Anda di halaman 1dari 2

Babak 1

Di bawah teriknya sinar Mentari yang membakar, terdapat seorang bocah yang amat lusuh
menyusuri trotoar mencari sampah-sampah plastik yang bisa ditimbang dan dijual Kembali.
Keringat yang mengucur di keningnya diseka dengan tangan mungilnya. Ia adalah bocah
dengan keseharian mencari sampah-sampah demi rupiah yang tak seberapa. Dengan
karung terkadang dus yang menemani kesehariannya, ia tak pantang menyerah meski lapar
melanda. Bibir mungilnya tersenyum merekah Ketika menemukan apa yang dicarinya. Ketika
lelah, Si Bocah mengistrahatkan tubuhnya dari penat sembari merenungi hidup yang penuh
dengan lika-liku kehidupan.

“Aku adalah bocah jalanan. Dalam ramai berteman sepi, dalam hening aku merenung. Entah
sampai kapan hidup akan berubah. Aku si anak jalanan, bersama tubuh dekil kuseret
langkah untuk mencari sekeping, dua keping perak. Dari segala sudut aku berjalan bersama
harap membumbung, dengan semangat menggebu kususuri jalan demi jalan mencari
kehidupan.”

Kemudian bocah itu berdiri dari duduknya dan melanjutkan mencari sampah-sampah
plastick. Setelah lelah mencari ia pun beristirahat di trotoar jalan. Perutnya bergemuruh
tanda lapar melanda.

Bocah: “Aduh, perutku lapar.” Duduk di trotoar sembari memegang perutnya yang lapar.

Si bocah mengedarkan pandangannya, barangkali ia dapat menemukan tempat sampah


untuk mencari makanan-makanan sisa yang dapat mengisi perut kosongnya. Kemudian
netranya melihat seseorang di seberang jalan keluar dari Gedung klasik nan mewah sembari
memegang sebuah paper bag yang dibuang ke tempat sampah. Si bocah melihat hal itu
sontak saja berdiri , kemudian mengambil karung dan menyeberangi jalan untuk ke tempat
sampah. Setelah sampai ia kemudian mengeruk tempat kotor itu untuk mencari makanan di
sana.

Bocah: “Alhamdulillah, akhirnya aku bisa makan juga.” Monolognya.

Bocah itu memakan makanan yang ditemukannya dengan lahap. Tiba-tiba keluar sepasang
Wanita dan lelaki bersama dengan anak perempuannya yang sepantaran dengan si bocah
dari Gedung mewah tersebut. Anak sepasang insan itu berlari menghampiri si bocah dan
menjatuhkan makanannya.

Anak perempuan: “kamu nggak boleh makan itu. Kotor dan bahaya tau. Banyak kumannya.”
Kata anak tersebut sembari menampik tangan si bocah yang kembali mengambil
makanannya. “tunggu, ya aku ke Mom dan Dad dulu,” imbuhnya lagi

Si anak tersebut kemudian berlari menghampiri kedua orang tuanya dan meninggalkan si
bocah dengan raut bingung dan nelangsa. Gimana nggak bingung dan nelangsa, pasalnya
makanan yang didapat dengan susah payah malah dibuang begitu saja oleh anak
perempuan yang tak dikenalnya. Anak perempuan itupun berlari ke tempat orang tuanya
berdiri menyaksikan dirinya menghampiri si bocah. Nampak senyum haru terpampang jelas
pada raut sepasang wanita dan pria setengah baya tersebut.

Anak perempuan: “Mom, Dad bantuin Aish beli makanan untuk Dia,” ucapnya menunjuk si
bocah

Mom: “boleh, Aish mau beliin makanan apa untuk bocah itu?”
Anak perempuan: “hmm (berpikir) Aish mau beli roti aja, Mom. Kasian bocah itu. Kelaparan
banget sepertinya.”

Anak perempuan tersebut kemudian menarik tangan ayah, ibunya dan memasuki toko roti
untuk membeli aneka roti yang terpampang di etalase.

Anak perempuan: “Mba, Aish mau roti ini, ini, ini dan ini. Masing-masing dua bungkus, ya,”
katanya pada penjaga toko roti.

Setelah roti itu dibungkus dan dibayar ke kasir, Aish serta kedua orang tuanya pun keluar.
Kemudian orang tua Aish menunggu Aish yang menghampiri bocah itu dan memberikan
makanan yang ditentengnya.

Anak perempuan: “ini rotinya buat kamu, ya. Semoga suka.” Menyodorkan kantung kue.
“Aku pergi dulu, Mom, Dadku sudah menunggu. Dadah,”

Anak itupun berlalu Bersama dengan kedua orang tuanya sembari sesekali melirik ke
belakang dan melambaikan tangannya pada si bocah. Bocah itu kemudian membalas
lambaian tangan malaikat penolongnya.

Babak 2

Anda mungkin juga menyukai