Oleh
Irfan Marwanza
270130140006
DISERTASI
Untuk memperoleh gelar Doktor dalam ilmu Teknik Geologi di Universitas Padjadjaran
Dengan Wibawa Rektor Universitas Padjadjaran
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
Klasifikasi dan Estimasi Sumberdaya Batubara Pada Formasi Balikpapan Menggunakan Metode Geostatistik
Irfan Marwanza
i
Klasifikasi dan Estimasi Sumberdaya Batubara Pada Formasi Balikpapan Menggunakan Metode Geostatistik
Irfan Marwanza
ii
Klasifikasi dan Estimasi Sumberdaya Batubara Pada Formasi Balikpapan Menggunakan Metode Geostatistik
Irfan Marwanza
4
DALIL
lokal dari nilai suatu blok sebagai kombinasi linier dari conto-conto yang
ada di dalam dan / atau di sekitar blok, sehingga taksiran ini tidak bias dan
dekat blok, dan sebaliknya bobot yang rendah untuk conto yang jauh
letaknya.
berkaitan.
5
ABSTRAK
68000 Range 353,4 meter ; kadar abu lapisan batubara BE Nugget effect 0 ; Sill
43,13 Range 217,8 meter; kadar sulfur lapisan batubara BE, Nugget effect 0,192
;Sill 0,24 ; Range 220 meter ; nilai kalor lapisan batubara BE, Nugget effect 2790;
Sill 90210; Range 576 meter; kadar abu lapisan batubara Sangatta, Nugget effect
1.05; Sill 0.435; Range 288 meter ; kadar sulfur lapisan batubara Sangatta Nugget
effect 0.0042 ; Sill 0.07 ; Range 1584 meter ; nilai kalor lapisan batubara sangatta,
Nugget effect 13648.8 ; Sill 35000 ; Range 2790 meter.
Hasil klasifikasi dan estimasi sumberdaya batubara dengan pendekatan
geostatistik didapatkan klasifikasi sumberdaya batubara tereka, tertunjuk dan
terukur dengan estimasi sumberdaya batubara secara berurutan (tereka, tertunjuk
dan terukur) sebagai berikut : Lapisan batubara BE utara 800.000 ton, 300.000
ton. Lapisan batubara BE selatan 70.000 ton, 4.000.000 ton, dan 10.000.000 ton.
Lapisan batubara NM utara 300.000 ton, 300.000 ton, dan 200.000 ton. Lapisan
batubara NM selatan 2.000.000 ton, 8.000.000 ton, dan 7.000.000 juta ton.
Lapisan batubara Sangatta barat 2.000.000 ton, 12.000.000 ton, dan 7.000.000
ton. Lapisan batubara Sangatta timur 10.000.000 ton, 23.000.000 ton, dan 500.000
ton. Lapisan batubara A1 7.000.000 ton, 28.000.000 ton, dan 55.000.000 ton.
ABSTRACT
Sangatta coal seam, Nugget effect 1:05; Sill 0435; Range 288 meters; sulfur
content of the Sangatta coal seam, Nugget effect 0.0042; Sill 0:07; Range 1584
meters; calorific value of the sangatta coal seam, Nugget effect 13648.8; Sill
35000; Range 2790 meters.
The results of the classification and estimation of coal resources with
geostatistical approach, resulting classification of inferred, indicated and measure
coal resources with an estimated coal resource in sequence (inferred, indicated
and measure) as follows: North BE coal seam 800,000 tons, 300,000 tons. South
BE coal seams of 70,000 tons, 4,000,000 tons and 10 million tons. North NM coal
seam of 300,000 tons, 300,000 tons and 200,000 tons. South NM coal seam of
2,000,000 tons, 8,000,000 tons and 7,000,000 million tons. West Sangatta coal
seam of 2,000,000 tons, 12 million tons, and 7,000,000 tons. Eastern Sangatta
coal seam 10 million tons, 23 million tons, and 500,000 tons. A1 coal seam :
7,000,000 tons, 28,000,000 tons and 55,000,000 tons.
KATA PENGANTAR
rahmat, karunia dan petunjukNya yang tiada tara, sehingga penelitian dan
penulisan disertasi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga tetap
Timur, Provinsi Kalimantan Timur” ini merupakan hasil penelitian yang ditulis
dalam rangka memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar akademik Doktor (S3),
Penulis sangat sadar bahwa apa yang telah kami raih bukanlah suatu hal mutlak
yang berdiri sendiri, melainkan atas ma’unah Allah SWT sebagai Robbul Jalil,
kepedulian, bimbingan dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak juga turut
menentukan apa yang kami raih ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
Dr. Ir. Ahmad Helman Hamdani, MSi, selaku Ketua Promotor, Dr. Ir. Iyan
Haryanto, MT dan Dr. Ir. Chairul Nas, MSc selaku Promotor dalam disertasi ini.
Prof. (Em) Dr. Ir. Adjat Sudradjat, M.Sc, Dr. Sc. Yoga Andriana Sendjaja, ST.
M.Sc. dan Dr. Budi Muljana, ST., MT. selaku oponen ahli, atas masukkan saran,
besarnya kepada Prof. Dr. Rostita L Balia, M.Sc selaku Perwakilan Guru Besar
sekaligus oponen ahli atas masukkan saran dan koreksi dalam penyempurnaan
naskah disertasi. Selanjutnya kepada orang tua, mertua, isteri dan anak serta
keluarga tercinta yang telah memberikan doa serta dukungan moral dan materiil
yang tak terhingga kepada penulis. Di akhir kesempatan, Penulis juga ingin
ini.
2. Bapak Dr. Hendarmawan, Ir., MSc, selaku mantan Dekan Fakultas Teknik
ini.
3. Ibu Dr. Euis Tintin Yuningsih, ST., MT., selaku Ketua Program Pasca
4. Dr. Ir. Nana Sulaksana, MSP., selaku mantan Ketua Program Pasca
5. Seluruh staf dosen Paska Sarjana dan tata usaha Fakultas Teknik Geologi
dukungannya.
Universitas Trisakti dan Ibu Dr. Ir. Pancanita Novi Hartami, MT selaku
dan Energi, Universitas Trisakti yang telah memberikan ijin tugas belajar
7. Bapak Ir. Aryo Sustyono dan Bapak Ir. Damar yang telah memberi
8. Bapak Mohamad Nur Heriawan, S.T., M.T., Ph.D; Dr. Ir. Ali Djambak,
MT; Dr. Ir. M. Burhanuddin, MSc; Ir. Hermanto Saliman, MT ; Dr, Ir.
Bani Nugroho, MT; Dr. Ir. Masagus Ahmad Azizi, MT; Ir, Syamidi
Patian, MT; Ir, Taat Tri Purwiyono, MT dan Ir. Ronald Sibarani dan
melaksanakan penelitian.
9. Theresa Naomi Putri, ST, Danu Putra, ST, Ignatius Michael dan Satrio,
kebersamaannya.
13. Dan semua pihak yang berkontribusi dalam kelancaran jalannya disertasi
ini.
Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang berlimpah atas keikhlasan dalam
kebaikan dan amal yang Bapak, Ibu dan Saudara sekalian berikan. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
mengingat keterbatasan pengetahuan serta pengalaman yang ada pada diri penulis.
Oleh karena itu penulis mohon maaf atas segala kekurangannya dan adanya kritik
serta saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya hanya
seuntai harapan yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan ini dapat
Jatinangor, 2016
Irfan Marwanza
13
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………… iv
ASTRACT ……………………………………………………………. vi
LAMPIRAN ……………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.5. Topografi......................................................................................... 9
1.11. Noveltis............................................................................................ 12
HIPOTESIS .................................................................................... 16
Sangatta) ...................................................................................... 32
2.3.11.2.3. Cleat.................................................................................... 70
16
2.3.12.1.2.3. Prodelta............................................................................ 84
2.3.12.1.4. Estuarin.................................................................................. 86
Gamma Ray........................................................................... 86
Geostatistik...................................................................................... 122
4.1.1.1.8.2. KadarAbu..................................................................................219
Variogram……………………………………………………… 243
Variogram………………………………………………….. 249
Variogram…………………………………………………… 254
Variogram………………………………………………… 259
BE Selatan………………………………………………… 262
Variogram…………………………………………………… 264
22
Variogram…………………………………………………. 269
Variogram………………………………………………… 274
Variogram…………………………………………………. 279
4.1.2.2.3. Analisis Statistik dan Geostatistik Kadar Abu Seam Sangatta.. 395
4.2.3.1. Penentuan Nilai dan Jarak Variasi Data (sill dan range) …….. 439
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2. Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015, 2011)….. 123
Tabel 4.1. Jenis dan urutan seam di PIT J ( sumber PT. KPC)…….. 184
Tabel 4.4. Karakteristik lapisan batubara sangatta pada keempat zona 215
Tabel 4.21. Statistik deskriptif ketebalan seam sangatta zona barat …… 299
Tabel 4.24. Statistik deskriptif ketebalan seam sangatta zona timur …… 304
Tabel 4.27. Statistik deskriptif kadar abu seam sangatta …………….. 307
Tabel 4.29. Statistik deskriptif kadar sulfur seam sangatta …………….. 311
Tabel 4.31. Statistik deskriptif calorific value (CV) seam sangatta …….. 315
RKSD……………………………………………………… 323
Tabel 4.38. Estimasi jarak data berdasarkan sill dari variogram di daerah
Tabel 4.46. Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015, 2011)..... 337
Tabel 4.47. Modifikasi Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015,
DAFTAR GAMBAR
Spasial............................................................................ 13
Cekungan Kutai.............................................................. 28
Gambar 2.14 Model profil gravity dan magnetik pada line 1 dan
Gambar 2.15 Model profil gravity dan magnetik pada line 2 dan
Gambar 2.16. Model profile gravity dan magnetik pada line 3 dan
Gambar 3.6. Contoh hasil range, sill dan nugget effect ……………… 167
Gambar 4.1 Stratigrafi seam batubara di PIT J ( sumber PT. KPC) … 187
pada peta…………………………………………………205
Gambar 4.22. Korelasi litologi dan lapisan batubara dari lubang bor. 212
Gambar 4.23. Korelasi litologi dan lapisan batubara dari lubang bor
35
klastik…………………………………………………. 213
Gambar 4.25. Litologi dan log geofisika dari lubang bor C3486
Gambar 4.27. Kolom stratigrafi di PT. Bukit Asam, 2007 …………. 225
Gambar 4.30. Kenampakan seam batubara yang terlipat di PIT J…….. 229
Gambar 4.38. Patahan tumbuh di Pit Hatari ( zona timur )…………… 235
Gambar 4.39. Korelasi stratigrafi dari lubang bor, area barat laut –
tenggara…………………………………………………. 236
Gambar 4.41 Histogram dan probability Plot ketebalan seam BE utara…... 241
Gambar 4.45 Penentuan klasifikasi sumberdaya batubara dan jarak lubang bor 246
Gambar 4.46 Histogram dan probability plot ketebalan seam NM utara……... 247
Gambar 4.50 Penentuan klasifikasi sumberdaya dan jarak lubang bor ….. 252
Gambar 4.51. Histogram dan probability plot ketebalan seam BE selatan.. 253
Gambar 4.56. Histogram dan probability plot ketebalan seam NM selatan. 259
bor…………………………………………………………. 264
Gambar 4.61 Histogram dan probability plot kadar abu seam BE selatan.. 265
Gambar 4.71. Histogram dan probability plot nilai kalori seam BE selatan .. 275
Gambar 4.73 Model variogram nilai kalori seam BE selatan ……………... 277
Gambar 4.76. Histogram dan probability plot kadar abu seam NM selatan…280
Gambar 4.80. Klasifikasi sumberdaya batubara penentuan jarak lubang bor… 284
Selatan ………………………………………………………….285
lubang bor………………………………………………………289
Gambar 4.86. Histogram dan probability plot nilai kalori seam NM selatan ..290
Gambar 4.91. Peta lokasi lubang bor yang dominan memotong lapisan
Gambar 4.92 Histogram dan probability plot ketebalan batubara zona barat ...300
Gambar 4.94 Hasil model variogram ketebalan batubara zona barat ……….. 301
Gambar 4.95. Hasil blok kriging ketebalan seam batubara zona Barat ………302
Gambar 4.96. Hasil kriging varians ketebalan seam batubara zona barat…….303
variogram ……………………………………………………...304
Gambar 4.98. Histogram dan probability plot ktebalan batubara pada zona
timur …………………………………………………………...305
40
Gambar 4.99. Eksperimental variogram data ketebalan batubara zona timur.. 306
Gambar 4.100 Hasil model variogram ketebalan batubara zona timur………. 306
Gambar 4.101. Hasil blok kriging ketebalan batubara zona timur …………...307
Gambar 4.102. Hasil kkriging varians ketebalan batubara zona timur ………307
Gambar 4.104. Histogram dan probability plot pada kadar abu seam sangatta 309
Gambar 4.105. Eksperimental variogram kadar abu batubara seam sangatta... 310
Gambar 4.106. Hasil model variogram kadar abu batubara seam sangatta….. 310
Gambar 4.107. Hasil blok kriging kadar abu seam sangatta………………… 311
Gambar 4.110 Histogram dan probability plot pada kadar sulfur seam
sangatta ……………………………………………………….314
Gambar 4.112. Hasil model variogram kadar sulfur seam sangatta ………... 315
Gambar 4.113. Hasil blok kriging kadar sulfur seam sangatta ……………….315
Gambar 4.114. Hasil kriging varians kadar sulfur seam sangatta …………… 316
Gambar 4.116. Eksperimental variogram calorific value (CV) seam sangatta 318
Gambar 4.117. Hasil model variogram calorific value (CV) seam sangatta… 319
41
Gambar 4.118. Hasil blok kriging calorific value (CV) seam sangatta……… 319
Gambar 4.119. Hasil kriging varians calorific value (CV) Seam Sangatta... 320
Gambar 4.121 Histogram dan probability plot ketebalan seam A1………….. 322
BAB I
PENDAHULUAN
atas, dengan formasi pembawa batubara yang dijumpai yaitu Formasi Balikpapan.
asumsi yang digunakan setiap ahli geologi pun sangat bervariasi, sehingga
cadangan.
eksplorasi yang tidak bisa ditentukan oleh opini sejumlah kecil ahli geologi,
43
geologi, sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia saat ini adalah SNI
didalam SNI 5015 Tahun 2011 dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
Tabel 1.1 Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015, 2011)
Jenis kondisi geologi akan sangat berpengaruh dalam klasifikasi dan estimasi
sumberdaya batubara. Metode SNI 5015 tahun 2011, telah dikenal sebagai salah
masih bersifat kualitatif, dimana hanya berdasarkan pada analisis dekriptif faktor
implementasinya.
Hal tersebut diatas adalah yang melatarbelakangi penelitian ini, sehingga pada
penelitian ini penulis akan melakukan evaluasi SNI 5015 tahun 2011, terutama
statistik dan geostatistik, yang pada akhirnya akan dapat dihasilkan suatu
di lapangan.
dengan menggunakan analisa variogram dan kriging untuk empat parameter yaitu
ketebalan sebagai faktor geometri, serta nilai kalori, kadar abu, dan kadar sulfur
sebagai faktor kualitas. Proses kriging dilakukan per unit blok yang selanjutnya
akan menghasilkan nilai estimasi dan standar deviasi estimasi yang akan
digunakan untuk mencari nilai error relatif. Jika pendekatan geostatistik ini
45
Daerah penelitian terletak pada lokasi tambang batubara PT. Kaltim Prima
koordinat 00 33' 22.8'' - 00 34' 05.1'' Lintang Utara dan 1170 30' 54.8'' – 1170 31'
menggunakan jalur darat menuju Sangatta dengan waktu 6-7 jam atau dapat juga
Bara dengan waktu tempuh 1 jam, dari Tanjung Bara ke area konsesi PT. KPC
ditempuh dengan jalur darat menggunakan mobil kurang lebih 20 menit. Untuk ke
Gambar 1.1 Peta wilayah operasional PT. KPC ( sumber PT. KPC)
Penelitian ini difokuskan pada area Sangatta, khususnya area bukaan tambang
Indonesia, yang merupakan salah satu area penambangan batubara di PT. Kaltim
Prima Coal. Lokasi penelitian sudah dilakukan kegiatan eksplorasi detil, dan
menghasilkan data yang baik dan lengkap, yang dapat dipergunakan dalam
penelitian ini. PIT J dan lapangan Sangatta dipilih karena berdasarkan hasil studi
geologi terdahulu, didapat bahwa area ini memiliki berbagai kondisi geologi, yaitu
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan tahun 2021.
Kegiatan eksplorasi pada wilayah konsesi PT. Kaltim Prima Coal telah
47
dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1982 sesuai dengan akta No. 28 tanggal 9
Negara Republik Indonesia tanggal 30 Juli 1982 No.61 Tambahan nomor 967.
Pada tanggal 8 April 1982, PT. Kaltim Prima Coal menandatangani Perjanjian
Sejak awal beroperasi, PT. Kaltim Prima Coal merupakan perusahaan modal
asing (PMA) yang dimiliki oleh British Petroleum International Ltd (BP) dan
Conzinc Rio Tinto of Australia Ltd. (Rio Tinto) dengan pembagian saham
selesai pada tahun 1988 dan pembangunan kontruksi tambang dimulai tahun
1989. Berdasarkan Akta No. 9 tanggal 6 Agustus 2003 dan Bukti Pelaporan dari
tertanggal 11 Agustus 2003, saham PT. Kaltim Prima Coal yang dimiliki oleh BP
dan Rio Tinto telah dialihkan kepada Kalimantan Coal Ltd. dan Sengata Holding
Ltd, dan yang selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2005, sesuai dengan Akta
mengakusisi saham Kalimantan Coal Ltd dan Sengata Holding Ltd. Selanjutnya,
pada tahun 2007, terjadi perubahan komposisi kepemilikan saham yaitu sebesar
30% saham yang dimiliki oleh BR dijual kepada Tata Power (Mauritius) Ltd. Dan
yang dikelola oleh Mining Operation Division dan juga bekerjasama dengan
kontraktor penambangan, yakni PT. Darma Henwa, PT. Pama Persada, PT.
Thiess, dan PT. Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA). Sejak awal beroperasi,
PT. Kaltim Prima Coal tidak pernah bekerja sama dengan artisanal and small-
a. Batubara Prima
tinggi disertai dengan nilai kalori yang tinggi, abu yang sangat rendah, sulfur
moderat, dan jumlah kelembaban yang relatif rendah. Ini adalah batubara
mengkilat dengan kandungan vitrinite yang tinggi. Suhu yang lebih tinggi dan
b. Batubara Pinang
Batubara Pinang hampir mirip dengan batubara Prima, namun dengan tingkat
c. Batubara Melawan
dengan tingkat debu yang paling rendah dan mengandung sulfur. Batubara
49
Pinang dan Melawan terdapat jauh dari Dome dan terkandung dalam lapisan
1.5. Topografi
Topografi daerah PT. Kaltim Prima Coal adalah bergelombang dan kubah
Pinang (Pinang Dome) merupakan daerah tertinggi dengan elevasi 325 meter
diatas permukaan laut. Sedangkan titik terendahnya adalah tepi pantai Selat
Makasar. Daerah penambangan disebelah selatan dan timur di batasi oleh sungai
Daerah Sangatta di pengaruhi oleh hujan hutan tropis dengan pola musim
hujan khas untuk daerah garis lintang equator, dengan ciri-ciri intensitas hujan
yang bervariasi dari rendah sampai lebat dalam waktu yang singkat dan dapat
terjadi dalam waktu yang panjang. Temperatur rata-rata bulanan 26,68oC, minimal
Kelembaban rata-rata tiap bulan adalah antara 80%-90% dengan kisaran sebesar
70% di sore hari dan 90% pada pagi hari. Penguapan rata-rata untuk daerah
kajian adalah :
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibawah ini perlu dipelajari secara lebih rinci,
yaitu :
Kutai.
adalah:
PT. Kaltim Prima Coal, yaitu PIT J (meliputi seam BE dan NM)
baik.
1.11. Noveltis
endapan batubara.
dan low degree of spatial continuity, dengan area pengaruh sebesar 420 m.
ketebalan dalam arah tenggara (135°) yang sejajar dengan arah sedimentasi
Dalam setiap zona parameter statistik yang zona tertentu. Di zona Barat,
kadar abu yang rendah. Zona pusat memiliki populasi bimodal dan variabilitas
sedikit jaringan kayu dan jaringan tanaman sebagian besar rusak. Zona Timur
yang kuat. Zona utara memiliki parameter statistik yang cenderung memiliki
nilai menengah.
Queensland”. Penulis ini membahas analisis geostatistik jarak lubang bor untuk
( seperti ketebalan dan kualitas batubara) dapat menyebabkan variasi jarak yang
BAB II
HIPOTESIS
Pada sub bab ini akan diterangkan tentang kajian pustaka yang berhubungan
dengan teori yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian. Deskripsi akan
dimulai dengan pembahasan kajian pustaka geologi, meliputi regional dan geologi
local..
Cekungan Kutai terbagi menjadi dua bagian, yaitu Cekungan Kutai bagian atas
(Upper Kutai Basin) dan Cekungan Kutai bagian bawah (Lower Kutai Basin)
(Gambar 2.1). Kedua bagian cekungan tersebut dibedakan berdasarkan umur dan
Bagian Bawah terjadi akibat proses tektonik dan sedimentasi pada masa Neogen.
sebelah Utara - Timur Laut, dan Central Kalimantan Mountains (Moss dan
Lokasi penelitian
Gambar 2.1. Peta regional cekungan kutai ( modifikasi dari Moss dan Chambers,
1999)
Cekungan Kutai memiliki sejarah yang kompleks (Moss et al., 1997), dan
pengisi Cekungan Kutai telah terbalik dan terangkat (Satyana et al., 1999), pada
Miosen Tengah sampai Miosen Akhir sebagai akibat dari terjadinya tumbukan /
sungai Mahakam sebelah timur pesisir Pulau Kalimantan, dengan garis pantainya
58
berorientasi arah NE-SW dan dibatasi oleh Selat Makasar, selat yang memisahkan
Evolusi tektonik Cekungan Kutai terbagi dalam 3 fase tektonik, yaitu : Fase
Syn-rift pada Eosen Tengah - Eosen Akhir, Fase Sagging pada Eosen Akhir –
Gambar 2.2 Evolusi tektonik Cekungan Kutai, (Moss & Chambers, 1999).
berarah timur laut - barat daya pada Kala Eosen Tengah. Regangan terbentuk
Kalimantan Tengah. Pada fase ini dengan cepat terendapkan sedimen syn-rift.
terdiri 2 tipe, yaitu endapan asal darat pada bagian barat dan endapan asal laut
pada bagian timur. Pengisian graben oleh material asal laut ini akibat dari
laut. Fase ini secara regional yang menghasilkan sedimen laut dalam yang
didominasi oleh shale yang cukup tebal, dan tinggian basement dan batas
adanya gaya ekstensi baru yang berorientasi tegak lurus terhadap ekstensi
pada Kala Eosen. Hal ini menunjukkan adanya arah gaya pembentuk sesar
Pada awal Miosen ini terjadi tektonik inversi pada cekungan sehingga terjadi
inversi ini terus berlangsung hingga saat ini. Inversi ini terjadi akibat ekstensi
Laut Cina Selatan pada 14 juta tahun yang lalu serta adanya kolisi blok
berarah barat laut - tenggara (McClay et al., 2000). Rotasi pulau Kalimantan
dengan arah putaran berlawanan arah jarum jam pada 20 juta tahun yang lalu
60
yang lalu. Kolisi pada 10 juta tahun yang lalu ini menyebabkan terjadinya
Rezim kontraksi dengan arah barat laut – tenggara berlangsung hingga saat
cekungan terjadi selama Neogen, ketika terjadi proses penurunan cekungan dan
Secara fisiografis, dari barat ke timur Cekungan Kutai dibagi menjadi 3 zona
geomorfologi yang memanjang dari utara ke selatan (Supriatna, dkk, 1995), yaitu:
relatif timur laut-barat daya. Puncak-puncak bukit dan gunung di zona ini
memiliki ketinggian antara 300 - 400 meter yang tersusun seluruhnya oleh
sedang hingga kuat. Zona ini berada pada bagian tengah dan menempati
sampai dataran delta yang berkembang menjadi delta hasil sedimentasi Sungai
Mahakam yang menuju Selat Makasar dan memiliki potensi minyak bumi yang
besar.
= Lokasi penelitian
Gambar 2.5. Fisiografi Cekungan Kutai ( Modifikasi dari Supriatna, dkk, 1995)
Tersier yang memperlihatkan endapan fase transgresi dan regresi laut, (Allen dan
Chambers,1998) yaitu:
Fasa sedimentasi Paleogen dimulai ketika terjadi fasa tektonik ekstensional dan
pengisian rift pada kala Eosen. Pada masa ini, Cekungan Barito, Kutai, dan
mengendapkan serpih laut dalam secara regional dan batuan karbonat pada
Oligosen Akhir.
Fase ini dimulai pada Miosen Awal hingga sekarang, yang menghasilkan
Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta hingga
laut dangkal dengan progradasi dari barat kearah timur dan banyak dijumpai
Satyana dkk, 1999, dalam Peta Geologi Lembar Samarinda adalah sebagai berikut
(gambar 2.7):
a. Formasi Pamaluan
dijumpai struktur sedimen silang siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan
b. Formasi Bebuluh
Balang.
kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 – 100 cm. Batupasir kuarsa berwarna
kelabu kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 -60
foraminifera besar. Batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalam
ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir
kuarsa.
d. Formasi Balikpapan
dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1–3 m, disisipi
64
sedimen lapisan sejajar dan silang siur, tebal lapisan 20–40 cm, mengandung
mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan, dan
kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0,5–1 cm, mudah lepas.
- laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan
f. Formasi Mahakam
Interval penelitian
terbentuk selama Eosen sebagai akibat dari fase ekstensional atau pemekaran
tumbukan sub lempeng Benua India dengan lempeng Benua Asia yang memacu
Lupar dan sesar Mangkalihat. Cekungan ini mulai terisi endapan sedimen
transgresif pada kala Eosen Akhir hingga Oligosen. Kemudian diikuti oleh sekuen
regresif pada kala Miosen Awal yang merupakan inisiasi kompleks Delta
Mahakam saat ini. Proses progadasi Delta Mahakam meningkat dengan sangat
signifikan pada kala Miosen Tengah, yaitu ketika tinggian Kuching di bagian
Barat terangkat dan inversi pertama terjadi. Progradasi tersebut masih berlangsung
hingga saat ini. Inversi kedua terjadi pada masa Mio-Pliosen, ketika bagian
Cekungan Kutai Bawah erat kaitannya dengan proses tektonik inversi kedua, yaitu
SSW). Menurut Allen dan Chambers, (1998) pola ini dapat terlihat pada struktur
umum yang tersingkap di Cekungan Kutai saat ini, yaitu berupa jalur sesar-sesar
lainnya adalah pola kelurusan berarah baratlaut tenggara (NW-SE), berupa sesar-
sesar normal yang merupakan manifestasi pelepasan gaya utama yang terbentuk
67
sedimen berumur Miosen Tengah dan bagian lain yang berumur lebih tua.
Struktur geologi yang paling jelas terlihat pada Cekungan Kutai berupa adanya
Sabuk lipatan ini terdapat pada area darat dengan sangat intensif dan berkurang
intensitasnya ke arah timur. Antiklin yang terdapat pada cekungan ini umumnya
sekitar 2-5 km dan panjang sekitar 50 km. Antiklin - antiklin ini dipisahkan oleh
adanya sinklin yang luas dan terbuka (McClay et al., 2000). Bagian barat dari
Gambar 2.8. Peta struktur geologi Cekungan Kutai (Allen dan Chambers, 1998).
68
yang merupakan Cekungan Kutai bagian utara. Berdasarkan hasil analisis dari
utara Cekungan Kutai dan terpisah dari sitem Delta Mahakam purba di bagian
selatan (Snedden dkk., 1996; op.cit. Setiadi, 2008). Di sebelah barat cekungan
ke arah barat.
masa lempung yang belum mampat (kompak) itu menjadi labil. Akibatnya masa
kawasan ini ditemui suatu struktur antiklin yang sempit, memanjang dan sejajar
dengan garis pantai. Struktur antiklin sempit ini dipisahkan oleh sinklin-sinklin
yang lebar. Proses pembentukan struktur ini berlangsung setahap demi setahap,
Setiadi, 2008). Sistem delta Sangatta ini terbentuk bersamaan dengan Proto-delta
Mahakam dan diperkirakan mulai berlangsung sejak Miosen Awal (Duval dkk.,
1992; op.cit. Setiadi, 2008). (Gambar 2.5). Penurunan dasar cekungan selama
69
Gunawan (1979), Putra (1978) dan Muggeridge (1987). Dalam beberapa laporan
ditulis oleh Muggeridge (1987).. Geologi area Sangatta terbagi dalam pembahasan
morfologi, stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi, yang akan dirinci lebih
lanjut dibawah ini. Bagian berikut diambil dari hasil laporan para penulis
terdahulu.
dataran rendah dan endapan aluvial. Morfologi dataran rendah rata-rata pada
ketinggian 20-50 meter di atas permukaan laut. Terdapat aliran Sungai Sangatta
yang mengalir di sebelah selatan, dan juga Sungai Murung yang merupakan anak
berbagai faktor, antara lain litologi, deformasi tektonik (struktur geologi) dan
perkembangannya hingga saat ini, akibat pengaruh proses eksogen seperti erosi
70
memperlihatkan pola kelurusan yang tidak teratur. Saat ini bentuk morfologi
alaminya akibat aktivitas tambang terbuka (open pit mining) dan membentuk
(pinang dome) merupakan daerah tertinggi dengan ketinggian 325 meter di atas
permukaan laut, sedangkan titik terendahnya adalah tepi selatan Selat Makasar.
pengangkatan perlapisan yang relatif masih muda dan adanya peristiwa geologi
lainnya seperti perlipatan dan patahan kecil. Permukaan yang belum matang
laut. Terdapat dua sungai di daerah penambangan PT. Kaltim Prima Coal, yaitu
Sungai Sangatta yang mengalir di sebelah selatan dari daerah penambangan dan
Sungai Murung yang merupakan anak sungai dari Sungai Sangatta. Sungai
arah utara.
71
2.1.1.6.2. Stratigrafi
(sumber dari PT KPC, 1996), batuan yang tersingkap di daerah penelitian ( PIT J)
terdiri dari 4 satuan batuan, yaitu dari umur yang paling tua satuan batupasir
d. Satuan Endapan Aluvial (Qal), merupakan satuan batuan yang paling muda
sungai-sungai yang besar, satuan ini terdiri dari material lepas yang belum
Khususnya untuk area lapangan sangatta, juga terdiri atas tiga unit
Sangatta, Formasi Pemaluan memiliki distribusi terbatas dan hanya terdapat pada
inti dari Pinang Dome. Ketebalan unit ini lebih kurang 2000 m (Samuel and
Muchsin, 1976; Rose dan Hartono, 1978; Sikumbang dkk 1981; Muggeridge,
batubara secara signifikan terjadi pada formasi ini. Namun, pembentukan masih
74
batu pasir berkapur dan beberapa lensa coralline kapur tipis. Di atas bagian
formasi ditandai oleh beberapa urutan sedimen fluvio-delta dimulai dengan tubuh
batupasir di dasar dan mudstones dengan sisipan lapisan batubara di bagian atas.
Struktur sedimen dengan urutan pengasaran-atas sering dijumpai pada formasi ini.
daerah seputar Pinang Dome dan di sepanjang margin barat lapangan batubara
tersebut.
ditandai dengan tidak adanya batupasir gampingan, dan terdapat lapisan batubara
yang tebal, lebih bersifat fluviatile dan tidak adanya lensa batugamping coral.
Sangatta. Lapisan batubara yang paling ekonomis dalam formasi ini terjadi pada
Struktur geologi yang terdapat didaerah penelitian berupa perlipatan, sesar dan
kelurusan. Sumbu lipatan berarah hampir barat – timur. Tektonik yang dapat
batuan yang lebih tua dan pengaktifan kembali struktur geologi yang terbentuk
sebelumnya. Struktur mayor yang berkembang di daerah ini adalah sesar Villa
dan Kubah Pinang (Pinang Dome). Kubah Pinang merupakan struktur yang
75
dominan di daerah Pinang. Kubah ini menyerupai bangun Antiklin dengan dua
ujungnya menunjam ke arah selatan dan Utara. Kubah ini diperkirakan dihasilkan
penyusun bagian dasar cekungan kutai yang tertekan kuat, lalu masuk menembus
sedimen diatasnya.
Lapisan di bagian tengah dan timur kubah mempunyai arah kemiringan yang
berkisar antara 20o – 40o. Ditempat lain sekitar kubah umumnya lapisan memiliki
dip sebesar 15o – 20o bearah menjauh dari kubah. Gambaran struktur geologi di
ta LEGEND
at
Tmba ng
Sa am
Se
20 Strike and Dip of Strata
20
Formational Boundary
m
ea
Temp
D Downthrow Block and Fault
SYN
Tmpb
U Upthrow Block and Fault
CL
INE
Sangatta
O al Alluvium
Seam
D
PINANG DOME
? Tmba Balikpapan Beds
Temp Tmba
NE
Tmba Tmpb ZO Tmpb Pulau Balang Formation
U
Temp Pamaluan Formation
?
m
T
ea
P4 UL
)
S
FA
ds
Pi Sea
Be
P4
apa
t ng
ulu
na m
Ked na
eb
ng Pi eam D
(B
m
Sea S ?
Sea
m
Temp er
Be
d
erk
L LA M
Sea gatta
ne
VI
Sea a
to
es
m
Prim
Lim
m
Tmba
San
Tmba
Tmpb
?
San U
ga
tt a
Prim
Ri
Sa eam
D aS
ver
S
ng
eam
Sea
P4
at
ta
m
Pinang
Petroleum
Exploration borehole
Figure 5
O al PINANG AREA
STRUCTURAL GEOLOGY
O al Kilometer
2
0 1 3
(Sumber : Geology Section, Planning & Technical Department, PT. Kaltim Prima Coal)
Gambar 2.16 Peta struktur geologi area Pinang
76
2.1.1.6.3.1. Lipatan
Pinang, terdapat di sisi barat dan timur dari Lapangan Sangatta. (Gambar. 2.17).
Antiklin Pinang menunjam ke arah utara dan selatan dan membentuk struktur
kubah disebut 'Pinang Dome'. Struktur diapiric diyakini oleh Muggeridge (1987)
Sangatta.
Pinang Dome dan Melawan Antiklin dan menunjam ke arah utara. Sayap sinklin
yang umumnya lebih landai daripada kedua antiklin. Pada bagian timur sayap
di bagian selatan. Di bagian Selatan sinklin, arah sesar ini lurus kearah barat -
timur, namun kemudian di sebelah timur sinklin arah sesar ini berubah menjadi
barat - barat daya dan timur - timur laut. Sesar ini terus kearah timur - timur laut
dan kemudian memotong Kubah Pinang. Pada selatan zona Sesar Villa,
bahwa lapisan yang mengandung seam Pinang telah mengalami penurunan 400
menjadi batas barat Area Pinang. Endapan batubara Melawan terletak pada sayap
antiklin sebelah Timur Laut dan Barat Laut. Dip pada antiklin Melawan bervariasi
antara 5o – 20o. sesar skala kecil ditemukan pada Area Melawan yang menggeser
baik secara geologis dan teknis. Sebagian besar patahan kecil ditandai sebagai
Patahan Villa dan zona sesar di bagian utara yang tidak disebutkan namanya
78
adalah dua patahan besar yang berbatasan dengan endapan batubara Sangatta di
selatan dan utara area (Gambar 19). Patahan Villa (Villa Fault), dengan lebar zona
sesar 100 untuk 500 m. Sesar di Utara, memiliki zona sesar dengan lebar sekitar
100 sampai 350 m. Arah patahan tumbuh bervariasi dari utara-selatan hinga ke
gambut dari lapisan Sangatta (Muggeridge, 1987). Patahan ini juga menyebabkan
terjadinya splitting lapisan batubara yang besar. Zona sesar Villa terdapat di
bagian ujung Selatan Sinklin Lebak. Zona ini secara struktural ditandai dengan
curamnya kemiringan lapisan, termasuk seam batubara yang memiliki dip 40o -
rekahan slickenside pada mudstones dan siltstones. Posisi rekahan adalah parallel
Struktur Sesar Naik Villa ini terbentuk akibat gaya utama yang bekerja
menekan dari arah baratlaut, akibat adanya zona lemah, blok di sebelah baratlaut
relatif naik ke atas blok tenggara dan terus terlipat kuat membentuk struktur sesar
naik, stuktur Sesar Naik Villa ini diperkirakan terjadi pada Kala Miosen Akhir.
79
SESAR VILLA
Struktur geologi dalam lapangan batubara yang terutama terdiri dari antiklin,
sinklin, patahan dan lipatan. Lipatan sumbu antiklin dan sinklin umumnya dari
beralih dari laut dangkal ke delta dan kemudian ke lingkungan fluviatile. Formasi
Pemaluan diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Hal ini ditunjukkan oleh
80
ditemukan di bagian atas dan menindikasikan lingkungan air bersih, tenang dan
menjadi terestrial. Transisi dapat diamati melalui asosiasi batuan sedimen diatas
bertahap dari marine bagian bawah dan fluvial di bagian atas. Sedimentasi delta
mudstones bioturbasi.
aggradasi vertikal, progradasi dan akresi lateral yang dalam satu set lingkungan
sistem fluvial. Setiap sistem dapat dipisahkan menjadi beberapa sub-sistem seperti
channel, natural levee, crevasse splay dan backswamp. Dari asosiasi litologi
fault pada lapisan batuan sedimen (terutama di wilayah timur), umum terjadi
selama pengendapan.
tenggara (Nas, 1994). Berlokasi di daerah barat dari lapangan batubara, beberapa
81
Benu dan Melawan terjadi secara berurutan yang berkorelasi dengan lingkungan
Beberapa lapisan batubara lainnya seperti Prima, Bintang dan B2, merupakan
lapisan batubara yang berasosiansi juga dengan sedimentasi ini. (Kaltim Prima
telah diterima bahwa batubara berasal dari tumbuhan yang karena proses-proses
82
menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu tahap diagenesa gambut
model lapisan batubaranya. Berikut dibawah ini akan dibahas secara rinci tentang
Geometri lapisan batubara merupakan aspek dimensi atau ukuran dari suatu
keteraturan, sebaran, bentuk, kondisi roof dan floor, cleat, dan pelapukan
yang tidak teratur, pelamparan yang terbatas, sebaran tidak teratur, tidak menerus,
(Horne, 1978). Agar geometri lapisan batubara menjadi berarti dan menunjang
a. Ketebalan
dasar cekungan, hadirnya channel, sesar dan proses karst atau terjadi setelah
lapisan batubara tidak termasuk parting (net coal thickness), atau tebal
b. Kemiringan
1988). Pola kemiringan suatu perlapisan batubara dapat berbentuk pola linier,
pola lengkung, atau pola luasan (area) dan pola kemiringan lapisan batubara
tersebut dapat bersifat menerus dan sama besarnya sepanjang cross strike
dengan pola tertentu atau dengan pensesaran kuat (Diessel, 1992). Menurut
Menurut Kuncoro (2000) pada parameter ini yang perlu diketahui adalah
intrusi, atau erosi. Pemahaman yang baik tentang split akan sangat membantu
atau membentuk pola tidak teratur (garis yang tidak menerus (washout),
Horse back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen
Makin kuat gaya kompresi yang berpengaruh, maka makin besar pula
Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada
Clay Vein
Bentuk ini terjadi apabila di antara 2 bagian lapisan batubara terdapat urat
lempung ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan
86
Burried Hill
atau bahkan hilang sama sekali. Bentukan intrusi mempunyai ukuran dari
Fault
patahan.
Fold
Bentukan ini terbentuk akaibat dari proses tektonik yang kuat, sehingga
kompresi yang bekerja juga intensif. Pada umumnya lapisan batubara yang
terpatahkan.
87
Kontak batubara dengan roof dan floor merupakan fungsi dari proses
berangsur.
88
Geologi
oleh proses-proses yang terjadi pada lapisan gambut, sifat fisika dan kimia lapisan
batubara itu sendiri serta material bukan batubara yang berbeda-beda (Ward, 1984
dan Kuncoro, 1996). Endapan batubara sering dijumpai berlapis atau berselang-
seling dengan batuan sedimen lain seperti clay stone, sand stone, limestone, dan
lain-lain. Terkadang lapisan batubara ini sangat tebal, tipis-tipis, bercabang dan
Pada dasarnya model atau pola (pattern) endapan dan perlapisan pada batubara
dapat digolongkan menjadi dua model, yaitu yang terjadi karena stratigrafinya
Endapan batubara model ini terjadi bilamana tidak ada pengaruh struktur
geologi (patahan, lipatan, dan lain-lain) yang berarti, tetapi oleh proses
miring (tebal atau tipis, atau berselang-seling) dan terkadang dijumpai sisipan
keseimbangan biotektonik.
Model lapisan batubara jenis ini diperkirakan terjadi erosi oleh sungai
atau pasir pada suatu batubara. Pembentukan lapisan gambut pada suatu
90
rawa gambut (mire/moor), dapat tererosi dan terpotong oleh aliran sungai,
kemudian sungai ini mati atau berpindah (sering dijumpai pada peristiwa
meander sungai), sedimen yang terdapat di bekas sungai itu akan dapat
tertutup lagi oleh sedimentasi gambut. Hasil akhir dari proses ini
Splitting
dihasilkan oleh karena pembanjiran mire oleh air sungai atau air laut
secara periodik.
91
b) multiple splitting,
Washout
gelombang atau arus dan kemudian terisi oleh sedimen. Tipe washout
Roof rolls
Channel yang tidak beraturan pada atap lapisan, biasanya disebut roof
Floor rolls
menembus lapisan batubara ke atas dari bawah. Hal ini terjadi karena
kompaksi gambut batubara tidak terjadi pada tingkat yang sama sehingga
apabila dipanaskan, adanya intrusi batuan beku memiliki pengaruh yang besar
pada lapisan batubara daripada yang dialami oleh batuan bukan batubara.
Batubara yang dekat dengan tubuh intrusi batuan beku, secara lokal meningkat
Intrusi batuan beku biasanya berkembang menjadi komplek, dimana pada titik
pertemuan antara tubuh intrusi dengan lapisan batubara membentuk kontak yang
meliuk. Hal ini berhubungan dengan perilaku plastik dari bahan organik karena
terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirukulasi air yang cepat
sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi demikian
b. Alluvial Valley and Upper Delta Plain. Dua lingkungan pengendapan ini
Transisi dari lembah dan dataran aluvial dengan dataran delta, biasanya
delta plain dari tingkat pengaruh air laut terhadap sedimentasi. Batas
air pasang.
sedimentasi dengan energi pantai yaitu gelombang, pasang, dan arus. Jika
94
nilai rasio tinggi maka akan terbentuk delta namun jika nilai rasio rendah,
e. Estuari. Jika nilai rasio antara sedimentasi dengan energi pantai sangat
fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di
Delta plain sendiri dapat dibagi menjadi upper delta plain dan lower delta
pengendapan antara lain barier, back-barier, lower delta plain, transitional lower
pengendapan batubara di daerah delta menurut Horne (1978) (Gambar 2.24) yaitu:
batulempung dan batulanau berwarna abu-abu gelap yang kaya akan material
organik, kemudian ditutupi oleh lapisan tipis batubara yang tidak menerus
atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin ke arah laut akan ditemukan
didominasi oleh urutan butiran mengkasar ke atas yang tebal, pada bagian
2.24b.).
akibat channel kontemporer dan wash out oleh aktivitas channel subsekuen.
Batuan sedimen berbutir halus pada bagian bay fill sequences lebih tipis
daripada di bagian lower delta plain. Pada zona ini terdapat fauna air payau
d. Lingkungan upper delta plain - fluvial, dengan ciri lapisan batubaranya tebal,
podshaped pada bagian bawah dari dataran limpahan banjir yang berbatasan
lateral sering terpotong channel atau sedikit yang menerus, bentuk batubara
yang menerus (Gambar 2.24 c) dan untuk lingkungan backswamp, terdiri dari
barier dan lower delta plain cenderung tipis batubaranya, sebaliknya lingkungan
transitional lower delta plain dan upper delta plain-fluvial, lapisan batubaranya
relatif tebal. Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas,
umumnya tersusun atas pasir halus. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai
Delta Front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan sedimen
secara tetap dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut sepanjang
pantai dan aksi gelombang. Delta front terbentuk pada lingkungan laut dangkal
mengkasar ke atas dalam skala yang besar dan menunjukkan perubahan fasies
secara vertikal ke atas, mulai dari endapan lepas pantai atau prodelta yang
berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang didominasi batupasir. Diantara
bar pada mulut distributary channel akan terakumulasi lempung lanauan atau
2.2.2.1.1.1.2. Prodelta
Prodelta merupakan sub lingkungan transisi antara delta front dan endapan
normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan
kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke
endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir.
Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari
akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas
dari delta front. Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang
Gamma Ray
(tiga) bagian besar yaitu darat, peralihan dan laut, sedangkan penulis disini
1978 dengan mengikuti pola defleksi grafik log GR. Interpretasi lingkungan
99
pengendapan kemudian digabung dengan data log gamma ray. Analisis log
bentuk pola log dari log gamma ray. Bentuk dari pola log ini memperlihatkan
besar butir dari suatu litologi dan pola urutan vertikal ke atas. Setiap
pola urutan vertikal yang khas. Oleh karena itu, secara tidak langsung pola log
juga mencerminkan lingkungan pengendapan. Bentuk dari pola log gamma ray
bentuk dari kenampakan fisik pola log gamma ray itu sendiri.
Log gamma ray mencerminkan variasi dalam satu suksesi ukuran besar butir.
energi pengendapan yang berbeda. Gambar 2.25 menunjukkan lima pola bentuk
dasar dari kurva log GR, sebagai respons terhadap proses pengendapan.
1. Cylindrical.
Bentuk silinder pada log GR atau log SP dapat menunjukkan sedimen tebal dan
2. Funnel shape.
dihasilkan regresi progradasi seperti sub marine fan lobes, regressive shallow
marine bar, barrier islands atau karbonat terumbu depan yang berprogradasi di
atas mudstone, delta front (distributary mounth bar), creavase splay, beach dan
3. Bell Shape.
range besar butir pada setiap level cenderung sama, namun jumlahnya
101
bersifat radioaktif makin banyak ke atas). Bentuk bell dihasilkan oleh endapan
4. Symmetrical-Asymetrical Shape.
bioturbasi. Selain tatanan secara geologi yang merupakan ciri dari shelf sand
5. Irregular.
silang siur (thin interbedaed). Unsur endapan tipis mungkin berupa creavasse
(Thomas, 1994). Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa
parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia. Parameter yang
ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa batubara
parameter kualitas batubara terdiri dari: Total Moisture, Proximate, Total Sulfur,
Kadar air (moisture), yaitu kandungan air yang terdapat pada batubara. Tinggi
distribusi dan kondisi pada saat sampling. Kadar air total (total moisture),
merupakan jumlah dari kadar air bebas ditambah dengan kadar air bawaan.
b. Analisis Proksimat
Analisis proksimat adalah rangkaian analisis yang terdiri dari air dried
Kadar abu (ash content), yaitu kandungan bahan inorganik yang tertinggal
atau tidak terbakar sewaktu batubara dibakar pada suhu 815°C. Abu pada
yang dapat lepas atau menguap pada saat dipanaskan di ruang hampa
udara pada suhu 900°C. Zat terbang ini meliputi zat terbang mineral
103
(volatile mineral matter) dan zat terbang organic (volatile organic matter).
terbangnya dihilangkan.
c. Sulfur
Di dalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari mineral sulfat dan
sulfida. Salah satu senyawa yang umum dijumpai pada endapan batubara
adalah sulfur. Beberapa jenis sulfur yang umum dijumpai pada batubara, yaitu:
Sulfur organik, umumnya dijumpai berupa kalsium sulfat dan besi sulfat
Sulfur sulfat, umunya dijumpai berupa kalsium sulfat dan besi sulfat
Calorific value adalah nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran
tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang
104
sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin
e. Analsis ultimat
yang ada di dalam batubara. Unsur-unsur penyusun batubara, yaitu Karbon (C),
yang tidak bisa ditentukan oleh opini sejumlah kecil ahli geologi melainkan harus
kontinuitas geologi, tingkat keyakinan teknis dan ekonomis, serta nilai harapan
standar untuk dijadikan acuan. Standar yang akan dibahas untuk pengklasifikasian
sumberdaya dan cadangan ini di Indonesia sendiri adalah SNI (Standar Nasional
Indonesia) dan JORC (Joint Ore Reserves Committee) Code. SNI (Standar
Indonesia saat ini. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan
Dasar-dasar klasifikasi SNI terdiri dari beberapa aspek, meliputi aspek geologi
dan aspek ekonomis. SNI yang digunakan untuk klasifikasi sumberdaya dan
Batubara memiliki kode terbaru yaitu SNI 5015:2011 yang dikeluarkan Badan
1. Ruang Lingkup
2. Acuan
a. Kompleksitas Geologi
b. Dasar Klasifikasi
5. Persyaratan
6. Pelaporan
a. Pelaporan sumberdaya
c. Pelaporan Kualitas
Di dalam SNI (Tabel 2.2), diberikan tipe endapan batubara dan kondisi
Tabel 2.2. Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015, tahun 2011)
dan kelompok geologi kompleks. Uraian tentang batasan umum untuk masing-
aktivitas tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batubara pada
umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan hampir
lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami perubahan paska
pengendapan dan tektonik. Sesar dan lipatan tidak banyak, begitu pula
dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang
sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter. Kualitas batubara secara
langsung berkaitan dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada saat
kualitas batubaranya.
yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang ekstensif yang
perubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi berlangsung atau pada
batu baranya terbatas dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter.
dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang
karakteristik geologi dan kemenerusan dari lapisan batubara yang telah diketahui,
Persyaratan yang berhubungan dengan aspek geologi adalah jarak titik informasi
Tabel 2.3. Jarak titik informasi menurut kondisi geologi (SNI 5015:2011)
Kondisi Sumberdaya
Kriteria
Geologi Tereka Tertunjuk Terukur
Sederhana Jarak titik informasi 1000<x≤ 1500 500 <x ≤ 1000 X ≤ 500
(m)
Moderat Jarak titik informasi 500 <x ≤ 1000 250 < x ≤ 500 X ≤ 250
(m)
Kompleks Jarak titik informasi 200 < x ≤ 400 100 < x ≤ 200 X ≤ 100
(m)
data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data statistik, yang bisa
diperoleh hasil pengamatan atau lainnya umumnya masih bersifat acak, “mentah”
dan tidak terorganisir dengan baik (raw data). Data-data tersebut harus diringkas
dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafis yang
berguna sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan. Penyajian tabel dan
a. Distribusi frekuensi
Selain tabel dan grafik, untuk mengetahui deskripsi data diperlukan ukuran
yang lebih eksak, yang biasa disebut summary statistik (ringkasan statistik). Dua
Koefisien Variasi.
beberapa kelas yang memiliki interval kelas tertentu dan kemudian menentukan
jumlah data dari masing-masing kelas (frekuensi). Salah satu media dalam
penyajian data statistik adalah berupa grafik. Grafik histogram adalah grafik yang
berupa diagram batang yang mewakili rentang ( range ) data tertentu pada sumbu-
X (absis) dan nilai frekuensi (biasanya dalam persen ) pada sumbu Y(ordinat).
Dengan histogram kita bias dengan mudah mengetahui sifat statistik dari suatu
populasi data secara visual, contohnya suatu populasi yang bersifat distribusi
normal akan berbentuk suatu kurva setangkup (simetris) atau berbentuk lonceng.
Grafik probability adalah suatu grafik yang dibuat sedemikian rupa sehingga
suatu populasi data yang berdistribusi normal akan tergambar sebagai suatu garis
lurus. Grafik ini dibuat dengan skala logaritmik pada sumbu-X (absis) dan skala
biasa pada sumbu-Y (ordinat), tapi kadang-kadang sering dipakai juga skala
logaritmik pada sumbu-Y (log-normal). Kelebihan dari grafik ini dari histogram
112
adalah grafik probability akan lebih mudah mengetahui apakah suatu populasi
bersifat unimodal, bimodal atau polimodal. Kelebihan yang lain adalah dalam
proses pemilahan suatu sub-populasi dalam suatu populasi, akan lebih mudah
Salah satu pengujian normalitas yaitu dengan kriteria skewness dan kurtosis.
yaitu bahwa akan diketahui grafik normalitas menceng ke kanan atau ke kiri,
mengetahui kemencengan dsitribusi suatu data, apakah simetri, menceng kiri atau
terlihat bahwa bentuk histogram berupa kurva setangkup (simetris), ini berarti
data dalam populasi ini terdistribusi normal sekaligus juga bersifat unimodal.
unimodal berupa garis lurus. Normal probability plot, garis lurus diagonal
empirisnya akan berada disekitar garis lurus tersebut. Jika set data yang akan diuji
benar-benar memiliki sebaran data normal yang sempurna, maka plot data tersebut
berada tepat pada garis lurus diagonal. Semakin jauh plot data dengan garis
diagonal, maka data tersebut semkin jauh dari distribusi normal. Tentu saja cara
uji normalitas ini sangat bersifat subyektif karena berdasarkan visualisasi gambar.
Analisis spasial merupakan analisis yang memiliki atribut lokasi, seperti halnya
deposit mineal yang ada dibumi. Geostatistik mengenal variasi spasial pada skala
besar maupun skala kecil, atau jika dalam bahasa statistikanya mampu
114
(spatial correlation).
yang diambil dalam satu zona saling berhubungan, untuk itu dapat juga
contoh yang merupakan fungsi dari jarak juga. Korelasi ruang antara contoh ini
terpisah oleh jarak tertentu dengan grafik x - y yang dihasilkan dari plot jarak dan
varians dari data yang berpasangan. Sifat - sifat yang merupakan ciri khas dari
Di sisi lain, data variogram yang memiliki jarak antar conto tidak teratur
menjelaskan istilah angle classes (θ±α/2) dan distance classes (h±∆h) sebagai
115
toleransi untuk menghitung pasangan data dengan jarak antar data yang tidak
teratur. Semua titik conto atau data yang berada pada search area yang
didefinisikan dengan angle classes dan distance classes akan dianggap sebagai
titik-titik conto yang berjarak h dari titik x0 (titik origin) pada arah yang
dimaksud.
ketebalan yang dapat dihitung dengan variogram pada segala arah yaitu horisontal
pasangan-pasangan data pada perbedaan jarak yang tetap disebut dengan lag.
Perhitungan harga setiap sampel data misalnya ketebalan, kualitas, dan lain
distance yang besar. Setelah penentuan arah untuk kalkulasi variogram dipilih,
selanjutnya dilakukan penentuan jarak lag. Penentuan jarak lag pada grid data
yang teratur tapi akan menjadi lebih kompleks pada grid data yang tidak teratur
atau acak. Jarak lag diukur pada arah vertikal dan horisontal. Perbedaan jarak data
bersamaan. Oleh karena itu penentuan parameter toleransi untuk arah vertikal dan
116
horisontal yang tepat penting dilakukan sehingga akan memberikan detil resolusi
Parameter toleransi untuk vertical lag yang terdiri dari jarak (h), toleransi jarak
(htol), toleransi sudut (atol) dan bandwith (gambar 2.28). Beberapa pedoman dalam
Separasi jarak lag h biasanya dipilih sesuai dengan jarak data. Misalnya harga
porositas log berjarak setiap 0.5 ft maka unit lag distance yang dipilih h=0.5
Toleransi jarak (htol) seringkali dipilih setengah dari unit lag distance (h). Nilai
toleransi jarak dapat juga dikurangi misalnya ¼ dari unit lag distance jika
jumlah data banyak dan berdekatan. Dan juga dapat dinaikkan misalnya ¾ dari
unit lag distance apabila jumlah data sedikit. Menaikkan nilai toleransi jarak
lebih dari setengah unit lag distance biasanya akan mengakibatkan kontribusi
data menjadi multiple sehingga disarankan nilai toleransi jarak kurang dari
Toleransi sudut (atol) dibutuhkan apabila sumur tidak vertikal. Nilai toleransi
sudut yang biasanya digunakan adalah 10º - 20º. Sedangkan pada sumur
Gambar 2.28. Ilustrasi vertical lag distance. (Michael J. Pyrcz, dkk 2014)
Parameter toleransi untuk horizontal lag yang terdiri dari jarak (h), toleransi
jarak (htol), toleransi sudut horisontal (ahtol) dan horizontal bandwith, toleransi
sudut vertikal (avtol) dan vertikal bandwith (Gambar 2.29). Beberapa pedoman
Apabila tidak ada anisotropi data horisontal maka parameter toleransi sudut
horisontal bias di set pada 90º atau lebih yang dapat mengakomodasi semua
arah horisontal.
horisontal harus dibatasi. Apabila ahtol terlalu kecil maka hanya akan ada
sedikit pasangan data yang dapat dikalkulasi dan apabila terlalu besar akan
Nilai toleransi sudut vertikal sebaiknya kecil apabila memiliki variabilitas yang
besar pada arah vertikal. Biasanya kombinasi nilai toleransi sudut vertikal yang
kecil misalnya 5º dan nilai vertikal bandwith yang juga kecil dapat secara
efektif membatasi kalkulasi data yang terdapat pada posisi stratigrafi yang
sama.
titik dibagi ke dalam selang berurutan, serupa dengan histogram. Sebagai alat
sebagai berikut:
(2.1)
Keterangan:
(h)
= Nilai Variogram dengan jarak h
N = Jumlah Pasangan
h = Jarak antar data
i = urutan data
b. Large-Scale Bahavior
(Kitanidis, 1997).
nilai yang paling sesuai yaitu positif definit dimana hasil dari variogram semakin
lama semakin besar hingga mencapai suatu titik tertentu menjadi konstan. Untuk
perhitungannya tidak mempunyai arah yang spesifik sehingga semua data yang
antara 2 (dua) conto/ data yang dipisahkan dengan jarak tertentu sebesar h. Data
121
Pada arah atau baris tertentu terdapat n buah data dengan jarak tertentu sebesar h,
variogram γ(h) dan (n – 2) pasangan data untuk menghitung variogram γ(2h) dan
seterusnya hingga mencapai lag tertentu yang tergantung dari jumlah n data. Hasil
perhitungan variogram di plot pada suatu koordinat kartesian antar jarak antar
1. Range
Menurut Isaaks dan Srivastava (1989), range adalah jarak dimana variogram
harus mencapai nilai sill . Sedangkan menurut Dorsel dan Breche (1997),
variogram, range dinyatakan dengan lambang "a” yaitu jarak pada sumbu
horizontal mulai dari titik nol sampai titik proyeksi perubahan variogram dari
miring ke mendatar. Pada jarak range, variabel dipengaruhi oleh suatu posisi.
2. Sill
Menurut Isaaks dan Srivastava (1989), sill adalah masa stabil suatu variogram
dalam mencapai range. Variogram menjadi suatu wilayah yang datar yakni
3. Nugget Effect
dari nilai 0 pada pusat nilai variogram dengan pemisahan jarak terkecil
Pada jarak yang dekat (sumbu horisontal), semivariance bernilai kecil, tetapi
pada jarak yang lebih besar, semi-variance bernilai tinggi yang menunjukkan
bahwa variasi dari nilai z tidak lagi berhubungan dengan jarak sampel point.
range dan sill. Range adalah jarak lag terpendek ketika nilai variogram konstan
sedangkan sill adalah nilai variogram yang konstan dan biasanya terjadi pada
jarak lag yang besar. Nilai variogram yang konstan menunjukkan bahwa data
secara spasial sudah tidak berkorelasi lagi karena jaraknya sudah jauh. Modeling
123
variogram diperlukan untuk menaksir nilai variabel pada jarak tertentu yang
antara kurva variogram yang dihitung dari data sampel dengan kurva variogram
(2.2)
Dimana:
(2.3)
(2.4)
124
Mengingat jarak antar pasangan data (h) merupakan suatu vektor, maka
suatu variogram harus ditentukan untuk berbagai arah. Berikut ini adalah
a. Isotropi
Jika variogram pada berbagai arah sama, maka dapat diartikan bahwa
diplotkan kedalam suatu diagram cartesius maka harga range merupakan jarak
b. Anisotropi Geometri
Bentuk anisotropi geometri dicirikan dengan nilai sill dan nugget effect
yang sama, dengan nilai range yang berbeda. Bila harga-harga jarak pengaruh
bentuk ellips.
c. Anisotropi Zonal
125
perlapisan, dimana variasi kadar pada arah tegak lurus terhadap bidang
anisotropi meliputi anisotropi geometrik dan zonal. Untuk mencari model dari
data, tidak harus menggunakan satu macam model, tetapi dapat juga berupa
model komposit. Kita juga harus tahu bentuk kurva dasar dari model-model
Anisotropi Zonal
Anisotropi Geometri
2.3.2.5. Kriging
penaksiran yaitu kriging. Kriging menjadi alat yang penting dalam geostatistik,
ilmu yang merupakan gabungan antara geologi, statistika, teknik dan matematika
untuk menaksir nilai di suatu lokasi, berupa titik atau blok berdasarkan informasi
nilai-nilai dari lokasi lain di sekitar lokasi yang akan ditaksir. Tahapan dalam
menggunakan metode ini adalah: analisa statistik dari sampel data, pemodelan
variogram, membuat hasil interpolasi dan menganalisa nilai variance. Metode ini
sangat tepat digunakan bila kita mengetahui korelasi spasial jarak dan orientasi
dari data. Oleh sebab itu, metode ini sering digunakan dalam bidang ketanahan
dan geologi.
hasil interpolasi kita yaitu melalui variansi kriging. Sehingga Kriging dapat
disebut metoda interpolasi statistik atau probabilistik. Selain itu dalam kriging kita
dapat memperhitungkan pula efek anisotropi, sesuatu yang tidak dapat dilakukan
127
oleh operator interpolasi lainnya. Oleh karena itu, secara umum hasil interpolasi
kriging lebih unggul dan lebih realistik dibandingkan dengan yang lainnya.
[Deutsch dan Journel, 1992] menyebut kriging sebagai operator interpolasi yang
akurasi estimasi, yaitu: banyaknya sampel, posisi sampel, jarak antar sampel
dengan titik yang akan diestimasi, kontinuitas spasial dari variabel-variabel yang
terlibat dan lain-lain. Dengan kata lain metode ini digunakan untuk mengestimasi
besarnya nilai karakteristik dari estimator (𝑧) pada titik tidak tersampel
Bila ditinjau dari cara estimasi dan proses perhitungannya, kriging dapat
dibedakan atas beberapa macam, yakni : Point kriging, Block kriging, Co-kriging,
dan Universal kriging. Point kriging atau simple kriging atau sering disebut juga
dengan Ordinary kriging yaitu metode perhitungan nilai harapan (estimasi) suatu
statis dari suatu block. Co-kriging adalah suatu teknik khusus dalam interpolasi
dengan memakai dua variabel yang berbeda akan tetapi secara spasial saling
yang diwakili oleh tingkat kesalahan dalam pembuatan model geologi dan
estimasi sumberdaya. Tingkat kesalahan ini diukur dengan kriging variance atau
error variance yang berasal dari estimasi dengan menggunakan kriging. Error
Deihl and David (1982) menulis tentang relative error, Sinclair & Blackwell
(2005) juga mengungkapkan hal yang sama. Hubungan antara sumberdaya terukur
adalah nilai dari block variance yang didapat dari variasi pada setiap blok yang di
kriging, KV adalah kriging variance yang hasilnya didapat dari hasil kriging
dalam menentukan nilai kriging tersebut, maka tipe – tipe sumberdaya tersebut
dapat ditentukan. Apabila hasil dari Kriging Efisiensi > 0,5 maka sumberdaya
yang di hitung tergolong dalam kategori sumberdaya terukur, apabila hasil dari
129
Kriging Efisiensi yaitu 0,3 – 0,5 maka sumberdaya yang di teliti termasuk dalam
variogram continuity (Snowden, 1996), yang menyatakan bahwa jika diukur 1/3
dari sill, dapat dikategorikan sumberdaya terukur (Measured), jika diukur 2/3 dari
mengilustrasikan metode ini dalam tulisan seperti yang terlihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2.35. Ilustrasi klasifikasi sumberdaya berdasarkan nilai sill (Brett Larkin)
pendefinisi utama dalam pemilihan variabel kritis yang tepat. Kemenerusan untuk
130
menentukan pengaruh maksimum dari setiap data yang diestimasi. Dalam seluruh
keadaan, hasil geostatistik dan keputusan dari estimator harus sesuai rasional
menjadi sangat mudah dikerjakan jika wilayah yang serupa dipilih untuk semua
variabel, tetapi validitas geologi dan geostatistik dari data harus dipertimbangkan
oleh estimator. Jika kontrol jarak pada satu variabel sangat berbeda satu dengan
jaminan. Sehingga diperlukan ketersediaa titik data yang cukup dalam tiap
STUDI LITERATUR
Geologi regional Pendekatan Geologi dan
Tipe Cekungan
Sedimentary MODELEndapan
Geostatistik
Regional GEOSTATISTIK
Batubara, Lapangan
LAPANGAN
Sangatta, Kabupaten Kutai
SANGATTA
Timur, Provinsi Kalimantan
Timur
PENGAMATAN GEOLOGI ANALISIS DATA GEOLOGI : ANALISIS STATISTIK
BATUBARA PETA GEOLOGI DASAR
LAPANGAN SAGATTA LOG LITOLOGI ANALISIS GEOSTATISTIK
GEOPHYSICAL WELL ANALISIS VARIOGRAFI
GEOLOGI BATUBARA LOGGING ANALISIS KRIGING
PERMUKAAN ( SINGKAPAN, PARAMETER KLASIFIKASI DAN
SEDIMENTASI, STRUKTUR ) GEOSTATISTIK ESTIMASI SUMBERDAYA
DAN BAWAH PERMUKAAN (KETEBALAN DAN BATUBARA
(TITIK BOR, LOG LITOLOGI DAN KUALITAS BATUBARA) PENULISAN JURNAL
GEOFISIKA) NASIONAL/
KUALITAS BATUBARA INTERNASIONAL
50 % 40 % 10%
131
2.6. Hipotesis
karakteristik geostatistiknya.
132
BAB III
kegiatan penelitian ini, obyek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut.
Secara umum, kegiatan penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, meliputi
tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan dan analisis data, dan
Data geologi dan hasil penelitian yang terkait dengan tema penelitian
struktur geologi).
variabel, baik data yang berasal dari tahap pengumpulan data maupun
Penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak lepas dari ilmu tentang penelitian
yang sudah dicoba dan diatur menurut aturan serta urutan secara menyeluruh dan
teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan dan mencatat data, baik
data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis
menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan manusia dan hasil penelitian
akan datang.”
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.”
metode deskriptif kuantitatif yaitu suatu bentuk penelitian yang berdasarkan data
memberikan gambaran yang cukup jelas atas masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini penulis memperoleh data, dimana data tersebut nantinya akan diolah
dengan metode statistik dan geostatistik. Kajian geologi yang bersifat deskriptif
(meliputi : data litologi, data pemboran {koordninat, elevasi dan log bor}, dan
yang tepat.
Selanjutnya seluruh data dan informasi endapan batubara diolah dan dianalisis
mendapatkan daerah pengaruh dan dapat menganalisis spasi lubang bor. Analisis
Spasi Bor Lubang memungkinkan kita dapat memahami variasi dalam presisi
estimation endapan.
Dalam penelitian ini akan dibuat model endapan batubara Cekungan Kutai,
estimasi sumberdaya batubara, salah satu metode yang dapat digunakan adalah
digunakan dalam suatu riset atau penelitian dibidang geologi untuk melakukan
analisis data secara kauntitatif seperti untuk mengetahui apakah suatu variabel
sumber daya batubara didasarkan pada ketepatan estimasi. Spasi lubang bor saat
data pengeboran yang cukup untuk memahami kontinuitas dan variabilitas sifat
a. Sedimentasi
d. Ketebalan batubara.
3.4.2.1. Persiapan
3.4.2.2. Data
Data lapangan dari singkapan di permukaan (peta geologi dan peta struktur
geologi).
Data geologi
well longging, survey topografi data dan hasil uji kulaitas conto
batubara).
b. Ketersediaan Peralatan
Software (SGeMS)
Personal Computer
deskriptif. Hasil dari statistik pada penelitian ini direpresentasikan dalam bentuk
tabel frekuensi, histogram dan grafik probability. Data yang digunakan dalam
139
penelitian ini yaitu data ketebalan dan kualitas batubara pada setiap area. Pada
Analisis yang dilakukan terdiri dari jumlah dari nilai-nilai tersebut, histogram
data, rata-rata, variance sampel, simpangan baku, koefisien variasi dan skewness
statistika dasar selesai dilakukan, akan dilakukan analisis struktur data dengan
menampilkan distribusi geometris data menurut kelas yang tepat dan proporsi dari
digunakan untuk mengetahui struktur univariat dari distribusi data batubara. Dari
diagram, itu adalah terlihat bahwa data ketebalan yang terdistribusi normal dalam
satu populasii. Mean, median, standar deviasi, variance, skewness dan kurtosis
parameter batubara (ketebalan, kadar abu, sulfur konten, kadar air, nilai kalor dan
dengan membagi standar deviasi dengan mean. Bersama dengan nilai skewness,
seperti yang dibahas oleh Koch dan Link (1971), yang menyatakan bahwa data
dengan koefisien variasi lebih dari 0,5 menunjukkan populasi tidak normal,
sedangkan jika lebih kecil dari 0,5 menunjukkan populasi normal. Shaw (1961, di
Rock, 1989) menunjukkan bahwa nilai 0,2 untuk koefisien variasi umumnya
batubara batubara BE, NM, Sangatta dan A1, serta kualitas batubara berupa
kandungan abu , Calorific Value dan sulfur pada masing-masing lapisan batubara,
melakukan uji statistik dasar digunakan software untuk pembuatan histogram dan
1. Mean
2. Median
3. Mode
4. Standard deviation
5. Variance
6. Skewness
7. Kurtosis
141
8. Range
9. Minimum
10. Maximum
11. Summary
12. Count
Dalam mengawali proses analisis perlu dilakukan registering seluruh data yang
diperlukan. Hal ini dilakukan untuk dapat menggunakan data – data tersebut pada
1. Eksplorasi Data.
Pemahaman yang menyeluruh pada data yang ada sangat diperlukan untuk
2. Pembuatan Model.
tidak memiliki penilaian untuk kesalahan prediksi, tidak ada asumsi untuk
dan mengasumsikan data dari proses stokastik. Peta yang dihasilkan dapat
142
berupa peta prediksi (peta interpolasi), peta standar eror, peta quantile, peta
probability.
3. Melakukan Diagnostik.
prediksi yang baik dari perilaku reservoir untuk merespon keadaan (Tyson
4. Membandingkan Model.
untuk melihat mana yang lebih baik. Penggunaan cross validation statistic
data eksplorasi.
blok kriging.
Dapat diatasi dengan membatasi jarak lag sampai setengah jarak terjauh data.
Misalnya jika jarak terjauh antara dua posisi data adalah 1000 m, maka lag
maupun arah.
b. Ketidakstabilan.
Salah satu penyebab ketidastabilan adalah adanya selisih data yang sangat
memberikan selisih sangat besar. Kehadiran pasangan data ekstrim ini dapat
c. Outlier
Dalam distribusi normal outlier merupakan data yang yang jatuh ±3 dari mean.
3.4.2.5.1. Penzonaan
Area penelitian dibuat cluster atau zonasi, dimana dasarnya adalah hasil
analisis geologi. Berikut dibawah ini adalah contoh zonasi di daerah penelitian.
144
Selanjutnya adalah membuat peta penyebaran lubang bor untuk setiap zona.
Contohnya data hasil lubang bor seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
a) Prevar2D
Koordinat easting
Koordinat northing
Collar
Ketebalan
Kualitas
Software Vario2D berguna untuk mendapatkan nilai dari jarak antar contoh
(lag spacing) dan toleransi lag (lag tolerance) serta number of lag.
146
Software ini membantu untuk mengetahui besarnya nilai sill, range, dan
Kriging bisa ditulis (Fischer dan Getis, 2010, p338-341) menggunakan persamaan
sebagai berikut:
…………………………………………………(3.1)
dimana
…………………………………………………………….(3.2)
Keterangan:
……………….(3.3)
S w h w h w h
2
1 1p 2 2p 3 3p
……………………………………………………..(3.4)
Software yang digunakan dalam perhitungan Kriging yaitu SGeMS. Hasil dari
Penyebaran data lubang bor digunakan sebagai dasar dalam pembuatan grid.
Tahapan dalam pembuatan grid sebagai pembatas daerah yang akan diestimasi.
akan diestimasi pada General and Data lalu menamakan properti dan memilih
Ordinary Kriging, kemudian memasukkan nilai titik pencarian x=2, y=2, dan z=1
karena menggunakan 2dimensi. Dan juga mengisi range sesuai dengan hasil dari
variogram eksperimental.
150
hasil blok kriging dan kriging varians akan muncul seperti pada gambar :
Dari blok kriging didapat warna yang menyatakan nilai pada tiap blok.
Terdapat indeks warna pada sebelah kanan yang menyatakan bobot tiap warna
mengkalikan dimensi blok dengan bobot tiap blok dan berat jenis batubara.
Dalam penelitian ini digunakan cara estimasi dengan metode block yang
berasal dari software SGeMS dimana panjang dan lebar pada block yang
digunakan pada software SGeMS adalah 200 meter x 200 meter, dengan
menggunakan rumus:
RKSD dan kemenerusan variogram dijelaskan pada Bab IV. Menurut Sinclair dan
sebagai berikut:
……………………………………….(3.6)
sebagai berikut:
a) Terukur (measured) adalah saat suatu blok mempunyai nilai RKSD <0,5.
0,5≤RKSD≤0,3.
c) Tereka (inffered) adalah saat suatu blok mempunyai nilai RKSD >0,3.
……………(3.7)
penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis. Pengertian
lain dari desain penelitian menurut Moh. Nazir (2003:72), adalah “Desain
penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian.
sebagai berikut:
1. Sumber masalah
2. Rumusan masalah
4. Pengajuan hipotesis
5. Metode penelitian
7. Kesimpulan”.
1. Sumber Masalah
sumberdaya batubara.
2. Rumusan Masalah
penelitian yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab
masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik
jika masalahnya tidak dirumuskan secara jelas. Masalah dalam penelitian ini
meliputi:
3. Pengajuan Hipotesis
4. Uji Hipotesis
yang sesuai. Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah
Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun
penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas
6. Kesimpulan
Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa
1. Data Primer
“Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini tim eksplorasi PT. Kaltim
Prima Coal.
2. Data Sekunder
35
“Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca,
mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur,
adalah metode deskriptif analisis karena penelitian ini berkaitan dengan data
geologi yang bersifat deskriptif. Objek penelitian dalam studi kasus ini
bara. Adapun data sekunder sebagai penunjang kajian diperoleh melalui studi
berbagai instansi yang mengelola atau punya otoritas di bidang batubara, yaitu
Energi dan Sumberdaya Mineral (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara serta
data primer (data yang diambil langsung dari perusahaan). Data primer ini
secara langsung.
d. Dokumen
serta literatur lainnya yang dijadikan sebagai landasan teoritis dalam rangka
metode deskriptif dengan analisis kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dan
37
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih
menghasilkan hasil yang dapat dipercaya. Data yang dihimpun dari hasil
penelitian akan penulis bandingkan antara data yang dilapangan dengan data
Lokasi penelitian berada pada lokasi tambang batubara PT. Kaltim Prima Coal
Bara.
daerah, sebagian berada disebelah Utara Taman Nasional Kutai yang meliputi
Kecamatan Bontang dan Sangkuriang, sedang yang lain berada disebelah Selatan
Taman Nasional Kutai dekat Samarinda meliputi Kecamatan Loa Kulu, Loa
Janan, Tenggarong, Sebulu, Muara Badak dan Muara Kaman, serta berlanjut ke
Bontang.
salah satu bagian dari wilayah konsesi pertambangan batubara milik PT Kaltim
38
Prima Coal (KPC), Sangatta. Secara administratif daerah tersebut termasuk daerah
(Gambar 1.1). Secara geografis daerah tersebut berada pada koordinat 00 33' 22.8''
- 00 34' 05.1'' Lintang Utara dan 1170 30' 54.8'' – 1170 31' 33.6'' Bujur Timur.
menggunakan jalur darat menuju Sangatta dengan waktu 6-7 jam atau dapat juga
Bara dengan waktu tempuh 1 jam, dari Tanjung Bara ke area konsesi PT. KPC
ditempuh dengan jalur darat menggunakan mobil kurang lebih 20 menit. Untuk ke
lokasi penelitian ditempuh dengan kendaraan khusus (mobil lapangan) milik PT.
KPC.
KAJIAN PUSTAKA
PENGAMBILAN DATA
PEMBAHASAN
SNI 5015/ 2011 (BARU)
KESIMPULAN
40
BAB IV
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian serta pembahasan dari
hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel
yang merupakan rangkuman dari hasil penelitian. Grafik dan tabel tersebut
Pendekatan terpadu yang terdiri dari geologi dan geostatistik (kualitatif dan
analisis peta geologi, lithologi, log geofisika, fitur singkapan dan petrologi
batubara. Analisis kuantitatif, yang terdiri dari statistik dasar dan spasial,
digunakan data ketebalan dan kualitas dari analisis kualitas batubara. Pembahasan
yang tercakup dalam bab ini adalah: (1) Hasil penelitian geologi; (2) Hasil
penelitian statistik dan geostatistik; dan (3) Pembahasan. Urutan pembahasan ini
disusun dengan tujuan agar pembaca dapat melihat dengan runtut dan lebih
Penelitian geologi mencakup area lapangan sangatta dan area pit J. Penelitian
pengetahuan geologi. Berikut dibawah ini akan dibahas satu persatu hasil
Hasil penelitian dan analisis geologi endapan batubara di pit J meliputi aspek
Balikpapan berumur Miosen Tengah - Miosen Akhir (15 juta – 5 juta tahun yang
penambangan batubara di Pit J terbagi menjadi dua, yaitu blok batubara utara dan
blok batubara selatan. Berdasarkan data yang berasal dari data singkapan batubara
dan data pemboran yang tersebar di daerah penelitian Pit J, diketahui di daerah
penelitian terdapat 93 (sembilan puluh tiga) lapisan batubara, dimulai dari tua ke
muda yaitu seam S1 sampai seam K1. Berikut tabel lapisan batubara stratigrafi di
Pit J.
42
Tabel 4.1. Jenis dan urutan seam di PIT J ( sumber PT. KPC)
penelitian terdapat 6 ( enam) seam batubara utama, yaitu Seam JR, Seam BE,
Seam E2, Seam ML, Seam L1 dan Seam NM. Penentuan seam batubara utama
adalah dilihat dari kemenerusan lapisan yang baik, ketebalan yang baik dan
tidak ditemukan dalam keadaan menerus secara lateral, melainkan berbentuk lensa
sisipan tipis dalam lapisan batulempung. Batubara ditemukan sebagai sisipan pada
satuan batulempung, dengan ciri umum batubara berwarna hitam, gores hitam,
kilap bright - dull, terdapat cleat yang terisi lempung dan mineral pirit. Berikut
lima) seam batubara, yang berurutan mulai dari eam JR, BE, E2, ML dan L1, dan
batubara dan kualitas batubara itu sendiri. Endapan batubara di daerah penelitian
telah mengalami deformasi tektonik berupa perlipatan dan pensesaran. Akibat dari
hingga terjal, bahkan bagian yang terlipat sangat kuat memiliki kemiringan
pada bagian barat Pit J ( titik bor R6339, seam L2) dengan tebal 20 cm.
Gambar 4.3. Kenampakan struktur parting dari analisa korelasi seam batubara L2
(log geophysical) di Pit J (sumber PT.KPC)
Gejala parting pada batubara di daerah penelitian dapat terjadi karena pada
saat pengendapan batubara yang kemudian terjadi limpahan banjir pada sungai
atau terjadi pasang naik air laut yang mengakibatkan material-material sedimen
organik tergantikan untuk sesaat oleh akumulasi material klastik pada daerah
tersebut, namun ketika suplai material detritus berhenti, maka vegetasi kembali
tumbuh dan pembentukan gambut terjadi kembali yang akhirnya terbentuk gejala
48
parting (terdapatnya lapisan tipis bahan sedimen klastik halus diantara lapisan
batubara).
Akresi lateral terbentuk pada kelokan dalam channel sungai meander. Akresi
Dari data pemboran inti batubara diketahui lapisan batubara juga mengalami
splitting, contohnya seam BE yang terlihat dari lubang bor R20461 di Pit J utara
Gambar 4.6. Perbedaan karakteristik fisik seam batubara di PIT J bagian utara dan
selatan (sumber PT.KPC)
Gambar 4.7. Perbedaan karakteristik fisik berupa penebalan seam batubara di PIT
J bagian utara dan selatan (sumber PT.KPC)
Di daerah penelitian juga terdapat lapisan batubara yang menebal dan menipis
seperti yang terlihat pada seam JR di lubang bor R201461 dan R20421 ( gambar
4.7), proses penebalan dan penipisan lapisan batubara ini dipengaruhi oleh dua
proses, yaitu proses yang bekerja selama pengendapan dan proses setelah
cekungan, jika penurunan cekungan cepat maka batubara yang dihasilkan tebal,
50
adalah proses erosional oleh channel yang menyebabkan penipisan pada lapisan
batubaranya. Selain itu, bisa pula diakibatkan oleh perbedaan laju pertumbuhan
akumulasi gambut, jika laju pertumbuhan akumulasi gambut lebih cepat maka
batubara yang dihasilkan lebih tebal demikian pula sebaliknya. Perbedaan laju
Gambar 4.8. Kenampakan struktur washout dari analisa korelasi seam batubara di
Pit J (sumber PT.KPC)
Pada daerah penelitian terdapat wash out yang terbentuk pada saat lapisan
batubara tererosi oleh gelombang atau arus dan kemudian terisi oleh sedimen.
Washout yang ditemukan berupa channel yang terisi pasir pada lapisan batubara.
Kenampakan ini terlihat pada hasil analisa section korelasi seam batubara yang
berikut:
4.1.1.1.3.1. Seam JR
101314; N 195540), ketebalan seam batubara ini adalah 2,45 – 2,56 meter
(Gambar 4.9). Ciri umum batubara pada seam ini adalah hitam, agak kusam,
kekerasan hard, banyak cleat yang terisi lempung dan pirit. Lapisan roof dan floor
4.1.1.1.3.2. Seam BE
0,8 – 1,9 meter. (Gambar 4.10), Ciri umum batubara pada seam ini adalah warna
hitam, mengkilap, terdapat cleat yang terisi lempung dan kekar-kekar, gores
hitam, lapisan batubara terdapat parting berupa lempung. Lapisan alasnya (floor)
4.1.1.1.3.3. Seam E2
Ciri litologi batubara Seam E2, hitam, agak kusam, banyak cleat, gores hitam.
Lapisan roof batubara seam ini berupa batulempung dengan sisipan batupasir,
4.1.1.1.3.4. Seam ML
batubara ini adalah 1,96 - 2,0 meter (Gambar 4.12). Ciri umum batubara pada
seam ini adalah, hitam, mengkilap, kekerasan hard, gores hitam, ada cleat.
4.1.1.1.3.5. Seam L1
0,59 – 0,94 meter (Gambar 4.13). Ciri umum batubara pada seam ini adalah,
55
(dmmf).
Tabel 4.2 Kualitas batubara rata-rata di PIT J bagian utara ( PT. KPC)
Tabel 4.3 Kualitas batubara rata-rata di PIT J bagian selatan ( PT. KPC)
Kandungan abu (ash) dalam batubara di daerah penelitian dapat berasal dari
material-material detrital yang dibawa sungai dan masuk ke dalam rawa atau
berasal dari tumbuhan itu sendiri yang dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan
batubara. Untuk kadar sulfur batubara di daerah penelitian dapat berasal dari air
laut yang masuk pada saat terjadi marine transgression, atau dapat berasal dari
diendapkan yang disebut sulfur syngenetik atau sulfur yang terbentuk setelah
didukung data dari profil singkapan (struktur sedimen), pemboran, dan log
geofisika.
57
butir. Suatu suksesi ukuran besar butir tersebut menunjukkan perubahan energi
hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Oleh karena itu untuk
ukuran butir (grain size), kandungan fosil, kandungan mineral, runtunan tegak dan
Horne, 1978.
berupa delta plian. Menurut Horne, 1987, dan Catuneau, 2006 dapat diperkirakan
Sedimen
ini hanyalah sebuah interpretasi, sehingga perlu didukung data-data yang lain
untuk mendukung metode analisis ini. Salah satu data pendukung untuk
indikator pada braided channel (eg. Bluck, 1979; Ori, 1979, 1982; Allen, 1983;
60
Miall, 1992). Sebaran lapisan batubara menerus secara lateral, tetapi di beberapa
lokasi kemenerusan secara lateral terpotong channel. Hal lain ditunjukan dengan
batubara yang tebalnya dapat mencapai lebih dari 3 meter di daerah penelitian
Gambar 4.17. Struktur sedimen akresi lateral di Pit J yang merupakakan penciri
endapan fluvial
Berdasarkan profil litologi dari salah satu sumur pemboran (R20471), yang
diatas, yang terdiri atas perselingan batupasir dan batulanau / batulempung yang
merupakan ciri endapan sedimen lingkungan fluvial sampai upper delta plain.
61
Gambar 4.18. Kesebandingan model lingkungan lower delta plain (Horne, 1987)
dengan profil litologi sumur bor R20471.
batubara yang berbeda pada daerah yang sama kemungkinan dipengaruhi oleh
kondisi geologi daerah tersebut. Perubahan lingkungan dari lower delta plain,
upper delta plain dan fluvial bisa disebabkan akibat episode pasang-surut air laut
daerah tersebut.
yang dari tua ke muda adalah paisn batubara prima (PR), Bintang (BN), Bintng 1
(B1), Bintang 2 (B2), Sangatta (SN), Midle (MD), Midle 1 (M1), Pinang (PN),
Pinang 1 (P1), Pinang 2 (P2), Pinang 3 (P3), Pinang 4 (P4), Pinang 5(P5), Pinang
62
6 (P6), Pinang 7 (P7), Mandili (MN), Mandili 1(MA), Keddapat (KD), Kedapat 1
( K1). Masing-masing lapisan batubara sudah ditambang dengan metode open pit.
Pit-pit yng menambang lapisan batubara diatas terbagi menjadi 7 pit, seperti yang
lapisan batubara diendapkan di rawa gambut yang kondisi morfologi dan air
bervariasi pada skala lokal. Lapisan batubara yang tebal lebih seragam dari yang
tipis, di mana ketebalan menjadi lebih bervariasi. Atas dasar dari sedimentologi
dan geologi batubara, gambut sangatta dapat dikategorikan ke dalam 4 zona zona
yaitu barat, tengah, timur dan utara (Gambar 4.21). Karakteristik lapisan Sangatta
Gambar 4.20. Model blok diagram yang menunjukan hubungan peat swamp
sangatta dengan lingkungan klastik
Gambar 4.21 Distribusi lapisan batubara Sangatta dan empat zona spasial di
lapangan batubara sangatta. Lokasi dari channel sandstone (1) dan zona major
washout (2) ditunjukkan pada peta. ( Nas, 1994)
64
Dalam zona ini lapisan batubara Sangatta umumnya didasari oleh bioturbasi
silty mudstone yang massive (seat earth dengan jejak akar). Di beberapa tempat,
mudstone cukup tipis dan lapisan batubara langsung berada diatas channel tubuh
batupasir. Lapisan batubara sangatta adalah lapisan batubara yang paling tebal di
zona barat. Jauh dari pusat zona ini, di mana lapisan batubara yang tebal, splitting
penggambaran dari tipe endapan aluvial atau sediment yang terendapkan pada
kandungan abu tinggi dan adanya parting shale di bagian bawah lapisan batubara
menandakan bahwa rawa sering dipengaruhi oleh banjir air berlumpur dari
channel di utara dan barat dari rawa gambut. Pada bagian tengah lapisan batubara,
kadar abu menurun secara drastis dan partings tidak hadir. Namun sepanjang
margin barat dari zona barat, kandungan abu tinggi dan banyak partings. Kadar
sulfur secara konsisten rendah dari bawah ke tengah lapisan. sulfur tinggi hanya
dicatat di bagian paling atas dari lapisan sebagai efek dari leaching kandungan
kandungan nitrogen yang rendah, rasio SiO / Al2O3 rendah, dan kandungan Ca-
telinite dan vitrinit berasal dari kayu angiosperma dan detrovitrinite rendah dan
b. Keteraturan yang relatif tinggi dari data ketebalan (ditandai dengan tinggi
koefisien korelasi (R) dan signifikansi (F) dari analisis tren permukaan
directional).
variasi rendah yang diperoleh dari moving windows statistik dan rasio
f. variabilitas rendah dari data kadar abu dan belerang (yang diperoleh dari
moving windows).
oleh pataha tumbuh di bagian selatan dari lapangan batubara, yaitu perbatasan
antara zona barat dan tengah. Zona pusat menempati bagian dari pucak zona
sinklin Lembak. Elevasi dari zona puncak lebih rendah dari yang diperkirakan, hal
merupakan sedimen klastik yang tebal. Sedimentologi dari interval ini ditandai
oleh sedimen overbank. Tubuh pasir dalam interval ini diinterpretasikan sebagai
crevasse splay atau crevasse channel dan endapan distributary channel. Erosi
ini, lapisan batubara sangatta, dicirikan terutama oleh lapisan berbutir halus
meskipun dalam beberapa lubang bor, juga dicatat sedimen kasar, tetapi relatif
tipis dan diinterpretasikan sebagai endapan crevasse (splay atau channel). Lapisan
batubara ini relatif tipis dan terjadi zona washout pada bagian atas lapisan
batubara dan juga terdapat patahan-patahan kecil. Parting batulempung hanya ada
arah barat daya. Kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan kadar
sulfur dibagian atas lapisan batubara. Kadar abu berkurang ke arah selatan.
Kandungan nitrogen dan CaMg , serta rasio SiO / Al2O3 tertinggi di zona ini.
Secara petrografi, batubara ini ditandai dengan konten detrovitrinite tertinggi dan
Dari sudut pandang statistik, di zona pusat, lapisan batubara sangatta ditandai
oleh:
berdasarkan hasil statistik moving windows dan tinggi rasio nugget / sill
dari variogram)
Di zona ini, lapisan batubara Sangatta dicirikan oleh endapan levee yang tebal
dengan tubuh channel batu pasir terdapat di bawah endapan levee tersebut.
sedimen overbank dan skala kecil channel tubuh batu pasir. Washouts (Beberapa
diisi dengan pasir dan beberapa diisi dengan silts) adalah sering dijumpai di atas
lapisan. Patahan (beberapa patahan tumbuh) juga umum. Parting batu lempung
yang bervariasi dalam ketebalan juga terliht. Pada bagian timur, ketebalan
lapisan batubara berkurang dan lapisan batubara terbagi menjadi beberapa lapisan
Lapisan batubara ini ditandai dengan kadar abu tertinggi, kandungan sulfur
rendah, konten nitrogen moderat, rasio Si02 / Al203 tinggi dan rendah kandungan
Mg. Kandungan sulfur secara konsisten rendah dari atap ke lantai lapisan
diperoleh dari statistik moving window dan rasio nugget / sill rendah).
f. variabilitas yang tinggi dari kedua hasil abu dan sulfur (diperoleh dari
Di zona ini, lapisan batubara sangatta didasari oleh endapan overbank yang
umumnya terkait dengan endapan channel ( fluvial ), di mana proporsi batu pasir
adalah relatif tinggi. Interval klastik antara lapisan sangatta dan lapisan batubara
tengah terdiri endapan channel dan overbank. Zona leacing ditemukan di bagian
atas lapisan batubara dan intensitas parting meningkat menuju utara dan selatan.
Beberapa patahan (mungkin berupa patahan tumbuh) juga terjadi. Dari pusat zona
utara, kadar abu meningkat baik ke utara dan selatan, namun kadar sulfur rendah
Secara petrografi, batubara memiliki telovitrinite dan telinite tinggi berasal dari
d. Isotropi
Lapisan batubara sangatta adalah salah satu dari lapisan yang paling banyak
utama dari splitting lapisan batubara sangatta di mana lapisan batubara sangatta di
daerah barat spilt ke arah timur menjadi 2 lapisan yaitu lapisan batubara sangatta
batubara sangatta memanjang di atas bagian selatan dan utara lapangan batubara
Sangatta dan beberapa menerus sampai bagian timur dari lapangan batubara
Melawan. Kenampakan ini terlihat sepanjang bagian timr dan selatan sayap
Bentukan huruf J dikendalikan oleh sinklin lembak dan perubahan facies. Pada
bagian barat laut, lapisan batubara tidak berkembang dengan baik karena
dari batu pasir m sekitar 30 persen. Beberapa lapisan batubara, seperti lapisan
batubara Prima, Bintang dan B2 adalah lapisan batubara yang tebal, terkait
Melawan (bagian barat dari lapangan batubara sangatta), proporsi batupasir agak
lebih besar (60%) dengan ketebalan lapisan batubara lebih tipis (Kaltim Prima
Di atas lapisan batubara sangatta terdapat interval batuan sedimen klastik yang
didominasi oleh sedimen berbutir halus. Interval ini ditandai dengan terjadinya
lapisan batubara tebal seperti tengah lapisan batubara sangatta, lapisan batubara
M1, Pinang, PI, P2, P3, P4, P5, P6, Mandilli dan lapisan batubara Kerdapat
(Gambar 4.22).
Gambar 4.22. Korelasi litologi dan lapisan batubara dari lubang bor ( Nas,1994)
menjadi 2 (dua), yaitu lapisan batubara sangatta tengah (midle) atau disebut
(upper split) dan lapisan sangatta bawah (lower split). Pada gambar B,
diatas lapisan batubara sangatta terlihat dibagian barat dan tengah penampang.
71
Channel tubuh batupasir yang lebih kecil terlihat pada bagian tengah lapisan
Gambar 4.23. Korelasi litologi dan lapisan batubara dari lubang bor menunjukkan
perubahan lateral facies dalam interval klastik.
72
sangatta-B2 menipis ke timur laut. Lapisan batubara sangatta adalah yang paling
tebal di tengah dan splitting ke arah timur laut. Penampang dibuat tegak lurus
pasir berada diantara lapisan batubara sangatta dan M1. Facies berubah dari
overbank splay sampai floodplain fine deposits yang terlihat di atas lapisan
menunjukkan tubuh channel sand menebal di atas lapisan batubara Pinang di laut
roof dan floor lapisan batubara, variasi ketebalan lapisan batubara, struktur dan
dirt band dan profil kualitas lapisan batubara. Penelitian ini difasilitasi oleh
berbagai log geofisika, log litologi, sampel kualitas data dan pengamatan
Tabel 4.4. Karakteristik lapisan batubara sangatta pada keempat zona ( Nas,
1994)
Penampang
Geokimia rendah kadar abu dan moderate kadar Tinggi kadar abu sulfur rendah
sulfur, Mg, rasio abu dan sulfur dan rendah sulfur,
Si02/Al2O3, nitogen rendah , Tinggi moderate
Mg, rasio kandungan
Si02/Al2O3, nitogen , dan
kandungan rendah Mg, rasio
nitogen Si02/Al2O3
Gambar 4.24 Penampang karakteristik lapisan batubara sangatta pada ketiga zona
( Nas, 1994)
Geometri lapisan, dalam banyak kasus, tercermin dari sifat kimia batubara
(Ferm dan Staub, 1984; Esterle dan Ferm, 1986; Cohen et al, 1987). Bagian ini
hubungan properti ini untuk geometri lapisan batubara sangatta. Penelitian ini
didasarkan pada analisis data banyak dari 1531 sampel ply batubara.
Sampel yang diambil dari sampel ply batubara dan dianalisis untuk kandungan
sulfur. Pola sulfur rendah sesuai dengan data adalah pada bagian utara dan timur
selatan lapangan batubara sangatta. Nilai-nilai yang rendah konsisten dari bawah
76
ke atas lapisan dengan kandungan sulfur dalam sampel komposit di ini daerah
juga rendah, biasanya kurang dari 1%. Ini adalah khas untuk batubara yang
berasal dari gambut air tawar dengan kondisi yang sangat asam dan tanpa
pengaruh air payau (Casagrande et al, 1977; Price dan Casagrande, 1991). Kearah
selatan pola secara bertahap berubah, kandungan sulfur menjadi cukup tinggi.
Dalam pola ini hanya sampel paling atas dari lapisan Sangatta memiliki
kandungan sulfur yang tinggi. Ini mungkin hasil dari pengaruh air payau
epigenetic pada akhir akumulasi gambut, seperti tercantum dalam contoh lain oleh
Diessel (1992). Air payau dipengaruhi hanya bagian atas lapisan batubara.
tinggi, baik di bagian atas dan bawah lapisan batubara. Meskipun pengaruh tinggi
kandungan sulfur juga telah meluas ke tengah lapisan batubara, pada bagian ini
masih dalam batas kategori sulfur rendah karena nilai-nilai biasanya kurang dari
menunjukkan bahwa gambut, pada tahap awal pembangunan, itu dipengaruhi oleh
permukaan gambut mungkin sedikit ditinggikan, sehingga efek kurang dari air
payau di bagian tengah lapisan batubara. Tapi, selama akumulasi dari atas bagian
dari lapisan batubara, daerah itu lagi mungkin dipengaruhi oleh air payau. Jadi,
laut mungkin terjadi di bagian rawa gambut sangatta. Dapat juga, struktur seperti
sulfur di bagian bawah lapisan batubara. Sebuah zona sempit dengan sulfur tinggi
77
(data dari sampel komposit), terletak di dekat Patahan Villa dibagian selatan dari
tengah menyatu dengan bagian atas lapisan sangatta, sulfur tinggi hanya diamati
di bagian lapisan batubara Tengah. Karena pengaruh dari kandungan sulfur yang
klastik dalam lapisan batubara. Lima pola abu yang ada di lapangan batubara
sangatta adalah :
a. Batubara bersih (clean coal). Ini adalah ciri khas untuk lapisan batubara
sangatta di bagian barat, tengah dan utara dari lapangan batubara tersebut.
b. Kadar abu yang dipengaruhi elevasi. Hal ini yang khas untuk lapisan
banjir tidak stabil pada tahap awal akumulasi gambut. Gangguan mungkin
c. Peningkatan kadar abu, tapi hanya di bagian atas lapisan batubara di area
selatan dan tengah lapangan batuabara. Bentuk ini dipengaruhi oleh bentuk
d. Kadar abu tinggi pada lapisan bawah dan atas batubara. Akumulasi gambut
endapan danau.
78
klastik aktif yang berpusat di channel fluvial. Ini adalah ciri khas untuk
lapisan batubara sangatta di bagian timur dan jauh di bagian utara lapangan
batubara sangatta.
dalam beberapa kasus, terutama di bagian atas lapisan batubara, yang nilai kalor
peningkatan yang signifikan dalam konten liptinite ke arah atas lapisan batubara,
lapisan batubara mungkin telah menyebabkan hubungan ini. Hal ini diketahui
bahwa air payau, dalam banyak kasus, akan meningkatkan kandungan hidrogen
dari batubara (Diessel, 1992; Davis, 1992). Dalam beberapa bagian terlihat
kenaikan nilai kalor dan penurunan volatile matter ke arah atas lapisan batubara.
Ini mungkin telah dihasilkan dari interaksi yang kompleks sifat batubara,
termasuk komposisi maseral dan tingkat pembatubaraan Ini adalah khas untuk
ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil,
distribusi batuannya. Disamping itu analisis berdasarkan log geofisika jug sangat
Gambar 4.25. Litologi dan log geofisika dari lubang bor C3486 yang
menunjukkan channel pasir tebal antara laisan batubara sangatta dan B2 (Nas,
1994)
80
Gambar 4.26. Sebuah sekuen channel batupasir di bagian bawah ( dengan struktur
alresi lateral di bagian atas), endpan rawa ( dengan lapisan batubara) dibagian
atas. Photo diambil di selatan area, lebih kurang 50 m barat TD-3, lapangan
batubara sangatta.
secara sistematis variasi spasial setiap parameternya. Hal ini juga akan menjadi
lapangan. Ada tahapan dasar ketika membuat model geologi untuk menjelaskan
distribusi spasial dan variasi parameter ketebalan serta kualitas batubara. Sebagian
besar analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan data PT. Kaltim Prima
Coal dan PT. Bukit Asam. Data beupa data lubang bor termasuk koordinat,
Dalam bab ini akan mendeskripsikan proses analisa statistik data parameter
batubara seperti ketebalan, kadar abu, kadar sulfur dan calorific value. Deskripsi
81
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pengambilan data, preparasi data dan analisis
lapangan Sanggatta, PIT J dan Tanjung Enim. Untuk lapangan Sanggatta, lapisan
batubara yang diamati adalah lapisan batubara sangatta, sedangkan untuk PIT J
hanya dibatasi untuk 2 lapisan batubara batubara, yaitu Lapisan batubara BE dan
Lapisan batubara NM. Disamping kedua lokasi tersebut diatas, penulis juga
Selatan, tepatnya di lokasi tambang PT. Batubara Bukit Asam, yaitu lapisan
Cekungan Kutai.
perhitungan geostatistik hanya titik bor yang memiliki data lengkap, baik
4. Top Batubara
5. Bottom Batubara
6. Tebal Batubara
7. Kualitas Batubara
statistik dan geostatistik. Data bor yang diambil berjumlah 1.019 lubang, dengan
spasi lubang bor rata-rata 100 meter, yang terbagi menjadi full coring, touch
coring dan open hole. Kombinasi data bor (lubang bor) mengandung data
ketebalan, kualitas, koordinat (x,y), collar dan kedalaman top dan bottom batubara
untuk setiap lubang bor. Elevasi lapisan batubara batubara dihitung dari collar dan
kedalaman. Data lubang bor 236 lubang bor membuktikan ketebalan batubara
lapisan batubara NM dan data lubang bor 522 lubang bor membuktikan ketebalan
Area PIT J telah dilakukan pemetaan topografi detil dengan skala 1 : 10.000.
Lokasi titik bor menyebar di seluruh area PIT J. Dalam penelitian ini pengamatan
dan analisis dilakukan dengan membagi area PIT J menjadi 2 ( dua) bagian, yaitu
bagian utara dan bagian selatan, yang mana keduanya dibatasai oleh suatu patahan
Statistika deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari alat, teknik,
penentuan nilai dan fungsi statistik, serta pembuatan grafik, diagram dan gambar.
informasi yang berguna dan juga menatanya ke dalam bentuk yang siap untuk
dianalisis. Dalam fase ini dibahas mengenai ukuran-ukuran statistik seperti ukuran
pusat, ukuran sebaran, dan ukuran lokasi dari persebaran / distribusi data.
gambaran (deskripsi) mengenai suatu data agar data yang tersaji menjadi mudah
minimum, maximum, skewness, kurtosis dan koefisien variasi dari data yang ada.
ketebalan lapisan batubara, dan parameter kualitas batubara meliputi kadar abu,
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang tidak normal
pada ketebalan lapisan seam BE Utara, dan pada probability plot menggambarkan
penyebaran data masih 1 populasi dan sedikit tidak normal yaitu terletak pada
beberapa data yang kemenerusannya jauh. Maka berdasarkan dari hasil histogram
Ketebalan
Mean 1,06
Median 0,86
Mode 0,60
Kurtosis 7,06
Skewness 2,42
Range 5,05
Maksimum 5,16
Minimum 0,11
Sum 121,21
Cont 114
CoV 0,78
86
Berdasarkan hasil statistik deskriptif data ketebalan sebanyak 114 data dengan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 151,2 , sill 0.658, dan
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Gambar 4.30. Hasil perhitungan kriging ketebalan pada lapisan Seam BE utara
(a) Block Kriging (b) Kriging Variance
88
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
89
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.31 Penentuan klasifikasi sumberdaya batubara dan jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada seam BE Utara
adalah 131 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 50 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 80 meter, jarak 3/3 sill didapatkan nilai 151 meter
probability. Hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang tidak normal
Maka berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai
Ketebalan
Mean 0.47
Median 0.40
Mode 0.38
Kurtosis 1.73
Skewness 1.52
Range 0.70
Minimum 0.30
Maximum 1.00
Sum 19.20
Count 41.00
CoV 0.36
nilai rata-rata ketebalan 0.47 meter, standar deviasi 0,17. Penyebaran datanya
memilikini nilai skewness positif dan data ini memiliki tingkat variasi yang
rendah.
92
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 249,9 , sill 0.0276,
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Gambar 4.35 Hasil perhitungan kriging ketebalan pada lapisan seam NM utara
(b) Block Kriging (b) Kriging Variance
94
dan terukur (measured) yang menandakan jarak antar lubang bor pada Seam NM
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada seam NM Utara
adalah 123 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 60 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 120 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 250 meter
96
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang normal pada
berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai statstik
Ketebalan
Mean 2.79
Median 2.90
Mode 3.20
Kurtosis 6.12
Skewness 0.42
Range 7.77
Minimum 0.37
Maximum 8.14
Sum 1455.10
Count 522.00
CoV 0.28
Berdasarkan hasil statistik deskriptif data ketebalan sebanyak 522 data dengan
nilai rata-rata ketebalan 2.79 meter dan standar deviasi 0,77. Penyebaran datanya
memilikini nilai skewness positif dan data ini memiliki tingkat variasi yang rendah
98
Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 209 , sill 0.16, dan
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Gambar 4.40 Hasil perhitungan kriging ketebalan pada lapisan seam BE selatan
sumberdaya Measured dengan sedikit sumberdaya indicated dan inferred . Hal ini
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.41. Penentuan klasifikasi sumberdaya dan jarak lubang bor berdasarkan
analisis variogram
Selatan adalah 126 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 60 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 122 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 210 meter
102
penyebaran data masih dalam 1 populasi , memiliki cukup variasi dan penyebaran
data normal. Maka berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat
Tebal
Mean 5.17
Standard Error 0.13
Median 5.12
Mode 3.36
Standard Deviation 2.01
Sample Variance 4.02
Kurtosis 0.71
Skewness 0.15
Range 12.81
Minimum 0.24
Maximum 13.05
Sum 1220.01
Count 236.00
CoV 0.39
Berdasarkan hasil statistik deskriptif data ketebalan sebanyak 236 data dengan
nilai rata-rata ketebalan 5.17 meter. Penyebaran datanya memilikini nilai skewness
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 475,6 , sill 3.198,
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Gambar 4.45. Hasil perhitungan kriging ketebalan pada lapisan seam NM selatan
inferred. Hal ini mengidikasikan bahwa jarak antar lubang bor di lapangan sudah
sesuai.
107
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.46. Klasifikasi sumberdaya batubara dan penentuan jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada seam NM Selatan
adalah 133 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 100 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 250 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 475 meter.
108
Gambar 4.47 Histogram dan probability plot kadar abu seam BE selatan
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang tidak normal
pada kadar abu lapisan seam BE Selatan, dan pada probability plot
dan penyebaran data normal. Maka berdasarkan dari hasil histogram dan
Kadar Abu
Mean 4,71
Median 3,94
Mode 3,90
Kurtosis 8,26
Skewness 2,54
Range 16,05
Maksimum 17,70
Minimum 1,65
Sum 244,82
Cont 52,00
CoV 0,63
nilai rata-rata kadar abu 4.7%. Penyebaran datanya memiliki nilai skewness positif
BE Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 217,8 , sill 3.13, dan
(a)
(b)
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.51. Klasifikasi sumberdaya batubara dan penentuan jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada kualitas seam BE
Selatan adalah 226 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 50 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 110 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 217 meter.
113
Gambar 4.52. Histogram dan probability plot kadar sulfur seam BE selatan
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang normal pada
penyebaran data masih dalam 1 populasi dan penyebaran data normal. Maka
berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai statstik
Kadar Sulfur
Mean 1,18
Median 1,19
Mode 1,13
Kurtosis -0,51
Skewness 0,14
Range 1,85
Maksimum 2,09
Minimum 0,24
Sum 61,56
Cont 52,00
CoV 0,37
nilai rata-rata kadar sulfur 1.18%. Penyebaran datanya memiliki nilai skewness
BE Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 220 , sill 0.24, dan
(a)
(b)
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.56. Klasifikasi sumberdaya batubara dan penentuan jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada kualitas seam BE
Selatan adalah 226 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 50 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 100 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 220 meter
118
Gambar 4.57. Histogram dan probability plot nilai kalori seam BE selatan
normal pada nilai kalori lapisan seam BE Selatan, dan pada probability plot
normal. Maka berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai
Nilai Kalori
Mean 6975.19
Median 7043.44
Mode 7117.00
Kurtosis 3.35
Skewness -1.34
Range 721.55
Minimum 5921.00
Maksimum 7542.55
Sum 362709.98
Cont 52
CoV 0,04
nilai rata-rata kalori 6975 kcal/kg Penyebaran datanya memiliki nilai skewness
BE Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 576, sill 90210,
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.61. Klasifikasi sumberdaya batubara dan penentuan jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada kualitas seam BE
Selatan adalah 226 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 110 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 300 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 576 meter
123
Gambar 4.62. Histogram dan probability plot kadar abu seam NM selatan
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang tidak normal
pada kadar abu seam NM Selatan, dan pada probability plot menggambarkan
penyebaran data masih dalam 1 populasi dan penyebaran data tidak normal.
Maka berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai statstik
Kadar Abu
Mean 4,86
Median 4,13
Mode 1,40
Kurtosis 2,48
Skewness 1,47
Range 14,38
Maksimum 15,60
Minimum 1,22
Sum 179,73
Cont 37.00
CoV 0,66
nilai rata-rata kadar abu 4.86%. Penyebaran datanya memiliki nilai skewness
NM Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 341 , sill 9.5, dan
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada kualitas seam NM
Selatan adalah 166 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 90 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 190 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 341 meter.
128
Gambar 4.67. Histogram dan probability plot kadar sulfur seam NM selatan
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang normal pada
penyebaran data masih dalam 1 populasi dan penyebaran data normal. Maka
berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai statstik
Kadar Sulfur
Mean 1,21
Median 0,99
Mode #N/A
Kurtosis 2,92
Skewness 1,57
Range 2,90
Maksimum 3,29
Minimum 0,39
Sum 44,69
Cont 37.00
CoV 0,52
nilai rata-rata kadar sulfur 1.21%. Penyebaran datanya memiliki nilai skewness
NM Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 278.9 , sill 0.29, dan
(a)
(b)
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.71. Klasifikasi sumberdaya batubara dan penentuan Jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada kualitas seam NM
Selatan adalah 166 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 50 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 130 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 278 meter.
133
Gambar 4.72. Histogram dan probability plot nilai kalori seam NM selatan
Berdasarkan hasil histogram terlihat bahwa ada penyebaran yang tidak normal
penyebaran data masih dalam 1 populasi dan penyebaran data normal. Maka
berdasarkan dari hasil histogram dan Probability Plot dilihat nilai statstik
Nilai Kalori
Mean 6969.32
Median 7003.07
Mode #N/A
Kurtosis 2,91
Skewness -1,32
Range 1370.02
Maksimum 6104.77
Minimum 7474.80
Sum 257864.78
Cont 37.00
CoV 0,04
nilai rata-rata kalori 6969 kcal/kg Penyebaran datanya memiliki nilai skewness
Selatan
Berdasarkan hasil permodelan maka didapatkan nilai range 353 , sill 68000,
Dari data variogram maka dibuat perhitungan dengan metode Kriging yang
(a)
(b)
Variogram
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
Gambar 4.76. Klasifikasi sumberdaya batubara dan penentuan jarak lubang bor
Berdasarkan data dilapangan jarak rata-rata lubang bor pada kualitas seam NM
Selatan adalah 166 meter. Jarak 1/3 Sill didapatkan nilai 100 meter , jarak 2/3 sill
didapatkan nilai 200 meter , jarak 3/3 sill didapatkan nilai 353 meter
138
Nilai ini didapatkan dari hasil perkalian tebal batubara, nilai berat jenis batubara,
berikut
Tabel 4.19 Estimasi sumberdaya batubara berdasarkan RKSD (dalam satuan ton)
Hasil Estimasi Sumberdaya Batubara didapat yaitu lebih kurang 32 juta ton
sebesar 12 juta ton dan sumberdaya terukur sebesar 17 juta ton. Klasifikasi
berdasarkan nilai kemenerusan variogram yaitu menggunakan sill dan jarak rata-
Lapangan Sangatta
merumuskan model geologi yang dapat menjelaskan distribusi spasial dan variasi
lapisan batubara. Sebagian besar, analisis statistik dalam penelitian ini telah
menggunakan data asli dari program eksplorasi. Data dikumpulkan dari informasi
batubara, termasuk ketebalan, kadar abu, kadar sulfur dan nilai kalor. Deskripsi
yang terdiri dari statistik dasar dan spasial dan hasil analisis statistik. Hasilnya
Terdapat 426 data lubang bor untuk analisis ketebalan batubara yang berada di
Zona Barat dengan rata-rata spasi ± 60 m, di Zona Timur terdapat 818 data lubang
bor untuk analisis ketebalan batubara yang berada dengan rata-rata spasi ± 40 m.
analisis kadar abu dan sulfur yang berada di Seam Sangatta dengan rata-rata spasi
± 110 m, 146 data lubang bor untuk analisis nilai kalori (CV) ) yang berada di
Zona
Zona
Timur
barat
= Daerah Penelitian
Gambar 4.77. Peta lokasi lubang bor yang dominan memotong lapisan batubara
sangatta
142
Data ketebalan batubara pada zona barat lapangan sangatta dianalisis dengan
statistiknya.
Mean 6.793
Median 6.830
Mode 7.49
Std. Deviation 2.861
Variance 8.186
Skewness
-0,025
Kurtosis 0.082
Range 14.14
Minimum 0.40
Maximum 14.54
Sum
2893.96
CoV 0.421
Count 426
41
Gambar 4.78 Histogram dan probability plot ketebalan batubara zona barat
sebesar 0,421 menunjukkan variasi data yang normal dan probabilty plot yang
normal dan menunjukkan satu populasi, maka pengolahan data dapat dilanjutkan
berikut:
Pada data ketebalan Zona Barat digunakan jarak antar contoh (lag spacing) 60
pasangan data variogram yang baik sesuai dengan spasi data lubang bor pada
antar data yang masih berpengaruh (range), rata-rata variasi data (sill), dan
Variasi data pada jarak yang kecil (nugget effect) maka perlu mencocokkan
Dari permodelan yang dilakukan maka didapat range sebesar 528 m, sill 6.97
dan nugget effect 1.722 pada data ketebalan Zona Barat Seam Sangatta.
dengan grid 50 x 50. Hasil pengolahan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.81. Hasil blok kriging ketebalan seam batubara zona Barat
Hasil blok kriging menunjukkan banyak yang berwarna biru muda sampai
Gambar 4.82. Hasil kriging varians ketebalan seam batubara zona barat
Hasil kriging varians menunjukkan mayoritas nilai kesalahan yang kecil yaitu
batubara terukur, tertunjuk dan tereka, dimana kelas sumberdaya yang dominan
sumberdaya batubara terukur, jarak atau spasi lubang bor harus lebih dirapatkan.
45
Tabel 4.22 Estimasi sumberdaya batubara berdasarkan RKSD pada zona barat
Sumberdaya Batubara
Berdasarkan variograam diatas maka didapat jarak pengaruh yang dihitung dari
sill seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
46
Tabel 4.23 Klasifikasi berdasarkan sill variogram ketebalan batubara di zona barat
Sumberdaya Batubara
Terukur (Measured) = 1/3 sill 116 meter
Tertunjuk (Indicated) = 2/3 sill 266 meter
Tereka (Inferred) = 3/3 sill 528 meter
Data ketebalan batubara pada zona timur lapangan sangatta dianalisis dengan
statistiknya.
Mean 6.103
Median 6.250
Mode 2.00
Std. Deviation 2.861
Variance 8.188
Skewness 0.209
Kurtosis 1.113
Range 19.13
Minimum 0.10
Maximum 19.23
Sum 4992.39
CoV 0.4688
Count 818
47
Gambar 4.84. Histogram dan probability plot ktebalan batubara pada zona timur
dan standar deviasi 2,861 m maka didapat Coefficient of Variation sebesar 0,4688
menunjukkan variasi data yang normal dan probability plot yang normal,
Pada data ketebalan zona timur digunakan jarak antar contoh 40 m dengan
toleransi lag 20 m, karena spasi data lubang bor zona timur secara horizontal ± 40-
50 m.
Dari permodelan yang dilakukan maka didapat range sebesar 244 m, sill 3.116
dan nugget effect 4.51 pada data ketebalan Zona Timur Seam Sangatta. Data
batubara terukur, tertunjuk dan tereka, dimana kelas sumberdaya yang dominan
adalah sumberdaya terukur, hal ini mengindikasikan bahwa, jarak atau spasi
Tabel 4.25 Klasifikasi sumberdaya batubara berdasarkan RKSD pada zona timur
Sumberdaya Batubara
Terukur (Measured) ±500 ribu ton
Tertunjuk (Indicated) ±23 juta ton
Tereka (Inferred) ± 10 juta ton
50
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
sebagai berikut:
Gambar 4.89. Klasifikasi sumberdaya dan jarak lubang bor berdasarkan analisis
Berdasarkan variograam diatas maka didapat jarak pengaruh yang dihitung dari
Sumberdaya Batubara
Terukur (Measured) = 1/3 sill 60 meter
Tertunjuk (Indicated) = 2/3 sill 190 meter
Tereka (Inferred) = 3/3 sill 277 meter
51
Data kadar abu batubara pada lapangan sangatta dianalisis dengan analisis
Mean 2.157
Median 1.900
Mode 1.1
Std. Deviation 1.215
Variance 1,.477
Skewness 1.639
Kurtosis 5.021
Range 8.39
Minimum 0.39
Maximum 8.78
Sum 364.64
CoV 0.56
Count 169
Dari pengolahan secara statistik deskriptif rata-rata kadar abu sebesar 2,157%
dan standar deviasi 1,215% maka didapat Coefficient of Variation sebesar 0,56
52
menunjukkan variasi data yang cukup tinggi dan Probability plot yang normal,
Gambar 4.90. Histogram dan probability plot pada kadar abu seam sangatta
Gambar 4.92. Hasil model variogram kadar abu batubara seam sangatta
Dari permodelan yang dilakukan maka didapat range sebesar 288 m, sill 0.435
Hasil kriging varians menunjukkan nilai kesalahan yang bervariasi dari 1,3 –
dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3
sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya
sebagai berikut:
55
Tabel 4.28 Klasifikasi jarak titik informasi berdasarkan sill variogram kadar abu
seam sangatta
Sumberdaya Batubara
Terukur (Measured) = 1/3 sill 45 meter
Tertunjuk (Indicated) = 2/3 sill 120 meter
Tereka (Inferred) = 3/3 sill 288 meter
Data kadar sulfur batubara pada lapangan sangatta dianalisis dengan analisis
Gambar 4.96 Histogram dan probability plot pada kadar sulfur seam sangatta
0,425% dan standar deviasi 0,264% maka didapat Coefficient of Variation sebesar
0,621 menunjukkan variasi data yang tinggi dan probability plot yang tidak
Pada Kadar Abu dan Sulfur digunakan jarak antar contoh 110 m dengan
toleransi lag 55 m, karena spasi data lubang bor data kadar abu dan sulfur secara
horizontal ± 110 m.
57
Dari permodelan yang dilakukan maka didapat range sebesar 1584 m, sill 0.07
merah tua 0,15 – 1,23. Hasil kriging varians menunjukkan warna nilai kesalahan
yang bervariasi dimana warna biru tua yang mendominasi dengan nilai kesalahan
0,01
58
dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3 sill
dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya menjadi
Tabel 4.30 Klasifikasi jarak titik informasi berdasarkan variogram kadar sulfur
seam sangatta
Sumberdaya Batubara
Sangatta
Data Calorific Value (CV) batubara pada lapangan sangatta dianalisis dengan
statistiknya.
Berdasarkan data nilai Calorific Value (CV) Seam Sangatta yang diperoleh,
data tersebut dioleh dengan statistik deskriptif untuk mendapatkan nilai rata-rata,
standar deviasi, koefisien variasi, pola skewness dan kurtosis. Hasil pengolahan
statistik deskriptif nilai Calorific Value (CV) Seam Sangatta akan menjadi
masukkan dalam analisis geostatistik . Nilai statistik yanag diperoleh dapat dilihat
Mean 13520.193
Median 13531.8750
Mode 13334.35
60
Variance 35020.844
Skewness 0.098
Kurtosis 0.387
Range 1144.54
Minimum 13025.59
Maximum 14170.13
Sum 1973948.24
CoV 0.013
Count 146
61
Gambar 4.101. Histogram dan probability plot calorific value (CV) seam
sangatta
Dari pengolahan secara statistik deskriptif rata-rata Calorific Value (CV) Seam
Sangatta sebesar 13520 (btu/lb) dan standar deviasi 187,128 (btu/lb) maka didapat
Coefficient of Variation sebesar 0,013 menunjukkan variasi data yang normal dan
Pada data Calorific Value (CV) Seam Sangatta digunakan jarak antar contoh
140 m dengan toleransi lag 70 m, karena spasi data lubang bor data Calorific
Gambar 4.103. Hasil model variogram calorific value (CV) seam sangatta
Dari permodelan yang dilakukan maka didapat range sebesar 2790 m, sill
35000 dan nugget effect 13648.8 pada Calorific Value (CV) Seam Sangatta Seam
Sangatta.
63
Gambar 4.104. Hasil blok kriging calorific value (CV) seam sangatta
Hasil blok kriging menunjukkan warna yang bervariasi dengan nilai kriging
13190 - 13710. Hasil kriging varians menunjukkan mayoritas nilai kesalahan 0,06
Gambar 4.105. Hasil Kriging Varians Calorific Value (CV) Seam Sangatta
dilakukan dengan cara menghitung jarak berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3 sill
dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai patokan klasifikasi sumberdaya menjadi
Sumberdaya Batubara
Terukur (Measured) = 1/3 sill 766 meter
Tertunjuk (Indicated) = 2/3 sill 1400 meter
Tereka (Inferred) = 3/3 sill 2790 meter
65
deviasi, koefisien variasi, pola skewness dan kurtosis. Hasil pengolahan statistik
Nilai statistik yanag diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini sebagai
berikut.
Data ketebalan Seam A1 didapat berdasarkan data162 lubang bor yang berada
di PT. Bukit Asam. Spasi rata-rata lubang bor ± 80 m. Hasil pengolahan statistik
deviasi, koefisien variasi dan lain-lain seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini
:
66
Mean 6.834
Median 7.255
Mode 7.50
Variance 5.248
Skewness -0,714
Kurtosis 0.459
Range 12.00
Minimum 0.50
Maximum 12.50
Sum 1107.20
CoV 0.335
Count 162
67
dan standar deviasi 2,290 m maka didapat Coefficient of Variation sebesar 0,335
menunjukkan variasi data yang normal dan probability plot yang normal.
toleransi lag 40 m, karena spasi data lubang bor data ketebalan Seam A1 secara
horizontal ± 80 m.
Dari permodelan yang dilakukan maka didapat range sebesar 1034 m, sill
3.286 dan nugget effect 2.014 pada data ketebalan Seam A1.
Hasil blok kriging menunjukkan blok yang bervariasi dari 0,5 sampai 9,4.
6,63 yang ditunjukkan dengan warna biru tua sampai hijau muda.
Sumberdaya Batubara
jarak lubang bor yang ada sudah sesuai. Klasifikasi sumberdaya batubara dengan
berdasarkan nilai dari 1/3 sill, 2/3 sill dan 3/3 sill. Jarak ini digunakan sebagai
Sumberdaya Batubara
Proses kriging dilakukan per unit blok yang selanjutnya akan menghasilkan
nilai estimasi dan standar deviasi estimasi yang akan digunakan untuk mencari
nilai error relatif atau disebut Relative Kriging Standard Deviation (RKSD). Nilai
dimana blok yang mempunyai error relatif lebih kecil dari 0,3 dikategorikan
sumberdaya terkira (indicated), dan lebih besar dari 0,5 dikategorikan sebagai
sebagai berikut :
sumberdaya batubara berdasarkan nilai relative error pada setiap lapisan batubara
berdasarkan nilai sill ( 1/3, 2/3 dan 3/3) akan didapat klasifikasi sumberdaya.
dibawah ini.
Tabel 4.38 Estimasi jarak titik informasi berdasarkan sill dari variogram di daerah
penelitian
Jarak ( meter )
Nama Lapisan Batubara ≤3/3 {range} 1/3 -2/3 sill ≤ 1/3 sill
(Tereka) (Tertunjuk) (Terukur)
Seam BE Utara 151.2 110 45
Selatan 209 100 50
Seam NM Utara 249.9 122 59
Selatan 475.6 250 100
Seam Sangatta Barat 528 266 116
Timur 244 110 55
Seam A1 1034 557 257
74
4.2. Pembahasan
Analisis geologi batubara meliputi geologi batubara area pit J, area sangatta,
Kalimantan Timur dan area batubara PT. Bukit Asam, Sumatera Selatan. Berikit
disub bab selanjunya akan dibahas satu persatu geologi batubara per area.
Lapisan batubara Pit J memiliki kisaran ketebalan lapisan 0,4 – 5,1 meter,
akhir di Cekungan Kutai bagian utara. Perubahan lokal dari sedimentary facies
belum matang. Parting klastik dan washouts didalam seam Sangatta berhubungan
Asam
Salah satu endapan batubara Indonesia Miosen yang penting lainnya adalah
Tambang Batubara Bukit Asam diendapkan selama fase regresif (Miosen Akhir)
dari Formasi Muara Enim di zona foreland (back arc) dari Cekungan Sumatera
75
Selatan. Selama deposisi batubara, cekungan pada dasarnya stabil dengan pola
Pada skala lapangan batubara, beberapa fitur yang cukup berbeda ketika
Sangatta. Perbedaan antara kedua seam dijelaskan secara rinci di bawah ini.
a. Ketebalan Batubara lebih bervariasi pada seam Sangatta. Hal ini ditunjukkan
b. Widespread clastic partings tidak terdapat pada seam Sangatta. Partings pada
seam Sangatta adalah tertransportasi melalui air dan mengandung coaly shale
pada batubara Bukit Asam terdiri darimaterial tufaan pucat dan yang parting
Asam, material tertransport oleh air, umumnya berkarakter shaly (material silty
c. Washouts dan crevasse splay yang umum dijumpai pada batu bara Sangatta
menunjukkan bahwa seam itu terkait erat dengan sedimen fluviatile. Dalam
batubara Bukit Asam washouts tersebut dan crevasse splay jarang ditemukan
Asam berkaitan dengan batu lumpur tebal (umumnya masif, dengan clay-rich
76
ironstone). Sekali lagi ini menunjukkan dataran banjir yang stabil dan matang
d. Rawa gambut Sangatta dikembangkan dalam rawa yang kurang stabil sehingga
Ottogold, 1984) dan lebih luas di Cekungan Sumatera Selatan (Matasak dan
Koesumadinata, 1976).
kurang stabil dan tidak meluas seperti batubara Bukit Asam. ( Tabel 4 ). Seam
sangatta diendapkan pada kondisi geologi yang lebih kompleks jika dibandingkan
dengan seam A1 batubara bukit asam. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua
lapangan batubara tersebut memiliki kondisi geologi yang berbeda dan dapat
Umum dijumpai sedimen overbank dan Tidak dijumpai sedimen overbank dan
parting parting
Umum dijumpai tapering, washout dan Tidak dijumpai tapering, washout dan
depotional depotional
Didalam SNI 5015 tahun 2011, berdasarkan proses sedimentasi dan pengaruh
aktivitas tektonik, seperti patahan, lipatan, dan intrusi. Lapisan batubara pada
umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan hampir
lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami perubahan pasca
78
pengendapan dan tektonik. Patahan dan lipatan tidak banyak, begitu pula
dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang
sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter. Kualitas batubara secara
langsung berkaitan dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada saat
kualitas batubaranya.
yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang ekstensif yang
perubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi berlangsung atau pada
batu baranya terbatas dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter.
79
Daerah penelitian Pit J, secara geologi dibagi menjadi 2 zona, yaitu zona utara
dan selatan. Dasar pembagian ini adalah patahan mayor yang menjadi pembatas
kedua zona, yaitu patahan naik villa, dimana blok utara relatif naik terhadap blok
selatan. Pada area utara dan selatan ditemukan struktur geologi yang cukup
komplek antara lain berupa kenampakan perlapisan batuan yang relatif tegak,
Gambar 4.114. Peta pembagian zona di pit J, tampak patahan villa sebagai
pembatas
Beberapa bukti geologi yang didapat di lapangan untuk zonasi utara adalah
terjadinya struktur ikutan, meliputi adanya lipatan dan patahan lokal yang
berpengaruh di area utara. Data pengukuran strike dan dip memperlihatkan pola
yang acak, dan terjadi perubahan kemiringan mendadak, dari kemiringan landai
sampai terjal.
80
north south
Gambar 4.115 Penampang geologi utara-selatan yang memotong zona villa fault ,
PIT J (sumber PT. KPC)
Dari penampang geologi hasil korelasi titik bor pada zona Villa fault diatas,
didapat bahwa zonasi lebih kurang berdimensi 350 meter, terlihat bahwa seam
batubara tidak menerus secara normal, namun terkena struktur yang intensif
Zona patahan
yang sebarannya masih dapat diikuti puluhan sampai puluhan meter. Kondisi
sedang-curam dan dari hasil log litologi terlihat percabangan. Pada penampang
dibawah ini yang memotong area diluar zonasi kompleks, terlihat kemenerusan
lapisan batubara.
Pada lokasi peneltian area Pit J, sesuai dengan SNI 5015 tahun 2011 dan bukti-
komplek. Kelompok geologi komplek berada pada area bagian utara, dan di
S U
S U
KONDISI
KONDISI GEOLOGI KOMPLEK KOMPLEK VILLA GEOLOGI
FAULT KOMPLEK
area zona barat dan zona timur. Penamaan zona barat dan timur berdasarkan letak
lokasinya pada peta. Pembagian zonasi didasari oleh kenampakan kondisi geologi
yang sangat berbeda. Berikut pada paragraf selanjutnya akan dibahas secara rinci
Gambar 4.120. Peta lokasi titik bor di lapngan batubara sangatta, (a) zona barat,
(b) zona timur
Bukti- bukti geologi yang didapat di lapangan untuk penentuan zonasi adalah
sebagai berikut :
84
Untuk area / zona barat lapisan batubaranya bersih (clean coal), sedangkan
Gambar 4.121. Fota lapisan batubara sangatta, (a), (b), dan (c) memperlihatkan kondisi
singkapan pada area timur, (d) memperlihatkan kondisi singkapan pada area barat ( Nas,
1994)
b. Berdasarkan data pemetaan geologi detil, didapat pada zona barat terlihat
batubara dengan ketebalan tipis. Hal ini dapat dilihat pada model endapan
Gambar 4.122. Model penampang endapan lapisan batubara sangatta ( Nas, 1994)
Gambar 4.123. Model penampang endapan lapisan batubara sangatta ( Nas, 1994)
sistim sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang
tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan batubara
sukar dikorelasikan.
c. Pada zona timur dijumpai patahan, berupa patahan tumbuh, yang menandakan
area ini memiliki struktur yang intensif, seperti yang terlihat pada peta
Gambar 4.124. Patahan tumbuh di Pit Hatari ( zona timur ) ( Nas, 1994)
d. Korelasi stratigrafi dari lubang bor yang menghubungkan area barat dan timur
juga memperlihatkan variasi secara vertical dan lateral, dimana pada area
barat variasinya relatif kecil, sedangkan pada area timur variasinya besar.
Gambar 4.125. Korelasi stratigrafi dari lubang bor, area barat laut - tenggara ( Nas,
1994)
sangatta, dengan merujuk klasifikasi kondisi geologi SNI 5015 tahun 2011 dan
bukti-bukti studi geologi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa area lapangan
batuabra sangatta dapat dibagi menjadi 2 ( dua ) kondisi, yaitu kondisi geologi
moderat dan kondisi geologi komplek. Kelompok kondisi geologi komplek berada
pada area bagian timur area, sedangkan kelompok kondisi geologi moderat
ketebalan lapisan batubara relatif tebal , variasi ketebalan dalam jarak yang jauh (
Pada lokasi peneltian area PT. Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan,
khususnya lapisan batubara A1, sesuai dengan SNI 5015 tahun 2011 dan bukti-
sederhana.
ketebalan, kadar abu, kadar sulfur, dan nilai calorific. Setiap pembahasan dimulai
dengan hasil statistik dasar dan juga merangkum variasi spasial parameter
batubara.
89
keseluruhan data tersebut dilakukan ploting data untuk dapat mengetahui apakah
data yang diperoleh stasioner atau tidak. Kestasioneritasan akan terlihat setelah
titik-titik kandungan tersebut diplotkan dan akan terlihat apakah data memiliki
kecenderungan trend atau tidak. Proses prediksi dengan metode ini didapat
prediksi bahwa data penelitian merupakan data yang tidak stasioner atau memiliki
Suatu variabel dikatakan teregional jika terdistribusi dalam ruang dan biasanya
matematik variabel teregional merupakan penyajian atau realisasi nilai fungsi f(x)
yang menempati setiap titik x pada ruang. Umumnya pada endapan batubara,
terregional dapat dilihat / dikenali aspek erratic secara lokal, contohnya dimana
terdapat zona yang batubaranya lebih tebal dibandingkan yang lain. Selain itu
dengan kontinuitas ruang (spatial continuity) dimana dua buah data saling
berdekatan mempunyai probabilitas besar memiliki data yang mirip daripada dua
endapan. Setiap eksperimen yang dibuat dalam kerangka ruang (seperti data
dalam koordinat ruang dan nilai) dapat menggunakan geostatistik sebagai alat
eror. Variabel teregional yang dipakai pada penelitian ini adalah variable data
ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan
batubara merata di seluruh daerah atau terdapat penipisan dan penebalan yang
diperoleh rata-rata ketebalan batubara di daerah penelitian yaitu terlihat pada tabel
4.40. . Bersadarkan data rata-rata ketebalan, didapat lapisan batubara yang paling
tebal adalah seam A1 yaitu 6,83 meter dan seam tertipis adalah seam NM Utara
Standar Deviasi yakni besar perbedaan dari nilai sampel terhadap rata-rata.
Secara tidak langsung, standar deviasi ini juga menyatakan besarnya keragaman
sampel yang anda dapatkan. Semakin besar nilai standar deviasi yang didapatkan
maka semakin besar pula keragaman data, begitu pula sebaliknya yakni jika
standar deviasi yang anda dapatkan kecil maka data semakin tidak beragam. Jika
nilai standar deviasi 0 (nol), ini menandakan data pengamatan homogen, semua
91
data memiliki nilai yang identik. Semakin besar nilai standar deviasi, menandakan
Besaran nilai standar deviasi ketebalan seam BE dan NM berkisar dari 0.13 -
0,83 menunjukkan bahwa data relatif homogen. Nilai standar deviasi ketebalan
seam sangatta dan seam A1 berkisar dari 2,2 -2,8 menunjukkan bahwa heterogen.
sangatta barat dan A1 yang berarti ketebalan batubara sebagian besar berada
pada ketebalan seam NM, BE dan sangatta timur yang berarti ketebalan batubara
Tabel 4.40 Tabel rata-rata ketebalan, standard deviasi dan skewness batubara di
daerah penelitian
Nama Lapisan Lokasi Rata-rata Standar Skewness
Batubara Ketebalan Deviasi
(meter)
Seam BE Utara 1,06 0,83 +
Selatan 2,79 0,77 +
sulfur menunjukkan bahwa data relatif homogen. Nilai standar deviasi nilai kalori
seperti yang terlihat pada nilai kalori seam NM dan BE selatan yang berarti nilai
skewness positif, seperti yang terlihat pada kandungan abu dan sulfur seam NM,
BE selatan dan sangatta serta nilai kalori seam sangatta yang berarti kandungan
abu dan sulfur serta nilai kalori seam sangatta sebagian besar berada dibawah
Tabel 4.41. Tabel rata-rata kualitas (abu, sulfur dan nilai kalori) batubara di
daerah penelitian
Nama Lapisan Lokasi Rata-rata Standar Skewness
Batubara Deviasi
Nilai Kalori
Koefisien variasi (atau CV) adalah ukuran normal dispersi dari distribusi
Standar Deviasi (atau RSD). Hasil yang didapat dari perhitungan nilai CV
dinyatakan sebagai semakin kecil koefisien variasi semakin besar bararti suatu
data itu semakin tidak seragam. Untuk batubara, koefisien variasi lebih dari 0,5
menunjukkan populasi tidak normal, sedangkan jika lebih kecil dari 0,5
didapat nilai CV yang beragam, yang dapat menunjukkan hubungan data dengan
Hasil penelitian didapat nilai CV untuk ketiga area penelitian adalah seperti
batubara, dominan CV < 0,5, sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi ketebalan
barat, Sangatta timur dan A1 adalah rendah, hanya lapisan batubara BE utara yang
tinggi variasinya. Hal ini dikarenakan pada bagian utara datanya masih sangat
Secara umum untuk data kualitas lapisan batubara, kadar abu (ash), dan kadar
sulfur bernilai dominan >0,5 kecuali untuk lapisan batuabara BE. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa data kualitas abu dan sulfur sangat bervariasi. Untuk
95
nilai kaloir (Calorific Value) bernilai dominan <0,5. Namun untuk analisa kualitas
batubara belum bias menjadi acuan karena keterbatasan jumlah data kualitas
4.2.3. Variogram
data geologi untuk mengetahui geometri dan kontinuitas batubara. Salah satu
analisa tersebut adalah analisa variogram. Parameter utama variogram terdiri dari
empat bagian yaitu trend (melihat penyebaran lapisan batubara), sill and range,
terdapat korelasi antar data, sill (C0+C) yang merupakan sebuah nilai tertentu
yang konstan yang dimiliki oleh semivariogram untuk jarak tertentu sampai
dengan jarak yang tidak terhingga atau nilai semivariogram dimana menunjukkan
sudah tidak terdapat lagi korelasi antar data dan nugget effect (C0) yang
sub-bab berikut akan dijelaskan setiap data geologi yang mengontrol penentuan
parameter variogram.
4.2.3.1. Penentuan Nilai dan Jarak Variasi Data (Sill dan Range)
Pada penentuan nilai dan jarak variasi data, sifat nilai dan jarak variasi dari
data geologi kualitatif dan data geostatistik, sehingga pada penentuan nilai variasi
96
dari data proses geologi akan dinyatakan dalam tiga nilai yaitu; besar, sedang dan
kecil sedangkan jarak variasi data dinyatakan dengan jauh dan dekat. Idealnya
penentuan nilai dan jarak variasi dari data proses geologi dilakukan pada semua
seam batubara dalam berbagai lingkungan pengendapan. Hal ini untuk melihat
secara jelas perbandingan nilai dan jarak variasi data untuk setiap jenis seam
batubara.
Pada penelitian ini, analisis geostatistik hanya difokuskan pada 7 (tujuh) jenis
seam batubara yang berbeda kondisi geologinya sehingga nilai dan jarak variasi
dari data proses geologi dapat menjadi acuan daerah lainya dengan kondisi
geologi yang sama. Berikut dibawah ini tabel sill dan range seam batubara yang
diteliti.
Kadar Abu
Kadar Sulfur
Nilai Kalori
Ketebalan
Kadar Abu
Sill 0,435 -
Kadar Sulfur
Sill 0,07 -
Nilai Kalori
Sill 3500 -
data pada jarak dekat (dikenal juga sebagai struktur mikro). Semakin besar nilai
98
nugget effect maka variasi antar data yang berdekatan akan semakin besar.
Selatan 0.26
Selatan 0,861
Timur 4,51
Seam A1 2,01
bahwa sebagian besar data mempunyai nilai nugget yang besar, dan sebagian kecil
bernilai rendah. Bersadarkan tabel diatas terlihat nilai nugget effect yang besar,
yaitu pada seam batubara sangatta dan seam A1, sedang yang rendah untuk seam
batubara BE dan NM. Penyebab dari membesarnya nilai nugget diakibatkan oleh
sebaran data dan jarak antar data. Data yang tersebar tidak teratur yang
menghasilkan model variogram yang mempunyai nugget effect yang lebih besar
nol. Kehadiran efek nugget di variogram ketebalan khas juga menyiratkan bahwa
Nilai nugget effect akan sama dalam satu zona dan satu variabel untuk spasi
yang sama, tapi dapat mempunyai perbedaan yang cukup signifikan untuk spasi
yang berbeda. Dari hasil perhitungan model variogram didapatkan bahwa semua
nilai nugget effect selalu berbeda untuk spasi yang berbeda. Perbedaan ini
berhubungan dengan spasi antar data yang sudah semakin tidak teratur.
Berdasarkan jarak data berdasarkan sill dari variogram, yang telah dibahas
dalam bab sebelumnya, terlihat korelasi antara kondisi geologi dengan jarak range
dari variogram. Untuk kondisi sederhana, jarak range mencapai lebih dari 250
variasi kecil, hal ini terlihat pada lapisan batubara A1 yang secara geologi
batubaranya mempunyai variasi ketebalan lateral yang sedang serta terlihat variasi
geometri lapisan batu bara, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan
meter, hal ini terlihat pada lapisan batubara sangatta barat yang secara geologi
karena letak seam NM selatan yang berada dibagian bawah, kemungkinan secara
ketebalan dan geometri yang tinggi, sehingga secara lateral, sebaran lapisan batu
100
baranya terbatas dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter. Kondisi kompleks
menunjukkan kondisi yang komlpleks juga. Berikut dibawah ini adalah tabel
kondisi geologi.
Kerapatan jarak titik informasi atau dalam penelitian ini adalah jarak lubang
bor dan kondisi akan sangat berhubungan dengan klasifikasi sumberdaya. Untuk
area yang dengan kondisi geologi sederhana seperti lapisan batubara A1 yang
merujuk hasil analisis range variogram, jarak/ spasi lubang bor dapat ditingkatkan
101
menjadi 257 meter untuk sumberdaya terukur. Untuk area yang dengan kondisi
sudah dapat dikategorikan menjadi sumberdaya terukur, bahkan jika merujuk hasil
analisis range variogram, jarak/ spasi lubang bor dapat ditingkatkan menjadi 116
yang memiliki jarak/spasi lubang bor yang rata-rata 133 meter, berdasarkan
menjadi sumberdaya terukur, jarak/ spasi lubang bor harus dipendekkan menjadi
100 meter.
dikarenakan sangat besar variasi dari geometri dan kemenerusan batubara. Jika
dilihat lapisan batubara BE utara dan selatan, lapisan batubara NM utara, serta
memiliki kerapatan lubang bor diatas 100 meter, berdasarkan analisis geostatistik
hal ini tidak dapat dikategorikan menjadi sumberdaya terukur, untuk menjadi
sumberdaya terukur, jarak/ spasi lubang bor harus dipendekkan menjadi kurang
dari 100 meter, yaitu lapisan batubara BE utara menjadi 50 meter, lapisan
Dalam analisis kriging, salah satu parameter yang harus ditentuakan adalah
dimensi blok 2D. Umumnya untuk endapan batubara digunakan dimensi blok 200
Amstrong, 1998), karena hasil yang didapat akan bias. Hasil analisis kriging yang
didapat akan menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Secara teoritis, semakin kecil
dimensi blok akan menghasilkan nilai yang lebih detil. Pada penelitian ini penulis
mencoba untuk menerapkan ketiga dimensi blok yang berbeda. Hasil yang didapat
adalah dimensi blok yang kecil (50 m x 50 m) menghasilkan nilai yang lebih
dapat diterapkan pada batubara. Dari jurnal yang dikeluarkan Sinclair &
menggunakan aturan : Measured ≤ 0,3 ; Indicated 0,3 – 0,5 ; Inferred ≥0,5. Hal
ini telah teruji dengan tiga tipe batubara yang diamati di daerah penelitian.
103
tereka (inferred) berdasarkan RKSD sangat erat hubungannya juga dengan kondisi
batubara Sangatta, dimana lapisan batubara sangatta bagian timur yang tergolong
kondisi geologi kompleks dan dengan kerapatan data yang kurang rapat,
sangatta bagian barat yang tergolong kondisi geologi moderate dan dengan
kerapatan data yang kurang rapat juga. Hal yang menarik terlihat pada lapisan
batubara di Pit J, yaitu lapisan batubara BE utara, BE, selatan, NM utara dan NM
selatan, terlihat bahwa pada kondisi geologi yang sama terlihat hasil estimasi
sumberdaya terukur yang berbeda, dimana pada area utara jumlah sumberdaya
terukur lebih kecil dari di area selatan. Hal ini diakibatkan karena jumlah lubang
bor yang berbeda, dimana pada area utara lebih sedikit dibandingkan dengan di
area selatan, juga di area selatan memiliki kerapatan data yang lebih rapat
dibandingkan dengan di area utara. Untuk batubara Bukit Asam, yang tergolong
kondisi geologi sederhana dan dengan kerapatan data yang realtif sama,
lapisan batubara lainnya yang diamati dalam penelitian ini. Dari peryataan diatas,
yang sangat menentukan yaitu kondisi geologi, jumlah dan kerapatan data.
104
Kriging Standard Deviation yang saat ini hanya dipakai dalam klasifikasi dan
estimasi sumberdaya mineral, ternyata dapat juga dipakai dalam klasifikasi dan
yang sama.
geologi yang mengelompokkan kondisi geologi menjadi tiga yaitu kondisi geologi
geologi dalam SNI 5015:2011 telah ditentukan seperti yang terlihat pada tabel 2.4.
Penulis juga mencoba memberikan kontribusi jarak titik informasi ( jarak lubang
Tabel 4.43 Jarak titik informasi menurut analisis geostatistik (range dalam meter)
Deviation), dimana saat ini metode RKSD hanya dilakukan untuk endapan
perhitungan RKSD, dimana jika kelas sumberdaya batubara tereka ( Inferred Coal
RKSD ≤ 0,3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
106
telah mencoba menerapkan hasil penelitian Snowden dan Brett Larkin yang saat
ini hanya diterapkan pada mineral, ternyata dapat dan tepat juga digunakan untuk
digunakan 3/3 sill atau sama dengan nilai range, sumberdaya batubara tertunjuk
(Indicated Coal Resource) digunakan 3/3 – 1/3 sill dan sumberdaya batubara
terukur (Measured Coal Resourced) digunakan < 1/3 sill. Untuk lebih jelasnya
Tabel 4.45 Hubungan kelas sumberdaya batubara dengan nilai sill variogram
(Snowden, 1996)
Tabel 4.46. Hubungan kelas sumberdaya batubara dengan sill variogram dan
RKSD
Deviation)
tereka
tertunjuk
terukur
kelompok tersebut secara geologi dan geostatistik , yang tertuang dibawah ini:
108
Tabel 4.47 Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015, 2011)
terlipat
berpengaruh
5015/2011)
Rincian analisis geologi dalam SNI 5015 tahun 2011 meliputi aspek
I. Aspek Sedimentasi
keteraturan lapisan, dan bentuk lapisan batubara. Berikut secara rinci akan dibahas
A. Varisi Ketebalan
ketebalan, penipisan, pembajian, dan splitting. Hal ini perlu dipelajari apakah
patahan, dan proses karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena
b. tipis 0,5-1,5 m,
c. sedang 1,5-3,5 m,
Variasi ketebalan yang dimaksud dalam SNI 5015 adalah untuk kondisi
sederhana ketebalan relative konstan atau tidak ada perubahan ketebalan; kondisi
B. Kesinambungan
bentuk spasial (fisik) suatu geometri endapan, meliputi primer dan sekunder ; dan
kesinambungan nilai yaitu bentuk distribusi spasial dari suatu parameter endapan,
meliputi ketebalan zona geologi, nilai kualitas pada suatu zona, nugget effect dan
range of influence, trend distribusi kualitas secara spasial pada arah tertentu dan
hubungan trend atau distribusi suatu domain geologi pada beberapa kombinasi
parameter. Kemenerusan yang dimaksud dalam SNI 5015 tidak dijelaskan secara
kuantitatif, dari tulisan yang ditulis oleh Jeremic (1985), parameter geologi
a. ratusan meter,
C. Percabangan
Percabangan batubara pada suatu area dapat terjadi atau tidak terjadi,
atau membentuk pola yang tidak teratur (garis yang tidak menerus,
Bentuk melembar merupakan bntuk yang umum dijumpai, oleh karena itu
pengendalinya.
A. Patahan
Patahan atau patahan yang dimaksud dalam SNI 5015 tidak dijelaskan secara
patahan pada kondisi geologi sederhana, ditemukan jarang untuk kondisi geologi
moderate dan ditemukan banyak pada kondisi geologi kompleks. Menurut J.D.
lebih detil klasifikasi lipatan berdasarkan keterdapatan dan offset patahan, yaitu:
Low No Fault
<10 meter
meter
meter
geologi suatu daerah. Beberapa jurnal yang membahas jenis struktur geologi yang
kompleks pada tambang batubara salah satunya P.B. Bright dkk dalam papernya
patahan naik. Penulis mencoba membuat tabel jenis patahan dan hubungannya
Sederhana No Fault
B. Lipatan
Lipatan yang dimaksud dalam SNI 5015 tidak dijelaskan secara kuantitatif,
untuk kondisi geologi moderate dan terlipat kuat untuk kondisi geologi kompleks.
Klasifikasi lipatan menurut J.D. Hughes dkk, 1989 dalam “ A Standardized Coal
Low No Fold
C. Intrusi
batubara. Konstribusi utama dari intrusi batuan beku pada struktur lapisan
yang terjadi ketika magma panas membentuk suatu sill atau lacolith di dekat
lapisan batubara, atau ketika korok (dike) menembus formasi batubara. Kualitas
batubara atau kandungan karbon akan meningkat dengan semakin dekatnya jarak
lapisan batubara terhadap sumber panas. Terjadinya gradasi dalam rank ini adalah
Kemiringan lapisan batubara yang dimaksud dalam SNI 5015 tidak dijelaskan
(e) vertikal.
terjadi baik pada saat proses sedimentasi berlangsung maupun pada pasca
Parameter kualitas yang sangat signifikan dalam batubara antara lain kadar abu,
kadar sulfur dan nilai kalor ( CV). Hubungan kualitas dengan kondisi geologi
adalah dari tingkat variasin datanya. Penulis mencoba membuat tabel hubungan
Geologi
Abu, Sulfur dan Calorific Value
tabel berikut :
Tabel 4.48. Modifikasi Parameter aspek vs. kondisi geologi (SNI 5015, tahun
2011)
Parameter Kondisi Geologi
Aspek Sedimentasi
proses pengendapan,
atau erosi
ratusan meter)
Keteraturan dan Pola teratur Pola yang tidak Pola yang tidak
Ditemukan Ditemukan
bongkah. bongkah.
117
Aspek Tektonik
700)
berpengaruh
sepanjang Kemiringan
maupun on >45o
strike.
Kemiringan
lapisan
batubara
< 25o
Aspek Kualitas
Variasi kualitas Data Abu, Data Abu, Sulfur Data Abu, Sulfur
bervariasi).
Variasi data Variasi data
statistik dan geostatistik data penelitian, maka pada penelitian ini penulis mencoba
sehingga tabel parameter aspek lebih bersifat kuantitatisf, seperti yang tertuang
Tabel 4.49. Parameter aspek vs. kondisi geologi berdasarkan analisis geostatistik
X. Aspek Sedimentasi
negatif) negatif)
negatif) negatif)
negatif) negatif)
1000 m 1000 m
121
BAB V
5.1. Simpulan
ditarik beberapa simpulan. Simpulan hasil penelitian ini terdiri dari simpulan
endapan batubara.
daerah penelitian, sesuai dengan SNI 5015 tahun 2011 dan bukti-bukti
kompleks.
122
penelitian menghasilkan :
Effect 0.26 Range 209 meter Sill 0.16; ketebalan lapisan batubara BE
utara Nugget Effect 0.042 Sill 0.658 Range 151,2 meter ; ketebalan lapisan
batubara NM selatan Nugget Effect 0,861 Sill 3,198 Range 475,6 meter ;
ketebalan lapisan batubara NM utara Nugget Effect 0.06 Sill 0.115 Range
249,9 meter; lapisan batubara sangatta zona barat Nugget Effect 1.722 Sill
6.97 Range 528 meter; lapisan batubara sangatta zona timur Nugget Effect
4.51 Sill 3.444 Range 277 meter; lapisan batubara A1 Nugget Effect 2.014
Hasil analisis variogram kadar abu lapisan batubara NM Nugget effect 0,6
; Sill 9,5 ; Range 341 meter; kadar sulfur lapisan batubara NM Nugget
123
effect 0 ; Sill 0.28 ; Range 278,9 meter ; nilai kalori lapisan batubara NM
Nugget effect 0 ; Sill 68000 Range 353,4 meter ; kadar abu lapisan
batubara BE Nugget effect 0 ; Sill 3,13 Range 217,8 meter; kadar sulfur
lapisan batubara BE Nugget effect 0,192 ;Sill 0,24 ; Range 220 meter ;
nilai kalori lapisan batubara BE Nugget effect 2799; Sill 90210; Range 576
meter; kadar abu lapisan batubara Sangatta Nugget effect 1.05; Sill 0.45;
Range 288 meter ; kadar sulfur lapisan batubara Sangatta Nugget effect
10,0042 ; Sill 0.07 ; Range 1584 meter ; nilai kalor lapisan batubara
terukur, jarak titik informasi x≤250 meter, sumberdaya tertunjuk 250 -550
jarak titik informasi x≤50 meter, sumberdaya tertunjuk 50 -150 meter dan
70.000 ton, 4.000.000 ton, dan 10.000.000 ton. Lapisan batubara NM utara
300.000 ton, 300.000 ton, dan 200.000 ton. Lapisan batubara NM selatan
2.000.000 ton, 8.000.000 ton, dan 7.000.000 juta ton. Lapisan batubara
Sangatta barat 2.000.000 ton, 12.000.000 ton, dan 7.000.000 ton. Lapisan
batubara Sangatta timur 10.000.000 ton, 23.000.000 ton, dan 500.000 ton.
5.2. Saran
penelitian geologi.
DAFTAR PUSTAKA
_________,2006. Gravity and Magnetic Surveys Over Pinang Dome, PT. Kaltim
Alan C. Cook and Bukin Daulay, 2000. Comparative analysis of Indonesian coal
Indonesia
Alan C. Cook, 1997. Coal Geology and Coal Properties, Keiraville Consultants,
Australia.
Geoaplika,Vol.2, No.1,hal.35-52.
Kalimantan Timur.
1333 pp.
127
Bancroft, B.A. & Hobbs, G.R. 1986. Distribution of Kriging Error and
Barber, A.J., 1985. The Relationship between The Tectonic Evolution of Southeast
Series, 1.
Beretta, F.S, Costa, J.F.C.L, Koppe, J.C., 2010. Reducing coal quality attributes
(2), 83–93.
Bertoli, O, Paul, A, Casley, Z., & Dunn, D, 2013. Geostatistical drillhole spacing
113.
128
Blackwell, G.H., 1998. Relative Kriging Errors – A Basis for Mineral Resource
Geological Survey.
Bras, R., and Rodriguez-Iturbe, R., 1985, Random Functions and Hydrology,
Cant, D.J. 1992. Subsurface facies analysis. In Facies Models: Response to Sea
Casagrande, D. J., Sifert, L., Berschinski, C. and Sutton, N., 1977. Sulphur in
Cecil,C.B.;Stanton,R.W.Neuzil,S.G.;Dulong,F.T;Ruppert,L.F.;Pierce,B.S.,1985.
Chiles, J., and Delfiner, P., 1999. Geostatistics: Modeling Spatial Uncertainty,
John Wiley and Sons, New York, ISBN: 0471083151, 695 pp.
Clark, I., 1979. Practical Geostatistics, Applied Science Publishers, 129 pp.
Clark, I., and W. V. Harper, 2000. Practical Geostatistics, Ecosse North America,
Berlin Heidelberg.
Coal Bearing Strata: recent advances. Geol. Soc. Spec. Publ., 32:
107-125.
Association.
Cressie, N. A. C., 1993. Statistics For Spatial Data. New York: John Wiley and
Sons, Inc.
130
Cressie, N., 1991, Statistics for Spatial Data, John Wiley and Sons, New York,
900 pp.
Davis, J., 1973. Statistics and Data Analysis in Geology, Wiley, 550 pp.
Deihl, P., and Dnvid, M., 1982. Classification of Ore Reserves / Resources Based
Deutsch, Clayton, V., Journel, Andre G., 1992. GSLIB - Geostatistical Software
Library and User's Guide. Oxford University Press, New York, 338
pp.
721pp.
Draper, N., and Smith, H., 1981. Applied Regression Analysis. second edition,
Ferguson, A. & McClay, K., 1997. Structural modelling within the Sanga-Sanga
Ferm, J. C. and Staub, J., 1984. Depositional controls of mineable coal bodies. Li
Unpublished, I 4 pp.
132
M.L., ed., Deltas, 2nd. ed: Houston Geol. Soc., Houston, Texas, p.
87-98.
Guarascio, M., David, M., and Huijbregts, C. [eds.], 1976. Advanced Geostatistics
Gunawan, R., 1979. Coal Prospects of the Sangatta Area, northeastern part of the
Hanes, J., Shepherd, J., 1981. Mining induced cleavage, cleats and instantaneous
Heriawan, M.N., Rivoirard J., and Darijanto, T., 2004. Grade estimation and
Hohn, M. E., 1998. Geostatistics and Petroleum Geology. 2nd edition. Kluwer
Horne, J. C., Ferm, J. C., Caruccio, F. T., and Baganz, B. P., 1978. Depositional
62, p. 2379-2411.
Hutchison, C.S., 1996. The 'Rajang Accretionary Prism' and 'Lupar Line'
Publication, p. 247-261.
Ilian J, Penttinen A, Stoyan H, & Stoyan, D., 2008. Statistical analysis and
modelling of spatial point patterns. John Wiley & Sons Ltd. xix +
534 hal.
Johnson, M. E., 1987. Multivariate Statistical Simulation. John Wiley and Sons,
Jones, C. M., 1981. The East Kalimantan Coal Project Report on the Coal
Journel, A.G., 1988. Geostatistics for the Environmetal Sciences. EPA Project
Journel, A.G., and Huijbregts, C., 1978, Mining Geostatistics, Academic Press,
Judge, G.G. et al., 1982. Introduction to the Theory and Practice of Econometrics.
Kaltim Prima Coal Internal Report, 1988, General geology, Coal seam geology
Kelkar, M., dan Perez, G., 2002. Applied Geostatistics for Reservoir
Texas.
Kim, Sujung, 2015. The Estimation of the Variogram in Geostatistical Data with
Okayama University.
Review report.
Koch, G., and Link, R., 1971, Statistical Analysis of Geological Data. volumes I
Krige, D., 1978, Lognormal DeWijsian Geostatistics for Ore Evaluation, South
Land, D. H., and Jones, C. M., 1987. Coal geology and exploration of part of the
Coal and Coal Bearing Strata: recent advances. Geol. Soc. Spec.
Laubach. S.E., R.A. Marrett, J.E. Olson , A.R. Scott., 1997. Characteristics and
Matasak, Th. and Koesoemadinata, R. P., 1976. Geology of Coal Deposits, Bukit
Masson. Paris.
pp.1246-1266.
and enlarged edition. Springer Moore, T.A., and Nas, C., 2013. The
Paper IPA13-G-119.
Moss, S.J. and Chambers, J.L.C., 1999. Depositional Modelling And Facies
Muggeridge, G. D., 1987. The geology and exploration history of the Pinang coal
Nas, C, 1994. Spatial Variations in the Thickness and Coal Quality of the
Nas, C. and Indratno, B., 1979. Geology of coal deposits in the Tenggarong Area,
Nazir, Moh., 2003. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta. Ghalia Indonesia
Olea, R.A., Luppens, J.A., Tewalt, S.J., 2011. Methodology for quantifying
Olea, R.A, 1999, Geostatistics for Engineers and Earth Scientists. Kluwer
pp.
Pannatier, Y., 1996. VARIOWIN: Software for Spatial Data Analysis in 2D.
Petitgas, P., 1993. Geostatistics for fish stock assessments: a review and an
Putra, S., 1978. Field Observation Report on the Sangatta River Reconnaissance
Remy. N, Boucher. A & Wu. J., 2009. Applied Geostatistics with SGeMS: A
Users’ Guide.
Riwidikdo, H., 2008. Statistika Terapan dengan Program R versi 2.5.1 (open
Ripley, B., 1981, Spatial Statistics, John Wiley and Sons. New York, 252 pp.
Rose, P. and Hartono, P., 1978, Geological evolution of the Tertiary Kutei-Melawi
Assoc, 225-251.
0803124147.
140
Roy D. Merrit, 1986. Coal Exploration, Mine Planning, and Development. Noyes
Samuel, L. and Muchsin, S., 1975, Stratigraphy and sedimentation in the Kutai
Santosa, Purbayu B., 2005. Analisis Statistika dengan Microsoft Excel & SPSS.
Yogyakarta.
Schlatter’s L.E., 1973. Introduction to Coal and Coal Geology. New York.
Shepherd, Mike ., 2009. Oil Field Production Geology: AAPG Memoir 91. The
Sinclair, A.J., and Blackwell, G.H., 2005. Applied Mineral Inventory Estimation.
Sikumbang, N., Umar, I. and Sunaryo, R., 1981. Peta Geologi Lembar
Prosperity”. Perth.
Soares, A. [ed.], 1992, Geostatistics Troia '92, volumes 1 and 2, Reidel. 1088 pp.
Stamatis. D. H.., 2002. Statistics and Probability, Six Sigma and Beyond: Volume
III.
Press. Yogyakarta.
142
dan R&D. Penerbit : Alfabeta Bandung. Cet. Ke-16. Hal. 283 s.d
393.
Thomas, L. 2002. Coal Geology. Chichester, Hoboken NJ: John Wiley & Sons.
Thompson, S. K., 1992. Sampling, John Wiley and Sons. New York, 343 pp.
Tyson, Stephen and Math. C., 2009. Regulatory Aspects of Geological Modelling.
pp. 10-31.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, General Geology and
Van de Weerd, A. A, and Armin, R.A.,1992. Origin and Evolution of the Tertiary
Verly, G., David, M., Journel, A.G., and Marachel, A. [eds.], 1984. Geostatistics
1092 pp.
Ward, C.R., 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific
Publications, Singapore.
Williams, C.M., Noppe, M., & Carpenter, J., 2010. Coal Quality estimation error
Australia Inc. Coal Group and the Bowen Basin Geologists Group.
Mackay. 77-87.
Wood, G.H., Kehn, T.M., Carter, M.D. and Culbertson, W.C.,1983. Coal
Referensi online :
2015]
Desember 2015]
2015]