Anda di halaman 1dari 17

1

“COM M U N ITY BASED M AN AGEM EN T ( CBM ) ”


“Pe n ge lo laan Be rbas is Mas yarakat ( PBM) ” 1
Oleh :
YU D I W AH YU D IN 2

1. PEN D AH U LU AN

Wilayah pesisir m erupakan daerah pertem uan antara darat dan laut; ke
arah darat m eliputi bagian daratan, baik kering m aupun terendam air,
yang m asih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut,
dan perem besan air asin; sedangkan ke arah laut m eliputi bagian laut yang
m asih dipengaruhi oleh proses-proses alam i yang terjadi di darat seperti
sedim entasi dan aliran air tawar, m aupun yang disebabkan oleh kegiatan
m anusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencem aran (Soegiarto,
1976; Dahuri et al, 20 0 1). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nom or: KEP.10 / MEN/ 20 0 2 tentang Pedom an Um um
Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan
sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling
berinteraksi, dim ana ke arah laut 12 m il dari garis pantai untuk propinsi
dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk
kabupaten/ kota dan ke arah darat batas adm inistrasi kabupaten/ kota.

Kedua definisi wilayah pesisir tersebut di atas secara um um m em berikan


gam baran besar, betapa kom pleksitas aktivitas ekonom i dan ekologi
terjadi di wilayah ini. Kom pleksitas aktivitas ekonom i seperti perikanan,
pariwisata, pem ukim an, perhubungan, dan sebagainya m em berikan
tekanan yang cukup besar terhadap keberlanjutan ekologi wilayah pesisir
seperti ekosistem m angrove, padang lam un dan terum bu karang. Tekanan
yang dem ikian besar tersebut jika tidak dikelola secara baik akan
m enurunkan kualitas dan kuantitas sum berdaya yang terdapat di wilayah
pesisir.

Peranan pem erintah, swasta dan m asyarakat dalam hal ini m enjadi bagian
terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya m engelola sum berdaya
wilayah pesisir. Dewasa ini, pengelolaan wilayah pesisir terpadu
disinyallir terbukti m em berikan peluang pengelolaan yang cukup efektif
dalam rangka m enyeim bangkan antara pelestarian sum berdaya dan
pem anfaatan ekonom i sum berdaya tersebut. Nam un dem ikian, hal ini
tidak m enutup kem ungkinan akan adanya bentuk-bentuk pengelolaan lain
yang lebih aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable). Salah satu
bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang m em berikan jam inan

1 Makalah disam paikan pada Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu (ICZPM, Integrated Coastal Zone Planning Managem ent). Bogor, 15
Septem ber 20 0 4.
2 Peneliti Pusat Kajian Sum berdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor
(PKSPL-IPB)
2

efektifitas dalam pengim plem entasiannya adalah pengelolaan berbasis


m asyarakat (com m unity based m anagem ent).

2. PEN GERTIAN CBM/ PBM

Kom unitas/ m asyarakat m em iliki adat istiadat, nilai-nilai sosial m aupun


kebiasaan yang berbeda dari satu tem pat ke tem pat lainnya. Perbedaan
dalam hal-hal tersebut m enyebabkan terdapatnya perbedaan pula dalam
praktek-praktek pem anfaatan sum berdaya. Oleh karena itu, dalam proses
pengelolaan sum berdaya perlu m em perhatikan m asyarakat dan
kebudayaannya, baik sebagai bagian dari subjek m aupun objek
pengelolaan tersebut. Dengan m em perhatikan hal ini dan tentunya juga
kondisi fisik dan alam iah dari sum berdaya, proses pengelolaannya
diharapkan dapat m enjadi lebih padu, lancar dan efektif serta diterim a
oleh m asyarakat setem pat. Pernahkah kita berpikir bahwa kitalah orang
yang sangat tergantung pada kondisi alam di sekitar kita ? Pernahkah kita
berpikir bahwa kita sangat m em butuhkan air yang notabene sangat
tergantung pada keadaan hutan di sekitar kita ? Lalu bagaim ana keadaan
hutan di sekitar, pernahkah kita berpikir bahwa hutan tersebut adalah
m ilik kita, sehingga harus kita kelola agar terjaga kelestariannya ?
Pernahkah kita dilibatkan dalam proses perencanaan pengelolaan
sum berdaya alam di sekitar kita ?

Proses pengelolaan sum berdaya ada baiknya dilakukan dengan lebih


m em andang situasi dan kondisi lokal agar pendekatan pengelolaannya
dapat disesuaikan dengan kondisi lokal daerah yang akan dikelola.
Pandangan ini tam paknya relevan untuk dilaksanakan di Indonesia
dengan cara m em perhatikan kondisi m asyarakat dan kebudayaan serta
unsur-unsur fisik m asing-m asing wilayah yang m ungkin m em iliki
perbedaan disam ping kesam aan. Dengan dem ikian, strategi pengelolaan
pada m asing-m asing wilayah akan bervariasi sesuai dengan situasi
setem pat. Yang perlu diperhatikan adalah nilai-nilai dan norm a-norm a
yang dianut oleh suatu m asyarakat yang merupakan kearifan masyarakat
dalam pengelolaan sum berdaya alam dan lingkungan.

Segenap gam baran wacana tersebut di atas secara um um m em berikan


cerm in bagaim ana sebuah pengelolaan yang m elibatkan unsur m asyarakat
cukup penting untuk dikaji dan diujicobakan. Peran serta m asyarakat
dalam pengelolaan ini lebih dikenal dengan istilah pengelolaan berbasis
m asyarakat (PBM) atau com m unity based m anagem ent (CBM).

Menurut Carter (1996) Com m unity -Based Resource Managem ent


(CBRM) didefinisikan sebagai suatu strategi untuk m encapai
pem bangunan yang berpusat pada m anusia, dim ana pusat pengam bilan
keputusan m engenai pem anfaatan sum berdaya secara berkelanjutan di
suatu daerah terletak/ berada di tangan organisasi-organisasi dalam
m asyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam
sistem pengelolaan ini, m asyarakat diberikan kesem patan dan tanggung
jawab dalam m elakukan pengelolaan terhadap sum berdaya yang
3

dim ilikinya, dim ana m asyarakat sendiri yang m endefinisikan kebutuhan,


tujuan dan aspirasinya serta m asyarakat itu pula yang m em buat
keputusan dem i kesejahteraannya.

Definisi PBM berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Berbasis


Masyarakat (COREMAP-LIPI, 1997) adalah sistem pengelolaan
sum berdaya (terumbu karang) terpadu yang perum usan dan
perencanaannya dilakukan dengan pendekatan dari bawah (bottom up
approach) berdasarkan aspirasi m asyarakat dan dilaksanakan untuk
kepentingan m asyarakat.

Sedangkan Nikijuluw (20 0 2) mendefinisikan PBM sebagai suatu proses


pem berian wewenang, tanggung jawab dan kesem patan kepada
m asyarakat untuk m engelola sum berdayanya (dalam bukunya Nikijuluw
lebih m enitikberatkan pada pengelolaan perikanan) sendiri dengan
terlebih dahulu m endefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta
aspirasinya. Lebih lanjut Nikijuluw (20 0 2) m engem ukakan bahwa PBM
m enyangkut pula pem berian tanggung jawab kepada m asyarakat sehingga
m ereka dapat m engam bil keputusan yang pada akhirnya m enentukan dan
berpengaruh pada kesejahteraan hidup m ereka.

J adi, dapat disim pulkan bahwa pengelolaan yang berbasis m asyarakat


(PBM/ CBM) adalah suatu sistem pengelolaan sum berdaya alam di suatu
tem pat dim ana m asyarakat lokal di tem pat tersebut terlibat secara aktif
dalam proses pengelolaan sum berdaya alam yang terkandung didalam nya.
Pengelolaan di sini m eliputi berbagai dim ensi seperti perencanaan,
pelaksanaan, serta pem anfaatan hasil-hasilnya.

3. PERKEMBAN GAN D AN CON TOH -CON TOH BEN TU K


PEN GELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT D I
IN D ON ESIA

3 .1. Pe rke m ban gan Be n tu k Pe n ge lo laan Be rbas is Mas yarakat

Sejarah pengelolaan sum berdaya alam di wilayah pesisir berbasis


m asyarakat (Com m unity Based Managem ent, CBM) sebenarnya telah ada
sejak jam an dahulu, dim ana dim ana nenek m oyang m ulai m em anfaatkan
sum berdaya alam tersebut untuk m enunjang kehidupannya. Pengelolaan
sum berdaya alam pada waktu itu m asih bersifat lokal dan m asih
sederhana, dim ana struktur m asyarakat dan aktivitasnya m asih sederhana
dan juga belum banyak dicam puri oleh pihak luar. Proses-proses
pengelolaan m ulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan sam pai pada penerapan sanksi hukum , dilakukan secara
bersam a oleh m asyarakat.

Kem udian pada tahun 1996, Carter m ulai m engem bangkan konsep
pengelolaan sum berdaya alam wilayah pesisir berbasis m asyarakat
tersebut. Oleh Carter (1996) dikem ukakan bahwa konsep pengelolaan
wilayah pesisir berbasis m asyarakat m em iliki beberapa aspek positif yaitu;
(1) m am pu m endorong tim bulnya pem erataan dalam pengelolaan
4

sum berdaya alam ; (2) m am pu m erefleksikan kebutuhan-kebutuhan


m asyarakat lokal yang spesifik; (3) m am pu m eningkatkan m anfaat lokal
bagi seluruh anggota m asyarakat yang ada; (4) mam pu m eningkatkan
efisiensi secara ekonom is m aupun teknis; (5) responsif dan adaptif
terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal; (6) m am pu
m enum buhkan stabilitas dan kom itm en; serta (7) m asyarakat lokal
term otivasi untuk m engelola secara berkelanjutan.

Nam un dem ikian, dalam perkem bangannya konsep pengelolaan berbasis


m asyarakat (CBM) m engalam i perubahan dengan dikem bangkannya satu
konsep yang disebut “Co-Managem ent”. Dalam konsep “Co-
Managem ent” ini pengelolaan wilayah pesisir tidak hanya m elibatkan
unsur m asyarakat lokal saja tapi juga m elibatkan unsur pem erintah. Hal
tersebut dilakukan untuk m engurangi adanya tum pang tindih kepentingan
pem anfaatan di wilayah pesisir dan lautan.

Peluang pengelolaan sum berdaya alam berbasis m asyarakat di Indonesia


sangat besar m engingat di beberapa lokasi sesungguhnya sudah
ditem ukan praktek-praktek pengelolaan sum berdaya alam berbasis
m asyarakat, walaupun m asih m urni oleh m asyarakat, seperti di
Kepulauan Maluku, Sulawesi, Bali dan lain sebagainya. Perlu
ditegaskan bahwa dalam konsep Co-Managem ent, m asyarakat lokal
m erupakan salah satu kunci dari pengelolaan sum berdaya alam , sehingga
praktek-praktek pengelolaan sum berdaya alam yang m asih m urni oleh
m asyarakat (CBM) m enjadi em brio dari penerapan konsep Co-
Managem ent tersebut. Bahkan secara lebih tegas Gawell (1984)
dalam White et al (1994) m enyatakan bahwa tidak ada pengelolaan
sum berdaya alam yang berhasil (dalam studi Gawell adalah ekosistem
terum bu karang) tanpa m elibatkan m asyarakat lokal sebagai pengguna
(the users) dari sum berdaya alam tersebut.

Selanjutnya Pom eroy and William s (1994) m enyatakan bahwa penerapan


Co-Managem ent akan berbeda-beda dan tergantung pada kondisi
spesifik lokasi, m aka Co-m anagem ent hendaknya tidak dipandang sebagai
strategi tunggal untuk m enyelesaikan seluruh perm asalahan dari
pengelolaan perikanan/ sum berdaya. Tetapi lebih dipandang sebagai
alternatif pengelolaan yang sesuai untuk situasi dan lokasi tertentu.
Penerapan Co-m anagem ent yang baik dan sukses m em erlukan waktu,
biaya dan upaya bertahun-tahun.

Pom eroy dan William s (1994) m engem ukakan sem bilan kunci kesuksesan
dari m odel Co-Managem ent, yaitu (i) batas-batas wilayah yang jelas
terdefinisi, (ii) kejelasan keanggotaan, (iii) keterikatan dalam kelom pok,
(iv) m anfaat harus lebih besar dari biaya, (v) pengelolaan yang sederhana,
(vi) legalisasi dari pengelolaan, (vii) kerjasam a dan kepem im pinan dalam
m asyarakat, (viii) desentralisasi dan pendelegasian wewenang, serta (ix)
koordinasi antara pem erintah dengan m asyarakat.
5

Hal ini jelas m enunjukkan bahwa peran pem erintah dan m asyarakat
dalam pengelolaan sum berdaya seoptim al m ungkin harus seim bang,
terkoordinasi dan tersinkronisasi. Hal ini penting dilakukan m engingat
pem erintah m em punyai kewajiban untuk m em berikan pelayanan
terhadap m asyarakat, term asuk m endukung pengelolaan sum berdaya
dem i sebesar-besarnya kepentingan dan kesejahteraan m asyarakat. Di sisi
lain, m asyarakat juga m em punyai tanggung jawab dan turut berperanserta
untuk m enjaga kelestarian dan keberlanjutan sum berdaya.

3 .2 . Co n to h -Co n to h Be n tu k Pe n ge lo laan Be rbas is Mas yarakat

Indonesia m em punyai ragam budaya dan adat istiadat yang tersebar


seantero nusantara, dari sabang sam pai m erauke. Fenom ena kebhinekaan
tersebut m em berikan ragam bentuk pengelolaan sum berdaya, tetapi
tujuan utam a pengelolaannya relatif sam a, yaitu m engelola sum berdaya
dan m em bagi alokasi sum berdaya secara adil bagi para pem anfaat
sum berdaya tersebut sehingga terwujud keharm onisan pem anfaatan dan
kelestarian sum berdaya. Berikut ini disajikan beberapa bentuk
pengelolaan sum berdaya yang dewasa ini m asih ada, walaupun beberapa
bentuk diantaranya sudah jarang dim anfaatkan sebagai tradisi lokal di
wilayah tersebut.

( 1) PBM : Trad is i Lad an g Be rp in d ah

Misalnya, kebiasaan m enebang hutan untuk ladang berpindah yang


dilakukan oleh m asyarakat Bajo m erupakan salah satu contoh
kebiasaan yang jika dilakukan secara tidak terkendali dapat
berdam pak terhadap kerawanan dan kelangkaan hutan. Nam un,
sebenarnya jika ditelusuri, m asyarakat Bajo m enebang pohon
secara periodik dan berpindah yang dilakukan dengan m em bentuk
sirkular wilayah. Misalnya, daerah asal pem bukaan hutan ada di
wilayah A, kem udian secara berurut dilakukan di wilayah B,
kem udian wilayah C, selanjutnya wilayah D dan seterusnya sam pai
kem bali lagi ke wilayah A. Hal ini dilakukan dengan asum si bahwa
ladang di wilayah A ketika ditinggalkan ke wilayah B, wilayah C dan
seterusnya akan m engalam i pertum buhan alam i dan m em bentuk
hutan baru dengan kom posisi jenis hutan yang m ungkin sam a atau
m ungkin juga tidak. Sehingga ketika siklus perpindahan ladang
kem bali ke daerah A, daerah tersebut telah sedem ikian rupa berupa
hutan yang harus kem bali dibuka. Sehingga, secara alam i
sebenarnya m asyarakat Bajo untuk m em enuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara pem bukaan hutan dan ladang berpindah telah
m elakukan upaya internalisasi kerusakan lingkungan atau
pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan.

(2) PBM : Trad is i Sas i

Contoh lain dari pengelolaan sum berdaya alam dan lingkungan,


terutam a di wilayah pesisir dan laut adalah tradisi Sasi yang
6

dilakukan oleh sebagian m asyarakat pesisir di Propinsi Maluku.


Salah satunya yang terkenal adalah tradisi Sasi di Kecam atan
Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Sasi adalah suatu
kesepakatan tradisional tentang pem anfaatan sum berdaya alam
yang disusun oleh m asyarakat dan disahkan m elalui m ekanism e
struktural adat di suatu desa. Nikijuluw (1994) m engungkapkan
bahwa pelaksanaan Sasi di Desa Nolloth m isalnya, pada saat ini
berdasarkan atas Keputusan Desa tentang Peraturan Sasi Desa
Nolloth yang dikeluarkan pada tanggal 21 J anuari 1994 dan
disahkan oleh kepala desa dan kewang. Bersam aan dengan
keputusan tersebut, juga dikeluarkan aturan tentang sanksi
terhadap pelanggaran Sasi. Zona Sasi m eliputi seluas 125.0 0 0 m 2
pada pesisir pantai sepanjang 2,5 km , m ulai dari pantai Um isin
(batu berlubang) sam pai dengan pantai Waillessy (batas dengan
Desa Iham ahu). Sedangkan ke arah laut, zona ini m ulai dari surut
terendah sam pai kedalam an 25 m . Dengan dem ikian, sebuah zona
sasi m erupakan daerah terbatas bagi pem anfaatan sum berdaya
alam laut yang sepenuhnya diatur m elalui peraturan Sasi.

Seperti yang telah dikem ukakan di atas, Sasi m erupakan salah satu
institusi adat yang berisi kesepakatan-kesepakatan adat lengkap
dengan sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap adat tersebut.
Sebagai contoh, dalam ayat 2 pasal 1 Peraturan Sasi dikatakan
bahwa zona ini tertutup bagi anak negeri m aupun orang luar.
Kegiatan lain yang dilarang, yaitu m em anah ikan serta kegiatan
wisata bahari yang belum m endapat ijin dari kepala desa.

Secara alam iah, segenap peraturan yang terdapat pada sistem Sasi
disam paikan secara lisan dari generasi ke generasi. Berbeda
dengan beberapa sistem tradisional di tem pat lain, sistem Sasi di
Desa Nolloth sudah diakom odasi pelaksanaannya oleh pem erintah
form al m elalui legitim asi secara tertulis dan form al oleh
pem erintah desa pada tahun 1990 . Dengan dem ikian sejak saat itu
Sasi m enjadi suatu pranata yang form al di ada tingkat desa.

Sebagai layaknya sebuah peraturan, pada sistem Sasi juga diatur


tentang m ekanism e sangsi apabila terdapat pelanggaran-
pelanggaran dalam pelaksanaan Sasi. J ika terjadi pelanggaran Sasi,
m aka orang yang bersangkutan akan ditangkap dan akan dijatuhi
sanksi dengan cara m em bayar denda. Nikijuluw (1994)
m engidentifikasi bahwa jika seseorang m elakukan pem buangan
jaring atau kegiatan lain yang m engharuskan berenang dan
m enyelam , m aka orang tersebut didenda Rp.25.0 0 0 / orang; jika
m engam bil bia lola, batu laga, caping-caping, teripang, akar
bahar/ bunga karang, didenda Rp.7.50 0 / buah, batu, pasir dan
kerikil, dendanya m asing-m asing Rp.7.50 0 / buah, Rp.25.0 0 0 / buah,
Rp.2.50 0 / buah, Rp.1.0 0 0 / ekor, Rp.5.0 0 0 / pohon, Rp.5.0 0 0 / m 3 ,
Rp.7.50 0 / m 3 , dan Rp.10 .0 0 0 / m 3 , sedangkan jika menangkap ikan
dengan racun, m aka didenda sebesar Rp.10 0 .0 0 0 .
7

Sistem Sasi di Kabupaten Maluku Tengah ini pada dasarnya


dibentuk berdasarkan kesepakatan adat dan disam paikan secara
alam iah dari generasi ke generasi. Sistem Sasi ini kem udian
dilegitim asi oleh institusi form al, dalam hal ini pem erintah m elalui
institusi desa yang m em bawahi praktek-praktek Sasi tersebut.

(3) PBM : H u ku m Ad at Pan glim a Lao t ( Ku s u m as tan to e t a l,


20 0 4)

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam m em iliki hukum adat laut


yang berlaku secara turun tem urun dan hingga saat ini m asih
dipertahankan. Hukum adat laut ini dibuat dan dirancang pada
zam an Pem erintahan Sultan Iskandar Muda (160 7-1636). Hukum
adat laut di Nangroe Aceh Darussalam dikenal dengan istilah
Pan glim a Lao t.

Menurut Peraturan Daerah (Perda) Nanggroe Aceh Darussalam


Pasal 1 ayat 14 Nom or 7 Tahun 20 0 0 , Panglim a Laot didefinisikan
sebagai orang yang m em im pin adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut, term asuk
m engatur tem pat atau wilayah penangkapan ikan dan penyelesaian
sengketa.

Fungsi dan Tugas Panglim a Laot :

(i) Mem bantu pem erintah dalam pem bangunan perikanan dan
pelestarian adat istiadat dalam m asyarakat nelayan

(ii) Mem elihara dan m engawasi ketentuan hukum adat laut

(iii) Mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut

(iv) Menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang terjadi antar


sesam a anggota nelayan atau kelom poknya

(v) Mengurus dan m enyelenggarakan upacara adat laut

(vi) Menjaga dan m engawasi hutan bakau dan pohon-pohon lain


di tepi pantai agar jangan ditebang karena ikan akan
m enjauh ke tengah laut

(vii) Merupakan badan penghubung antara nelayan dengan


pem erintah dan panglim a laut.

Adapun ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum adat laut


adalah :

(i) Ketentuan tata cara penangkapan ikan dan sistem bagi hasil
8

(ii) Ketentuan tentang penyelesaian sengketa antar nelayan


dalam penangkapan ikan

(iii) Pantangan turun ke laut

(iv) Ketentuan tentang adat sosial

(v) Ketentuan adat tentang pem eliharaan lingkungan

Perda ini secara tegas m engam anatkan bahwa Panglim a Laot


adalah lem baga yang berwenang m engelola sum berdaya perikanan
yang terdapat di wilayah perairan Lhok (teluk).

(4 ) PBM : Trad is i Aw ig -a w ig di Nusa Pe n id a Bali


( Ku s u m as tan to e t a l, 2 0 0 4 )

Aturan pengelolaan sum berdaya perikanan pantai yang ada di Nusa


Penida, Provinsi Bali disebut dengan aw ig-aw ig. Aw ig-aw ig
tersebut m erupakan aturan turun tem urun yang tertulis dalam
tulisan Kawi atau J awa Kuno pada daun lontar, kem udian
diterjem ahkan ke dalam tulisan latin dengan m enggunakan Bahasa
Bali pada Tahun 1982 m enjadi 8 (delapan) bab dan 92 pasal.

Peraturan pem anfaatan dan pengelolaan pantai yang saat ini


berlaku di J ungut Batu m erupakan im plem entasi dari peraturan
form al, yaitu Undang-Undang Nom or 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Isi
dari aturan yang m enyangkut pengelolaan sum berdaya perikanan
pantai ditetapkan oleh pem erintah desa, perangkat adat, dan tokoh-
tokoh agam a atau adat sebagai berikut :

(i) Masyarakat Adat Desa J ungut Batu dilarang m engambil dan


m em anfaatkan kayu bakau untuk kepentingan apapun

(ii) Masyarakat Adat Desa J ungut Batu tidak diperkenankan


m engam bil batu karang karena dapat m erusak ekosistem
yang m enyebabkan abrasi pantai dan m erusak keindahan

(iii) Untuk kebutuhan pem bangunan rum ah tinggal,


pengam bilan pasir pantai dialokasikan di daerah tertentu di
desa adat dengan sepengetahuan kepala adat

( 5) PBM : Ke s e p akatan Aw ig -a w ig di Lo m bo k Barat


( Ku s u m as tan to e t a l, 2 0 0 4 )

Masyarakat Lom bok Barat telah m engenal aturan yang berkaitan


dengan kegiatan pengelolaan sum berdaya perikanan laut sejak
Islam waktu telu. Hal tersebut tercerm in dengan adanya kebiasaan
adat istiadat yang disebut upacara adat saw en. Saw en adalah
Bahasa Suku Sasak yang berarti tanda, isyarat atau larangan.
9

Dengan dem ikian, setiap wilayah laut yang di saw en sum berdaya
ikan lautnya tidak boleh ditangkap, sehingga saw en diartikan
sebagai larangan untuk m elakukan kegiatan penangkapan ikan di
suatu zona dalam waktu yang sudah ditetapkan m elalui
kesepakatan m asyarakat lokal.

Tujuan dilaksanakannya upacara adat saw en adalah agar ikan-ikan


m enjadi jinak sehingga akan tercapai hasil yang optim al. Aturan
adat saw en dalam pengelolaan sum berdaya perikanan m erupakan
kebiasaan yang berlaku secara turun tem urun dan tidak tertulis,
nam un m asyarakat setem pat sangat m em atuhi aturan tersebut.

Sem entara itu, seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang


Nom or 22 Tahun 1999 tentang Pem erintahan Daerah, m aka
m asyarakat Lom bok Barat bagian Utara m elakukan rekonstruksi
dan revitalisasi aturan lokal (saw en) yang hilang. Adanya
penguatan aturan lokal ini dipengaruhi oleh m asalah pokok, yaitu
konflik dalam kegiatan pem anfaatan sum berdaya perikanan laut.
Adapun konflik itu sendiri dipengaruhi oleh kerusakan lingkungan
(ekologi), pertam bahan penduduk (dem ografi), lapangan pekerjaan
yang m akin sedikit, lingkungan politik legal, perubahan teknologi
dan perubahan tingkat kom ersialisasi.

Wilayah yang diatur oleh aw ig-aw ig sejauh tiga m il dari garis


pantai dan bersifat eksklusif, karena setiap kegiatan yang
m em anfaatkan sum berdaya perikanan laut harus sesuai dengan
aturan yang berlaku dan alat tangkap yang dipergunakan adalah
alat tangkap tradisional. Sedangkan lem baga yang disepakati oleh
m asyarakat untuk m enyelenggarakan aw ig-aw ig dalam
pengelolaan sum berdaya perikanan laut di Lom bok Barat bagian
Utara adalah Lem baga Musyawarah Nelayan Lom bok Utara
(LMNLU) sesuai dengan Surat Keputusan LMNLU Nom or
0 6/ LMNLU/ V/ 20 0 0 dengan susunan pengurus yang terdiri dari
ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi yaitu
keam anan laut, kebersihan pantai, kesejahteraan sosial, serta
konservasi dan rehabilitasi.

(6) PBM : Ke s e p akatan Aw ig -a w ig di Lo m bo k Tim u r


( Ku s u m as tan to e t a l, 2 0 0 4 )

Di Kabupaten Lombok Tim ur juga dikenal aw ig-aw ig dalam


pengelolaan sum berdaya perikanan laut berdasarkan Hukum Adat
Lem baga Masyarakat Desa (LMD), tepatnya berlaku di Desa
Tanjung Luar, Kecam atan Keruak, Kabupaten Lom bok Tim ur.
Pada Tanggal 14 Novem ber 1994 lem baga desa ini telah
m engeluarkan peraturan adat secara tertulis yang dituangkan
dalam Keputusan Desa Nom or : 0 4/ LMD/ 1994. Peraturan tersebut
m engatur tentang :
10

(i) Batas dan jalur penangkapan ikan di Perairan Tanjung Luar.

(ii) Sanksi terhadap pelanggaran batas dan jalur penangkapan


ikan di Perairan Tanjung Luar.

Dasar pertim bangan dikeluarkan keputusan desa tersebut adalah :

(i) Dem i keam anan, ketertiban dan kenyam anan para nelayan
dalam m enangkap ikan di Perairan Tanjung Luar.

(ii) Sering terjadi pertikaian dan perkelahian di laut antara


sesam a nelayan tradisional, akibat kurang jelasnya
pem batasan jalur antara nelayan yang setingkat lebih
m odern.

Keputusan desa tersebut dikenal dengan nam a Aw ig-aw ig


Pengaturan J alur-jalur Penangkapan Ikan bagi Nelayan atau
Aw ig -a w ig Jalu r Lau t. Adapun keputusan ini m engatur tentang
adanya 4 (em pat) jalur penangkapan ikan bagi para nelayan
tradisional yang m elakukan kegiatan penangkapan ikan di laut.
Penentuan jalur ini m erupakan im plem entasi dari peraturan form al
yang telah ditetapkan pada Keputusan Menteri Pertanian Nom or
60 7/ KPTS/ UM/ 1976 tentang J alur-J alur Penangkapan Ikan, yaitu:

(i) J alur penangkapan I adalah perairan selebar 3 m il laut.

(ii) J alur penangkapan II adalah perairan selebar 3-6 m il laut.

(iii) J alur penangkapan III adalah perairan selebar 6-12 m il laut.

(iv) J alur penangkapan IV adalah perairan selebar 12 m il.

Hukum adat Aw ig-Aw ig di Desa Tanjung Luar, Kecam atan Keruak,


Kabupaten Lom bok Tim ur ini kurang dipatuhi oleh m asyarakat
lokal, dikarenakan kurang dilibatkannya m asyarakat dalam sistem
kelem bagaannya.

( 7) PBM : H ak U layat Lau t d i Pu lau Para, Su law e s i U tara


( Ku s u m as tan to e t a l, 2 0 0 4 )

Nelayan Para m engenal tiga jenis wilayah, yaitu : (1) wilayah


perairan ny are (saghe); (2) wilayah perairan inahe; dan (3) wilayah
perairan elie. Saghe adalah wilayah laut dari terum bu karang, inahe
adalah wilayah perairan yang m enjadi batas antara perairan saghe
dengan elie, sedangkan elie adalah wilayah perairan laut dalam .
Ketiga jenis wilayah penangkapan ini bukanlah batas wilayah
perairan yang dim iliki oleh nelayan Para, tetapi m erupakan wilayah
penangkapan ikan bagi nelayan Para.
11

Selam a ini pelaksanaan hak ulayat laut di Pulau Para tidak


m enim bulkan konflik dan berjalan dengan baik, karena :

(i) Adanya kepercayaan tradisional terhadap ikan layang


dianggap sebagai ikan yang dipelihara oleh arwah leluhur
nelayan Pulau Para, dan hanya boleh ditangkap dengan alat
tangkap seke dan pukat lingkar. Kepercayaan ini didukung
oleh adanya m itos bahwa tem pat penangkapan ikan
dianggap sebagai tempat keram at.

(ii) Seke yang m erupakan alat tangkap ikan layang dianggap


sebagai sim bol persatuan m asyarakat Pulau Para. Oleh
karena itu m erupakan suatu kewajiban untuk m enjadi
anggota seke agar m asyarakatnya dapat bersatu.

(iii) Desa m asih berperan dom inan dalam m enegakkan


pelaksanaan hak ulayat laut di Pulau Para. Kepala desa akan
m elibatkan tokoh m asyarakat dan elit desa serta pengurus
organisasi seke dalam m elakukan penjadwalan
pengoperasian seke, pem otongan sebagian hasil tangkapan
untuk kepentingan um um , pengawasan terhadap
pelanggaran di tem pat penangkapan ikan dan pem berian
izin untuk sekelom pok nelayan yang akan m engoperasikan
seke.

Pengaturan jadwal penangkapan, potongan, pengawasan dan


pem berian izin yang disepakati dalam organisasi seke selaku
lem baga yang dibentuk berdasarkan kesepakatan spontan nelayan
ini m enunjukkan adanya upaya pengelolaan sum berdaya ikan laut
yang berkelanjutan.

(8 ) PBM : H ak U layat Lau t d i En d o kis i Kabu p ate n Jayap u ra


( Ku s u m as tan to e t a l, 2 0 0 4 )

Endokisi adalah sebuah desa pantai yang berada di Teluk Tanah


Merah, yang secara adm inistratif m asuk wilayah Kecam atan Dem ta,
Kabupaten J ayapura. Mata pencaharian penduduk Endokisi pada
m ulanya sebagai petani tetapi kem udian banyak yang beralih
m enjadi nelayan. Kepem im pinan di Desa Endokisi bertum pu pada
“tiga tungku” yaitu pem erintah, pem im pin tradisional dan gereja
yang m enyatu dalam dewan adat dan dibentuk tahun 1986. Tugas
Dewan Adat adalah m enyelesaikan perm asalahan yang ada
kaitannya dengan m asalah adat.

Wilayah perairan di Endokisi digolongkan m enjadi dua, yaitu


perairan dangkal (kedalam an lebih kurang 10 0 m eter) dan perairan
dalam . Wilayah perairan ini dim iliki oleh em pat suku. Batas
wilayah antara suku ditentukan oleh batu karang di tengah laut dan
oleh tanjung di tepi laut serta tanda-tanda alam lainnya. Walaupun
ada batas-batas wilayah hak ulayat laut yang dim iliki oleh suku-
12

suku dalam m elakukan kegiatan penangkapan ikan


m em pergunakan panah dan tom bak, nam un orang di luar suku
pem ilik wilayah laut boleh m enangkap ikan secara bebas.

Dengan dikenalnya alat tangkap jaring dan sero apung yang dapat
m engeksploitasi sum berdaya secara lebih besar, m enim bulkan
kesadaran para pem egang hak ulayat laut untuk m em berlakukan
aturan yang m engharuskan pem ilik sero atau jaring yang akan
m engoperasikan alat tangkapnya di wilayah suku lain untuk
m em inta izin kepada Kepala Suku yang bersangkutan m elalui
Dewan Adat. Keputusan Dewan Adat itulah yang m erupakan
sum ber legalitas dari pelaksanaan hak ulayat laut disam ping
legenda tentang sejarah desa sebagai sum ber legalitas pem ilikan
wilayah laut.

Perubahan teknologi dalam kegiatan penangkapan ikan sangat


berpengaruh terhadap pelaksanaan hak ulayat laut. Hal tersebut
disebabkan oleh kekhawatiran m asyarakat terhadap kelangsungan
sum berdaya di wilayah pem ilik hak ulayat laut terutam a terhadap
tingkat eksploitasi sero dan jaring yang dianggap lebih tinggi.
Perm ohonan dan pem berian izin tidak dilakukan dalam bentuk
tertulis dan tidak didasarkan pada perhitungan m ateri. Nam un
dem ikian, pem ilik alat tangkap akan m enyerahkan sebagian uang
dari hasil penjualan ikan kepada Dewan Adat.

Sanksi oleh Dewan Adat hanya diberikan kepada para nelayan yang
m engoperasikan jaring atau sero apung atau alat tangkap lain yang
dianggap m em iliki tingkat eksploitasi yang tinggi di wilayah lain
tanpa izin. Di Desa Endokisi dikenal em pat tingkatan sanksi, yaitu
(1) teguran, (2) tobu (disuruh m encari kelapa), (3) disuruh
m enangkap babi, dan (4) Hukum an m ati. Hukum an m ati sejak
m asuknya Injil tidak diberlakukan lagi. Pada saat ini sanksi
terhadap pelanggaran hak ulayat laut hanya berupa denda saja.

Pengaturan jum lah alat tangkap yang boleh dioperasikan di


perairan laut Desa Endokisi diberikan oleh Dewan Adat dapat
m enjam in kelestarian sum berdaya ikan di sekitar wilayah
perairannya yang m erupakan salah satu tujuan pengelolaan
sum berdaya ikan.

Kedelapan contoh bentuk-bentuk pengelolaan seperti diuraikan secara


singkat tersebut di atas m enunjukkan bahwa PBM telah berlaku cukup
lam a di Indonesia. Kesepakatan-kesepakatan lokal seperti dikem ukakan
pada setiap bentuk pengelolaan m enunjukkan bahwa m asyarakat m em iliki
nilai-nilai konservatif terhadap keberadaan sum berdaya alam di
sekitarnya.
13

4. REKAYASA IMPLEMEN TASI KEGIATAN PEN GELOLAAN


BERBASIS MASYARAKAT

Pengelolaan berbasis m asyarakat m erupakan alternatif pengelolaan yang


diharapkan m am pu m enjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah
berdasarkan karakteristik sum berdaya alam dan sum berdaya m anusia di
wilayah tersebut. Dalam hal ini, suatu komunitas m em punyai hak untuk
dilibatkan atau bahkan m em punyai kewenangan secara langsung untuk
m em buat sebuah perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan
dengan kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas
m asyarakat di sekitarnya. Pola perencanaan pengelolaan seperti ini sering
dikenal dengan sebutan participatory m anagem ent planning, dim ana
pola pendekatan perencanaan dari bawah yang disinkronkan dengan pola
pendekatan perencanaan dari atas m enjadi sinergi diim plem entasikan.
Dalam hal ini prinsip-prinsip pem berdayaan m asyarakat m enjadi hal
krusial yang harus dijadikan dasar im plem entasi sebuah pengelolaan
berbasis m asyarakat.

COREMAP-LIPI (1997) juga m enyebutkan bahwa tujuan um um program


pengelolaan berbasis m asyarakat adalah m em berdayakan m asyarakat agar
dapat berperanserta secara aktif dan terlibat langsung dalam pengelolaan
sum berdaya alam lokal untuk m enjam in dan m enjaga kelestarian
pem anfaatan sum berdaya tersebut dan dengan dem ikian dapat menjam in
adanya pem bangunan yang berkesinam bungan di wilayah bersangkutan.
Sedangkan tujuan khusus program PBM adalah (i) m eningkatkan
kesadaran m asyarakat m engenai pentingnya pengelolaan sum berdaya
alam secara lestari; (ii) m eningkatkan kem am puan m asyarakat untuk
berperan serta dalam pengem bangan rencana pengelolaan sum berdaya
terpadu yang sudah disetujui bersam a; (iii) m em bantu m asyarakat
setem pat m em ilih dan m engem bangkan aktivitas ekonom i alternatif yang
lebih sustain dan m em berikan benefit yang m inim al sam a dengan
aktivitas ekonom i yang dilakukan sebelum nya; (iv) m em berikan pelatihan
m engenai sistem pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan berbasis
m asyarakat; serta (v) m em bekali m asyarakat setem pat dengan
keteram pilan dasar dan praktis dalam berusaha.

Tujuan program yang dikem ukakan COREMAP-LIPI (1997) di atas dinilai


sejalan dengan pem ikiran McAllister (1999) yang dikem ukakannya yaitu
bahwa di dalam penelitian secara partisipatif untuk kegiatan pengelolaan
sum berdaya alam berbasis m asyarakat seringkali terokus pada
pengem bangan, transform asi atau penguatan kelem bagaan m asyarakat,
sehingga proses identifikasi kelem bagaan lokal yang ada dan
m enganalisisnya untuk m engetahui sejauh m ana kelem bagaan tersebut
berhubungan dengan upaya pengelolaan sum berdaya alam . Pengkajian
kelem bagaan lokal ini harus didasarkan pada pertanyaan m endasar
tentang pengelolaan sum berdaya alam berbasis m asyarakat, seperti
apakah kelem bagaan lokal tersebut sejalan dengan tujuan dari partisipasi
lokal, pem buatan keputusan yang dem okratis, m enjunjung tinggi
persam aan dan m empunyai peran dan kepem ilikan yang seim bang serta
14

m enganut konsep keberlanjutan sum berdaya (konservatif). J ika


pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak lengkap terjawab, m aka perlu
dilakukan upaya untuk m em buat kesepakatan baru secara bersam a yang
bersifat melem baga dan atau m entransform asi kesepakatan lokal yang
telah ada.

Sesuai dengan petunjuk teknis pengelolaan berbasis m asyarakat (PBM)


yang diacu COREMAP (dim odifikasi), terdapat 10 langkah kegiatan dalam
im plem entasi PBM, yaitu:

( 1) Pe rs iap an

Dalam persiapan ini terdapat tiga kegiatan kunci yang harus


dilaksanakan, yaitu (i) sosialisasi rencana kegiatan dengan
m asyarakat dan kelem bagaan lokal yang ada, (ii)
pem ilihan/ pengangkatan m otivator (key person) desa, dan (iii)
penguatan kelom pok kerja yang telah ada/ pem bentukan kelom pok
kerja baru.

(2) Pe re n can aan

Dalam m elakukan perencanaan pengelolaan berbasis m asyarakat


ini terdapat tujuh cirri perencanaan yang dinilai akan efektif, yaitu
(i) proses perencanaannya berasal dari dalam dan bukan dim ulai
dari luar, (ii) m erupakan perencanaan partisipatif, term asuk
keikutsertaan m asyarakat lokal, (iii) berorientasi pada tindakan
(aksi) berdasarkan tingkat kesiapannya, (iv) m em iliki tujuan dan
luaran yang jelas, (v) m em iliki kerangka kerja yang fleksibel bagi
pengam balian keputusan, (vi) bersifat terpadu, dan (vii) m eliputi
proses-proses untuk pem antauan dan evaluasi.

(3) Pe rs iap an So s ial

Untuk m endapatkan dukungan dan partisipasi m asyarakat secara


penuh, m aka m asyarakat harus dipersiapkan secara sosial agar
dapat (i) m engutarakan aspirasi serta pengetahuan tradisional dan
kearifannya dalam m enangani isu-isu lokal yang m erupakan
aturan-aturan yang harus dipatuhi, (ii) m engetahui keuntungan
dan kerugian yang akan didapat dari setiap pilihan intervensi yang
diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk
m enanggulangi m asalah-m asalah yang dihadapi, dan (iii)
berperanserta dalam perencanaan dan pengim plem entasian
rencana tersebut.

(4 ) Pe n yad aran Mas yarakat

Dalam rangka m enyadarkan m asyarakat, terdapat tiga kunci


penyadaran m asyarakat dalam PBM, yaitu (i) penyadaran tentang
nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan m anfaat pengelolaan
secara lestari, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan (iii)
15

penyadaran tentang potensi ekonom i lokal yang mem ungkinkan


untuk dikem bangkan.

( 5) An alis is Ke bu tu h a n

Untuk m elakukan analisis kebutuhan terdapat tujuh langkah


pelaksanaannya, yaitu: (i) PRA dengan m elibatkan m asyarakat
lokal, (ii) identifikasi situasi yang dihadapi di lokasi proyek, (iii)
analisis kekuatan, kelem ahan, peluang dan ancam an, (iv)
identifikasi m asalah-m asalah yang m em erlukan tindak lanjut, (v)
identifikasi pem anfaatan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di
m asa depan, (vi) identifikasi kendala-kendala yang dapat
m enghalangi im plementasi yang efektif dari rencana-rencana
tersebut, dan (vii) identifikasi strategi yang diperlukan untuk
m encapai tujuan kegitan.

(6) Pe latih an Ke te ram p ilan D as ar

Dalam pelaksanaan pelatihan keteram pilan dasar terdapat delapan


kegiatan pokok yang harus dilaksanakan, yaitu (i) pelatihan
m engenai perencanaan pengelolaan sum berdaya, (ii) keteram pilan
tentang dasar-dasar m anajem en keuangan, (iii) keteram pilan
tentang tata buku dan audit, (iv) pelatihan teknis yang berkaitan
dengan usaha m ikro dan prasarana, (v) peranserta m asyarakat
dalam pem antauan dan pengawasan, (vi) pelatihan dasar tentang
pengam atan sum berdaya, (vii) pelatihan pem antauan kondisi sosial
ekonom i dan ekologi, dan (viii) orientasi m engenai pengawasan dan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
pelestarian sum berdaya.

( 7) Pe n yu s u n an Re n can a Pe n ge lo laan Su m be rd aya Te rp ad u


D an Be rke lan ju tan

Terdapat lim a langkah penyusunan rencana pengelolaan


sum berdaya terpadu dan berkelanjutan, yaitu: (i) m engkaji
perm asalahan, strategi dan kendala yang akan dihadapi dalam
pelaksanaan pengelolaan sum berdaya, (ii) menentukan sasaran dan
tujuan penyusunan rencana pengelolaan, (iii) m em bantu
pelaksanaan pem etaan oleh m asyarakat, (iv) m engidentifikasi hak
guna atas sum berdaya yang ada, dan (v) m elibatkan m asyarakat
dalam proses perencanaan serta dalam pem antauan pelaksanaan
rencana tersebut.

(8 ) Pe n ge m ban gan Eko n o m i Lo kal

Dalam proses ini terdapat lim a langkah pengem bangan, yaitu (i)
m enentukan jenis-jenis usaha yang akan dikem bangkan, (ii)
m elengkapi studi kelayakan m asing-m asing pilihan, khususnya
dengan penelitian pasar, (iii) m em berdayakan/ m em bentuk
kelom pok ekonom i m ikro, (iv) m em berikan pelatihan teknis dan
16

m anajem en usaha, dan (v) m engusahakan pem biayan bagi usaha-


usaha pilihan m elalui penyediaan dana awal, peningkatan akses ke
berbagai sum ber dana dan m engkaji kem ungkinan pengem bangan
koperasi.

(9) Pe n ge m ban gan Fas ilitas So s ial

Terdapat dua kegiatan pokok dalam pengem bangan fasilitas sosial


ini, yaitu: (i) m elakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan
prasarana yang dibutuhkan untuk m em bantu pengem bangan
ekonom i lokal, penyusunan rencana pengelolaan dan pelaksanaan
pengelolaan berbasis m asyarakat, serta (ii) m eningkatkan
kem am puan (keteram pilan) lem baga-lem baga desa yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah
penyelam atan sum berdaya dan pem bangunan prasarana.

( 10 ) Pe n d an aa n

Pendanaan m erupakan bagian terpenting dalam proses


im plem entasi PBM. Oleh karena itu, peran pem erintah selaku
penyedia pelayanan diharapkan dapat m em berikan alternatif
pem biayaan sebagai dana awal perencanaan dan im plem entasi
PBM. Nam un dem ikian, dana swadaya m asyarakat diharapkan
dapat m enjadi tum puan pelaksanaan PBM selanjutnya terlebih
bilam ana kegiatan ekonom i lokal telah m em berikan m anfaat bagi
m asyarakat setem pat.

Kesepuluh proses im plem entasi PBM tersebut di atas tidak bersifat


absolut, tetapi dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah,
sum berdaya dan m asyarakat setem pat, terlebih bilam ana di wilayah
tersebut telah terdapat kelem bagaan lokal yang m em berikan peran positif
bagi pengelolaan sum berdaya dan pem bangunan ekonom i m asyarakat
sekitarnya.

5. BAH AN BACAAN

Carter, J .A. 1996. Introductory Course on Integrated Coastal Zone


Managem ent (Training Manual). Pusat Penelitian Sum berdaya
Alam dan Lingkungan Universitas Sum atera Utara, Medan dan
Pusat Penelitian Sum berdaya Manusia dan Lingkungan Universitas
Indonesia, J akarta; Dalhousie University, Environm ental Studies
Centres Developm ent in Indonesia Project.
COREMAP-LIPI. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Berbasis
Masyarakat. Dokum en buah kerjasam a antara Lem baga Ilm u
Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengem bangan
Oseanologi, Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terum bu Karang
dan PT. ECOLINK UTAMA. 19 hal.
COREMAP-LIPI. 1997. Petunjuk Teknis Pengelolaan Berbasis
Masyarakat. Dokum en buah kerjasam a antara Lem baga Ilm u
Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengem bangan
17

Oseanologi, Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terum bu Karang


dan PT. ECOLINK UTAMA. 30 hal.
Dahuri, R. Rais, J ., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J . 20 0 1. Pengelolaan
Sum berdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Cetakan
Kedua : ISBN 979-40 8-381-X. PT. PRADNYA PARAMITA, J akarta.
328 hal.
Departem en Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia [DKP-RI].
20 0 2. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nom or: KEP.
10 / MEN/ 20 0 2 tentang Pedom an Um um Perencanaan Pengelolaan
Pesisir Terpadu. Diperbanyak oleh Dinas Perikanan dan Kelautan
Propinsi J awa Tengah. 51 hal.
Kusum astanto, T. Aziz, K.A., Boer, M., Purbayanto, A., Kurnia, R.,
Yulianto, G., Eidm an, E., Wahyudin, Y, Vitner, Y. dan Solihin, A.
20 0 4. Kebijakan Pengelolaan Sum berdaya Perikanan Indonesia.
Kerjasam a Direktorat J enderal Perikanan Tangkap Departem en
Kelautan dan Perikanan dan Pusat Kajian Sum berdaya Pesisir dan
Lautan Institut Pertanian Bogor.
Kusum astanto, T. Koeshendrajana, S., Haridijatno, dan Wahyudin, Y.
1999. Penyusunan Konsep Pengelolaan Sum erdaya Pesisir yang
Berbasis Masyarakat (PBM) di Propinsi Lam pung. Laporan Akhir,
Kerjasam a Direktorat J enderal Pem bangunan Daerah Departem en
Dalam Negeri dan Pusat Kajian Sum berdaya Pesisir dan Lautan
Institut Pertanian Bogor. 79 hal.
McAllister, Karen. 1999. Understanding Participation: Monitoring and
Evaluating Process, Output and Outcom es. International
Developm ent Research Center [IDRC], Coastal Based Natural
Resources Managem ent [CBNRM], Canada. 51p (p:10 ).
Nikijuluw, V.P.H. 1994. Sasi sebagai Suatu Pengelolaan Sum berday a
Berdasarkan Kom unitas (PSBK) di Pulau Saparua, Maluku.
J urnal Penelitian Perikanan Laut, 93:79-92.
Pom eroy, R.S. and M.J . Williams. 1994. Fisheries Co-m anagem ent and
Sm all-scale Fisheries : A Policy Brief. ICLRAM, Manila. 15 p.
Soegiarto. 1976. Pedom an Um um Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lem baga
Oseanologi Nasional, J akarta.
White, A.T., L.Z. Hale, Y. Renard, and L. Cortesi. 1994. Collaborative and
Com m unity Based Managem ent of Coral Reefs : Lessons from
Experience. Kum arian Press, Inc., USA. 130 p.

Anda mungkin juga menyukai