Anda di halaman 1dari 3

NAMA :IRA SHAVINA INORA RAHMA

KELAS :XI MIPA 2


ABSEN :14

KEPUTUSAN

Aku berjalan sendirian menyusuri jalan setapak diantara sawah-sawah yang mulai
menguning yang merupakan satu-satunya jalan menuju sekolahku berada,SMPN 1
Kepanjen.Aku berjalan gontai sambil menikmati pemandangan yang asri dan akhirnya
mulai nampak perumahan penduduk tanda bahwa aku sudah hamper sampai.Saat melewati
tukang sayur keliling yang diserbu ibu-ibu aku segera mempercepat langkahku,aku
mempunyai firasat buruk.
"Oi Barun,keren sekali kau pakai sepatu itu,tidak kah kau kasian dengan
bapakmu?”tanya seorang seorang wanita."Tidak lah,kan tinggal ambil di rumah
tetangga"sahut seorang lainnya dengan nada menghina.Memang sudah bukan rahasia
lagi,jikalau keluargaku terkenal sebagai keluarga maling,Kakakku baru saja meninggal
dikeroyok massa saat menjalankan aksinya mencuri sepeda motor di rumah majikannya.dan
berhembus kabar bahwa penyebab ayahku lumpuh adalah karena terjatuh saat berusaha
melarikan diri dari kejaran massa karena diketahui akan mencuri di toko emas yang terletak
di tengah pasar.
Aku sudah kebal dengan cemoohan orang-orang kepadaku.Kadangkala aku juga
berpikir apakah kesulitan yang menimpa keluargaku adalah karma akibat perbuatan kakak
dan bapakku, saat ini yang bisa aku lakukan hanyalah memenuhi permintaan emak yang
menyuruhku menyelesaikan sekolahku di SMP agar bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih
layak nantinya.
Aku berlari tanpa mempedulikan omongan orang-orang yang terdengar jelas
mentertawakan diriku dan karena tidak memperhatikan jalan,aku tersandung dan jatuh ke
sawah.Aku segera bangun dan melanjutkan perjalanan setelah membersihkan diri di
sungai,meskipun baju dan sepatu baruku basah kuyup.Sesampainya di sekolah,aku
langsung bergabung dengan murid lain yang juga mengikuti seleksi lomba lari.Aku berjalan
mendekat dan semua orang menatap ke arahku seolah meremehkan.Aku kembali tidak
peduli."Semua peserta dimohon berbaris".suara bariton membuat suasana hening
seketika."Iya pak"sahut semua orang bersamaan

Sebentar lagi babak final akan dimulai dan aku sangat bersyukur karena bisa lolos
sampai sejauh ini.Aku bersiap siap dan memperhatikan lawannku satu persatu dan
menyakinkan diriku sendiri bahwa aku bisa memenangkan seleksi ini."Babak final akan
segera dimulai,peserta yang lolos segera menuju lintasan"
Suara peluit yang ditunggu tunggu akhirnya berbunyi juga,aku langsung berlari
sekuat tenaga dan membuat para penonton melongo tak percaya
"Yak".Akhirnya aku mencapai finish pertama kali dan akhirnya kudengar riuh sorai
penonton yang bertepuk tangan sambil meneriakkan namaku.Aku hanya tersenyum tipis
karena merasa tidak nyaman dengan situasi ini."Selamat Barun,tunggu kabar selanjutnya
ya"ucap Pak Aji kepadaku."Iya pak" jawabku sangat bersemangat.Aku pun pulang dengan
senyum merekah sambil menjinjing sepatuku yang masih basah.
*

Sudah beberapa hari sejak seleksi itu,Namun tak ada kabar lagi mengenai lomba
itu,bukankah jika lebih cepat berlatih maka semakin besar juga peluangku untuk
juara.Semangatku kian memuncak tatkala aku membayangkan akan membawa piala dan
mendapatkan uang untuk kuserahkan kepada emak yang telah membelikanku sepatu dan
selepas itu,aku tidak pernah menggunakannya lagi ke sekolah karena akan kugunakan saat
lomba nanti.
"Barun".suara seseorang memecah lamunanku.Aku menoleh dan ternyata Pak Aji
melambaikan tangannya dan menyuruhku menghampirinya.Aku berlari sambil tersenyum.
"Barun,maafkan bapak.kamu tidak jadi ikut lomba lari mewakili sekolah karena ternyata
pak kepala sekolah memutuskan bahwa daffa yang akan ikut,karena ia sudah pernah ikut
tahun lalu".Aku terdiam,tubuhku lemas seketika dan aku langsung menunduk dan
memandang kakiku yang memakai sendal butut.aku berlari sekencang kencangnya ke
halaman belakang sekolah yang tertutupi semak belukar.
Aku menangis,hilang sudah kesempatanku untuk membanggakan
orangtuaku.Seharusnya tadi aku meminta Pak Aji mempertimbangkannya lagi.Namun aku
terlanjur kecewa,mana mungkin seseorang yang aku rasa tidak pernah mengikuti seleksi
tiba-tiba terpilih.Ingatan tentang percakapan dua siswa laki-laki kembali berputar di otakku.
"Yan,nanti kerumahku ya,ada selamatan"
"Siap broo,emang ada acara apaan?"
"Bapakku kemarin bilang kalau aku diikutkan lomba lari"
"Hebat sekali kau,tak pernah kusangka sebelumnya,padahal yang ku tahu kau tak pernah
keluar rumah karena keasyikan dengan ps yang dibelikan bapakmu"
"Memang,tapi entahlah mungkin kepala sekolah mau membalas budi kepada bapakku
karena ia terpilih lagi jadi kepala sekolah”
Kejadian itu seolah membekas dan menancapkan luka yang semakin dalam.Aku
semakin menangis tersedu-sedu,apalagi yang akan kuucapkan kepada emak dan bapakku
yang tak henti hentinya membanggakan diriku di depan banyak orang.Aku berusaha
mengusap air mata yang semakin deras membasahi pipiku.
Bel masuk sudah berbunyi,aku segera bangkit dan berlari masuk ke kelas dan
mengambil tas.Aku segera pergi sebelum guru masuk ke kelas.Aku berlari ke arah gerbang
sekolah dan berniat pergi ke pasar untuk memberitahu emak segalannya,biarlah nanti emak
yang memberitahu bapak agar tidak terlalu kaget dan malah mengganggu kesehatannya.

Aku duduk di kursi reot yang berada di tengah pasar.Aku menunggu emak selesai
menjual semua dagangannya yang terlihat masih banyak.Aku mengamati setiap aktivitas
manusia yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Buk,saya beli wortel,buncis,dan telur 1 kg semuanya."kata seorang ibu sambil
menggendong anaknya yang tertidur pulas."Iya"jawab sang penjual.Tiba-tiba aku melihat
seorang pria menyelipkan tangannya ke dalam keranjang belanjaan ibu tadi dan ia seolah
olah memilih sayur sayuran dan bertanya kepada sang penjual yang masih sibuk melayani
ibu tadi.Saat tangannya keluar ia menggenggam dompet yang kelihatan tebal
isinya."Pencuri"tiba tiba dari kejauhan ada orang yang berteriak sambil menunjuk pria yang
ada didepanku.Semua orang malah menengok ke arah orang yang berteriak dan bingung
apa yang sedang terjadi.Pria itu kemudian berlari kearahku dan menyerahkan dompet yang
berhasil ia curi kepadaku.
"Kamu tunggu di sungai".Aku yang masih bingung berusaha memahami kata pria
itu.Tiba tiba semua orang melihat ke arahku dan pria itu.Aku sontak lari sambil
menggenggam erat dompet milik ibu tadi.Aku berlari dan saat aku menoleh ke belakang
aku melihat banyak orang masih celingukan dan memutuskan mengejar pria itu.Aku
langsung bergegas lari dan aku merasakan sensasi yang belum pernah aku rasakan,seolah
aku menuju kebebasan,sendirian tapi aku seolah menjadi lebih berani,seolah kakiku
melayang saking cepatnya aku berlari dan aku tidak terjatuh meskipun tidak fokus melihat
jalan.Aku berteriak lepas seolah teriakan itu membawa beban dan deritaku pergi bersama
angin,seolah menemukan jalan di tengah kebuntuan,menemukan jati diri di tengah
kegundahan.Aku sampai di hamparan luas yang dipenuhi rumput setinggi lutut.Aku diam
sejenak menatap langit,sendu,mataku mulai berkaca kaca,bukannya tangis kesedihan
namun tangis kebahagiaan.Aku limbung ke tanah,dan kembali menatap langit lalu
memejamkan mata.damai.sunyi.seolah menjadi pelengkap keadaanku saat ini.Aku langsung
bangkit dan teringat dompet tadi dan begegas menuju sungai.

"Mana?"suara tegas pria itu mengagetkanku.


"Sudah kubuang ke sungai"jawabku enteng.
"Apa?"ucap pria itu keget.
"Kau hanya menyuruhku menunggu di sungai kan?”ucapku memberanikan diri.
“Sial"umpat pria itu lagi untuk kesekian kalinya.
Lalu aku tertawa terbahak bahak sampai kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh ke
sungai.Pria itu hanya melihatku dengan wajah suram dan agak menakutkan.
"Tenang om,dompetnya aman.kalau ambil ada syaratnya"ucapku menenangkan.
"Apa?"Tanya pria itu tak sabar.
Aku terdiam cukup lama untuk meyakinkan diriku.
“Aku ikut”
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai