limbah tersebut yang dapat mewakili
penduduk yang tinggal di wilayah tersebut.
Lokasi sampling yang dianjurkan adalah bagian
inlet (saluran masuk) dari sistem pengelolaan
limbah.

Limbah industri bisa mengandung bahan


yang bersifat toksik bagi biakan sel dan/atau
mengganggu replikasi virus polio. Ini harus jadi
pertimbangan saat memilih lokasi sampling.

Sistem lain dari pembuangan limbah,


seperti kanal terbuka atau saluran air, pada
beberapa kasus bisa berhasil membuktikan adanya
sirkulasi virus polio liar di populasi yang terkait.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 25


Lokasi sampling yang dipilih untuk pemantauan
regular/rutin sedapat mungkin adalah yang
mewakili populasi risiko tinggi, dengan jumlah
antara 100.000 hingga 300.000 penduduk.

Bila populasi terdiri atas beberapa sub


populasi dan masing-masing lokasi saling
berdekatan, bisa diambil sampel gabungan
dengan mencampurkan sampel-sampel dari
berbagai lokasi tersebut.

Bila populasinya besar, sensitivitas sampel


bisa berkurang, dan karenanya pengumpulan
sampel bisa lebih sering.

1.2. Waktu pengambilan sampel

Surveilans lingkungan dilakukan untuk berbagai


tujuan dan situasi:

a. Bila dimaksudkan untuk membuktikan telah


tereliminasinya sirkulasi VPL dari masyarakat,
pengambilan sampel sebaiknya dilakukan
mingguan atau dua mingguan, atau minimal
sekali per bulan.

b. Bila surveilans dilakukan karena diketahui


atau diduga adanya reintroduksi virus polio
liar impor atau adanya kasus akibat sirkulasi
VDPV, kegiatan bisa dimulai dengan program
jangka pendek (tidak kurang dari 12 bulan)

26 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


dan kemudian sampling lebih sering dengan
target populasi terpilih yang ditargetkan. Hal
ini harus dibarengi dengan surveilans AFP yang
intensif.

Waktu pengumpulan sampel sangat penting,


terutama bila sampel dikumpulkan dari saluran/
drainase terbuka. Pengumpulan sampel harus
dilakukan pada waktu aliran maksimum limbah
dari masyarakat, yang biasanya antara jam 06.00
– 08.00 pagi. Waktu pengumpulan sampel juga
penting bila suhu di daerah tersebut cukup tinggi,
karena virus akan diinaktifasi lebih cepat pada suhu
lebih tinggi.

1.3. Teknik pengambilan sampel

Ada dua teknik mengumpulkan sampel lingkungan


untuk analisis virologi, yaitu pengambilan langsung
(grab sampling) dan pengambilan dengan
perangkap (trap sampling).

1.3.1 Grab sampling

Pada metode ini, sejumlah cairan limbah


(raw sewage) dikumpulkan dari tempat sampel
yang terpilih pada waktu tertentu, dimana
tempat pengumpulan sampel adalah suatu
jaringan pengumpulan limbah yang melayani
populasi yang besar. Sampel tunggal pada
waktu tertentu sudah mencukupi.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 27


Untuk grab sample, sampel yang dibutuhkan
sebanyak satu liter.

1.3.2 Trap sampling

Trap sample dikumpulkan dengan


menggantungkan sebuah kantung dari bahan yang
penyerap yang tidak spesifik (non-specifically
absorbing material) kedalam aliran limbah. Setelah
sehari atau lebih, kantung diambil dari limbah dan
dikirim ke laboratorium dimana bahan penyerap
kemudian diencerkan dan dianalisis untuk
mendeteksi virus polio.

Pengalaman menunjukkan grab sampling


lebih sering mendeteksi virus polio dan enterovirus
non polio dibanding trap sampling.

28 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


1.4. Pengiriman sampel

Apapun metode yang digunakan, sampel


yang sudah dikumpulkan harus segera disimpan
dalam rantai dingin dan harus dipertahankan
dingin antara suhu 2-8°C selama pengiriman ke
laboratorium, dan harus sudah diterima dalam
waktu 48 jam sejak pengambilan.

Pihak laboratorium harus diinformasikan


terlebih dahulu dan petugas laboratorium harus
mengkonfirmasi bahwa sampel telah diterima.
Formulir permintaan pemeriksaan laboratorium
bisa dilihat pada lampiran 1

2. Pemeriksaan sampel

Pemeriksaan grab sample ataupun trap sample di


laboratorium mempunyai risiko kontaminasi karena percikan.
Oleh sebab itu semua langkah pencegahan harus dilakukan
untuk menghindari paparan bahan infeksius kepada petugas
laboratorium. Minimal, semua fasilitas laboratorium yang
memeriksa sampel lingkungan harus memenuhi basic WHO
Biosafety Level (BSL-2) laboratory standards. Menurut
pedoman ini, semua langkah prosedur ekstraksi fase 2 harus
dikerjakan dalam Biological safety cabinet.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 29


Standar minimum laboratorium sesuai WHO Biosafety
Level 2

a. Tersedia ruang yang cukup untuk melakukan


pekerjaan laboratorium, pembersihan dan
pemeliharaan dengan aman

b. Dinding, atap dan lantai harus mudah dibersihkan

c. Pencahayaan mencukupi untuk semua kegiatan

d. Ruang penyimpanan cukup untuk menyimpan


pasokan untuk penggunaan segera

e. Tempat cuci tangan dengan air mengalir, tersedia


di setiap ruang laboratorium, bila mungkin di
dekat pintu

f. Tersedia autoclave (atau pressure cooker yang sesuai)

g. Tersedia fasilitas untuk menyimpan pakaian dan


peralatan pribadi untuk makan dan minum di bagian
luar area kerja

h. Tersedia pasokan air yang berkualitas baik dan bisa


diandalkan. Tidak ada koneksi antara pasokan air
laboratorium dengan pasokan air minum

i. Tersedia generator untuk mendukung peralatan yang


esensial seperti inkubator, biological safety cabinets,
kulkas dan semacamnya

30 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


j. Tersedia alat penghisap pipet untuk menghindari
menghisap pipet dengan mulut

k. Tersedia alat pemutar (centrifuges) dengan tutup


pengaman untuk memutar bahan infeksius
berkonsentrasi tinggi atau bervolume besar di
laboratorium terbuka. Tutup tersebut harus dipasang
dan dibuka di biological safety cabinet

l. Tersedia tabung dan botol bertutup ulir untuk


menyimpan spesimen dan biakan positif

m. Tersedia autoclave untuk mensterilkan bahan


yang terkontaminasi
n. Kotak pengaman biologis (Biological safety cabinets)
tersedia untuk:

a) Prosedur yang berpotensi menimbulkan


percikan (aerosol), termasuk sentrifugasi,
penggilingan, penghancuran, pengocokan
atau pencampuran yang kuat, sonic
disruption, dan membuka bahan infeksius
yang tekanan dalamnya berbeda dengan
tekanan udara luar

b) Penanganan bahan infeksius dengan konsentrasi


tinggi atau bervolume besar

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 31


2.1. Teknik pemeriksaan

Dari 1 liter sampel limbah yang diambil,


separuhnya (500 ml) dikonsentrasikan sebelum
diinokulasikan kepada biakan sel untuk
meningkatkan sensitivitas deteksi. Separuh lainnya
disimpan dalam suhu 4°C sebagai cadangan (backup)
sampai konsentrat dari setengah sampel pertama telah
berhasil diinokulasikan kedalam biakan sel.

Salah satu metode yang sering digunakan


untuk mengkonsentrasikan sampel limbah adalah
dengan metoda pemisahan dua tahap. Konsentrasi
sampel yang dihasilkan adalah sekitar 50 kali.

Dua metoda yang sudah cukup


terdokumentasi dengan baik adalah presipitasi
dengan polyethylene glycol (PEG) dan ultrafiltrasi.
Dengan menggunakan salah satu dari dua metode
ini, bisa didapatkan konsentrasi lebih dari 100 kali.

Konsentrat sampel diperiksa terhadap adanya


virus polio sama seperti spesimen tinja (lihat WHO
Polio laboratory manual, 4th edition). Namun
karena kondisi alami dari spesimen, diperlukan
beberapa modifikasi. Seperempat dari sampel yang
diproses (setidaknya 1 ml) harus disimpan pada suhu
-20°C. Sebagian sisanya harus diinokulasikan pada
biakan sel L20B dan RD(A).

32 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


Perlakuan dan tindak lanjut dari biakan
inokulasi adalah sama dengan yang diperlakukan
pada spesimen klinis (lihat WHO Polio Laboratory
Manual, 4th edition), termasuk waktu observasi, blind
passages bila perlu, cross-passaging RD(A) isolat pada
sel L20B (pasase di biakan tabung), diikuti dengan
serotyping dan intratypic differentiation (ITD) pada
biakan positif dengan real-time reverse transcription
polymerase chain reaction (rRT-PCR). Isolat sel L20B
harus diprioritaskan untuk ITD karena spesimen
lingkungan seringkali mengandung campuran dari
enterovirus non polio yang sulit untuk dibedakan.

Dengan menggunakan pendekatan biakan


massal (bulk culture) ada risiko lolosnya komponen
campuran virus yang berkonsentrasi rendah dan
kondisi kurang baik. Dengan menggunakan biakan
paralel multiple, misalnya 5 x L20B flasks, problem
ini bisa diatasi tetapi akan meningkatkan beban kerja
dan biaya laboratorium. Penggunaan plaque assay
untuk mengisolasi strain virus individual dari spesimen
lingkungan telah terbukti bisa menghindari risiko
ini. Tetapi teknik ini rumit, lama dan membutuhkan
tenaga kerja terampil.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 33


2.2. Hasil pemeriksaan

Semua isolat virus polio dari sampel lingkungan


harus dibedakan menjadi VPL, SL, atau VDPV di
laboratorium yang sudah diakreditasi WHO. Waktu yang
dibutuhkan untuk prosedur pemeriksaan laboratorium
adalah sebagai berikut:

a. Prosedur konsentrasi dan isolasi - 21 hari

b. ITD - 7 hari

c. Pengiriman isolat - 7 hari

d. Sequencing - 14 hari

Isolat virus polio yang memperlihatkan ketidak


sesuaian dengan kontrol (discordant) pada rRT-PCR ITD
bisa menunjukkan VDPVs dan harus dilakukan sequencing
untuk karakterisasi lebih jauh, seperti dilakukan pada
isolat klinis.

Perlu diingat bahwa campuran virus polio biasa


ditemukan dalam sampel lingkungan, yang kadang bisa
menimbulkan kebingungan dalam interpretasi hasil ITD
sehingga perlu pemeriksaan sequencing tambahan untuk
mengidentifikasi komponen dari campuran tersebut.

34 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


B. Pencatatan dan Pelaporan

Pelaporan hasil laboratorium surveilans


lingkungan ke Kementerian Kesehatan dan WHO
mengikuti pedoman pelaporan surveilans AFP dengan
tambahan bahwa di sini diperlukan pelaporan yang
teratur dan temuannya, selain juga pelaporan segera
dari VPL dan isolasi VDPV.

Hasil pemeriksaan surveilans polio lingkungan


dari laboratorium rujukan polio nasional dikirim ke
pusat dan kemudian diolah kedalam format excell.

C. Analisis dan Interpretasi Data

Seseorang yang terinfeksi virus polio dapat


mencemari lingkungan dan dapat terdeteksi di
laboratorium. Namun prosesnya cukup kompleks.
Karenanya hasil yang didapat harus diinterpretasikan
dengan hati-hati.

Salah satu indikator kinerjanya adalah terdeteksinya


(NPEV) pada sampel. Namun, sulit untuk menentukan
target persentase tertentu hasil positif NPEV sampel
lingkungan karena dipengaruhi oleh lokasi geografis,
iklim, kepadatan penduduk, dan berbagai faktor lain.
Secara umum, persentase ini setidaknya sama dengan
yang didapat dari spesimen tinja kasus AFP di populasi
yang sama. Pada masyarakat yang mendapat Imunisasi

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 35


OPV, surveilans polio lingkungan juga mungkin
memperlihatkan hasil positif SL, terutama selama
dan segera setelah pelaksanaan PIN atau kegiatan
Imunisasi polio tambahan lainnya.

Banyaknya strain virus polio vaksin di


lingkungan secara teori bisa menutupi kehadiran VPL
dalam jumlah sedikit bila kita hanya melakukan teknik
standar tanpa melihat kondisi selektif yang spesifik untuk
hadirnya virus polio liar di suatu tempat. Tetapi bukti-
bukti di lapangan menunjukkan banyak VPL bisa
diisolasi selama dan segera setelah kegiatan PIN.

Isolasi VPL dari lingkungan, seperti juga penemuan VPL


dari kasus AFP, akan mengundang pertanyaan apakah
hasil ini menunjukkan importasi yang baru terjadi atau
telah terjadi sirkulasi yang luas di masyarakat. Respon
yang harus segera dilakukan adalah mengintensifkan
surveilans AFP di masyarakat, pengambilan sampel
lingkungan yang lebih sering dan persiapan kegiatan
Imunisasi tambahan. Rangkaian tindakan yang perlu
dilakukan telah disusun dalam pedoman penanggulangan
KLB polio.

Isolasi VPL dari lingkungan menunjukkan bahwa


sejumlah individu mengekskresikan virus ini. Secara
teori kita dapat mendeteksi virus yang diekskresikan
oleh seorang penderita yang mendapat impor virus
dari luar ke masyarakat di wilayah yang sudah bebas
polio. Karenanya, perlu segera memeriksa karakter virus

36 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


yang terisolasi dan mengulangi pengambilan sampel
untuk menginterpretasikan secara epidemiologis dan
menyusun program penanggulangan yang memadai.

Hasil negatif lebih sulit untuk diinterpretasikan


dan harus dikaji kembali rancangan samplingnya serta
efisiensi dari prosedur laboratorium. Sampel yang
menunjukkan hasil negatif virus polio bisa menunjukkan
bahwa memang tidak ada sirkulasi virus, atau kondisi
lain seperti:

a) pemilihan lokasi sampling yang tidak memadai;

b) metoda pengumpulan sampel yang tidak memadai


atau tidak adekuat;

c) penyimpanan atau pengiriman sampel yang tidak


memadai;

d) metoda konsentrasi sampel yang tidak memadai


atau tidak adekuat;

e) rendahnya sensitivitas metoda lab yang digunakan


untuk deteksi dan identifikasi virus;
f) adanya bahan toksik di dalam limbah yang
mempengaruhi biakan sel;

g) ko-ekstraksi/terbawanya bahan yang bersifat inhibitor


untuk RT-PCR.

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 37


Sensitivitas sampel maksimum secara
teoritis dapat dihitung menggunakan beberapa
asumsi. Pengulangan sampling akan meningkatkan
probabilitas deteksi transmisi VPL dan cVDPV yang
rendah di masyarakat. Bila suatu populasi dimonitor
menggunakan metode yang disarankan dengan
indikator kualitas yang memadai, hasil yang negatif
VPL secara konsisten selama 12 bulan menunjukkan
bahwa virus polio liar memang tidak bersirkulasi di
masyarakat. Bila situasi ini berlanjut selama tiga
tahun berturut-turut, sirkulasi virus polio bisa dianggap
tidak terjadi di masyarakat tersebut. Kesimpulan ini
harus ditetapkan secara hati-hati bila ada risiko tinggi
terjadinya importasi VPL.

D. Desiminasi Informasi

Hasil analisis data surveilans polio lingkungan


disampaikan melalui buletin mingguan dan email ke
provinsi dan laboratorium yang mengirim sampel serta
melalui sosialisasi hasil di pertemuan yang diadakan oleh
pusat maupun provinsi/kab/kota.

38 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


BAB III.

JEJARING KERJA, MONITORING DAN EVALUASI

A. Jejaring Kerja dan Peran

B. Instansi Pemeriksa dan Pengirim Sampel

B. Instansi Pemeriksa dan Pengirim Sampel

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 39


C. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi surveilans polio lingkungan


dilakukan terhadap proses dan hasil setiap semester atau
tahunnya untuk menilai apakah terdapat virus polio di
lingkungan.

Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap :


1. Sirkulasi virus polio di lingkungan
2. Sistem surveilans lingkungan dan pendukungnya
3. Prosedur pengambilan sampel dan laboratorium
(Kondisi spesimen ketika adekuat diterima di
laboratorium)

40 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


LAMPIRAN

A. Format Permintaan Pemeriksaan Laboratorium

FORMULIR PERMINTAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM


“Pengambilan sampel limbah Polio Lingkungan”

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 41


B. Tata Cara Penulisan Kode Laboratorium Untuk Sampel
Polio Lingkungan :

1. Kode laboratorium terdiri dari 4 bagian :

a) 3 Digit Kode Laboratorium B/BTKL yaitu :

a. Jakarta : JKT
b. Banjarbaru : BJB
c. Medan : MDN
d. Surabaya : SBY
e. Yogyakarta : JOG
f. Palembang : PLG
g. Manado : MAN
h. Ambon : AMB
i. Batam : BTM
j. Makasar : MKS

b) 2 Digit kode tahun pengambilan

c) 3 Digit kode nomor urut pengambilan sampel

d) 1 Digit kode laboratorium pemeriksa yaitu:


L= Litbangkes, S=Surabaya, B=Biofarma

42 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


C. Gambar Lokasi Pengambilan Sampel :

1. Treatmen Plant (Instalasi Pengolahan Air Limbah


terpadu)

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 43


2. Open Drain / Kanal

44 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


D. Bahan Pengambilan Spesimen : Metode Grab
Sampling
1. Botol/ wadah dengan pemberat (autoclavable)

2. Corong (autoclavable)

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 45


3. Botol Penampung (untuk limbah 1 L)

46 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan


DAFTAR REFERENSI

• Guidelines for environmental surveillance of poliovirus,


Maret 2003, WHO

• Kepmenkes 483/Menkes/SK/IV/2017 tentang Pedoman


Surveilans AFP, 2007, Jakarta

• Bahan Pengambilan Spesimen, Puslitbang Biomedis dan


Teknologi Dasar Kesehatan, Litbangkes, Jakarta

Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan 47


Catatan :

48 Petunjuk Teknis Surveilans Folio Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai