Anda di halaman 1dari 10

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

RAPAT KERJA NASIONAL


APPSI TAHUN 2022

Senin, 09 Mei 2022

GUBERNUR RIAU WAKIL GUBERNUR


SYAMSUAR EDY NASUTION

USULAN DANA BAGI HASIL LAINNYA SEBAGAIMANA YANG DIATUR DALAM PASAL 123 UNDANG UNDDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN
PEMERINTAHAN DAERAH AGAR DAPAT DIAKOMODIR DALAM PERATURAN PEMERINTAH

Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 123 ayat (1) bahwa selain Dana Bagi Hasil (DBH yang tertuang dalam
pasal 111 ayat (1) bahwa pemerintah dapat menetapkan DBH lainnya selain DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam,
1. Berdasarkan pasal 123 ayat (1) maka diusulkan DBH lainnya disektor :

a. Perkebunan yang belum diatur yaitu produk perkebunan sawit, kelapa, pinang, sagu, kopi,
kakao, karet, cengkeh, dan produk lainnya yang termasuk dalam komoditi eksport serta DBH
dari pungutan industri hilir perkebunan.
b. Sektor Pertambangan yang belum diatur yaitu produk hilir pertambangan seperti gasifikasi
batu bara dan produk lainnya.
c. Sektor Kehutanan yang belum diatur antara lain ijin pinjam pakai kawasan dan pelanggaran
administrasi
2. Hasil inventarisasi pemerintah daerah DBH lainnya yang bersumber dari penerimaan Negara yang sesuai dengan pasal 123 ayat
(2) Undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah meliputi:
a. Perkebunan sawit yang menghasilkan bahan baku industri yang telah masuk dalam sistem produksi dan tata niaga meliputi
produk CPO, Kernel, PKO, Fiber, Cangkang, POME, Bungkil, yang merupakan bahan baku industri.
b. Perkebunan Kakao, Kelapa, Pinang, sagu, Kopi, Lada, Karet, Cngkeh, Pala yang telah masuk dalam sistem tata niaga
internasional.
c. Sektor Energi Sumber Daya Mineral meliputi :
- Penetapan tarif royalty Batu Bara bagi perusahaan PKP2B/IUP sebesar 16 persen agar dinaikan menjadi 25 persen,
penetapan 16 persen telah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Sedangkan untuk pungutan IUP ditetapkan berdasarkan
kalori.
- Penetapan tarif gasifikasi Batu Bara agar dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah.

a. Sektor Kehutanan
meliputi :
(1) Ijin Penggunaan kawasan hutan (PNBP) ;
(2) Perijinan berusaha Pemanfaatan Hutan, 1,5 juta Ha (penyesuaian tarif harga patokan akasia dari harga 140.000 per
ton menjadi 375.000 per ton sesuai harga pasar) Kondisi existing penetapan PSDH berdsarkan 6% dari harga patokan;
(3) Keterlanjuran perkebunan sawit dalam kawasan hutan bagi perusahaan swasta, 1,8 juta Ha Penerimaan sanksi
admnitrasi dan PNBP ada bagi hasil bagi daerah Provinsi dan Kab/kota;
(4) peningkatan Dana Reboisasi yang saat ini ditetapkan untuk daerah sebesar 40 persen, seyogianya Dana Reboisasi
dapat dipergunakan untu pemulihan ekosistem hutan tetapi hanya diberikan sebesar 40 persen. Usulan untuk
pembagian dana Reboisasi adal 90 persen untu pemerintah daerah.

a. Sektor Perikanan perlu penyempurnaan sistem tata kelola pembagian DBH, beberapa objek pungutan
belum ditetapkan sebagaimana mestinya;
b. Sektor perhubungan meliputi pungutan pelabuhan udara yang selama ini dipungut oleh PT. Angkasa
Pura, Pelabuhan Laut dan dermaga lainnya yang dipungut oleh PT. Pelabuhan Indonesia sebagai BUMN
1. Aktifitas ekonomi pengelolaan Sumber Daya Alam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, perubahan ekosistem,
kebutuhan infrastruktur wilayah, transformasi social budaya masyarakat, sehingga pemerintah daerah sangat bertanggung jawab terhadap
keberlanjutan produksi sebagai sumber konomi, keberlanjutan ekosistem, keberlanjutan aktifitas arus barang dan jasa, peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, serta membuka lapangan kerja baru.

Neraca nilai ekonomi dan pungutan dari hasil barang sumber daya alam yang dihasilkan daerah tidak seimbang dengan penerimaan
daerah untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi, perbaikan ekosistem, dan pembangunan sumber daya manusia, serta
penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur jalan, listrik, dan pengembangan hilirisasi barang sumber daya alam

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 123 ayat (3) bahwa pemerintah daerah akan menggunaan DBH Lainnya untuk mendanai hal-hal
sebagai berikut:

a. Mengembangkan produk-produk hilirisasi barang sumber daya alam untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi baru, membuka
lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing produk dalam pasar nasional dan internasional.

b. Peningkatan dan pemeliharaan infrastruktur jalan yang sebagai jalur ekonomi barang dan jasa barang sumber daya alam, yang saat
ini belum ada kontribusi dari pengguaan jalan angkutan batu bara, kelapa sawit, dan produk-produk sumber daya alam lainnya.
c. Pemulihan ekosistem wilayah yang saat ini telah terjadi degradasi seperti deforestasi, reklamasi lahan bekas tambang, terjadinya
banjir, dan perbaikan ekosistem wilayah aliran sungai.

d. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai penggerak pembangunan dan membuka lapangan kerja baru.

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah pada Pasal 123 ayat (1) : Selain DBH sebagaimana dimaksud pada pasal 111 ayat (1), Pemerintah dapat menetapkan jenis
DBH lainnya dan pada penjelasannya : jenis DBH lainnya antara lain dapat berupa bagi hasil yang terkait dengan perkebunan
kelapa sawit, Pemerintah Daerah Provinsi Riau menyampaikan beberapa Usulan, antara lain :

a. Mengusulkan Jenis Dana Bagi Hasil Lainnya adalah Dana Bagi Hasil dari Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Perkebunan
Kelapa Sawit juga merupakan komponen Sumber Daya Alam (SDA) yang hasilnya dapat dibagihasilkan, karena
Perkebunan Kelapa Sawit sama halnya dengan Sumber Daya Alam Kehutanan yaitu sama sama ditumbuhkan dari tanah
dan air dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
b. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Kelapa Sawit Bersumber dari :
- Bea Keluar CPO, merupakan pungutan negara berdasarkan Undang-Undang mengenai kepabeanan (UU No. 17
Tahun 2006) yang dikenakan terhadap barang ekspor termasuk CPO. Bea Keluar CPO disetor ke Bendahara Umum
Negara dan menjadi Penerimaan Negara.
- Pungutan Ekspor/CPO Fund, merupakan pungutan yang dikenakan pada setiap ton CPO yang diekspor. Pungutan
Ekspor disetor ke Kementerian Keuangan (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan
dikembalikan dananya dengan memperhatikan program pemerintah dan kebijakan komite pengarah.
a. Porsi Pembagian Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perkebunan Kelapa Sawit yang bersumber dari Bea Keluar dan
Pungutan Ekspor ditetapkan sebesar 90% (Sembilan puluh persen) untuk bagian Daerah, dibagikan kepada :
- Provinsi yang bersangkutan sebesar 35% (tiga puluh lima persen)
- Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 45% (empat puluh lima persen) dan
- Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi sebesar 10% (sepuluh persen).
a. Mengusulkan Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil Pajak yang bersumber pada penerimaan PPN penjualan atau pembelian Kelapa
Sawit dan turunannya dapat Dibagi hasikan pada Provinsi Penghasil Kelapa Sawit dan dimasukan Dalam Peraturan Pemerintah
sebagai Peraturan Pelaksana UU No. 1 Tahun 2022
b. Porsi Pembagian Dana Bagi Hasil PPN dari penjualan atau pembelian Kelapa Sawit ditetapan 20% (Dua puluh persen) untuk
Bagian Daerah, dibagikan kepada :

- Provinsi yang bersangkutan sebesar 8% (delapan persen)


- Kabupaten/Kota penghasil sebesar 8,4% (delapan empat persepuluh persen) dan
- Kabupaten/Kota lain dalam provinsi bersangkutan sebesar 3,6% (tiga enam persepuluh persen)

1. Berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah Berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah pada pasal 81 s/d 84 mengenai opsen, Pemerintah Daerah Provinsi Riau mengusulkan, antara lain :

a. Perlu penyesuaian mekanisme pungutan dan tarif Opsen PKB dan BBNKB

b. Perlu Penyesuaian mekanisme pungutan tarif MBLB sesuai dengan kewenangan penerbitan perizinan
Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Sebagai sebuah pungutan tambahan, subjek dan wajib pajak opsen mengikuti
pajak yang diberlakukan opsen pajak. Aturan yang sama diberlakukan untuk objek pajak mengikuti pula pajak yang diopsenkan. Seperti wajib dan
objek pajak opsen PKB sama dengan wajib dan objek PKB. Bertentangan dengan pajak pada umumnya, opsen tidak dikenakan mengikuti pada
nilai transaksi atau nilai objek pajak. Dasar pengenaan opsen yaitu besaran pajak terutang yang diopsenkan. Berarti untuk menghitung opsen yaitu
dengan tarif opsen dikalikan dengan besaran pajak yang diopsenkan.

1. Berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah pada pasal 88 ayat (8) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menambah jenis retribusi melalui PP. Diperjelas
pada ayat penjelas Pasal 88 ayat (8), retribusi yang dimaksud adalah retribusi pengendalian perkebunan kelapa sawit. Pemerintah
Provinsi Riau mengusulkan retribusi terkait perkebunan kelapa sawit (daftar terlampir), antara lain :
a. Retribusi Jasa Umum Pelayanan Pengendalian Lalu Lintas
- sesuai dengan pasal 88 ayat 1 huruf e . UU HKPD No.1 Tahun 2022, Retribusi Pengendalian Lalu Lintas adalah pungutan
atas penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, kawasan tertentu pada waktu tertentu, dan tingkat kepadatan tertentu.

- Produksi kelapa Sawit melalui Tandan Buah Segar atau pun CPO nya dengan Kondisi yang sekarang ini sangat
menguntungkan Petani atau Perkebunan Kelapa Sawit, namun dalam hal terkait hasil porduksi ada hal-hal yang berdampak
negatif yang di rasakan oleh Pemerintah dan Masyarakat yaitu terjadi nya kerusakan jalan yang ditimbulkan dari Arus lalu
lintas Angkutan Produksi Kelapa Sawit dan sekaligus juga sangat berdampak kepada aktifitas arus lalu lintas yang menganggu
bagi pengguna jalan yang lain, dalam hal ini adalah Masyarakat.

- Untuk Potensi Pengendalian Kelapa Sawit, melalui UU HKPD nomor 1 Tahun 2022, Daerah Berpeluang untuk memungut “
Retribusi Pengendalian Lalu Lintas “ yang mana Objek Retribusi adalah Jumlah Tonase. Dengan adanya pemungutan
Retribusi ini, sudah tentu dapat membantu proses perbaikan,pemeliharan, maupun pembuatan jalan. Berdasarkan UU HKPD
nomor 1 Tahun 2022 ini.
a. Retribusi Pengawasan Perusahaan Perkebunan Kelapa
- SawitKegiatan usaha di sektor kelapa sawit dipandang menimbulkan eksternalitas negatif. Karenanya, pengenaan retribusi atas
sektor tersebut yang diakomodir melalui UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(HKPD). Retribusi yang di pungut harus bersifat layanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dan dapat
memberikan tambahan penghasilan kepada daerah sesuai jenis layanannya. Dengan retribusi dan layanan yang terkait
dengan retribusi kelapa sawit tersebut, harapannya eksternalitas negatif yang terkait dengan aktivitas perkebunan kelapa
sawit dapat dikurangi.
- Pasal 88 ayat (8) UU HKPD memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menambah jenis retribusi melalui PP.
Diperjelas pada ayat penjelas Pasal 88 ayat (8), retribusi yang dimaksud adalah retribusi pengendalian perkebunan kelapa
sawit.
- Pemerintah Daerah dapat memungut Retribusi Perizinan tertentu terkait Penentuan Kelas Kebun, terhadap Petani Kebun dan
Perusahaan Perkebunan
• Kebun Sawit Rakyat
• Kebun Besar Negara
• Kebun Besar Swasta
yang mana akan berdampak positif terhadap Petani dan Perusahaan Perkebunan dalam hal Pengelolaan hasil Produksi
perkebunan.

a. Retribusi Hasil Tandan Buah Segar Kelapa Sawit pola Kemitraan

- Bahwa sub sektor perkebunan ternyata tetap mampu berperan dalam peningkatan pendapatan petani daerah dan negara , bahwa
dengan semakin terjaminnya pangsa pasar produksi kelapa sawit akan lebih mendorong pengembangan perkebunan kelapa
sawit rakyat di wilayah Kabupatan/Kota, bahwa untuk lebih mendorong bertumbuh kembangnya perkebunan kelapa sawit
rakyat guna meningkatkan pendapatan petani maka diperlukan pembinaan dalam upaya memfasilitasi pemberdayaan petani
dan lahan, bahwa perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan dengan pola kemitraan merupakan salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah guna meningkatkan pembangunan khususnya di sub sektor perkebunan. Bahwa untuk meningkatkan
pendapatan Daerah dan kelancaran pembangunan perkebunan, perlu ada penggalian Sumber Pendapatan Daerah melalui
Retribusi, bahwa untuk maksud tersebut di atas dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Retribusi
Hasil Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rakyat Pola Kemitraan.

- Obyek Kemitraan :

• Setiap perseorangan atau badan usaha yang memperoleh hasil Tandan Buah Segar dari Kebun Kelapa Sawit
yang dibangun dengan Pola Kemitraan dan menggunakan jasa Pemerintah Daerah sebagai faktor penunjang
terjalinnya kemitraan.

• Jasa Pemerintah Daerah yang dimaksud adalah berupa prakarsa dan atau pengesahan Kemitraan oleh Bupati
a. Retribusi Hasil Pemakaian Kekayaan Daerah (retribusi alat-alat laboratorium)
- Dengan Nama Retribusi pemakaian Kekayaan Daerah dipungut Retribusi atas pemakaian Kekayaan Daerah yang dilakukan
atau di manfaatkan pihak lain. Dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan Daerah sebagai mana di maksud adalah
pemakaian kekayaan Daerah yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah.

- Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi, diwajibkan untuk
melakukan pembayaran retribusi, dan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. Dalam
hal pelaksanaan Produski Kelapa sawit oleh pihak perkebunan kelapa sawit di pandang perlu untuk melakukan pengujian hasil
produksi kelapa sawit dan mengenai limbah produksi dengan memanfaatkan Alat-alat Laboratorium yang di miliki oleh
Pemerintah Daerah.

a. Retribusi Uji Emisi (kendaraan


bermotor)
- Uji emisi adalah salah satu layanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan, Layanan
tersebut diselenggarakan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan penakaran tentang Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak
Kendaraan Bermotor yang mana bahwa setiap orang yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor yang beroperasi
wajib memenuhi baku mutu emisi gas buang sumber bergerak kendaraan bermotor.
- Retribusi uji emisi dapat dikenakan tarif retribusi nya apabila kendaraan memenuhi baku mutu emisi gas buang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor dan apabila sudah dipenuhi maka pemohon akan mendapat Surat Hasil Uji Emisi dan Stiker.
F. Retribusi Biaya Pencadangan wilayah permohonanan WIUP MBLB
G. Potensi retribusi Pemanfaatan Sumber energi baru terbarukan

1. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah pada pasal 88 ayat (8) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menambah jenis retribusi melalui PP. Di dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengatur wilayah pengelolaan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 27 ayat (3) di mana kewenangan pengelolaan laut Daerah Provinsi diatur paling jauh 12 mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.
Sebagai negara maritim yang memiliki berbagai potensi yang dapat dijadikan kontribusi bagi pendapatan daerah provinsi untuk
pembiayaan pembangunan dan pelayanan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi.
Untuk memaksimalkan potensi yang ada sebagai pendapatan daerah, maka diusulkan Retribusi Jasa Kemaritiman dengan uraian
terdiri dari :
a. Jasa Labuh
b. Jasa Pemanduan
c. Jasa Penundaan
d. Jasa Tambat
e. Jasa Navigasi
f. Tarif pelayanan Jasa penggunaan alur pelayaran
g. Tarif Pelayanan Jasa Kepil (Mooring Services)
h. Dan lain lain jasa pelayanan yang berkaitan dengan bidang Kemaritiman
1. Pemerintah Daerah Provinsi Riau sudah menyampaikan usulan ke Komisi XI DPR RI, berkaitan dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain :

a. Penyesuaian tarif PKB dan BBNKB agar tidak menambah beban wajib pajak pasca penyesuaian tarif opsen.
b. Penyesuaian tarif opsen PKB dan Opsen BBNKB untuk penguatan taxing power kabupaten/kota dan menyesuaikan dengan
perubahan struktur kewenangan. Perubahan tersebut akan mengubah imbangan PKB dan BBNKB antara Provinsi dengan Kab/Kota
dari 70:30 menjadi 60:40.
c. Insentif Usaha makro dan mikro untuk mendorong penguatan pertumbuhan ekonomi daerah dan keberpihakan kepada UMKM.
d. Opsi adanya retribusi tambahan termasuk retribusi terkait sawit.
e. Penambahan ketentuan mengenai pendaftaran NPWP.
f. Penambahan porsi DBH CHT menjadi 3%.
g. Penambahan substansi terkait Daerah Pengolah.
h. Pengaturan DBH Perikanan
i. Pengaturan perubahan porsi pembagian DBH dan penambahan jenis DBH lainnya dalam PP setelah berkonsultasi dengan Komisi
XI DPR RI.

Lampiran 1 : Daftar Usulan Retribusi Terkait Perkebunan Kelapa Sawit

No JENIS LAYANAN YANG DIBERIKAN JENIS RETRIBUSI KETERANGAN


PEMERINTAH DAERAH
1. Penggunaan ruas jalan tertentu , koridor tertentu, kawasan tertentu Retribusi Pengendalian Lalu Lintas Retribusi dipungut pada saat pengoperasian
pada waktu tertentu, dan tingkat kepadatan tertentu. kendaraan sawit

2. Pelayanan Penilaian Usaha Perkebunan ( Penentuan Kelas Kebun ) Retribusi Penilaian Usaha Perkebunan/ Retribusi dipungut berdasarkan klasifikasi kelas
Kelas Kebun kebun
3. Layanan Kemitraan /fasilitasi Retribusi TBS Retribusi dipungut berdasarkan jumlah Kilogram
sawit.
4. Layanan terhadap jasa usaha ( Pemanfaatan kekayaan Daerah ) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi dipungut terhadap pemanfaatan
Alat-alat Laboratorium Kekayaan Daerah (asset)
5. Penakaran tentang Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Retribusi Uji Emisi kendaraan bermotor Retribusi di pungut apabila Uji Emisi kendaraan
Bermotor telah memenuhi standart.

6. Fasilitasi Pembangunan kebun masyarakat sekkitar melalui Retribusi Penetapan Calon Petani dan Kewajiban 20% untuk perpanjangan HGU maupun
Penerbitan Penetapan Calon Petani dan Calon Lahan (CPCL) oleh Calon Lahan (CPCL) penerbitan HGU Baru
Kepala Daerah atas Penerbitan IUP Perusahaan Perkebunan
7. Penerbitan Izin dan Pengawasan Pendirian Peron Sawit (Stasiun Retribusi Penerbitan dan Perpanjangan Izin Retribusi dibayar pada saat penerbitan dan
Pengumpulan TBS) Peron Sawit perpanjangan Izin Peron
8. Pengolahan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Retribusi Penyimpanan Limbah B3 bagi - Pemda menyiapkan tempat
Usaha Kecil dan UKM yang memiliki penyimpanan sementara limbah B3 secara
STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) regional
- Diberlakukan bagi usaha kecil penghasil
limbah B3 yang tidak memiliki TPS Limbah
B3
- Bagi usaha besar wajib memiliki TPS
Limbah B3 sendiri
PENGATURAN DALAM MASA TRANSISI PENDELEGASIAN
KEWENANGAN PENGELOLAAN MINERBA

Beberapa hal yang perlu diatur lebih jelas pada masa transisi ini adalah:
1. Perlu adanya dasar hukum dalam masa transisi berupa KEPMEN
ESDM;
2. Pelimpahan Kewenangan Perijinan MINERBA diikuti dengan
pelimpahan perijinan Lingkungan;
3. Percepatan pengintegrasian sistem perijinan berusaha berbasis resiko
(OSS-RBA) dan pengintegrasian sistem aplikasi di Ditjen Minerba
MODI, MOMI dan lain-lain.

PELUANG PEMBENTUKAN
DAERAH OTONOMI BARU DI PROVINSI RIAU

Pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Riau telah mengusulkan


pembentukan daerah otonom baru, yaitu :
1. Indragiri selatan ( pemekaran dari kab. Inhil);
2. Rokan Darussalam ( pemekaran kab. Rohul); dan
3. Gunung Sahilan Darussalam ( pemekaran kab. Kampar).
SEMUA PERSYARATAN SEDANG DI
PERSIAPKAN
8 ASPEK PENILAIAN SISTEM MERIT MANAJEMEN ASN
DAN BOBOT PENILAIAN MASING-MASING ASPEK
Sistem Informasi
Perencanaan
Perlindungan dan
Pelayanan
Pengadaan
Penggajian,
Penghargaan dan
Disiplin

Manajemen
Kinerja

Mutasi, Rotasi dan Pengembangan Karier


Promosi

Sumber: KASN, 2021

IHASIL PENILAIAN SISTEM MERIT PROVINSI RIAU 2018 – 2021

SISTEM MERIT 297,5


DALAM
MANAJEMEN ASN

Sebagai bagian dari agenda Reformasi Birokrasi,


implementasi Sistem Merit di Provinsi Riau
terus mengalami peningkatan.
246.06

CAPAIAN INDEKS 236.6

SISTEM MERIT 2021: 227,5

297,5 216,5
KRITERIA PENILAIAN:
Kategori I “Buruk” (Nilai 100-174)
Kategori II “Kurang: (Nilai 175-249) 2018 2019 2020 2021
Kategori III “Baik” (Nilai 250-324)
Kategori IV “Sangat Baik” (Nilai 325-400)

TARGET REALISASI
PENERAPAN SISTEM MERIT DI WILAYAH
PROVINSI RIAU
● Pemerintah Provinsi Riau 297,5 kategori Baik;
● Pemerintah Kota Pekanbaru 325,5 kategori Sangat Baik;
● Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir 281,5 kategori Baik;
● Pemerintah Kota Dumai 266,5 kategori Baik;
● Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu 251,5 kategori Baik;
● Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir 210 kategori Kurang;
● Pemerintah Kabupaten Siak 208 kategori Kurang;
● Pemerintah Kabupaten Pelalawan 186,5 kategori Kurang;
● Pemerintah Kabupaten Bengkalis 95 kategori Buruk;
● Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu 71,5 kategori Buruk;
● Pemerintah Kabupaten Kampar 43,5 kategori Buruk;
● Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti 0 Belum melakukan penilaian mandiri;
● Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi 0 Belum melakukan penilaian mandiri;

Anda mungkin juga menyukai