Anda di halaman 1dari 6

Bab 16

PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN


PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DAN KETENTUAN LAIN-LAIN
Pembagaian hasil Penerimaan PBB diatur dalam Pasal 18 ayat (1)
ditetapkan bahwa:
Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-
kurangnya 90 % untuk Pemerintah Daerah Tingkat II. dan Pemerintah Daerah
Tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan.
Ayat (2) mengatur bahwa sebagian besar penerimaan tersebut diberikan kepada
Pemerintah Daerah Tingkat II. Kemudian dalam ayat (3) imbangan pembagian
penerimaan pajak tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk itu
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Indonesia No.16 Tahun
2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah ini selanjutnya sebagai petunjuk
pelaksanaannya diterbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 82/KMK.04/2000, tanggal 21 Maret 2000 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 1
1) Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara dan disetor
sepenuhnya ke rekenig Kas Negara.
2) 10 % dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian penerimaan untuk Pemerintah Pusat.
3) 90 % dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian penerimaan untuk Daerah yang dibagi dengan
rincian sebagai berikut :
a. 16,2 % untuk daerah Propinsi yang bersangkutan;
386 Bab 16 : Pembagian Hasil Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan dan Ketentuan Lain-lain

b. 64,8 % untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;


c. 9 % untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak dan Daerah.
Di samping peraturan tersebut di atas Menteri Keuangan juga menerbitkan :
1. Keputusan Menteri Keuangan No.83/KMK.04/2000 tentang
Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB.
2. Disamping itu juga diterbitkan Keputusan Bersama antara Direktur
Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-15/A/2000
tentang Tata Cara Penyaluran No. KEP-87/PJ/2000 tentang Biaya
Pemungutan PBB.

Pelaksanaan PBB atau Pajak atas tanah dan Bangunan di Indonesia


penerapan pajak objektif sangat spesifik dan mempunyai dasar filosofis yang
sangat mendalam baik pemikiran maupun penerapannya. Pemberian kesempatan
pengajuan permohonan pengurangan atas Objek Pajak Kena Pajak yang dikaitkan
dengan Subjek Pajak hanya ada dalam Undang-Undang Pajak Objektif di
Indonesia ini. Kita sadar bahwa pengenaan pajak objektif melekat pada objeknya
sehingga tidak ada hubungan dengan kondisi subjek pajaknya, namun demikian
karena pertimbangan yang mendalam serta kondisi Subjek Pajak yang saat itu
dianggap kurang dan bila dinyatakan mampu tetapi belum merata, maka
diberikanlah pengaturan pada Pasal 19, Pasal 20 yang mengatur tentang
pengurangan PBB.

Kemudian Pasal 21 dan Pasal 22 mengatur tentang hubungan para Pejabat


terkait, dan Instansi terkait dalam penyelenggaraan pemungutan PBB.
Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian sebagai dasar pengenaan perhitungan pajak
yang menyangkut wilayah ataupun tugas, kewajiban dan wewenang pejabat serta
wilayah instansi di luar Pejabat PBB/Direktorat Jenderal Pajak ditentukan dan
diatur tata cara, sistem hubungan kemitraan, dan laporannya .
Pasal 23 memberikan pengaturan bahwa hal-hal yang tidak diatur secara
khusus Pelaksanaan PBB tunduk dan berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dalam hal ini telah kami
jelaskan pada saat kita membicarakan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB
dan daluwarsa.
Namun demikian dengan berlakunya Undang-Undang No.25 Tahun 1999
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah
dirubah dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, khusus Pemerintah Daerah
menerima:
1). Dana Alokasi Umum;
2). Dana Alokasi Khusus;
3). Bagian Daerah dari:
a. PBB;
b. BPHTB;
c. PPh;
Pajak Bumi dan Bangunan 387

d. Penerimaan yang berasal dari Sumber Daya Alam (SDA).


Pada dasarnya bagian daerah merupakan komponen Dana Perimbangan
yang perhitungannya didasarkan pada potensi daerah penghasil. Khusus untuk
bagian daerah dari sektor pajak dibuat peraturan teknis sesuai dengan:
1) KMK No.82/KMK.03/2000 Tentang Bagi Hasil PBB;
2) Peraturan Pemerintah No.115 Tahun 2000 dan KMK
No.6/KMK.04/2001 Tentang Pembagian Hasil dari Pajak Penghasilan;
3) Peraturan Pemerintah No.104 Tahun 2000 dan KMK
No.344/KMK.03/2001 Tentang Pembagian Hasil dari hasil SDA.

Bagian Daerah dari Sektor Pajak :


1). PBB : a. Pusat : 10 %
b. Propinsi : 16,2 %
c. Kabupaten/Kota : 64,8 %
d. Biaya Pemungutan :9 %

2). BPHTB : a. Pusat : 20 %


b. Propinsi : 16 %
c. Kabupaten/Kota : 64 %

3). PPh : a. Pusat : 80 %


b. Daerah : 20 %
1). Propinsi : 40 % x 20 %
2). Kabupaten/Kota : 60 % x 20 %
Sedangkan dari Sumber Daya Alam Pemerintah Daerah mendapat bagian :
Ø Sektor Perhutanan :
1). IHH : 80 %
a. Propinsi : 16 %
b. Kab/Kota : 64 %
2). SDH : 80 %
a. Propinsi : 16 %
b. Kab/Kota : 64 %
c. Kab/Kota sekitar dalam Propinsi : 32 %
Ø Sektor Pertambangan Umum :
1). Iuran Tetap (Land Rent) : 80 %
2). Iuran Eksploitasi (Royalty) : 80 %
a. Propinsi : 16 %
b. Kab/Kota : 32 %
c. Kab/Kota Daerah Sekitar dalam
Propinsi tersebut : 32 %
388 Bab 16 : Pembagian Hasil Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan dan Ketentuan Lain-lain

Ø Sektor Perikanan Pungutan Ikan dan Pungutan Hasil Ikan –


80 % dibagikan secara merata.
Ø Sektor Migas :
1). Penerimaan Minyak : 15 %
a. Propinsi :3%
b. Kab/Kota : 6 %
c. Kab/Kota sekitar : 6 %

2). Gas Alam :


a. Propinsi :6%
b. Kab/Kota : 12 %
c. Kab/Kota Sekitar : 12 %
Sebagai realisasi pembagiannya Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan
Menteri Keuangan No. 564/KMK.02/2001 Tentang Penerbitan Surat Keputusan
Otorisasi (SKO) Sebagai Dasar Pengesahan Dana Bagi Hasil Bagian Daerah dari
Penerimaan PBB dan BPHTB.
Sedangkan untuk Pemerintah Pusat diatur dalam Keputusan Bersama
Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Pajak Tentang Tata Cara
Pembagian dan Penyaluran Penerimaan PBB Bagian Pemerintah Pusat.
Dalam Pasal 2 ditetapkan bahwa:
a. 65 % dibagikan secara merata kepada seluruh Daerah Tingkat II .
b. 35 % dibagikan sebagai insentif kepada Daerah Tingkat II yang
realisasi penerimaan PBB Tahun Anggran sebelumnya berhasil
mencapai/melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan.
Insentif dimaksud dapat juga dibagikan kepada daerah tingkat II
lainnya yang dipandang perlu.
Ketentuan pidana diatur dalam Bab XII Pasal 24 sampai dengan Pasal 27
yang menentukan tentang Pelanggaran dan Kejahatan terhadap Negara karena
pajak.
Pasal 24 mengatur tentang Kealpaan yang berupa :
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada DirJen Pajak;
b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan
atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
Sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, dipidana dengan pidana
kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 kali
pajak terutang.
Sedangkan Pasal 25 menentukan tentang barang siapa dengan sengaja:
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
Pajak Bumi dan Bangunan 389

d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen


lainnya;
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;
Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 2 tahun penjara atau denda setinggi-tingginya sebesar
5 kali pajak yang terutang.

Rangkuman :
Hubungan para pejabat terkait, dan instansi terkait dalam penyelenggaraan
pemungutan PBB diatur sedemikian rupa dan dilandasi berdasarkan Pasal 21 dan
Pasal 22, sehingga keperluan pelaksanaan yang menyangkut Pendaftaran,
Pendataan dan Penilaian sebagai dasar pengenaan perhitungan pajak yang
menyangkut wilayah ataupun tugas, kewajiban dan wewenang pejabat serta
wilayah instansi di luar Pejabat PBB/Direktorat Jenderal Pajak ditentukan dan
diatur melalui tata cara, sistem hubungan kemitraan, dan arus laporan dapat
diterima dengan baik.
Pasal 23 memberikan pengaturan bahwa hal-hal yang tidak diatur secara
khusus pelaksanaan PBB tunduk dan berlaku ketentuan sebagaimana diatur
dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Latihan Soal :
1. Jelaskan tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB!
2. Apa yang Saudara ketahui tentang sanksi apabila Wajib Pajak alpa atau
sengaja tidak mau membayar PBB?
Jawab :
1) Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian
sekurang-kurangnya 90 % untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan
Pemerintah Daerah Tingkat I sebagai pendapatan daerah yang
bersangkutan. Kemudian dalam pelaksanaannya imbangan pembagian
penerimaan PBB tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah Indonesia
No.16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah ini
selanjutnya sebagai petunjuk pelaksanaannya diterbitkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 82/KMK.04/2000, tanggal 21
Maret 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 1:
1) Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara dan disetor
sepenuhnya ke rekenig kas Negara.
2) 10 % dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian penerimaan untuk Pemerintah Pusat.
3) 90 % dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian penerimaan untuk Daerah yang dibagi dengan
rincian sebagai berikut:
390 Bab 16 : Pembagian Hasil Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan dan Ketentuan Lain-lain

a. 16,2 % Untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan;


b. 64,8 % untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
c. 9 % untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak dan Daerah.
2. Kealpaan yang berupa :
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan
atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
Sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, dipidana dengan pidana
kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2
kali pajak terutang.

Sedangkan Pasal 25 menentukan tentang barang siapa dengan sengaja:


a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan
atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya;
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan, sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 2 tahun penjara atau denda
setinggi-tingginya sebesar 5 kali pajak yang terutang.
-o0o-

Anda mungkin juga menyukai