net/publication/362429399
Bab-4 KOAGULASI
CITATIONS READS
0 1,370
3 authors, including:
All content following this page was uploaded by Benny Syahputra on 03 August 2022.
IV KOAGULASI
4.1. Pendahuluan
Sumber air baku tidak semuanya mempunyai kualitas yang baik, bahkan
seringkali terdapat partikel-partikel di dalam air yang menyebabkan air menjadi
tidak jernih serta mengganggu bagi kesehatan jika dikonsumsi, beberapa
partikel akan sangat lama mengalami pengendapan, bahkan ada yang sampai
bertahun-tahun lamanya.
4.1.1. Deskripsi
Koagulasi merupakan upaya memperoleh air jernih dari sumber air baku
yang memiliki kekeruhan tertentu adalah dengan menggunakan bahan kimia
bersifat reagen yang mampu mengubah sifat larutan menjadi air yang tidak
mengandung unsur yang tidak dikehendaki antara lain solid tersuspensi, koloid
dan partikel halus lain yang terlarut dalam air seperti mineral dan ion elemen
kimia. Perancangan koagulasi menjadi sangat penting mengingat air baku
mempunyai ukuran partikel yang beragam, ukuran partikel tersebut
mempengaruhi lama tidaknya pengendapan. Sebelum perlakuan koagulasi,
pengendapan yang terjadi pada partikel akan sangat lama, sehingga perlu
adanya proses koagulasi untuk mempercepat pengendapan tersebut.
4.1.2. Relevansi
Dalam pengolahan air minum, koagulasi sangat diperlukan terutama
sumber air baku yang memiliki kekeruhan (turbiditas) tertentu, sehingga
nantinya air baku yang akan dikonsumsi menjadi aman. Materi yang diberikan
pada bab ini akan membantu mahasiswa didalam menentukan seberapa besar
dosis koagulan yang diperlukan dalam proses koagulasi, membantu
menentukan jenis-jenis impeller, menentukan dimensi bak koagulasi, serta hal-
hal lain yang berkaitan dengan koagulasi. Pada akhir bab ini, mahasiswa akan
menemukan contoh perhitungan rancangan koagulator yang dapat diterapkan
pada instalasi pengolahan air minum.
Koagulasi 84
Dengan diberikannya teori tentang koagulasi diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan tentang koagulasi berikut perancangannya di dalam
bangunan pengolahan air minum.
4.2. Penyajian
Bab ini berisi teori dasar tentang koagulasi berikut perancangannya.
Penyajian bab ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari pengertian koagulasi,
jenis koagulan, tipe bak koagulasi, simulasi koagulasi dengan jartest, serta
perancangan koagulasi dalam bangunan pengolahan air minum.
4.2.1. Uraian
A. Pengertian Koagulasi
Dalam pengolahan air baku khususnya pada air yang keruh diperlukan
penjernihan yang sesuai dengan selera bagi pengguna air olahan tersebut
menjadi air minum. Upaya memperoleh air jernih dari sumber air baku yang
memiliki kekeruhan tertentu adalah dengan menggunakan bahan kimia bersifat
reagen yang mampu mengubah sifat larutan menjadi air yang tidak
mengandung unsur yang tidak dikehendaki antara lain solid tersuspensi, koloid
dan partikel halus lain yang terlarut dalam air seperti mineral dan ion elemen
kimia. Koagulasi dan flokulasi adalah proses kimia yang lazim dilakukan pada
penjernihan air baik dalam skala kecil maupun besar.
Koagulasi dapat diartikan sebagai berikut :
a. Penambahan dan pengadukan cepat koagulan yang menghasilkan
destabilisasi koloid dan suspended solid (Reynolds, 1982),
b. Menghilangkan kestabilan koloid dengan prinsip netralisasi melalui
penambahan koagulan elektrolit (JICA, 1974),
c. Destabilisasi muatan koloid dan suspended solid termasuk bakteri
dan virus oleh koagulan (Kawamura, 1991).
Koagulasi 86
Tabel 4.1. Berbagai Ukuran Partikel pada Air Baku
Kelompok Material Diameter Partikel Kecepatan
(mm) pengendapan
Kerikil 10 0,73 meter/detik
Pasir Kasar 1,0 0,23 meter/detik
0,5 193,84 meter/jam
Pasir halus 0,25 97,53 meter/jam
0,1 29,26 meter/jam
Silt 0,05 10,61 meter/jam
0,005 0,14 meter/jam
Fine clay 0,001 0,005 meter/jam
0,0001 0,0005 meter/jam
(Sumber : Mariappan, 2005
B. Koagulan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas aluminium sulfat atau tawas adalah
koagulan yang paling banyak diperlukan, yaitu dengan alasan harganya yang
murah. Akan tetapi besi sulfat memiliki sifat penggunaan lebih menguntungkan
dibanding tawas, karena efektifnya dalam kisaran (range) pH yang besar.
Pada proses pelunakan air sadah, soda kapur juga bersifat sebagai
koagulan karena terjadinya jonjot berat atau presipitat yang bersifat koagulasi
dan flokulasi menghasilkan kalsium karbonat dan magnesium hidroksid.
Pada proses koagulasi kadang-kadang diperlukan koagulasi pembantu
yang dapat diperoleh dari daur ulang flok atau dengan menambahkan senyawa
polielektrolit guna menghasilkan pengendapan cepat.
87 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum
Faktor berpengaruh yang diperhatikan dalam koagulasi dan flokulasi,
yakni kekeruhan suspended solid, pH, suhu, komposisi kationik, anionik dan
konsentrasi, lama adukan selama koagulasi dan flokulasi termasuk dosis
koagulasi, sifat koagulasi dan koagulasi pembantu.
Selanjutnya untuk menentukan ketepatan dosis dan koagulasi, perlu
dilakukan analisis jar test yang dikerjakan di laboratorium.
Dalam analisis lab ini perlu dilakukan pilot plant, guna memahami lebih
jauh tentang proses kimia terhadap rencana pengolahan air dengan koagulasi.
Jenis koagulan yang sering digunakan dalam pengolahan air minum adalah :
a. Alumunium Sulfat (Alum)
b. Ferrous Sulfate (FeSO4)
c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride
d. Sodium Aluminate
Alum dalam suasana air basa akan membentuk flok yang mempunyai
susunan kimia : Al (OH)3
Koagulasi 88
Al2 (SO4)3 + 3 Ca (HCO3)2 2 Al (OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2
( larut ) ( larut ) ( tidak larut ) ( larut ) ( larut )
Al2(SO4)3 + 3 Mg (HCO3)2 2 Al (OH)3 + 3 MgSO4 + 6 CO2
( larut ) ( larut ) ( tidak larut ) ( larut ) ( larut )
4. Sodium Aluminate
Sodium aluminate tersedia di pasaran dalam bentuk cair maupun padat
(powder). Sodium bentuk cair aluminate biasanya berupa larutan dalam air
C. Koagulan Pembantu
Agar terjadi koagulasi optimum dengan pengendapan jonjot yang lebih
cepat, diperlukan koagulasi pembantu (coagulant aid). Kapur tohor termasuk
dalam koagulasi pembantu sebagaimana dapat dilihat pada reaksi koagulasi di
atas. Demikian pula soda abu termasuk dalam koagulasi pembantu,
kesemuanya ini dikarenakan dalam koagulasi diperlukan suasana alkalis atau
basis.
Senyawa polyelektrolit yang memiliki muatan ion negatif atau positif,
dapat merubah kestabilan koloid sehingga mempercepat terjadi endapan flok
merupakan pembantu koagulan yang baik.
Polyelektrolit dapat jenis alami atau nabati seperti aci (kanji) atau gom
polishacarida, disamping itu juga terdapat jenis-jenis kimia organik sintetik.
Koagulasi 90
Silikat aktif adalah jenis pembantu koagulan kimia anorganik. Dosis
pembantu koagulasi ini berkisar antara 0,3 mg/l.
D. Pembubuhan Koagulan
Koagulan dapat dibubuhkan baik dalam keadaan Kristal maupun larutan
sesuai dengan dosis hasil analisis jar test.
Pembubuhan dalam bentuk kristal relatif lebih mudah akan tetapi pada
jenis-jenis kimia yang higroskopis masih dianjurkan dalam bentuk larutan. Hal
ini dipilih berdasarkan pendapat tentang agar terjaganya kadar koagulan sesuai
yang direncanakan, sehingga bisa diperoleh koagulasi yang optimal dengan
endapan yang terbesar hasil penurunan koloid.
Akan tetapi dengan sistem larutan harus disiapkan dua bak larutan yaitu
yang pertama untuk pelarutan sedang yang kedua guna mempersiapkan bahan
koagulasi dengan konsentrasi yang tetap dan penyalur melalui kran penyalur
yang terukur baik sehingga dapat bereaksi secara sempurna dengan air yang
dikoagulasi. Kapur biasanya dibubuhkan dalam bentuk kristal sedang efektifitas
pencampuran dilakukan atas dasar keahlian atau dipasang satu alat yang
diRancangan untuk maksud tersebut. Dalam upaya menghasilkan gaya kapur
menghasilkan Ca(OH)2 kadang-kadang diperlukan proses pemanasan guna
menghasilkan kemurnian CaO yang bereaksi.
3
V = volume zona pengadukan (m )
3
Q = debit aliran (m /s)
3
w = berat air = 1000,15615 kg/m
h = tekanan jatuh (m)
S = specific gravity = 1,00
N = jumlah elemen pengadukan
Kestabilan koloid dalam larutan tergantung dari keseimbangan gaya tarik
menarik dan tolek menolak muatan ion. Gaya tarik menarik disebabkan oleh
gaya Van der Waals, sedang gaya tolak menolak disebabkan oleh gaya
elektrostatik dari dispersi koloidal. Kekuatan dari gaya diukur dengan zeta
potensial (Z).
Gambar 4.1. Perubahan Sifat Koloid dari Stabil Menjadi Tidak Stabil
4qd
Z (4-4)
D
dimana :
Z = zeta potensial
q = muatan listrik per satuan luas
Koagulasi 92
d = tebal lapisan sekeliling gesekan pada saat muatan bekerja
D = konstanta dielektrik
F. Destabilisasi / Koagulasi
Dalam proses koagulasi selain terjadi reaksi kimia yang sangat kompleks
juga terjadi koagulasi elektrokinetik, perikinetik dan ortho kinetik.
Latar belakang koagulasi adalah terjadinya reduksi zeta potensial, berubahnya
gaya tarik menarik Van der waals yang mengakibtkan tidak adanya
keseimbangan antara gaya tolak menolak akibat elektro-statik zeta potensial
dan gaya tarik menarik Van der Waals.
Langkah-langkah proses kimia koagulasi dilakukan sebagai berikut:
Pembubuhan koagulan – terjadi disosiasi – hidrolisis ion metal – terjadi muatan
positif ion kompleks hydrosol dan – metalik.
Koagulasi 94
Koagulan yang biasa digunakan adalah garam alumina atau nama
dagang tawas, Al2(SO4)2, atau garam besi, Fe2 (SO4)3.
Hidroso-metalik yang terbentuk spesies bentuk kompleks dengan
+2
senyawa Meq(OH)P . Sedang pada garam alumina, beberapa polimer
-3 -4 -4 -5
berbentuk seperti Al6(OH)15 , Al7(OH)17 , Al8(OH)20 , dan Al15(OH)34 , pada
-4 -5
garam besi polimer yang terbentuk diantaranya Fe2(OH)2 , Fe2(OH)4 .
Kompleks hidroso metalik adalah polyvalen, bermuatan positif yang
tinggi, dan kemudian diadsorbsi pada permukaan lokolid bermuatan negatif,
mereduksi zeta potensial pada saat koloid dalam keadaan destabilisasi.
Partikel yang didestabilkan dengan kompleks hidroso metalik yang
diserap menggumpal disebabkan oleh gaya tarik menarik gaya Van der Waals.
Gaya ini dibantu oleh pengadukan air yang perlahan. Pada proses
penggumpalan sifat pengadukan sangat penting karena akan menyebabkan
partikel destabilisasi pecah dan menyatu.
Penggumpalan dari partikel destabilisasi timbul dikarenakan oleh adanya
jembatan interpartikulat yang menyebabkan interaksi kimia antara gugus reaksi
pada partikel destabilisasi. Pengadukan disini penting karena terjadinya
kontraksi interpartikulat.
Dosis koagulan sengaja dibuat berlebihan dimaksudkan untuk menghasilkan
kompleks hydroso-metalik positif yang diperlukan.
Ekses dari kompleks ini akan menyebabkan polimerisasi berlanjut sampai
terbentuk metalikhidroksid yang tidak larut Al(OH)3 atau Fe(OH)3 dan larutan
menjadi super pekat oleh hydroksida.
Pada pembentukan metalik hidroksid terjadi ikatan (enmesh) koloid
negatif dengan endapan yang dikenal dengan presipitat atau “sweep
coagulation” (koagulasi silang). Pendapat semula bahwa reduksi zeta potensial
terjadi akibat reduksi ion metal dari garam koagulan, sekarang tercermati
bahwa kejadian dasarnya adalah akibat adsorbs muatan positif kompleks
hidroso-metalik yang diperbesar. Species dari kompleks ion polyvalen metalik
lebih efektif pada koagulasi dispersi koloidal daripada kompleks monovalen,
sehingga garam metalik polyvalen selalu digunakan dalam koagulasi.
Pada suspensi koloidal yang encer kecepetan koagulasi sangat rendah
disebabkan oleh kecilnya konsentrasi partikulat yang menyebabkan
ketidakmampuan kontak sejumlah interpartikulat.
Cara mengatasinya yaitu dengan melakukan arus balik endapan dalam
upaya mengkondisikan sifat-sifat koagulasi seperti dijelaskan di atas.
Penambahan koagulan berlebihan bahkan akan menstabilkan koloid.
G. Jar Test
Analisis tentang optimasi penggunaan koagulan sebagai destabilator
koloid dilakukan dengan percobaan jar test.
Hasil analisis laboratorium ini sangat membantu operasi koagulasi
termasuk proses kimia yang terjadi dalam koagulasi.
Dalam analisis ini tidak hanya akan dipantau tentang besar dan kecilnya
putaran, dosis koagulan, waktu pengendapan, kekeruhan, besar dan kecilnya
flok saat pengadukan cepat dan perlahan akan tetapi juga pH air permukaan
setelah koagulasi. Selanjutnya dari jar test ini akan ditetapkan apa yang disebut
gradien kecepatan G, dan waktu kontak. G = m/det/m.det = tidak berdimensi,
parameter yang diperlukan pada disain pengadukan cepat dan flokulasi.
Penggunaan koagulan optimum dapat dilakukan dengan metode
pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jar test , termasuk prosedur umum
untuk mengevaluasi pengolahan dalam rangka mengurangi bahan-bahan
terlarut, koloid, dan yang tidak dapat mengendap dalam air dengan
menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi-flokulasi, yang dilanjutkan
dengan pengendapan secara gravitasi.
Uji koagulasi-flokulasi dengan Jar Test ini dilaksanakan untuk
menentukan dosis bahan-bahan kimia, dan persyaratan yang digunakan untuk
Koagulasi 96
memperoleh hasil yang optimum. Variabel-variabel utama yang dikaji sesuai
dengan yang disarankan, termasuk:
a. Bahan kimia pembantu
b. pH
c. Temperatur
d. Persyaratan tambahan dan kondisi campuran.
Koagulasi 98
(a) (b) (c)
Gambar 4.4. Tipe Flokulasi (a) Pengadukan Mekanik, (b) Pneumatic, dan (c) Baffle
a. Turbine Impeller
1. Turbine impeller memiliki sekitar 4 -6 blade
2. Bak pencampur biasanya benbentuk sirkuler atau persegi
3. Kedalaman cairan adalah 1 – 1,25 kali diameter atau lebar bak
4. Diameter impeller biasanya 30 – 50 % diameter atau lebar bak
5. Impeller biasanya dinaikkan dengan jarak 1 kali diameter impeller
dari dasar bak
6. Kisaran kecepatan impeller adalah 10 – 150 rpm
7. Baffle kecil dilebarkan kesamping 10 % dari diameter atau lebar
bak
Koagulasi 100
Stator
Rotor
Tampak atas
Dt
b. Paddle Impeller
1. Paddle impeller biasanya memiliki 2 – 6 blade
2. Diameter paddle biasanya 50 – 80 % dari diameter atau lebar
bak
3. Lebar paddle biasanya 1 1 dari diameter paddle
6 10
4. Diletakkan pada jarak 1 - ½ kali diameter paddle dari bawah
permukaan bak
5. Kecepatan paddle berkisar antara 20 – 150 rpm
Wt
½Dt
Dt
2 blade 6 blade
Tabel 4.3. Waktu detensi dan Gradien kecepatan pada Pengadukan Cepat
30 900
40 790
> 50 700
Koagulasi 102
Pengadukan secara putar dibedakan antara turbin, dan pengaduk pedal
sebagaimana terlihat pada gambar di atas.
Diameter pengaduk biasanya berkisar antara 30 – 50% diameter tanki
atau lebar bak, sedang kedudukan pengaduk, yakni setinggi diameter
pengaduk (impeller).
Kecepatan putar yaitu antara 10 – 150 rpm dan aliran akan mengalir
secara radial dan keluar seperti Nampak pada gambar di atas.Baffle kecil yang
terpasang setinggi 0,1 kali lebar tanki atau diameter akan mengurangi vorteksi
(vortexing) dan aliran rotasi tetapi memperbesar gaya aduk pada air, dan
menghasilkan turbulensi yang diinginkan dalam operasi. Jenis turbin banyak
disukai karena menghasilkan turbulensi, gesekan (shear) gradien kecepatan
yang tinggi. Pengaduk pedal biasanya dipasang dua atau empat daun pedal,
dipasang secara vertical atau mendatar (pitched).
Diameter pengaduk pedal antara 5 – 60% diameter tanki atau lebar bak,
sedang lebar daun 1/6 – 1/10 diameter. Tinggi jarak pedal dari alas bak 1,5
diameter pedal (lihat gambar).Kecepatan pedal antara 20 – 150 rpm dan masih
diperlukan baffle guna menghilangkan vorteksi dan rotasi, kecuali pada adukan
yang sangat perlahan.
Model pedal tidak seefisien model turbin karena rendahnya turbulensi
yang ditimbulkan. Selanjutnya berbagai jenis popeler ditampilkan dengan
maksud pengembangan teknis pengadukan yang lebih baik. Gaya yang
berpengaruh dari berbagai jenis pengaduk terkait dengan angka Re, yaitu
penentuan turbulensi yang terjadi.
Angka NRe > 10.000 adalah aliran turbulen.
Gaya yang diperlukan dengan menggunakan impeller pada tanki baffle
adalah:
K T n 3 Di
5
P (4-7)
g
dimana
P = gaya ft-lb/det
KT = konstanta impeller untuk aliran turbulen
n = kecepatan putar, rps
Di = diameter impeller,ft.
= densitas cairan lb/ft3
g = percepatan gravitasi 9,28 m/det2 atau 32,17 ft/det2
P (4-8)
g
dimana:
KL = konstanta impeller untuk aliran laminar
µ = viscositas absolut dari larutan, lb-massa (berat/ft.det).
Angka Reynold untuk impeller adalah
Di n
2
N RE (4-9)
Dalam pengadukan, gaya juga dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya
baffle baik pada suasana aliran laminar maupun turbulen.
Di bawah ini adalah tabel tentang harga konstanta pada tanki baffle dengan
empat baffle pada dinding tanki dengan lebar 10% dari tanki. Lihat Tabel 4.3.
Pencampuran secara pneumatic menggunakan tanki yang dilengkapi
dengan aerasi. Waktu detensi dan gradien kecepatan memiliki kekuatan yang
sama sebagaimana dipakai pada pengadukan cepat mekanis. Dengan memilih
Rancangan gradien kecepatan G, dapat ditentukan gaya yang diperlukan
dengan rumus atau dengan grafik. Sedang volume V bak dihitung dari
kecepatan aliran dan waktu detensi T.
Tabel 4.4. Nilai Konstanta KL dan KT Pada Persamaan 4-7 dan 4-8
Tipe impeller KL KT
Propeler, 1,3 daun 41,0 0,32
Propeler , 2,3 daun 43,5 1,00
Turbin, 4 daun datar, vaned disc 71,0 6,30
Turbin, 6 daun datar, vaned disc 71,0 6,30
Turbin, 6 daun lekuk 70,0 4,80
Turbin, 6 daun sudut 45o 70,0 1,65
Shrouded turbine, 6 daun lekuk 97,5 1,08
Shrouded turbine, dengan stator, tanpa baffle 172,5 1,12
Pedal pelat, 2 daun (pedal tungga),Dt/W t = 4 43,0 2,25
Pedal plat, 2 daun, Dt/Wt = 6 36,5 1,60
Pedal plat, 2 daun, Dt/Wt = 8 33,0 1,15
Pedal plat, 4 daun, Dt/Wt = 6 49,0 2,75
Pedal plat, 6 daun, Dt/Wt = 6 71,0 3,82
Sumber : Reynolds, 1982
Koagulasi 104
Udara yang dimasukkan atau disemburkan dapat dihitung dengan rumus
berikut :
h 34
P 81,5Ga log (4-10)
34
dimana:dd
P = gaya, ft.lb/sec
Ga = aliran udara pada operasi suhu dan tekanan, cfm
h = kedalaman ke difuser, ft
Tanki baffle dewasa ini kurang diminati penggunaannya, dengan alasan teknis,
yaitu terjadinya variasi yang besar pada kecepatan aliran sehingga tidak
mungkin mengatur gradien kecepatan.
3 3
maka, kapasitas (V) = 0,199 m /detik x 2 menit x 60 detik/menit = 23,88 ≈ 24 m
Dimensi bak dapat disesuaikan ketersedian lahan, asalkan panjang x lebar x
kedalaman = 24 m3
Dimensi bak :
Panjang = 3,52 m
Lebar = 3,52 m
Kedalaman = 1,92 m + 0,2 m (freeboard)
Tenaga motor :
P = G2.µ.V -
pada 50oF, µ = 2.73 X 10-5 lb.det/ft2 (dikonversi menjadi kg-det/m2)
µ = 2.73 x 10-5 lb.det/ft2 x 0,4535 kg/lb x 0,093 ft2/m2
= 0,115 x 10-5 kg-det/m2
P = (400 det-1)2. 0,115 x 10-5 kg-det/m2 . 24 m3
= 4,416 kg-m/det
Perhitungan impeler
P = ½.Cd.ρ.A.V3
Cd = koefisien besarnya 1,8
P = Tenaga motor penggerak
ρ = Masa jenis besarnya 1000 kg/m 3
A = Luas blade, ukuran (10 x 15) m 2 dipasang 1 blade
= 1 x 10 x 15 = 150 m 3
G = Gradien kecepatan besarnya 400/det
3
C = kapasitas volume besarnya 24 m
K = konstanta kecepatan 0,25
n = Rotasi (putaran) blade 30 rpm
3
V = 0,00898 cm /det
Koagulasi 106
Perhitungan :
P1 = G2.µ.V
P2 = ½ Cd.ρ.A.V3
P1 = P2
2 ½ 3
G .µ.V = .Cd.ρ.A.V
3 G 2 .µ.V µ
V = v
½.Cd. .A.
V = 2G .V.
2
3
Cd.A
2G 2 .V.
3
2. .r.n
1 k
60 Cd.A
3
2. .r.n A.Cd = 2 G2. V.ט
1 k 60
3
A. Cd.r3 1 k 2. .r.n = 2 G2. V.ט
60
2 G 2 . V.
r3 3
2 .n
A. Cd.1 - k
60
2 (400) 2 . (24x 10 6 )cm 3 .0,00898cm 3 / det
r3 3
188,4
15.000 cm 2 . (1,8).1 - 0,25
60
6,89664.1010
r3 3
188,4
27.000.0,75
60
6,89664.1010
r3
352643,99995
3
r = 195569,5
r = 57,8 rpm
≈ 58 rpm
A
Panjang blade
2L
Lebar = 50 cm, dibuat 2 blade
Dimensi blade :
Panjang = 150 m
Lebar = 50 cm
4.2.2. Latihan
a. Satu bak segi empat pengaduk cepat berukuran kedalaman 1,5 kali
lebar bak, yang direncanakan guna melayani aliran air 1000 liter
perdetik. Gradien kecepatan 200 m/det/m, waktu detensi 40 detik dan
bekerja pada suhu 10o. Ditanyakan (1) Ukuran bak; dan (2) Gaya yang
diperlukan.
Jawab:
1000l m3
V = Q.T = x x 40 det 40m 3
det 1000l
Lebar = L
Panjang = P
P=L
Volume = panjang x lebar x tinggi
40 m3 = (L)(L)(1,5L)
40 m3 = 1,5 L3
40m 3
L3
1.5
L = 2,99 m
Berarti tinggi bak = 1,5 x 2,99 m
= 4,48 m
dari rumus (4-5) W (gaya) = G2 µ, maka
= (200 det-1)2 x 2.73 x 10-5 lb.det/ft2
= 1,092 ft-lb/det-ft3
4.3. Penutup
pengadukan cepat (koagulasi) bertujuan untuk mempercepat dan
menyeragamkan penyebaran zat kimia/koagulan melalui air yang diolah juga
bertujuan memperbesar ukuran partikel padat yang ada pada air baku sehingga
mempercepat sedimentasi dan mempermudah filtrasi, dengan memperbesar
Koagulasi 108
ukuran partikel, berarti memperpendek settling time (waktu pengendapan) yang
diperlukan untuk pemisahan, sehingga air baku relatif lebih jernih dari yang
sebelumnya.
P = 2.115 ft - lb x det
xhp = 3,85 hp
det 550 ft lb
c. Kecepatan impeller (n) adalah 100 rpm atau 100/60 = 1,667 rps.
Diasumsikan alirannya adalah turbulen. Berdasarkan tabel 4.3, KT =
6,30. Viskositas pada suhu 50oF adalah 1,310 centipoise, jadi
viskositas dalam lb-massa (berat) adalah :
6,72x 10 -4 lb/ft - det
µ =1,310 centipoise x 8,803x10 4 lb / ft det
1centipoise
maka persamaan gaya dapat menentukan diameter impeller
sebagai berikut :
Koagulasi 110
K n 3 Di
5
P T
g
ft 3
Di
Pg
1 / 5 = 2.115 ft - lb 32,17 ft
x x x x 1/ 5
K T n 3 det det 2 6,30 1,667rps3 62,4lb
Di 1 / 5 =
Pg ft 3
2.115 ft - lb 32,17 ft
x x x x 1/ 5
K T n 3 det det 2 4,725 1,667rps3 62,4lb
4.3.5. Rangkuman
Akhirnya mahasiswa telah menyelesaikan bab ini, dari hasil pembahasan
ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan :
a. pengadukan cepat (koagulasi) bertujuan untuk mempercepat dan
menyeragamkan penyebaran zat kimia / koagulan melalui air yang
diolah juga bertujuan memperbesar ukuran partikel padat yang ada
pada air baku sehingga mempercepat sedimentasi dan
mempermudah filtrasi, dengan memperbesar ukuran partikel, berarti
memperpendek settling time (waktu pengendapan) yang diperlukan
untuk pemisahan,
b. Jenis koagulan banyak ragamnya, sehingga harus disesuaikan
dengan kebutuhan serta alasan teknis lainnya.
c. Simulasi koagulasi dapat dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan alat bernama jar test
DAFTAR PUSTAKA
Koagulasi 112
8. Tjokrokusumo, KRT, 1998, Pengantar Enjiniring Lingkungan, STTL YLH,
Yogyakarta.
SENARAI
1. Clarifier adalah nama lain dari bak sedimentasi, biasanya berbentuk segi
empat atau melingkar dengan aliran horizontal. Secara spesifik clarifier
dikenal juga sebagai solids-contact clarifier, upflow solids-contact clarifier,
atau upflow sludge-blanket clarifier yang merupakan kombinasi koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi dengan single basin.
2. Detention time adalah waktu yang diperlukan dalam jumlah kecil air untuk
melalui tanki. Secara matematis, detention time mempunyai rumus
t = V/Q, dimana "t" adalah detention time, "V" volume tanki, and "Q" adalah
debit.