Emil, bocah berbaju kumuh dengan badan jangkisnya, gesit menghindari
kerumunan, mejejaki petak demi petak toko di sekitarnya. Menghindari kejaran pemilik toko yang geram akibat ulah Emil mencuri barang dagangan. Itu bukan sekali duag kalinya dia mencuri, sudah berkali – kali. Tapi seperti tuli telinganya dengan hujatan, kebal dengan rasa sakit di badan, bocah itu masih terus melakukan aksinya. Apalah daya perutnya tidak mampu mampu menahan rasa perih, terus memberontak meminta makanan. Sayangnya tidak ada satupun yang mengerti penderitannya. Apa yang akan terjadi jika ada bocah berusia sepuluh tahun, berkeliaran di ibu kota, tanpa ada orang tua disekitarnya? Dia akan menjadi tidak terarah, mengikuti instingnya, mencari solusi untuk menyelesaikan masalah tanpa memandang baik buruknya solusi itu. Dialah Emil bocah yang saat ini di kejar oleh pemilik toko dan beberapa orang yang geram akibat ulahnya mencuri. Siapa yang mau terus menerus menahan lapar, hanya karena tidak ada sepeser pun uang di kantung celana. Dia harus bertahan hidup bagaimana pun caranya. Berburu dan diburu, sudah menjadi rutinitas hariannya. Bocah itu berburu makanan dan dia diburu oleh pemilik toko.