Edu Geography
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo
Abstract
___________________________________________________________________
The objectives of this study include; knowing the education level of batik craftsmen, knowing the
efforts of batik waste management carried out by batik artisans, knowing the influence of the
education level of batik industry craftsmen on batik waste management and knowing the effect of
batik waste management on the comfort of tourists in Gemawang Tourism Village. This research is
quantitative research. The sampling used a purposive sampling technique, covering 25 samples of
batik artisans and some using incidental sampling to take 30 samples of tourists or visitors.. The
results of this study, a) the education level of batik industry craftsmen in Gemawang Village fall into
the high category. b) waste management carried out by craftsmen is in a good category, where the
waste has been placed on WWTP which eventually becomes clear water that can be used for various
needs. c) there is a positive relationship between the education of batik artisans to the management
of waste they do. d) there is a positive relationship between waste management and tourist attraction
in Gemawang Tourism Village. The condition of a clean and tidy environment will attract more
visitors to travel.
56
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
57
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
dapat menjaga keadaan lingkungan tetap stabil. lanjutan mengenai peran pendidikan dalam
Dengan pendidikan masyarakat akan memiliki pengelolaan limbah. Secara praktis bagi
pengetahuan dan kesadaran akan bahaya limbah pemerintah, untuk memberikan sumbangan
sisa produksi batik terhadap lingkungan, informasi kepada pemerintah khususnya dalam
terutama bahaya pencemaran terhadap bidang pengelolaan limbah di Desa Wisata
kesehatan. Desa Gemawang selain menekuni Gemawang. Bagi masyarakat, sebagai langkah
bidang perindustrian batik didalamnya terdapat dalam menyukseskan program pemerintah dan
juga salah satu Desa wisata yang sering dijadikan juga mendorong masyarakat supaya terus
objek wisata edukasi di Kabupaten Semarang. membangun desa wisata Gemawang sebagai
Desa wisata menurut Pariwisata Inti Rakyat desa wisata yang bermanfaat bagi banyak
(PIR) (dalam Ramadhan, 2014) adalah suatu kalangan.
kawasan perdesaan yang menawarkan
keseluruhan suasana yang mencerminkan METODE PENELITIAN
keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial
Populasi dalam penelitian ini adalah para
ekonomi, sosial budaya, adat istiadat,
pengrajin industri batik yang ada di Desa
keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan
Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten
struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan
Semarang, dan para wisatawan yang jumlahnya
perekonomian yang unik dan menarik serta
rata-rata 300 orang per bulan. Penelitian ini
mempunyai potensi untuk dikembangkannya
menggunakan sampel tidak acak (Non-
berbagai komponen kepariwisataan, misalnya:
Probability Sampling). Dan teknik dalam
atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan
pengambilan sampel untuk pengrajin batik
kebutuhan wisata lainnya. Para wisatawan yang
menggunakan Purposive Sampling, yaitu kriteria
berkunjung dapat menyaksikan berbagai aktivitas
sampel telah ditentukan oleh peneliti.
warga disini seperti membatik, bercocok tanam,
Pengambilan sampel untuk wisatawan
ataupun ikut serta di dalamnya. Lokasi desa yang
menggunakan teknik insidental sampling.
tidak jauh dari jalan utama Semarang-Magelang
Penelitian ini menggunakan penentuan sampel
memudahkan akses pengunjung yang hendak
berdasarkan presentase menurut Yount (1999)
berdatangan ke tempat ini.
untuk mengambil sampel wisatawan, sehingga
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui
dalam jumlah 300 pengunjung akan diambil 10%
tingkat pendidikan pengrajin batik di Desa
(30 wisatawan) dan seluruh perajin industri batik
Wisata Gemawang Kecamatan Jambu
yang berjumlah 25 orang dari pelaku kerajinan
Kabupaten Semarang. Mengetahui upaya
batik.
pengelolaan limbah batik yang dilakukan
Penelitian ini memiliki 2 Variabel, yaitu
pengrajin batik di Desa Wisata Gemawang
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang.
bebas dalam penelitian ini adalah tingkat
Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan
pendidikan pengrajin dan batik variabel terikat
pengrajin batik terhadap pengelolaan limbah di
dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan
Desa Wisata Gemawang Kecamatan Jambu
cara pengelolaan limbah industri batik.
Kabupaten Semarang. Mengetahui pengaruh
pengelolaan limbah industri batik terhadap Tabel 1. Skor Tingkat Pendidikan Berdasarkan
kenyamanan wisata di Desa Wisata Gemawang Pendidikan Terakhir
Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Pendidikan Skor
Manfaat penelitian, secara teoritis dapat Tidak sekolah 1
dijadikan sebagai bahan acuan di bidang Sekolah Dasar 2
penelitian sejenis atau sebagai bahan Sekolah Menengah 3
pengembangan apabila akan dilakukan penelitian Perguruan Tinggi 4
58
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Desa Gemawang Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang
59
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
Guyangwarak, Dusun Jlamprang, Dusun Kerep, Lapangan usaha yang paling banyak
Dusun Krajan, Dusun Pitoro, Dusun Sekaja. menyerap tenaga kerja berdasarkan data
2. Topografi pemerintah adalah sebagai berikut :
Topografi Desa Gemawang termasuk Tabel 4. Lapangan Usaha yang Banyak
dalam topografi landai (8-15%), agak curam (15- Menyerap Tenaga Kerja
25%), curam (25-40%), dan sangat curam Jumlah Jumlah
Mata
(>40%). Lahan dengan topografi landai dan agak Penduduk Penduduk
Pencaharian
curam biasanya diperuntukkan untuk (Jiwa) (%)
permukiman dan pertanian. Lahan curam Bertani 1878 50,70
digunakan untuk perkebunan, kebun campuran Industri 33 0,89
dan hutan. Sedangkan, lahan sangat curam Berdagang 156 4,21
diperuntukkan sebagai hutan lindung setempat Jasa 10 0,27
(Profil Desa Gemawang, 2017). Lainnya 1627 43,93
3. Morfologi Total 3704 100
Bentang alam atau morfologi yang ada di Sumber: Kecamatan Jambu Dalam Angka 2018
Desa Gemawang termasuk dalam lahan
denudasional. Hal ini dikarenakan adanya proses 6. Demografi
pelapukan batuan yang telah lanjut, adanya erosi Penduduk Desa Gemawang pada tahun
lereng dan gerakan massa batuan yang sangat 2017 menurut data Badan Pusat Statistik
potensial, ditambah dengan adanya tanah yang berjumlah 3.704 jiwa yang terdiri dari 1.881
lembab dan dilewati oleh pola air sungai, dan penduduk laki-laki dan 1823 penduduk
kelerengan yang jelas teratur dan bentang alam perempuan. Kepadatan penduduk Desa
berupa perbukitan (Profil Desa Gemawang, Gemawang per km2 adalah 471,25 dan jumlah
2017). kepala keluarga adalah 1.208 dengan rata-rata
4. Penggunaan Lahan anggota rumah tangga (ART) 3 jiwa.
Desa Gemawang dengan luas wilayah 786 Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Usia di
Ha, menggunakan lahan yang mereka miliki Desa Gemawang
untuk berbagai kebutuhannya. Sebagian lahan
Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa)
dimanfaatkan untuk pertanian berupa sawah,
tegalan, ladang, perkebunan, hutan rakyat, 0-4 192
tambak dan kolam. Selain itu digunakan juga 5-9 324
untuk kebutuhan bukan pertanian seperti rumah, 10-19 574
bangunan, rawa, jalan dan sungai. 20-39 839
60
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
penyelenggaraan kursus ataupun pelatihan batik. Dan untuk pendidikan dengan kriteria
berbagai kejuruan dalam berbagai bidang. sangat tinggi terdapat 3 orang (20%) dari seluruh
Sebagai desa vokasi Desa Gemawang jumlah pengrajin batik . Dari seluruh pengrajin
memiliki potensi besar dan beberapa produk batik yang berjumlah 25 orang, sebanyak 70%
unggulan yang dikembangkan, diantaranya: atau lebih dari separuh pengrajin industri batik di
a)Produk batik; b)Produk madu; c)Produk kopi; Desa Gemawang mempunyai tingkat pendidikan
d)Produk budidaya jamur; e)Produk pupuk tinggi. Sedangkan 30% dari seluruh jumlah
bokasi GEMATANI. pengrajin batik berada pada tingkat pendidikan
rendah.
HASIL PENELITIAN
Pengelolaan Limbah Hasil Industri Batik
Tingkat Pendidikan Pengrajin Industri Batik Cara pengelolaan limbah hasil industri
Pendidikan pengrajin industri batik batik yang dilakukan oleh para pengrajin batik
merupakan dasar untuk melakukan berbagai diketahui dengan cara memberikan angket untuk
aktivitas dalam membatik mulai dari pencetakan, diisi oleh pengrajin industri batik dan diperkuat
pewarnaan, hingga tahap pengelolaan limbah. wawancara dengan masyarakat di sekitar lokasi
Dalam penelitan ini, peneliti mengambil data industri batik untuk mengetahui keadaan
pendidikan para pengrajin batik yang meliputi lingkungan disekitar lokasi industri.
pendidikan formal (pendidikan terakhir) dan
Tabel 7. Cara Pengelolaan Limbah Industri Batik
pendidikan nonformal (pelatihan dan
Jumlah
penyuluhan) yang pernah mereka ikuti. Interval Skor Kriteria
F %
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Pengrajin Industri 15,00 - 26,24 Buruk 2 8
Batik
26,25 - 37,49 Kurang Baik 4 16
Jumlah
Interval Skor Kriteria 37,50 - 48,74 Baik 13 52
F %
48,75 - 60,00 Sangat Baik 6 24
5,00 - 8,74 Sangat Rendah 3 12
Jumlah 25 100
8,75 - 12,4 Rendah 6 24
12,5 - 16,24 Tinggi 13 52 Skor Tertinggi 60
16,25 - 20,00 Sangat Tinggi 3 20 Skor Terendah 15
Jumlah 25 100 Rata-rata Skor 42,24
Skor Tertinggi 20 Rata-rata Skor Dalam Kategori Baik
Skor Terendah 5 Sumber: Data Primer, 2019
Rata-rata Skor 13,48
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan
Rata-rata Skor Dalam Kategori Tinggi bahwa terdapat beberapa kriteria yang digunakan
Sumber: Data Primer, 2019 untuk mengukur cara pengelolaan limbah
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan industri batik. Cara pengelolaan limbah dengan
bahwa terdapat kriteria yang digunakan untuk kriteria buruk terdapat 2 orang (8%) dari jumlah
mengukur tingkat pendidikan pengrajin batik, seluruh pengrajin batik. Cara pengelolaan limbah
yaitu sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat dengan kriteria kurang baik terdapat 4 orang
tinggi. Untuk kriteria pendidikan sangat rendah (16%) dari jumlah seluruh pengrajin batik. Cara
terdapat 3 orang (12%) dari jumlah pengrajin pengelolaan limbah dengan kriteria baik terdapat
batik. Pendidikan dengan kriteria rendah 13 orang (52%) dari jumlah seluruh pengrajin
terdapat 6 orang (24%) dari jumlah pengrajin batik. Cara pengelolaan limbah dengan kriteria
batik. Pendidikan dengan kriteria tinggi terdapat sangat baik terdapat 6 orang (24%) dari jumlah
13 orang (52%) dari seluruh jumlah pengrajin seluruh pengrajin batik. Dari seluruh pengrajin
61
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
batik yang berjumlah 25 orang, sebanyak 24% pendidikan pengrajin batik terhadap pengelolaan
berada pada tingkat kriteria pengelolaan limbah limbah industri batik maka digunakan rumus
kurang baik kebawah. Sedangkan 76% dari Korelasi Product Moment (KPM).
seluruh pengrajin batik atau setengah lebih Setelah dilakukan perhitungan terhadap
berada pada tingkat kriteria pengelolaan limbah korelasi positif sebesar 0,99 antara tingkat
yang baik keatas. pendidikn pengrajin batik dengan cara
pengelolaan limbah industri batik. Hal ini berarti
Hubungan Pendidikan Pengrajin Industri Batik
semakin rendah tingkat pendidikan pengrajin
Terhadap Pengelolaan Limbah
batik maka akan semakin buruk dalam mengelola
Tabel 7. Persiapan Analisis Korelasi antara limbah industri batiknya.
Tingkat Pendidikan dengan Cara Pengelolaan
Hubungan Pengelolaan Limbah dan Daya Tarik
Limbah
Wisatawan
Kode X Y X2 Y2 XY
Desa Wisata Gemawang dengan segala
R-01 15 50 225 2500 750 potensi yang ada meliputi lahan pertanian yang
R-02 14 45 196 2025 630 luas, kawasan kebun kopi yang lebat dan rumah
R-03 12 35 144 1225 420 industri batik Gemawang yang sudah bersinar di
R-04 17 48 289 2304 816 ranah mancanegara merupakan tempat yang
R-05 11 41 121 1681 451 sangat menarik untuk dikunjungi dan dijadikan
R-06 16 49 256 2401 784 ladang ilmu. Sudah patutnya wisatawan yang
R-07 8 32 64 1024 256 berasal dari berbagai penjuru Indonesia hingga
R-08 15 49 225 2401 735 mancanegara mengunjungi Desa Wisata
Gemawang untuk menikmati keindahan alam
R-09 12 39 144 1521 468
maupun belajar membatik. Untuk mengetahui
R-10 11 35 121 1225 385
daya tarik Desa Wisata Gemawang terhadap
R-11 16 41 256 1681 656
para wisatawan yang berdatangan, maka dibuat
R-12 14 45 196 2025 630 kriteria ketertarikan.
R-13 15 42 225 1764 630
R-14 14 44 196 1936 616 Tabel 8. Kriteria Tingkat Daya Tarik Wisatawan
R-15 16 47 256 2209 752 Jumlah
Interval Skor Kriteria
R-16 13 41 169 1681 533 F %
R-17 19 53 361 2809 1007 15,00 - 26,24 Tidak Menarik 1 3
R-18 16 54 256 2916 864 26,25 - 37,49 Kurang Menarik 10 33
R-19 7 25 49 625 175 37,50 - 48,74 Menarik 16 53
R-20 7 22 49 484 154 48,75 - 60,00 Sangat Menarik 3 10
R-21 15 50 225 2500 750 Jumlah 30 100
R-22 14 45 196 2025 630 Skor Tertinggi 60
R-23 12 35 144 1225 420 Skor Terendah 15
R-24 17 48 289 2304 816 Rata-rata Skor 40,53
R-25 11 41 121 1681 451 Rata-rata Skor Dalam Kategori Menarik
Jumlah 337 1056 4773 46172 14779 Sumber: Data Primer, 2019
Sumber: Data Primer, 2019
Pada bagian ini akan membahas mengenai Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan
hubungan antara tingkat pendidikan terhadap bahwa terdapat kriteria yang digunakan untuk
cara pengelolaan limbah, untuk mencari ada mengukur tingkat daya tarik wisatawan, yaitu
tidaknya Sumber: Data Primer, 2019 peranan kriteria tidak menarik, kurang menarik, menarik
62
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
dan sangat menarik. Tingkat daya tarik dari beberapa rumah industri masih ada yang
wisatawan dengan kriteria tidak menarik terdapat membuang limbah sembarangan tanpa adanya
1 orang (3%) dari jumlah seluruh wisatawan. pengolahan terlebih dahulu.
Tingkat daya tarik wisatawan dengan kriteria Hasil penelitian mengenai pendidikan
kurang menarik terdapat 10 orang (33%) dari pengrajin terhadap cara pengelolaan limbah
jumlah seluruh wisatawan. Tingkat daya tarik dapat diambil perbandingan dengan melihat
wiatawan dengan kriteria menarik terdapat 16 penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan
orang (53%) dari jumlah seluruh wisatawan. penelitian oleh Eko Sutrisno pada tahun (2017)
Tingkat daya tarik wiatawan dengan kriteria dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan
sangat menarik terdapat 3 orang (10%) dari Pengrajin Industri Batik Terhadap Pengelolaan
jumlah seluruh wisatawan. Limbah di Desa Babagan Kecamatan Lasem
Kabupaten Rembang Tahun 2017” menjelaskan
PEMBAHASAN
bahwa tingkat pendidikan pengrajin batik di
Latar Belakang Tingkat Pendidikan Pendidikan Lasem masuk dalam kategori tinggi. Penelitian
Pengrajin Batik tersebut menunjukkan adanya kesamaan dengan
Penelitian mengenai tingkat pendidikan penelitian ini. Penelitian oleh Khoirur Rohmah
pengrajin industri batik dilakukan dengan pada Tahun (2015) mengenai “Hubungan antara
menggunakan instrumen angket yang Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu dengan Cara
didalamnya telah disertai jawaban atau bisa Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu di
disebut juga sebagai angket tertutup. Terdapat 3 Kecamatan Jati Kabupaten Kudus”
buah pertanyaan dalam angket mengenai tingkat menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
pendidikan, meliputi pendidikan formal pengrajin tahu di Kudus masuk dalam kategori
(pendidikan terakhir), pendidikan non formal rendah. Hasil ini berbeda dengan penelitian pada
(meliputi pelatihan) yang pernah diikuti dan pengrajin industri di Desa Wisata Gemawang
lembaga masyarakat yang mengurusi limbah. yang peduli akan lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian tingkat Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pendidikan formal pengrajin batik di Desa peneliti dengan penelitian terdahulu terdapat
Gemawang Kecamatan Jambu Kabupaten persamaan dan perbedaan. Persamaan tingginya
Semarang termasuk tinggi karena sebanyak 22 tingkat pendidikan pengrajin terdapat pada
orang (93%) telah lulus sekolah menengah (SLTP penelitian yang dilakukan oleh Eko Sutrisno, dan
dan SLTA), dan hanya 3 orang (7%) yang lulus perbedaan tingkat pendidikan pengrajin terdapat
sekolah dasar. Pendidikan non formal atau pada penelitian yang dilakukan oleh Khoirur
pelatihan yang pernah diikuti oleh para pengrajin Rohmah yang tergolong dalam kategori rendah.
juga tergolong tinggi. Dari 25 pengrajin 20
Cara Pengelolaan Limbah Oleh Pengrajin
diantaranya (80%) sudah mengikuti pelatihan
Industri Batik di Desa Wisata Gemawang
sebanyak 2 sampai 5 kali, bahkan sudah ada
Berdasarkan hasil penelitian di Desa
pengrajin yang sebaliknya memberikan pelatihan
Gemawang, dapat diketaui bahwa rata-rata nilai
kepada masyarakat atau pihak yang hendak
angket dalam cara penolahan limbah yang
melakukan aktivitas membatik. Sedangkan
dilakukan oleh para pengrajin batik berada pada
pengrajin yang belum mengikuti pelatihan dalam
angka 42,24 yang tergolong dalam kategori baik.
bidang membatik hanya 5 orang (20%). Namun
Diketahui bahwa dari 25 responden yang ada, 8
lembaga masyarakat yang mengurusi limbah
orang diantaranya sudah mengetahui dengan
batik di Gemawang tidak ada sama sekali, karena
baik jenis limbah yang dihasilkan oleh industri
pengelolaan limbah batik di Desa Gemawang
batik meliputi limbah cair dan padat, sedangkan
pada umumnya dijalankan sendiri oleh pihak
17 orang lainnya hanya sedikit mengetaui dan
yang memiliki rumah industri batik. Sehingga
ada juga yang sama sekali tidak mengetahui.
63
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
Sehingga dari para pengrajin batik tersebut hanya Hasil penelitian mengenai cara
8 orang yang mengetahui cara untuk melakukan pengelolaan limbah dapat diambil perbandingan
pengelolaan limbah pada industri batik. Limbah dengan melihat penelitian-penelitian
hasil industri batik pada dasarnya terdapat 2 sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang
macam, pertama limbah cair yang merupakan dilakukan Eko Sutrisno pada tahun 2017 dengan
limbah sisa perendaman kain batik untuk judul “Hubungan Tingkat Pendidikan Pengrajin
diberikan warna dan memperkuat warna. Kedua Industri Batik Terhadap Pengelolaan Limbah di
limbah padat yang merupakan sisa dari malam Desa Babagan Kecamatan Lasem Kabupaten
yang digunakan dalam canting untuk Rembang Tahun 2017” diketahui bahwa cara
menggambar pola pada kain. Limbah malam pengelolaan limbah yang dilakukan pengrajin
yang ada di Gemawang bisanya dimanfaatkan disana masuk dalam kategori baik. Selain itu, ada
oleh para pengrajin batik untuk mencanting juga penelitian yang dilakukan Khoirur Rohmah
kembali atau untuk dijual ke pasaran dan pihak pada Tahun 2015 mengenai “Hubungan antara
yang membutuhkan malam. Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu dengan Cara
Rumah industri batik di Gemawang, Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu di
biasanya memiliki sistem pekerja yang berbeda Kecamatan Jati Kabupaten Kudus”
satu sama lain. Ada rumah industri yang seluruh menunjukkan bahwa cara pengelolaan limbah
pengrajinnya mengerjakan seluruh pekerjaan yang dilakukan pengrajin tahu masuk dalam
dalam membatik dari proses awal penyiapan kain kategori buruk.
bahan batik, kemudian pembuatan corak,
Pengaruh Pendidikan Pengrajin Batik Terhadap
pemberian malam (lilin) pada bidang dalam
Cara Pengelolaan Limbah Batik di Desa Wisata
corak, hinga proses pewarnaan. Jadi rumah
Gemawang
indistri tersebut bisa disebut all in one system.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Ada juga rumah indutri yang memiliki pekerja
ada tidaknya hubungan antara tingkat
khusus disetiap bidangnya seperti bagian
pendidikan dengan cara pengelolaan limbah hasil
pembuatan pola, bagian mencanting, bagian
dari lembaga atau organisasi masyarakat yang
pembuat warna, dan pengolaan limbah indsutri.
menangani serius masalah limbah batik.
Sehingga dalam wawancara dengan para
Permasalahan tersebut menimbulkan beberapa
pengrajin batik di Gemawang tidak semuanya
rumah industri tidak melakukan pengolahan
mengetahui perihal pengolaan limbah walaupun
pada limbah dan langsung membuangnya ke
mereka sudah bekerja bertahun-tahun di rumah
perairan industri batik di Desa Gemawang
industri tersebut.
Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Untuk
Aktivitas membatik menggunakan
mengetahui ada tidaknya hubungan antara
pewarna kimia dan pewarna alam keduanya
keduanya, peneliti menggunakan analisis
memiliki sisi positif dan negatif. Pewarna kimia
korelasi product momont (KPM).
yang praktis, dapat memproduksi batik dalam
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh
jumlah yang banyak dalam waktu yang sebentar
hasil korelasi positif sebesar 0,97 , untuk
namun limbahnya mengandung zat-zat yang
mengetahui hasil perhitungan tersebut signifkan
berbahaya bagi lingkungan. Pewarna alam yang
atau tidak maka dilakukan perbandingan dengan
tidak sebentar proses pembuatannya dan hanya
r tabel dengan taraf kesalahan 5% (taraf
bisa menghasilkan beberapa potong dalam waktu
kepercayaan 95%). Perhitungan tersebut
yang singkat, mampu menghasilkan kain batik
menghasilkan r hitung lebih besar dari r tabel
dengan warna yang khas dan nilai harga tinggi.
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga
Selain itu, limbah hasil industri tidak begitu
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
membahayakan bagi ekosistem dan lingkungan.
positif dan nilai koefisien korelasi antara tingkat
64
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
pendidikan dengan cara pengelolaan limbah sekaligus berlatih cara membatik, merupakan
sebesar 0,97. rumah industri yang sudah memiliki IPAL dan
Secara pendidikan formal dan non formal melakukan pengelolahan limbah industri dengan
sebenarnya para pengrajin sudah memiliki bekal baik. Adapun rumah industri yang belum
yang cukup, namun faktanya di lapangan belum memilki IPAL hanya dijadikan tempat produksi
ada pengaplikasiannya warga yang bermuara ke saja tanpa adanya kegiatan wisata. Selain itu
area persawahan. Latar belakang pendidikan lokasinya juga berjauhan dengan lokasi rumah
formal yang tinggi belum tentu menunjukkan industri yang digunakan untuk kegiatan wisata.
bahwa pengrajin tersebut memiliki kemampuan Rumah indsutri yang belum memiliki IPAL
untuk mengolah limbah batik dengan baik. Latar adalah rumah industri yang produksinya masih
belakang pendidikan yang berperan penting menggunakan bahas darar alam untuk
disini adalah pendidikan nonformal, yang pewarnaan.
dimana melalui pelatihan oleh para ahlinya Ini dapat kita lihat dari latar belakang
dalam bidang membatik. Sehingga semakin pendidikan formal yang rata-rata sudah lulus
banyak pengrajin batik mengikuti pelatihan, sekolah menengah dan juga banyak yang sudah
maka semakin luas pengetahuan dan mengikuti pelatihan.
pengalamannya dalam mengelola limbah batik.
PENUTUP
Pengaruh Pengelolaan Limbah Terhadap
Aktivitas Wisatawan di Desa Wisata Hasil penelitian dan pembahasan yang
Gemawang telah dilakukan peneliti dapat disimpulkan
Selain bertujuan untuk mengetahui ada bahwa, tingkat pendidikan pengrajin industri
tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan batik di Desa Gemawang Kecamatan Jambu
dengan cara pengelolaan limbah hasil industri Kabupaten Semarang tergolong dalam kategori
batik, penelitian ini juga bertujuan mengetahui tinggi, hal ini dapat kita lihat dari latar belakang
pengaruh pengelolaan limbah industri batik pendidikan formal yang rata-rata sudah lulus
terhadap daya tarik wisatawan. Untuk sekolah menengah dan juga banyak yang sudah
mengetahui ada tidaknya pengaruh antara mengikuti pelatihan.
limbah dengan daya tarik wisatawan peneliti Cara pengelolaan limbah sisa industri
menggunakan analisis korelasi product momont batik yang dilakukan pengrajin batik di Desa
(KPM). Gemawang Kecamatan Jambu Kabupaten
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh Semarang tergolong dalam kategori baik. Limbah
hasil korelasi positif sebesar 0,98. Penentuan industri yang terdiri dari limbah cair dan padat
signifkan atau tidaknya hubungan antara dua keduanya sudah diolah dengan baik. Limbah cair
variabel diatas maka dilakukan perbandingan pengelolaannya menggunakan IPAL yang dapat
dengan r tabel dengan taraf kesalahan 5% (taraf memperbaiki kualitas air menjadi lebih baik.
kepercayaan 95%). Dari perhitugan tersebut, Limbah padat (malam) diolah kembali untuk
ternyata r hitung lebih besar daripada r tabel digunakan membatik lagi dan sebagian
sehingga H0 ditolak Ha diterima. Sehingga dapat dikomersilkan kepada pihak yang membutuhkan.
dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif Latar belakang pendidikan pengrajin batik
dan nilai koefisien korelasi antara cara di Desa Wisata Gemawang memiliki hubungan
pengelolaan limbah terhadap daya tarik positif terhadap cara mengolah limbah yang
wisatawan sebesar 0,98. dilakukan oleh pengrajin batik. Berdasarkan hasil
Adanya limbah batik yang tidak perhitungan, diperoleh hasil korelasi positif antar
mengganggu aktivitas wisatawan, dikarenakan keduanya sebesar 0,99.
rumah industri yang digunakan sebagai lokasi Cara pengelolaan limbah industri batik
wisata edukasi untuk melihat proses membatik berhubungan dengan daya tarik wisatawan yang
65
Muhammad Miftahurridlo / Edu Geography 8 (1) (2020)
berdatangan ke Desa Wisata Gemawang. Area Nurroisah, E. (2014). Keefektifan Aerasi Sistem Tray
rumah industri yang sudah mengelola limbah dan Filtrasi sebagai Penurun Chemical Oxygen
hasil industri dan merapikan IPAL yang ada Demand dan Padatan Tersuspensi pada
Limbah cair Batik. Unnes Journal of Public
membuat wisatawan merasa nyaman dalam
Health, 3(4).
berwisata. Berdasarkan hasil perhitungan,
Ramadhan, F., & Khadiyanto, P. (2014). Partisipasi
diperoleh korelasi positif antara keduanya Masyarakat dalam Mendukung Kegiatan
sebesar 0,99. Pariwisata di Desa WisataBejiharjo,
Gunungkidul, Yogyakarta. Teknik PWK
DAFTAR PUSTAKA (Perencanaan Wilayah Kota), 3(4), 949-963
BPS. 2018. Kabupaten Semarang Dalam Angka 2018. Wartini. 2009. Pengaruh Waktu Kontak Enceng
Kab Semarang: BPS Kabupaten Semarang. Gondok (Eichornia crassipes) Terhadap
Kemenperin. 2014. Peraturan Pemerintah No 101 Penurunan Kadar Cd dan Cr Pada Air Limbah
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bahan Industri Batik (Home Industry Batik Di Desa
Berbahaya dan Beracun. Jakarta: Kemenperin Sokaraja Lor) Kota Purwokerto. Skripsi;
RI. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Nurainun, N. (2013). Analisis industri batik di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Indonesia. Fokus Ekonomi, 7(3). 63 hal.
66