Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh Ujian Akhir Pada Program Studi
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember
Disusun Oleh:
TEDI PUJO RAHARJO
1710611095
i
DAFTAR ISI
TUGAS AKHIR......................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
DAFTAR PERSAMAAN......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
ii
2.8.1. Analisa Daya Dukung berdasarkan data SPT...............................27
2.10. Pembebanan.........................................................................................39
iii
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................66
4.1. Umum......................................................................................................66
iv
4.7. Daya Dukung Pondasi Drill Shaft di Tanah Ekspansif akibat Swelling......
.................................................................................................................88
4.7.1. Beban angkat akibat gaya angkat yang terjadi Qnet =U−D ..........88
4.7.2. Menentukan Diameter poros Bells akibat beban angkat yang terjadi..
..........................................................................................................89
5.1. Kesimpulan..............................................................................................90
5.2. Saran........................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................91
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 2.16 (a) Konstruksi poros yang dibor dengan lonceng dan balok pemikul
beban; (b) definisi parameter dalam Persamaan. (2.6)...........................................26
Gambar 2.17 Hubungan 𝜑 dan Nᵧ, Nc, Nq (Terzaghi).....................................30
Gambar 2.18 Hubungan 𝜑 dan Nᵧ, Nc, Nq (Mayerhof).......................................32
Gambar 2.19 Konfigurasi pilar bor biasa.............................................................35
Gambar 2.20 Metode Awal konstruksi kaison.....................................................36
Gambar 2.21 Ss, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget
(MCER) kelas situs SB..........................................................................................46
Gambar 2.22 S1, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget
(MCER) kelas situs SB..........................................................................................46
Gambar 2.23 Spektrum respon desain..................................................................49
Gambar 2.24 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan..............................56
Gambar 2.25 Grafik faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan tebal terbatas (μ1)
................................................................................................................................58
Gambar 2.26 Faktor koreksi untuk kedalaman pondasi (μ0)...............................58
Gambar 2.27 Daerah geser aksi dua arah.............................................................62
vii
Gambar 4. 10 Konfigurasi poer 4 tiang................................................................50
viii
DAFTAR TABEL
ix
Tabel 2.21 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
Pada Periode 1 Detik..............................................................................................50
Tabel 2. 22 Faktor R, Cd , dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa.............51
x
DAFTAR PERSAMAAN
xi
2
BAB I
PENDAHULUAN
peredam energi. Bangunan peredam energi yang dipakai biasanya aalah kolam
olak ( stilling basin ). Salah satu jenis kolam olak adalah slotted roller bucket.
Pelimpah kolam olak tipe slotted roller bucket didasarkan pada perilaku hidrolis
tipe ini yang akan terbentuk dua pusaran; satu pusaran akan bergerak kearah
berlawanan dengan arah jarum jam dan pusaran yang lain akan bergerak searah
dengan arah jarum jam. Untuk mengurangi gerusan yang diakibatkan oleh
peredaman energi hasil dari loncatan hidrolis, kolam olak biasanya masih perlu
dilengkapi dengan buffle block sebagai bangunan pemecah energi di bagian hilir
bending.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Pada bagian hilir bendung, terutama pada bagian hilir kolam olak terdapat
fenomena perubahan aliran dari aliran superkritis menjadi subkritis yang menyebabkan
terjadinya loncatan hidrolis. Akibat loncatan hidrolis sering menimbulkan guungan
ombak atau pusaran besar yang mengakibatkan gerusan pada saluran, terutama bagian
hilir yang tidak diberi pelindung atau proteksi. A. J. Peterka dalam Hydrolic design of
stilling basin and energy dissipators (1984) telah melakukan penelitian tentang
penggunaan bermacam – macam variasi debit aliran terhadap loncatan hidrolis yang
terjadi di hilir kolam olak slotted roller buket yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 percobaan running model dengan Kolam Olak slooted Roller Bucket (A. J.
Peterka, 1984)
23
24
1. Tipe Gerusan
a. Gerusan umum (general scour) merupakan gerusan yang terjadi akibat dari
proses alami dan tidak berkaitan sama sekali dengan bangunan yang ada di
sungai
b. Gerusan di lokalisir (constriction scour) merupakan gerusan yang
disebabkan oleh penyempitan alur sungai sehingga aliran menjadi terpusat
24
25
c. Gerusan local (local scour) merupakan gerusan akibat langsung dari struktur
pada aliran sungai. Proses terjadinya gerusan lokal biasanya dipicu oleh
tertahannya angkutan sedimen yang dibawa Bersama aliran oleh struktur
bangunan dan peningkatan turbulensi aliran akibat adanya gangguan dari suatu
struktur.
25
26
Menurut Syeh Qomar (2003) gerusan lokal adalah gerusan yang bisa terjadi
apabila sungai atau saluran dibangun penghalang atau penghambat laju aliran (seperti
jembatan, bending, pintu air) sampai terjadi perubahan yang mendadak pada arah aliran.
Gerusan lokal dimaksudkan sebagai pengikisan dasar saluran atau sungai yang terjadi
pada cakupan luasan yang kecil d sekitar bangunan air.
Rapat massa butiran sedimen umumya (D < 4 mm) tidak banyak berbed. Karena
pasir yang paling banyak terdapat di sedimen alam, rata - rata dapat dianggap rapt
massanya ps = 2650 kg/m3 dengan klasifikasi butirannya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Aliran air pada saluran dapat berupa aliran saluran muka air bebas dan
aliran dalam pipa. Aliran pada saluran muka air bebas mempunyai muka air yang
bebas dimana tekanan pada permukaan air sama dengan tekanan atmosfir. Aliran
dalam pipa dengan air yang penuh tidak mempunyai muka air bebas sehingga tidak
mempunyai tekanan atmosfir langsung tetapi mempunyai tekanan hidrolik.
27
28
Debit aliran dalam Dimas Bayu (2008) merupakan fungsi dari kecepatan dan
luas penampang basah, dapat dinyatakan dengan volume per satuan waktu atau jumlah
zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satu satuan waktu. Debit
28
29
aliran pada umumnya diberi notasi Q, dengan satuan meter kubik per detik (m 3/dt). Bila
tampang lintang saluran tegak lurus dengan aliran adalah A (m2), maka debit aliran
ditulis :
Q= A ¿ ¿ .......................................................................................(2.1)
Dengan :
Debit aliran sirkulasi pada flume juga di ukur secara manual dengan cara
menakar volume aliran pada interval waktu tertentu. Alat ukur yang digunakan menyatu
dengan bak penampung air. Debit aliran diukur dengan cara menghitung waktu yang
dibutuhkan T (detik) untuk menampung volume air v (liter), sehingga debit aliran ditulis
sebagai
T = Waktu (detik),
Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran sub
kritis, kritis, dan super kritis. Aliran disebut sub kritis apabila gangguan (misalnya batu
dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan geombang) yang terjadi di suatu
titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu. Aliran subkritis dipengaruhi oleh kondisi
29
30
hilir, dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu.
Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak
menjalar ke hulu maka aliran disebut superkritis. Dalam hal ini kondisi di hulu
akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Penentuan keadaan aliran dapat dilihat dari
bilangan Froude yang ditentukan sebagai berikut
Dengan,
Fr = Bilangan Froude,
Gambar 2.3. Pola Gelombang pada Saluran Terbuka (M. Yushar, 2010)
30
31
Pelimpah atau bending adalah bangunan air yang berfungsi untuk meninggikan
muka air agar dapat dimanfaatkan untuk irigasi atau keperluan lainnya. Biasanya
pelimpah dilengkapi dengan banginan intake yang kemudian berhubungan dengan
saluran irigasi primer. Kaang juga masyarakat mengambil air dari pelimpah tidak
melalui saluran irigasi, melainkan melalui sumber tampungan air di pelimpah dengan
menggunakan pompa air. Beberapa orang sering menyamakan pelimpah atau bendung
ini dengan bendungan. Padahal secara fungsi berbeda. Table 2.2 menjelaskan perbedaan
fungsi beberapa bangunan air yang seringkali salah pengertian dimasyarakat umum.
Penjelasan lokasi zona – zona pada Tabel 2.2. divisualkan pada Gambar 2.4.
31
32
ZONA
TRANSPOR
ZONA
TASI
SEDIM
LAUT EN ZONA
PRODUKSI
Gambar 2.4. Pembagian Zona Daratan Berkaitan dengan Bangunan Air. (Dimas Bayu, 2008)
Pelimpah sendiri terdiri dari bebermacam – macam tipe. Kadang setiap negara
memiliki tipe – tipe yang berbeda. Secara umum, yang menjadi dasar pembeda
pelimpah – pelimpah tersebut adalah bentuk mercu pelimpahnya. Mercu adalah bagian
paling atas pelimpah, yang berinteraksi langsung dengan aliran air yang melimpas.
Sehingga bentuk mercu menentukan karakteristik aliran yang terjadi di hilir kemudian.
Di Indonesia umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bending pelimpah yaitu
tipe ogee dan tipe bulat. Bentuk tipe ogee dan tipe bulat dapat dilihat pada gambar 2.5
Gamb
ar 2.5 Bentuk Mercu Tipe Ogee dan Tipe Bulat (KP-02)
Pada penelitian ini peneliti menggunakan tiga macam variasi kemiringan hulu
pelimpah menggunakan mercu tipe Ogee dengan variasi kemiringan 3:1, 3:2, 3:3 dilihat
pada gambar 2.6. Mercu ogee bentuk tirai luapan bawah (flow nape) diatas bending
ambang lebar. Oleh karena itu mercu ini akan membentuk tekanan subatsmotfir/tekanan
32
33
negative yang ditimbulan limpasan air di bawah tirai air pada permukaan mercu sewaktu
bendug mengalirkan air pada debit rencana.
33
34
Gambar 2.7. GRafik Perencanaan Mercu Ogee (Design For Small Dam,1987)
Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air teralu tinggi disbanding kedalaman
air normal hilir, atau kalua diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang
Panjang akibat batu – batu besar yang terangkut lewat atas bending, maka data dipakai
peredam energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis peredam enenrgi tipe
ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua putaran; satu pusaran permukaan
bergerak kearah berlawanan dengan arah jarum jam diatas bak, dan pusaran yang lain
berger kearah putaran jarum jam dan terletak dibelakang ambang ujung. Perencanaan
dimensi kolam olak slotted roller bucket seperti pada Gambar 2.8.
34
35
Gambar 2.8. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam dengan Penambahan Buffle Block
35
36
Gambar 2.9. Macam – Macam Bentuk Kolam Olak Slotted Roller Bucket (A.J.Peterka,1956)
Looncatan air terjadi akibat adanya perubahan aliran super kritis menjadi sub
kritis. Umumnya loncatan air terjadi pada saat air keluar dari suatu pelimpah atau pintu
air. United State Bureau of Reclamation (USBR) telah membuat penelitian mengenai
tipe loncat air berdasarkan angka froud yang berbeda, yaitu:
2. Loncatan lemah (weak jump) apabila bilangang Fr = 1,75 – 2,5 dimana terjadi
gulungan kecil dari permukaan loncatan, dan muka air cukup tenang.
36
37
periode yang tidak teratur dan dapat berjalan pada jarak yang jauh, serta dapat
mengakibatkan erosi tanggul.
4. Loncatan tetap (steady jump) apabila bilangan Fr = 4,5 – 9,0 dimana loncatan
cukup berimbang dan permukaan air di hilir loncatan agak halus, peredam energi
45% - 70%.
5. Loncatan kuat (strong jump) apabila bilangan Fr >9,0 dimana terjadi pusaran
yang keras menyebabkan gelombang di hilir. Peredaman energi dapat mencapai
85%
37
38
Untuk menghitung kecepatan awal aliran saat terjadi loncatan hidrolis, dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Dengan :
Vu = Kecepatan aliran saat awal loncatan (m/s),
G = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2),
H1 = Tinggi energi diatas ambang (m),
Δ = Tinggi jatuh air (m).
Y2
=(1/2 √ 1 8 Fr −1)............................................................................. (2.5)
Yu
Dengan :
Y2 = Kedalaman konjugasi (m),
Yu = Kedalaman air saat awal loncatan (m),
Fr = Bilangan Froude.
38
39
Ranga Raju (1981), mengemukakan bahwa panjang loncatan air dapat didefinisikan
sebagai jarak antara depan loncatan hidrolis sampai suatu titik pada permukaan
gulungan ombak yang segera menuju ke hilir. Panjang loncatan sukar ditentukan secara
teoritis, tetapi telah diselidiki dengan cara percobaan oleh beberapa ahli. USBR dalam
Dimas Bayu (2010) telah melakukan penelitian tentang hubungan bilangan Froude
terhadap Panjang loncatan hidrolik dalam bentuk grafik seperti pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Grafik Hubungan Panjang Loncatan Hidrolik Hasil penelitian USBR
Energi spesifik dalam suatu penpang saluran dinyatakan sebagai energi air
seperti pori pada penmpang saluran, diperhitungkan terhadap dasar saluran. Energi
spesifik menjadi (untuk saluran yang kemiringannya kecil dan α = 1),
V2
Es=Y + ............................................................................................... (2.6)
g
Yang menunjukkan bahwa energi spesifik sama dengan jumlah kedalaman air dan tinggi
kecepatan. Secara sedehana persamaan diatas bisa menjadi :
39
40
V
Es=Y + .............................................................................................. (2.7)
gA
Keterangan :
Gambar 2.16 Lengkung Energi Spesifik Pada Penampang Meintang Saluran Terbuka
(Chow, 1992)
Kemudian, saat keadaan kritis, maka kedua kedalaman ini seolah – olah menyatu, dan
dikenal sebagai kedalaman kritis (critical depth) Yc. Bila kedalaman aliran melebihi
kedalaman kritis, kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritisuntuk suatu debit
tertentu, dan oleh dan oleh karenanya aliran disebut subkritis. Bila dalamnya aliran
kurang dari kedlaman kritis, aliran disebut superkritis. Dengan demian Yu merupakan
kedalaman aliran super – kritis dan Y2 adalah kedalaman subkritis (Chow, 1992) dalam
Dimas Bayu (2008). Keadaan kritis dari suatu aliran adalah Ketika bilangan Fr = 1 atau
40
41
saat energi spesifiknya untuk suatu debit tertentu adalah minimum. Kondisi ini dapat
diperjelas dengan rumus – rumus :
Yc=
Q2
gB√3
2
................................................................................................ (2.8)
V
q= ........................................................................................................ (2.9)
A
keteranga :
Jadi, saat kondisi kritis, bearnya kedalaman air adalah 2/3 energi spesifik.
41
42
Gambar 2.16 Sketsa Energi Spesifik Pada Penampang Meintang Saluran Terbuka
plotting data tabular x, y, z yang tidak beraturan menjadi lembar titik-titik segi empat
(grid) yang beraturan. Grid adalah serangkaian garis vertikal dan horizontal yang dalam
Surfer berbentuk segi empat yang menjadi dasar pembentuk kontur dan surface /
permukaan tiga dimensi. Pada titik perpotongan grid disimpan nilai Z berupa titik
ketinggian atau kedalaman. Gridding merupakan proses pembentukan rangkaian nilai Z
yang teratur dari sebuah data x y z (Nanang, 2011).
Pembuatan peta kontur ataupun model tiga dimensi dengan Surfer diawali
pembuatan data tabular x y z. Pembuatan data x y z dapat dibuat pada Microsoft
excel dan kemudian disimpan data dalam bentuk .xls. Dapat juga menggunakan
DEM (digital elevation models) sebagai pengganti data x y z. Data excel yang
telah disimpan selanjutnya diinterpolasikan dalam sebuah file grid. Proses kedua ini
sering disebut grid-ding yang menghasilkan sebuah file grid untuk digunakan sebagai
dasar pembuatan peta kontur dan model 3 dimensi.
Gambar 2.19 Contoh Gambar Permodelan Dari Surfer 8.0 (Nanang, 2011
43
6
BAB III
METODOLOGI
64
65
4.1. Umum
Bangunan ini berlokasi dikawasan Jember Jawa Timur dengan luas
bangunan ± 5.940 m2. Bangunan terdiri dari 4 lantai yang mana tiap-tiap
elevasi lantai memiliki ketinggian 4,2 m.
G
a
m
b
a
r
66
400 mm x 250 mm, untuk sloof 1 dengan ukuran dimensi 500 mm x 300
mm, sloof 2 dengan ukuran dimensi 200 mm
67
68
=
80
kg/m2
70
Berat spesi
=
42
kg/m2
Berat Electrical
=
15
kg/m2
DL =
179
kg/m2
=
30
kg/m2
Lapisan kedap air
=
4,4
kg/m2
71
Plafond+Penggantung =
18
kg/m2
DL =
52,4
kg/m2
4.4.2. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah beban yang bertumpu pada bangunan yang
memiliki kemungkinan untuk lepas dari bangunan tersebut. Beban hidup
sudah termasuk perlengkapan ruangan dan dinding yang beratnya tidak
melibihi 100 kg/m2. Beban hidup yang bekerja pada RS UMJember ini
adalah sebagai berikut:
1. Beban hidup yang bekerja pada pelat lantai
Beban guna
LL
=
250
kg/m2
LLr =
250
kg/m2
2. Beban hidup yang bekerja pada pelat atap
Beban guna
LL
=
100
kg/m2
LLr =
100
kg/m2
4.4.3. Beban Gempa (Earthquake Load)
72
Gambar 4.4 Parameter gerak tanah Ss, gempa maksimum yang dipertimbangkan
risiko-tertarget (MCER) wilayah Indonesia untuk spektrum respons 0,2-detik
(redaman kritis 5%)
Gambar 4.5 Parameter gerak tanah S1, gempa maksimum yang dipertimbangkan
risiko-tertarget (MCER) wilayah Indonesia untuk spektrum respons 0,2-detik
(redaman kritis 5%)
73
Ñ≥50 = Tanah
Keras
15≥Ñ≥50 = Tanah Sedang
Ñ<15 = Tanah
Lunak
Tabel 4. 1 Tabel Perhitungan N Rata-rata
27 50 25 0,2 0,01
28 40 20 0,2 0,01
29 15 8 0,2 0,03
30 12 6 0,2 0,03
31 35 18 0,2 0,01
32 30 15 0,2 0,01
33 25 13 0,2 0,02
34 66 33 0,2 0,01
35 70 35 0,2 0,01
36 66 33 0,2 0,01
37 50 25 0,2 0,01
38 63 32 0,2 0,01
39 130 65 0,2 0,00
40 150 75 0,2 0,00
41 145 73 0,2 0,00
42 190 95 0,2 0,00
8,2 0,45
8,2
Ñ =18,22
0,45
1. 1.4 DL
2. 1.2DL+1.6LL
3. 1.2 DL ± 1.0 Ex ± 0.3 Ey + LL + 1.0 Ev
4. 1.2 DL ± 0.3 Ex ± 1 Ey + LL + 1.0 Ev
5. 0.9 DL ± 1.0 Ex ± 0.3 Ey - 1.0 Ev
6. 0.9 DL ± 0.3 Ex ± 1 Ey - 1.0 Ev
Keterangan
DL
: Beban
Mati
75
LL
: Beban
Hidup
Ex
: Beban
Gempa arah X
Ey
: Beban
Gempa arah Y
Ev
: Beban
Gempa Vertikal = 0.2 SDS
0,4.SDS = 0,269 Nilai ke- 0
T0 = 0,149 T0 = 0.2 x (SD1/SDS)
T0-Sa = 0,673 Sa = SDS
Ts = 0,744 Ts = SD1/SDS
Ts-Sa = 0,673 Sa = SDS
Sa = SD1-n/T-n ( berdasar
Ts-n = - waktu)
Sumber : Hasil Perhitungan
0,4.SDS = 0,054 Nilai ke- 0
T0 = 0,744 T0 = 0.2 x (SD1/SDS)
T0-Sa = 0,135 Sa = SDS
Ts = 3,720 Ts = SD1/SDS
Ts-Sa = 0,135 Sa = SDS
Sa = SD1-n/T-n ( berdasar
Ts-n = - waktu)
Sumber : Hasil Perhitungan
80
Catatan : TB =
Tidak Dibatasi dan TI = Tidak Diizinkan
82
V =¿ {0,90 ¿ ¿ }{8 }¿ ¿ ¿
=
1763770,95 Kg/m
=
13169,48976 kN
4.4.8.3. Distribusi Gaya geser horizontal total akibat gempa
kesepanjangan tinggi Gedung
Fi=¿ {Wi ¿ ¿ }{¿ {Wi ¿¿ }}x ¿ .
Diaman:
Fi = gaya
geser horizontal
Wi x, y = gaya
geser horizontal untuk arah y dan arah x
Zi = tinggi
lantai ke I terhadap lantai Atap
Tabel 4. 10 Perhitungan Gaya Geser Horizontal (Fi) untuk Tiap Lantai
No
. Beban P Mx My
1 Mati 2213,1671 13,5499 14,675
2 Hidup 25,31 9,5096 9,47
3 Hidup Atap 3,4064 0,0839 0,0807
4 SIDL 7,8038 10,5793 10,2336
5 Comb.1 715,4483 37,7095 37,5578
6 Comb.2 672,7228 47,5378 47,3444
7 Comb.3 1096,4296 582,8888 582,8888
8 Comb.4 947,1012 186,3086 186,3086
9 Comb.5 1331,2124 578,7619 578,7619
10 Comb.6 1169,0838 182,121 182,121
Keterangan :
Comb.1 = 1.4 DL
Comb.2 = 1.2 DL + 1.6 LL
Comb. 3 = 1.2 DL ± 1.0 Ex ± 0.3 Ey + LL + 1.0 Ev
Comb. 4 = 1.2 DL ± 0.3 Ex ± 1 Ey + LL + 1.0 Ev
Comb. 5 = 0.9 DL ± 1.0 Ex ± 0.3 Ey - 1.0 Ev
Comb. 6 = 0.9 DL ± 0.3 Ex ± 1 Ey - 1.0 Ev
P = Beban
Maksimal
Mx = Momen
arah x
My = Momen
arah y
4.6. Perencanaan Pondasi Drilled Sahft With Bells
4.6.1. Data Bahan
Pondasi Drilled Shaft With Bells adalah tipe pondasi tiang yang
dicor dengan tumpuan berbentuk lonceng dibawah dasar tumpuan tiang.
Keriteria yang digunakan dalam perencanaan pondasi Drilled Shaft with
Bells sebagai berikut :
Massa jenis beton bertulang : 240 kg/m3
Berat jenis beton bertulang : 2400
kg/m3
86
Mutu beton
: 41,50
Mpa
Mutu tulangan baja
: fy 400
Mpa
Diameter Tiang
: 800 mm
Diameter Bells
: 1.000 mm
Kedalaman
: 8 meter
KEDA- Cu
LAMA Cn Ds α P ΔL Qsi
Cn/(Nk=14)
N
Kelilin
m Kg/cm 2
m 0,4 g cm kN/m2 Kg/cm2 Kg/m2 kN/m2
0 0 0 0 0,00
0,2 5 0,8 0,4 2,5 0,2 0,4 3571,4 35,7
0,4 5 0,8 0,4 2,5 0,2 0,4 3571,4 35,7
0,6 16 0,8 0,4 2,5 0,2 1,1 11428,6 114,3
0,8 10 0,8 0,4 2,5 0,2 0,7 7142,9 71,4
TANAH EKSPANSIF
W p =96,51 kN
Pn = 5215 kN
Faktor reduksi kekuatan f diambil nilai 0,70, berdasarkan tabel Lampiran B pada
SNI-03-1726-2002,
Tabel 4.12 Faktor reduksi kekuatan f untuk jenis pondasi tiang pancang dan
tiang bor
Diameter Bells = 1 m
Luas tampang Bells
Ap=¿ {¿ }{4 }¿ D 2 = 0,7854 m2
Tahanan penetrasi kerucut statis
c u {N ¿ }c = 1035,7 kN/m2 * 9,0 = 9321,4 kN/m2
Diaman :
cu = undrained cohesion (kuat geser tanah)
cu = ¿ {qc }{Nk } , dimana Nk adalah nilai empiris faktor konus pada tanah
kohesi, menurut Begemann (1963) nilai Nk = 14
N*c = (catatan: Sebab cu/Pa > 1, N*c = 9) berdasarkan tabel 10.4 Buku
Principles of Foundation Braja M Das, berdasarkan data Reese and
O’Neill, 1999
cu/Pa Es/3cu N*c
0,25 50 6,5
0,5 150 8,0
≥ 1,0 250 - 300 9,0
2. Tahanan Gesek
Tahanan gesek dengan rumus
Qs =¿ ∑ { L=0 } L=Li }{¿ c up }¿ L
{ ¿
Jadi, nilai daya dukung berdasarkan bahan = 3650,53 kN, dan berdasarkan
hasil uji sondir = 4307,40 kN, maka daya dukung aksial tiang diambil
tahan tiang terkecil = 3650,00 kN, yaitu daya dukung berdasarkan
kekuatan bahan.
jumlah tiang drill shaft yang direncanakan. Bahan dan momen yang
bekerja pada titik pusat poer dihitung dengan menjumlahkan semua beban-
beban dan momen yang di dukung oleh pondasi.
Data Beban :
Tabel 4.13 Rekap data Beban dari Program Bantu Teknik Sipil ETABS V.18.1.1
wc = Berat
beton bertulang
a) Gaya aksial maksimum dan minimum pada tiang drill shaft :
pumax = Pu / n + Mux* xmax / ⅀x2 + Muy* ymax / ⅀y2 = 2850,57 kN
pumin = Pu / n + Mux* xmin / ⅀x2 + Muy* ymin / ⅀y2 = 1476,20 kN
Syarat :
Pumax ≤ f * Pn
= 2850,57 < 3650,00
Aman
b) Efisiensi Tiang Drilled Shaft:
Efisiensi tiang drilled shaft dalam grup didapatkan berdasarkan rumus
Converse-Labarre dari persamaan dibawah ini:
arc tan
f = d/s
80
= arc tan
240
= 18,43 o
1 18,43 [( 2 -1 )* 2]+ [( 2 -1 )* 2 ]
Eff =
- 90o 2 * 2
1
= - ( 0,205 * 1 )
= 0,795
4.7. Daya Dukung Pondasi Drill Shaft di Tanah Ekspansif akibat Swelling
93
tan{¿ ¿ }{ ps }= 0,363769843
Karena dikebanyakan kasus nilai {¿ ¿ }{ ps } bervariasi antara 10º dan 20º,
{¿ ¿ }{ sw } = Tekanan
untuk nol pengembangan = 441,29925 kN/m2
Jadi gaya angkat yang terjadi sebesar, U =¿ 1.209,76432 kN
4.7.2. Menentukan Diameter poros Bells akibat beban angkat yang terjadi
Karena pada tanah ekspansif terjadi pengembangan tanah yang
cukup besar maka, pondasi Drilled Shaft di desain menggunakan angker di
bawah pondasi berbentuk Bells. Dengan diameter pile 0,80 cm, dengan
rumus
94
¿
cu nc ( π4 ) ( D −D )
2
b
2
s
= 1.512,21
U −D – 511,0345)
kN/m2/(1209,76
= 2,2
Jadi
= 2,2 > 2
Aman
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa, Pada tanah lokasi pembangungan Gedung Rumah Sakit Universitas
Muhammadiyah Jember, termasuk dalam jenis tanah ekspansif dengan kedalaman
zona aktif sedalam 3 meter, dengan total kenaikan 120 mm, dalam buku Braja M
Das Principles of Foundation, Bab 11 tentang pondasi di tanah sulit Tabel 11.8
tentang konstruksi dan prosedur untuk tanah lempung ekspansif, disarankan untuk
menggunakan pondasi Drill Sahft with Bells.
1. Pada disain pondasi Drilled Sahft direncanakan pada kedalaman 8 meter
dengan diameter tiang 0,80 m, daya dukung terpenuhi dengan angka
kemanan lebih dari 3, dengan menggunakan kelompok tiang berjumlah 4
tiang, dan pada desain Bells pada pondasi Drilled Shaft, menggunakan
diameter 1,0 m, daya dukung terpenuhi untuk mencegah beban angkat
yang terjadi pada tanah ekspansif akibat swelling yang besar.
5.2. Saran
Pondasi Drilled Sahft with Bells bisa jadi alternatif pilihan karena
berdasarkan kondisi tanah dilapangan dengan angka pengembangan tanah yang
cukup besar.
95
DAFTAR PUSTAKA
96