Anda di halaman 1dari 72

Laporan Hasil Pelaksanaan

GERAKAN
MASYARAKAT
HIDUP SEHAT

2017

DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT


KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017
©2018 by Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia

Dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Mendupikasi seluruh dan/atau


sebagian dari buku ini tanpa izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Editor : Nurul Imani, SKM


Desain Eksterior & Interior : Den Binikna

Cetakan I, Desember 2018


ISBN 978-602-50133-6-2

Diterbitkan oleh:
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas
Jalan Taman Suropati No 2,
Jakarta Pusat 10310

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta

Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal
49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau denda pidana paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,


atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Laporan Hasil Pelaksanaan

GERAKAN
MASYARAKAT
HIDUP SEHAT

2017

DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT


KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii

TIM PENYUSUN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix

DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .xi

RINGKASAN EKSEKUTIF . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xiii

BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP


SEHAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

2.1 Peningkatan Aktivitas Fisik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

2.2 Peningkatan Edukasi dan Perilaku Hidup Sehat . . . . . . . . . . 11

2.3 Penyediaan Pangan Sehat dan Percepatan Perbaikan Gizi . . . 22

2.4 Peningkatan Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit . . . . . . . 28

2.5 Peningkatan Kualitas Lingkungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

BAB III RENCANA TINDAK LANJUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37

BAB IV PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41

v
vi
KATA PENGANTAR

S aat ini Indonesia tengah mengalami perubahan pola penyakit (transisi


epidemiologi) yang ditandai dengan meningkatnya kesakitan dan kematian
akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes melitus, stroke, jantung,
dan kanker. Namun, di sisi lain prevalensi penyakit menular seperti seperti demam
berdarah dengue (DBD), Malaria, Tuberkulosis, dan HIV/AIDS masih cukup tinggi.
Salah satu penyebab utama peningkatan beban PTM adalah meningkatnya faktor
risiko seperti hipertensi, tingginya glukosa darah, dan obesitas yang diakibatkan
pola makan yang tidak sehat dan tidak bergizi seimbang, kurangnya aktivitas
fisik, dan kebiasaan merokok. Apabila tidak segera diatasi, peningkatan beban
PTM ini akan menambah beban pembiayaan pelayanan kesehatan dan penurunan
produktivitas sumber daya manusia.

Sejalan dengan arah kebijakan RPJMN 2015-2019, upaya promotif dan preventif
merupakan intervensi kunci untuk mencegah peningkatan kematian dan kesakitan
akibat penyakit menular dan tidak menular. Pemerintah melalui Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
berupaya menggerakkan seluruh komponen bangsa untuk berkontribusi dan
bersinergi dalam mendorong perilaku hidup sehat masyarakat. Upaya tersebut
difokuskan pada peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup
sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan
pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan, dan
peningkatan edukasi hidup sehat.

Sesuai amanat Inpres, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemantauan


dan evaluasi pelaksanaan Inpres dan melaporkan hasil pelaksanaan Germas
kepada Presiden minimal satu tahun sekali. Laporan ini menjelaskan hasil
pelaksanaan Germas yang dilakukan oleh 27 kementerian/lembaga dan BPJS
Kesehatan serta beberapa contoh praktik baik pelaksanaan Germas di daerah
selama tahun 2017 beserta tantangan dan tindak lanjut yang diperlukan. Kami
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah mendukung penyediaan data dan informasi pelaksanaan Germas

vii
serta memberikan sumbangan pemikiran dan saran dalam penyusunan laporan
ini. Kami berharap laporan ini dapat menjadi bahan masukan upaya perbaikan
pelaksanaan Germas ke depan.

Jakarta, Desember 2018

Bambang P.S. Brodjonegoro


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional

viii
TIM PENYUSUN

Pengarah : Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, SE, MUP, Ph.D


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Penanggung : Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc


Jawab Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan
Kebudayaan

Ketua : Pungkas Bahjuri Ali, S.TP, MS, Ph.D


Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Anggota : 1. Dr. Entos, S.P., MPHM


2. Ardhiantie, SKM, M.PH.
3. Mohammad Dzulfikar Arifi, S.KM.
4. Dedih Suandi, S.Kep, Ners, M.Sc.
5. Nurul Imani, S.KM.

Kontributor : Kemenko PMK, Kemendagri, Kemenkes, Kemenpora, Kemendikbud,


Kemenag, Kementan, KKP, Kemen PUPR, Kemenhub, Kemen LHK,
Kemendag, Kemenkeu, Kemenaker, Kemen PANRB, Kemenkominfo,
Kemen PPPA, Badan POM, BKKBN, Kemenpar, Kemensos,
Kemenperin, Kemenristekdikti, Kemen BUMN, Kemendes PDTT,
Kemenhan/TNI, POLRI, BNN, BPJS Kesehatan, FORMI, PT. Nutrifood,
Pemerintah Daerah Provinsi

ix
x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kegiatan Prioritas Penguatan Upaya Promotif dan Preventif


“Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” dalam RKP 2017 . . . . . 03

Gambar 2 Peran Lintas Sektor dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat . 04

Gambar 3 Daftar Penanggung Jawab Kegiatan Germas . . . . . . . . . 06

Gambar 4 Kegiatan O2SN untuk Siswa Berkebutuhan Khusus . . . . . 08

Gambar 5 Penataan Ruang Terbuka Hijau . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

Gambar 6 Kegiatan Aktivitas Fisik di Perkantoran BUMN . . . . . . . . 10

Gambar 7 Senam Massal dalam Rangka Memperingati HARGANAS XXIV


di Lampung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

Gambar 8 Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor . . . . . . . . . . . . . . . . .12

Gambar 9 Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga Masyarakat Kota


Makassar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

Gambar 10 Aktivitas FORMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .14

Gambar 11 Contoh Infografis yang Dimuat di Portal IndonesiaBaik . . . 18

Gambar 12 Diseminasi Informasi Germas di Daerah . . . . . . . . . . . . 20

Gambar 13 Kondisi UKS di SD, SMP, SMA, Sekolah Menengah Kejuruan


(SMK), dan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) . 21

Gambar 14 Kepatuhan Kawasan terhadap Perda KTR . . . . . . . . . . . 23

Gambar 15 Penerapan KTR di Kota Bandung . . . . . . . . . . . . . . . . 24

Gambar 16 Buku Seri Edukasi Pengasuhan 1000 HPK untuk Orangtua . 26

xi
Gambar 17 Penerapan Germas di PT. Nutrifood . . . . . . . . . . . . . . 30

Gambar 18 Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) . . . . .31

Gambar 19 Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) . . . . . . . .31

Gambar 20 Pembudayaan Konsumsi Buah dan Sayur di Daerah . . . . . 33

Gambar 21 Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim . . . 37

Gambar 22 Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan di Lingkungan TNI dan


POLRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38

Gambar 23 Gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun Siswa Sekolah Dasar . . . 42

Gambar 24 Penyediaan Toilet Bersih di Destinasi Wisata . . . . . . . . . 44

Gambar 25 Program Prioritas: Penguatan Promotif dan Preventif


“Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” dalam RKP 2018 . . . . . 48

xii
RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia tengah menghadapi permasalahan beban ganda penyakit (double


burden of disease) di mana angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak
menular (PTM) terus meningkat, sementara prevalensi penyakit menular masih
cukup tinggi. Upaya promotif dan preventif merupakan intervensi yang dinilai
efektif untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular
dan tidak menular. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2017 tentang
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), pemerintah mendorong seluruh
pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk mendukung pelaksanaan
Germas. Gerakan ini dilaksanakan dengan pendekatan terintegrasi dan melibatkan
multisektor dengan fokus pada upaya-upaya (1) peningkatan aktivitas fisik; (2)
peningkatan perilaku hidup sehat; (3) penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi; (4) peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit; (5)
peningkatan kualitas lingkungan; dan (6) peningkatan edukasi hidup sehat.

Sesuai amanat Inpres, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemantauan dan


evaluasi pelaksanaan Inpres dan melaporkan hasil pelaksanaan Germas kepada
Presiden minimal satu tahun sekali. Laporan ini menjelaskan hasil pelaksanaan
Germas yang dilakukan oleh 27 kementerian/lembaga dan BPJS Kesehatan serta
beberapa contoh praktik baik pelaksanaan Germas di daerah selama tahun 2017
beserta tantangan dan tindak lanjut yang diperlukan untuk peningkatan efektivitas
pelaksanaan Germas ke depan.

Peningkatan Aktivitas Fisik

Pembudayaan aktivitas fisik dilaksanakan secara luas, baik di institusi pendidikan,


instansi pemerintah, perusahaan, lingkungan pemukiman, maupun destinasi wisata
dengan melibatkan 10 kementerian/lembaga. Pembudayaan olahraga masyarakat
dan rekreasi didukung oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)
melalui kegiatan Gowes Pesona Nusantara, pekan olahraga tradisional, dan

xiii
kegiatan lainnya. Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyelenggarakan olahraga
wisata, sedangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaksanakan sosialisasi
gemar beraktivitas fisik dengan melibatkan masyarakat.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian


Agama (Kemenag) dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristekdikti) mendorong pembudayaan aktivitas fisik di institusi pendidikan.
Kemendikbud memfasilitasi penyediaan peralatan pendidikan jasmani, olahraga
dan kesehatan (PJOK), dan penyelenggaraan olimpiade olahraga siswa nasional
(O2SN). Sementara itu, Kemenag fokus mendukung peningkatan aktivitas fisik
di madrasah dan pesantren dengan menyelenggarakan perlombaan olahraga.
Institusi pendidikan tinggi juga didorong untuk memiliki sarana dan prasarana
khusus olahraga dan penyediaan ruang terbuka hijau untuk mendorong seluruh
masyarakat akademik (civitas academica) melakukan aktivitas fisik.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN), Kementerian


Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Kemenkes mendorong peningkatan aktivitas
fisik di tempat kerja termasuk di lingkungan perusahaan BUMN, swasta dan instansi
pemerintah. Dukungan sarana dan prasarana aktivitas fisik di masyarakat difasilitasi
oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) melalui pembangunan fasilitas pejalan kaki
dan pesepeda di beberapa wilayah dan penyediaan ruang terbuka hijau untuk
menarik minat dan memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas fisik secara
rutin. Pembudayaan aktivitas fisik juga dilaksanakan di daerah melalui dukungan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam beragam bentuk kegiatan, mulai dari
kreasi gerakan kebugaran sampai penyediaan dukungan sarana prasarana.

Peningkatan Edukasi dan Perilaku Hidup Sehat

Edukasi dan perilaku hidup sehat dilaksanakan melalui advokasi di pusat dan
daerah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB), dan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Selain melalui
advokasi, edukasi dan perilaku hidup sehat pun dilakukan melalui diseminasi
informasi melalui berbagai media yang dimotori oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo), Kemenkes, Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan juga pemerintah daerah. Berbagai
bentuk bantuan dan dukungan diberikan oleh Kemendikbud dan Kemenag untuk
mendukung dan optimalisasi pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk
mewujudkan perilaku hidup sehat di sekolah. Sementara itu, penerapan kebijakan

xiv
kawasan tanpa rokok (KTR) merupakan upaya untuk melindungi para perokok
pasif dari bahaya asap rokok dan juga mencegah perilaku merokok pada penduduk
usia muda. Penerapannya dilaksanakan secara luas di berbagai institusi dengan
dukungan Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes, Kemenristekdikti, Kemenaker,
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan juga tentunya pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan masing-masing.

Pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba menjadi isu yang


memerlukan perhatian dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai institusi
koordinator utama. Kegiatan dilakukan dalam bentuk diseminasi informasi dan
juga pembinaan. Untuk mewujudkan masyarakat sehat harus dimulai dari keluarga
sehat sehingga edukasi dan perilaku hidup sehat perlu dimulai sejak masa pra-nikah
melalui bimbingan untuk calon pengantin. Kegiatan dilaksanakan oleh Kemenag
dengan berkolaborasi dengan Kemenkes. Sementara itu, pendidikan keluarga
untuk hidup sehat didukung penuh oleh Kemendikbud salah satunya melalui
program pengasuhan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan Kementerian Sosial
(Kemensos) melalui pendidikan kesehatan keluarga penerima manfaat program
keluarga harapan (PKH).

Penyediaan Pangan Sehat

Fokus kegiatan ini adalah untuk memastikan setiap individu sejak bayi sampai
usia lanjut dapat mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang.
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan antara lain melalui pemberian air susu ibu
(ASI) secara eksklusif sampai bayi berusia enam bulan, pembudayaan konsumsi
pangan sehat, dan pengawasan keamanan pangan, termasuk kemananan pangan di
sekolah. Kemenkes telah melakukan kegiatan pekan ASI sedunia, penyebarluasan
informasi dan pelatihan/konseling terkait ASI eksklusif. Bagi ibu yang bekerja untuk
memastikan mereka tetap memberikan ASI eksklusif pada bayinya, Kemenaker
mendorong agar perusahaan memiliki ruangan khusus untuk menyusui.

Pembudayaan konsumsi pangan sehat dilakukan oleh banyak sektor. Kemenkes


berperan untuk menyusun pedoman gizi seimbang dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) mendorong masyarakat untuk mengonsumsi ikan dengan program
Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan). Pengawasan keamanan pangan
dilaksanakan oleh KKP untuk produk ikan, Kementerian Pertanian (Kementan) untuk
produk pangan segar, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk produk
makanan olahan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk pengawasan bahan
berbahaya, dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk fortifikasi dan

xv
bimbingan pada industri. Sementara itu, peningkatan keamanan pangan di sekolah
dilakukan oleh Kemendikbud bekerja sama dengan BPOM.

Deteksi Dini Penyakit

Deteksi dini penyakit yang sudah dilakukan secara aktif adalah deteksi dini penyakit
kanker payudara dan leher rahim dan juga pemeriksaan kesehatan berkala.
Beberapa kementerian/Lembaga seperti Kemenkes, Kemenaker, Kementerian
Pertahanan (Kemenhan/TNI), dan juga Kepolisian RI (POLRI) sudah berperan
aktif dalam program deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim. BPJS
Kesehatan juga telah memfasilitasi pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dan
leher rahim bagi perempuan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemenhan/
TNI dan POLRI juga turut aktif dalam penyuluhan kesehatan dan vaksinasi bagi
para anggotanya. Kemen PPPA juga turut ambil bagian dengan melakukan kegiatan
promosi terutama untuk perempuan dalam hal pencegahan penyakit dan upaya
deteksi dini faktor risiko PTM.

Peningkatan Kualitas Lingkungan

Terdapat tujuh kementerian/lembaga yang berkontribusi secara langsung dalam


mendukung peningkatan kualitas lingkungan. Program-pogram yang dilakukan
di antaranya penyediaan akses air minum dan sanitasi layak, penyediaan sarana
sanitasi di sekolah, penyediaan sarana sanitasi layak dan pengelolaan sampah
di destinasi wisata, dan pengendalian pencemaran lingkungan. Kemen PUPR
bertanggung jawab dalam penyediaan akses air minum dan sanitasi layak di fasilitas
umum melalui pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM). Hal serupa
juga dilakukan oleh Kemensos dengan kegiatan yang difokuskan pada masyarakat
fakir miskin. Kemenkes melakukan pemicuan kepada masyarakat dengan kegiatan
sanitasi total berbasis masyarakat (STBM), sedangkan Kemenag memfasilitasi
rumah ibadah sehat.

Di lingkungan sekolah, penyediaan sanitasi dilakukan oleh Kemendikbud dan


Kemenag. Di sisi lain, sanitasi di tempat wisata penyediaannya difasilitasi oleh
Kemenpar. Tidak hanya penyediaaan sanitasi, tetapi Kemenpar juga memfasilitasi
kegiatan pengelolaan sampah di beberapa tempat wisata serta melaksanakan
kegiatan gerakan sadar wisata dan aksi sapta pesona. Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan memainkan peran dalam pengendalian pencemaran
lingkungan melalui kegiatan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
domestik dan pembangunan bank sampah.

xvi
Berdasarkan hasil evaluasi, tantangan-tantangan dalam pelaksanaan Germas di
antaranya (1) publikasi dan sosialisasi Germas masih belum optimal; (2) koordinasi
antar-pemangku kepentingan masih belum efektif; (3) belum seluruh provinsi
dan kabupaten/kota menetapkan kebijakan Germas; (4) belum seluruh kepala
daerah memiliki pemahaman dan komitmen yang tinggi terhadap Germas; (5)
Germas belum tersosialisasi secara efektif sampai tingkat akar rumput; (6) masih
ada persepsi bahwa Germas hanya urusan kesehatan sehingga peran lintas sektor
lainnya belum optimal; dan (7) skala kegiatan Germas yang masih terbatas karena
terkendala keterbatasan pendanaan.

Rencana tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan


Germas ke depannya yaitu (a) pembudayaan Germas di lingkungan internal masing-
masing kementerian/lembaga; (b) penguatan sinergi antarkementerian/lembaga
dalam melaksanakan kegiatan yang mendukung tujuan Germas yang sama; (c)
pelibatan lintas sektor lainnya, terutama dunia usaha, organisasi masyarakat sipil,
institusi pendidikan dan perguruan tinggi; (d) sosialisasi, kampanye, komunikasi
interpersonal, dan diseminasi informasi melalui media yang lebih intensif dan
persisten; dan (e) penguatan pelaksanaan Germas di daerah antara lain melalui
advokasi, sosialisasi, pembentukan forum OPD untuk koordinasi pelaksanaan
Germas, perencanaan dan penganggaran Germas, dan pendampingan provinsi
kepada kabupaten/kota.

xvii
xviii
1
BAB I

PENDAHULUAN

G erakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) merupakan


wujud salah satu arah kebijakan RPJMN 2015-2019,
yaitu upaya reformasi kesehatan yang berfokus pada
penguatan dan upaya kesehatan dasar (primary health
care) serta penguatan upaya promotif dan preventif.
Melalui kegiatan ini masyarakat tidak hanya berperan
sebagai objek, tetapi juga diharapkan mampu berperan
aktif untuk mewujudkan hidup sehat. Tidak dimungkiri
bahwa saat ini prevalensi penyakit-penyakit katastropik
seperti penyakit jantung, stroke, kanker, dan penyakit
lain semakin meningkat. Biaya yang dikeluarkan untuk
penanganan penyakit-penyakit tersebut sangat besar
sehingga jika tidak dilakukan pencegahan akan menjadi
beban pembiayaan kesehatan ke depan. Salah satu
upaya kunci dalam pencegahan penyakit menular dan
tidak menular adalah dengan membudayakan perilaku
hidup sehat.
Untuk membudayakan hidup sehat di masyarakat, diperlukan peningkatan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat; perbaikan dan
peningkatan kualitas lingkungan; dan penyediaaan sarana dan prasarana serta
dukungan regulasi yang akan mendorong masyarakat untuk hidup sehat. Pemerintah
melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Germas) menginstruksikan seluruh Menteri kabinet kerja; Kepala
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian; Direktur Utama BPJS Kesehatan; dan Para
Gubernur dan Bupati/Wali Kota untuk menetapkan kebijakan dan langkah-langkah
sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing untuk mewujudkan Germas
dengan fokus kegiatan (1) peningkatan aktivitas fisik; (2) peningkatan perilaku
hidup sehat; (3) penyediaan pangan sehat dan perbaikan gizi; (4) peningkatan
pencegahan dan deteksi dini penyakit; (5) peningkatan kualitas lingkungan; dan (6)
peningkatan edukasi hidup sehat.

Selain melalui penetapan Inpres Nomor 1 Tahun 2017, untuk memastikan perencanaan
dan penganggaran kegiatan yang mendukung Germas oleh Kementerian/Lembaga
(K/L), pemerintah telah memprioritaskan Penguatan Promotif dan Preventif:
“Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” sebagai salah satu program prioritas dari
02
Prioritas Nasional Kesehatan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017
yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 Tahun 2016.
Dalam RKP 2017, kegiatan prioritas yang mendukung Germas mencakup advokasi
regulasi Germas, kampanye hidup sehat, konsumsi pangan sehat, lingkungan sehat,
pencegahan penyakit dan deteksi dini, aktivitas fisik dan konektivitas antarmoda
transportasi, kawasan tanpa rokok, narkoba dan minuman keras, serta penurunan
stress dan keselamatan berkendara. Ruang lingkup tersebut lebih luas dari apa
yang tercantum pada Inpres Nomor 1 Tahun 2017. Hal ini disebabkan karena RKP
2017 ditetapkan sebelum Inpres Germas keluar. Selain kegiatan yang tercantum
dalam RKP, K/L melakukan optimalisasi terhadap kegiatan eksisting yang sudah
dianggarkan di tahun 2017 untuk melaksanakan amanat/penugasan Inpres Germas.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Gambar 1 Kegiatan Prioritas Penguatan Upaya Promotif dan Preventif
“Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” dalam RKP 2017
Kemendagri, Kemen PANRB, Kemendes PDIT

Kemenhub, Advokasi Kemenkes, BKKBN,


Kemendikbud Regulasi Gerakan Kemenkominfo
Masyarakat Hidup
8 2
Penurunan Sehat
stress dan Kampanye hidup
keselamatan sehat
berkendara

PENGUATAN
Kawasan tanpa UPAYA PROMOTIF
BPOM, KKP,
Kemenkes, rokok, narkoba DAN PREVENTIF Konsumsi
7 3 Kementars,
Kemenkeu dan minuman “GERAKAN pangan sehat
Kemenkes
keras MASYARAKAT HIDUP
SEHAT”

Aktivitas fisik
dan konektivitas
Lingkungan sehat
antarmoda
transportasi
6 Pencegahan 4
Kemenkes, Kemenpora, penyakit dan Kemenkes, Kemen 03
Kemenpar, Kemen BUMN deteksi dini LHK, Kemen PUPR,
Kemenpar

Kemenkes, Kemendikbud, Kemenhan

Sesuai amanat Inpres Nomor 1 Tahun 2017, Kementerian PPN/Bappenas melakukan


pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Inpres kepada seluruh K/L dan BPJS
Kesehatan paling sedikit 6 (enam) bulan sekali dan melaporkan hasil pelaksanaan
Germas kepada Presiden minimal 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan. Merujuk pada Pedoman Umum Pelaksanaan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas
Nomor 11 Tahun 2017, untuk tingkat pusat pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan Germas di K/L dan BPJS Kesehatan dikoordinasikan oleh Kementerian
PPN/Bappenas. Sementara untuk tingkat daerah, pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan Germas menjadi tanggung jawab Gubernur dan Bupati/Wali Kota dan
pelaporannya dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Dalam rangka pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Germas tahun 2017,


Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan serangkaian pertemuan koordinasi
di tingkat pusat untuk mengumpulkan data dan informasi serta mendiskusikan
perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh K/L dan BPJS Kesehatan.
Serial pertemuan tersebut dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2017 dan
Maret 2018. Selain itu, pertemuan regional untuk menyosialisasikan Germas dan

BAB I PENDAHULUAN
memperoleh informasi perkembangan pelaksanaan Germas di daerah juga telah
dilaksanakan pada tanggal 6 September 2018 (regional barat) dan tanggal 20
September 2018 (regional tengah dan timur) yang dihadiri oleh perwakilan K/L,
organisasi perangkat daerah (OPD) dari 34 provinsi, dan pemangku kepentingan
terkait.

Berdasarkan hasil serial pertemuan koordinasi di tingkat pusat dan daerah,


penyampaian laporan secara tertulis oleh K/L dan BPJS Kesehatan, serta laporan
daerah yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/
Bappenas menyusun laporan hasil pelaksanaan Germas.

Pelaporan kegiatan Germas sangat penting, sebagai bentuk pendokumentasian


kegiatan dan evaluasi terhadap perkembangan capaian indikator kegiatan utama
Germas selama tahun 2017. Selain itu, melalui evaluasi dan pelaporan diharapkan
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Germas di lapangan
serta praktik-praktik baik yang bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran
dapat diidentifikasi. Lebih jauh lagi, hasil evaluasi dan pelaporan diharapkan
dapat menjadi bahan masukan untuk rencana tindak lanjut dan upaya perbaikan
04 pelaksanaan Germas ke depan.

Gambar 2. Peran Lintas Sektor dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat


AKTIVITAS FISIK
Kemenpora, Kemenhub, Kemen PU dan PR, Kemendikbud, Kemenaker, Kemenkes, Kemen BUMN,
Kemenristek Dikti, Kemenpar, Kemenag, K/L laun yang terkait, Pemda, Pemangku Kepentingan lainnya

PANGAN SEHAT DAN BERGIZI LINGKUNGAN SEHAT


Kementan, Kemenkes, KKP, Kemenkes, Kemen LHK, Kemen
Kemendag, Kemenperin, BPOM, PU dan PR, Kemendikbud,
K/L lain yang terkait, Pemda, Kemenag, Kemenpar,
Pemangku Kepentingan lainnya Kemensos, K/L lain yang
terkait, Pemda, Pemangku
Kepentingan lainnya

DETEKSI DINI EDUKASI HIDUP SEHAT


Kemenaker, Kemenkes, BPJS Kemen PAN dan RB, Kemenag,
Kesehatan, Kemen PP dan PA, Kemendikbud, Kemenkominfo,
Kemenhan/TNI, POLRI, K/L lain Kemenkes, BKKBN, BNN,
yang terkait, Pemda, Pemangku Kemendes PDTT, Kemen PU dan
Kepentingan lainnya PR, K/L lain yang terkait, Pemda,
Pemangku Kepentingan lainnya

PERILAKU SEHAT
Kemendagri, Kemendikbud, Kemenag, Kemenristek Dikti, Kemenkeu, Kemenkes,
Kemenaker, Kemendag K/L lain yang terkait, Pemda, Pemangku Kepentingan lainnya

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


2
BAB II EVALUASI
PELAKSANAAN
GERAKAN
MASYARAKAT HIDUP
SEHAT

B erdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1


tahun 2017, seluruh Kementerian/Lembaga (K/L),
BPJS Kesehatan, dan pemerintah daerah diperintahkan
untuk melaksanakan kegiatan yang dapat mendukung
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sesuai
dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-
masing. Laporan hasil pelaksanaan Germas tahun 2017
difokuskan pada pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh 17 K/L dan BPJS Kesehatan yang disebutkan
penugasannya secara spesifik dalam lampiran Inpres
dan 10 K/L lainnya yang memiliki kontribusi penting
dalam Germas sebagaimana tercantum dalam
Pedoman Umum Pelaksanaan Germas (Permen PPN/
Kepala Bappenas Nomor 11 Tahun 2017).
Gambar 3. Daftar Penanggung Jawab Kegiatan Germas

06

Pembahasan evaluasi pelaksanaan Germas akan diuraikan berdasarkan pembagian


klaster sesuai dengan 6 (enam) fokus kegiatan Germas, yaitu (a) peningkatan
aktivitas fisik; (b) peningkatan perilaku hidup sehat; (c) penyediaan pangan sehat
dan percepatan perbaikan gizi; (d) peningkatan pencegahan dan deteksi dini
penyakit; (e) peningkatan kualitas lingkungan; dan (f) peningkatan edukasi hidup
sehat. Khusus untuk peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan edukasi
hidup sehat, pembahasannya akan dijadikan satu mempertimbangkan keterkaitan
antarkedua fokus kegiatan tersebut sangat erat.

1.1 Peningkatan Aktivitas Fisik


Kurangnya aktivitas fisik menjadi salah satu faktor meningkatnya angka obesitas
(Bujjirao dan Ratna Kumar 2013) yang berdampak pada tingginya prevalensi
penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, ataupun diabetes mellitus tipe 2
(WHO, 2016). Oleh karena itu, salah satu upaya pencegahan penyakit-penyakit
tersebut serta untuk peningkatan kualitas kesehatan adalah melalui peningkatan
aktivitas fisik. Studi menunjukan bahwa peningkatan aktivitas fisik memiliki dampak

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah dengan
melakukan aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya dalam seminggu.

Dalam upaya mewujudkan Germas, kampanye dan upaya peningkatan aktivitas fisik
masyarakat dilakukan secara lintas sektor. Terdapat 10 K/L yang memiliki kegiatan
untuk mendorong dan memfasilitasi masyarakat beraktivitas fisik secara aktif dan
berolahraga secara rutin, yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora),
Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Kementerian Kesehatan (Kemenkes),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama
(Kemenag), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti),
Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen
BUMN), dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Kegiatan pembudayaan
aktivitas fisik ini dilaksanakan secara luas baik di institusi pendidikan, instansi
pemerintah, perusahaan, lingkungan pemukiman, dan destinasi wisata.

Pembudayaan Olahraga Masyarakat dan Rekreasi 07


Banyak kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Kemenpora untuk mendorong
masyarakat untuk melakukan olahraga secara rutin. Salah satunya kegiatan Gowes
Pesona Nusantara yang merupakan program kompetisi olahraga bersepeda untuk
masyarakat pedesaan. Kegiatan dilaksanakan di 90 titik kabupaten/kota dan diikuti
oleh sekitar 90.000 orang. Selain itu, Kemenpora juga menyelenggarakan beragam
kegiatan untuk mengampanyekan olahraga seperti Liga Santri Nusantara di 1.024
pondok pesantren, Family Fun Sport Festival untuk anak usia dini, Age Friendly
Festival untuk lansia, Pekan Paralympic Pelajar Nasional (PEPARPENAS) VIII
pada 984 peserta, Lomba Olahraga Anak Penyandang Autis, dan Pekan Olahraga
Tradisional pada 482 orang. Untuk membudayakan aktivitas fisik di sekolah,
Kemenpora meluncurkan Gerakan Ayo Olahraga melalui Senam Bugar Pelajar
Indonesia yang dilaksanakan selama tujuh menit sebelum siswa belajar. Dalam
memfasilitasi olahraga masyarakat, Kemenpora juga telah menyediakan bantuan
sarana dan prasarana olahraga sebanyak 64 unit bagi sekolah, perkumpulan
olahraga masyarakat, dan bantuan sarana olahraga prestasi. Selain itu, di tingkat
desa juga dilaksanakan Gala Desa yang merupakan turnamen antardesa dengan
enam cabang perlombaan (sepakbola, bola voli, sepak takraw, bulutangkis,
tenis meja, dan atletik). Kegiatan ini dilaksanakan di 34 provinsi dengan peserta
mencapai 204.000 orang.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Sejalan dengan Kemenpora, Kemenpar memberikan dukungan penyelenggaraan
event olahraga wisata. Event olahraga wisata dilaksanakan di 16 provinsi dengan
tujuan, tidak hanya mendatangkan wisatawan, namun mendorong masyarakat
untuk beraktivitas fisik. Selain itu, Kemenpar juga menyelenggarakan peningkatan
kapasitas pengelola wisata olahraga dan rekreasi dengan peserta 250 peserta di lima
lokasi yaitu Toba (Olahraga Kayak), Tana Toraja, dan Pangandaran (Arung Jeram),
Gayo Aceh (Pacuan Kuda), dan Malang (Paralayang). Selain itu, pembudayaan
aktivitas fisik di masyarakat juga dilaksanakan oleh Kemenkes melalui sosialisasi
gemar beraktivitas fisik di 22 kabupaten/kota yang diikuti sekitar 3.300 dan training
of trainer kesehatan olahraga bagi 136 tenaga kesehatan di Puskesmas.

Pembudayaan Aktivitas Fisik di Institusi Pendidikan


Pembudayaan aktivitas fisik pada masyarakat harus dimulai sejak dini terutama
di institusi pendidikan. Dalam membudayakan olahraga di sekolah, Kemendikbud
memfasilitasi penyediaan peralatan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
(PJOK) sebesar 1.112 paket di 1.051 SMP melalui dana alokasi khusus (DAK). Selain
08
melalui DAK, Kemendikbud memberikan bantuan pemerintah pembinaan kelas
olahraga kepada 99 sekolah SMP. Kemendikbud juga memfasilitasi penyelenggaraan
Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) yang dilaksanakan secara berjenjang
dan diikuti oleh siswa dari semua jenjang sekolah (SD, SMP, dan SMA), termasuk
anak-anak berkebutuhan khusus. Kegiatan O2SN diikuti oleh 604 siswa SD, 328
siswa SMP, 544 siswa SMA, 340 siswa SMK, dan 288 siswa berkebutuhan khusus.

Gambar 4. Kegiatan O2SN untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

Sumber: Kemendikbud, 2018

Pembudayaan aktivitas fisik oleh Kemenag di unit pendidikan madrasah dan


pesantren dilaksanakan melalui penyelenggaraan berbagai perlombaan seperti
Pekan Olahraga dan Seni Antar-Diniyah (PORSADIN) III yang diikuti oleh 1.260

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


peserta, Pekan Ilmiah, Olahraga, Seni dan Riset (PIONIR) dengan peserta sebanyak
2.350 orang, Ajang Kreativitas Seni dan Olahraga Madrasah (Aksioma) dan
Kompetisi Sains Madrasah (KSM) yang diikuti oleh 544 siswa. Selain itu, Kemenag
juga menyelenggarakan kegiatan yoga massal yang dilaksanakan setelah perayaan
hari raya Nyepi di Yogyakarta dan Jakarta dengan peserta sekitar 2.000 orang.

Tidak hanya pada institusi pendidikan dasar dan menengah, upaya peningkatan
aktivitas fisik juga dilaksanakan di tingkat Perguruan Tinggi (PT) melalui fasilitasi
Kemenristekdikti. Sampai saat ini, sebanyak 97 PT sudah memiliki sarana prasarana
khusus untuk olahraga, seperti gedung gymnasium, stadion sepakbola, arena wall
climbing, dan kolam renang. Selain itu, juga terdapat ruang terbuka hijau untuk
memfasilitasi aktivitas fisik mahasiswa dan civitas academica. Untuk kompetisi
olahraga, beberapa PT juga sudah secara rutin menyelenggarakan perlombaan
olahraga antarfakultas maupun antarprogram studi, acara Dies Natalies, Pekan
Olah Raga Mahasiswa Nasional (POMNAS), kegiatan senam, dan sebagainya.

Dukungan Sarana dan Prasarana Aktivitas Fisik 09


Untuk membiasakan aktivitas fisik masyarakat, dukungan sarana dan prasarana
seperti penyediaan jalur pejalan kaki maupun pesepeda serta konektivitas
antarmoda transportasi sangat diperlukan. Hal ini untuk memfasilitasi masyarakat
berjalan kaki atau bersepeda menuju sekolah, tempat kerja, atau tempat-tempat
umum lainnya setelah turun dari angkutan umum massal. Untuk keamanan dan
kenyamanan pejalan kaki dan pesepeda, Kemenhub melakukan pengadaan
dan pemasangan perlengkapan jalan di sepanjang jalan nasional di 34 provinsi,
membangun Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) di Kota Malang dan Kediri,
pembangunan fasilitas pejalan kaki di Kota Bogor serta membangun konektivitas
antarmoda dengan penyedian jalur pejalan kaki “sky bridge” antara Terminal
Tirtonadi dan Stasiun Solo Balapan sebagai pilot project.

Sarana prasarana yang tidak kalah penting adalah ruang terbuka hijau (RTH) untuk
publik di perkotaan. Pada tahun 2017, Kemen PUPR telah melaksanakan Program
Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di 15 lokasi dengan luas sebesar 30,5 ha, Program
RTH di 9 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan 7 lokasi Pos Lintas Batas
Negara (PLBN), dan Program Ruang Terbuka Publik di 66 lokasi. Tersedianya ruang
terbuka publik diharapkan dapat menarik minat dan memudahkan masyarakat
untuk beraktivitas fisik secara rutin.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Gambar 5. Penataan Ruang Terbuka Hijau

Sumber: Kemen PUPR, 2018

Pembudayaan Aktivitas Fisik di Tempat Kerja


Upaya untuk membudayakan aktivitas fisik di perkantoran BUMN telah mulai
digalakkan, baik atas inisiatif para pegawai maupun perusahaan dengan fasilitasi
oleh Kemen BUMN. Sebagian besar kegiatan dilaksanakan atas inisiatif pegawai
10 antara lain pembentukan komunitas olahraga tertentu, seperti yoga, runner,
sepeda, dan senam bersama di kantor. Sementara, perusahaan menyelenggarakan
turnamen olahraga sebagai wadah aktualisasi dan apresiasi bagi para pegawainya.
Sementara itu, Kemenaker melalui kegiatan bimbingan teknis penerapan norma
kesehatan kerja juga ikut mendorong perusahaan-perusahaan untuk melaksanakan
peningkatan aktivitas fisik/kegiatan olahraga bagi pekerjanya. Pada tahun 2017,
bimbingan teknis telah diberikan kepada 30 perusahaan.

Gambar 6. Kegiatan Aktivitas Fisik di Perkantoran BUMN

Sumber: Kemen BUMN, 2018

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Dalam mendorong aktivitas fisik di instansi pemerintah, Kemenkes telah
mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan RI nomor HK.02.01/Menkes/493/2017
tentang Peningkatan Aktivitas Fisik dan Perilaku Hidup Sehat yang isinya antara lain
menginstruksikan seluruh jajaran K/L dan pemerintah daerah untuk melaksanakan
kegiatan aktivitas fisik/olahraga minimal 30 menit setiap hari, peregangan di
tempat kerja dua kali setiap hari (pukul 10.00 dan 14.00), dan menyediakan sarana
dan prasarana olahraga. Kemenkes bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan
Puskesmas juga memfasilitasi pengukuran tingkat kebugaran jasmani bagi jamaah
haji sebanyak 98.536 jamaah dan aparatur sipil negara (ASN), baik di lingkungan
internal maupun K/L lain.

Pembudayaan Aktivitas Fisik di Daerah


Berbagai kegiatan untuk membudayakan aktivitas fisik telah dilaksanakan di
beberapa daerah. Contohnya di Kabupaten Bantul (DIY) yang menyelenggarakan
lomba menciptakan gerakan kebugaran yang secara rutin akan di terapkan pada
setiap instansi. Kegiatan ini dilakukan bekerja sama dengan Universitas Negeri
11
Yogyakarta, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, dan Paguyuban Sanggar
Senam Bantul. Di Provinsi Lampung, dalam rangka memperingati Hari Keluarga
Nasional (HARGANAS) XXIV berhasil mencatat rekor Museum Rekor Dunia
Indonesia (MURI) dengan 5.000 peserta senam massal yang berasal dari 33 provinsi,
jajaran organisasi perangkat daerah (OPD), dunia usaha serta masyarakat. Senam
tersebut dimodifikasi menggunakan musik dan tarian daerah Lampung. Selain itu,
Provinsi Maluku, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, dan di daerah lainnya juga
sudah menerapkan senam peregangan di lingkup OPD sebanyak dua kali sehari
pada pukul 10.00 dan 14.00, serta senam kebugaran jasmani setiap Jumat pagi.

Gambar 7. Senam Massal dalam Rangka Memperingati HARGANAS XXIV di Lampung

Sumber: Pemprov Lampung, 2018

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Dalam membudayakan masyarakat untuk gemar beraktivitas fisik, dukungan
sarana, dan prasarana terutama ruang terbuka hijau sangat penting. Salah satu
praktik baik yang perlu diperluas ke daerah lainnya adalah komitmen Wali Kota
Bogor untuk menjadikan Bogor sebagai “Kota Seribu Taman”. Sampai dengan tahun
2018, Kota Bogor Memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) terpelihara seluas 41,14 ha
yang terdiri dari 209 berupa taman, jalur hijau, median jalan, bantaran sungai,
taman sudut, dan pulau jalan. Dari 209 RTH terpelihara tersebut, 42 di antaranya
merupakan taman aktif yang dapat digunakan masyarakat luas untuk berolahraga,
pusat kegiatan seni, pelatihan, dan sosialisasi.

Gambar 8. Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor

12

Sumber: Pemkot Bogor, 2018

Komitmen yang sama ditunjukkan oleh Wali Kota Makassar. Untuk mendukung
aktivitas fisik masyarakat, pemerintah memperluas dan meningkatkan kualitas
ruang terbuka hijau kota menuju target RTH 30 persen. Saat ini, Kota Makassar
memiliki 37 taman dengan luas keseluruhan 53.364,7 m2. Kegiatan lain untuk
memasyarakatkan olahraga di Kota Makassar antara lain car free day rutin
dan Senam Lorong untuk menggerakkan senam jantung sehat di lorong-lorong
pemukiman padat penduduk.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Gambar 9. Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga Masyarakat Kota Makassar

Senam Lorong Aktivitas di Taman Macan

Sumber: Pemkot Makassar, 2018

BOX 1

Penggerakkan Aktivitas Fisik oleh 13

FORMI
Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) sebagai
induk dari organisasi olahraga rekreasi yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, baik tingkat nasional maupun daerah, menjadi mitra strategis
dari pemerintah dan masyarakat dalam mendorong, menggerakkan
pembinaan, dan pengembangan olahraga rekreasi. Potensi FORMI
dengan jejaringnya yang luas mulai tingkat provinsi sampai kabupaten/
kota dan kecamatan dapat diberdayakan untuk mendukung Germas agar
tujuan peningkatan aktivitas fisik dan olahraga masyarakat dapat segera
diimplementasikan di tingkat akar rumput.

Upaya menggerakkan partisipasi masyarakat dan organisasi olahraga rekreasi


masyarakat antara lain dilakukan melalui (1) kampanye pembudayaan
aktivitas fisik dan gemar olahraga, (2) fasilitasi penyelenggaraan dan
pemberdayaan olahraga masyarakat, (3) penerapan dan peningkatan
kebugaran jasmani masyarakat dan bangsa Indonesia, dan (4) penerapan
dan pengembangan konsep sarana prasarana “Kota Aktif.”

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Pada awal tahun 2018, FORMI berinisiatif untuk menyelenggarakan penataran bagi Tim
Penggerak Germas Aktivitas Fisik dan Olahraga Masyarakat. Sampai saat ini, sudah ada
150 orang Penggerak Germas yang sudah dilatih. Tim Penggerak ini diharapkan dapat
menjadi agen perubahan dan berperan aktif mewujudkan peningkatan aktivitas fisik
di tengah masyarakat dengan sasaran kelompok anak, remaja, dan dewasa. Dalam
mendukung Germas, beberapa kegiatan yang telah dilakukan FORMI antara lain tes
kebugaran jasmani masyarakat, menciptakan dan menyebarluaskan senam Germas
dewasa, senam Germas anak ceria, senam loncat tali untuk remaja melalui jejaringnya,
serfasilitasi penyelenggaraan event olahraga rekreasi, tradisional, dan petualangan.
Pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan secara terintegrasi dengan lintas sektor
melibatkan instansi pemerintah pusat dan daerah serta partisipasi aktif masyarakat.

Gambar 10. Aktivitas FORMI

14

Tes Kebugaran Jasmani ToT Tim Penggerak Germas


Sumber: FORMI, 2018

Tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan aktivitas fisik di masyarakat


antara lain (a) masih belum efektifnya koordinasi antarpemangku kepentingan
dalam pelaksanaan kegiatan; (b) publikasi kegiatan yang masih terbatas terutama di
media massa; (c) penyediaan dukungan sarana prasarana olahraga masih terkendala
keterlambatan dalam proses pengadaan; (d) masih minimnya pengetahuan pemerintah
daerah, masyarakat, promotor dan pengelola wisata olahraga mengenai standar
keamanan, kebersihan, kesehatan dan keselamatan dalam penyelenggaraan kegiatan
olahraga wisata; (e) masih banyak sekolah yang memiliki ruang olahraga dengan
kondisi rusak dan yang tidak memiliki ruang olahraga; (f) penyediaan sarana prasarana
pejalan kaki dan pesepeda, konektivitas antarmoda, dan ruang terbuka hijau masih
perlu terus diperluas dengan melibatkan peran aktif pemerintah daerah; dan (g) masih
terbatasnya cakupan kegiatan pembinaan bagi perusahaan untuk meningkatkan
aktivitas fisik/kegiatan olahraga bagi pekerja.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


2.2 Peningkatan Edukasi dan Perilaku Hidup Sehat
Edukasi atau pendidikan kesehatan merupakan bagian dari kegiatan promosi
kesehatan. Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan untuk
meningkatkan kendali individu terhadap kesehatan dan faktor-faktor yang
memengaruhinya melalui upaya peningkatan pemahaman kesehatan dan kegiatan
multisektor (WHO EMRO, 2018). Outcome yang diharapkan dari edukasi hidup
sehat ini adalah adanya perubahan perilaku menuju perilaku hidup sehat.

Di tingkat pusat, kegiatan untuk meningkatkan edukasi dan perilaku hidup sehat
dilaksanakan oleh 13 K/L termasuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kemenkes, Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT),
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Kemendikbud,
Kemenag, Kemenristekdikti, Kemenaker, Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Kementerian Sosial (Kemensos).
15

Advokasi Pelaksanaan Germas di Instansi Pemerintah


Kemen PANRB berperan untuk mendorong pelaksanaan Germas di instansi
pemerintah pusat dan daerah melalui penerbitan Surat Edaran Menteri PANRB
Nomor 51 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di
Lingkungan Instansi Pemerintah tanggal 11 Oktober 2017. Dalam surat edaran
tersebut, instansi pemerintah didorong untuk mewajibkan kegiatan olahraga
bersama setiap hari Jumat dan peregangan kesehatan kerja selama 5 menit setiap
jam, menyediakan sarana aktivitas fisik, memberikan pelayanan dan fasilitas
deteksi dini penyakit dan medical check up sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1
tahun, menyediakan sarana laktasi, menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR), dan
menyajikan menu makanan tradisional yang sehat termasuk buah dan sayur dalam
penyelenggaraan pertemuan. Untuk memfasilitasi penerapan Germas sesuai surat
edaran tersebut, perlu dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan penganggaran
agar instansi pemerintah dapat membiayai kegiatan terutama deteksi dini dan
medical check up bagi seluruh pegawai. Selanjutnya, perlu upaya pemantauan dan
evaluasi untuk memastikan kepatuhan institusi pemerintah di pusat dan daerah
dalam melaksanakan Germas.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Advokasi Pelaksanaan Germas di Daerah
Untuk mendorong pelaksanaan Germas di tingkat pemerintah daerah Kemendagri
melalui Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah melakukan kegiatan
Advokasi Penyusunan Kebijakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di Daerah,
serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan Germas di daerah. Kegiatan advokasi
penyusunan kebijakan Germas dilaksanakan melalui sosialisasi Germas pada
Rapat Pusat dan Daerah (RAPUSDA) tanggal 5-7 April 2017 dan 16-18 Oktober 2017.
Sebagai bentuk advokasi, telah diterbitkan Surat Menteri Dalam Negeri kepada
Gubernur (Nomor 440/2797/SJ) dan kepada Bupati/Wali Kota (Nomor 440/2796/SJ)
perihal Dukungan Kemendagri terhadap Implementasi Inpres Nomor 1 Tahun 2017
tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) tertanggal 15 Juni 2017. Dalam
surat tersebut, daerah diharapkan untuk segera menyusun regulasi/kebijakan
Germas dalam bentuk peraturan kepala daerah (PERKADA) selambatnya 30 Juni
2017, mengintegrasikan kegiatan lintas program dan lintas perangkat daerah dalam
dokumen perencanaan pembangunan (RPJMD/RKPD) dan dokumen penganggaran
(APBD) mulai tahun 2018, meningkatkan upaya promotif dan preventif hidup sehat
sesuai amanat Inpres, dan melaporkan pelaksanaan program secara berjenjang
16
dari Bupati/Wali Kota kepada Gubernur dan selanjutnya Gubernur kepada Menteri
Dalam Negeri.

Seluruh provinsi telah teradvokasi mengenai Inpres Germas dan berdasarkan hasil
pemantauan Kementerian Dalam Negeri sampai dengan Juli 2018 terhadap 30
provinsi, penetapan regulasi terkait pelaksanaan Germas di daerah adalah sebagai
berikut:
(a) 13 Provinsi menetapkan Peraturan Gubernur (Sumatera Selatan, Lampung, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, NTB, Sulawesi Utara, Gorontalo, Riau, Bali, Kalimantan
Timur, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Jawa Timur);
(b) 7 provinsi menetapkan Surat Edaran (Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kep.
Bangka Belitung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan
Bengkulu);
(c) 4 provinsi menetapkan Instruksi Gubernur (Maluku, DKI Jakarta, Jawa Barat,
dan Kepulauan Riau);
(d) 2 provinsi menetapkan Keputusan Gubernur (Sulawesi Barat dan Sulawesi
Tengah); dan
(e) 4 provinsi (Aceh, Papua Barat, Kalimantan Utara, dan Banten) masih dalam
proses penyusunan kebijakan.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Beberapa tantangan pelaksanaan Germas di daerah antara lain (a) belum seluruh
provinsi dan kabupaten/kota menetapkan kebijakan Germas; (b) seluruh kepala
daerah masih belum memiliki pemahaman dan komitmen yang tinggi terhadap
Germas; (c) Germas belum tersosialisasi secara efektif sampai tingkat akar rumput;
(d) masih ada persepsi bahwa Germas hanya urusan kesehatan sehingga peran lintas
sektor belum optimal; dan (e) skala kegiatan Germas di daerah masih terkendala
keterbatasan pendanaan. Ke depan, diperlukan pendampingan kepada Pemerintah
Daerah untuk mempertegas komitmen dan integritas Pemda dalam melaksanakan
Intruksi Presiden Nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

Dalam mengawal pelaksanaan Germas di tingkat desa, Kemendes PDTT


melaksanakan sosialisasi Germas melalui program Generasi Sehat Cerdas
(GSC). Program GSC bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan sosial
dasar, khususnya kesehatan dan pendidikan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat. Penerima manfaat GSC tahun 2017 mencapai 699.074 orang di mana
72 persennya adalah masyarakat miskin yang ada di 5.789 desa di 68 kabupaten/
kota di 11 provinsi. Melalui GSC, berbagai kegiatan dilaksanakan di tingkat desa
untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu dan anak dan
17
mempermudah akses layanan kesehatan terutama intervensi 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Hasil kegiatan antara lain 76.431 ibu hamil mendapat pelayanan
antenatal, tablet besi dan konseling gizi, 84.874 bayi dipantau tumbuh kembangnya
dan diimunisasi, 312.146 balita mendapat pemberian makanan tambahan (PMT).

Diseminasi Informasi Hidup Sehat


Kemenkominfo mendukung pelaksanaan Germas melalui penyebarluasan
informasi hidup sehat dan pengawasan tayangan/iklan yang tidak mendukung
Germas. Kemenkominfo telah melakukan sosialisasi imunisasi campak-rubella
melalui produksi dan penayangan konten di media online (www.infopublik.id dan
www.indonesiabaik.id), media cetak (Tabloid Komunika), dan dialog interaktif di
radio RRI. Sampai dengan akhir tahun 2017, sudah diproduksi 18 artikel/konten
media online yang menjangkau lebih dari 60.000 reach. Untuk media cetak,
Tabloid Komunika telah dicetak sebanyak 15.000 eksemplar dan dikirim ke 1.300
desa dengan capaian 20.000 pembaca. Selain imunisasi, Kemenkominfo juga
menyosialisasikan pencegahan stunting melalui berbagai media dan forum dialog/
dialog interaktif dengan komunitas, advertorial, dan kampanye digital dengan tagar
#sadarstunting yang mencapai 4.631.928 reach.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Gambar 11. Contoh Infografis yang Dimuat di Portal IndonesiaBaik

Sumber: www.indonesiabaik.id (Kemenkominfo, 2018)


18
Selain Kemenkominfo, Kemenkes juga melakukan diseminasi informasi Germas
melalui berbagai media mulai dari televisi (102 saluran televisi lokal), radio (97
saluran radio lokal), surat kabar dan media online (69 surat kabar dan 41 portal
berita online), media luar ruang, dan media cetak. Pada tahun 2017, kampanye
Germas yang mengusung 5 (lima) tema (konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik,
deteksi dini, dan dua tema lokal spesifik) sudah dilaksanakan di 148 kabupaten/
kota. Selain informasi umum mengenai Germas, Kemenkes juga memiliki kegiatan
Gema Cermat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat) yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, pengetahuan, dan keterampilan
masyarakat tentang pemilihan dan penggunaan obat secara tepat dan rasional.
Kegiatan ini telah dilaksanakan di 115 kabupaten/kota di 34 provinsi dengan sumber
dana APBN dan APBD. Penyebaran informasi dan edukasi Gema Cermat juga
didukung dengan pelatihan 2.892 apoteker dan 17.774 masyarakat sebagai agent of
change penggunaan obat rasional.

Edukasi hidup sehat tidak terlepas dari peran upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) dalam menyebarluaskan informasi kesehatan kepada masyarakat. Upaya
untuk meningkatkan efektivitas UKBM dalam promotif dan preventif kesehatan
termasuk pendidikan kesehatan antara lain dilakukan melalui Posyandu aktif
(Posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan pelayanan secara rutin setiap
bulan). Sampai dengan akhir 2017, sebanyak 57 persen Posyandu terkategori

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Posyandu aktif. Selain itu, pemanfaatan dana desa untuk UKBM juga terus
ditingkatkan dan pada tahun 2017 sebanyak 31 persen desa yang mengalokasikan
dana desa untuk UKBM.

Diseminasi informasi hidup sehat juga dilakukan oleh BKKBN untuk topik
khusus terkait kesehatan reproduksi dan perencanaan kehidupan berkeluarga.
Sampai dengan Desember 2017, sebanyak 28.863 kelompok kegiatan (poktan)
mendapatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi dan 24.173 fasilitas
kesehatan melakukan kegiatan promosi dan konseling kesehatan reproduksi dan
hak-hak reproduksi. Capaian tersebut didudukung pengembangan promosi dan
konseling kesehatan reproduksi sesuai kearifan budaya lokal dan penyediaan
materi promosi dan konseling kesehatan reproduksi di poktan.

BKKBN juga melakukan pembinaan kesehatan reproduksi melalui 5.525 kelompok


Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) dengan kegiatan antara lain (1)
penguatan promosi Generasi Berencana (GenRe) melalui media sosial; (2) promosi
GenRe melalui multijalur; dan (3) aksi simpati GenRe dan dukungan pertemuan
GenRe pada momen strategis. Selanjutnya, untuk pelayanan keluarga berencana
(KB) Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) BKKBN meningkatkan pengetahuan 19
dan jumlah Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB/PKB) dan tenaga
kesehatan yang terampil dalam promosi KB MKJP serta intensifikasi pelatihan
contraceptive technology update (CTU) KB MKJP. Sampai dengan Desember 2017,
akseptor KB yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang antara lain intra
uterine device (IUD), implan, medis operatif pria (MOP), dan medis operatif wanita
(MOW) mencapai 801.291 peserta.

Dalam mendukung kampanye Germas, Kemen PPPA melakukan sosialisasi


antirokok dan kesehatan reproduksi bagi anak sebagai pelapor dan pelopor (2P)
di 12 provinsi dengan capaian target sebanyak 600 orang anak (forum anak daerah
dan siswa-siswi SMP/SMA).

Diseminasi informasi Germas di daerah juga dilaksanakan melalui berbagai media.


Contohnya di Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan
Timur, dan daerah lain, penyebarluasan informasi mengenai perilaku hidup sehat
dilakukan melalui media koran, poster, flyer, baliho, billboard, media elektronik
berupa talk show radio, TV, media online, videotron, dan SMS blast.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Gambar 12 Diseminasi Informasi Germas di Daerah

Talkshow Germas di Provinsi Jawa Timur Billboard Germas di Provinsi Bengkulu

20

SMS Blast Provinsi Sumsel Flyer Provinsi Kaltim

Sumber: Pemprov Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur, 2018

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Kemendikbud dan Kemenag melakukan edukasi dan pembudayaan perilaku hidup


sehat dengan sasaran utama anak-anak terutama anak usia sekolah salah satunya
melalui usaha kesehatan sekolah (UKS). Untuk meningkatkan jumlah sekolah yang
memiliki UKS sesuai standar pelayanan, Kemendikbud memberikan bantuan dana

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


untuk UKS di 315 Sekolah Dasar (SD), dan juga tujuh Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Sementara itu, Kemenag memberikan bantuan UKS untuk 100 madrasah
setiap tahunnya dari total 78.000 madrasah yang ada. Namun, jumlah bantuan ini
masih sangat terbatas karena merupakan kegiatan pusat yang sifatnya lebih kepada
stimulasi pemerintah daerah. Perlu ada upaya percepatan melalui pemanfaatan
sumber pembiayaan yang ada di daerah.

Gambar 13 Kondisi UKS di SD, SMP, SMA, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK)

21

Sumber: Kemendikbud, 2017

Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Upaya lain yang dilakukan oleh Kemendikbud dan Kemenag adalah penerapan
kawasan tanpa rokok (KTR) di lingkungan sekolah/madrasah untuk mencegah
perilaku merokok pada usia muda. Dukungan regulasi penerapan KTR sudah
cukup memadai dengan diterbitkannya Permendikbud No. 64 tahun 2015 tentang
Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah dan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemenag
tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Belajar Mengajar. Regulasi
mengatur pelarangan merokok, penjualan rokok, dan sponsor dari perusahaan
rokok. Sesuai regulasi tersebut, KTR diterapkan di seluruh sekolah/madrasah.
Namun, pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan KTR di

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


sekolah/madrasah masih sangat terbatas. Kemendikbud melakukan pemantauan
secara langsung melalui penyelenggaraan lomba sekolah sehat yang diikuti oleh 90
sekolah di tahun 2017 di mana KTR menjadi salah satu persyaratan sekolah sehat.

Selain Kemendikbud dan Kemenag, Kemenkes berperan penting dalam advokasi


pelaksanaan KTR di sekolah. Kegiatan yang dilakukan antara lain sosialisasi KTR,
pertemuan aliansi bupati/wali kota terkait pengendalian tembakau, penyusunan
NSPK dan materi KIE, penyediaan sarana prasarana dan pemicuan di sekolah dengan
membentuk role model, serta agent of change dari kelompok sebaya. Berdasarkan
hasil penilaian Kemenkes sampai dengan akhir 2017, 130 persen atau 154 kabupaten/
kota telah melaksanakan kebijakan KTR minimal di 50 persen sekolah yang ada
di wilayahnya. Capaian tertinggi ada di provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan
Bali yaitu seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut telah menerapkan KTR di
minimal 50 persen sekolah. Sementara, capaian terendah ada di provinsi NTT (9,1
persen), Papua (10,3 persen), dan Sulawesi Tenggara (11,8 persen).

22
BOX 2

Penerapan KTR di Daerah


Sejak tahun 2011, Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya diikuti
dengan penetapan regulasi di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun 2016,
sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali telah memiliki peraturan daerah
tentang KTR. Penerapan KTR dilaksanakan pada tujuh kawasan, yaitu (1)
fasilitas kesehatan, (2) fasilitas pendidikan, (3) tempat bermain anak, (4)
tempat ibadah, (5) tempat kerja, (6) angkutan umum, dan (7) tempat umum
(terminal bus, tempat hiburan, pasar tradisional, hotel dan restoran).

Untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan terhadap KTR, sejak tahun 2013


Provinsi Bali secara rutin mengadakan survei. Survei kepatuhan dilakukan
berdasarkan observasi apakah pada kawasan yang dinilai terpasang tanda
KTR, tidak terdapat tempat khusus merokok di dalam gedung, tidak ada
orang merokok di dalam gedung, tidak ditemukan puntung rokok di dalam

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


gedung, tidak menyediakan asbak di dalam gedung, tidak tercium bau asap
rokok di dalam gedung, tidak terdapat iklan rokok, tidak terdapat produksi,
dan jual beli rokok.

Tidak hanya sekadar penetapan regulasi, upaya penegakan Perda KTR di


Provinsi Bali dilakukan antara lain melalui sosialisasi Perda KTR ke delapan
kawasan secara berkesinambungan, inspeksi/monev ke KTR sampai dengan
tingkat kabupaten, dan penegakan hukum oleh satuan polisi pamong praja
ke beberapa kawasan tertentu termasuk pengambilan barang bukti.

Berdasarkan hasil survei, kepatuhan terhadap KTR meningkat dari 11,8


persen (2013) menjadi 73,6 persen (2018). Angka ini masih di bawah target
sebesar 80 persen. Menurut jenis fasilitas, tingkat kepatuhan paling
tinggi ada di bandara, tempat main anak, fasilitas kesehatan, dan fasilitas
pendidikan. Sementara terminal bus, tempat hiburan seperti bar, pub,
dan kafe, serta restoran merupakan kawasan yang paling rendah tingkat
kepatuhannya. Ke depan, diperlukan upaya untuk diseminasi dan supervisi
KTR pada pengelola kawasan, bimbingan teknis implementasi Perda KTR, 23
dan inspeksi mendadak pada kawasan yang tingkat kepatuhannya masih
rendah.

Gambar 14. Kepatuhan Kawasan terhadap Perda KTR

Sumber: Pemprov Bali, 2018

Kota Bandung menetapkan kebijakan KTR melalui Peraturan Wali Kota


Nomor 315 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Sebagai tindak lanjut
Perwali, telah dilakukan sosialisasi dan pemantauan KTR mulai dari tempat
belajar mengajar, tempat-tempat umum, tempat kerja, kantor pemerintahan,
dan fasilitas umum lainnya. Kegiatan pemantauan dilakukan dua bulan

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


sekali dengan inspeksi mendadak. Berdasarkan hasil pemantauan, masih
sering ditemukan pelanggaran terutama kantor pemerintahan dan fasilitas
pendidikan.

Saat inspeksi berlangsung, petugas memberikan edukasi bagi pengelola


gedung atau pemilik usaha serta teguran secara lisan bagi pelanggar yang
merokok. Petugas juga memeriksa kadar CO terutama kantor pemerintah
dan sekolah yang ditemukan masih ada bekas puntung rokok/tercium
asap rokok. Hal yang menarik adalah area merokok di Bandara Husein
Sastranegara dengan desain menyerupai kuburan sehingga memberikan
efek menyeramkan bagi perokok. Selain itu, kampanye antirokok juga
dilakukan melalui berbagai media termasuk megatron. Ke depan, efektivitas
kebijakan KTR masih perlu ditingkatkan terutama dalam hal penegakan
sanksi bagi pelanggaran yang ditemukan.

Gambar 15. Penerapan KTR di Kota Bandung

24

Area merokok di Bandara Husein Sastranegara


Inspeksi dan edukasi KTR bagi pengelola usaha
(kondisi sebelum renovasi)

Sumber: Pemkot Bandung, 2018

Sementara itu, hampir seluruh perguruan tinggi di bawah Kemenristekdikti telah


memberlakukan KTR dan kawasan bebas narkoba (KBN) di lingkungan kampus yang
ditetapkan dalam Surat Keputusan Rektor/Direktur. Dalam SK tersebut dicantumkan
pula sanksi bagi pelanggaran peraturan yang tertuang dalam Peraturan Kedisiplinan
Pegawai. Penerapan KTR dan KBN beserta sanksinya ditandai dengan pemasangan
plang Kawasan Dilarang Merokok ataupun spanduk/baliho berupa himbauan untuk
menjauhi narkoba. KTR dan KBN juga didiseminasikan pada mahasiswa baru dalam
program pengenalan kampus. Perguruan tinggi yang menerapkan regulasi KTR
sebanyak 48 kampus selain itu sebanyak 37 kampus yang telah menerapkan KBN.
Selain itu, perguruan tinggi juga melaksanakan kegiatan sosialisasi bebas narkoba
dengan bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Selain di institusi pendidikan, advokasi penerapan KTR juga dilakukan untuk tempat
kerja oleh Kemenaker. Sebenarnya sudah banyak perusahaan yang menerapkan
kebijakan KTR, namun belum melakukan pelaporan Kemenaker. Dari data yang
masuk sampai akhir tahun 2017, terdapat 100 perusahaan yang menerapkan KTR
di tempat kerja.

Untuk menurunkan prevalensi merokok, penerapan kebijakan KTR tidak cukup.


Perlu dukungan regulasi untuk meningkatkan cukai dan pajak produk rokok. Pada
tahun 2017, Kemenkeu menyusun kebijakan cukai hasil tembakau yang selanjutnya
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 146/PMK.010/2017
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang terbit tanggal 24 Oktober 2017 yang tarif
cukainya berlaku sejak tanggal 1 Januari 2018. Penyesuaian tarif cukai hasil tembakau
dilakukan hampir setiap tahun dengan persentase kenaikan memperhitungkan
tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Sebagai contoh, tarif cukai
hasil tembakau di tahun 2017 adalah sebesar 10,04 persen (tingkat pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,07 persen dan tingkat inflasi sebesar 3,6 persen). Dengan
kenaikan tersebut, diharapkan tingkat konsumsi hasil tembakau dapat diturunkan.

Kebijakan cukai juga dilakukan dalam bentuk penegakan hukum yang lebih 25
intensif untuk meminimalkan jumlah peredaran rokok ilegal. Tingginya intensitas
penindakan yang dilakukan Direktur Jenderal Bea dan Cukai berhasil menekan
pertumbuhan jumlah rokok ilegal di 2016, bahkan di tahun 2017, angka rokok ilegal
turun menjadi 10,8 persen.

Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba


Selain perilaku rokok, isu penyalahgunaan narkoba juga perlu mendapat perhatian.
Dalam kerangka Germas, BNN melaksanakan diseminasi informasi pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) kepada
pelajar, pekerja, keluarga dan masyarakat. Dalam upaya P4GN, masyarakat terlibat
secara aktif dalam melakukan deteksi dini dengan pencegahan, rehabilitasi dan
pemberantasan. Upaya ini tidak terlepas dari peran penggiat anti narkoba terlatih
yang jumlahnya mencapai 5.773 orang dan tersebar di lingkungan masyarakat,
lingkungan kerja pemerintah dan swasta, lingkungan pendidikan sekolah dan
kampus. Penggiat antinarkoba ini sangat potensial untuk membawa pesan-pesan
Germas lainnya tidak hanya terbatas pada materi P4GN. Sebaliknya, kader penyuluh
kesehatan dan kelompok kegiatan seperti GenRe juga dapat menyampaikan
mengenai bahaya narkoba. Selain itu, BNN juga melakukan pembinaan kepada 110
kawasan rawan narkotika melalui kegiatan pembekalan pengetahuan dan life skill

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


bagi petani dan keluarganya, pembinaan dan pelatihan untuk kawasan perkotaan,
pemetaan kawasan rawan narkotika, dan sosialisasi dengan 176 mobil fungsional
dayamas (mobil untuk penyuluhan, tes narkoba dengan urin, kampanye hidup
sehat, dan lingkungan bersih narkoba).

Bimbingan Pranikah Untuk Calon Pengantin


Dalam upaya edukasi hidup sehat, Kemenag bekerja sama dengan Kemenkes,
Kemendikbud, dan BKKBN memberikan bimbingan pranikah bagi calon pengantin
dengan substansi ketahanan keluarga, kesehatan dan gizi, dan pendidikan.
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2017 merupakan pilot project yang diikuti
oleh 110.247 pasang calon pengantin. Cakupan ini masih rendah bila dibandingkan
dengan total sekitar 2 juta pasangan yang akan menikah setiap tahunnya. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan anggaran yang hanya bersumber dari Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) Nikah dan Rujuk melalui setoran biaya pendaftaran
nikah calon pengantin pada tahun berjalan. Selain cakupan, kualitas bimbingan
juga perlu diperhatikan salah satunya melalui peningkatan kapasitas petugas.
26

Pendidikan Keluarga Untuk Hidup Sehat


Kemendikbud memberikan pelayanan pendidikan keluarga untuk hidup sehat
melalui program pengasuhan 1000 HPK dengan kegiatan antara lain penyusunan
dan distribusi buku seri edukasi untuk orangtua, pelatihan calon pelatih pengasuhan
yang diikuti oleh 32 peserta dari 8 kabupaten/kota, dan sosialisasi pengasuhan di 8
kabupaten/kota dengan sasaran 1.756 desa/kelurahan.

Gambar 16. Buku Seri Edukasi Pengasuhan 1000 HPK untuk Orangtua

Sumber: Kemendikbud, 2017

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Pelaksanaan Germas harus mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat,
termasuk masyarakat berpendapatan rendah. Kemensos melalui Pertemuan
Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dengan
materi yang berfokus pada upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, khususnya
1.000 hari pertama kehidupan. Sampai dengan tahun 2017, sudah terbentuk 131.160
kelompok yang tersebar di 32 provinsi. Dari jumlah tersebut, 73 persen (96.330
kelompok) sudah mengikuti P2K2 sesi pengasuhan dan pendidikan. Untuk menjamin
efektivitas P2K2, sebanyak 3.456 pendamping PKH telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan dan 9.146 pendamping telah mendapatkan coaching.

Dalam mendorong pemerintah daerah dalam melaksanakan Germas diperlukan


skema insentif sebagai penghargaan bagi daerah yang berkinerja baik. Terkait
dengan tujuan Germas, Kemenkeu telah memasukkan beberapa indikator bidang
kesehatan seperti persentase baduta stunting, persentase balita mendapat
imunisasi, persentase kelahiran ditolong tenaga kesehatan, persentase rumah
tangga menurut akses terhadap sumber air minum layak, dan persentase rumah
tangga menurut akses terhadap sanitasi layak dalam formula perhitungan Dana
27
Insentif Daerah (DID). Pada tahun 2017, sebanyak 317 daerah menerima DID terdiri
dari 21 provinsi, 232 kabupaten, dan 64 kota, dengan besaran insentif rata-rata
Rp23,7 miliar.

Tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan edukasi dan perilaku hidup


sehat masyarakat antara lain (a) penerapan Germas di instansi pemerintah perlu
didukung dengan aturan penganggarannya sebagai contoh untuk melaksanakan
deteksi dini dan medical check up ASN; (b) perlu disusun instrumen untuk menilai
kepatuhan pelaksanaan Germas di instansi pemerintah sesuai dengan surat edaran
Menteri PANRB; (c) koordinasi antarpemangku kepentingan dalam merumuskan
konten/pesan untuk hidup sehat yang benar dan mudah dipahami masyarakat; (d)
perlu dirumuskan strategi komunikasi untuk penyebarluasan informasi hidup sehat
yang tepat dengan menggunakan berbagai media; (e) kegiatan yang dilakukan
K/L skalanya masih terbatas sehingga perlu upaya untuk mendorong pemerintah
daerah dalam melaksanakan Germas; (f) kerja sama teknis antar-K/L dalam
pelaksanaan kegiatan, seperti Kemenkes dengan Kemendikbud dan Kemenag
dalam kegiatan UKS dan penerapan KTR; (g) komitmen pemerintah daerah dalam
pelaksanaan KTR; terbatasnya jumlah dan kapasitas tenaga promosi kesehatan
Puskesmas yang menyebabkan belum optimalnya kegiatan UKBM; (h) belum
memadainya kemampuan teknis aparatur desa dalam perencanaan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan; (i) masih rendahnya cakupan

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


pelaksanaan kegiatan seperti bimbingan pranikah; (j) belum seluruh pendamping
PKH mendapatkan pelatihan/coaching untuk secara efektif memberikan P2K2 sesi
pengasuhan; dan (k) belum optimalnya sosialisasi Germas di tempat kerja baik dari
sisi cakupan perusahaan yang mendapatkan sosialisasi maupun waktu pemberian
materi.

2.3 Penyediaan Pangan Sehat dan Percepatan


Perbaikan Gizi
Indonesia saat ini menghadapi beban ganda permasalahan gizi (double burden
of malnutrition), di mana prevalensi balita stunting dan wasting masih tinggi, tapi
prevalensi populasi dengan gizi lebih (overweight) cenderung meningkat. Pola
makan tidak sehat yang cenderung tinggi garam, gula, dan lemak serta kurang sayur
dan buah meningkatkan risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke,
diabetes, dan kanker. Selain itu, stunting yang terjadi pada usia bayi dan balita
juga berdampak pada meningkatnya risiko PTM saat dewasa. Untuk itu, Germas
28 mendorong upaya perbaikan gizi terutama pada 1.000 HPK dan peningkatan
konsumsi pangan sehat sejak dini. Konsumsi pangan sehat tidak hanya dilihat dari
komposisinya yang bergizi seimbang, tetapi juga bebas dari bahan-bahan kimia/
biologis berbahaya seperti bahan pengawet atau pestisida.

Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi dilaksanakan oleh


sembilan K/L termasuk Kemenkes, Kemenaker, Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag),
Kemen PPPA, Kemendikbud, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Pemberian ASI Eksklusif


Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan merupakan salah
satu intervensi yang efektif untuk meningkatkan status gizi pada bayi. Sejalan dengan
hal tersebut, Kemenkes menyelenggarakan kegiatan Pekan ASI Sedunia (PAS)
pada tanggal 9 Agustus 2017 yang dihadiri oleh K/L, organisasi profesi, perguruan
tinggi, organisasi kemasyarakatan, organisasi peduli ASI, sektor swasta dan mitra
pembangunan, dan pemerintah daerah. Penyebarluasan informasi tentang ASI
eksklusif juga dilakukan melalui media TV dan radio. Selain itu, Kemenkes juga
melaksanakan pelatihan konseling menyusui yang diintegrasikan dalam pelatihan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Pada tahun 2017, tercatat

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


jumlah konselor menyusui 6.650 orang. Konselor menyusui memiliki tugas untuk
membantu dan mendampingi para ibu untuk menyusui bayinya secara tepat.

Sementara untuk ibu pekerja, Kemenkes melakukan pembinaan Gerakan


Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif (GP2SP) melalui kegiatan sosialisasi dan
pemberian penghargaan kepada perusahaan yang sudah melaksanakan GP2SP.
Salah satu kriteria GP2SP adalah penerapan kebijakan ASI di tempat kerja beserta
penyediaan fasilitas ruang ASI. Upaya ini juga didukung oleh Kemenaker melalui
kegiatan pembinaan Penerapan Norma Perlindungan Tenaga Kerja Perempuan
untuk mendorong perusahaan-perusahaan agar memiliki ruang ASI. Pada tahun
2017, kegiatan tersebut dilaksanakan di 11 wilayah dan dari data yang dilaporkan
terdapat 30 perusahaan yang menyediakan ruang ASI. Data ini tidak mencerminkan
kondisi dari seluruh perusahaan yang ada di Indonesia. Ke depan, perlu penguatan
sistem pelaporan kegiatan Germas yang ada di perusahaan-perusahaan.

BOX 3 29

Penerapan Germas di PT. Nutrifood


PT. Nutrifood turut mendukung pelaksanaan Germas dengan menciptakan
lingkungan kerja yang sehat bagi karyawan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup karyawan tersebut. Program kesehatan karyawan terintegrasi
yang diterapkan, yaitu (1) kampanye dan edukasi hidup sehat; (2) program
makan sehat; (3) program aktivitas fisik; dan (4) program intervensi. Kegiatan
yang ada dalam kampanye dan edukasi hidup sehat, yaitu sarasehan nutrisi
termasuk dalam orientasi pada karyawan baru, demo masak sehat untuk
karyawan, termasuk edukasi jenis masakan sehat dan informasi di setiap
TV kantor.

Untuk program makanan sehat, karyawan dapat melakukan pemesanan


melalui sistem nutrilunch yaitu makanan sehat dengan nutrisi seimbang dan
tanpa gorengan, snack meeting sehat dan pada bulan Ramadhan disajikan
takjil sehat, mendesain kantin yang menarik serta informatif, dan food
labeling di koperasi sehat. Pada program aktivitas fisik terdiri dari NutriFun

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Class yaitu kelas olahraga di kantor setelah jam kerja dan olahraga rutin di
luar kantor (body combat, yoga, zumba, basket, futsal, tenis meja, gym dan
lain-lain). Program intervensi terdiri dari Body Transformation Program,
Cholesterol/Visceral Fat Challenge dan Stop Smoking Program.

Selain itu, lingkungan kerja di PT Nutrifood juga didesain untuk menunjang


pelaksanaan Germas seperti ruang pertemuan dengan desain berdiri,
kampanye naik tangga dengan memberikan reward, yaitu buah-buahan
serta menyediakan fasilitas olahraga yang variatif. Dengan adanya program
karyawan terintegrasi seperti di atas, biaya kesehatan karyawan akibat
sakit menurun hampir 20 persen dari tahun 2016 ke 2017.

Gambar 17. Penerapan Germas di PT. Nutrifood

30

Kantin Nutrifun Kelas Olahraga Selepas Kantor


Sumber: PT. Nutrifood, 2018

Pembudayaan Konsumsi Pangan Sehat


Kemenkes telah menyusun dan menerbitkan pedoman gizi seimbang bagi
masyarakat yang pada tahun 2017 diperkenalkan sebagai Gerakan Isi Piringku.
Kampanye dilakukan dengan menggandeng sektor swasta dan akademia,
terutama untuk mendorong kesadaran orangtua akan pentingnya mengatur pola
serta porsi makanan sesuai dengan kebutuhan anak. Selain itu, Kemenkes juga
memproduksi Spot TV dan radio untuk mempromosikan pangan sehat dan makan
ikan. Dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat, KKP melaksanakan Gerakan
Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) untuk memberikan pemahaman
tentang pentingnya ikan sebagai sumber protein bergizi tinggi serta membudayakan
makan ikan. Pada tahun 2017, konsumsi ikan nasional mencapai 47,34 kg/kapita
naik dari 43,94 kg/kapita pada tahun 2016. Kegiatan Gemarikan mencakup promosi
produk perikanan melalui pameran dan bazar, Komunikasi Informasi dan Edukasi

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


(KIE) antara lain melalui edukasi manfaat ikan dan talkshow, peringatan hari
ikan nasional (Harkannas) dan kampanye peningkatan konsumsi ikan (safari dan
pemberian paket Gemarikan). Dalam pelaksanaannya, KKP bekerja sama dengan
29 mitra Gemarikan dan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan) di
34 provinsi.

Gambar 18. Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan)

31
Sumber: KKP, 2018

Dalam mendorong konsumsi buah dan sayur pada tingkat rumah tangga, Kementan
melaksanakan kegiatan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi
keluarga atau yang dikenal dengan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Pada
tahun 2017, kegiatan ini telah dilakukan di 1.690 desa. Dukungan yang diberikan
antara lain meliputi pembangunan kebun bibit, kebun percontohan, pengembangan
lahan pekarangan anggota, dan pendampingan.

Gambar 19. Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)

Kebun Bibit Kebun Percontohan Lahan Pekarangan Anggota

Sumber: Kementerian Pertanian, 2017

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Kemendag mendukung upaya untuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah
melalui kegiatan promosi makanan dan minuman sehat. Promosi Kuliner dan
Pangan Nusantara (PKPN) diselenggarakan setiap tahun sebagai media promosi
kuliner, termasuk sayur dan buah dari seluruh Indonesia. Pada tahun 2017, PKPN
dilaksanakan bersamaan dengan Trade Expo Indonesia (11-15 Oktober 2017) dan
diikuti oleh 160 pelaku usaha kecil menengah (UKM) dari 34 provinsi. Kegiatan
ini diselenggarakan dengan menggandeng sektor swasta dan BUMN. Selain itu,
Kemendag juga berpartisipasi dalam Pameran Agrinex yang diselenggarakan IPB
untuk promosi produk pertanian (31 Maret-2 April 2017) dan Pameran Dewan
Kerajinan Nasional (27 September-1 Oktober 2017).

Selain itu, Kemendag juga melaksanakan kegiatan edukasi konsumen cerdas


dalam memilih makanan dan minuman yang sehat dan aman dikonsumsi, kegiatan
penyuluhan perlindungan konsumen kepada 2.000 konsumen di 10 lokasi di
wilayah Jabodetabek, dan fasilitasi motivator mandiri bagi masyarakat di 4 lokasi
dengan total 2.000 peserta. Edukasi juga dilakukan oleh Kemen PPPA melalui
sosialisasi ASI Eksklusif, gizi seimbang, dan pembatasan gula, garam, lemak (GGL)
bagi keluarga sebagai pelapor dan pelopor (2P) di 12 provinsi yang diikuti oleh 600
32
kader masyarakat yang berasal dari PKK, organisasi masyarakat dan organisasi
keagamaan.

Pembudayaan konsumsi pangan sehat juga dilakukan oleh Kemendikbud.


Kemendikbud melaksanakan Program Gizi Anak Sekolah (ProGAS) sebagai upaya
peningkatan asupan gizi bagi anak usia 4-12 tahun, terutama yang tinggal di daerah
rawan pangan. Dalam program ini, sebanyak 100.000 siswa di 563 sekolah yang
tersebar di 11 kabupaten/kota di 5 provinsi diberikan sarapan pagi selama 120
kali hari makan anak. Program lainnya yaitu pemberian pembiasaan hidup sehat
dan pemberian makanan sehat yang diberikan kepada 3.000 anak di 100 lembaga
PAUD di 15 kabupaten/kota. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembiasaan
anak mengonsumsi makanan sehat dan seimbang dan pelibatan orangtua dan
masyarakat dalam penyiapan makanan sehat bagi anak usia dini.

Pembudayaan makan buah dan sayur di daerah untuk meningkatkan konsumsi


pangan sehat dan perbaikan gizi telah dilakukan di banyak daerah. Sebagai
contoh, beberapa provinsi seperti Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,
dan Kalimantan Selatan dalam kegiatan kampanye GERMAS dan peringatan hari
nasional membuka bazar sayur dan buah untuk membiasakan pegawai OPD dan
masyarakat mengonsumsi makanan yang mengandung serat. Selain itu, budaya
makan buah dan sayur juga dilaksanakan dengan mengubah menu konsumsi rapat
OPD menjadi dominan sayur dan buah.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Pembudayaan makan buah dan sayur perlu diterapkan sejak usia dini seperti yang
dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan. Melalui penyelenggaraan lomba mewarnai
buah dan sayur serta gerakan makan buah bersama anak sekolah, anak-anak
ditanamkan konsumsi makanan yang sehat. Selain itu, penyebarluasan informasi
mengenai konsumsi pangan sehat di Provinsi Sumatera Selatan juga dilakukan
melalui SMS blast, iklan layanan masyarakat, dan berbagai media cetak seperti
leaflet.

Gambar 20. Pembudayaan Konsumsi Buah dan Sayur di Daerah

Bazar buah dan sayur di Kaltara Bazar buah dan sayur di Kalsel
33

Lomba mewarnai buah dan sayur di Sumsel Snack buah dan sayur pada saat rapat di Sumsel

Sumber: Pemprov Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan, 2018

Pengawasan Keamanan Pangan


Selain bergizi seimbang, makanan sehat juga harus memenuhi syarat tidak
mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, gerakan
untuk mendorong konsumsi pangan sehat dan bergizi seimbang juga perlu didukung
oleh pengawasan terhadap kualitas dan keamanan, baik pangan segar maupun
produk pangan olahan yang beredar di masyarakat. Untuk menjamin mutu dan
keamanan hasil perikanan, KKP melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu
dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) melakukan sertifikasi sistem manajemen
keamanan pangan (hazard analysis and critical control points/HACCP) produk

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


perikanan dengan capaian 2.452 sertifikat HACCP dari 731 unit pengolahan ikan.
Selain itu, KKP juga mengeluarkan sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) yang
merupakan persyaratan dasar unit pengolahan ikan sebanyak 2.107 SKP. Capaian ini
didukung oleh upaya Dinas Kelautan dan Perikanan dalam memberikan pembinaan
pra-SKP kepada unit pengolahan ikan. Sementara itu, Kementan bertanggung jawab
dalam pengawasan keamanan pangan segar yang telah dilaksanakan di 34 provinsi.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengawasan keamanan dan mutu pangan segar,
promosi keamanan pangan segar, penyusunan regulasi, dan koordinasi jejaring
keamanan pangan. Hasil pengawasan menunjukkan bahwa tingkat keamanan
pangan segar asal tumbuhan (PSAT) mencapai 90,47 persen.

Jika KKP dan Kementan mengawasi pangan segar, pengawasan pangan olahan
menjadi tugas dari Badan POM antara lain melalui intervensi keamanan pangan ke
desa (desa pangan aman) dan ke pasar (pasar aman dari bahan berbahaya). Pada
tahun 2017, intervensi dilakukan kepada 100 desa di 32 provinsi dengan kegiatan
meliputi advokasi, pelatihan keamanan pangan kepada 1.450 kader keamanan
pangan desa (ibu PKK, guru, pramuka, dan karang taruna), bimbingan teknis
keamanan pangan kepada 5.246 komunitas desa oleh kader terlatih, dan fasilitasi
34
keamanan pangan di sarana produksi pangan yang dimiliki komunitas. Untuk pasar
aman dari bahan berbahaya, intervensi dilakukan kepada 139 pasar di 31 provinsi
dan 10 pasar di destinasi wisata. Kegiatan yang dilakukan antara lain pemberian
rapid test kit (pengawet dan pewarna makanan) kepada petugas pengawas di 141
pasar dan 43 paket untuk anggota ASPARINDO, advokasi kepada 45 pemerintah
kabupaten/kota, bimbingan teknis pengujian kepada petugas dari 41 pasar,
penyuluhan kepada komunitas, training of trainer untuk 149 fasilitator pasar aman,
dan monitoring dan evaluasi pasar aman. Data menunjukkan persentase pangan
yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 6 persen pada tahun 2017.

Upaya yang tidak kalah penting dilakukan oleh Kemendag melalui pengawasan
bahan berbahaya seperti pengawet dan pewarna sejak dari hulu yaitu perizinan
dan distribusi. Kemendag melalui Direktorat Tertib Niaga melakukan pengawasan
terhadap 49 pelaku usaha di 13 daerah. Dari hasil pengawasan, enam pelaku usaha
diberikan surat peringatan, lima diberikan pembinaan, 10 dilakukan pengamanan
setempat, enam membuat surat pernyataan, dan enam dilakukan pemanggilan.

Dari sisi industri, Kemenperin mendukung upaya pemerintah dalam menerapkan


fortifikasi wajib pada produk pangan antara lain tepung terigu dan minyak goreng.
Pada tahun 2017, telah dilaksanakan penyusunan revisi SNI 3751:2009 Tepung Terigu
Sebagai Bahan Makanan untuk menyesuaikan dengan standar internasional yang
menggunakan zat fortifikan besi berupa Fe-Sulftat, Fe-Fumarate atau NaFeEDTA.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Sementara itu, untuk revisi SNI Minyak Goreng Sawit masih terus dibahas dan
diperlukan kajian lebih lanjut mengenai alternatif fortifikan dan efektivitas
pemberian fortifikan tersebut. Selain itu, Kemenperin juga melakukan (a) sosialisasi
Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM) terutama untuk
peningkatan keamanan pangan kepada 30 pelaku industri di Provinsi Sulawesi
Selatan; (b) fasilitasi penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB)
kepada 10 industri makanan dan minuman; (c) bimbingan teknis CPPOB kepada 25
pelaku industri di Provinsi Lampung.

Keamanan Pangan di Sekolah


Untuk menjamin warga sekolah mendapatkan makanan yang sehat, aman, dan
bermutu, Kemendikbud bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,
Dinas Kesehatan, PKK, dan sekolah memfasilitasi pembangunan kantin sehat. Pada
tahun 2017, dibangun kantin sehat di 315 SD yang tersebar di 34 provinsi dan juga di
142 SMA. Sejalan dengan hal tersebut, Badan POM memberikan bimbingan teknis
untuk meningkatkan kesadaran komunitas sekolah akan keamanan pangan di 5.000
35
sekolah di 10 provinsi. Sebanyak 345 pengelola kantin di 10 provinsi tersebut telah
diberikan pelatihan. Upaya ini diperkuat dengan Program Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) yang diluncurkan pada tanggal
23 November 2017 sebagai gerakan berbasis masyarakat dan melibatkan lintas
sektor dalam rangka membudayakan pangan aman.

Tantangan yang dihadapi dalam penyediaan pangan sehat dan perbaikan gizi
antara lain (a) komitmen K/L dan perusahaan untuk mendukung ASI eksklusif bagi
ibu pekerja yang masih perlu ditingkatkan termasuk dalam menyediakan sarana
prasarananya; (b) produksi materi/storyboard untuk penyebarluasan informasi
mengenai pola makan sehat dan bergizi seimbang yang tepat, menarik, dan mudah
dimengerti; (c) kebun bibit dan pekarangan anggota belum dimanfaatkan secara
optimal pada kegiatan KRPL; (d) cakupan wilayah pengawasan yang cukup luas
dan beragamnya jenis pangan yang harus diawasi; (e) rendahnya pengetahuan dan
keterampilan produsen untuk memproduksi pangan yang aman dan bermutu; (f)
keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM pengawas; (g) koordinasi pengawasan
antara KKP, Kementan, Kemendag, BPOM, PD Pasar Jaya, YLKI, dan mitra lain perlu
ditingkatkan; (h) kemandirian masyarakat desa untuk implementasi keamanan
pangan; (i) terbatasnya replikasi kegiatan pasar aman secara mandiri oleh
Dinas yang membawahi pasar maupun oleh swasta; (j) ketersediaan fortifikan
dalam negeri dan belum adanya kajian dampak pemberian fortifikan vitamin

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


A dalam minyak goreng sawit menyebabkan revisi SNI belum bisa dilakukan; (k)
cakupan pembinaan CPPOB kepada industri yang masih terbatas; dan (l) sinergi
antarprogram yang dilakukan oleh masing-masing K/L.

2.4 Peningkatan Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit


Dalam upaya pencegahan penyakit, terdapat 3 (tiga) tingkatan yaitu (a) pencegahan
primer sebelum terjadinya penyakit seperti imunisasi atau beraktivitas fisik secara
aktif; (b) pencegahan sekunder seperti deteksi dan pengobatan secara dini untuk
mencegah perkembangan penyakit; dan (c) pencegahan tersier untuk rehabilitasi
pasca terjadinya penyakit. Semakin awal pencegahan dan deteksi dini suatu
penyakit dilakukan maka pengobatan cenderung lebih murah dan efisien (WHO
Eropa, 2018). Namun, data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa sekitar sepertiga
dari penderita penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung koroner, stroke,
hipertensi, dan diabetes melitus tidak mengetahui bahwa dirinya sakit. Untuk itu,
kegiatan Germas juga ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
36 mengendalikan faktor risiko penyakit termasuk untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin.

Kementerian/lembaga antara lain Kemenkes, Kemenaker, Kementerian Pertahanan


(TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Kemen PPPA, serta BPJS Kesehatan
terlibat secara aktif dalam mengampanyekan dan memfasilitasi upaya pencegahan
dan deteksi dini penyakit baik pada masyarakat secara umum, maupun kepada
pegawai di lingkungan instansi masing-masing.

Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim


Pada tahun 2017, Kemenkes melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara
(dengan metode mamografi) pada tanggal 4 Februari 2017, deteksi dini dalam rangka
bulan cegah kanker leher rahim pada tanggal 17-18 April 2017 bekerja sama dengan
Dharma Wanita, Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE), organisasi profesi dan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, kegiatan bulan deteksi dini kanker payudara
dan leher rahim (dengan metode Pemeriksaan Payudara oleh Klinisi/Sadanis dan
tes Inspeksi Visual Asetat/IVA) di seluruh K/L dan organisasi perangkat daerah
bekerja sama dengan Dharma Wanita pada bulan Oktober 2017, dan deteksi dini
dalam rangka Hari Kesehatan Nasional pada tanggal 9-11 November 2017. Kegiatan
tersebut diikuti oleh 127.000 peserta.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Gambar 21. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim

Sumber: Kemenkes, 2018

Untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas, pemeriksaan rutin kanker payudara
dan kanker leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun pada tahun 2017 juga
dilakukan di tingkat Puskesmas. Sampai dengan akhir tahun 2017, sebanyak 2.616
Puskesmas telah melakukan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim secara
rutin dengan capaian sebanyak 3.040.116 perempuan (baru sekitar 8 persen dari
total perempuan usia 30-50 tahun). Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang 37
lebih intensif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk
melakukan deteksi dini.

BPJS Kesehatan juga telah memfasilitasi pemeriksaan deteksi dini kanker payudara
dan leher rahim bagi perempuan peserta JKN yang sudah pernah menikah dengan
metode Sadanis, tes IVA, dan pap smear. Pelaksanaan skrining IVA mencapai
238.010 peserta sementara pap smear mencapai 315.835 peserta. Hasil pemeriksaan
IVA positif dapat ditindaklanjuti dengan krioterapi di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP). Sementara hasil pemeriksaan Pap Smear stadium 1, 2, 3, atau 4
dilakukan pemeriksaan lanjutan di FKTP untuk dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) sesuai indikasi medis.

Kegiatan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim juga dilakukan oleh
Kemenaker bekerja sama dengan OASE terhadap pekerja perempuan di PT. Bina
Busana Internusa dan PT. Sai Apparel Industries di Provinsi Jawa Tengah dengan
peserta sekitar 4.000 karyawati. Hasil pemeriksaan tersebut selanjutnya perlu
dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan setempat untuk penanganan lebih lanjut.
Kegiatan deteksi dini yang dilakukan Kemenaker cakupannya masih sangat terbatas,
ke depan diperlukan upaya untuk mendorong perusahaan melakukan deteksi dini
bagi pekerjanya secara mandiri dengan bekerja sama dengan Puskesmas setempat.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Kemenhan/TNI juga melaksanakan kegiatan pemeriksaan mamografi dan tes IVA
untuk deteksi dini kanker payudara dan leher rahim bagi wanita TNI, PNS, dan istri
personel TNI. Kegiatan dilaksanakan di Rumah Sakit TNI, mobil unit, dan tempat
khusus pada acara bakti sosial dalam rangka peringatan HUT Dharma Pertiwi dan
HUT TNI. Sampai dengan akhir Desember 2017, jumlah sasaran yang diperiksa IVA
Test sebanyak 42.311 orang dan mamografi sebanyak 542 orang. Demikian halnya
dengan POLRI, Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) POLRI dan jajaran
Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) POLDA melakukan pemeriksaan
pap smear untuk deteksi dini kanker leher rahim dan juga vaksinasi Ca Cervix
untuk 4.762 orang.

Pemeriksaan Kesehatan Berkala


Selain kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim, Kemenhan/TNI
secara rutin melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan (Rikkes) berkala,
Rikkes seleksi, dan Rikkes pra dan purna tugas untuk mengetahui status kesehatan
personel TNI dan deteksi dini kelainan fungsi faal tubuh. Kegiatan dilaksanakan di
38
Rumah Sakit TNI dengan capaian sebanyak 61.897 orang. Sementara di lingkungan
POLRI, sebanyak 125.008 personel telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan
berkala yang antara meliputi rekam jantung (EKG), treadmil, rontgen thorax,
pemeriksaan gigi. Capaian ini baru mencapai 27,9 persen dari total personel POLRI.
Tahun depan pemeriksaan kesehatan akan dilakukan untuk personel yang belum
diperiksa dengan mempertimbangkan faktor umur, risiko tugas dan penugasan,
dan faktor risiko penyakit.

Gambar 22. Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan di Lingkungan TNI dan POLRI

Skrining Hepatitis B di Mako Paspampres (TNI) Pemeriksaan Kesehatan Gigi (POLRI)

Sumber: Kemenhan/TNI, 2018 dan POLRI, 2018

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Sebagai bagian dari upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit, BPJS Kesehatan
menawarkan kegiatan skrining pada seluruh peserta JKN-KIS melalui dua
pendekatan, yakni skrining secara manual (pengisian formulir skrining melalui
fasilitas kesehatan tingkat pertama/FKTP) dan skrining dengan mobile screening
(pengisian melalui aplikasi BPJS Kesehatan mobile). Kegiatan ini telah dilaksanakan
terhadap 782.552 peserta (mencapai 50 persen dari target). Melalui skrining
diharapkan bisa didapatkan data dan riwayat penyakit kronis dari peserta JKN-
KIS terutama diabetes melitus (DM) tipe 2, hipertensi, ginjal kronik, dan jantung
koroner. Berdasarkan hasil skrining, peserta dengan risiko tinggi mendapatkan
pemeriksaan lanjutan seperti gula darah dan penanganan, baik di FKTP maupun
fasilitas rujukan sesuai dengan indikasi medis.

Penyuluhan Kesehatan
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, terutama perempuan
akan pentingnya pencegahan penyakit, Kemen PPPA melakukan kegiatan promosi
untuk mengerakkan partisipasi kaum perempuan dalam upaya deteksi dini faktor
39
risiko PTM. Promosi dilakukan dalam bentuk penyebarluasan buku KIE tentang
peran perempuan dalam penanggulangan PTM dan penayangan video penyakit
tidak menular di media elektronik salah satunya di Commuter Line. Selain Kemen
PPPA, Kemenhan/TNI melaksanakan penyuluhan kesehatan di Kesatuan Jajaran
TNI yang dihadiri oleh 48.855 orang. Sementara itu, Pusdokkes POLRI, Biddokkes
POLDA, Pusat Pendidikan Administrasi Polri dan Pusat Pendidikan Inteligen Polri
juga telah melaksanakan penyuluhan penyakit degeneratif seperti hipertensi,
hiperkolesterolemia, penyakit jantung koroner, dan diabetes melitus kepada 21.307
personel.

Vaksinasi
Selain kegiatan yang diamanatkan dalam Inpres Germas, Kemenhan/TNI juga
menyelenggarakan vaksinasi Hepatitis B untuk anggota Pasukan Pengamanan
Presiden (Paspampres) TNI sebanyak 400 orang, Komando Pembina Doktrin,
Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) TNI sebanyak 320 orang, dan Komando
Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) sebanyak 300 orang. POLRI
melaksanakan kegiatan vaksinasi Hepatitis B untuk 5.167 orang, vaksinasi Difteri
untuk 6.200 orang, vaksinasi influenza untuk 4.740 orang, vaksinasi Tetanus untuk
2.551 orang, vaksinasi Thypoid untuk 2.096 orang, dan vaksinasi Rabies untuk 152
orang.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit
antara lain (a) sosialisasi deteksi dini yang belum optimal sehingga pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang deteksi dini masih kurang; (b) belum semua fasilitas
kesehatan memiliki tenaga terlatih untuk melaksanakan deteksi dini; (c) sistem
pencatatan dan pelaporan rutin yang belum berjalan optimal; (d) keterbatasan
anggaran di lingkungan Kemenhan/TNI dan POLRI untuk memperluas pemeriksaan
kesehatan secara rutin bagi personelnya; dan (e) masih belum optimalnya
koordinasi antar-institusi untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan atau
deteksi dini yang memerlukan penanganan lebih lanjut.

2.5 Peningkatan Kualitas Lingkungan


Sanitasi yang buruk, kurangnya ketersediaan air minum yang aman, polusi, dan
pencemaran lingkungan berdampak buruk terhadap kesehatan. Berbagai penyakit
menular seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis, diare, dan
sebagainya sangat terkait dengan buruknya akses air bersih dan sanitasi yang
40 layak. Peningkatan kualitas lingkungan tidak hanya dilakukan pada lingkungan
perumahan dan permukiman, namun juga di fasilitas umum (ruang publik) untuk
mendukung masyarakat dalam menerapkan perilaku bersih dan sehat (PHBS),
baik di tingkat rumah tangga, maupun saat beraktivitas di luar rumah. Dalam
pelaksanaan Germas, terdapat tujuh K/L yang memiliki kontribusi penting dalam
upaya peningkatan kualitas lingkungan yaitu Kemen PUPR, Kemenkes, Kemensos,
Kemenag, Kemendikbud, Kemenpar, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Kemen LHK).

Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi Layak di Fasilitas Umum


Pemerintah berkomitmen untuk mencapai universal coverage untuk akses air
bersih, kawasan tanpa kumuh, dan sanitasi layak atau yang sering disebut “100-
0-100” pada tahun 2019. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, Kemen PUPR
memfasilitasi penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar melalui dua kegiatan,
yaitu Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) yang
difokuskan di wilayah pedesaan dan Pelaksanaan Sanitasi Berbasis Masyarakat
(SANIMAS) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam mendukung
penyediaan akses air bersih di fasilitas umum, telah dilakukan kegiatan
pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) baru bagi kawasan strategis
yang belum memiliki layanan air minum di empat lokasi dengan total kapasitas 50
liter/detik. Lokasi tersebut antara lain kawasan pusat olahraga di Jakabaring Sport

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


City di Kota Palembang (Sumatera Selatan), kawasan RSUD di Kabupaten Rejang
Lebong (Bengkulu), dan Kota Ambon (Maluku), Kabupaten Maluku Tengah (Maluku).

Selain itu, Kemen PUPR juga melakukan perluasan SPAM jaringan perpipaan di
kawasan strategis melalui pembangunan jaringan perpipaan untuk memanfaatkan
kapasitas yang belum termanfaatkan (idle capacity) dari SPAM yang sudah
terbangun. Kegiatan ini dilaksanakan di 10 kawasan pusat olahraga di Gelora Bung
Karno dan Kemayoran (DKI Jakarta) dan kawasan RSUD di Kabupaten Bengkulu
Selatan, Kota Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong (Bengkulu), Kabupaten
Tangerang (Banten), Kabupaten Tolitoli (Sulawesi Tengah), Kota Kupang (NTT),
Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire, dan Kota Jayapura (Papua). Sementara
terkait akses sanitasi layak, Kemen PUPR melalui kegiatan SANIMAS melaksanakan
pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal, tangki septik
individual, kombinasi tangki septik individual, dan komunal di 120 lokasi di 110
kabupaten/kota dengan penerima manfaat mencakup 32.825 kepala keluarga atau
sekitar 131.300 jiwa.

Penyediaan akses air bersih dan sanitasi layak di atas tidaklah cukup, diperlukan
upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk 41
berperilaku hidup bersih dan sehat. Pada tahun 2017, Kemenkes telah melaksanakan
sosialisasi lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu (1) Stop
Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS); (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS);
(3) Pengelolaan Air Minum-Makanan Rumah Tangga (PAMM RT); (4) Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga (PS RT); dan (5) Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga
(PLC RT). Penggalangan komitmen pemerintah daerah untuk melaksanakan 5 pilar
STBM dilakukan pada saat sosialisasi Germas bersama TA Komisi IX di 133 lokasi di
23 provinsi.

Sementara untuk pelaksanaan STBM di tingkat desa, Kemenkes dengan melibatkan


fasilitator dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sanitarian
Puskesmas melakukan pemicuan di tingkat desa untuk mendorong kesadaran
dan perubahan perilaku masyarakat dimulai dari Stop BABS. Sampai dengan akhir
Desember 2017, sebanyak 39.616 desa/kelurahan sudah melaksanakan STBM, angka
ini melebihi target yang ditetapkan yakni sebanyak 35.000 desa/kelurahan. Lokasi
desa yang dilakukan pemicuan telah disinergikan dengan lokasi PAMSIMAS. Dengan
adanya pemicuan, masyarakat akan tergerak untuk secara mandiri membangun
sambungan rumah tangga untuk air bersih dan sarana sanitasi, dengan dukungan
penyediaan SPAM dari program PAMSIMAS.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


Gambar 23. Gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun Siswa Sekolah Dasar

Sumber: Pemprov Kalimantan Selatan, 2018

Fasilitasi penyediaan sarana akses air bersih dan sanitasi juga dilakukan oleh
Kemensos dengan fokus sasaran kepada masyarakat fakir miskin. Program yang
dikenal dengan nama sarana lingkungan (sarling) merupakan pemberian bantuan
42 untuk perbaikan sarana mandi cuci dan kakus (MCK), jalan setapak, bak sampah,
saluran air, sarana air bersih, pos keamanan kelililing (Poskamling), dan sarana
pertemuan warga. Pada tahun 2017, sebanyak 37 kelompok masyarakat telah
mendapatkan bantuan program sarling. Selain program sarling, Kemensos juga
telah melakukan rehabilitasi terhadap 1.730 unit rumah tidak layak huni melalui
Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). Jenis bantuan
yang diberikan meliputi perbaikan atap rumah, lantai, dinding, dan MCK dengan
nilai bantuan sebesar Rp15 juta per kepala keluarga dan pelaksanaannya dilakukan
secara bergotong-royong oleh warga.

Fasilitas umum lain yang tidak kalah penting untuk ditingkatkan kualitas
lingkungannya adalah rumah ibadah. Kemenag telah memfasilitasi kegiatan rumah
ibadah sehat di 416 lokasi rumah ibadah. Kegiatan yang dilaksanakan berupa
pemberian bantuan pembangunan/perbaikan dan operasional masjid dan musala.
Selain itu memfasilitasi kegiatan rumah ibadah sehat 203 lokasi pura dengan
kegiatan perbaikan saluran pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dan
toilet.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Penyediaan Sarana Sanitasi Sekolah
Dalam mendukung PHBS di lingkungan sekolah, pada tahun 2017 Kemendikbud
memfasilitasi pembangunan sarana sanitasi di 315 sekolah dasar di 29 provinsi
melalui pembiayaan APBN pusat. Selain pembangunan baru, kegiatan juga
mencakup rehabilitasi 139 unit jamban rusak sedang dan 93 unit jamban rusak
berat di sekolah dasar dengan menggunakan DAK. Peningkatan sanitasi sekolah
merupakan bagian dari kegiatan UKS dan Kemendikbud telah menyusun Peta
Jalan Sanitasi Sekolah dalam Kerangka UKS 2017 yang ditetapkan pada November
2017. Peta jalan ini diharapkan menjadi standar konsep sanitasi sekolah bagi K/L
terkait dan pemerintah daerah yang akan melakukan kegiatan peningkatan sanitasi
sekolah termasuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Selain sekolah dasar,
Kemendikbud juga memfasilitasi pembangunan toilet di 142 SMA.

Sementara itu, Kemenag melaksanakan kegiatan peningkatan sanitasi lingkungan


di madrasah dan pondok pesantren. Pada tahun 2017, telah dilaksanakan sosialisasi
untuk meningkatkan kepedulian madrasah terhadap sanitasi dan penyehatan
lingkungan serta memobilisasi sumber daya untuk penyediaan sarana sanitasi.
Kegiatan fasilitasi sarana sanitasi dilakukan dalam kerangka penguatan UKS dengan 43
pemberian bantuan kepada 100 lokasi madrasah dari total 78.000 madrasah yang
ada. Selanjutnya, untuk meningkatkan PHBS di lingkungan pesantren, Kemenag
memberikan bantuan pembangunan sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) di 20
pesantren pada tahun 2017. Skala kegiatan-kegiatan ini masih sangat terbatas
sehingga ke depan perlu terus didorong advokasi kepada pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota serta kerja sama dengan pihak swasta untuk program kesehatan
lingkungan pesantren. Selain itu, memfasilitasi 121 lokasi pasar aman untuk
pembangunan toilet dan penyediaan tempat sampah.

Penyediaan Sarana Sanitasi Layak dan Pengelolaan Sampah di


Daerah Destinasi Wisata
Sementara untuk penyediaan sarana sanitasi layak di destinasi wisata, Kemenpar
telah memfasilitasi pembangunan 421 unit toilet bersih di 146 lokasi yang menjadi
tujuan wisata di 30 provinsi. Kegiatan ini dilaksanakan melalui Dana Alokasi Khusus
(DAK) fisik bidang pariwisata. Selain penyediaan toilet bersih di tempat wisata,
Kemenpar melaksanakan kegiatan penanganan sampah terpadu di empat lokasi
(Jakarta, Bali, Labuan Bajo, dan Semarang) dalam rangka persiapan Annual Meeting
IMF WB 2018. Dalam menunjang pengelolaan sampah diberikan bantuan berupa
alat pencacah sampah organik (mesin pencacah sampah organik dan pengaduk

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


kompos) dan mesin pengolah sampah plastik kepada empat desa di Provinsi Bali
(Desa Sudaji, Desa Munduk, Desa Pemuteran, dan Desa Adat Pekraman Padang
Tegal). Selain itu, Kemenpar juga memfasilitasi peningkatan kapasitas masyarakat
melalui workshop penanganan sampah yang dilakukan di Labuan Bajo dan
Semarang.

Gambar 24. Penyediaan Toilet Bersih di Destinasi Wisata

44 Sumber: Kemenpar, 2018

Selanjutnya, Kemenpar juga memiliki Gerakan Sadar Wisata dan Aksi Sapta Pesona
yang ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran, meningkatkan peran serta dan
menggalang sikap dan perilaku masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik
dalam mewujudkan destinasi wisata yang aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah,
dan kenangan. Kegiatan yang dilakukan meliputi sosialisasi Sadar Wisata dan Aksi
Sapta Pesona, sosialisasi pengelolaan toilet bersih dan sampah, dan pelaksanaan
Gerakan Sadar Wisata dan Aksi Sapta Pesona di 71 lokasi dengan sasaran sebanyak
20.350 orang perwakilan dari Dinas Pariwisata, camat, kepala desa, OPD terkait,
pelaku pariwisata/asosiasi pariwisata, pengelola daya tarik wisata, kelompok sadar
wisata, aparat kepolisian, dan tokoh masyarakat.

Pengendalian Pencemaran Lingkungan


Selama tahun 2017, Kemen LHK sudah melaksanakan beberapa kegiatan yang
mendukung upaya untuk peningkatan kualitas lingkungan. Untuk mengendalikan
pencemaran badan air, telah dilakukan pembangunan IPAL domestik sebanyak dua
unit di hulu sungai Ciliwung (Desa Sukamanah dan Desa Sukagalih) dan IPAL Usaha
Skala Kecil (USK) yang terdiri atas tiga unit IPAL limbah tahu (dua di Kabupaten

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


Pemalang dan satu di Kota Pekalongan) serta delapan unit Digester ternak di
Kabupaten Bojonegoro.

Untuk mengurangi timbulan sampah, Kemen LHK mendorong masyarakat


untuk membangun dan memanfaatkan bank sampah. Pada tahun 2017, telah
dilakukan pembangunan dua unit bank sampah di Kabupaten Tapanuli Selatan
dan di Kabupaten Sumbawa dan penyediaan 1.015 unit motor sampah, tiga
unit mesin pencacah sampah plastik, dan sembilan mesin pencacah sampah
organik. Pengurangan timbulan sampah sebesar 9.125 ton juga dilakukan melalui
pembangunan Pusat Daur Ulang (PDU) di daerah destinasi wisata Danau Toba.

Selain itu, Kemen LHK juga mendorong penghapusan penggunaan merkuri pada
pengolahan emas skala kecil melalui pembangunan fasilitas/teknologi pengolahan
emas nonmerkuri di Kabupaten Lebak. Dengan demikian, dampak negatif
penggunaan merkuri pada lingkungan dan kesehatan masyarakat dapat dicegah.

Peran serta komitmen masyarakat dalam penyelamatan dan pemeliharaan


lingkungan sangat penting. Untuk itu, pada tahun 2017 Kemen LHK memfasilitasi
pembentukan 382 komunitas penyelamat sumber daya alam (SDA) dan lingkungan 45
pada kawasan daerah aliran sungai (DAS), danau/mata air, karst, rawa, gambut,
pesisir, laut, dan pulau kecil, komunitas sekitar kawasan industri dan pemukiman,
serta komunitas cinta alam pada kawasan konservasi. Secara kumulatif, sampai
tahun 2017 sudah terdapat 678 komunitas yang turut serta dalam perbaikan dan
peningkatan kualitas lingkungan.

Tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan (a)


monitoring dan evaluasi pasca pelaksanaan kegiatan perlu diperkuat untuk
memantau pencapaian manfaat dari pembangunan infrastruktur permukiman;
(b) terbatasnya cakupan bantuan dari K/L sehingga komitmen pemerintah daerah
untuk menerapkan strategi sanitasi sekolah dengan memanfaatkan sumber
pendanaan dari DAK dan APBD serta melibatkan peran sektor swasta dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) sangat penting; (c) komitmen pemerintah daerah
untuk menyediakan lahan untuk pembangunan IPAL dan biodigester yang masih
harus diperkuat; (d) belum optimalnya koordinasi antara pemerintah daerah dan
masyarakat tentang pengelolaan fasilitas pengolahan emas nonmerkuri; (e) masih
ada beberapa lokasi lain di Kabupaten Lebak di mana pengolahan emasnya masih
menggunakan merkuri karena fasilitas yang dibangun masih sangat terbatas, perlu
dukungan APBD untuk menambah fasilitas tersebut; dan (f) masih rendahnya
pemahaman masyarakat dan stakeholder lainnya terhadap upaya pelestarian dan
pengelolaan lingkungan hidup dan hutan.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN GERAKANMASYARAKAT HIDUP SEHAT


46

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


3
BAB III

RENCANA TINDAK
LANJUT

P elaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat


(Germas) kembali menjadi salah satu program
prioritas pembangunan kesehatan pada Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018 dengan 3 (tiga)
fokus kegiatan prioritas yang mencakup peningkatan
lingkungan sehat, peningkatan konsumsi pangan
sehat, dan peningkatan pemahaman hidup sehat.
Selain kegiatan prioritas tersebut, K/L dan BPJS
Kesehatan tetap memasukkan kegiatan yang menjadi
penugasan Inpres ke dalam dokumen perencanaan dan
penganggarannya (Renja K/L dan RKA K/L).
Gambar 25. Program Prioritas: Penguatan Promotif dan Preventif
“Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” dalam RKP 2018

Peningkatan
Lingkungan
Sehat

Penguatan
Upaya Promotif
dan Preventif
“Gerakan
Masyarakat Hidup
3 Sehat” 2

Peningkatan Peningkatan
Pemahaman Konsumsi
Hidup Sehat Pangan Sehat

48

Beberapa langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk meningkatkan


efektivitas pelaksanaan kegiatan Germas di tahun 2018 adalah sebagai berikut:
1. Pembudayaan Germas di lingkungan internal masing-masing kementerian/
lembaga dan instansi pemerintah daerah sesuai Surat Edaran Menteri PANRB
Nomor 51 Tahun 2017 melalui pengalokasian anggaran dan sumber daya yang
diperlukan, terutama untuk melaksanakan aktivitas fisik di kantor, penyediaan
menu buah dan sayur dalam jamuan rapat, penerapan KTR, dan deteksi dini
penyakit.
2. Penguatan sinergi antar-K/L dalam melaksanakan kegiatan yang mendukung
tujuan Germas yang sama melalui mekanisme koordinasi yang lebih efektif,
penyusunan panduan teknis kegiatan, sinkronisasi lokasi, dan jadwal
pelaksanaan kegiatan berikut ini:
• Usaha Kesehatan Sekolah: Kemendikbud, Kemenag, dan Kemenkes.
• Kawasan Tanpa Rokok: Kemendikbud, Kemenag, Kemenaker, Kemen
PANRB, dan Kemenkes.
• Keamanan pangan: Kementan, KKP, Badan POM, dan Kemenkes.
• Pengelolaan sampah: Kemenkes, Kemen LHK, Kemenpar, dan Kemen PUPR.
• Air minum dan sanitasi: Kemen PU PR, Kemenkes, Kemen LHK, dan
Kemenpar.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


3. Pelaksanaan Germas di tahun 2017 masih didominasi oleh kegiatan yang
dilaksanakan oleh K/L maupun pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan
pelibatan aktif lintas sektor lain mulai dari dunia usaha, organisasi masyarakat
sipil, dan institusi pendidikan dan perguruan tinggi.
• Hal ini penting mengingat cakupan kegiatan dari K/L masih terbatas
sehingga perlu mobilisasi sumber daya lain di luar pemerintah.
• Sektor nonpemerintah dapat berkontribusi melalui penerapan Germas
di lingkungan internalnya maupun dalam kegiatan yang ditujukan untuk
penggerakkan masyarakat untuk hidup sehat (sosialisasi, penyuluhan,
penyelenggaraan event-event untuk mempromosikan perilaku hidup sehat,
dan bantuan sarana prasarana lingkungan sehat).
4. Perubahan perilaku membutuhkan waktu lama sehingga diperlukan upaya yang
lebih intensif untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
untuk hidup sehat, antara lain melalui sosialisasi, kampanye, komunikasi
interpersonal, dan penyebarluasan informasi melalui media.
• Pesan dan materi KIE Germas perlu dikembangkan sesuai dengan target
sasaran dan konteks lokal masyarakat. Selain itu, pemanfaatan sosial
media untuk menyebarluaskan informasi mengenai pola hidup sehat juga 49
perlu ditingkatkan.
• Kapasitas petugas maupun kader yang dapat menjadi penggerak Germas
perlu ditingkatkan. Petugas maupun kader dari setiap sektor seperti
petugas Puskesmas, kader Posyandu, penyuluh keluarga berencana (PKB),
petugas lapangan keluarga berencana, pendamping PKH, pendamping
desa, dan kader penggiat antinarkoba dapat menjadi agen perubahan
perilaku hidup sehat masyarakat. Untuk itu, perlu ditambahkan materi
Germas dalam pelatihan/pembekalan petugas dan kader.
5. Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Germas di daerah, perlu upaya
sebagai berikut:
• Advokasi untuk mendorong daerah yang belum memiliki kebijakan
mengenai Germas agar segera menetapkan regulasi berupa Peraturan
Kepala Daerah.
• Sosialisasi yang lebih masif kepada masyarakat mengenai Germas, termasuk
dengan memanfaatkan sosial media.
• Pembentukan forum koordinasi lintas OPD sebagai wadah komunikasi
dan diskusi bagi seluruh OPD terkait dalam mensinergikan kegiatan yang
mendukung Germas.
• Upaya untuk memastikan daerah memasukkan kegiatan Germas dalam
dokumen perencanaan dan penganggarannya (RKPD, Renja, dan RKA

BAB III RENCANA TINDAK LANJUT


OPD). Alokasi APBD akan mendukung perluasan cakupan kegiatan yang
selama ini terbatas terutama untuk kegiatan K/L yang sifatnya stimulus
atau percontohan saja seperti sanitasi sekolah, deteksi dini kanker di
perusahaan, rumah ibadah sehat, sarana pengolahan emas non merkuri,
sarana IPAL dan biodigester, dan konektivitas antarmoda.
• Pendampingan kepada Bappeda atau sekretariat daerah dalam
mengoordinasikan Germas di daerah yang melibatkan lintas organisasi
perangkat daerah (OPD) dan juga sektor nonpemerintah.
• Pembinaan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
dalam penetapan regulasi dan implementasi Germas di tingkat kabupaten/
kota.
• Petunjuk teknis dari K/L yang mendefinisikan peran masing-masing sektor
dalam Germas dan menjelaskan teknis pelaksanaan kegiatan Germas di
daerah sebagai panduan bagi OPD.
• Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Germas di daerah yang disertai
mekanisme umpan balik, termasuk identifikasi praktik baik, maupun
inovasi dari daerah yang dapat menjadi pembelajaran dan direplikasi di
50 daerah lainnya. Untuk itu, perlu upaya untuk meningkatkan kepatuhan
daerah dalam melaporkan hasil pelaksanaan Germas.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


4
BAB IV

PENUTUP

P erubahan perilaku hidup sehat masyarakat


memerlukan proses panjang dan bertahap.
Diperlukan upaya untuk meningkatkan pemahaman
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup
sehat, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan,
penyediaaan sarana dan prasarana, serta dukungan
regulasi yang akan mendorong masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat. Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (Germas) dilaksanakan dengan pendekatan
multi sektor. Setiap pemangku kepentingan di tingkat
pusat dan daerah, sesuai tugas pokok dan fungsinya,
berkontribusi baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam mendukung masyarakat untuk
beraktivitas fisik secara aktif, mengonsumsi makanan
sehat dan bergizi seimbang, tidak merokok, tidak minum
minuman beralkohol, memeriksakan kesehatannya
secara rutin, menjaga higienitas pribadi, dan keluarga
serta kesehatan lingkungan.
Tahun 2017 merupakan tahun pertama pelaksanaan Germas dengan berbagai
tantangan teknis dan administratif dalam implementasinya. Ke depan, diperlukan
langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Germas
antara lain dengan meningkatkan pembudayaan Germas di lingkungan internal
instansi pemerintahan, memperkuat sinergi antarkementerian/lembaga dalam
melaksanakan kegiatan Germas, meningkatkan keterlibatan sektor non pemerintah,
memperkuat sosialisasi, kampanye, komunikasi interpersonal dan penyebarluasan
informasi Germas melalui media, meningkatkan kapasitas petugas maupun kader
penggerak Germas, serta memperkuat efektivitas pelaksanaan Germas di daerah.

52

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN GERMAS TAHUN 2017


DAFTAR PUSTAKA

Bujjirao IG and Ratna Kumar PL. 2013. “Anti-obese therapeutics from medicinal
plants: a review.” Int J Bioassays, 2:1399-1406.

World Health Organisation. 2016. “Media centre: Obesity and Overweight.” Available
at http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/

World Health Organisation EMRO. 2018. “Health Promotion dan Disease Prevention.”
Available at http://www.emro.who.int/about-who/public-health-functions/
health-promotion-disease-prevention.html

World Health Organisation Europe. 2018. “EPHO5: Disease prevention, including


early detection of illness.” Available at http://www.euro.who.int/en/health-
topics/Health-systems/public-health-services/policy/the-10-essential-public-
health-operations

Anda mungkin juga menyukai