Oleh:
VITARI ELIKA NPM. 2130018001
NADILA IMANIA AWANDA NPM. 2130018010
JIHAN AULIA NPM. 2130018052
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia dan hidayah-
Nya, sehingga penyusunan laporan kegiatan magang ini dapat terselesaikan
dengan baik. Shalawat serta salam semoga Tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jalan yang gelap menuju jalan
yang terang benderang.
Penyusunan laporan kegiatan magang ini dilakukan sebagai bentuk
pertanggungjawaban kami selama menjalani kegiatan magang di Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya. Pelaksanaan
magang yang kami Lakukan dimulai dari tanggal 09 Maret 2022 – 06 April 2022.
Pada kesempatan kali ini, izinkan kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami selama melaksanakan
kegiatan magang serta membantu pada saat penyusunan laporan. Beberapa pihak
tersebut antara lain:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., selaku Rektor Universitas
Nahdlatul Ulama Surabaya.
2. Bapak Prof. S. P. Edjianto, dr., Sp. PK (K), selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Ibu Dwi Handayani, S.KM., M.Epid., selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat sekaligus Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan magang.
4. Bapak Abdul Hakim Zakkiy Fasya, S.KM., M.KL., selaku Koordinator
Magang Program Studi S1 Kesehatan Masyrakat.
5. Bapak Dr. Rosidi Roslan, S.KM, S.H, M.PH, M.H, selaku Kepala
BBTKLPP Surabaya.
6. Bapak Hari Gunawan, S.KM, M.M., selaku Koordinator Surveilnas
Epidemiologi.
7. Bapak Yudied Agung Mirasa, S.KM., M.Kes., selaku Pembimbing
Lapangan.
8. Ibu Efi Sriwahyuni, S.KM., M.PH selaku Penanggungjawab Unit Diklat
dan Magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya.
9. Seluruh staf dan karyawan di BBTKLPP Surabaya khususnya Bapak dan
Ibu pemegang program di Bidang Surveilans Epidemiologi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan serta ilmu yang telah diberikan.
Semoga laporan kegiatan yang kami buat ini dapat diterima dengan baik
oleh pihak yang terkait. Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan,
kami mengucapkan terima kasih.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ............................................ viii
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Tujuan Magang .....................................................................................2
1. Tujuan Umum .................................................................................2
2. Tujuan Khusus ................................................................................2
C. Manfaat..................................................................................................2
1. Bagi Peserta Magang ......................................................................2
2. Bagi Instansi ...................................................................................3
3. Bagi Program Studi .........................................................................3
BAB 2. METODE KEGIATAN MAGANG ...........................................................4
A. Lokasi Magang ......................................................................................4
B. Waktu Magang ......................................................................................4
C. Peserta Magang .....................................................................................4
D. Metode Pelaksanaan Kegiatan ..............................................................4
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................5
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................6
A. Gambaran Umum Instansi Magang ......................................................6
B. Pelaksanaan Magang ...........................................................................13
BAB 4. PENUTUP.................................................................................................18
A. Kesimpulan .........................................................................................18
B. Saran ....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20
LAMPIRAN ...........................................................................................................21
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman keterampilan, penyesuaian sikap dan
penghayatan pengetahuan di dunia kerja dalam rangka memperkaya
pengetahuan, sikap, dan keterampilan bidang ilmu kesehatan
masyarakat, serta melatih kemampuan bekerja sama dengan orang lain
dalam satu tim sehingga diperoleh manfaat bersama baik bagi peserta
magang maupun instansi tempat magang.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari magang ini adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari dan menganalisis struktur organisasi dan prosedur
kerja/SOP dalam pelaksanaan surveilans di tempat magang.
b. Mempelajari dan menganalisis capaian dan kendala dalam
penerapan program dan kebijakan terkait pencegahan dan
penanggulangan penyakit dan masalah kesehatan yang
dilaksanakan di tempat magang.
c. Analisis data masalah kesehatan, faktor risiko dan masalah
organisasi di instansi magang, membuat prioritas masalah
kesehatan dan mencari alternatif pemecahan masalah (problem
solving) tentang kesehatan serta melakukan sosialisasi sesuai
temuan masalah.
C. Manfaat
1. Bagi Peserta Magang
Manfaat magang bagi peserta adalah sebagai berikut:
a. Melatih keterampilan mahasiswa yang sesuai dengan bidang ilmu
masing-masing dengan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh
dari selama proses perkuliahan.
b. Mengenal praktik dunia kerja mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi program pada unit-
unit kerja dengan mengembangkan wawasan berpikir keilmuan
kreatif dan inovatif.
3
A. Lokasi Magang
Lokasi magang mahasiswa bertempat di bidang Surveilans Epidemiologi
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Surabaya yang beralamatkan di Jl. Sidoluhur No. 12, Kemayoran,
Kec. Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur.
B. Waktu Magang
Waktu pelaksanaan magang yaitu pada tanggal 09 Maret sampai dengan
06 April tahun 2022. Kegiatan magang ini dilakukan selama 4 minggu. Kegiatan
magang ini disesuaikan dengan jam kerja di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya pada hari Senin-
Kamis dimulai pukul 07.30 – 16.00 WIB, hari Jum’at dimulai pukul 07.30 – 16.30
WIB.
C. Peserta Magang
Peserta dalam magang ini adalah mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Semester 8 (delapan) Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
Tabel 2. 1 Identitas Peserta Magang
No. Nama NIM No. Telp/WhatsApp
1. Vitari Elika 2130018001 085331459760
2. Nadila Imania Awanda 2130018010 082229518195
3. Jihan Aulia 2130018052 081333256813
4
5
6
7
5. Struktur Organisasi Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya
Joko Kasihono, S.T, M.Kes Etty Sri Heriati, S.T, M.M dr. Teguh Mubawadi, M.Si Hari Gunawan, S.KM, M.M
Koordinator Koordinator Pengembangan Koordinator Analisis Koordinator
Tata Usaha Teknologi Laboratorium Dampak Kesehatan Lingkungan Surveilans Epidemiologi
Wahyu Hari Imawan, S.KM, M.PSDM Wakil Koordinator Pengembangan Wakil Koordinator Analisis Wakil Koordinator
Sub – Koordinator Teknologi Laboratorium Dampak Kesehatan Lingkungan Surveilans Epidemiologi
Perencanaan dan Pelaporan
Widi Hartatiek, S. Si, Apt Leli Indahwati, S.T, M.KL Fransisca Susilastuti, S.KM, M.P
Sub – Koordinator Sub – Koordinator Sub Koordinator
Teknologi Pengendalian Penyakit Lingkungan Fisik dan Kimia Advokasi Kejadian Luar Biasa
dr. Zahrotunnisa, M. Biotech Yeni Puji Lestari S.Si, M. Ked. Trop Dr. Yudied Agung Mirasa, S.KM, M.Kes
Sub – Koordinator Sub – Koordinator Sub - Koordinator
Teknologi Laboratorium Lingkungan Biologi Pengkajian dan Desiminasi
Kelompok Jabatan
INSTALASI Fungsional
11
B. Pelaksanaan Magang
Pelaksanaan magang selama 4 minggu (09 Maret–06 April 2022) di Balai
Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya,
sebagai berikut:
14
Tanggal Kegiatan
Minggu ke-1
09 Maret Swab di BBTKLPP Surabaya
10 Maret Pembekalan Magang
Mengikuti seminar yang dilaksanakan BBTKLPP Ciloto
dan membuat artikel mengenai materi yang disampaikan
Kegiatan Magang dilakukan selama 1 bulan, Minggu Ke-1 pada Tangal 9 Maret
dilakukan pemeriksaan dengan melakukan Test PCR. Tanggal 10 Maret
dilakukukan pembekalan magang yang menjelaskan peraturan saat magang dan
kewajiban serta penempatan pada bidang Surveilans Epidemiologi juga dilakukan
review untuk seminar CILOTO yang kami lakukan tentang Strategi pemerintah
menghadapi perkembangan varian covid-19, tren dan kebijakan global
mengghadapi pandemi covid-19, kesiapan masyarakat dan tenaga kesehatan
dalam menghadapi endemic covid-19, dan juga transisi pandemi menuju endemic
covid-19. Tanggal 11 Maret dilakukan diskusi tentang BBTKLPP Surabaya
dimana dalam diskusi dibahas struktur organisasi di BBTKLPP Surabaya, Tugas
BBTKLPP Surabaya, dan Bagian yang ada di dalam BBTKLPP Surabaya dan
juga diskusi tentang KLB DBD apa saja yang harus disiapkan dan dibutuhkan saat
terjadi KLB DBD.
Kegiatan yang dilakukan pada Minggu Ke-2 Tanggal 15 Notulensi
penguatan dan pencegahan KLB DBD di Sumba Barat Daya yang sasarannya
adalah petugas puskesmas dimana terdapat kendala yaitu masalah surveilans
(SKDR) sehingga dinas Provinsi tidak dapat menganalisa masalah dengan cepat,
dilakukan juga kegiatan Input data Kartu Menuju Sehat Faktor Risiko PTM pada
pegawai di BBTKLPP Surabaya. Tanggal 16 Maret melakukan Cleaning dan
analisis data Kartu menuju Sehat Faktor Risiko PTM pada pegawai di BBTKLPP
Surabaya yang menunjukkan hasil status gula darah pegarai BBTKLPP Surabaya
79% dengan gula darah normal, 19% mengalami prediabetes, dan 2% mengalami
diabetes. Status pemeriksaan kolesterol pada pegawai BBTKLPP Surabaya
menunjukkan 49% dengan kolesterol tinggi, 39% kolesterol normal, 12% dengan
kolesterol rendah. Sedangkan status pemerikasaan asam urat menunjukkan 59%
dengan asam urat normal, 41% dengan kondisi asam urat yang tinggi. Tanggal 19
Maret melakukan Kegiatan lapangan untuk pengambilan sampel darah dan pinjal
pada tikus sebagai pencegahan penyakit PES di daerah Puskesmas Sumberpitu
dan Laboratorium Nongkojajar, Pasuruan.
Kegiatan yang dilakukan pada Minggu Ke-3 Tanggal 21 Maret 2022
diskusi mengenai penyakit yang berpotensi KLB yaitu ada penyakit malaria,
keracunan makanan, chikungunya, leptospirosis, dan DBD. program terkait
16
A. Kesimpulan
1. Struktur organisasi di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabayadipimpin oleh kepala BBTKLPP
Surabaya yang dibawahnya terdapat Kepala Subbagian administrasi
dan umum, Koordinator Bidang, Wakil Koordinator Bidang, Sub
Koordinator Bidang, Instalasi, dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Prosedur kerja di BBTKLPP Surabaya hari senin-kamis dimulai pukul
07.30-16.00 WIB dan hari jum’at dimulai pukul 07.30-16.30 WIB.
2. Identifikasi dan menganalisis data kesehatan dengan turun dilapangan
pengumpulan data sekunder dengan melihat data laporan kesehatan di
BBTKLPP Surabaya.
3. Mahasiswa melakukan perencanaan program dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit menular melalui vektor hewan dengan melihat
studi kasus kemudian mengusulkan alternatif pemecahan masalah.
4. Analisis situasi permasalahan penyakit menular melalui vektor hewan
dengan melihat kegiatan-kegiatan upaya pengendalian penyakit
menular dengan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) dan
alternatif pemecahan masalah penyakit menular dengan melihat
permasalahan yang diambil maka mahasiswa mengusulkan
program/kebijakan.
5. Mahasiswa mengambil studi kasus dalam pengendalian penyakit
menular melalui vektor hewan untuk penanggulangan penyakit yang
ada di BBTKLPP Surabaya.
6. Pelaksanaan kegiatan magang dilaksanakan berdasarkan peminatan
mahasiswa program studi S1 Kesehatan Masyarakat yaitu peminatan
Epidemiologi.
7. Kegiatan yang dilaksanakan selama kegiatan magang di BBTKLPP
Surabaya meliputi kegiatan dalam gedung dan diluar gedung. Kegiatan
dalam gedung seperti mempelajari tentang penyakit yang berpotensi
18
19
20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Magang
21
22
OLEH:
VITARI ELIKA
NIM. 2130018001
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pelaksanaan magang ini dengan
tepat waktu dengan judul “Gambaran Pelaksanaan Pengujian Laptosperisis dan
Surveilans Leptospirosis di Probolinggo Tahun 2021/2022”. Dalam penulisan
laporan pelaksanaan magang ini tentunya penulis tidak berjalan sendiri melainkan
juga banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M. Eng, selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
2. Prof. S. P. Edijanto, dr, Sp.PK (K), selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Dwi Handayani, S.KM., M. Epid, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama persiapan, pelaksanaan hingga pelaporan kegiatan.
4. Bapak Abdul Hakim Zakkiy Fasya, S.KM., M.KL, selaku Koordinator
Lapangan Magang Tahun 2022.
5. Bapak Dr. Rosidi Roslan, S.KM,S.H, M.PH, M.H, selaku Kepala Balai
Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.
6. Bapak Dr. Yudied Agung Mirasa, S.KM., M.Kes, Selaku Dosen
Pembimbing magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya.
7. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Semoga dengan hadirnya laporan magang ini diharapkan mampu menjadi
tambahan wawasan informasi khususnya bagi Mahasiswa S1 Kesehatan
Masyarakat dan umumnya bagi masyarakat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
A. Daftar Singkatan
KLB : Kejadian Luar Biasa
Ditjen PPM dan PL : Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
SKD : Sistem kewaspadaan dini
WHO : World Health Organization
MAT : Microscopic Agglutination Test
Rdt : Rapid Diagnostic Test
B. Daftar Lambang
. : Titik
, : Koma
: : Titik Dua
% : Persentase
() : Dalam Kurung
C. Daftar Istilah
Leptospirosis : Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira.
Leptospira : Bakteri yang menyebabkan Leptospirosis
Rodent : Hewan pengerat
Reservoar : Posulasi atau lingkungan yang ditempati patogen
untuk hidup
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri
Leptospira dari famili Trepanometaceae dan ordo Spirochatales (Ramadhani, et al.,
2015). Sumber penyakit leptospirosis adalah hewan pengerat, babi, sapi, kambing,
domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung dan insektivora. Di Indonesia, tikus
merupakan sumber utama penularan. Leptospirosis ditularkan dari hewan ke
manusia melalui urin hewan yang terinfeksi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung manusia dengan hewan
yang terinfeksi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lainnya yang masuk ke dalam
tubuh inang. Sedangkan kontak tidak langsung dapat terjadi melalui genangan air,
sungai, danau, selokan, tanah (lumpur), dan tanaman yang telah terkontaminasi urin
hewan penderita leptospirosis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Penularan ke manusia kemungkinan terjadi melalui paparan di tempat
kerja, rekreasi atau hobi, dan bencana alam yang berhubungan dengan bakteri
Leptospiracarrier. Bakteri Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh melalui
permukaan kulit tangan atau kaki yang terluka dan selaput lendir (mukosa) mata,
hidung, atau telinga (R & Budiyono, 2016). Kasus leptospirosis umum terjadi di
seluruh dunia, terutama di negara-negara dengan iklim tropis dan subtropis dengan
curah hujan tinggi (Prihantoro & Siwiendrayanti, 2017). Banjir yang masih sering
dijumpai di Indonesia berpotensi menularkan urin tikus ke dalam tubuh manusia.
Air yang tergenang memudahkan air seni tikus hanyut dan akhirnya sampai ke
manusia. Bencana banjir yang mengakibatkan sanitasi yang buruk, sampah yang
tidak dikelola dengan baik, dan kondisi lingkungan yang berantakan,
memungkinkan bakteri Leptospirato hidup dan berkembang biak, serta menginfeksi
seseorang.
Dari tahun 2015 hingga 2019 terjadi fluktuasi jumlah kasus leptospirosis
di Indonesia. Terdapat 366 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 17,76%
pada tahun 2015. Kemudian jumlah kasus meningkat pada tahun 2016, kemudian
pada tahun 2017 jumlah kasus menurun, jumlah kasus meningkat lagi pada tahun
1
2
2018, dan terus meningkat pada tahun 2019 menjadi 920 kasus. kasus dengan CFR
13,26% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Kasus Leptospirosis
selamaperiode 2015 hingga 2019 mencapai puncaknya pada tahun 2019. Namun,
CFR pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 3,29% dari tahun sebelumnya.
Enam dari sembilan provinsi yang melaporkan kasus leptospirosis pada 2019
mengalami peningkatan kasus terkonfirmasi. Keenam provinsi tersebut adalah DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Utara, dan Sulawesi
Selatan. Kasus Leptospirosis di Jawa Timur meningkat 19 kasus dari tahun
sebelumnya. Provinsi Jawa Timur menempati posisi ketiga dengan jumlah kasus
leptospirosis tertinggi di Indonesia pada tahun 2017-2019 setelah Jawa Tengah dan
DI Yogyakarta.
Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu kabupaten/kota di Jawa
Timur yang terkena penyakit leptospirosis. Pada 2018, 10 kasus leptospirosis
terkonfirmasi, 1 di antaranya meninggal (CFR 10%). Pada tahun 2019 masih
terdapat 10 kasus leptospirosis namun jumlah kematian meningkat menjadi 2 (CFR
20%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo, 2019). Hingga 20 Januari 2020,
terdapat 4 kasus leptospirosis dengan 2 kematian (CFR 50%). Faktor risiko umum
penderita leptospirosis antara lain kondisi yang melekat pada individu dan aktivitas
sehari-hari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Kondisi yang
melekat pada individu terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Aktivitas sehari-hari berkaitan dengan kebiasaan dan kondisi lingkungan tempat
tinggal penderita, seperti kebiasaan beraktivitas di tempat berair, tidak merawat
luka dengan baik, tidak menggunakan alas kaki dan sarung tangan, keberadaan
sampah di dalam rumah, keberadaan tikus di dalam rumah, keberadaan hewan
peliharaan, kawasan rawan banjir, tanah tergenang air, kawasan kumuh, dan
selokan tergenang. Informasi yang diberikan oleh dinas kesehatan mengenai
karakteristik, perilaku, dan kondisi lingkungan tempat tinggal penderita
leptospirosis akan sangat berguna sebagai dasar pencegahan Leptospirosis dan
program pengendalian bagi masyarakat. Sektor lain juga dapat bekerja sama untuk
mengurangi faktor risiko, seperti banjir dan keberadaan tikus.
Hingga saat ini kegiatan pemantauan diwilayah setempat masih rutin
dilaksanakan dalam rangka sistem kewaspadaan dini, mulai dari survei rodent,
3
B. Tujuan Magang
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengujian leptospirosis dan seuveilans di wilayah
layanan kerja Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit Surabaya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kegiatan magang di wilayah Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.
b. Menggambarkan pengujian leptospirosis di wilayah layanan Balai
Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
Surabaya.
c. Mendiagnosis masalah pada pelaksanan surveilans leptospirosis
melalui pendekatan sistem di wilayah layanan Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.
d. Menyusun prioritas masalah pengujian leptospirosis dan surveilans di
wilayah layanan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya.
e. Menyusun alternatif pemecahan masalah pengujian leptospirosis dan
surveilans di wilayah layanan Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.
C. Manfaat Magang
1. Bagi peserta magang
a. Menambah ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan terutama yang
berkaitan dengan kejadian pes yang diperlukan oleh sarjana Kesehatan
Masyarakat terutama bagi peminatan Epidemiologi
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kasus
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis akut disebabkan oleh bakteri
Leptospira dengan spektrum penyakit yang luas dan dapat menyebabkan kematian.
Leptospira yang sudah masuk ke dalam tubuh dapat berkembang dan
memperbanyak diri serta menyebar ke organ tubuh. Setelah dijumpai leptospira di
dalam darah (fase leptospiremia) akan menyebabkan terjadinya kerusakan endotel
kapiler (vasculitis) dengan Masa inkubasi Leptospirosis antara 2 - 30 hari, biasanya
rata - rata 7 - 10 hari.
5
6
C. Faktor Risiko
Leptospirosis Faktor risiko leptospirosis ini sangat bervariasi, tergantung
dari faktor sosial budaya, pekerjaan, perilaku dan lingkungan. Beberapa pekerjaan
yang sangat berisiko untuk terkena leptospirosis adalah pekerjaan yang berkaitan
7
b. PCR positif
c. Sero konversi MAT dari negatif menjadi positif atau adanya kenaikan
titer 4x dari pemeriksaan awal
d. Titer MAT 320 (400) atau lebih pada pemeriksaan satu sampel.
E. Pengobatan
1. Untuk daerah endemis atau terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), pengobatan
dengan antibiotika yang sesuai dilakukan sejak kasus suspek ditegakkan
secara klinis.
2. Sedangkan untuk daerah bukan endemis dan KLB pengobatan dilakukan
setelah dinyatakan kasus probabel ditegakkan.
F. Epidemiologi
Leptospirosis tersebar luas diseluruh dunia, antara lain : Rusia, Argentina,
Brasilia, Australia, Israel, Spanyol, Afghanistan, Malaysia, Amerika Serikat,
Indonesia, dan sebagainya. Di Indonesia sejak tahun 1936 telah dilaporkan
leptospirosis dengan mengisolasi serovar leptospira, baik dari hewan liar maupun
hewan peliharaan. Secara klinis leptospirosis pada manusia telah dikenal sejak
tahun 1892 di Jakarta oleh Van der Scheer. Namun isolasi baru berhasil dilakukan
oleh Vervoort pada tahun 1922. Pada tahun 1970 an, kejadian pada manusia
dilaporkan Fresh, di Sumatera Selatan, Pulau Bangka serta beberapa rumah sakit di
Jakarta. Tahun 1986, juga dilaporkan hasil penyelidikan epidemiologi di Kuala
Cinaku Riau, ditemukan serovar pyrogenes, semaranga, rachmati,
icterohaemorrhagiae, hardjo, javanica, ballum dan tarasovi. Pada tahun 2012 - 2016
kasus Leptospirosis dilaporkan di enam provinsi : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Pada tahun 2012 terjadi penurunan kasus
tetapi meningkat angka kematiannya yaitu dilaporkan 239 kasus dengan 29
meninggal (CFR 12,13%). Tahun 2013 terjadi KLB di Kabupaten Sampang,
Malang dan meningkatnya kasus di Provinsi DKI Jakarta paska terjadi banjir besar.
Pada tahun tersebut terjadi 640 kasus dengan 60 kematian (CFR 9,38 %).
Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 524 dengan 62 kematian (CFR 11, 27 %). Pada
tahun 2015 terjadi 264 kasus dengan 47 kematian (CFR 17,8%). Untuk tahun 2016
10
A. Lokasi Magang
Lokasi kegiatan magang ini dilaksanakan di BBTKLPP Surabaya Jl.
Sidoluhur No.12 Kemayoran, Kecamatan Krembangan Kota Surabaya Provinsi
Jawa Timur.
B. Waktu Magang
Kegiatan magang dilakukan selama 5 minggu, dimulai pada 9 Maret 2022
sampai 6 April 2022. Waktu magang disesuaikan dengan jam kerja yang ada di
BBTKLPP Surabaya. Pada hari senin-kamis dimulai pukul 07.40- 16.00 WIB
dengan jam istirahat pukul 12.00-13.00. Hari jum’at dimulai pukul 07.40-16.30
WIB dengan istirahat dan sholat Jum’at 11.30-13.00.
13
14
15
16
B. Gambaran Kasus/Masalah
Gambaran Surveilans Sentinel Leptospirosis di Probolinggo yang dilakukan
oleh BBTKLPP Surabaya.
47.37
52.63
Positif Negatif
dijumpai di daerah rawa, padang alang-alang, dan kebun sekitar rumah. Jenis tikus
lain yang tertangkap Rattus argentiventer (tikus sawah), Mus musculus (mencit
rumah), dan Mus caroli.
Tabel 4.3 Tabel Success Trap dan IPU Tahun 2021
Success Tap (%) Index
Lokasi
No Feb-Maret Agt-Sept Pinjal
Survei
Umum
1 Asahan - 7,9 0,42
2 Kab. Serang 18,4 5,1 0,96
3 Bogor - 19,6 1,15
4 Demak 14,3 12,9 1,66
5 Kab. Bantul 18,3 12,9 0,64
6 Probolinggo 3,8 5,8 0,81
7 Kab. Banjar - 23,6 0,1
8 Tarakan 12,5 14 2,86
9 Enrekang - 4,7 0,43
10 Ambon - 19,3 0,52
Sumber: Surveilans sentinel tikus (Dit. P2PTVz, Kemenkes RI)
D. Prioritas Masalah
Sesuai dengan hasil analisis data sekunder di BBTKLPP Surabaya dapat
menemukan berbagai macam masalah yang perlu disimpulkan kemudian dipilih
menjadi tiga macam prioritas masalah leptospirosis ini untuk diberikan tindakan
intervensi. Untuk mendapatkan kesimpulan tersebut, kami menggunakan metode
USG sebagai metode menentukan prioritas masalah. Metode USG merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah yang dilakukan
dengan menentukan skor atas kriteria tertentu yaitu Urgency (urgensi), Seriousness
(keseriusan), Growth (perkembangan isu ) untuk menyusun urutan prioritas isu
yang harus diselesaikan. Caranya dengan menentukan tingkat dan dengan
menentukan skala nilai 1 – 5 Adapun langkah-langkahnya yaitu, pemberian skor
pada masing-masing masalah dan perhitungan hasilnya:
a. Nilai 1: sangat kecil
b. Nilai 2: kecil
c. Nilai 3: sedang
d. Nilai 4: besar
e. Nilai 5: sangat besar
Serangkaian kriteria USG sebagai berikut:
U = Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu
yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
S = Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang
timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu
23
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kegiatan magang dilaksanakan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya selama satu bulan
yang terhitung sejak 09 Maret 2022 hingga 06 April 2022. Kegiatan
dilaksanakan di dalam gedung maupun luar gedung.
2. Data kasus yang ditemukan Probolinggo pada tahun 2022 (Januari-
Maret) ditemukan 9 kasus positif leptospiraosis dari 19 spesimen yang
dikirim ke BBTKLPP Surabaya, menurut jenis kelamin pada penderita
leptospirosis terjadi lebih banyak pada laki-laki, menurut kelompok
umur penderita leptospirosis terjadi pada usis 26-65 tahun, Surveilans
sentinel pada tikus tahun 2021 di 10 lokasi sentinel yang menunjukkan
success trap ≥1 terdapat 9 lokasi dari 10 lokasi lokasi yang artinya
kepadatan tikus dilokasi survei masih tinggi dan berisiko dalam
penulran leptospirosis.
3. BBTKLPP Surabaya tidak ditemukan masalah dari segi tenaga, sarana,
dan dana tapi ditemukan masalah pada pelakana kegiatan yaitu
puskesmas Puskesmas.
4. Petugas yang telah dilatih BBTKLPP Surabaya banyak yang berganti,
terdapat data yang miss karena pandemi, masyarakat enggan datang ke
fasilitas kesehatan formal.
5. Mengadakan monitoring terhadap petugas Puskesmas yang telah dilatih
untuk pengabilan sampel dan pengisian firom suspek Leptospirosis,
memperkuat surveilans untuk deteksi dini yang seharusnya dilakukan
setiap bulan, penyebaran informasi kepada masyarakat tentang
pencegahan Leptospirosis, gejala, risiko dan apa yang harus dilakukan
ketika muncul gejala Leptospirosis.
6. Petugas Puskesmas yang telah dilatih dimotitoring kembali untuk
pengabilan sampel dan pengisian firom suspek Leptospirosis. Bertujuan
untuk mengetahui kualifikasi SDA di puskesmas dalam dengambilan
25
26
B. Saran
1. Mendukung kualifikasi petugas dalam sreening, pengisian form, gejala
khas Leptospirosis, dan cara mengambilan sampel Leptospirosis.
2. Promosis kesehatan kepada masyarakat tentang pengetahuan dan
pencegahan Leptospirosis.
3. Melakukan monitoring terhadap petugas yang sudah dilatih.
DAFTAR PUSTAKA
R, N. & Budiyono, N., 2016. aktor Lingkungan dan Perilaku Kejadian Leptospirosis
di Kota Semarang. J Kesehat Masyarakat, 4(1), pp. 407-416.
27
28
29
30
OLEH:
NADILA IMANIA AWANDA
NPM. 2130018010
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pelaksanaan magang ini
dengan tepat waktu dengan judul “Gambaran Pelaksanaan Surveilans Silvatik
Rodent Di Wilayah Pengamatan Penyakit Pes Kabupaten Pasuruan Tahun 2022”.
Dalam penulisan laporan pelaksanaan magang ini tentunya penulis tidak berjalan
sendiri melainkan juga banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
Karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M. Eng, selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
2. Prof. S. P. Edijanto, dr, Sp.PK (K), selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Ibu Dwi Handayani, S.KM., M. Epid, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama persiapan, pelaksanaan hingga pelaporan kegiatan.
4. Bapak Abdul Hakim Zakkiy Fasya, S.KM., M.KL, selaku Koordinator
Lapangan Magang Tahun 2022.
5. Bapak Dr. Rosidi Roslan, S.KM,S.H, M.PH, M.H, selaku Kepala Balai
Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
Surabaya.
6. Bapak Hari Gunawan, S.KM, M.M., selaku Koordinator Surveilans
Epidemiologi.
7. Bapak Dr. Yudied Agung Mirasa, S.KM., M.Kes, selaku Pembimbing
magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit Surabaya.
8. Ibu Efi Sriwahyuni, S.KM., M.PH selaku Penanggungjawab Unit Diklat
dan Magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya.
9. Seluruh staf dan karyawan di BBTKLPP Surabaya khususnya Bapak dan
Ibu pemegang program di Bidang Surveilans Epidemiologi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan serta ilmu yang telah diberikan.
Semoga dengan hadirnya laporan magang ini diharapkan mampu menjadi
tambahan wawasan informasi khususnya bagi Mahasiswa S1 Kesehatan
Masyarakat dan umumnya bagi masyarakat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ............................................. vii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Magang .................................................................................... 2
1. Tujuan Umum ................................................................................ 2
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 3
C. Manfaat Magang .................................................................................. 3
1. Bagi peserta magang ...................................................................... 3
2. Bagi instansi ................................................................................... 3
3. Bagi program studi ......................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
A. Definisi Penyakit Pes ........................................................................... 5
B. Sumber dan Cara Penularan ................................................................. 5
C. Jenis dan Gejala Pes ............................................................................. 7
D. Faktor Risiko Pes ................................................................................. 8
E. Rodent .................................................................................................. 9
E. Pengobatan ......................................................................................... 14
F. Epidemiologi ...................................................................................... 14
G. Kejadian Luar Biasa ........................................................................... 15
H. Sistem Kewaspadaan Dini KLB ......................................................... 17
BAB 3. METODE KEGIATAN MAGANG ........................................................ 19
A. Lokasi Magang ................................................................................... 19
B. Waktu Magang ................................................................................... 19
C. Metode Pelaksanaan Kegiatan ........................................................... 19
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN KASUS ................................................. 21
A. Gambaran Kegiatan Magang .............................................................. 21
B. Gambaran Kasus/Masalah .................................................................. 21
C. Diagnosis Masalah melalui Pendekatan Sistem ................................. 31
D. Prioritas Masalah ................................................................................ 33
E. Alternatif Pemecahan Masalah.......................................................... 34
BAB 5. PENUTUP................................................................................................ 36
A. Kesimpulan......................................................................................... 36
B. Saran ................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38
LAMPIRAN .......................................................................................................... 39
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
A. Daftar Singkatan
CDC : Control for Disease Control
CFR : Case Fatality Rate
Ditjen PPM dan PL : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan
IHR : International Health Regulation
KLB : Kejadian Luar Biasa
SKD : Sistem kewaspadaan dini
WHO : World Health Organization
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pes merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam International
Health Regulation (IHR), UU Karantina No. 1 & 2 tahun 1962 serta UU. Wabah
No. 4 tahun 1984, sehingga sesuai undang-undang pengelolaan penyakit tersebut
dibawah tugas dan kewenangan pusat (Ditjen PPM dan PL) perlu pengendalian
secara berkala pada pinjalnya (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Penyakit pes
pernah menjadi wabah dalam beberapa kurun waktu, yakni pada tahun 541-542
penyakit pes dikenal sebagai wabah justinian. Wabah ini menyerang Kekaisaran
Bizantium dan kota-kota pelabuhan Mediterania. Korban yang tewas akibat
penyakit ini mencapai 30-50 juta jiwa atau sekitar 10 persen dari populasi
Konstantinopel. Pada tahun 1346-1353 terjadi wabah di daratan Eropa dan dikenal
sebagai the black death. Wabah ini menyebabkan 25 jiwa meninggal dan
menghancurkan tiga benua yaitu Asia, Afrika, dan Eropa (Kementerian Kesehatan
RI, 2020).
Wabah penyakit pes pernah terjadi disebagian besar daratan Eropa tahun
1400 yang menelan korban sebanyak 25 juta jiwa. Pada tahun 1984, pandemi pes
sudah menyebar ke empat benua, diduga berasal dari Canton daratan Cina.
Berdasarkan laporan WHO, terjadi kejadian luar biasa pes terakhir terjadi di
Madagaskar pada bulan Agustus 2017 hingga 17 November 2017 melaporkan
sebanyak 2.267 kasus Pes dengan 195 kematian. Penyakit pes yang menjadi
endemis saat ini terdapat pada tiga negara yaitu Republik Demokratis Kongo,
Madagaskar, dan Peru. Sedangkan wilayah yang pernah menjadi kasus pes di
Indonesia yaitu Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, Kabupaten Pasuruan Jawa
Timur, Kabupaten Sleman DI Yogyakarta, dan Kabupaten Bandung Jawa Barat
(Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Pada tahun 1910 kasus pes dilaporkan masuk di Indonesia melalui
pelabuhan Surabaya. Pes di Indonesia diprediksi berasal dari Pelabuhan Rangoon,
Burma pada saat kapal mengangkut beras kebutuhan buruh-buruh perkebunan
milik Belanda berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang di dalam
1
2
kapal terdapat tikus dan pinjal terinfeksi bakteri pes yang ikut terbawa turun di
gudang penyimpanan beras. Pada tahun 1910 sampai tahun 1960 pes
menyebabkan 245.375 orang meninggal dunia. Dari total kasus tersebut 17,6%
terjadi di Jawa Timur, 51,5% di Jawa Tengah dan 30,9% di Jawa Barat. Pada
tanggal 3 November 1986, Dinas Kabupaten Pasuruan melaporkan bahwa di Desa
Surorowo, Desa Kayukebek, Kecamatan Tutur telah terjadi KLB Pes. Pada
tanggal 13 Februari 1987 dilakukan penyelidikan epidemiologi yang
menunjukkan bahwa ditemukan 24 orang penderita pes dan 20 orang diantaranya
meninggal (CFR = 83,3%). Pada bulan Februari-April 1987 ditemukan 224
penderita pes dan 1 orang diantaranya meninggal dunia dan sejak terjadinya KLB
tahun 1987 sampai sekarang telah dilakukan pengamatan secara intensif dan
penanggulangan pes baik pada manusia, tikus, maupun pinjalnya (Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
Kasus Pes terakhir dilaporkan pada Februari 20007 di Kabupaten
Pasuruan, berdasarkan laporan yang ada sejak tahun 2010 hingga tahun 2016
belum ada laporan mengenai kasus konfirmasi Pes pada manusia. Namun, untuk
sampel vektor yaitu hewan pengerat (tikus) dilaporkan sejak tahun 2010 hingga
tahun 2016 sebanyak 2.621 sampel diperiksa dengan 71 sampel terkonfirmasi
positif Pes (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pada tahun 2019 terdapat penilaian
dari tim ahli WHO dan CDC bahwa Indonesia dinyatakan sebagai negara dengan
risiko rendah terhadap kejadian pes dan terlokalisir. Hingga saat ini kegiatan
pemantauan diwilayah setempat masih rutin dilaksanakan dalam rangka sistem
kewaspadaan dini, mulai dari survei rodent, survei human, penguatan
laboratorium maupun usaha pengendalian jika ditemukan indeks pinjal yang
melebihi batas. Hal itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui Gambaran
Pelaksanaan Surveilans Silvatik Rodent Di Wilayah Pengamatan Penyakit Pes
Kabupaten Pasuruan Tahun 2022.
B. Tujuan Magang
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanaan surveilans silvatik rodent di wilayah
pengamatan penyakit pes Kabupaten Pasuruan
3
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kegiatan magang di wilayah Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.
b. Menggambarkan pelaksanaan surveilans silvatik rodent di wilayah
Pengamatan Penyakit Pes Kabupaten Pasuruan
c. Mendiagnosis pelaksanaan surveilans silvatik rodent melalui
pendekatan sistem di wilayah pengamatan penyakit pes Kabupaten
Pasuruan
d. Menyusun prioritas masalah pelaksanaan surveilans silvatik rodent di
wilayah pengamatan penyakit pes Kabupaten Pasuruan.
e. Menyusun alternatif pemecahan masalah pelaksanaan surveilans
silvatik rodent di wilayah pengamatan penyakit pes Kabupaten
Pasuruan.
C. Manfaat Magang
1. Bagi peserta magang
a. Menambah ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan terutama yang
berkaitan dengan pelaksanaan surveilans silvatik rodnet yang
diperlukan oleh sarjana Kesehatan Masyarakat terutama bagi
peminatan Epidemiologi
b. Menambah wawasan dan pengalaman kondisi kerja secara nyata di
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
Surabaya.
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam
mengimplementasikan teori-teori yang diperoleh ke dalam dunia
kerja.
2. Bagi instansi
a. Menjalin kerja sama antara kampus UNUSA dengan Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya
dalam kaitannya meningkatkan sumberdaya manusia.
4
5
6
Kontak langsung
2. Wild Roddent Human
Penularan pes dapat terjadi pada pekerja yang berhubungan dengan tikus
hutan, seperti biolog yang sedang mengadakan penelitian dihutan dan
terjadi luka kemudian terkena darah atau organ tikus yang mengandung
kuman pes.
Manusia Pinjal
Penularan pes dari tikus hutan ke te tikus komensal melalui gigitan pinjal.
Pinjal yang infektif kemudian menggigit manusia .
droplet
6. Manusia Manusia
Penularan pes dari orang yang menderita pes pneumonik kepada orang lain
melalui percikan ludah atau pernafasan.
7
oleh pes sangat menular dan berkembang cepat dalam 1-3 hari. Pes pneumonik
ditandai dengan menggigil, demam, sakit kepala, nyeri tubuh, kelemahan, nyeri
dada/rasa tidak nyaman di dada, kesulitan bernapas, hipoksia, dan batuk berdahak
disertai darah. Penderita penyakit pes pneumonik dapat meninggal pada hari ke-
empat sampai lima setelah gejala pertama timbul dan tidak diobati dalam waktu
18 hingga 24 jam dengan case fatality rate (CFR) mecapai 100%.
E. Rodent
1. Persebaran Tikus
E. Pengobatan
Pengobatannya diberikan Streptomycine dengan dosis 3 gr/hari (IM), 2 kali
sehari selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis dikurangi menjadi 2 gr/hari
selama 5 hari berturut-turut. Setelah demam hilang dilanjutkan dengan pemberian
(Kementerian Kesehatan RI, 2020a):
1) Tetracycline 4-6 gr/hari selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis
diturunkan menjadi 2 gr/hari selama 5 hari berturut-turut
2) Chloramphenicol 6-8 gr/hari selama 2 hari berturut-turut, kemudian
dosis diturunkan menjadi 2 gr/hari selama 5 hari berturut-turut.
F. Epidemiologi
Pada tahun 1400 terjadi kejadian luar biasa di sebagian besar daratan
Eropa dengan jumlah korban kurang lebih 25 juta jiwa. Pada tahun 1894 pandemi
pes selama 5 tahun sudah menyebar ke 4 benua yang diduga berasal dari Canton
daratan Cina. Namun hingga tahun 2004-2008 masih ditemukan titer positif pada
manusia, rodent, dan pinjal pada daerah fokus pes yakni di Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta maupun di daearh terancam Jawa
15
Barat. Surveilans aktif dan pasif masih dilakukan secara rutin di 4 daerah tersebut
untuk mengantisipasi terjadinya kejadian luar biasa pes yang biasa terjadi setiap
10 tahun. Kejadian luar biasa pes terakhir terjadi pada tahun 2007 di Dusun
Surolowo Kabupaten Pasuruan. Pada tahun 2008 dan 2009 spesimen pada
manusia yang diperiksa tidak ada yang menunjukkan positif (Kementerian
Kesehatan RI, 2020a).
paha, ketiak) atau panas dengan batuk darahdengan tiba- tiba tanpa
gejala sebelumnya. Kegiatan aktif dilakukan dari rumah ke rumah,
bersamaan waktunya dengan kegiatan pengamatan terhadap rodentia
(trapping). Sedangkan pengamatan secara pasif adalah pengamatan
yang dilakukan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu),
Puskesmas Keliling (Pusling) maupun rumah sakit terhadap
penderita/tersangka penderita pes dengan gejalaa-gejala seperti
tersebut di atas yang datang ke pusat- pusat pelayanan kesehatan
tersebut.
b) Perkembangan kematian tikus tanpa sebab (ratfall) baik secara aktif
dan pasif. Tikus yang ditemukan mati dimasukkan dalam kantong
plastik untuk diperiksa di laboratorium secara serologi.
c) Perkembangan Flea Index (index pinjal) untuk melihat trend
kemungkinan meningkatnya kasus pes untuk upaya tindakan
penanggulangan segera.
Bila ditemukan satu variabel umum dan satu atau lebih variabel teknis
maka perlu diwaspadai (warning). Kewaspadaan yang dimaksud adalah
peningkatan surveilans terhadap manusia, hewan dan lingkungan serta dilakukan
tindakan selanjutnya sesuai dengan alur (flow chart) yang telah ditetapkan.
BAB 3
METODE KEGIATAN MAGANG
A. Lokasi Magang
Lokasi kegiatan magang ini dilaksanakan di Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya, Jl. Sidoluhur
No. 12, Kemayoran, Kec. Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur.
B. Waktu Magang
Kegiatan magang dilaksanakan selama 1 (satu) bulan di mulai pada
09 Maret sampai 06 April 2022. Waktu magang disesuaikan dengan jam
kerja yang ada di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Surabaya. Pada hari senin-kamis dimulai pada
07.30-16.00 WIB dan Hari Jum’at dimulai pukul 07.30-16.30 WIB.
19
20
3. Studi Dokumen
Studi dokumen digunakan untuk memperoleh teori yang berkaitan
dengan permasalahan yang diangkat ditempat magang.
B. Gambaran Kasus/Masalah
Setelah melakukan magang selama satu bulan. Berdasarkan identifikasi di
bidang Surveilans Epidemiologi di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pengendalian Penyakit Surabaya. Mahasiswa tertarik untuk mengidentifikasi
gambaran pelaksanaan surveilans silvatik rodent di wilayah pengamatan penyakit
pes Kabupaten Pasuruan. Ketertarikan tersebut dikarenakan penyakit PES masih
menjadi perhatian internasional antar negara dan sebagai sistem kewaspadaan
dini.
21
22
1. Survei Rodent
Survei tikus dilakukan selama lima hari dengan jumlah perangkap
perharinya yang dipasang yaitu 200 trap yang terdiri dari rumah sebanyak 60 trap,
hutan sebanyak 80 trap, dan kebun sebanyak 60 trap. Lokasi survei tikus
dilakukan di lima wilayah puskesmas yaitu Nongkojajar, Tosari, Puspo, Sumber
Pitu, dan Pasrapen. Adapun hasil penangkapan tikus di masing-masing lokasi
secara lengkap tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4. 1 Survei Rodent di Wilayah Pengamatan Penyakit PES di Kabupaten
Pasuruan Tahun 2022 (Januari-Maret).
Jumlah Jumlah Tikus
No. Lokasi Trap Succes
Perangkap Terperangkap
Wilayah PKM Nongkojajar
1. Dsn. Surorowo 1000 46 4,6
2. Dsn. Karang Rejo 1000 31 3,1
3. Dsn. Taman 1000 31 3,1
4. Dsn. Ledok 1000 32 3,2
5. Dsn. Bangking 1000 34 3,4
6. Dsn. Dukutan 1000 30 3,0
7. Dsn. Ngepring 1000 31 3,1
8. Dsn. Ngaroh 1000 26 2,6
9. Dsn. Gerdu 1000 26 2,6
10. Dsn. Tuban 1000 29 2,9
Wilayah PKM Tosari
1. Dsn. Tlogosari 1000 36 3,6
2. Dsn.
1000 33 3,3
Banyumeneng
3. Dsn. Ketuwon 1000 37 3,7
4. Dsn. Kertoanom 1000 27 2,7
5. Dsn. Ngadiwono 1000 37 3,7
6. Dsn. Moroseneng 1000 38 3,8
7. Dsn. Tosari 1000 35 3,5
8. Dsn. Sedaeng 1000 27 2,7
9. Dsn. Ledoksari 1000 40 4,0
10. Dsn. Wonokitri 1000 30 3,0
11. Dsn. Wonomerto 1000 28 2,8
12. Dsn. Sanggar 1000 28 2,8
Wilayah PKM Puspo
1. Dsn. Punjul 1000 35 3,5
2. Dsn. Gondosuli 1000 24 2,4
3. Dsn. Jawar-
1000 33 3,3
Kemiri
4. Dsn. Kopek-
1000 28 2,8
Janjangwulung
23
5. Dsn. Krajan
1000 30 3,0
Janjangwulung
Wilayah PKM Sumber Pitu
1. Dsn.
1000 33 3,3
Curahbuntung
2. Dsn. Dempok 1000 52 5,2
Wilayah PKM Pasrapen
1. Dsn. Mangguan
1000 25 2,5
Jowo
Sumber : Data Sekunder BBTKLPP Surabaya 2022
Pada Tabel 4.2 menunjukkan spesies dan jumlah tikus yang tertangkap di
Wilayah Puskesmas Nongkojajar terdapat lima spesies dari 316 tikus yang
terperangkap, yaitu Rattus Rattus Diardii, Rattus Exulans, Homilus, Mus
Musculus, dan Tiommanicus. Pada wilayah Puskesmas Nongkojajar spesies tikus
yang dirumah sebagian besar tikus Rattus Rattus Diardii (tikus rumah) dan
terdapat 1 spesies Rattus Exulans (tikus ladang) di Dusun Bangking. Tikus yang
ditemukan dikebun sebagian besar spesies Rattus Exulans (tikus ladang),
Homilus, Mus Musculus (Mencit), dan Tiommanicus (Tikus belukar).
Tabel 4. 3 Spesies dan Jumlah Tikus yang tertangkap di Wilayah Puskesmas
Tosari Kabupaten Pasuruan Tahun 2022 (Januari-Maret).
No. Spesies Rumah Kebun Hutan Jumlah %
Dusun Tlogosari
1. Rattus Rattus Diardii 16 - - 16 44,44
25
Pada Tabel 4.3 menunjukkan spesies dan jumlah tikus yang tertangkap di
Wilayah Puskesmas Tosari terdapat empat spesies dari 396 tikus yang
terperangkap, yaitu Rattus Rattus Diardii, Rattus Exulans, Mus Musculus, dan
Niviventer. Pada wilayah Puskesmas Tosari spesies tikus yang dirumah semuanya
tikus Rattus Rattus Diardii (tikus rumah) yang berarti bahwa tikus tersebut sesuai
habitatnya. Sedangkan spesies tikus yang ditemukan dikebun sebagian besar
adalah Rattus Exulans (tikus ladang) dan terdapat 1 spesies Mus Musculus
(Mencit) di Dusun Kertoanom. Pada trap di hutan spesies tikus yang ditemukan
26
Rattus Exulans (tikus ladang), Musculus (Mencit), dan Niviventer (tikus dada
putih).
Tabel 4. 4 Spesies dan Jumlah Tikus yang tertangkap di Wilayah Puskesmas
Puspo Kabupaten Pasuruan Tahun 2022 (Januari-Maret).
Pada Tabel 4.4 menunjukkan spesies dan jumlah tikus yang tertangkap di
Wilayah Puskesmas Puspo terdapat satu spesies dari 150 tikus yang tertangkap
adalah Rattus Rattus Diardii yang ditemukan pada rumah dan kebun.
Tabel 4. 5 Spesies dan Jumlah Tikus yang tertangkap di Wilayah Puskesmas
Sumberpitu Kabupaten Pasuruan Tahun 2022 (Januari-Maret).
No. Spesies Rumah Kebun Hutan Jumlah %
Dusun Curahbuntung
1. Rattus Rattus Diardii 21 5 - 26 100
Dusun Dempok
1. Rattus Rattus Diardii 26 8 - 34 65,39
2. Mus Musculus - 10 - 10 19,23
3. Lain-lain (Tiommanicus) - 8 - 8 15,38
Sumber : Data Sekunder BBTKLPP Surabaya 2022
Pada Tabel 4.5 menunjukkan spesies dan jumlah tikus yang tertangkap di
wilayah Puskesmas Sumberpitu terdapat 3 spesies dari 78 tikus yang
terperangkap, yaitu Rattus Rattus Diardii, Mus Musculus, dan Tiommanicus. Pada
wilayah Puskesmas Sumberpitu semua spesies tikus yang dirumah adalah Rattus
Rattus Diardii (tikus rumah). Sedangkan pada kebun ditemukan spesies tikus
Rattus Rattus Diardii (tikus rumah), Mus Musculus (Mencit), dan Tiommanicus
(tikus belukar).
27
Pada Tabel 4.6 menunjukkan spesies dan jumlah tikus yang tertangkap di
Wilayah Puskesmas Pasrapen terdapat 3 spesies dari 25 tikus yang terperangkap,
yaitu Rattus Rattus Diardii, Rattus Exulans, dan Mus Musculus. Pada Dusun
Mangguan Jowo spesies tikus yang ditemukan dirumah yaitu Rattus Rattus
Diardii (tikus rumah), Rattus Exulans (tikus ladang), dan Mus Musculus (mencit).
3. Infestasi Pinjal pada Tikus yang Tertangkap di Wilayah Pengamatan
Penyakit PES di Kabupaten Pasuruan Tahun 2022 (Januari-Maret)
Tabel 4. 7 Infestasi Pinjal pada Tikus yang Tertangkap di Wilayah
Pengamatan Penyakit PES di Kabupaten Pasuruan Tahun
2022 (Januari-Maret)
Jumlah Tikus
Jumlah Tikus
No. Lokasi Terinfestasi Pinjal
Terperangkap
Jumlah %
Wilayah PKM Nongkojajar
1. Dsn. Surorowo 46 15 32,60
2. Dsn. Karang Rejo 31 14 45,16
3. Dsn. Taman 31 9 29,03
4. Dsn. Ledok 32 11 34,38
5. Dsn. Bangking 34 5 14,70
6. Dsn. Dukutan 30 11 36,67
7. Dsn. Ngepring 31 14 45,16
8. Dsn. Ngaroh 26 11 42,31
9. Dsn. Gerdu 26 7 26,92
10. Dsn. Tuban 29 9 31,03
Wilayah PKM Tosari
1. Dsn. Tlogosari 36 24 66,67
2. Dsn. Banyumeneng 33 14 42,42
3. Dsn. Ketuwon 37 16 43,24
4. Dsn. Kertoanom 27 9 33,33
5. Dsn. Ngadiwono 37 17 45,95
6. Dsn. Moroseneng 38 12 31,58
7. Dsn. Tosari 35 11 31,43
8. Dsn. Sedaeng 27 10 37,04
9. Dsn. Ledoksari 40 14 35
10. Dsn. Wonokitri 30 13 43,33
11. Dsn. Wonomerto 28 6 21,43
12. Dsn. Sanggar 28 4 14,29
28
Pada Tabel 4.8 Indeks pinjal umum yaitu untuk mengetahui kepadatan
investasi rata-rata dari pinjal yang ditemukan dibagi jumlah total tikus yang
tertangkap. Flea yang diperoleh adalah dua spesies pinjal yaitu Xenopsylla cheopis
dan Stavilus cognatus. Menurut (WHO, 1988) dan pedoman pemberantasan pes di
Indonesia tahun 2000, indeks pinjal khusus >1 dan indeks pinjal umum >2. Pada
Tabel 4.8 Indeks pinjal umum di wilayah pengamatan penyakit PES di
Kabupaten Pasuruan per 31 Maret 2022 tidak ada yang >2 dan terdapat indeks
pinjal khusus yang >1 di Dusun Karangrejo (1,03), Dusun Ngepring (1,03), Dusun
Tlogosari (1,06), dan Dusun Curahbuntung (1,03). Kegiatan surveilans rodent dan
pinjal di wilayah pengamatan penyakit pes indeks pinjal umum dan khusus dapat
dijadikan parameter untuk memantau sistem kewaspadaan dini terhadap
kemungkinan kejadian pes.
30
5. Survei Human
Indonesia merupakan negara yang berisiko rendah dan terlokalisir terhadap
penularan pes. Kementrian Kesehatan mengupayakan agar pes terpantau secara
intensif, maka daerah yang pernah terjadi KLB pes atau daerah yang pernah
ditemukan kasus pes tetap dilakukan surveilans pes pada manusia secara pasif dan
aktif. Surveilans aktif untuk menemukan atau mengidentifikasi kejadian pes pada
masyarakat dan pintu masuk negara. Sedangkan surveilans pasif yaitu penemuan
kasus di fasilitas pelayanan kesehatan.
Tabel 4. 9 Survei Human di Wilayah Pengamatan Penyakit PES di Kabupaten
Pasuruan Tahun 2022 (Januari-Maret).
Rumah di KK Penduduk
No. Lokasi Tersangka
Kunjungi dikunjungi Diperiksa
Wilayah PKM Nongkojajar
1. Dsn. Surorowo 25 30 37 0
2. Dsn. Karang Rejo 20 28 32 0
3. Dsn. Taman 35 35 40 0
4. Dsn. Ledok 25 28 32 0
5. Dsn. Bangking 20 25 30 0
6. Dsn. Dukutan 20 25 30 0
7. Dsn. Ngepring 22 25 32 0
8. Dsn. Kayu Kebek 25 30 31 0
9. Dsn. Gendro 25 33 35 0
10. Dsn. Tuban 26 33 40 0
Wilayah PKM Puspo
1. Punjul 40 40 40 0
2. Gondosuli 40 40 40 0
3. Jawar 40 40 40 0
4. Kopek 40 40 40 0
5. Krajan 40 40 40 0
Wilayah PKM Sumberpitu
1. Curahbuntung 40 40 40 0
2. Dempok 40 40 40 0
Wilayah PKM Pasrepan
1. Jowo 41 41 122 0
Sumber : Data Sekunder BBTKLPP Surabaya 2022
D. Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan metode
USG. Metode USG merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan prioritas masalah yang dilakukan dengan menentukan skor atas
kriteria tertentu yaitu Urgency, Seriousness, Growth (USG). Semakin besar skor,
maka akan semakin besar masalahnya, sehingga semakin tinggi letaknya pada
urutan prioritas.
Adapun langkah-langkahnya yaitu, pemberian skor pada masing-masing
masalah dan perhitungan hasilnya:
a. Nilai 1 = sangat kecil
b. Nilai 2 = kecil
c. Nilai 3 = sedang
d. Nilai 4 = besar
e. Nilai 5 = sangat besar
Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah diidentifikasi,
kemudian dibuat tabel kriteria USG dan diisi skornya. Bila ada beberapa pendapat
tentang nilai skor yang diambil adalah rerata. Nilai total merupakan hasil
perkalian: U x S x G
Tabel 4. 10 Identifikasi Masalah Surveilant Silvatik Rodent Berdasarkan Metode
USG di Wilayah Pengamatan Pes Kabupaten Pasuruan Tahun 2022
(Januari-Maret)
Skor
Tingkat Tingkat Tingkat
No. Daftar Masalah Hasil Ranking
Urgensi Keseriusan Perkembangan
(U) (S) (G)
1. Pemasangan dan
pengambilan trapp
4 4 3 48 III
warga tidak
dirumah
2. Pengadaan
4 3 3 36 IV
reagensia sulit
3. Survei human
5 4 3 60 II
kurang optimal
4. Indeks Pinjal
5 4 4 80 I
Khusus melebihi
34
batas
A. Kesimpulan
1. Kegiatan magang dilaksanakan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya selama satu bulan
yang terhitung sejak 09 Maret 2022 hingga 06 April 2022. Kegiatan
dilaksanakan di dalam gedung maupun luar gedung.
2. Pelaksanaan surveilans silvatik rodent di wilayah Pengamatan
Penyakit Pes Kabupaten Pasuruan yaitu dengan melakukan survei
rodent dan survei human. Survei rodent dilakukan selama lima hari
dengan jumlah perangkap perharinya yang dipasang yaitu 200 trap
yang terdiri dari rumah sebanyak 60 trap, hutan sebanyak 80 trap, dan
kebun sebanyak 60 trap. Sedangkan, survei human dilakukan ketika
bersamaan dengan pengambilan trap selama seminggu sekali.
3. Diagnosis masalah pelaksanaan surveilans silvatik rodent yaitu
pengadaan regensia sulit didapatkan, pemasangan dan pengambilan
trap warga tidak dirumah, indeks pinjal khusus melebihi batas, dan
survei human kurang optimal.
4. Prioritas masalah ditentukan menggunakan metode USG yang
menghasilkan daftar masalah yang menjadi prioritas masalah yaitu
indeks pinjal khusus melebihi batas, survei human kurang optimal,
pemasangan dan pengambilan trapp warga tidak dirumah, dan
pengadaan reagensia sulit.
5. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan yaitu
pemasangan dustlon di rumah warga, saat melakukan survei human
dengan wawancara lebih detail kepada warga, koordinasi dengan
warga terkait waktu pemasangan dan pengambilan trapp, dan
pengecekan persediaan reagensia secara berkala.
B. Saran
1. Petugas kesehatan melakukan pemasangan duslon di rumah warga
untuk mengurangi pinjal.
36
37
Kementerian Kesehatan RI. 2017. “Ketika Black Death Membuat Gusar, Ada Apa
Dengan Pes Di Madagaskar?” Masterpie.
https://infeksiemerging.kemenkes.go.id/download/Edisi_4.pdf.
Supriyati, Dina, and Adil Ustiawan. 2013. “Spesies Tikus, Cecurut Dan Pinjal
Yang Ditemukan Di Pasar Kota Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara
Tahun 2013.” BALABA 9: 39–46.
Yuliadi, B., Muhidin, and Siska Indriyani. 2016. Tikus Jawa Teknik Survei Di
Bidang Kesehatan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
38
LAMPIRAN
39
40
OLEH:
JIHAN AULIA
NPM. 2130018052
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan magang ini dengan
judul “Gambaran Pelaksanaan Survei Prevalensi Mikrofilaria (PRE-TAS) di
Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur” dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jalan yang gelap menuju jalan
yang terang benderang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kegiatan magang ini tidak akan
selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., selaku Rektor Universitas
Nahdlatul Ulama Surabaya.
2. Bapak Prof. S. P. Edjianto, dr., Sp. PK (K), selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Ibu Dwi Handayani, S.KM., M.Epid., selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat sekaligus Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan magang.
4. Bapak Abdul Hakim Zakkiy Fasya, S.KM., M.KL., selaku Koordinator
Magang Program Studi S1 Kesehatan Masyrakat.
5. Bapak Dr. Rosidi Roslan, S.KM, S.H, M.PH, M.H, selaku Kepala
BBTKLPP Surabaya.
6. Bapak Hari Gunawan, S.KM, M.M., selaku Koordinator Surveilnas
Epidemiologi.
7. Bapak Dr. Yudied Agung Mirasa, S.KM., M.Kes., selaku Pembimbing
Lapangan Magang di BBTKLPP Surabaya yang telah memberikan arahan
dan bimbingan.
8. Ibu Efi Sriwahyuni, S.KM., M.PH., selaku Penanggung Jawab Unit Diklat
dan Magang di BBTKLPP Surabaya.
9. Ibu Juniarsih S.KM., M.Kes., selaku Epidemiolog Kesehatan Muda yang
telah memberikan araahan dan bimbingan kepada penulis terkait topik
yang akan diambil.
10. Bapak Slamet, Ibu Sisca, Ibu Dr. Evi, Ibu Dr. Cresti, dan seluruh staf serta
karyawan di BBTKLPP Surabaya, khususnya Bapak dan Ibu pemegang
program di Bidang Surveilans Epidemiologi yang telah memberikan
arahan dan bimbingan.
Semoga adanya laporan kegiatan ini dapat diterima dengan baik oleh pihak
yang terkait dan diharapkan mampu menjadi informasi bagi seluruh pihak,
khususnya mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Filariasis merupakan penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini telah muncul sejak lama, tetapi
merupakan salah satu penyakit yang terabaikan. Meskipun filariasis jarang
terdapat kasus kematian, tetapi penderita filariasis dapat mengalami kecacatan
seumur hidup pada penderitanya. Selain itu, penyakit filariasis juga dapat
menimbulkan dampak pada sosial dan ekonomi bagi penderita dan keluarga.
Penderita dengan filariasis tidak dapat melakukan aktifitas secara optimal
sehingga tingkat produktivitasnya menurun. Sehingga, hidupnya bergantung
dengan orang lain dan menambah beban bagi keluarga penderita. Sebanyak 67%
total dari pengeluaran rumah tangga perbulan mengalami kerugian ekonomi
akibat ketidakmampuan karena filariasis (Masrizal, 2012).
Kasus filariasis di Indonesia pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 10.681
kasus yang terssebar di 34 provinsi. Kasus filariasis di tahun 2018 terbanyak
terdapat pada provinsi Papua, NTT, Jawa Barat, Papua Barat, dan Aceh. Situasi
kasus filariasis di Indonesia hingga Desember 2021, terdapat 236 kab/kota yang
dinyatakan sebagai endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota tersebut, 204
diantaranya sudah selesai melaksanakan POPM filariasis selama 5 tahun dan 32
kabupaten/kota melaksanakan POPM filariasis. Dari 204 kabupaten/kota yang
telah melaksanakan POPM filariasis selama 5 tahun, sebanyak 32 kabupaten/kota
telah menerima sertifikat eliminasi filariasis dan sebanyak 172 kabupaten/kota
melakukan tahap Pre-TAS/TAS/surveilans pasca POPM filariasis.
Provinsi NTT merupakan salah satu wilayah layanan BBTKLPP Surabaya.
Berdasarkan data laporan, provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu
daerah dengan endemis filariasis. Hasil survey yang dilakukan di 22
kabupaten/kota, Provinsi NTT menunjukkan bahwa terdapat 18 kabupaten/kota
dalam kategori endemis filariasis. Kasus filariasis di Provinsi NTT pada tahun
2008-2012 ditemukan pada 11 kabupaten. Penderita filariasis yang ditemukan
distribusi kasus berdasarkan kelompok umur >15 tahun di Kabupaten Lembata
1
2
B. Tujuan Magang
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanaan survei prevalensi mikrofilaria (Pre-
TAS) di wilayah layanan BBTKLPP Surabaya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pelaksanaan kegiatan magang di wilayah layanan
BBTKLPP Surabaya.
b. Menggambarkan pelaksanaan survei prevalensi mikrofilaria (Pre-
TAS) di wilayah Kabupaten Lembata.
c. Mendiagnosis masalah pada pelaksanaan survei prevalensi
mikrofilaria (Pre-TAS) melalui pendekatan sistem di wilayah
Kabupaten Lembata.
3
C. Manfaat Magang
1. Bagi Peserta Magang
a. Menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan di wilayah layanan
BBTKLPP Surabaya.
b. Menambah wawasan dan pengalaman kondisi kerja secara nyata
selama magang di wilayah layanan BBTKLPP Surabaya.
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam
mengaplikasikan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan ke
dalam dunia kerja secara langsung.
2. Bagi Instansi
a. Menumbuhkan kerjasama antara instansi kampus dengan instansi
magang di BBTKLPP Surabaya.
b. Mendapatkan umpan balik antara mahasiswa dengan pihak BBTKLPP
Surabaya.
3. Bagi Program Studi
a. Menjalin hubungan kerjasama dalam dunia akademis dan dunia kerja
antara program studi kesehatan masyarakat dengan pihak BBTKLPP
Surabaya.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan dan melibatkan tenaga
keterampilan serta kemampuan observasi dalam kegiatan magang.
c. Memperoleh umpan balik (feedback) untuk kurikulum selanjutnya
dalam program magang.
d. Membangun jejaring dengan pihak pengguna lulusan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Filariasis
Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penyakit ini
ditularkan oleh semua jenis nyamuk dan dapat menimbulkan kecacatan fisik yaitu
adanya pembengkakan pada bagian tangan, kaki, payudara, dan scortum. Penyakit
ini dapat menurunkan produktivitas kerja pada penderita, beban keluarga, dan
menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit (Burni et al., 2020).
Filariasis termasuk salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan di
dunia. Penyakit ini menyebabkan kecacatan fisik dalam jangka waktu yang lama
bahkan seumur hidup bagi penderita filariasis. Filariasis juga termasuk penyakit
terbesar kedua setelah kecacatan mental. Kasus infeksi kasus filariasis di
Indonesia bagi penderita dapat terbaring selama lima minggu pertahun akibat
gejala klinis yang dialami mewakili sebesar 11% dari usia produktif (Wahyono,
2010).
4
5
c. Tingkat penghasilan
Tingkat penghasilan merupakan salah satu faktor risiko filariasis.
Tingkat penghasilan sering dikaitkan dengan kemampuan ekonomi
pada individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dinilai
mampu untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan yang baik
(Ernawati, 2017).
3. Faktor perilaku masyarakat
Faktor perilaku masyarakat yang meliputi:
a. Tidur tanpa kelambu
Perilaku masyarakat yang tidur tanpa menggunakan kelambu dapat
meningkatkan risiko tertular filariasis, karena kemungkinan untuk
digigit nyamuk semakin besar. Mengingat filariasis dapat ditularkan
oleh semua jenis nyamuk, sehingga risiko penularan filariasis juga
semakin besar. Penggunaan kelambu dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari kontak dengan nyamuk untuk mencegah filariasis
(Ernawati, 2017).
b. Tinggal dengan penderita filariasis
Orang yang tinggal atau berada di lingkungan penderita filariasis
dapat meningkatkan risiko tertular filariasis. Hal ini dapat terjadi
karena vektor penularan filariasis adalah melalui nyamuk. Sehingga,
ketika nyamuk tersebut sudah menggigit penderita filariasis, maka
orang yang sehat dapat memungkinkan terjadinya penularan filariasis
di sekitar lingkungan tersebut (Ernawati, 2017).
c. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari
Orang yang sering keluar rumah pada malam hari berisiko tertular
filariasis. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari dapat tergigit
nyamuk yang merupakan vektor dari penyakit filariasis. Nyamuk
anopheles memungkinkan menggigit pada malam hari mulai dari
senja hingga tengah malam. Kegiatan yang dilakukan masyarakat
pada malam hari dapat berupa menjaga kebun, ronda, dan mengobrol
di rumah ataupun tempat-tempat umum lainnya (Ernawati, 2017).
d. Tidak memakai baju dan celana panjang pada malam hari
8
A. Lokasi Magang
Lokasi kegiatan magang dilaksanakan di BBTKLPP Surabaya pada
Bidang Surveilans Epidemiologi yang terletak di Jl. Sidoluhur No.12, Kemayoran,
Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, 60175.
B. Waktu Magang
Kegiatan magang dilaksanakan selama satu bulan, dimulai pada 09 Maret
2022 hingga 06 April 2022. Waktu magang disesuaikan mengikuti jam kerja di
BBTKLPP Surabaya. Jadwal magang dimulai pada hari Senin-Kamis pukul
07.30-16.00 WIB dan hari Jumat pukul 07.30-16.30 WIB.
15
16
B. Gambaran Kasus/Masalah
Strategi pemerintah dalam melakukan eliminasi penyakit filariasis yaitu
dengan memutus rantai penularan melalui POPM dan mengurangi kecacatan.
Eliminasi filariasis membutuhkan waktu yang lama karena harus melewati
tahapan survei yang dilakukan, dimulai dari survei endemisitas, survei midterm,
survei Pre-TAS, dan survei TAS. BBTKLPP Surabaya turut berpartisipasi dalam
rangka eliminasi filariasis melalui tahapan survei Pre-TAS. Wilayah layanan yang
menjadi sasaran BBTKLPP Surabaya yaitu di Provinsi NTT. Provinsi NTT
menjadi wilayah layanan BBTKLPP dengan memiliki 5 lokus, salah satunya yaitu
Kabupaten Lembata. Pelaksanaan SDJ yang dilakukan pada malam hari dapat
17
18
Cakupan
(jumlah
No. Kecamatan/Puskesmas Capaian
penduduk
sasaran)
1. Waipukang 91% Tercapai
2. Waiknuit 87% Tercapai
3. Wulandoni 90% Tercapai
4. Hadakewa 87% Tercapai
5. Lamaau 94% Tercapai
6. Loang 92% Tercapai
7. Balauring 85% Tercapai
8. Lewoleba 86% Tercapai
9. Wairiang 78% Belum Tercapai
Sumber: Data Laporan POPM Filariasis Kab. Lembata (BBTKLPP Surabaya)
Berdasarkan tabel 4.1 sumber data pada tahun 2015, diketahui bahwa
terdapat 1 kecamatan yang memiliki persentase cakupan minum obat belum
memenuhi target dari jumlah sasaran yaitu sebesar 85%. Sehingga, dari data
tersebut dapat dilakukan POPM di tahun berikutnya.
19
Tabel 4.2 Persentase Cakupan POPM Filariasis Kabupaten Lembata tahun 2016 di
BBTKLPP Surabaya
Cakupan (jumlah
No. Kecamatan/Puskesmas Capaian
penduduk sasaran)
Berdasarkan tabel 4.2 sumber data pada tahun 2016, diketahui bahwa
terdapat 7 dari 9 kecamatan memiliki persentase cakupan minum obat telah
memenuhi target dari jumlah sasaran yaitu sebesar 85%. Kecamatan yang telah
memenuhi target tersebut yaitu Waipukang, Waiknuit, Wulandoni, Hadakewa,
Lamaau, Loang, dan Balauring. Tetapi, pada kecamatan Wairiang dan Lewoleba
cakupan minum obat masih belum memenuhi target. Adanya kecamatan yang
belum memenuhi target tersebut, maka dilakukan POPM kembali untuk menilai
tingkat risiko penularan pada tahun berikutnya.
Tabel 4.3 Persentase Cakupan POPM Filariasis Kabupaten Lembata tahun 2017 di
BBTKLPP Surabaya
Cakupan (jumlah
No. Kecamatan/Puskesmas Capaian
penduduk sasaran)
Berdasarkan tabel 4.3 sumber data pada tahun 2017, diketahui bahwa pada
tahun 2017, Kecamatan Lewoleba masih belum memenuhi target dari jumlah
sasaran yaitu sebesar 85%. Namun, persentase cakupan POPM Filariasis di
Kecamatan Lewoleba ini mengalami kenaikan secara signifikan dari tahun
sebelumnya. Sehingga, perlu dilakukan POPM kembali pada tahun berikutnya
untuk menilai tingkat penularan filariasis.
Tabel 4.4 Persentase Cakupan POPM Filariasis Kabupaten Lembata tahun 2018 di
BBTKLPP Surabaya
Cakupan (jumlah
No. Kecamatan/Puskesmas Capaian
penduduk sasaran)
Berdasarkan tabel 4.4 sumber data pada tahun 2018, diketahui bahwa
secara keseluruhan kecamatan di Kabupaten Lembata memiliki persentase
cakupan minum obat telah memenuhi target dari jumlah sasaran yaitu sebesar
85%. Kecamatan yang telah memenuhi target tersebut yaitu Waipukang,
Waiknuit, Wulandoni, Hadakewa, Lamaau, Loang, Balauring, Lewoleba, dan
Wairiang.
Tabel 4.5 Persentase Cakupan POPM Filariasis Kabupaten Lembata tahun 2019 di
BBTKLPP Surabaya
Cakupan (jumlah
No. Kecamatan/Puskesmas Capaian
penduduk sasaran)
Berdasarkan tabel 4.5 sumber data pada tahun 2019, diketahui bahwa
Kecamatan Lewoleba dan Wairiang memiliki persentase cakupan minum obat
yang kurang dari target sebesar 85%.
data tersebut, alasan terbanyak adalah karena tidak dikasih, tidak tahu, hipertensi,
dan merantau.
Berikut ini merupakan data terkait faktor risiko penyakit filariasis di
Kabupaten Lembata, NTT:
Tabel 4. 8 Faktor Risiko Penyakit Filariasis
Jumlah
No. Faktor Risiko
Iya Tidak
1. Memelihara ternak satu rumah 461 (70%) 198 (30%)
Memiliki saluran pembuangan air
512 (78%) 147 (23%)
2. kotor
Terdapat semak-semak dekat
403 (61%) 256 (39%)
3 rumah
4. Memakai kelambu waktu tidur 517 (79%) 142 (22%)
5. Memkai repellen waktu tidur 126 (19%) 533 (81%)
Input yang terdiri dari tenaga, metode, dana, dan sarana yang ada di
wilayah layanan BBTKLPP Surabaya.
a. Sumber daya manusia yaitu petugas yang ada di BBTKLPP Surabaya
dan petugas daerah setempat. Petugas BBTKLPP Surabaya yang
melakukan survei prevalensi mikrofilaria (Pre-TAS) berjumlah
sebanyak 5 orang yang terdiri dari tim surveilans sebanyak 2 orang,
tim analis sebanyak 2 orang, dan 1 administrator. Tim surveilans yang
memiliki jabatan fungsional di bidang epidemiologi, tim analis yang
memiliki jabatan fungsional di bidang analis kesehatan, dan 1
administrator yang memiliki jabatan fungsional di bidang
administrasi.
b. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan survei prevalensi
mikrofilaria (Pre-TAS) sudah mengikuti pedoman yang telah
ditetapkan WHO “Global Programme to Eliminate Lymphatic
Filariasis” dan mengacu pada Permenkes Nomor 94 Tahun 2014
“Penanggulangan Filariasis”.
c. Dana yang diperoleh untuk proses berjalannya program berupa dana
dari DIPA BBTKLPP Surabaya Tahun Anggaran 2021. Dana yang
diberikan cukup untuk melakukan kegiatan survei prevalensi
mikrofilaria (Pre-TAS) di Kabupaten Lembata.
d. Sarana yang dimiliki oleh BBTKLPP Surabaya yaitu terdapat logistik
berupa bahan reagensia dan suplemen responden. Selain itu, terdapat
bahanp-bahan untuk melakukan survei darah jari (Pre-TAS) yaitu kaca
benda, lancet, tabung kapiler mikro hematocrit, tisu gulung, alcohol
swab, sarung tangan, kotak slide, map slide, giemsa solution, gelas
ukur, formulir survei, pipet tetes, spidol OHP medium marker, tas
lapangan, dan FTS.
2. Process
Process yang dimaksud mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pengumpulan data, hingga pelaksanaan.
a. Terkait usulan kegiatan dilakukan pada tahun sebelumnya.
Perencanaan kegiatan diawali pada awal tahun melalui pengajuan
26
yaitu berupa informasi terkait jenis kelamin, umur, POPM, dan faktor
risiko. Berdasarkan data dari 659 responden tersebut tidak ditemukan
adanya kasus positif filariasis.
b. Diseminasi hasil disebarluaskan kepada Kementerian Kesehatan di
Subdit Filca, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Lembata berbentuk soft file yang berupa laporan hasil
survei.
D. Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan metode
USG. Metode USG merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan prioritas masalah yang harus diselesaikan. Tahapan dalam metode ini
yaitu dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan masalah
yang akan dibahas dengan menggunakan skala pada rentang 1-5. Kriteria
penentuan metode USG dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. U = Urgency merupakan pembahasan terhadap masalah yang dikaitkan
dengan waktu yang tersedia untuk memecahkan suatu masalah tersebut.
Nilai Urgency dapat dilihat dari ketersediaan waktu, mendesak atau tidak
suatu masalah tersebut dapat terselesaikan.
2. S = Seriousness merupakan pembahasan terhadap masalah yang dikaitkan
dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah. Nilai
Seriousness dapat dilihat dari dampak masalah terhadap produktivitas
kerja, pengaruh keberhasilan, dan membahayakan sistem atau tidak.
3. G = Growth merupakan perkembangan dari masalah yang dikaitkan
dengan kemungkinan penyebab masalah yang akan memburuk jika tidak
diselesaikan. Nilai Growth dapat diperoleh dari informasi terkait SDM
yang dimiliki, peraturan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah
yang berlaku.
Adapun langkah-langkahnya yaitu, pemberian skala pada masing-masing
masalah dan perhitungan hasilnya:
a. Nilai 1 = sangat kecil
b. Nilai 2 = kecil
28
c. Nilai 3 = sedang
d. Nilai 4 = besar
e. Nilai 5 = sangat besar
Tabel 4.9 Identifikasi Masalah Pelaksanaan Survei Mikrofilaria (Pre-TAS)
Berdasarkan Metode USG di Wilayah Layanan BBTKLPP
Surabaya
Tingkat Tingkat Tingkat
No. Daftar Masalah Urgensi Keseriusan Perkembangan Total Rank
(U) (S) (G)
SDM dari petugas
1. yang membaca 4 3 3 36 III
hasil sampel
Keterbatasan alat
2. mikroskop di 4 4 3 48 II
lapangan
Pelaksanaan SDJ
3. 5 4 3 60 I
di malam hari
A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan magang yang telah dilakukan di BBTKLPP
Surabaya, didaptkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kegiatan magang di Bidang Surveilans Epidemiologi BBTKLPP Surabaya
dilaksanakan selama satu bulan pada tanggal 09 Maret 2022 sampai
dengan 06 April 2022. Kegiatan yang dilakukan selama magang di Bidang
Surveilans Epidemiologi yaitu melakukan diskusi dengan pemberian
materi mengenai penyakit yang menjadi fokus di BBTKLPP Surabaya dan
kegiatan lapangan mengenai pengendalian penyakit Pes di Pasuruan.
2. Pelaksanaan survei prevalensi mikrofilaria (Pre-TAS) di wilayah layanan
BBTKLPP Surabaya berdasarkan laporan didapatkan hasil bahwa dari
659 sampel responden yang diperiksa, tidak ditemukan adanya
mikrofilaria dalam darah responden. Selain itu, hasil laporan tersebut
terdapat data mengenai jenis kelamin, umur, POPM, dan faktor risiko
penularan filariasis.
3. Diagnosis masalah pada pelaksanaan survei prevalensi mikrofilaria (Pre-
TAS) di wilayah layanan BBTKLPP Surabaya melalui pendekatan sistem
yaitu pada input sudah tercukupi mulai dari SDM, dana, dan sarana. Pada
proses terkait pelaksanaan terdapat hambatan yaitu terkait waktu dan
ketersediaan alat di lapangan. Pada output hasil yang didapatkan bahwa
SDJ yang dilakukan pada 659 responden tidak ditemukan adanya sampel
yang positif mikrofilaria. Diseminasi infoormasi disebarluaskan kepada
Kementerian Kesehatan di Subdit Filca, Dinas Kesehatan Provinsi NTT,
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata.
4. Prioritas masalah yang didapatkan melalui metode USG yaitu
pelaksanaan SDJ di malam hari, keterbatasan alat mikroskop di lapangan,
dan SDM dari petugas yang membaca hasil sampel.
5. Alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan yaitu membuat
loket pada saat pelaksanaan SDJ, melakukan koordinasi dengan petugas
30
31
B. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan, berikut
ini saran yang dapat diajukan pada pelaksanaan survei prevalensi mikrofilaria
(Pre-TAS), antara lain:
1. Pelaksanaan SDJ yang dilakukan pada malam hari dapat dibuatkan loket
agar lebih efektif dan efisien sehingga tidak antre terlalu panjang karena
mengingat sampel responden yang dibutuhkan sangat banyak.
2. Melakukan koordinasi dengan petugas daerah untuk dilakukan pinjaman
alat mikroskop.
3. Melibatkan petugas analis lainnya untuk membantu ketika petugas sedang
melakukan dinas di luar, agar pembacaan hasil sampel tidak tertunda dan
penyusunan laporan dapat terselesaikan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Magang
33
34