Anda di halaman 1dari 119

Tim Penyusun Balai Besar Kerajinan dan Batik - 2021

Panduan Produksi Bersih


untuk Industri Batik

BALAI BESAR KERAJINAN DAN BATIK


BADAN STANDARDISASI DAN KEBIJAKAN JASA INDUSTRI
2021
Panduan Produksi Bersih untuk Industri Batik
Yogyakarta : Balai Besar Kerajinan dan Batik, 2021

ISBN :

Publikasi buku ini menyajikan informasi yang bersifat dinamis yang mungkin berubah
seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk tujuan pembelajaran,
isi buku ini dapat dicuplik atau digandakan sebagian tanpa izin tertulis dari penerbit
dengan menyebutkan rujukan kepada buku ini.

Tim Penyusun:
Ir. Titik Purwati Widowati, M.P.
Isnaini, S.T.
Farida, Dipl.Teks, M.Sc.
Irfa’ina Rohana Salma, S.St, M.Sn.
Masiswo, M.Sn.
Agus Haerudin, S.T., M.T.
Lilin Indrayani, S.Si., M.Si.
Mutiara Triwiswara, S.T., M.Si.
Dwi Wiji Lestari, S.Si.
Ir. Ivone De Carlo, M.Si.
Juwarso, S.T.
Tin Kusuma Arta, S.ST.
Kuncup Putih Kusumadhata, S.Ds., M.A.
Paras Trapsiladi, S.T., M.Eng.

Diterbitkan oleh :
Balai Besar Kerajinan dan Batik
Jalan Kusumanegara No 7 Yogyakarta
Telepon :(0274)546111
Faksimile :(0274)543582
E-mail : bbkb@kemenperin.go.id
ii

SAMBUTAN Plt. KEPALA


BALAI BESAR KERAJINAN DAN BATIK

“Batik sebuah kata yang bertuah. Pusaka dari nenek moyang yang wajib
kita jaga agar selalu lestari di bumi Indonesia”

Atas nama Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), saya menyambut gembira
dan menyampaikan selamat atas terbitnya buku “Panduan Produksi Bersih Untuk
Industri Batik”
Batik adalah salah satu rumpun dari industri kreatif, yang mengakar pada tradisi
turun temurun bangsa Indonesia. Industri ini merupakan salah satu penggerak
ekonomi kerakyatan, mampu berkontribusi secara signifikan dalam peningkatan nilai
tambah, penyerapan tenaga kerja, dan menjadi penyumbang devisa ekspor.
Keberadaan jenis, desain dan kualitas batik tidak bersifat statis, namun bisa adaptif,
berubah seiring dengan perubahan teknologi, fesyen serta budaya lain yang
berkembang di masyarakat Indonesia. Hal ini menjadikan batik tetap lestari dan tak
lekang oleh zaman.

Pemakaian sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab dalam produksi
batik akan berpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan hidup. Untuk itu,
konsep-konsep industri hijau perlu dikedepankan dalam mewujudkan industri yang
mandiri, berdaya saing, dan maju. Implementasi industri hijau pada batik dapat
dilakukan melalui konsep produksi bersih (cleaner production) dengan menerapkan
5R (Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery) sehingga upaya untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan
produksi, sekaligus meminimalisasi terbentuknya limbah sisa produksi dapat dicapai.
Saya berharap buku ini dapat dijadikan referensi dalam memahami cara
memproduksi batik dengan ramah lingkungan, efektif, efisien dan dan menghasilkan
batik dengan kualitas tinggi. Akhir kata, semoga buku ini dapat menjadi motivasi bagi
kita semua untuk berkarya yang lebih baik bagi Indonesia.

Yogyakarta, Juli 2021


Plt Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik

Ir. Titik Purwati Widowati, MP


iii

SAMBUTAN KEPALA
BADAN STANDARDISASI DAN KEBIJAKAN JASA INDUSTRI
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Assalamualaikum wr.wb, Salam Sejahtera bagi kita semua,


Batik Indonesia merupakan produk kebanggaan bangsa Indonesia. Selain
sebagai warisan budaya yang telah diakui dunia, industri batik di Indonesia
merupakan salah satu industri yang memiliki peran strategis dalam pembangunan
nasional dari sektor tekstil.
Dalam rangka mendorong penerapan industri berwawasan lingkungan pada
komoditi batik, diperlukan suatu pedoman yang jelas untuk diikuti oleh industri.
Pedoman tersebut dapat berupa tuntunan, arahan yang harus dijalankan maupun
contoh-contoh best practice dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kementerian Perindustrian menyusun
pedoman teknis produksi bersih untuk komoditi industri batik.
Sehubungan dengan terbitnya Buku Panduan Produksi Bersih untuk Industri
Batik, kami menyambut baik dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada para
penyusun Buku Pedoman tersebut.
Dalam buku ini dimuat mengenai pedoman proses produksi batik yang baik,
upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran melalui konsep industri bersih,
teknologi daur ulang limbah industri, dan penerapan K3 pada industri batik. Dengan
demikian, buku pedoman ini sangat penting artinya bagi industri batik dalam
menjalankan proses produksinya.
Harapan kami semoga buku panduan ini bermanfaat bagi semua pemangku
kepentingan untuk mewujudkan batik Indonesia yang berdaya saing, unggul dalam
kualitas dan berwawasan lingkungan. Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, Juli 2021


Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri

Dr. Ir Doddy Rahadi, MT


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunia-Nya kami telah dapat menyelesaikan penulisan buku yang berjudul “Panduan
Produksi Bersih Untuk Industri Batik”. Buku ini merupakan panduan bagi pelaku
usaha di bidang batik yang disusun secara sederhana agar dapat diikuti dan diterapkan.
Para pelaku usaha selain dituntut dapat memproduksi batik yang berkualitas,
juga dituntut untuk memperhatikan lingkungan. Penerapan produksi bersih dilakukan
sebagai upaya untuk mencegah dan atau mengurangi terbentuknya limbah pada
sumber daya serta dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Buku ini
memuat informasi tentang proses produksi batik, pencegahan dan pengendalian
pencemaran melalui produksi bersih, daur ulang limbah industri batik, serta
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di industri batik .

Kami menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan bekerja sama sehingga penyusunan
buku ini dapat selesai. Kami menyadari bahwa penyusunan buku ini masih memiliki
banyak keterbatasan dan kekurangan. Kritik saran dan masukan yang membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya buku ini

Akhir kata, semoga dengan diterbitkannya buku Panduan produksi bersih untuk
industri batik ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi sarana penting
dalam upaya meningkatkan produktifitas dan upaya pengendalian dampak lingkungan
melalui penerapan produksi bersih.

Yogyakarta, Juli 2021

Tim penyusun
v

DAFTAR ISI

Sambutan Plt. Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik ................. . ii


Sambutan Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa
Industri Kementerian Perindustrian ................................................ . iii
Kata Pengantar................................................................................ . iv
Daftar Isi ......................................................................................... . v
BAB I Pendahuluan ........................................................................ . 1
BAB II Proses Produksi Batik ........................................................ . 5
BAB III Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran melalui
Produksi Bersih .............................................................................. . 36
BAB IV Daur Ulang Limbah Industri Batik................................... . 62
BAB V Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik.. 83
Daftar Pustaka ................................................................................ 108
1
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

BAB I
PENDAHULUAN

Industri merupakan sektor ekonomi yang sangat penting bagi


sebuah negara, karena memiliki berbagai manfaat antara lain sebagai
salah satu sarana penanaman modal yang cukup besar, penyerapan
tenaga kerja, penciptaan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi
pada berbagai komoditi yang dihasilkan, sarana pemenuhan
kebutuhan dalam negeri, dan peningkatan ekspor.

Namun, untuk mencapai target pembangunan ekonomi tersebut


tidaklah mudah. Terdapat berbagai tantangan bagi industri nasional
untuk lebih berdaya saing seperti masalah ketersediaan sumber daya
yang semakin menipis juga ketergantungan terhadap bahan baku
impor hingga masalah limbah industri. Sumber daya yang terbatas
memaksa industri untuk melakukan efisiensi di berbagai tahapan
proses produksi. Efisiensi penggunaan bahan baku dan proses
produksi diharapkan dapat menghasilkan produk yang bernilai tinggi
tanpa menurunkan kualitas.
2
Pendahuluan

Permasalahan industri terkait produk samping yang berupa


limbah industri juga harus diperhatikan karena berpotensi untuk
mencemari lingkungan dan merusak ekosistem yang ada disekitarnya.
Kerusakan ekosistem akibat pencemaran industri dan inefisiensi
sumber daya dapat mengakibatkan penurunan daya dukung dan daya
tampung lingkungan yang akhirnya menjadi sumber permasalahan
lingkungan industri dan masyarakat sekitar. Hal ini perlu menjadi
perhatian khusus bagi pemerintah dan pelaku industri dalam menjaga
kelestarian lingkungan agar tidak mengancam kesehatan dan
kesejahteraan manusia.

Di tingkat global, tuntutan agar diterapkannya standar industri


yang menitikberatkan pada upaya efisiensi bahan baku, air dan energi,
diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon dengan
sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah semakin
tinggi. Isu lingkungan saat ini menjadi salah satu hambatan
perdagangan (barriers to trade) untuk penetrasi pasar suatu negara.
Barrier tersebut dilaksanakan dengan cara menerapkan berbagai
macam standar, baik itu standar internasional maupun persyaratan
pembeli (buyer requirement).

Kementerian Perindustrian berupaya mengembangkan konsep


industri hijau (green industry), sebagai jawaban atas tuntutan
konsumen untuk menghasilkan produk ramah lingkungan (green
product). Kebijakan terkait industri hijau tersebut telah tertuang dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian pada
pasal 77-83 tentang pelaksanaan dan kebijakan pemerintah tentang
industri hijau. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa industri hijau
adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara
berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri
dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat.
3
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Penerapan industri hijau dilakukan melalui konsep produksi


bersih (cleaner production) dengan menerapkan 5R,
yaitu Reduce (pengurangan limbah pada
sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur
ulang limbah), dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari
suatu limbah), dan Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional
kegiatan untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi
bersih). Poin utama dalam konsep produksi bersih adalah tentang
upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan
penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi sekaligus
meminimisasi terbentuknya limbah sisa produksi.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian optimis


bahwa penerapan industri hijau melalui konsep produksi bersih ini
dapat tercapai pada seluruh sektor industri di Indonesia, tak terkecuali
pada industri batik yang merupakan sub sektor industri tekstil yang
saat ini termasuk dalam sektor prioritas pemerintah dalam peta jalan
terintegrasi Making Indonesia 4.0.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, batik merupakan warisan


kekayaan budaya bangsa Indonesia yang bernilai seni tinggi dan telah
diakui keberadaannya di dunia. Batik telah dikukuhkan sebagai
warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan tak benda oleh Lembaga
kebudayaan PBB yaitu UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009. Selain
sebagai produk budaya, saat ini batik telah berkembang menjadi
komoditi industri penting di Indonesia. Industri ini menjadi penggerak
perekonomian regional dan nasional, penyedia lapangan kerja, serta
penyumbang devisa bagi negara.

Sebagai industri dengan pertumbuhan yang relatif pesat, industri


batik harus diarahkan pada penerapan prinsip industri hijau. Saat ini,
Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian
Perindustrian melalui Pusat Industri Hijau telah mengembangkan
4
Pendahuluan

Standar Industri Hijau (SIH) untuk Industri Batik yang telah tertuang
dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 39 tahun 2019.

Dalam rangka mendukung penerapan kebijakan diatas serta


membantu industri batik dalam menerapkan prinsip industri hijau di
masing-masing tempat usahanya, Balai Besar Kerajinan dan Batik
(BBKB) Kementerian Perindustrian menyusun pedoman teknis
produksi bersih untuk komoditi industri batik. Buku ini berisikan
pedoman proses produksi batik yang baik atau biasa dikenal dengan
istilah Good Manufacturing Practice (GMP) industri batik,
pencegahan dan pengendalian pencemaran melalui konsep industri
bersih di industri batik, daur ulang limbah industri batik, dan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada industri batik.

Dengan memahami substansi dari buku pedoman ini, kami


menghendaki adanya perubahan pola pikir dari pelaku industri batik
untuk turut berperan serta dalam mensukseskan penerapan industri
hijau di industri batik Indonesia.

Berbagai upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian ini,


merupakan implementasi dari strategi di sektor kelestarian lingkungan
hidup pada industri batik agar tercipta industri batik yang ramah
lingkungan sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs). Selain itu, pelaksanaan
amanat industri hijau pada industri batik merupakan wujud nyata
keberpihakan kami dalam meningkatkan daya saing sektor industri
batik Indonesia sekaligus melestarikan produk budaya warisan
bangsa.
5
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

BAB II
PROSES PRODUKSI BATIK

Batik adalah seni kerajinan tangan hasil pewarnaan


menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna
dengan alat utama pelekat lilin batik berupa canting tulis dan/atau
canting cap untuk membentuk motif tertentu yang mengandung
makna. Proses produksi batik adalah kegiatan yang menghasilkan
batik, dimana dapat berupa batik tulis, batik cap dan batik kombinasi.

Pada proses produksi batik ada empat tahapan yaitu pemolaan,


pencantingan, pewarnaan dan pelorodan. Pada bab ini akan dijelaskan
hal-hal terkait proses produksi batik dari bahan, peralatan, tata cara
pembatikan hingga menghasilkan batik yang memiliki nilai seni dan
ekonomi.

A. Mengenal Bahan dan Peralatan Membuat Batik


Bahan dan peralatan ini merupakan faktor operasional dalam
produksi batik. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam
proses pembuatan batik ini meliputi:
6
Proses Produksi Batik

1. Bahan
Bahan-bahan untuk membuat batik meliputi :
a. Kain mori atau bahan lain sebagai media pembatikan,

Gambar 2. 1: Kain Mori


Sumber: BBKB

b. Malam (lilin batik)


Secara umum dikenal ada malam klowong, malam
tembokan dan malam isen. Malam klowong digunakan
untuk membentuk garis motif, malam tembok untuk
menutup bidang yang dikehendaki warnanya tetap.
Sedangkan malam isen digunakan untuk menggambar
motif isen.
c. Zat warna dan zat pembantu pewarnaan
Zat warna yang digunakan pada proses pembatikan
adalah zat warna yang dapat digunakan untuk mewarna
kain dengan teknik dingin. Pewarnaan suhu dingin dipilih
karena malam sebagai perintang warna tidak tahan
terhadap panas. Zat warna terdiri dari zat warna alam dan
zat warna sintetis
7
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 2. 2: Lilin Batik (Malam)


Sumber: BBKB

Zat warna alam adalah zat warna yang diperoleh dari


sumber bahan alam berupa bagian-bagian dari tumbuhan.
Bagian tumbuhan tersebut bisa berupa daun, bunga, kulit
kayu, kulit buah, dan kayu tanaman tertentu. Ada juga
warna alam yang diambil dari bagian hewan dan alga.

Zat warna alam memerlukan bantuan senyawa tertentu


untuk mengikat warna ke dalam kain. Senyawa tertentu itu
disebut mordan. Penggunaan mordan dapat dilakukan
sebelum pewarnaan (pre mordanting), bersamaan dengan
proses pewarnaan (simultan) dan dapat juga dilakukan
setelah pewarnaan (post mordanting).
8
Proses Produksi Batik

Gambar 2. 3: Bahan Pewarna Alam


Sumber: BBKB

Zat warna sintetis yaitu zat warna selain zat warna


alam. Zat warna ini dibuat dengan sistem kimia. Pewarna
sintetis berkembang pesat karena lebih praktis dan mudah
digunakan. Namun demikian, penggunaan pewarna
sintetis mempunyai efek samping yang merugikan yaitu
mencemari lingkungan. Penggunaan pewarna karsinogen
juga dapat mengakibatkan penyakit serius bagi pengguna
yang sering terpapar secara langsung dengan bahan kimia
ini.

Zat pembantu yang digunakan dalam proses


pembatikan antara lain TRO, kaustik/kaustik soda, soda
abu, nitrit, asam klorida, asam sulfat, waterglass dan kanji.
Bahan-bahan tersebut membantu proses pewarnaan dan
pelorodan sehingga hasilnya maksimal.
9
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 2. 4: Bahan Pewarna Sintetis


Sumber: BBKB

2. Peralatan
Berikut ini adalah peralatan-peralatan yang digunakan
untuk membuat batik:

a. Canting tulis dan cap


Canting tulis dan/atau cap digunakan untuk melekatkan
malam pada kain. Canting klowong untuk membuat garis
motif. Canting isen digunakan untuk membuat motif
pengisi (isen, jawa), ukurannya lebih kecil daripada
canting klowong. Canting tembok untuk menorehkan
malam agar menutup bidang yang dikehendaki warnanya
tetap.

Sementara itu canting cap yang terbuat dari tembaga


sudah memiliki motif sehingga saat dilekatkan ke atas
mori, malam sudah membentuk motif batik. Jika prinsip
kerja canting cap menyerupai cara kerja pena, prinsip kerja
canting cap menyerupai cara kerja stempel.
10
Proses Produksi Batik

Gambar 2. 5: Canting Tulis


Sumber: BBKB

Gambar 2. 6: Canting Cap


Sumber: BBKB
11
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

b. Kuas/jegul yaitu alat bantu untuk menorehkan malam pada


bidang yang luas.

Gambar 2. 7: Kuas (Jegul)


Sumber: BBKB

c. Kompor + wajan kecil yaitu alat untuk memanaskan


malam batik.

Gambar 2. 8: Kompor dan Wajan Batik


Sumber: BBKB
12
Proses Produksi Batik

d. Gawangan yaitu alat digunakan untuk menyampirkan atau


meletakkan kain pada waktu membatik tulis.

Gambar 2. 9: Gawangan
Sumber: BBKB

e. Meja pencapan yaitu meja yang digunakan untuk


melakukan pencantingan dengan canting cap.

Gambar 2. 10: Meja Pencapan


Sumber: BBKB
13
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

f. Ijuk yaitu alat yang digunakan untuk membersihkan cucuk


canting yang tersumbat.

Gambar 2. 11: Ijuk


Sumber: BBKB

g. Alat ngejos yaitu sepotong logam/pisau yang digunakan


untuk ngejos atau menghilangkan tetesan malam

Gambar 2. 12: Alat Ngejos


Sumber: BBKB
14
Proses Produksi Batik

Kain yang di atasnya terdapat tetesan malam dibasahi


terleihi dahulu untuk menghindari kerusakan saat dijos.
Alat ngejos dipanaskan untuk bisa melelehkan dan
mengangkat tetesan malam dari permukaan kain mori.

h. Sarung tangan yaitu alat pelindung diri sewaktu melakukan


proses pewarnaan/ngelir batik.

Gambar 2. 13: Sarung Tangan Pencelupan


Sumber: BBKB

i. Bak pewarnaan/pencelupan yaitu wadah/tempat yang


digunakan untuk melakukan proses pewarnaan batik.
Penggunaan Bak dengan dimensi lebar yang sesuai dengan
lebar batik akan mengurangi keretakan malam yang bisa
terjadi dalam proses pewarnaan/pencelupan.
15
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 2. 14: Bak Pewarnaan/Pencelupan


Sumber: BBKB

j. Baskom yaitu tempat untuk membuat larutan induk


pewarna pada saat melakukan pewarnaan sintetis.

Gambar 2. 15: Baskom


Sumber: BBKB
16
Proses Produksi Batik

k. Kèncèng yaitu panci besar yang digunakan untuk


melakukan proses pelepasan malam batik/nglorod dengan
cara perebusan.

Gambar 2. 16: Kèncèng Pelorodan


Sumber: Batik Winotosastro

B. Tatacara Membatik
Teknologi pembuatan batik saat ini telah berkembang
sedemikian rupa sejalan dengan perkembangan media untuk
batik serta variasi dari produk batiknya yang merupakan tuntutan
dari konsumen atau pasar. Pada intinya proses membatik yaitu
pemolaan, pelekatan malam/membatik, pewarnaan dan pelepasan
malam/nglorod.

1. Pemolaan
Memola adalah membuat gambar pada media yang
nantinya dipergunakan sebagai panduan untuk membatik
tulis. Ada beberapa teknik pengerjaan memola baik pada
media kain maupun pada media non kain. Pada umumnya
gambar yang akan diterapkan telah dipersiapkan atau
dirancang pada kertas untuk memudahkan ketepatan
17
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

sambungan dari gambar tersebut. Kertas yang dipergunakan


sebaiknya tembus sinar atau transparan untuk memudahkan
penyambungan gambar pada waktu memola.

Gambar 2. 17: Pemolaan


Sumber: BBKB

2. Membatik
Membatik adalah pekerjaan melekatkan malam batik cair
pada permukaan media yang berfungsi sebagai perintang
warna. Membatik tulis memerlukan alat bantu untuk
melekatkan malam yang disebut canting tulis. Adapun canting
tulis yang dipergunakan disesuaikan dengan pengerjaan
pembatikannya.

Pada umumnya pembatikan dimulai dengan


menggambar/menuliskan lilin cair untuk kontur gambar atau
sering disebut “klowongan”. Urutan membatik tulis sebagai
berikut:
18
Proses Produksi Batik

Gambar 2. 18: Proses Mencanting


Sumber: BBKB

a. Membatik kerangka (nglowong)


Nglowong adalah membuat garis-garis terluar dari
desain gambar motif yang sudah terpola. Proses pekerjaan
ini disebut membatik kosongan atau klowongan. Peralatan
canting yang dipergunakan untuk proses ngklowong adalah
canting klowong.

b. Ngisen-iseni
Ngisen-iseni adalah mengisi bagian dalam pola motif
dengan menggunakan canting cucuk kecil atau canting
isen. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya
nyeceki menggunakan canting cecek hasilnya dinamakan
cecekan.

c. Nerusi
Nerusi adalah membatik mengikuti motif pembatikan
pertama pada bekas tembusannya. Nerusi bertujuan untuk
mempertebal malam batik pertama serta untuk
memperjelas dibagian permukaan sisi kain/belakang.
19
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Untuk media kain dapat dilakukan pembatikan pada


permukaan kedua atau sebaliknya sesuai tembusan malam
dari permukaan pertama baik klowong maupun isen-isen,
yang disebut ”nerusi”. Pengerjaan nglowong, membuat
isen-isen (ngiseni) sampai dengan nerusi menggunakan
malam klowong.

d. Nembok
Nembok adalah membatik pada bagian tertentu dari
pola motif yang berlatar bidang luas, dengan harapan
bidang tersebut tidak terwarnai. Cara melapisi bidang
tembokan dengan menggunakan canting tembok dan
hasilnya disebut tembokan.

Kualitas malam yang melekat pada permukaan media


ditentukan oleh beberapa hal antara lain:
a. Kerataan besar kecilnya garis atau cecek.
Hal ini didapatkan dari stabilitas temperatur atau
panasnya malam batik pada waktu dilekatkan pada
permukaan media. Hal tersebut disebabkan dari sifat
malam batik yang kekentalannya (viskositas) sangat
dipengaruhi oleh temperaturnya. Semakin panas maka lilin
batik akan semakin encer dan akan terjadi blobor. Jadi
feeling dari pembatik akan panasnya lilin batik sangatlah
menentukan kualitas kerataan gambar batikan.

b. Kerataan ketebalan malam batik


Kerataan ketebalan malam batik yang melekat pada
media akan menentukan kerataan daya tolak warna dari
malam tersebut. Kerataan ketebalan malam batik
didapatkan dari benar tidaknya teknik penggunaan canting
tulis untuk melekatkan malam batik. Untuk mendapatkan
ketebalan yang baik biasanya arah gerakan canting dimulai
20
Proses Produksi Batik

dari kiri bawah ke arah kanan atas. Jadi untuk menjaga arah
goresan canting agar selalu benar maka posisi media yang
dibatik yang diubah-ubah bukan arah gerakan cantingnya.

c. Cacat pembatikan
Cacat pembatikan yang diakibatkan kesalahan-
kesalahan pada waktu proses pembatikan seperti blobor,
malam tidak melekat sempurna karena temperaturnya
tidak sesuai, goresan malam sangat tipis, serta yang paling
kelihatan adanya tetesan malam batik. Khusus tentang
tetesan malam batik biasanya diakibatkan oleh kesalahan
pengendalian canting tulis.

Ketika ujung canting tulis digunakan untuk menggores,


usahakan posisinya agak mendongak kurang lebih 30
derajat. Pengisian malam pada canting jangan terlalu
penuh serta sebelum membatik ujung canting perlu ditiup
lebih dulu. Fungsi peniupan adalah agar malam pada ujung
canting tidak terlalu panas dan bila masih ada malam cair
yang ada di bawah carat agar membeku atau masuk
kedalam gagang canting untuk mengurangi kemungkinan
terjadi tetesan.

3. Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan batik bisa menggunakan dua macam zat
warna, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Pada
proses pencelupan biasanya digunakan sistem vlot, dimana
vlot merupakan perbandingan antara bahan dengan air yang
digunakan.
21
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 2. 19: Proses Pewarnaan Batik


Sumber: BBKB

Misalnya dalam pencelupan zat warna remazol digunakan


vlot 1:40, berat kain yang akan dicelup 200 gram kemudian
dikali 40 hasilnya 8000 ml atau digunakan air 8 liter.

a. Proses pewarnaan dengan zat warna sintetis


Pada prakteknya, dapat digunakan beberapa pewarna
sintetis, seperti zat warna naphtol, indigosol, rapid, reaktif,
indantren, dan remazol.

1) Pewarnaan dengan zat warna naphtol.


Zat warna naphtol terdiri dari dua komponen yaitu
komponen pengikat serat dengan warna disebut
Naphtol dan komponen pembawa warna disebut garam
diazonium. Beberapa macam naphtol yang banyak
dijumpai di pasaran antara lain: Naphtol AS
Naphtol AS-G, Naphtol AS-D, Naphtol AS-OL,
Naphtol AS-BO, Naphtol AS-LB, Naphtol AS-BR,
Naphtol AS-GR dan Naphtol AS-BG. Beberapa macam
garam diazonium yang ada di pasaran antara lain:
22
Proses Produksi Batik

Garam Kuning GC, Garam Orange GC, Garam Merah


B, Garam Violet B, Garam Biru B , Garam Biru B,
Garam Biru BB, Garam Hitam B, Garam Bordo GP,
Garam Scarlet R, Garam Merah RR dan Garam Merah
3GL

Untuk warna sedang biasanya menggunakan resep


pencelupan dengan formula untuk setiap liternya:
● Naphtol : 3 gram
● Kaustik soda : 0,5 x berat Naphtol.
● TRO : 1 gram
● Garam diazonium : 3 x berat naphtol

Cara melarutkan zat warna Naphtol:


1) Pastakan zat warna naphtol dengan air dingin,
2) Tambahkan TRO.
3) Masukkan air mendidih dan aduk-aduk hingga rata.
4) Tambahkan kaustik soda sambil diaduk hingga
warna berubah menjadi bening.
5) Tempatkan pada bak celup.
6) Tambah air dingin hingga takaran yang
dikehendaki.

Cara melarutkan garam diazonium:


1) Pastakan garam diazonium dengan air dingin hingga
larut.
2) Tambahkan air dingin sedikit demi sedikit sambil
diaduk hingga larut.
3) Tempatkan pada bak celup.
4) Tambahkan air hingga takaran yang dikehendaki.
23
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Cara pencelupan dengan zat warna naphtol


1) Basahi kain hingga rata, kemudian
diatuskan/ditiriskan.
2) Rendam kain kira-kira 10 menit dalam larutan
naphtol sembari dibolak-balik dan dibuka bagian
lipatan hingga merata.
3) Atuskan kain hingga tidak ada tetesan.
4) Rendam kain dalam larutan garam diazonium kira-
kira 10 menit, sembari dibolak-balik kain dan
dibuka bagian lipatan, agar timbul warna maksimal
dan merata
5) Atuskan kain hingga tidak ada tetesan.
6) Cuci bersih kain bersih, kemudian atuskan lagi.
7) Ulangi pengerjaan sampai mendapatkan warna yang
dikehendaki.

Pencelupan dapat dilakukan dua atau tiga kali sesuai


warna yang dikehendaki. Catatan: seluruh kegiatan
pencelupan dengan zat warna naphtol dilakukan di
tempat teduh, tanpa ada sinar matahari langsung.

2) Pewarnaan dengan zat warna indigosol


Zat warna indigosol atau bejana larut adalah zat
warna yang ketahanan lunturnya baik, berwarna rata
dan cerah. Zat warna ini dapat dipakai untuk
pencelupan dan coletan . Warna dapat timbul setelah
dibangkitkan dengan natrium nitrit dan asam/asam
sulfat atau asam khlorida.

Jenis warna indigosol antara lain:


● Indigosol Yellow Indigosol Green IB
● Indigosol Yellow JGK Indigosol Blue 0 4 B
● Indigosol Orange HR Indigosol Grey IBL
24
Proses Produksi Batik

● Indigosol Pink IR Indigosol Brown IBR


● Indigosol Violet ARR Indigosol Brown IRRD
● Indigosol Violet 2R Indigosol Violet IBBF

Resep pencelupan zat warna indigosol:


● Indigosol : 3-5 gram/liter
● Nitrit : 1 – 1,5 x jumlah zat warna
● HCl : 10-20 cc/liter

Cara pewarnaan dengan zat warna indigosol:


1) Larutkan zat warna indigosol dan natrium nitrit
dengan air panas.
2) Tambahkan air dingin sesuai dengan kebutuhan.
3) Tambahkan air dingin sampai sesuai resep.
4) Celupkan kain ke dalam larutan TRO terlebih
dahulu dan tiriskan.
5) Celupkan kain ke dalam larutan zat warna sampai
rata diamkan beberapa menit.
6) Angkat kain tersebut dan jemur di bawah
sinar matahari/diangin-anginkan. Ulangi
pencelupan sebanyak 3x.
7) Bangkitkan warnanya dengan merendam kain dalam
larutan HCl selama ± 1 menit, sehingga warnanya
timbul.
8) Cuci kain sampai bersih.

3) Pewarnaan dengan zat warna rapid


Zat warna ini adalah campuran komponen naphtol
dan garam diazonium yang distabilkan. Zat warna rapid
yang biasa dipakai untuk coletan adalah jenis Rapid
Fast. Paling banyak dipakai rapid merah,
karena warnanya cerah dan tidak ditemui di
kelompok indigosol.
25
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Resep zat warna rapid (untuk colet):


● Zat warna rapid : 5 gram
● Kaustik soda : 2,5 gram
● Air panas : 70 cc

Cara pewarnaan dengan zat warna rapid:


1) Larutkan zat warna rapid dan kaustik dengan air
panas, kemudian dinginkan.
2) Kuaskan larutan zat warna pada kain yang sudah
dibatik sesuai warna yang direncanakan, tunggu
sampai kering.
3) Ulangi tiga kali, kemudian diangin-anginkan.
4) Cuci kain sampai bersih.

4) Pewarnaan dengan zat warna reaktif


Zat warna reaktif termasuk zat warna yang larut
dalam air dan mengadakan reaksi dengan serat selulosa,
sehingga zat warna reaktif tersebut merupakan bagian
dari serat. Oleh karena itu sifat tahan luntur warna dan
tahan sinarnya sangat baik.

Berdasarkan cara pemakaiannya zat warna reaktif


dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: reaktif dingin
dan reaktif panas. Zat warna reaktif dingin salah
satunya adalah zat warna procion, dengan nama
dagang Procion MX. Zat warna ini mempunyai
kereaktifan tinggi dan dicelup pada suhu rendah/ruang.

Nama dagang zat warna reaktif, sebagai berikut:


Procion (produk dari I.C.I), Drimarine
(produk Sandoz), Remazol (produk Hoechst) dan
Levafix (produk Bayer).
26
Proses Produksi Batik

Resep pencelupan dengan zat warna reaktif:


● Berat bahan : a gram
● Vlot : 1 : 40
● Air : 40 x a cc
● Remazol/reakif : 10-30 gram/liter
● Garam dapur : 30-40 gram/ liter
● Soda abu : 10-15 gram/ liter
● TRO : 1 gram/liter
● Waktu : 55 menit
● Suhu : 27 ⁰C

Cara pewarnaan dengan zat warna reaktif:


1) Zat warna dan TRO dilarutkan dengan air dingin,
aduk sampai rata.
2) Kain dibasahi dengan TRO kemudian ditiriskan.
3) Kain dicelupkan kedalam larutan zat warna dan
didiamkan selama 15 menit dan angkat kain.
4) Soda abu ditambahkan dan diaduk sampai larut,
5) Lanjutkan sampai waktu yang ditentukan.
6) Tiriskan dan keringkan tanpa terkena panas
matahari langsung.
7) Kain difiksasi dan dilanjutkan dengan pencucian.
(lihat resep fiksasi).

Resep coletan dengan zat warna reaktif:


● Zat warna remazol : 3,5 gram
● Matexil PAL : 5 gram
● Air dingin : 491,5 cc

Cara pewarnaan coletan zat warna reaktif:


1) Zat warna dilarutkan dengan air dingin, aduk sampai
rata
2) Kain dibasahi dengan TRO kemudian ditiriskan.
27
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

3) Kain selanjutnya dibentangkan pada spanram


(benda pembentang/pembidang kain biasanya
terbuat dari kayu) diperkuat dengan paku pines
4) Zat warna dicoletkan menggunakan kuas
5) Tiriskan dan keringkan tanpa terkena panas
matahari secara langsung
6) Kain difiksasi dan dilanjutkan dengan pencucian.
(lihat resep fiksasi)

Untuk proses fiksasi untuk zat warna reaktif, ada


dua cara yang bisa digunakan, menggunakan fixanol
dan menggunakan waterglass. Masing-masing cara
memiliki resepnya sendiri

Resep fiksasi remazol dengan fixanol (Cara 1)


● Berat bahan : a gram
● Vlot : 1 : 40
● Air : 40 x a gram
● Fixanol : 2 x zat warna
● Waktu : 15 menit
● Suhu : 30 ⁰C

Cara fiksasi remazol dengan fixanol


Fiksasi kain yang sudah diwarna dan kering dengan
merendamnya dalam larutan fixanol selama 15 menit,
selanjutnya kain dicuci dan keringkan.

Resep fiksasi remazol dengan waterglass (Cara 2)


● Waterglass : 1 kg
● Kaustik soda : 10 gram
● Soda abu : 25 gram
● Air : 500 cc
28
Proses Produksi Batik

Cara fiksasi remazol dengan waterglass


1) Larutkan kaustik soda dan soda abu pada ember
plastik.
2) Larutkan waterglass sedikit demi sedikit dan aduk
sampai rata.
3) Kuaskan/celupkan larutan waterglass pada
kain yang sudah diwarna.
4) Setelah diolesi waterglass kemudian pad-
batch (pemeraman) dengan cara digulung dan
masukkan ke dalam plastik selama 12 jam.
Pemeraman juga dapat dilakukan dengan cara
merendam kain berwarna pada larutan waterglass
kemudian ditutup.
5) Plastik dibuka dan kain dicuci dengan air mengalir
sampai tidak licin lagi.
6) Kain kemudian dikeringkan.

5) Pewarnaan dengan zat warna bejana/indantrene


Zat warna indantrene termasuk golongan zat warna
bejana yang tidak larut dalam air. Proses
pencelupannya tidak memerlukan
penambahan elektrolit karena mempunyai daya serap
yang tinggi. Perlu penambahan zat reduktor dan dicelup
pada suhu ruang.

Contoh zat warna Indantrene : Helanthrene Yellow


GC MP, Helanthrene Orange RK MP, Helanthrene
Brilian Pink RS MP, Helanthrene Blue RCL MP,
Helanthrene Green B MP dan Helanthrene Brown BK
MP.

Resep pencelupan dengan zat warna indantrene:


● Berat bahan : a gram
29
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

● Vlot : 1 : 40
● air : 40 x a cc
● Zat warna bejana :1–3%
● Kaustik soda 38 ⁰Be : 17 – 25 cc/liter
● Natrium hidrosulfit : 3-6 gram/liter
● TRO : 1 gram /liter

Resep oksidasi untuk zat warna indantrene:


● Berat bahan : a gram
● Vlot : 1 : 40
● Air : 40 x a gram
● H2O2 : 6 cc/liter
● Asam cuka : 2 cc/liter

Cara pewarnaan dengan zat warna Indantrene:


1) Kain ditimbang kemudian dicelupkan ke dalam
larutan TRO dan tiriskan.
2) Timbang zat warna dan zat pembantunya, sesuai
resep untuk pencelupan.
3) Celupkan kain yang akan diwarna selama 5 menit,
kemudian cuci dingin dan oksidasi sesuai resep.
Ulangi pencelupan sebanyak 2 kali.
4) Setelah selesai pencelupan cuci bersih kain dan
keringkan.

b. Proses pewarnaan dengan zat warna alam


Pewarnaan dengan zat warna alam dilakukan dengan
mengekstraksi dari bagian tanaman yang akan digunakan.
Caranya ialah dengan melakukan perebusan dengan air
pada volume dan waktu pemanasan tertentu. Setelah
diekstrak, larutan kemudian didinginkan dan disaring,
larutan bisa digunakan untuk pewarnaan batik.
30
Proses Produksi Batik

Pembahasan tentang pewarnaan zat warna alam akan


dibagi menjadi dua; pewarnaan dengan zat warna alam
mordan dan pewarnaan dengan zat warna alam golongan
bejana:

1) Pewarnaan dengan zat warna alam mordan


Merupakan zat warna yang dalam proses
pewarnaannya harus melalui penggabungan dengan
kompleks logam, sehingga zat warna ini akan lebih
tahan daya lunturnya. Contoh : kulit akar pace, kulit
kayu tingi, kulit buah jalawe dan lainnya. Sebelum
dilakukan pewarnaan dengan zat warna alam, kain
dilakukan proses mordanting terlebih dahulu. Adapun
urutan proses mordanting adalah sebagai berikut:

Resep mordanting kain katun (2-2,5 meter)


● Air : 4 liter
● Tawas/Aluminium (k2Al2O4) : 6 gram/liter
● Soda abu : 2 gram/liter

Cara melakukan mordanting pada kain katun:


1) Kain terlebih dahulu direndam/dicuci dalam larutan
pembasah TRO (Turkis Red Oil) atau dengan
Teepol.
2) Tawas dan soda abu dilarutkan dalam air panas
secukupnya.
3) Setelah tawas dan soda abu larut kemudian disaring
dan diukur, selanjutnya ditambahkan air dingin
sesuai dengan kebutuhan
4) Kain dimasukkan dalam larutan tawas dan soda abu
yang sudah larut.
31
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

5) Hitung waktu mordanting selama 1 jam, dari air


mulai hangat sampai dalam suhu kurang lebih 80-90
o
C, selanjutnya api dimatikan.
6) Kain direndam dalam larutan tawas dan soda abu
selama ± 24 jam.
7) Kemudian kain dicuci bersih dan dikeringkan.

Cara ekstraksi zat warna alam mordan


1) Siapkan 1 kg daun/kulit kayu/biji/buah bahan warna
alam
2) Tambahkan air 5-10 ltr
3) Panaskan sampai air mendidih
4) Terus panaskan sampai air tinggal setengahnya
5) Kemudian didinginkan
6) Setelah didinginkan kemudian disaring
7) Larutan zat warna alam siap dipakai.

Proses pencelupan dengan zat warna alam mordan


1) Kain yang sudah dimordan, dibasahi dengan larutan
TRO (zat pembasah) kemudian ditiriskan.
2) Siapkan larutan air zat warna alam dalam bak celup
± 3-5 liter untuk pencelupan 2-3 meter kain
3) Lakukan pencelupan kain pada larutan zat warna
alam hingga rata
4) Kemudian tiriskan/jemur (tanpa terkena sinar
matahari) hingga kain lembab-kering.
5) Kemudian ulangi perlakuan sampai minimal 4x,
atau warna yang diinginkan.
6) Setelah itu lakukan proses fiksasi (penguncian zat
warna alam)
32
Proses Produksi Batik

Proses fiksasi pewarnaan zat warna alam mordan


1) 70 gram tawas/Alumunium (K2Al2O4) dilarutkan
dalam 1 liter air kemudian diaduk dan didiamkan
selama 24 jam
2) 50 gram Kapur /Kalsium (Ca2CO3) dilarutkan dalam
1 liter air kemudian diaduk dan didiamkan selama
24 jam
3) 30 gram Tunjung/Zat besi (FeSO4) dilarutkan dalam
1 liter air kemudian diaduk dan didiamkan selama
24 jam.

Cara fiksasi pewarnaan zat warna alam mordan


1) Kain yang sudah kering setelah diproses pewarnaan
kemudian dilakukan proses fiksasi dengan cara
direndam atau dicelupkan hingga rata pada zat
fiksasi yang diinginkan.
2) Efek warna yang dihasilkan dari zat fiksasi dimana
tawas akan memberikan efek warna muda, kapur
akan memberikan efek warna sedang kemerahan,
dan tunjung akan memberikan efek warna gelap/tua.

2) Pewarnaan untuk zat warna alam golongan bejana


(Indigofera)
Selain zat warna alam jenis mordan, dikenal juga
pewarna alam indigo, yang menghasilkan warna biru.
Zat warna indigo ini memerlukan persiapan dan
perlakuan yang sangat berbeda dengan zat warna alam
jenis mordan.

Resep pencelupan dengan zat warna alam golongan


bejana (Indigofera):
1) 1 kg pasta indigo dilarutkan dengan larutkan gula
jawa 1 kg dengan air 5-10 liter.
33
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

2) Kemudian didiamkan selama 24 jam.


3) Sebelum digunakan untuk proses pewarnaan larutan
indigo ditambahkan kapur tohor 10 gram atau
Hidrosulfit 5 gram, kemudian diaduk larutan akan
berubah menjadi kuning kehijaun.
4) Larutan siap untuk digunakan pewarnaan.

Gambar 2. 20: Mewarna batik dengan Zat Warna Alam


Sumber: BBKB

Cara pewarnaan zat warna alam golongan bejana


(Indigofera):
1) Kain yang sudah dibasahi dengan TRO kemudian
ditiriskan
2) Setelah kain lembab kemudian dicelupkan dalam
larutan indigo hingga rata
3) Kain kemudian diangkat dan dicuci
4) Kain diangin-angin (oksidasi) dengan udara, akan
terjadi perubahan warna pada kain dari kuning-
kehijauan menjadi biru.
5) Lakukan proses pencelupan hingga minimal 3
kali/sampai warna yang dikehendaki.
34
Proses Produksi Batik

4. Melepas Malam Batik


Ada 2 cara melepaskan malam batik, sebagai berikut:
a. Melepaskan malam sebagian
Melepaskan malam sebagian adalah melepas malam
pada bagian-bagian tertentu dengan cara menggaruk
malam dengan alat semacam pisau. Pekerjaan ini
disebut ngerok atau ngerik, karena akan diproses
pembatikan dan pewarnaan berikutnya.

b. Melepaskan malam secara keseluruhan


Proses melepaskan malam secara keseluruhan pada
akhir proses pembatikan ini disebut nglorod. Alat yang
diperlukan untuk nglorod adalah: kompor besar yang
berfungsi sebagai alat untuk memanaskan air,
kenceng/panci, dan sepasang bilah kayu/stik kayu. Stik
kayu digunakan untuk pengait kain, pada saat
menghilangkan malam batik (proses nglorod). Bahan
pembantu untuk mempermudah pelepasan malam
menggunakan tepung kanji dan atau soda abu.

Hasil kain batik yang sudah dilepas malamnya dijemur


supaya kering yang selanjutnya dikemas untuk dipasarkan.
35
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 2. 21: Proses Nglorod


Sumber: BBKB

Gambar 2. 22: Pengeringan Kain Batik


Sumber: BBKB
36
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

BAB III
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN MELALUI PRODUKSI
BERSIH

A. Limbah Produksi Batik


Proses produksi batik menghasilkan limbah berupa limbah
padat, cair, serta emisi udara. Jenis limbah yang dihasilkan
dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan serta proses yang
dilakukan. Pada tiap tahapan proses produksi batik dihasilkan
limbah yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

1. Sumber dan karakteristik limbah cair


Limbah cair merupakan gabungan atau campuran air dan
bahan pencemar yang terbawa oleh air baik dalam keadaan
terlarut maupun suspensi yang terbuang dari sumber domestik
(perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri
(Soeparman dan Suparmin, 2001). Industri batik memerlukan
air dalam jumlah besar pada proses pembuatannya sehingga
menghasilkan limbah cair yang besar pula. Dari Tabel 1 dapat
diketahui bahwa limbah cair pada industri batik berasal dari
tahapan proses persiapan, pewarnaan, pelorodan serta
penyempurnaan.
37
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Tabel 1. Limbah dari tahapan proses produksi batik


No Jenis Proses Bahan yang Digunakan Limbah
1 Persiapan - Kain putih (mori) - Potongan mori
- Penyediaan Kain - Soda abu - Air bekas
- Pengetelan - Minyak kacang proses
- Air pengetelan
- Tapioka - Air pencucian
- Air bekas
proses
penganjian
2 Pembatikan Mori hasil persiapan - Tetesan malam
- Cap Malam batik - Uap malam
- Tulis
3 Pewarnaan Zat perwarna (Naphtol, - Air bekas
Garam Naphtol, larutan
Indigosol kaustik Soda, pewarnaan
asam klorida, soda abu,
dll)
4 Pelepasan malam Tapioka dan air soda - Malam bekas
(lorodan remukan abu - Air bekas
dan kerokan) lorodan
- Air pencucian
5 Penyempurnaan Tapioka dan larutan - Air bekas
Pengeringan softener penyempurnaan

Proses pengolahan kain dan pewarnaan, menghasilkan


limbah cair yang mengandung zat-zat kimia yang berpotensi
meningkatkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) dan
warna air limbah. Sedangkan pada kegiatan pelorodan, limbah
cair yang dihasilkan memberikan kontribusi meningkatnya
Biological Oxygen Demand (BOD) air limbah (Sembiring,
2008, Rashidi dkk, 2012, Kurniawan dkk., 2013).
Keseluruhan proses produksi batik diindikasi
menggunakan bahan kimia yang mengandung logam berat,
sehingga limbah yang dihasilkan juga masih mengandung
logam berat (Sasongko, 2006). Pada umumnya, air limbah
38
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

batik memiliki kadar organik tinggi dan bersifat basa. Zat


warna dalam air limbah batik umumnya sukar terdegradasi
karena sifatnya yang mampu menahan kerusakan oksidatif
dari cahaya matahari (Manurung, 2004).

Karakteristik air limbah industri batik dapat digolongkan


menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

a. Karakteristik fisik
Karakteristik fisik meliputi warna, bau, suhu, dan
padatan. Warna disebabkan adanya partikel terlarut
dissolved, tersuspensi suspended, dan senyawa-
senyawa koloidal. Suhu dapat mempengaruhi kadar
Dissolved Oxygen (DO) dalam air. Kenaikan suhu
sebesar 10 °C dapat menyebabkan penurunan kadar
oksigen sebesar 10 %.

Padatan yang terdapat di dalam air limbah dapat


diklasifikasikan menjadi floating, settleable, suspended
atau dissolved, berbau menyengat, dan kontaminan
akan membuat air menjadi keruh. Adanya indikator-
indikator tersebut cukup menunjukkan bahwa tingkat
pencemaran yang terjadi cukup tinggi (Wardhana,
2001).

b. Karakteristik kimia
Karakteristik kimia meliputi pH, Chemical Oxygen
Demand (COD), dan Dissolved Oxygen (DO). COD
merupakan banyaknya oksigen yang diperlukan untuk
menguraikan bahan organik secara kimiawi. Nilai COD
yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin
buruk kualitas air tersebut.
39
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

DO merupakan ukuran banyaknya kandungan


oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut ini
merupakan hal yang paling penting untuk kelangsungan
hidup biota air. Kematian biota air karena menurunnya
kandungan oksigen dalam air dapat merupakan salah
satu indikator tercemarnya air.

c. Karakteristik biologis
Hampir semua air limbah mengandung
mikroorganisme dalam berbagai jenis dengan
konsentrasi 105 sampai 108 organisme/mL. Bakteri
juga berperan penting untuk mengevaluasi kualitas air
(Purwaningsih, 2008).

2. Sumber dan karakteristik limbah padat


Selain limbah cair, proses produksi batik juga
menghasilkan limbah padat. Limbah padat yang paling
banyak dihasilkan adalah potongan mori dan malam batik.
Limbah potongan mori dihasilkan akibat adanya
ketidakakuratan dalam pengukuran maupun pemotongan
bahan. Limbah potongan mori juga dapat terbentuk akibat
cara penyimpanan dan penanganan yang tidak tepat. Kain
mori yang disimpan terlalu lama dapat menjadi rusak dan
kotor sehingga tidak dapat digunakan.

Limbah padat malam batik paling banyak dihasilkan pada


proses pelorodan. Malam yang dilepaskan dari kain akan
mengeras ketika suhu sudah dingin dan menjadi bongkahan
padat. Apabila tidak ditangani dengan baik, bongkahan
malam bekas tersebut akan menjadi limbah yang tentunya
merusak lingkungan.

Pada proses pembatikan juga dihasilkan limbah malam


yaitu berupa malam cair yang menetes atau tercecer saat akan
40
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

dilekatkan pada kain, yang kemudian mengeras setelah


suhunya dingin. Selain menjadi limbah, apabila dibiarkan
begitu saja, limbah tetesan malam ini berpotensi membuat
ruang kerja menjadi kotor dan licin sehingga mengganggu
proses kerja. Malam batik dapat melekat pada alat-alat
pembatikan seperti canting tulis, canting cap, kompor
pembatikan, maupun tempat pelorodan, Sehingga ketika alat-
alat tersebut dibersihkan dihasilkan juga limbah malam batik.

3. Sumber dan karakteristik limbah gas


Beberapa tahapan proses pembuatan batik menggunakan
energi sehingga menghasilkan emisi gas buang ke udara.
Energi yang digunakan pada industri batik meliputi energi
listrik, gas, kayu bakar, dan minyak tanah.

Proses yang memerlukan energi di antaranya pembatikan,


pelorodan serta penerangan dan operasional pompa air. Dari
pemakaian energi tersebut dihasilkan emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) seperti CO2 dan NO2.

Meskipun sebagian besar industri batik telah


menggunakan energi listrik dan gas, namun masih ada yang
menggunakan minyak tanah sebagai sumber energi terutama
dalam proses pembatikan. Pembakaran pada kompor minyak
menghasilkan gas karbon monoksida (CO) dan asap yang
mengganggu pernapasan.

Pada pemanasan malam batik terdapat pula asap atau uap


yang dilepaskan ke udara. Di dalam malam terdapat
kandungan bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan
berbagai gangguan kesehatan apabila terhirup terus menerus.
41
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

B. Minimalisasi Limbah
Minimalisasi limbah merupakan suatu upaya untuk
mengurangi limbah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir
atau ke lingkungan (UNEP dan ISWA, 2002). Dengan adanya
minimalisasi limbah, limbah yang timbul dapat diolah terlebih
dahulu misalnya dengan daur ulang atau sistem pengolahan
tertentu sebelum akhirnya limbah tersebut dibuang, sehingga
tidak akan mencemari lingkungan sekitarnya.

Eliminasi
limbah
Minimalisasi
limbah
Recycle

Reuse dan
Recovery
Pengolahan

Pembuangan
residu
Gambar 3. 1: Bagan Hirarki Prioritas Manajemen Limbah
Sumber: UNEP dan ISWA, 2002

Pada hirarki prioritas manajemen limbah, minimalisasi limbah


menduduki urutan kedua setelah eliminasi atau pencegahan
terbentuknya limbah dan emisi.

Cara minimalisasi limbah padat, sebagai berikut:


1) Pemanfaatan kembali sisa potongan kain/mori baik dari
industri batik untuk produk turunan batik.
2) Perencanaan yang baik untuk mengurangi kuantitas limbah
mori.
42
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

3) Sisa potongan kain juga bisa dijual dalam satuan kg.


4) Pembuatan perangkap malam batik untuk menangkap limbah
malam batik yang lepas pada proses lorodan kerokan dan
remukan.
5) Pemanfaatan kembali limbah malam batik setelah diproses
ulang.

Cara minimalisasi limbah cair, sebagai berikut:


1) Minimasi konsumsi air pada pencucian batik setelah proses
pencelupan dan pelorodan
2) Pemanfaatan kembali larutan bekas proses pencelupan batik
3) Pemanfaatan kembali larutan bekas pencucian
4) Pemanfaatan kembali proses pemutihan
5) Pemanfaatan kembali proses pencucian
6) Pemisahan limbah pekat (konsentrasi tinggi) dari limbah
encer

Bergantung pada kuantitas, air limbah pekat dapat diolah


secara alami seperti penguapan, pembakaran pengendapan,
penguraian alami dengan cara penyimpanan baik dengan maupun
mikroba. Air limbah encer dapat diolah secara netralisasi
penyaringan alami

Cara minimalisasi limbah gas, sebagai berikut:


1. Mengganti kompor minyak tanah dengan kompor listrik atau
kompor gas
2. Melakukan pengaturan ventilasi udara yang baik pada ruang
kerja

C. Teknologi Pengolahan Limbah


Teknologi Pengolahan Limbah cair batik pada umumnya
menggunakan proses pengolahan limbah melalui tiga jenis
pengolahan yaitu sistem pengolahan secara fisika, kimia dan
biologi.
43
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

1. Pengolahan limbah secara fisika


Pengolahan air limbah secara fisika pada umumnya
diterapkan pada pengolahan air limbah sebelum dilakukan
pengolahan lanjutan. Pengolahan secara fisika bertujuan
untuk menyisihkan padatan-padatan berukuran besar seperti
plastik, kertas, kayu, pasir, koral, minyak, oli, lemak, dan
sebagainya. Pengolahan secara fisika dibedakan menjadi
proses pengolahan awal (pretreatment) dan pengolahan
primer (primary treatment).

a. Pengolahan awal (pretreatment)


Pengolahan awal limbah cair didefinisikan sebagai
penghilangan unsur pada limbah cair yang berukuran besar
yang dapat menyebabkan gangguan pada operasional atau
pemeliharaan. Pengolahan ini biasanya dilakukan sebelum
masuk dalam skema Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL).

Salah satu contoh dalam proses ini adalah proses


penyaringan (screening). Proses penyaringan biasa
menggunakan kisi-kisi penyaring (bar screen) yang terdiri
dari bar paralel yang berjarak 40 mm-80 mm tergantung
dari ukuran padatan dari limbah tersebut.

Dalam limbah cair batik proses penyaringan pada tahap


awal ini berfungsi untuk menangkap kandungan minyak
dan lemak yang berasal dari malam (lilin) batik. Minyak
dan lemak tidak dapat larut dalam air sehingga mengapung
dipermukaan air limbah. Apabila masuk dalam alat
pengolahan limbah maka akan menyebabkan
penyumbatan dan merusak peralatan pengolahan
selanjutnya.
44
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

Pada proses pendahuluan (pretreatment), limbah yang


berasal dari bak penampung dialirkan ke bak penangkap
limbah malam batik. Proses pengolahan limbah cair yang
terjadi pada bak penangkap malam adalah proses
pengendapan (sedimentasi).

Pada saat limbah didinginkan pada proses ini secara


bersamaan terjadi pengendapan. Benda-benda yang padat
yang mempunyai nilai bobot jenis yang lebih besar dari
bobot jenis air dengan sendirinya akan mengendap.
Sedangkan khusus untuk kandungan minyak dan lemak
akan mengapung. Proses pengendapan terjadi relatif lebih
efisien pada kondisi limbah dengan suhu yang tinggi.
Semakin tinggi suhu semakin cepat taraf sedimentasi
disebabkan sifat melekat benda yang menurun (Mahid,
1998).

b. Pengolahan primer (primary treatment)


Dalam pengolahan primer sebagian besar padatan
tersuspensi dan bahan organik dihilangkan dari limbah
cair. Penghilangan ini biasanya dilakukan secara fisika
dengan proses pengendapan (sedimentasi). Efluen dari
pengolahan primer umumnya masih mengandung bahan
organik dalam jumlah besar dan BOD masih relatif tinggi.

Fungsi pengolahan primer adalah sebagai langkah


pendahuluan terhadap pengolahan sekunder. Limbah cair
yang belum diolah mengandung bahan yang akan
mengendap atau mengapung pada permukaan ketika
mengalir dengan kecepatan rendah. Saluran limbah cair
dirancang agar aliran limbah dapat mengalir cepat
sedangkan padatannya mengalir pada kecepatan lebih
lambat, sehingga bahan organik padatan mengalir pada
45
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

kecepatan yang lebih lambat, dan akan mengumpul di


dasar saluran dan selanjutnya dibuang. Bak pengendapan
(sedimentasi) dapat mengurangi kecepatan limbah cair
menjadi jauh di bawah kecepatan di saluran limbah
pengumpul.

Proses pengendapan (sedimentasi) menghilangkan


kira-kira 55 % dari padatan tersuspensi dan lebih kurang
35 % dari keseluruhan BOD pada limbah cair.
Pengurangan BOD adalah sederhana saja karena
kenyataannya sebagian besar padatan tersuspensinya
berbentuk organik, sehingga dapat terurai secara biologis.
Berdasarkan hasil uji, limbah batik pada proses ini
umumnya memiliki konsentrasi padatan tersuspensi
berkisar dalam skala ribuan sampai 200 mg/L dan BOD
dari skala ribuan sampai 250 mg/L.

2. Pengolahan limbah secara biologi


Pengolahan air limbah secara biologi merupakan
pengolahan air limbah dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik
yang terkandung dalam air limbah menjadi bahan yang lebih
sederhana dan tidak berbahaya. Pada proses biologi dikenal
dua sistem pengolahan secara aerob dan anaerob.

Proses aerob adalah suatu proses memasukkan udara ke


dalam air limbah yang akan diolah. Penyediaan udara ini
bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan dan kondisi
sehingga bakteri pengurai bahan organik dapat tumbuh dan
berkembang biak dengan baik. Hal ini membantu terjadinya
pengendapan dalam bak aerasi dan menyebabkan
penambahan oksigen ke dalam sel.
46
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

Sedangkan proses anaerob adalah proses yang tidak


memerlukan pasokan oksigen ke dalam limbah yang diolah.
Menurut Sumantri (2000) pengolahan limbah cair industri
batik dengan menggunakan proses anaerob dengan bentuk
reaktor (anaerob baffed reactor) mempunyai efektifitas yang
tinggi bila digunakan di daerah tropis (mikroorganisme
mesofilik) dan memberi kontak yang lebih baik antara
mikroorganisme dan air limbah (upflow dan down flow).

Penelitian Tjandra dan Hasibuan (1998) tentang


penggunaan kombinasi proses aerob dan anaerob dalam
pengolahan limbah industri tekstil dapat menurunkan kualitas
warna, mengurangi lumpur buangan, dan membatasi zat kimia
pada proses pengolahan limbah. Pengujian laboratorium
terhadap sampel limbah cair menunjukkan bahwa kombinasi
kedua sistem tersebut tidak hanya menurunkan nilai BOD dan
COD sampai 60-75 % tetapi juga kadar logam berat yang
terdapat dalam limbah.

Pengolahan secara biologi dalam skema pengolahan


limbah digunakan pada tahap pengolahan sekunder
(secondary treatment). Dalam pengolahan limbah pada
industri batik, pengolahan sekunder pada prinsipnya bertujuan
untuk menghilangkan bahan organik serta padatan
tersuspensi. Pengolahan sekunder dapat merupakan
kombinasi dari pengolahan secara kimia maupun secara
biologi.

3. Pengolahan limbah secara kimia


Pengolahan air limbah secara kimia merupakan
pengolahan air limbah dengan penambahan bahan kimia
(padat, cair, dan gas) ke dalam air limbah. Beberapa proses
pengolahan air limbah secara kimia seperti netralisasi,
47
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

presipitasi, koagulasi dan flokulasi, dimana setiap proses


mempunyai tujuan tertentu.

a. Netralisasi
Perlakuan netralisasi ini dilakukan untuk
menghilangkan asiditas atau alkalinitas limbah. Pada
umumnya, semua pengolahan air limbah dengan pH yang
terlalu rendah atau tinggi membutuhkan proses netralisasi
sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan.

Dalam pengolahan limbah batik, pengolahan secara


kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi
limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan
lumpur, memisahkan padatan yang tak terlarut,
mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan
efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi
warna dan racun (Siregar, 2005, 44).

b. Presipitasi
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut
dengan cara penambahan bahan-bahan kimia terlarut yang
menyebabkan terbentuknya padatan-padatan (flok dan
lumpur). Dalam pengolahan air limbah, presipitasi
digunakan untuk menghilangkan logam berat, sulfat,
fluorida, dan garam-garam besi

c. Koagulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid
dengan cara penambahan senyawa kimia yang disebut
koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga
gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil daripada gaya
tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini,
penggumpalan partikel tidak terjadi. Melalui proses
48
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

koagulasi terjadi destabilisasi sehingga partikel-partikel


koloid bersatu dan menjadi besar.

Saat sejumlah koagulan ditambahkan ke dalam air,


maka akan membentuk flok yang akan mengendap. Karena
flok besar dan tiga dimensi, maka koloid akan terjebak di
dalam flok, dan akhirnya ikut mengendap. Untuk suspensi
encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang
rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai.

Bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan


mengakibatkan destabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal
ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-
flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses
recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah
rapid mixing dilakukan. Tindakan ini dapat dilakukan
untuk meningkatkan efektifitas pengolahan.

Peningkatan efektifitas dalam proses koagulasi dapat


ditinjau dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
jalannya proses. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi proses koagulasi air, antara lain:

1) Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna,


kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan;
2) Jumlah dan karakteristik koloid;
3) Derajat keasaman air (pH);
4) Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;
5) Temperatur air;
6) Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan
pembubuhan kapur;
7) Karakteristik ion-ion dalam air.
49
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Pemilihan zat koagulan harus berdasar pertimbangan


antara lain jumlah dan kualitas air yang akan diolah,
kekeruhan, metode penyaringan, serta sistem pembuangan
lumpur endapan. Jenis koagulan antara lain Alum
(Aluminium Sulfat), Ferro Sulfat, Poly Aluminium
Chlorida (PAC) dan lain-lain (Tchobanoglous, George
dkk, 2003, 526).

d. Flokulasi
Flokulasi adalah proses lambat yang bergerak secara
terus menerus selama partikel-partikel tersuspensi
bercampur di dalam air, sehingga partikel akan menjadi
lebih besar dan bergerak menuju proses sedimentasi. Ide
dasar dari flokulasi adalah untuk mengendapkan flok-flok
dengan penambahan flokulan.

Flokulasi merupakan suatu kombinasi pencampuran


dan pengadukan atau agitasi yang menghasilkan agregasi
yang akan mengendap setelah penambahan flokulan.
Flokulasi adalah proses fisika yang mana air yang terpolusi
diaduk untuk meningkatkan tumbukan interpartikel yang
memacu pembentukan partikel-partikel besar sehingga
dalam waktu 1-2 jam partikel-partikel tersebut akan
mengendap.

Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk


mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah
dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang
telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta
melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang
ukurannya makin lama makin besar serta mudah
mengendap.
50
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam


desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka
gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok,
Sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai
maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan
terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit
dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses
flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga
30/detik.

4. Pengolahan lanjutan (tertiary treatment)


Pengolahan limbah pada tahap ini merupakan pengolahan
tahap akhir. Pada tahap ini efluen diukur dengan baku mutu
limbah untuk industri batik. Apabila belum memenuhi baku
mutu perlu dilakukan proses pengolahan lanjutan. Tetapi bila
sudah memenuhi air buangan dapat dikatakan aman untuk
dibuang ke perairan umum. Contoh pengolahan lanjutan
antara lain adalah metode lahan basah buatan, penggunaan
penyerap dan penjernih (adsorben).

D. Produksi Bersih
Istilah produksi bersih (cleaner production) sebenarnya sudah
mulai diperkenalkan oleh United Nation Environment Program
(UNEP) Mei 1989 dan diajukan secara resmi pada September
1989 dalam seminar The Promotion of Cleaner Production di
Canterbury. United Nation Industrial Organization (UNIDO,
2002) menambahkan bahwa produksi bersih adalah strategi
pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada
pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh
siklus produksi. Kedua definisi di atas memiliki tujuan yang
sama yaitu untuk meningkatkan produktivitas dengan
memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan
51
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

bahan mentah atau bahan baku, energi, air, dan mendorong


performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan
sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi
dampak produk terhadap lingkungan dari siklus hidup produk
dengan rancangan ramah lingkungan serta efektif dari segi biaya.

Indonesia sepakat untuk mengadopsi definisi yang


disampaikan oleh UNEP (2003) yaitu, produksi bersih
merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada
proses produksi, produk dan jasa sehingga meningkatkan
produksi bersih dan mengurangi terjadinya resiko terhadap
manusia dan lingkungan (Kebijakan Produksi Bersih Nasional,
2003).

Sebelum konsep produksi bersih mulai dikembangkan, pada


awalnya pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan
kapasitas daya dukung (Carrying Capacity Approach). Akibat
terbatasnya daya dukung alamiah untuk menetralisir pencemaran
yang semakin meningkat, upaya dalam mengatasi masalah
pencemaran berubah pendekatan pengolahan limbah yang
terbentuk (End Of Pipe Treatment).

Konsep produksi bersih merupakan konsep yang memiliki


hirarki dimana prinsip 5 (lima) R (Rethink, Reduce, Reuse,
Recycle, Recovery) harus dilakukan langsung (in-pipe recycle).
Sehingga penyelesaian masalah lingkungan ditekankan pada
sumber pencemaran bukan pada akhir proses seperti pada end-of-
pipe treatment technology, meliputi pemanfaatan sumber alam
secara efisien yang bermakna pula bagi penyusutan limbah yang
dihasilkan, pencemaran, dan penyusutan risiko bagi kesehatan
dan keselamatan manusia. Konsep ini tidak selalu membutuhkan
kegiatan yang mahal atau teknologi canggih tetapi sering kali
52
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

menghasilkan penghematan yang potensial sehingga


meningkatkan daya saing di pasar.

Prinsip pokok strategi produksi bersih yang dituangkan ke


dalam 5R yaitu:
1) Re-Think yaitu konsep pemikiran yang dimiliki pada saat awal
kegiatan.
2) Re use yaitu limbah yang digunakan kembali tanpa mengalami
perlakuan.
3) Reduction yaitu pengurangan limbah pada sumbernya,
misalnya meminimasi pengurangan bahan baku, air, energi
menghindari pemakaian B3 dan substitusi bahan.
4) Recovery yaitu memisahkan bahan dari limbah dan digunakan
kembali pada proses produksi baik dengan maupun tanpa
perlakuan.
5) Recycling yaitu memproses limbah sehingga dapat digunakan
kembali.

Keuntungan bagi suatu industri yang menerapkan konsep


produksi bersih adalah mengurangi biaya produksi, mengurangi
limbah yang dihasilkan, meningkatkan produktivitas,
mengurangi konsumsi energi, meminimalisasi masalah
pembuangan limbah (termasuk penanganan limbah), dan
memperbaiki nilai produk samping. Keuntungan-keuntungan
tersebut, dilihat dari sudut pandang ekonomi dan lingkungan
akan dapat terwujud dengan beberapa cara berikut (Indrasti dan
Fauzi, 2009):

1) Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan baku,


sehingga akan mengurangi biaya bahan baku
2) Meminimalisasi limbah, sehingga akan mengurangi biaya
penanganan dan pembuangan limbah
53
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

3) Mengurangi atau mengeliminasi kebutuhan akan penanganan


dengan konsep EOP (end of pipe)
4) Memperbaiki teknologi produksi
5) Memperbaiki kualitas manajemen
6) Meningkatkan penghargaan pekerja terhadap perlindungan
lingkungan
7) Memperbaiki kinerja dan meningkatkan produktivitas,
meningkatkan citra perusahaan dan menambah keuntungan
yang positif di pasar.

1. Penerapan produksi bersih


Dalam penerapan produksi bersih pada suatu industri,
peran manajemen sangat signifikan untuk menjamin
kelancaran dan keberhasilannya. Peran manajemen
mencakup tindakan prosedural, administratif maupun
institusional yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. Beberapa good
operating practice yang dapat dilaksanakan di antaranya
(Indrasti dan Fauzi, 2009):
1) Pengembangan program produksi bersih, yang di
dalamnya termasuk kesepakatan manajemen, membuat
program perencanaan, menentukan tujuan dan prioritas
serta membentuk tim audit
2) Pengembangan sumber daya manusia
3) Tata letak dan alur produksi yang aman dan efisien
4) Tatacara penanganan dan inventarisasi bahan
5) Pencegahan kehilangan bahan/material
6) Pemisahan limbah menurut jenisnya
7) Tata cara perhitungan biaya
8) Penjadwalan produksi
9) Penerapan, pengawasan dan pengontrolan
54
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

Industri batik yang menerapkan produksi bersih akan


menjadi industri batik ramah lingkungan. Industri batik ramah
lingkungan adalah industri batik yang menerapkan program
produksi bersih secara menyeluruh dalam seluruh tahapan
kegiatan produksinya. Menurut Clean Batik Initiative (2010),
produksi bersih pada industri batik dapat diterapkan dengan
langkah-langkah yang sederhana, yaitu:

a. Substitusi bahan baku dan bahan pembantu


1) Mengganti bahan baku yang mengandung bahan
berbahaya dengan bahan yang tidak atau lebih sedikit
mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Penggunaan zat warna alam dari ekstrak tumbuhan
seperti Tarum (Indigofera sp.), Secang (Caesalpinia
sappan), Tegeran (Maclura cochinchinensis),
Mengkudu (Morinda citrifolia) telah banyak
dikembangkan untuk menggantikan zat warna sintetis
yang diduga beberapa di antaranya mengandung zat azo
yang bersifat karsinogenik. Dari beberapa hasil
penelitian, tanaman Loba (Symplocos sp) diketahui
mengandung logam Al dan Fe yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan penguat warna pada proses mordanting
dan proses fiksasi.

2) Mengganti bahan pelarut dan bahan pembersih yang


mengandung bahan berbahaya misalnya penggunaan
tepung tapioka dalam proses penganjian pada kain akan
lebih aman dibandingkan penambahan Natrium silikat
(waterglass) pada proses pelorodan. Kedua cara
tersebut untuk mempermudah proses pelorodan malam
batik.
55
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

b. Memperbaiki sistem tata rumah tangga (Good


Housekeeping)
1) Mengurangi kehilangan bahan baku, produk dan energi
sebagai akibat adanya kebocoran, dan tumpahan.
Menyediakan dan menggunakan penampung tetesan,
tumpahan dan kebocoran.
2) Menempatkan peralatan dengan baik untuk
menghindari terjadinya tumpahan dan kontaminasi.
3) Menginventarisasi alat-alat yang digunakan dalam
produksi.
4) Membuat instruksi kerja (Work Instruction) untuk
memudahkan memahami pelaksanaan pekerjaan.
5) Membuat jadwal pemeliharaan alat secara berkala agar
peralatan tetap terawat dan dapat dioperasikan secara
maksimal.
6) Mencegah bercampurnya aliran limbah dari sumber
yang berbeda.

c. Modifikasi produk
Memformulasikan kembali rancangan produk untuk
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan setelah
produk tersebut dipakai. Misalnya modifikasi alat
dilakukan pada proses pencelupan yang menggunakan bak
pencelup yang tidak sesuai yaitu 2,0 X1,6 untuk mencelup
kain ukuran 1,35 X 1,6 meter. Dengan memperpendek atau
mereduksi ukuran bak disesuaikan dengan ukuran kain
yang dicelup akan diperoleh minimisasi jumlah air limbah
sekitar 50 % dari biaya akibat pencelupan.

Di samping itu, modifikasi produk juga dapat dilakukan


dengan cara:
56
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

1) Menghilangkan kemasan yang berlebihan dan tidak


perlu.
2) Meningkatkan masa pakai produk (product life time).
3) Mendesain produk sehingga produk tersebut dapat
didaur ulang.

d. Modifikasi proses
Dengan melakukan perubahan perbaikan dan pada
proses produksi, proses dapat berjalan dengan lebih
optimal sehingga mengurangi risiko adanya inefisiensi
yang berpotensi menimbulkan limbah. Beberapa contoh
modifikasi proses adalah:

1) Mengganti peralatan yang rusak dan perbaikan tata


letaknya untuk mengoptimalkan aliran bahan dan
efisiensi produk.
2) Memperbaiki kondisi proses seperti kecepatan aliran,
temperatur, tekanan dan waktu.
3) Penyimpanan, untuk menjaga kualitas bahan baku dan
produk akhir sehingga mengurangi terbentuknya
limbah.

Diharapkan dengan penerapan hal-hal sederhana seperti


di atas akan dapat mengubah pola konsumsi bahan baku
dan proses produksi pada industri batik sehingga industri
batik mendapatkan efisiensi produksi dan dapat menekan
biaya produksi.

2. Best practices
Konsep pokok produksi bersih tersebut diatas
diterjemahkan kedalam hal hal praktis yang baik (Best
Practices) yang bertujuan untuk membantu
mengimplementasikannya dalam proses produksinya.
57
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Beberapa best practice tersebut adalah sebagai berikut


(BBKB, 2017).

a. Manajemen ruang produksi


Hal- hal yang perlu diperhatikan di ruang produksi
yaitu:
1) Membuat tata letak (lay out) ruang produksi untuk
memudahkan memahami alur produksi.
2) Membuat pembagian tugas dan tanggung jawab
pekerjaan untuk memudahkan koordinasi karyawan,
bila terjadi kegagalan produk/proses akan memudahkan
dalam penelusuran penyebabnya.
3) Membuat jadwal pembagian tugas para karyawan.

b. Penyimpanan dan penanganan kain


Bahan baku batik berupa mori atau kain putih
mempunyai lebar sekitar 105 cm. Setelah diproses, kain
biasanya mengerut antara 5-8 % baik ke arah panjang (arah
lusi) maupun ke arah lebar (arah pakan), sehingga untuk
membuat 1 meter batik diperlukan mori dengan panjang
sekitar 105 cm.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam


penanganan kain yaitu:
1) Mencatat pembelian dan penggunaan kain
2) Memantau kualitas kain dengan menyediakan meja
inspeksi
3) Mencatat pengembalian kain apabila ada stok yang
tidak sesuai.
4) Memberi label pada kain sesuai dengan jenis kain dan
ukuran kain.
5) Penempatan kain dipisahkan antara bahan dan produk.
6) Mencatat produk yang dihasilkan
58
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

Kondisi gudang atau penyimpanan kain sangat


mempengaruhi kondisi kain. Kain yang mengalami
kerusakan akan menimbulkan kerugian secara ekonomi
serta menambah jumlah limbah yang dihasilkan. Oleh
karena itu, tempat penyimpanan kain harus dijaga
kebersihannya, antara lain dengan memperhatikan hal-hal
berikut:

1) Atap ruangan diusahakan agar tidak bocor dan tetap


bersih agar menghindari kerusakan kain.
2) Ventilasi ruangan harus cukup untuk menjaga
kelembaban kain.
3) Melengkapi gudang dengan peringatan larangan
merokok.
4) Ruangan harus dibersihkan secara periodik.
5) Apabila tidak ada gudang kain, kain disimpan di tempat
yang terpisah dari penyimpanan bahan kimia.

c. Penyimpanan dan penanganan bahan kimia


Bahan kimia yang mengalami kerusakan akan menjadi
limbah B3 yang membutuhkan prosedur pengelolaan yang
kompleks. Oleh karena itu, bahan kimia harus ditangani
secara cermat dan tertib. Langkah-langkah dalam
penanganan bahan kimia yaitu:
1) Mencatat jumlah dan harga bahan kimia yang masuk.
2) Memperhatikan MSDS (Material Safety Data Sheet)
untuk masing-masing bahan kimia.
3) Pembelian bahan kimia disesuaikan dengan kebutuhan
untuk menghindari adanya bahan kimia yang
kadaluarsa dan timbulnya stok opname.
4) Diusahakan untuk menggunakan bahan kimia dari
supplier tertentu (yang berkualitas) sehingga
mengurangi timbulnya produk gagal.
59
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

5) Memasukkan bahan kimia ke toples/wadah yang


tertutup.
6) Memberi label yang jelas untuk masing-masing bahan
kimia.
7) Bahan kimia yang diletakkan di lantai sebaiknya diberi
palet (penyangga) untuk menghindari kerusakan.
8) Mencatat bahan kimia yang kadaluarsa/rusak.
9) Mencatat konsumsi bahan kimia.
10) Menerapkan prinsip FIFO (First In First Out), yaitu
bahan kimia yang digunakan adalah yang terlebih
dahulu masuk.
11) Timbangan yang digunakan perlu ditera ulang tiap
periode tertentu.
12) Karyawan perlu menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) saat menangani bahan kimia seperti masker dan
sarung tangan.
13) Karyawan perlu berhati-hati dalam menghindari
tumpahan dan kebocoran bahan kimia.
14) Perlu Work Instruction (WI) mengenai penyimpanan,
pengambilan, dan pengangkutan bahan kimia.
15) Perlu sosialisasi dan pengarahan cara menangani bahan
kimia kepada karyawan yang terlibat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan


terhadap gudang bahan kimia antara lain:
1) Apabila belum ada gudang bahan kimia, perlu
disedialan rak penyimpanan khusus bahan kimia
2) Menjaga gudang agar tetap bersih dan tidak bocor
untuk mengurangi kerusakan bahan kimia
3) Melengkapi gudang dengan ventilasi yang cukup untuk
menjaga kelembaban bahan kimia.
4) Membersihkan gudang kimia/obat secara periodik.
60
Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Melalui Produksi Bersih

5) Melengkapi gudang dengan peringatan larangan


merokok.
6) Menyediakan tempat sampah limbah kemasan kimia.

d. Penanganan Air dan Air Limbah


Mengingat industri batik menggunakan air dalam
volume yang relatif besar, penanganan air dan air limbah
merupakan hal yang sangat penting dalam penerapan
produksi bersih. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penanganan air dan air limbah:
1) Memantau dan mencatat konsumsi air dan air limbah.
Konsumsi air dan jumlah air limbah bisa dicatat dari
angka yang tertera pada flow meter yang terpasang.
2) Menganalisa kualitas air dan air limbah secara periodik
ke laboratorium
3) Menampung air limbah yang belum diolah dalam
wadah tertentu sehingga tidak berceceran
4) Memasang flow meter di tiap pompa air yang
digunakan untuk proses produksi
5) Memasang flow meter di pipa outlet air limbah
6) Mematikan pompa air apabila bak (cuci, rendam, dll)
telah penuh air
7) Mengurangi penggunaan air untuk pencucian alat
8) Meninggikan sisi depan bak cuci agar mengurangi
ceceran air disekitar ruang produksi
9) Memeriksa secara berkala dan memperbaiki apabila
terjadi kebocoran pipa, alat, dan saluran air
10) Memberi saringan pada selokan, sehingga limbah padat
tidak ikut masuk kedalam
11) Memperhatikan kehati-hatian dalam menggunakan air
untuk mengurangi tumpahan
61
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

12) Mengatur ulang tata saluran air (perlu juga diperhatikan


kemiringan lantai) pada lantai kerja untuk menghindari
genangan air
13) Tanggap membersihkan apabila ada genangan air
14) Memasang poster penghematan air
15) Memasang peringatan untuk tidak membuang sampah
di toilet
16) Menjual limbah tertentu (kertas, kaca, plastic,
aluminium, baja, dll) kepada pemulung.

e. Penghematan Energi
Penghematan energi merupakan salah satu upaya
pelaksanaan produksi bersih. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penanganan terhadap energi adalah:
1) Memantau dan mencatat konsumsi listrik dan bahan
bakar untuk proses produksi
2) Mematikan lampu yang tidak diperlukan
3) Menggunakan lampu yang hemat energi
4) Mengurangi konsumsi listrik dengan menggunakan
genting kaca
5) Membuat atau memperbanyak ventilasi pada ruang
produksi
6) Melakukan pemeliharaan peralatan listrik secara
periodik
7) Tanggap apabila aliran listrik terputus
8) Memisahkan meteran listrik ruang produksi dengan
rumah tangga
9) Mengecat dinding dan langit-langit dengan warna
terang
10) Memasang poster penghematan listrik
11) Menggunakan kompor listrik untuk pembatikan
dibanding kayu atau minyak tanah
62
Daur Ulang Limbah Industri Batik

BAB IV
DAUR ULANG LIMBAH INDUSTRI
BATIK

A. Daur Ulang Limbah Malam (Lilin Batik)


1. Potensi limbah malam (lilin batik)
Tahapan terakhir dalam pembuatan batik adalah proses
penghilangan malam yang melekat di kain (pelorodan).
Seluruh malam dihilangkan melalui perebusan kain. Air
lorodan yang tidak digunakan lagi untuk proses pelorodan dan
menjadi dingin akan menyisakan malam beku di
permukaannya. Malam yang diperoleh dari lorodan ini disebut
malam bekas. Malam bekas inilah yang merupakan limbah
padat hasil samping proses pembuatan batik.

Malam bekas (hasil proses pelorodan) ini bisa dibuat


kembali (didaur ulang) menjadi malam baru untuk digunakan
dalam proses pembatikan. Pembuatan malam hasil pelorodan
ditambahkan bahan-bahan pengisi malam lainnya sejumlah
takaran sesuai jenis malam yang diinginkan, dan selanjutnya
dimasak, disaring dan dicetak pada cetakan yang telah
ditentukan.
63
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Selain malam bekas pelorodan, sisa malam pembatikan


tulis yang telah lama atau sering digunakan saat membatik
tulis akan menjadi limbah dan diganti dengan malam tulis
yang baru. Malam bekas pembatikan tulis ini juga bisa didaur
ulang menjadi malam baru dengan penambahan bahan-bahan
pengisi malam lainnya sesuai jenis malam baru yang akan
dibuat.

Gambar 4. 1: Limbah Malam


Sumber: BBKB

Dalam teknologi daur ulang malam, penting untuk


memahami sifat-sifat bahan pengisinya sehingga dalam
menentukan komposisi campuran daur ulang akan lebih tepat.

2. Bahan pengisi malam (lilin batik) dan sifat-sifatnya


Teknologi pembuatan batik meliputi proses-proses
pengerjaan dari persiapan bahan baku kain (mori) sampai
menjadi kain batik. Salah satu tahapan di dalamnya adalah
proses pelekatan malam (lilin batik). Malam digunakan
sebagai perintang warna sehingga menghasilkan motif yang
dikehendaki pada kain. Pelekatan malam dilakukan dengan
64
Daur Ulang Limbah Industri Batik

beberapa cara (Susanto, 2016), yaitu menggunakan canting


tulis, canting cap, atau dengan kuas. Proses inilah yang akan
menghasilkan limbah malam pada industri batik.

Bahan-bahan pembuat malam terdiri dari getah damar,


gondorukem, kote, microwax, malam bekas, parafin, kendal
atau minyak nabati, dengan jumlah takaran bervariasi, sesuai
dengan jenis malam yang akan dibuat. Beberapa jenis malam
yang digunakan dalam pembuatan batik adalah malam
klowong, malam tembokan, dan malam biron.

Berikut bahan pembuat malam beserta sifatnya:


a. Damar matakucing
Bahan pengisi malam ini bersumber dari getah pohon
damar (Agathis dammara (Lamb.) Rich.). Bahan getah ini
hanya dipecah menjadi bagian-bagian kecil (berukuran
mirip kerikil) dibersihkan kotorannya saja tanpa melalui
proses penyulingan terlebih dulu. Pada pembuatan malam
batik, damar digunakan sebagai campuran agar malam
dapat melekat pada kain, membentuk bekas (tapak malam)
atau garis-garis malam yang baik (ngawat). Sifat-sifat
getah damar sebagai bahan pengisi malam adalah sukar
meleleh, lekas membeku saat dingin, dan tahan terhadap
larutan alkali (basa).

b. Gondorukem
Gondorukem sebagaimana damar merupakan jenis
getah, berasal dari pohon Pinus (Pinaceae merkusii). Getah
gondorukem didapatkan dengan teknik penyulingan yang
memisahkan terpentin dan air di dalamnya. Gondo,
penyebutan lain gondorukem memiliki sifat tidak tahan
alkali, hasil lekatan yang telah dingin pada kain mudah
patah, dan lama (sukar) meleleh. Semakin jernih
65
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

transparan warna gondorukem semakin baik untuk


campuran malam dibandingkan dengan yang berwarna
keruh hingga kehitaman.

Gambar 4. 2: Damar Matakucing


Sumber: BBKB

Gambar 4. 3: Gondorukem
Sumber BBKB
66
Daur Ulang Limbah Industri Batik

c. Kote (malam tawon)


Malam tawon disebut juga kote, biasa digunakan untuk
campuran jenis malam klowong. Selain malam tawon ada
pula malam lanceng. Kote dengan warna kuning keruh
bersifat mudah meleleh dan mudah melekat pada kain,
tahan lama, dan tidak mudah lepas pada saat proses
pelorodan.

Gambar 4. 4: Kote/ Malam Tawon


Sumber: BBKB

d. Microwax
Merupakan hasil samping olahan minyak bumi, sejenis
parafin yang lebih halus dan berwarna kuning muda.
Disebut juga lilin mikro, microwax juga menjadi salah satu
bahan pengisi malam batik. Sifat fisiknya yang
menyerupai kote sehingga malam menjadi lebih ulet
(lemas) dan tahan terhadap larutan alkali. Selain itu,
microwax lama menjadi encer saat dididihkan dan sukar
menembus kain.
67
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 4. 5: Microwax
Sumber: BBKB

e. Parafin
Berwarna putih susu dan dipakai sebagai salah satu
bahan pengisi malam karena memiliki daya tembus basah
yang baik dan mudah lepas saat proses pelorodan. Sifat-
sifat lain parafin adalah mudah encer saat dididihkan dan
lekas membeku, serta daya lekatnya kecil.

f. Kendal (vet)
Lemak binatang atau kendal (vet), biasanya berasal dari
gajih sapi, kerbau, atau kambing. Kendal digunakan
sebagai bahan pengisi malam dalam jumlah sedikit untuk
menurunkan titik leleh karena sifatnya mudah sekali encer
dengan titik leleh yang rendah.

g. Minyak Nabati
Minyak nabati yang pada umumnya bersumber dari
sawit dan digunakan sebagai bahan pengisi malam
pengganti kendal yang cenderung lebih sulit diperoleh.
Minyak digunakan untuk menurunkan titik leleh dan hasil
68
Daur Ulang Limbah Industri Batik

tapak malam menjadi lebih ulet dan tidak mudah patah


(getas).

Gambar 4. 6: Parafin
Sumber: BBKB

Gambar 4. 7: Kendal
Sumber: https://www.wilsonbeeffarms.com/product/wild-bird-
preferred-suet/
69
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 4. 8: Minyak Nabati


Sumber: BBKB

3. Klasifikasi jenis limbah malam (lilin batik)


Limbah malam (lilin batik) yang dihasilkan saat proses
pembatikan tulis, cap, maupun saat pelorodan berbeda-beda,
sesuai dengan jenis malam yang digunakan. Limbah-limbah
malam yang terbentuk dibedakan berdasarkan hasil proses
dalam pembuatan batik dan arah warna yang terbentuk.
Beberapa jenis limbah malam yang terbentuk berdasarkan
hasil proses adalah:
● Limbah malam klowong (tulis, cap)
● Limbah malam tembokan (tulis, cap)
● Limbah malam biron

Sedangkan, berdasarkan hasil warna yang terbentuk,


limbah malam dikelompokkan menjadi:
● Limbah malam kuning kecoklatan
● Limbah malam coklat
● Limbah malam hitam
Pengelompokan tersebut kita peruntukan untuk tahap daur
ulang malam menjadi malam tulis, cap, biron/tembok baru.
70
Daur Ulang Limbah Industri Batik

Pada saat pengolahan kembali limbah malam, sebaiknya


dipisah-pisahkan sesuai jenisnya sehingga penambahan bahan
pengisi sesuai takaran resep (jumlah tertentu) untuk jenis
malam yang akan dibuat. Semisal limbah malam klowong
cap, akan lebih baik sebagai bahan pengisi dari malam bekas
untuk pembuatan malam klowong cap baru.

4. Teknik daur ulang malam


Malam batik terdiri dari bahan-bahan pengisi pada suatu
perbandingan tertentu sehingga mencapai sifat-sifat yang
dikehendaki sesuai jenis malam yang akan dibuat, seperti daya
tembus (kebasahan) yang tinggi, lemas, dapat membentuk
garis-garis motif yang tajam, dan mudah dilepas saat proses
pelorodan.

Pada proses pembuatan malam harus diperhatikan urutan


memasukkan bahan pengisi agar diperoleh malam yang
berkualitas. Bahan pengisi malam yang memiliki titik leleh
paling tinggi harus dilelehkan terlebih dulu, kemudian
berturut-turut dengan titik leleh yang lebih rendah, dan yang
terakhir adalah bahan pengisi dengan titik leleh terendah
(mudah sekali encer), yaitu:
1) Damar matakucing
2) Gondorukem
3) Kote (malam tawon)
4) Microwax
5) Malam bekas
6) Parafin
7) Kendal (vet)
8) Minyak nabati
Didalam proses pembuatan malam, setelah semua bahan
pengisi dimasukkan dan menjadi cair, diperlukan proses
71
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

pengadukan beberapa saat lamanya sehingga hasil campuran


benar-benar rata dan homogen. Selanjutnya, campuran bahan
pengisi yang telah tercampur rata dan homogen, bisa disaring
dengan kain dan dicetak di tempat yang telah disediakan.

Penggunaan malam bekas sebagai campuran bahan


pengisi, memerlukan proses pemasakan terlebih dahulu
sebelum dijadikan sebagai bahan pengisi malam baru bersama
bahan-bahan pengisi malam lainnya. Berikut cara persiapan
malam bekas sebelum digunakan kembali:
1) Malam bekas hasil proses pelorodan dikumpulkan terlebih
dulu dan dimasak di dalam kenceng (panci besar) tembaga
yang berisi air dengan volume sebanyak setengahnya.
Malam bekas dipanaskan, diaduk, dan dipastikan benar-
benar dalam kondisi cair rata (homogen).
2) Setelah larutan malam bekas tercampur rata dan tanak,
pemanasan dihentikan dan dibiarkan di dalam kenceng
sampai membeku hingga keesokan harinya.
3) Kemudian malam bekas dapat diangkat dari kenceng dan
residu (lerob) di bagian bawah malam dibersihkan terlebih
dulu untuk digunakan sebagai campuran dalam bahan baku
kerajinan gerabah (limbah lerob dari malam bekas).
Selanjutnya, malam bekas dapat digunakan sebagai bahan
pengisi pembuatan daur ulang malam.

B. Daur Ulang Sisa Larutan Celup Zat Warna Sintetis


Daur ulang sisa larutan celup zat warna sintetis dilakukan
untuk memanfaatkan sisa larutan pencelupan batik menjadi
larutan warna sintetis yang siap pakai. Zat warna sintetis yang
sering digunakan oleh IKM (Industri Kecil Menengah) batik
yakni Naphtol, Indigosol, Remazol, Procion dan Indantreen.
Teknik pewarnaan kain batik dengan zat warna sintetis dapat
dilakukan dengan cara pencelupan dan pencoletan/kuas.
72
Daur Ulang Limbah Industri Batik

Penggunaan zat warna sintetis dalam proses pewarnaan kain


batik, satu resep warna yang dilarutkan untuk pencelupan
biasanya digunakan hanya untuk satu kali pakai. Setelah proses
pencelupan selesai maka larutan celup tersebut tidak terpakai lagi
dan biasanya dibuang begitu saja, sehingga berdampak buruk
terhadap lingkungan. Sejatinya sisa larutan pencelupan tersebut
dapat didaur ulang menjadi larutan zat warna siap pakai.

Tujuan dari proses daur ulang sisa larutan warna (hasil proses
pencelupan/pencoletan) diantaranya :
1. Meminimalisir limbah kental dari larutan warna yang akan
diolah pada instalasi limbah
2) Mengurangi penggunaan zat warna sintetis untuk pewarnaan
kain batik
3) Menghemat biaya produksi dari pembelian zat warna sintetis

Gambar 4. 9: Proses Pencelupan Batik dengan warna sintetis


Sumber: BBKB
73
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 4. 10: Proses pencoledan dengan warna sintetis


Sumber: BBKB

1. Persiapan proses daur ulang sisa larutan celup


Sebelum melakukan daur ulang sisa larutan warna dari
hasil proses pencelupan batik dengan zat warna sintetis
terlebih dahulu lakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Tampung dan kumpulkan sisa larutan warna
(celupan/coletan) dan kelompokan sesuai jenis zat warna
dan resep warna yang sama dalam wadah penampung yang
tertutup rapat dan tidak tembus sinar matahari langsung.
2) Identifikasi sisa larutan warna tersebut dengan diberikan
label pada wadah penampung. Adapun data label yang
memuat: Nama zat warna, nanggal penampungan dan arah
warna yang dihasilkan.
3) Setiap penampungan sisa larutan warna harus tertera
sampel warna yang dihasilkan dari sisa larutan warna
tersebut.
4) Larutan bekas zat warna naphtol harus terpisah
penampungannya dengan sisa larutan garam naphtol.
74
Daur Ulang Limbah Industri Batik

5) Larutan bekas zat warna indigosol harus tidak


mengandung asam asetat (CH3COOH), asam klorida
(HCL), asam sulfat (H2SO4) dan jenis asam lainnya.
6) Larutan bekas zat warna remazol harus tidak mengandung
natrium silikat (waterglass).
7) Larutan bekas zat warna procion harus tidak mengandung
natrium silikat (waterglass).
8) Larutan bekas zat warna Indantreen harus tidak
mengandung natium hidrosulfit (Na2S2O4).

2. Teknik daur ulang limbah larutan celup


a. Daur ulang zat warna sintetis satu resep kain
Daur ulang limbah larutan pencelupan untuk satu
potong kain batik dengan panjang 2–3 meter dengan
menggunakan limbah larutan celup yang sudah tersedia.

Berikut tahapan pelarutan limbah zat warna sintetis:


1) Panaskan limbah larutan pencelupan zat warna sintetis
yang akan didaur ulang, pada suhu mendidih (pastikan
arah warnanya sama dengan warna yang akan
digunakan untuk pewarnaan kain batik).
2) Timbang zat warna sintetis sebanyak 50 % dari resep
standar.
3) Timbang zat pembantu warna sintetis sebanyak 50 %
dari resep standar.
4) Larutkan serbuk zat warna sintetis yang sudah
ditimbang dengan menggunakan air dingin 50 cc aduk
hingga menjadi pasta kental.
5) Larutkan zat warna sintetis yang sudah menjadi pasta
dengan menggunakan limbah larutan celup zat warna
sintetis yang sudah dipanaskan sebelumnya sebanyak 3
liter aduk hingga larut sempurna.
75
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

6) Masukan zat pembantu sedikit demi sedikit pada


larutan zat warna sintetis aduk hingga larut sempurna.
7) Larutan daur ulang limbah zat warna sintetis siap
digunakan untuk pencelupan kain batik.

Berikut contoh resep 50 % dari resep standar zat warna


Naphtol:
● Naphtol As Bs : 3 gram
● Naphtol As : 1,5 gram
● Kaustik : 2,5 gram
● Garam naphtol Merah R : 10 gram
● Garam naphtol Merah B : 3,5 gram

Contoh resep 50 % dari formula standar zat warna


Indigosol warna toska:
● Indigosol Biru O4b : 3,5 gam
● Indigosol Hijau IB : 3,5 gram
● Nitrit : 14 gram

Gambar 4. 11: Penimbangan Zat Warna Sintetis


Sumber: BBKB
76
Daur Ulang Limbah Industri Batik

Berikut tahapan pencelupan dengan larutan daur ulang


zat warna sintetis:
1) Kain batik dilipat wiru
2) Kain batik direndam dalam larutan TRO selama 5-10
menit (pastikan kain batik terendam dengan rata)
3) Celupkan kain batik dengan rata pada larutan celup.
4) Kemudian tiriskan kain batik selama 5 menit hingga
kadar airnya berkurang
5) Selanjutnya celupkan kembali kain batik dengan rata
pada larutan celup.
6) Kemudian tiriskan kain batik selama 5-10 menit hingga
kadar airnya berkurang.
7) Selanjutnya kain batik dilakukan oksidasi/fiksasi,
pencucian dan pembilasan (sesuai jenis zat warna yang
digunakan)
8) Kain dikeringkan.

b. Daur ulang zat warna sintetis resep seragam


Daur ulang limbah larutan celup untuk kain batik
seragam dengan skema pencelupan satu kali proses
penimbangan zat warna untuk porsi 5 (lima) potong kain
batik dengan panjang rata-rata 2 – 3 meter/potong.
Tahapan pengerjaannya sebagai berikut:
1) Timbang zat warna sintetis sebanyak 100 % dari resep
stadar untuk digunakan utuk mencelup kain batik 5
(lima) potong pertama. Kemudian larutkan dengan
menggunakan limbah larutan zat warna sintetis yang
sesuai dengan jenis zat warna dan arah warna yang
dihasilkan, (Jumlah larutan yang digunakan sebanyak
12 cangkir ukuran @250 ml.)
77
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

2) Celupkan kain batik 5 (lima) potong pertama pada


larutan zat warna yang siap pakai dengan sistem
pencelupan bertahap (anset-anset).
3) Sisa larutan dari pencelupan 5 (lima) potong pertama
ditampung untuk digunakan melarutkan zat warna
pencelupan 5 (lima) potong berikutnya
4) Timbang zat warna untuk mencelup 5 (lima) potong
kedua sebanyak 80 % dari resep standar dan larutkan
menggunakan sisa larutan pencelupan dari kain batik 5
(lima) potong pertama
5) Celupkan 5 (lima) potong ke-2 kain batik pada larutan
celup daur ulang dari sisa pencelupan 5 (lima) potong
pertama
6) Larutan sisa pencelupan 5 (lima) potong ke-2
ditampung untuk digunakan mencelup kain batik 5
potong ke-3
7) Timbang zat warna sintetis untuk pencelupan 5 potong
ke-3 sebanyak 60 % dari resep standar dan larutkan zat
warna sintetis tersebut dengan larutan sisa pencelupan
ke-2
8) Lakukan pecelupan untuk 5 (lima) potong ke-3 dengan
optimal, dan sisa pencelupan kain batik 5 lembar ke-3
ditampung untuk digunakan mencelup kain batik 5
potong ke-4.
9) Timbang zat warna untuk pencelupan kain 5 potong ke-
4 sebanyak 40 % dan larutkan hingga optimal dengan
menggunakan sisa larutan celup kain 5 potong ke-3
10) Celupkan kain batik 5 potong ke 4 dengan optimal dan
sisa laruatn pencelupan kain 4 potong ke 4 ditampung
untuk digunakan pencelupan pada 5 potong ke-5.
11) Timbang zat warna sintetis untuk mencelup 5 potong
ke-5 sebanyak 20 % dari resep standar dan larutkan
78
Daur Ulang Limbah Industri Batik

dengan menggunakan sisa larutan celup kain batik 5


(lima) potong ke-4.
12) Celupkan kain batik 5 potong ke-5 dengan optimal dan
sisa larutan celupnya ditampung pada bak
penampungan sisa larutan zat warna sintetis yang satu
jenis dan warna yang sama.

Contoh resep zat warna daur ulang untuk komposisi 5


lembar kain :
Warna merah Naphtol resep 100 %
● As Bs : 30 gram
● As : 15 gram
● Kaustik : 22,5 gram

● Merah R : 80 gram
● Merah B : 55 gram

Warna merah Naphtol resep 80 %


● AS BS : 24 gram
● AS : 12 gram
● Kaustik : 18 gram

● Merah R : 64 gram
● Merah B : 44 gram

Warna merah Naphtol resep 60 %


● AS BS : 18 gram
● AS : 9 gram
● Kaustik : 13,5 gram

● Merah R : 48 gram
● Merah B : 33 gram
79
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Warna merah Naphtol resep 40 %


● AS BS : 12 gram
● AS : 3,6 gram
● Kaustik : 9 gram

● Merah R : 32 gram
● Merah B : 29 gram

Warna merah Naphtol resep 20 %


● AS BS : 6 gram
● AS : 3 gram
● Kaustik : 4,5 gram

● Merah R : 16 gram
● Merah B : 11 gram

C. Daur Ulang Sisa Larutan Celup Zat Warna Alami


Potensi limbah cair yang dimanfaatkan kembali dari proses
pewarnaan batik dengan zat warna alam yakni :
1) Limbah cair dari sisa larutan celup
2) Limbah cair dari sisa larutan fiksasi

1. Pemanfaatan limbah cair dari sisa larutan celup zat


warna golongan mordan
Sisa larutan pencelupan batik dengan pewarnaan alami dari
golongan mordan (Ekstrak kulit kayu tingi, jalawe, jambal,
tegeran, mahoni dll) dapat dimanfaatkan lagi menjadi larutan
zat warna alam siap pakai, adapun tahapan daur ulang sebagai
berikut :
1) Sisa larutan pencelupan zat warna alami ditampung
dimasukan pada bejana yang tertutup rapat dan tidak
tembus sinar matahari langsung kemudian diberi label
masing-masing sesuai dengan sumber bahan baku zat
warna alam.
80
Daur Ulang Limbah Industri Batik

2) Larutan sisa pencelupan yang sudah ditampung dapat


dimanfaatkan untuk melarutkan ekstraksi (zat pelarut)
untuk zat warna alami yang baru yang sesuai dengan jenis
zat warna alam itu sendiri.
3) Larutan sisa pencelupan zat warna alami dapat
dimanfaatkan juga secara langsung sebagai larutan
pencelupan kain batik, dengan sebelumnya larutan tersebut
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80 % selama 1 jam
dan ditambahkan air bersih dengan perbandingan 4:2 (4
liter limbah larutan zat warna alam dan 2 liter air bersih).
4) Larutan sisa pencelupan zat warna alami yang sudah
dipanaskan dapat juga dipakai sebagai larutan penambah
untuk larutan ekstrak zat warna alam yang baru dengan
perbandingan 3 : 3 ( 3 liter limbah larutan zat warna alam
yang sudah dipanaskan dan 3 liter ekstrak larutan zat warna
alam yang baru).

Contoh resep limbah zat warna alami sebagai pelarut zat


warna alam baru :
● 1 kg zat warna alami (kulit kayu tingi, jambal, tegeran,
jalawe dll)
● 8 liter limbah larutan zat warna yang sesuai dengan jenis
zat warnnya
● Suhu ekstraksi 100 ℃
● Waktu 2 jam

Resep limbah zat warna alami sebagai larutan celup


langsung untuk pencelupan 1 potong kain batik
● 4 liter limbah larutan zat warna alam
● 2 liter air bersih
● Panaskan pada suhu mendidih (100 ℃)
● Waktu penasan 1 jam
81
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Resep limbah zat warna alami sebagai penambah larutan


celup baru
● 3 liter limbah larutan zat warna alami
● 3 liter larutan ekstrak zat warna alami baru
● Panaskan pada suhu mendidih (100 ℃)
● Waktu pemanasan 1 jam

2. Pemanfaatan limbah dari sisa larutan zat warna golongan


bejana
Pewarnaan alami dari golongan bejana yang sering
digunakan untuk pewarnaan batik yaitu daun Indigofera yang
sudah berupa pasta (pasta indigo). Sisa larutan pencelupan
batik dari pasta Indigofera bisa dimanfaatkan kembali menjadi
larutan celup siap pakai. Dengan cara larutan sisa pencelupan
yang telah ditampung jika ingin digunakan kembali menjadi
larutan celup siap pakai, tambahkan pada sisa larutan celup
tersebut 1 kg pasta indigo untuk sisa larutan celup sebanyak
30 liter, kemudian tambahkan reduktor natrium hidrosulfit
sebanyak 30 gram, selanjutnya larutan diaduk hingga
homogen dan disimpan selama 2-3 jam. Larutan pasta indigo
yang siap pakai ditandai larutan berwarna kuning kehijauan.

3. Pemanfaatan limbah cair dari sisa larutan fiksasi warna


alam
Sisa larutan fiksasi warna alam (larutan tawas, kapur, dan
tunjung) dapat dimanfaatkan kembali untuk larutan celup
batik warna alam. Adapun cara pemanfaatannya yaitu semua
sisa larutan fiksasi kain batik warna alam ditampung dan
disatukan pada satu tempat yang tertutup rapat serta tidak
tembus cahaya matahari langsung.
Sisa larutan fiksasi bisa dimanfaatkan untuk membuat
warna hitam dari warna alam, dimana semua sisa larutan
82
Daur Ulang Limbah Industri Batik

fiksasi batik warna alam dicampurkan dengan sisa larutan


celup batik warna alam yang telah terkontaminasi oleh larutan
zat warna alam lainnya atau terkontaminasi oleh larutan
fiksasi itu sendiri.
83
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

BAB V
KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA (K3)
DI INDUSTRI BATIK

A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Industrialisasi di Indonesia telah mendorong tumbuhnya
industri di berbagai sektor. Hal tersebut didukung dengan
penggunaan teknologi, peralatan, mesin serta bermacam-macam
bahan untuk menghasilkan produk atau jasa. Seiring dengan
kemajuan dan perkembangan tersebut memicu munculnya
beberapa masalah terkait dengan keselamatan dan kesehatan
kerja seperti bertambahnya sumber bahaya, meningkatnya
potensi bahaya, risiko, dan kecelakaan akibat kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau yang sering


disebut juga dengan Occupational Safety and Health (OSH) ini
merupakan bagian manajemen sebuah perusahaan industri yang
meliputi sumber daya, prosedur, dan implementasi demi
menunjang keamanan dan keselamatan di lingkungan kerja.
84
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

Pentingnya kesadaran ini diterapkan karena mengingat besarnya


risiko kecelakaan terutama untuk para pekerja pada saat
melakukan aktivitas kerja. Keselamatan dan kesehatan individu
pekerja harus menjadi perhatian penting dan tidak boleh
diabaikan (Mohd Hafifiidz Jaafar, 2017).

Jika diuraikan satu-persatu, kesehatan kerja dapat


didefinisikan sebagai suatu kondisi kesehatan yang bertujuan
agar masyarakat di lingkungan pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun
sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap
penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan dari aktivitas
pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Sedangkan keselamatan
kerja dapat didefinisikan sebagai upaya perlindungan bagi tenaga
kerja agar selalu dalam keadaan selamat selama bekerja. Kedua
hal ini merupakan faktor yang sangat wajib terlaksana selama
berjalannya operasional dalam bekerja. Keselamatan kerja sangat
bergantung pada jenis, bentuk dan lingkungan dimana pekerjaan
itu dilaksanakan.

Berikut ini beberapa unsur penunjang keselamatan kerja


yaitu :
1) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja.
2) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan
kerja.
3) Teliti dalam bekerja.
4) Terlaksananya prosedur kerja dengan baik.
5) Selalu memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Adapun tujuan dari penerapan K3 adalah:


1) Melindungi pekerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
85
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

2) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di


tempat kerja tersebut.
3) Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara
aman dan efisien.

Secara umum, tujuan dari pedoman K3 adalah untuk


memberikan pendekatan yang sistematis dan obyektif bagi
pelaku industri dan pekerja industri dalam melindungi pekerjanya
dari bahaya dan kemungkinan cedera, penyakit, dan kecelakaan
kerja lainnya.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian terkait perlindungan


pekerja di industri, diantaranya:
1) Edukasi kepada pekerja tentang kondisi, bahaya, dan tindakan
antisipatif terhadap bahaya yang dapat timbul di tempat kerja
2) Edukasi tentang pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) di tempat kerja.
3) Perlunya pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap
pekerja.
4) Pemilik/pimpinan tempat kerja hendaknya menyediakan APD
dan kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
5) Memasang gambar/simbol bahan/material yang dapat
membahayakan kesehatan pekerja.
6) Pemilik/pimpinan tempat kerja wajib melaporkan setiap
peristiwa kecelakaan kerja termasuk kebakaran, ledakan
maupun penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas kerja kepada
Dinas Tenaga Kerja setempat.
A. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
Industri Batik
Industri batik merupakan sub sektor industri tekstil yang
dalam proses produksinya melibatkan banyak tenaga kerja serta
menggunakan beberapa bahan kimia yang memiliki potensi
86
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

risiko dalam penggunaannya. Oleh karenanya, kesehatan dan


keselamatan para pekerja di industri batik haruslah menjadi
perhatian untuk menghindari sebuah kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja merupakan salah satu dari sekian banyak
masalah di bidang kesehatan kerja yang dapat terjadi baik dari
faktor pekerja, mesin dan peralatan, bahan yang digunakan, atau
lingkungan sekitar pekerjaan (Anizar. 2012). Berikut ini
beberapa penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang
dapat diupayakan untuk menghindari kecelakaan kerja di industri
batik:

1. Pengelolaan bahan kimia di industri batik


Pada proses pembuatan batik, digunakan berbagai jenis
bahan kimia baik dalam proses treatment kain, proses
pewarnaan, maupun pelorodan. Sebagian dari bahan-bahan
tersebut termasuk dalam kategori Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), yang apabila cara penggunaan
dan penyimpanannya kurang tepat akan dapat merusak bahan
lain maupun menyebabkan gangguan kesehatan.

Begitu pula apabila limbah bahan-bahan kimia ini terbuang


tanpa adanya pengolahan limbah terlebih dahulu, dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu,
sangat perlu bagi para pelaku industri batik untuk mengetahui
sifat dari masing-masing bahan serta cara penanganannya.

Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam industri


batik termasuk dalam kategori bahan korosif, cairan mudah
terbakar, dan bahan beracun. Bahan kimia yang bersifat
korosif adalah
● asam klorida (HCl),
● asam sulfat (H2SO4),
● natrium hidrosulfida (Na2S2O4),
87
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

● soda abu/natrium bikarbonat (Na2CO3),


● natrium nitrit (NaNO₂),
● soda api/kaustik (NaOH), dan
● sodium silikat/waterglass (Na2SiO3).

Selain itu, ada beberapa jenis pewarna sintetis yang banyak


digunakan oleh industri dalam proses pewarnaan batik, seperti
jenis bejana larut (indigosol), naphtol, reaktif (remazol), dan
lainnya. Masing-masing pewarna sintetis tersebut memiliki
sifat dan karakter yang berbeda-beda, pun penggunaan dan
cara penyimpanannya berbeda.

Dalam rangka menjamin keselamatan dan kesehatan kerja


di industri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
pemilik maupun pekerja, yaitu terkait pengelolaan bahan
kimia. Lingkup dari pengelolaan bahan kimia antara lain:
1) Pencatatan stok bahan kimia, meliputi: bahan masuk,
bahan dipakai dan bahan tersisa. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui jumlah stok yang dimiliki serta
menghindari penumpukan bahan kimia di gudang.
2) Pelabelan nama bahan kimia pada wadah yang digunakan,
dilengkapi dengan tanggal pembelian dan tanggal
kadaluarsa. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
para pekerja dan menghindari kesalahan pengambilan
bahan. Selain itu, adanya pencantuman tanggal kadaluarsa
sangat berguna untuk memastikan bahan tersebut masih
dapat digunakan atau tidak dalam kondisi rusak.
3) Pengecekan Material Safety Data Sheet (MSDS) dari
masing-masing bahan kimia yang digunakan. MSDS
merupakan Lembar Data Keselamatan Bahan yang
berisikan petunjuk informasi bahan kimia meliputi sifat
fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara
penanganan, tindakan khusus dalam keadaan darurat dan
88
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

informasi lain yang diperlukan. Agar lebih mudah dibaca,


MSDS dapat dicetak dan ditempel pada area penyimpanan
bahan kimia.

Gambar 5. 1: Pelabelan Bahan Kimia


Sumber: BBKB

4) Penerapan prinsip First In First Out (FIFO) dalam


manajemen pergudangan. FIFO adalah prinsip dimana
barang yang pertama kali datang, harus lebih dulu keluar
dibandingkan barang yang datang kemudian. Prinsip ini
perlu diterapkan agar barang yang disimpan di gudang
selalu barang yang lebih baru. Hal ini juga dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya barang kedaluarsa terhadap
barang yang memiliki masa waktu penggunaan.
5) Penulisan instruksi kerja yang jelas dan mudah dipahami
oleh pekerja.

Berikut ini adalah beberapa bahan kimia yang dikenal


dalam industri batik disertai dengan pembahasan sifat bahan
kimia dan tingkat bahaya yang ditimbulkan menurut Globally
89
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Harmonized System of Classification and Labelling of


Chemicals (GHS).

a. Asam Klorida (HCl)


Asam klorida yang merupakan zat fiksasi dalam
pewarnaan dengan indigosol termasuk dalam kategori
bahan kimia korosif. Korosif adalah sifat suatu
substansi yang dapat menyebabkan benda lain hancur.
Kerusakan pada bagian tubuh dapat terjadi apabila
terkena percikan atau tumpahan HCl mengenai kulit
atau mata. Begitu pula jika bahan ini tertelan masuk
melalui mulut maupun terhirup melalui hidung dan
akhirnya masuk ke paru-paru, dapat merusak sistem
pernafasan.

Dalam penggunaan jangka panjang, bahaya yang


mungkin ditimbulkan adalah bahan ini dapat
membentuk methemoglobin dalam darah serta akan
merusak butir-butir darah merah yang pada akhirnya
membahayakan ginjal dan otot-otot hati.

HCl tergolong asam kuat sehingga sangat berbahaya


jika terkena panas. Selain itu, HCl sangat berbahaya
jika terkontaminasi dengan sulfur, H2SO4, amonia dan
fosfor karena dapat menyebabkan terjadinya ledakan.
Apabila terjadi ledakan, uapnya sangat berbahaya
karena bersifat racun.

Karena sifatnya yang mudah menguap dan korosif,


bahan ini harus disimpan rapat dan letak penyimpanan
tidak berdekatan dengan bahan-bahan batik lainnya
seperti kain, malam dan lainnya. HCl stabil secara
kimiawi di bawah kondisi ruangan standar (suhu
kamar).
90
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

Gambar 5. 2: Asam Klorida (HCL) dan Asam Sulfat (H2SO4)


Sumber: BBKB

b. Asam Sulfat (H2SO4)


Pada industri batik, asam sulfat digunakan
sebagai bahan fiksasi dalam pewarnaan
menggunakan indigosol. Menurut kriteria GHS,
H2SO4 termasuk dalam kategori Hazardous
Materials (HazMat) atau bahan kimia berbahaya.
Asam sulfat merupakan asam kuat yang juga
bersifat korosif. Sifat dan bahaya yang ditimbulkan
hampir sama dengan HCl, yaitu dapat menyebabkan
iritasi pada kulit dan mata.

Penggunaan bahan kimia asam kuat seperti asam


sulfat dan asam klorida wajib menggunakan APD
yang sesuai, seperti memakai sarung tangan
pelindung, masker, pelindung mata, dan alas kaki
tertutup.
91
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

c. Hidrogen Peroksida (H₂O₂)


Bahan ini digunakan pada proses pengelantangan
oksidatif kain katun. Menurut kriteria GHS,
Hidrogen peroksida termasuk dalam bahan kimia
berbahaya. Peroksida dapat menyebabkan iritasi
pada mata dan kulit. Selain itu, bahan kimia ini
berbahaya jika terhirup secara terus menerus karena
dapat menyebabkan gangguan pernafasan.

Untuk menjaga kestabilan fungsinya,


penyimpanan Hidrogen peroksida hendaknya dalam
wadah tertutup dan tidak terpapar cahaya matahari
langsung dengan kondisi temperatur ruangan yang
tidak terlalu tinggi atau rendah.

Gambar 5. 3: Hidrogen Peroksida (H2O2)


Sumber: BBK

d. Natrium Hidrosulfida/Hidro (Na2S2O4)


Natrium hidrosulfit merupakan zat pembantu
reduksi untuk pewarnaan alam menggunakan
92
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

Indigofera. Menurut kriteria GHS, Natrium


hidrosulfit termasuk bahan kimia berbahaya dan
mudah terbakar. Bahan ini dapat menyebabkan
iritasi pada kulit, saluran pernafasan, pencernaan,
serta kerusakan pada mata berupa lakrimasi (robek),
penglihatan kabur, fotofobia dan kerusakan kornea.
Selain itu, paparan secara kronis dan
berkepanjangan serta berulang-ulang dapat
memberikan efek pada sistem saraf pusat.

Cara penyimpanan yang tepat untuk Natrium


hidrosulfida adalah dalam wadah tertutup rapat dan
diletakkan di ruangan standar (suhu kamar) yang
sejuk dan kering, dan memiliki ventilasi yang baik,
serta terpisah dari penyimpanan bahan kimia yang
bersifat asam. Juga sebaiknya dijauhkan dari panas
dan sumber-sumber pemicu api.

e. Natrium bikarbonat/Soda abu (Na2CO3)


Dalam industri batik, soda abu digunakan
sebagai bahan pembantu pada proses mordanting
kain dan pada proses pelorodan. Soda abu
berbahaya jika terhirup melalui hidung dan mulut
karena dapat menyebabkan iritasi saluran
pernafasan. Beberapa bahaya lainnya adalah dapat
menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.

Meskipun soda abu termasuk bahan kimia yang


tidak mudah terbakar, penyimpanan bahan kimia
tetap harus diperhatikan. Cara penyimpanan soda
abu adalah dalam wadah tertutup rapat, dan
diletakkan di ruangan yang sejuk, kering, dan
memiliki ventilasi yang baik.
93
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 5. 4: Natrium Hidrosulfide/Hidro


Sumber: BBKB

Gambar 5. 5: Natrium Bikarbonat/Soda Abu (Na2CO2)


Sumber: BBKB

f. Natrium Nitrit (NaNO₂)


Natrium nitrit atau yang lebih dikenal dengan
nitrit merupakan zat pembantu dalam proses
94
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

pewarnaan dengan zat warna indigosol. Menurut


kriteria GHS, nitrit termasuk dalam bahan kimia
berbahaya, karena dapat mengintensifkan api dan
toksik bila tertelan. Apabila mengenai mata, dapat
terjadi iritasi mata yang serius. NaNO2 sangat toksik
pada kehidupan perairan, sehingga limbah yang
dihasilkan tidak boleh langsung dibuang ke
lingkungan.

Penyimpanan nitrit direkomendasikan dalam


wadah yang tertutup rapat serta diletakkan dalam
ruangan yang kering dengan ventilasi yang cukup.
Nitrit sangat dianjurkan untuk dijauhkan dari bahan-
bahan yang mudah terbakar.

Gambar 5. 6: Nitrit
Sumber: BBKB
95
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

g. Natrium Hidroksida/Soda Api/Kaustik (NaOH)


Di industri Batik, NaOH digunakan sebagai zat
fiksasi pada pewarnaan dengan pewarna remazol
dan rapid, zat pembantu untuk melarutkan naphtol,
dan zat pembantu proses pengelantangan kain.

Soda api atau yang lebih dikenal dengan kaustik


termasuk dalam bahan kimia korosif, yaitu dapat
merusak bahan lain. Ketika mengenai bagian tubuh
seperti mata dan kulit, dapat terjadi bahaya iritasi.

Apabila dibiarkan terbuka, soda api dapat


mengalami kerusakan karena bereaksi dengan
karbon dioksida dari udara. Oleh karena itu, bahan
ini harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.

Gambar 5. 7: Natrium Hidroksida/Soda Api/Kaustik (NaOH)


Sumber: BBKB
96
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

h. Sodium silikat/waterglass (Na2SiO3)


Sodium silikat atau natrium metasilikat lebih di
kenal dengan nama waterglass merupakan bahan
fiksasi pada pewarnaan menggunakan zat warna
reaktif/remazol. Fungsinya untuk mengikat warna
sehingga tidak menimbulkan flek dan mencerahkan
warna batik. Bahan ini biasa digunakan sebagai zat
pembantu pada proses pelorodan batik.

Menurut kriteria GHS, Sodium silikat tidak


diklasifikasikan sebagai bahan karsinogen dan
toksik. Namun bahan ini bersifat korosif dan
termasuk bahan kimia berbahaya. Bahaya dari
penggunaan bahan kimia ini adalah iritasi kulit,
kerusakan mata, dan bahaya bila tertelan ke mulut.
Pada saat penggunaan, kita wajib mengenakan APD
yang sesuai, seperti sarung tangan, masker,
pelindung mata dan alas kaki.

Gambar 5. 8: Sodium Silikat/Waterglass (Na2SiO3)


Sumber: BBKB
97
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

2. Penggunaan alat pelindung diri (APD) oleh pekerja di


industri batik
Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
merekomendasikan setiap manajemen K3 di industri harus
melakukan pengendalian risiko untuk meminimalkan bahaya
bahan kimia yang terdapat di area kerja semaksimal mungkin.
Upaya yang dapat dilakukan selain pengendalian teknik/
administratif adalah penggunaan alat pelindung diri (APD).
Bahaya kesehatan akan timbul bila seseorang kontak dengan
sesuatu yang dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan
bagi tubuh dengan jumlah berlebih, salah satunya bahan kimia
yang memiliki sifat beracun dan berbahaya.

APD merupakan upaya terakhir untuk meminimalkan


risiko yang dapat terjadi akibat kecelakaan atau bahaya di
lingkungan kerja maupun saat operasi bahan kimia. Tidak
hanya pemilihan APD yang harus dilakukan secara tepat,
pemeriksaan dan perawatan APD secara rutin pun perlu
dilakukan untuk memastikan APD yang digunakan dapat
memberikan perlindungan dalam menahan dampak bahaya
bahan kimia. Keefektifan penggunaan APD juga tergantung
dari pemilihan APD yang sesuai, penggunaan yang benar,
pemeliharaan dan penggantian secara berkala sesuai
kebijakan yang berlaku.

Pemilihan APD yang sesuai didasarkan pada penilaian


risiko bahan kimia berbahaya yang digunakan atau operasi
bahan kimia yang dilakukan. Bahan kimia berbahaya dapat
berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap, atau kabut dan
dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama, yakni:
inhalasi (menghirup), pencernaan (menelan), dan penyerapan
ke dalam kulit (kontak kulit) yang biasanya melalui tangan
dan wajah.
98
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

Di industri batik, beberapa APD yang perlu disiapkan oleh


pemilik/manajemen dan digunakan oleh para pekerja
diantaranya; masker, sarung tangan, alas kaki tertutup dan
kacamata Safety Goggles.

a. Pelindung tangan
Berupa sarung tangan berbahan karet atau lateks.
Fungsi utama pelindung tangan adalah melindungi tangan
dari cedera akibat terkena bahan kimia atau terkena
peralatan laboratorium yang pecah atau rusak serta
melindungi tangan dari permukaan benda yang kasar atau
tajam dan material panas atau dingin.

Gambar 5. 9: Sarung Tangan


Sumber: BBKB

b. Pelindung kaki
Pelindung kaki (safety shoes) digunakan untuk
melindungi kaki dari kemungkinan tumpahan bahan kimia
beracun dan berbahaya serta mencegah penyebaran
kontaminasi. Pemilihan sepatu safety yang aman untuk
penanganan bahan kimia didasarkan pada bahaya dan
kondisi lingkungan kerja. Pada industri batik, dapat
99
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

mengenakan sepatu boot berbahan karet maupun plastik


elastis.

Gambar 5. 10: Pelindung Kaki


Sumber: BBKB

c. Pelindung tubuh
Pakaian pelindung harus dipilih secara spesifik untuk
tempat bekerja, tergantung konsentrasi dan jumlah bahan
berbahaya yang ditangani. Pada industri batik, para pekerja
dianjurkan untuk mengenakan pakaian tertutup dan
mengenakan apron, wear pack atau celemek yang tahan air
(waterproof). Selain menghindari tumpahan air dan bahan
cair lainnya, celemek juga akan membantu kita agar tidak
terkena bahan pewarna pada saat proses pewarnaan batik.
100
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

Gambar 5. 11: Celemek Tahan Air


Sumber: BBKB

d. Pelindung mata dan wajah


Cipratan, percikan, hingga paparan kabut bahan kimia
yang mengenai mata sering kali menjadi penyebab
terbanyak pekerja mengalami cedera mata. Oleh karena
itu, OSHA mewajibkan para pekerja untuk selalu
menggunakan perangkat pelindung mata dan wajah primer
dan sekunder ketika bekerja di area dengan potensi bahaya
tadi. Berikut jenis-jenis alat pelindung mata dan
wajah yang berguna untuk menahan dampak bahaya bahan
kimia yang bisa mencederai mata, di antaranya: Safety
Goggles, Face Shields (tameng muka).
101
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Gambar 5. 12: Kacamata Pelindung


Sumber: BBKB

e. Pelindung pernapasan
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke
dalam tubuh manusia adalah melalui pernapasan. Banyak
partikel di udara, debu, uap, dan gas yang dapat
membahayakan sistem pernapasan. Pelindung pernapasan
yang tepat harus digunakan untuk meminimalkan sumber-
sumber bahaya tadi. Jenis pelindung pernapasan yang
umum digunakan saat menangani bahan kimia adalah
masker. Selain menghindari terhirupnya bahan kimia
berbahaya seperti diatas, masker juga dapat mencegah
terhirupnya asap malam batik dan kompor batik selama
proses produksi.
102
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

Gambar 5. 13: Masker Pelindung


Sumber: BBKB

3. Penataan tempat produksi batik yang aman dan nyaman


Dalam menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja,
pemilik industri batik sebaiknya memperhatikan tata letak
produksi, seperti:

a. Area pembatikan
Penyediaan ventilasi untuk menjamin sirkulasi udara
yang cukup di area pembatikan. Asap dari malam batik dan
kompor yang digunakan, apabila terhirup dalam waktu
yang lama dapat mengganggu sistem pernafasan pekerja.

Alat pembatikan seperti canting cap dan canting tulis


bisa di dengan cara di susun rapi dalam rak/lemari.
Penataan ini ditujukan agar lebih terawat, mudah dicari
apabila ingin digunakan dan tidak membahayakan pekerja.
Peralatan yang berserakan di lantai bisa menyebabkan
pekerja tersandung. Apabila canting maupun alat lainnya
103
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

digantung di dinding atau diletakkan di atas lemari


dikhawatirkan bisa jatuh dan membahayakan bagi pekerja.

b. Area pewarnaan/pencelupan batik


Ruangan terbuka sangat dianjurkan di area pewarnaan
batik. Di area pewarnaan atau pencelupan batik ini, banyak
digunakan bahan pewarna kimia sintetis dan bahan kimia
pembantu seperti nitrit, peroksida, asam sulfat, asam
klorida, kaustik dan lainnya. Area terbuka dengan sirkulasi
udara yang lancar akan lebih memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pekerja dalam menjalankan aktivitasnya.

Aliran air dan pembuangan limbah cair dari proses


pewarnaan juga harus diperhatikan agar tidak
membahayakan pekerja. Area pewarnaan diusahakan bisa
tersinari cahaya matahari langsung dengan tujuan area
tersebut bisa cepat kering kembali setelah terkena air serta
menghindari adanya genangan di area tersebut. Pada ruang
proses pengerjaan basah seperti ini, kemiringan lantai bisa
dibuat agak miring untuk memudahkan aliran air dan
limbah cair. Dengan menjaga lantai tetap kering dan tidak
licin, dapat dikurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja
seperti terpeleset dan lainnya.

Selain itu, pada area pewarnaan, lantai diberi saluran air


yang tertutup dengan jeruji besi untuk menghindari
masuknya limbah padat, hingga menyumbat aliran limbah
cair menuju IPAL.

c. Area pelorodan
Area pelorodan biasanya diposisikan di tempat terbuka.
Hal ini dilakukan agar asap dari tungku pelorodan bisa
langsung keluar. Selain itu, area terbuka juga akan
menjaga area ini tetap kering dan tidak licin.
104
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

4. Penanganan gudang penyimpanan bahan kimia


Dalam menyimpan bahan kimia, diperlukan perlakuan
khusus terhadap masing - masing jenis dan sifat bahan kimia
(chemical) yang akan disimpan. Pengenalan sifat dan jenis
bahan kimia akan lebih memudahkan dalam penanganannya,
misalnya cara pencampuran, cara mereaksikan, cara
pemindahan atau transportasi, dan cara
penyimpanannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan
pemasangan lembar MSDS di area penyimpanan bahan kimia,
agar pekerja yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini
dapat dengan mudah membacanya.

Bahan kimia yang disimpan di dalam gudang dalam jangka


waktu yang relatif lama secara perlahan dapat mengalami
penurunan kualitas yang disebabkan oleh pengaruh
lingkungan sekitar dan juga kelembaban ruang penyimpanan.

Berikut ini beberapa syarat dan ketentuan terkait


penanganan gudang penyimpanan bahan kimia di industri
batik:

1. Ruang penyimpanan bersuhu rendah atau dingin, memiliki


ventilasi udara yang cukup dan penerangan yang baik

Bahan-bahan kimia yang disimpan di dalam gudang


memiliki sifat khusus masing-masing. Contohnya zat asam
seperti HCl dan H2SO4 sangat mudah bereaksi dengan
basa. Reaksi kimia yang terjadi bisa berlangsung dengan
lambat atau secara tiba-tiba. Reaksi yang terjadi secara
tiba-tiba biasanya akan menimbulkan panas yang tinggi
disertai dengan api. Ledakan dapat terjadi jika reaksi
tersebut terjadi pada ruang penyimpanan yang tertutup dan
memiliki sirkulasi udara yang buruk. Oleh karenanya,
105
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

ventilasi ruangan sangat penting dan wajib untuk menjadi


perhatian manajemen/pemilik industri.

2. Masing-masing bahan kimia dimasukkan dalam wadah


tertutup dan diberi label.

Akan sangat baik apabila dilengkapi dengan lembar


MSDS kemudian ditata menggunakan rak penyimpanan
khusus untuk bahan kimia dengan memperhatikan
karakteristik masing-masing bahan sesuai yang tercantum
dalam MSDS. Kain tekstil dan malam batik sebaiknya
dijauhkan dari bahan-bahan kimia.

3. Gudang bahan kimia disarankan jauh dari sumber api dan


instalasi listrik.

Beberapa bahan kimia memiliki sifat flammable atau


mudah terbakar, sehingga penting untuk merekayasa
gudang atau tempat penyimpanan bahan kimia agar tetap
berjarak dengan instalasi listrik dan sumber api.

4. Tersedia alat pemadam kebakaran untuk bahan kimia.

Untuk mencegah terjadinya kebakaran besar di ruang


penyimpanan maupun tempat produksi, diperlukan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR). APAR bisa diandalkan
untuk menjadi alat penanganan pertama sambil menunggu
bantuan dari pemadam kebakaran datang.

5. Disediakan tempat sampah khusus untuk membuang


bekas kemasan zat kimia.

Sampah kimia dengan kategori Berbahaya dan Beracun


(B3) biasanya berwarna merah dan dilabeli kode B3.
Dengan memilah sampah B3 ke kategorinya diharapkan
106
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Batik

dapat meminimalisir/menghilangkan risiko bahaya bagi


pekerja di industri tersebut dan para petugas kebersihan di
lingkungan.

6. Menjaga kebersihan ruang penyimpanan atau gudang dan


pastikan gudang selalu dalam keadaan kering. Kondisi
ruangan yang kering juga dapat menghindarkan pekerja
dari kecelakaan seperti terpeleset

7. Gudang penyimpanan bahan sebaiknya terkunci dan hanya


bisa dimasuki oleh orang-orang yang mempunyai
kualifikasi atau berwenang.

5. Penyediaan fasilitas kesehatan dan kenyamanan kerja


Berikut ini adalah beberapa fasilitas penunjang terkait
kenyamanan pekerja yang sebaiknya disediakan oleh pemilik
industri batik:

1) Menyediakan air minum yang cukup bagi para pekerja


2) Menyediakan tempat yang bersih dan nyaman untuk
istirahat dan makan
3) Menyediakan ruang ganti pakaian bagi pekerja pria dan
wanita secara terpisah
4) Menyediakan tempat ibadah yang bersih dan nyaman
5) Menyediakan toilet bagi para pekerja pria dan wanita
secara terpisah

Dari semua yang dipaparkan di atas, dapat diambil


kesimpulan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
industri batik adalah suatu upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan kerja
terhadap pekerja, industri, masyarakat dan lingkungan
sekitar.
107
Panduan Produksi Bersih Untuk Industri Batik

Dengan tertib menerapkan K3, diharapkan pekerja di


industri batik dapat melakukan pekerjaan secara profesional
dengan rasa aman dan nyaman yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya
saing industri batik.
108

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN Secretariat. (2013). ASEAN Guidelines for Occupational


Safety and Health. Jakarta: ASEAN Secretariat.
Anizar. (2012). Teknik Keselamatan dan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Di Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. (1990). SNI 19-1958-1990
tentang Pedoman Alat Pelindung Diri. Badan Standarisasi
Nasional : Jakarta.
Balai Besar Kerajinan dan Batik. (2010). Pengolahan Limbah industri
Batik, Yogyakarta.
Bohnet M., et. El. (2010) Ullmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry, WILEY-VCH.
Clean Batik Initiative. (2010). Pedoman Produksi Bersih untuk
Industri Batik.
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. (1970). Undang-
Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI
Implementation of Cleaner Production in Batik Industry at Banyumas
Regency.
Indrayani, Lilin. (2004). Pengolahan Limbah Cair Industri Batik
Yogyakarta , Tesis Yogyakarta, PSL-IPB. Bogor.
Indrasti, Nastiti Siswi Indrasti dan Fauzi, Anas Miftah. (2009).
Produksi Bersih. IPB P.
Jaafar, Mohd Hafiidz & Arifin, Kadir & Aiyub, Kadaruddin &
Razman, Muhammad & Syakir, M.I. & Samsurijan,
Mohamad. (2017). Occupational Safety and Health (OSH)
Management In Construction Industry: A Review.
109

International journal of occupational safety and


ergonomics : JOSE. 24. 1-29.
Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia.
(2010). Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi
republik indonesia nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang
alat pelindung diri. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2007). Panduan Produksi
Bersih Industri Penyamakan Kulit. Jakarta: Kementerian
Negara Lingkungan Hidup.
Maeda, S. (1990). Accumulation And Detoxification of Toxic Metal
Element by Algae, SPB Academic Publishing, Japan.
Mahida, U.N. (1993). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah
Industri, PT Rajagrasindo Persada. Jakarta.
Material Safety Data Sheet (MSDS) di www.merckgroup.com
Material Safety Data Sheet (MSDS) di www.labchem.com
Meutia, A.A. dan T. Suryono. (1997). Pengelolaan Air Limbah Pabrik
Kosmetik dengan Sistem Reaktor Terpadu.
Miller J., et al., (2003). Chemical Management Guide : Improve
Chemical Management to gain Cost Saving, Reduce hazards
and Improve Safety, Revised ed. GTZ., Eschborn.
Muljadi, Muniarti. (2013). Pengolahan limbah batik cetak dengan
menggunakan metode filtrasi-elektrolisis untuk menentukan
efisiensi penurunan parameter COD, BOD dan logam berat
(Cr) setelah perlakuan fisika kimia.Ekuilibrium.12(1): 27-
36.
Nastiti Siwi I, Anas Miftah F. (2009). Produksi Bersih, IPB Press,
Bogor.
110

Nedved, M., Imamkhasani, S., (1991). Fundamentals of Chemical


Safety and Major Hazard Control, International Labour
Organization (ILO).
Novita, D. (2001). Degradasi Nitronaphtol Limbah Cair Batik
Menggunakan Mikroorganisme Tanah dan Air Dengan
didahului oleh Perlakuan Koagulasi, Skripsi STTL,
Yogyakarta.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang baku
mutu air limbah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012
tentang Penerapan K3
Petra, et al. (2003). Pengelolaan Internal yang Baik (Good
Housekeeping), GTZ/P3U, Bonn Rohasliney H, Subki
NS.2011. A Preliminary Study on Batik Effluent in Kelantan
State: A Water Quality Perspectiv. International Conference
on Chemical, Biological, and Environment Science; 2011
Des; Bangkok, Thailand. Bangkok (TH): 274-276
Sastrawijaya, A.T. (1991). Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka
Cipta, Surabaya..
UNEP. (2007). Division of Technology, Industry & Economics,
Environment Agreement and Cleaner Production.
UNIDO. (2002). Joint UNIDO-UNEP Programme on Resource
Efficiency and Cleaner Production (RECP).
UNEP dan ISWA. (2002). Training Resource Pack for Hazardous
Waste Management in Developing Economies. UNEP
Divisi Teknologi, Industri dan Ekonomi. Paris.
Wardhana, W. A. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan,
Yogyakarta : Penerbit Andi.
PANDUAN PRODUKSI BERSIH
UNTUK INDUSTRI BATIK
oleh: Tim Penyusun Balai Besar Kerajinan dan Batik - 2021
Ir. Titik Purwati W., M.P. - Isnaini, S.T. - Farida, Dipl.Teks, M.Sc. - Irfa'ina R. Salma., S.ST., M.Sn.
Masiswo, S.Sn., M.Sn. - Agus Haerudin, S.T. , M.T. - Lilin Indrayani, S.Si., M.Si. - Mutiara Triwiswara, S.T., M.Sc.
Dwi Wiji L., S.Si. - Ir. Ivone De Carlo, M.Si. - Juwarso, S.T. - Tin Kusuma Arta, S.ST.
K.P. Kusumadhata, S.Ds., M.A. - Paras Trapsiladi, S.T., M.Eng.

Selain sebagai produk budaya Indonesia yang telah mendapat


pengakuan dunia, batik merupakan komoditi penting penggerak
perekonomian nasional. Dalam rangka mendukung peningkatan daya
saing batik, tercapainya efisiensi produksi serta menghasilkan produk
batik yang ramah lingkungan, industri batik diarahkan untuk
menerapkan prinsip-prinsip industri berkelanjutan (green industry)
melalui konsep produksi bersih (cleaner production).

Buku "Panduan Produksi Bersih untuk Industri Batik" ini


mencakup pedoman produksi batik yang baik dan terstandar,
pencegahan dan pengendalian pencemaran di industri batik, daur
ulang limbah batik, serta prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) pada industri batik. Agar pembaca dapat lebih mudah memahami
isi, buku ini telah dilengkapi contoh-contoh dan gambar dalam setiap
tahapannya.

Anda mungkin juga menyukai