Anda di halaman 1dari 27

Bab 3

OBJEK PAJAK, SUBJEK PBB

Objek Pajak Bumi dan Bangunan

PBB dikenakan terhadap Objek Pajak berupa tanah dan bangunan yang
didasarkan pada asas kenikmatan dan manfaat dan dibayar setiap tahun. PBB
pengenaannya didasarkan pada Undang-Undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun 1994 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam
bab I diatur tentang Ketentuan Umum yang memberikan penjelasaan tentang
istilah-istilah teknis atau definisi-definisi PBB seperti pengertian :
1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Pengertian ini berarti bukan hanya tanah permukaan bumi saja tetapi betul-
betul tubuh bumi dari permukaan sampai dengan magma, hasil tambang, gas
material yang lainnya.
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan.
Pengertian tentang rekayasa teknik yang dirancang dan disusun sedemikian
rupa sehingga merupakan hasil karya manusia berupa/ujud perubahan dari bahan
dasar/material dan perlengkapan/fasilitas menjadi bangunan. Bentuk sebuah
bangunan yang dibangun mulai dari fondasi, kerangka utama, material pelapis,
dan fasilitas yang menambah dan dilekatkan secara tetap merupakan bangunan.
Misalnya berupa Gedung, Pelabuhan, Bandara, Jembatan, Jalan Tol, Pabrik,
Lapangan Golf, Tower/Rig pertambangan minyak lepas pantai dan lain-lain.
Bentuk bangunan yang merupakan susunan, rangkaian, dan rekayasa serta
budidaya manusia mempunyai karakteristik yang berlain-lainan. Karakter gedung
18 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

yang satu dengan ciri-ciri gedung tertentu yang disesuaikan dengan selera
masing-masing orang dan kepentingan menjadikan corak, gaya dan kwalitas
gedung menjadi berbeda. Disamping itu pembanguna sebuah gedung juga
diwarnai dengan suatu prinsip yang paling terkenal yaitu keguanaan yang tertinggi
dan terbaik sehingga akan dapat menghasilkan return yang optimal bagi
pemiliknya. Hal ini dapat kami sajikan gambar pendukung tentang bangunan
yang menjadi objek PBB yang mempunyai bermacam corak dan gaya seperti
dibawah ini.

Gambar 3.1 : Bumi/tanah, air, dan gedung-gedung perkotaan sebagai objek PBB
Agar Objek Pajak yang berupa bumi dan bangunan seperti tersebut di atas
dapat dikenakan pajak maka perlu dihitung Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP)
dan untuk itu diatur dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi
dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan PBB.
Penetuan NJOP ditetapkan atau dinilai oleh Fungsional penilai Direktorat
Jenderal Pajak dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ilmu penilaian. Di
dalam aturan tersebut ketentuan umum sebagaimana biasanya memuat definisi-
definisi, dan pengertian-pengertian, serta singkatan–singkatan seperti dibawah ini
:
1. NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tak terdapat transaksi jual-beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
2. NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman
serta laut wilayah Indonesia) beserta kekayaan alam yang berada di atas
maupun di bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnnya.
3. Klasifikasi adalah pengelompokan nilai jual rata-rata atas permukaan bumi
berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan sebagai pedoman untuk
memudahkan perhitungan PBB yang terutang .
Pajak Bumi dan Bangunan 19

4. Standar Investasi adalah: jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu


pembangunan, dan/atau penanaman, dan atau penggalian jenis sumberdaya
alam atau budidaya tertentu, yang dihitung berdasarkan komponen tenaga
kerja, bahan, dan alat, mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan hingga tahap
produksi.
5. Objek Pajak yang bersifat khusus adalah : Objek Pajak yang letak, bentuk,
peruntukan dan atau penggunaannya mempunyai sifat dan karakteristik
khusus.
Objek Pajak yang telah didata diketahui luasnya perlu di dilakukan
penelitian pandahuluan untuk dapat dinilai dan ditetapkan klasifikasinya.
Klasifikasi dan besarnya NJOP atas permukaan bumi berupa tanah hasil penilaian
ditetapkan kelasnya sebagaimana tercantum dalam lampiran IA dan IB Keputusan
tersebut di atas dalam kelompok IA -50 kelas dan Kelompok IB-50 kelas. Untuk
bangunan Klasifikasi dan besarnya NJOP atas permukaan bumi berupa bangunan
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran IIA dan II B keputusan
tersebut di atas berupa kelompok IIA-20 kelas dan kelompok IIB- 20 kelas.
Klasifikasi Objek Pajak ini berlaku hanya untuk pengenaan pajak dan ditetapkan
secara nasional di seluruh Indonesia. Dalam hal ada Objek Pajak yang nilai jual
per m2- nya lebih besar dari ketentuan NJOP sebagaimana dimaksud pada
klasifikasi kelompok IA/kelompok IB atau untuk bangunan kelompok IIA dan
kelompok IIB, NJOP yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar
pengenaan PBB, artinya bahwa nilai indikasi rata-rata yang diperoleh di lapangan
dari hasil penilaian fungsional penilai dipakai sebagai dasar perhitungan PBBnya.
Kemudian untuk dasar perhitungan pengenaan pajaknya di Kantor KPPBB
setempat agar dapat dilakukan keseragaman perhitungan sehingga setiap
penghitung pajak atas data objek yang sama dibuat buku klasifikasi NJOP yang
tersusun mulai dari RT, RW, Dukuh, Kelurahan/Desa Jalan, Kecamatan,
Kabupaten/Kota, oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat
atas nama Menteri Keuangan menetapkan Klasifikasi dan besarnya NJOP atas
permukaan bumi dan/atau bangunan didaerah-daerah dalam Wilayah Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta dan Kabupaten atau Kota di Seluruh Indonesia
sebagaimana diatur pada klasifikasi dari hasil penilaian fungsional penilai pajak.
Surat Keputusan ini juga mengatur tentang penilaian persektor PBB
misalnya Objek Pajak sektor pedesaan dan perkotaan yang tidak bersifat khusus,
NJOP-nya ditentukan berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari hasil
penilaian secara massal. Besarnya NJOP pada sektor perkebunan, kehutanan,
pertambangan, serta usaha bidang perikanan, peternakan dan perairan untuk areal
produksi dan/atau areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual
permukaan bumi dan bangunan yang dilakukan dengan secara sendiri-sendiri per-
objek atau penilaian individual dan ditambah dengan nilai standar investasi atau
nilai jual pengganti, atau dihitung secara keseluruhan berdasarkan nilai jual
pengganti.
Sedangkan untuk Objek Pajak-Objek Pajak tertentu yang bersifat khusus,
NJOP-nya dapat ditentukan berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh pejabat
fungsional penilai secara sendiri-sendiri per objek atau penilaian individual.
Agar lebih jelas kami lampirkan Lampiran IA Keputusan Menteri Keuangan
RI No.523/KMK.04/1998,Tgl.18 Desember 1998, Klasifikasi, Penggolongan dan
Ketentuan Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Kelompok A.
20 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

Kelompok A:
Klas Penggolongan Nilai Jual
Nilai Jual Permukaan Bumi Permukaan Bumi
(Tanah) (Tanah) (Rp/M2 )
(Rp/M2 )
1 2 3
1 Ø 3.000.000 s/d 3.200.000 3.100.000
2 Ø 2.850.000 s/d 3.000.000 2.925.000
3 Ø 2.708.000 s/d 2.850.000 2.779.000
4 Ø 2.573.000 s/d 2.708.000 2.640.000
5 Ø 2.444.000 s/d 2.573.000 2.508.000
6 Ø 2.261.000 s/d 2.444.000 2.352.000
7 Ø 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000
8 Ø 1.934.000 s/d 2.091.000 2.013.000
9 Ø 1.789.000 s/d 1.934.000 1.862.000
10 Ø 1.655.000 s/d 1.789.000 1.722.000
11 Ø 1.490.000 s/d 1.655.000 1.573.000
12 Ø 1.341.000 s/d 1.490.000 1.416.000
13 Ø 1.207.000 s/d 1.341.000 1.274.000
14 Ø 1.086.000 s/d 1.207.000 1.147.000
15 Ø 977.000 s/d 1.086.000 1.032.000
16 Ø 855.000 s/d 977.000 916.000
17 Ø 748.000 s/d 855.000 802.000
18 Ø 655.000 s/d 748.000 702.000
19 Ø 573.000 s/d 655.000 614.000
20 Ø 501.000 s/d 573.000 537.000
21 Ø 426.000 s/d 501.000 464.000
22 Ø 362.000 s/d 426.000 394.000
23 Ø 308.000 s/d 362.000 335.000
24 Ø 262.000 s/d 308.000 285.000
25 Ø 223.000 s/d 262.000 243.000
26 Ø 178.000 s/d 223.000 200.000
27 Ø 142.000 s/d 178.000 160.000
28 Ø 114,000 s/d 142.000 128.000
29 Ø 91.000 s/d 114.000 103.000
30 Ø 73.000 s/d 91.000 82.000
31 Ø 55.000 s/d 73.000 64.000
32 Ø 41.000 s/d 55.000 48.000
33 Ø 31.000 s/d 41.000 36.000
34 Ø 23.000 s/d 31.000 27.000
35 Ø 17.000 s/d 23.000 20.000
36 Ø 12.000 s/d 17.000 14.000
37 Ø 8.400 s/d 12.000 10.000
38 Ø 5.900 s/d 8.400 7.150
39 Ø 4.100 s/d 5.900 5.000
Pajak Bumi dan Bangunan 21

40 Ø 2.900 s/d 4.100 3.500


41 Ø 2.000 s/d 2.900 2.450
42 Ø 1.400 s/d 2.000 1.700
43 Ø 1.050 s/d 1.400 1.200
44 Ø 760 s/d 1.050 910
45 Ø 550 s/d 760 660
46 Ø 410 s/d 550 480
47 Ø 310 s/d 410 350
48 Ø 240 s/d 310 270
49 Ø 170 s/d 240 200
50 ≤ 170 140

Lampiran IB Keputusan Menteri Keuangan RI No.523/KMK.04/1998 Tgl 18 Desember 1998


Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)

Kelompok B
Klas Penggolongan Nilai Jual
Nilai Jual Permukaan Bumi Permukaan Bumi
/Tanah (Rp/M2 ) Tanah(Rp/M2 )
1 2 3
1 Ø 67.300.000 s/d 69.700.000 68.545.000
2 Ø 65.120.000 s/d 67.300.000 66.255.000
3 Ø 62.890.000 s/d 65.120.000 64.005.000
4 Ø 60.700.000 s/d 62.890.000 61.795.000
5 Ø 58.550.000 s/d 60.700.000 59.625.000
6 Ø 56.440.000 s/d 58.550.000 57.495.000
7 Ø 54.370.000 s/d 56.440.000 55.405.000
8 Ø 52.340.000 s/d 54.370.000 53.355.000
9 Ø 50.350.000 s/d 52.340.000 51.345.000
10 Ø 48.400.000 s/d 50.350.000 49.375.000
11 Ø 46.490.000 s/d 48.400.000 47.445.000
12 Ø 44.620.000 s/d 46.490.000 45.555.000
13 Ø 42.790.000 s/d 44.620.000 43.705.000
14 Ø 41.000.000 s/d 42.790.000 41.895.000
15 Ø 39.250.000 s/d 41.000.000 40.125.000
16 Ø 37.540.000 s/d 39.250.000 38.395.000
17 Ø 35.870.000 s/d 37.540.000 36.705.000
18 Ø 34.240.000 s/d 35.870.000 35.055.000
19 Ø 32.650.000 s/d 34.250.000 33.445.000
20 Ø 31.100.000 s/d 32.650.000 28.855.000
21 Ø 29.590.000 s/d 31.100.000 27.405.000
22 Ø 28.120.000 s/d 29.590.000 25.995.000
23 Ø 26.690.000 s/d 28.120.000 24.625.000
24 Ø 25.300.000 s/d 26.690.000 23.395.000
25 Ø 23.950.000 s/d 25.300.000 24.625.000
26 Ø 22.640.000 s/d 23.950.000 23.295.000
22 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

27 Ø 21.370.000 s/d 22.640.000 22.005.000


28 Ø 20.140.000 s/d 21.370.000 20.755.000
29 Ø 18.950.000 s/d 20.140.000 19.545.000
30 Ø 17.800.000 s/d 18.950.000 18.375.000
31 Ø 16.690.000 s/d 17.800.000 17.245.000
32 Ø 15.620.000 s/d 16.690.000 16.155.000
33 Ø 14.590.000 s/d 15.620.000 15.105.000
34 Ø 13.600.000 s/d 14.590.000 14.095.000
35 Ø 12.650.000 s/d 13.650.000 13.125.000
36 Ø 11.740.000 s/d 12.650.000 12.195.000
37 Ø 10.870.000 s/d 11.740.000 11.305.000
38 Ø 10.040.000 s/d 10.870.000 10.455.000
39 Ø 9.250.000 s/d 10.040.000 9.645.000
40 Ø 8.500.000 s/d 9.250.000 8.875.000
41 Ø 7.790.000 s/d 8.500.000 8.145.000
42 Ø 7.120.000 s/d 7.790.000 7.455.000
43 Ø 6.490.000 s/d 7.120.000 6.805.000
44 Ø 5.900.000 s/d 6.490.000 6.195.000
45 Ø 5.350.000 s/d 5.900.000 5.625.000
46 Ø 4.840.000 s/d 5.350.000 5.095.000
47 Ø 4.370.000 s/d 4.840.000 4.605.000
48 Ø 3.940.000 s/d 4.370.000 4.155.000
49 Ø 3.550.000 s/d 3.940.000 3.745.000
50 Ø 3.200.000 s/d 3.550.000 3.375.000
Lampiran IIA Keputusan Menteri Keuangan RI No.523/KMK.04/1998 Tgl 18 Desember
1998 Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan

Kelompok A
Klas Penggolongan Nilai Jual Nilai Jual Bangunan
Bangunan (Rp/M2 )
(Rp/M2 )
1 2 3
1 Ø 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000
2 Ø 902.000 s/d 1.034.000 968.000
3 Ø 744.000 s/d 902.000 823.000
4 Ø 656.000 s/d 744.000 700.000
5 Ø 534.000 s/d 656.000 595.000
6 Ø 476.000 s/d 534.000 505.000
7 Ø 382.000 s/d 476.000 429.000
8 Ø 348.000 s/d 382.000 365.000
9 Ø 272.000 s/d 348.000 310.000
10 Ø 256.000 s/d 272.000 264.000
11 Ø 194.000 s/d 256.000 225.000
12 Ø 188.000 s/d 194.000 191.000
13 Ø 136.000 s/d 188.000 162.000
14 Ø 128.000 s/d 136.000 132.000
Pajak Bumi dan Bangunan 23

15 Ø 104.000 s/d 128.000 116.000


16 Ø 92.000 s/d 104.000 98.000
17 Ø 74.000 s/d 92.000 83.000
18 Ø 68.000 s/d 74.000 71.000
19 Ø 52.000 s/d 68.000 60.000
20 ≤ 52.000 50.000
Lampiran IIB Keputusan Menteri Keuangan RI No.523/KMK.04/1998 Tgl 18 Desember
1998 Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan
Kelompok B
Klas Penggolongan Nilai Jual Bangunan Nilai Jual Bangunan
(Rp/M2 ) (Rp/M2 )

1 2 3
1 Ø 14.700.000 s/d 15.800.000 15.250.000
2 Ø 13.600.000 s/d 14.700.000 14.150.000
3 Ø 12.550.000 s/d 13.600.000 13.075.000
4 Ø 11.550.000 s/d 12.550.000 12.050.000
5 Ø 10.600.000 s/d 11.550.000 11.075.000
6 Ø 9.700.000 s/d 10.600.000 10.150.000
7 Ø 8.850.000 s/d 9.700.000 9.275.000
8 Ø 8.050.000 s/d 8.850.000 8.450.000
9 Ø 7.300.000 s/d 8.050.000 7.675.000
10 Ø 6.600.000 s/d 7.300.000 6.950.000
11 Ø 5.850.000 s/d 6.600.000 6.225.000
12 Ø 5.150.000 s/d 5.850.000 5.500.000
13 Ø 4.500.000 s/d 5.150.000 4.825.000
14 Ø 3.900.000 s/d 4.500.000 4.200.000
15 Ø 3.350.000 s/d 3.900.000 3.625.000
16 Ø 2.850.000 s/d 3.350.000 3.100.000
17 Ø 2.400.000 s/d 2.850.000 2.625.000
18 Ø 2.000.000 s/d 2.400.000 2.200.000
19 Ø 1.666.000 s/d 2.000.000 1.833.000
20 Ø 1.366.000 s/d 1.666.000 1.516.000

Kemudian sebagai petunjuk pelaksanaan teknis agar tidak terjadi perbedaan


pelaksanaan antar fiskus pada tingkat Direktorat Jenderal Pajak diterbitkanlah
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 16 / PJ.6 / 1998 tanggal 30
Desember 1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang sebagaimana
biasa ketentuan umumnya selalu memberikan penjelasan, definisi, pengertian dan
singkatan-singkatan seperti dibawah ini :
1. Pengenaan : Kegiatan untuk menetapkan Subjek dan Objek Pajak serta
besarnya pajak terutang berdasarkan peraturan dan ketentuan
teknis di bidang PBB;
2. Penilaian : Kegiatan untuk menentukan NJOP yang dijadikan dasar
pengenaan pajak, dengan menggunakan pendekatan data pasar,
pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan;
24 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

3. Standar Investasi : Jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu


pembangunan dan atau penanaman, dan atau penggalian jenis
sumberdaya alam atau budidaya tertentu, yang dihitung
berdasarkan komponen tenaga kerja, bahan dan alat, mulai dari
awal pelaksanaan pekerjaan hingga tahap produksi atau
menghasilkan.
4. Hasil Bersih : Pendapatan kotor setahun dikurangi dengan biaya eksploitasi
atas Objek Pajak dimaksud;
5. Sektor Pedesaan dan Perkotaan : Objek PBB yang meliputi kawasan
Pertanian, Perumahan, Perkantoran, Pertokoan, Industri, serta
Objek Khusus Perkotaan;
6. Sektor Perkebunan : Objek PBB yang meliputi areal pengusahaan benih,
penanaman baru, perluasan, perubahan jenis tanaman,
penganekaragaman jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya;
7. Sektor Perhutanan : Objek PBB yang meliputi areal pengusahaan hutan
dan budidaya hutan;
8. Sektor Pertambangan : Objek PBB yang meliputi areal usaha penambangan
bahan-bahan galian dari semua golongan yaitu bahan galian
strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya;
9. Usaha Bidang Perikanan : Semua usaha perorangan atau badan hukum yang
memiliki ijin usaha untuk menangkap atau membudidayakan
sumberdaya ikan, termasuk semua jenis ikan dan biota perairan
lainnya serta kegiatan menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan ikan untuk tujuan komersial;
10. Objek Pajak Perairan : Laut Wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman
Indonesia ;
11. Objek Pajak Khusus : Objek PBB yang memiliki jenis konstruksi khusus
baik ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk maupun
keberadaannya memiliki arti yang khusus seperti :
a. Jalan Tol
b. Pelabuhab Laut/sungai/udara
c. Lapangan Golf
d. Industri Semen/Pupuk
e. PLTA, PLTU, dan PLTG
f. Pertambangan
g. Tempat Rekreasi
h. Dan Lain-lainnya yang sejenis .
12. Zona Nilai Tanah (ZNT) : Zona geografis yang terdiri atas sekelompok
Objek Pajak yang mempunyai satu NIR yang dibatasi oleh batas
penguasaan/pemilikan Objek Pajak dalam satu kesatuan wilayah
administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pada batas
blok;
13. Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) : Nilai pasar wajar rata-rata yang dapat
mewakili nilai tanah dalam suatu Zona Nilai Tanah;
Pajak Bumi dan Bangunan 25

14. Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah adalah sebesar nilai konversi setiap
ZNT ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual
permukaan bumi (tanah) sebagaimana dimaksud pada Lampiran
IA dan IB Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK.04/1998.
15. Nilai Jual Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi
pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi
penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam
klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran IIA dan IIB Keputusan
Menteri Keuangan No. 523/KMK.04/1998.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar perhitungan pengenaan
PBB yang telah kami jelaskan seperti di atas dan diatur dalam Pasal 1 angka 3
dengan menggunakan pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan
pendapatan yang hasilnya akan diperoleh Nilai Indikasi Rata-rata yang kemudian
dipakai sebagai dasar untuk membentuk Zone Nilai Tanah dan kemudian akan
ditetapkan sebagai dasar penyusunan kelas sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor KEP-523/KMK.04/1998 tersebut.
Untuk Sektor 5P yang merupakan singkatan dari Perkebunan (PKb),
Perhutanan (PHt), Pertambangan (PTb), Perikanan (Pikn), dan Peternakan (PTn)
penentuan perhitungan pengenaan PBB-nya khususnya Sektor Perkebunan, diatur
dalam Pasal 3 peraturan ini antara lain menyebutkan :
1. Besarnya NJOP atas OP Sektor Perkebunan ditentukan sebagai berikut :
a. Areal Kebun adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan Jumlah
Investasi Tanaman Perkebunan sesuai dengan Standar Investasi menurut
umur tanaman.
b. Areal Emplasemen dan Areal Lainnya dlm Kawasan Perkebunan :
sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. OP berupa Bangunan adalah sebesar NJOP sebagaimana dimaksud
pada Pasal 1 angka 15.
Penggolongan Wilayah, Jenis Perkebunan dan Besarnya Standar Investasi
Tanaman Perkebunan adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran I
Keputusan ini.
2. Untuk pengenaan Perhutanan perlu diperhatikan bahwa untuk hutan yang
ditanam oleh manusia beserta budi daya manusia hendaknya dibedakan
dengan hutan alam. Pengertian ini mengandung maksud bahwa dalam
penyusunan Standar Investasi Tanaman untuk setiap hektar tanah produksi
tegakan tanaman hutan alam tidak sama untuk setiap hektarnya, sedangkan
untuk hutan tanaman industri sesuai dengan teknologi dan optimalisasi
dayaguna hutan setiap hektar hutan akan ditanami dengan jumlah tegakan
tanaman yang sama agar dapat menghasilkan hasil hutan yang optimal.
Khusus untuk hutan alam besarnya NJOP atas OP Sektor Kehutanan atas Hak
Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu
serta izin sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
ditentukan sebagai berikut :
a. Areal Produktif sebesar :
8,5 X Hasil Bersih setahun sebelum Tahun Pajak berjalan.
b. Areal Belum/Tidak Produktif, Emplasemen dan Areal Lainnya :
26 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

NJOP berupa Tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.


c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar :
NJOP sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 15.
Angka 8,5 di atas merupakan koefisien pengali sebagai hasil dari
angka kapitalisasi sebesar 12 % yang dibulatkan. Asumsi dari
penentuan angka kapitalisasi ini merupakan pendekatan pendapatan
yang digunakan dalam penilaian atas perkebunan atau perhutanan.

Kemudian untuk Perhutanan tanaman Industri perhitungan pengenaan


PBB-nya sesuai dengan KEP-16 /PJ.6/1998 Pasal 5 adalah sebagai berikut :
1) Besarnya NJOP atas OP Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri ditentukan sebagai berikut :
a. Areal Hutan adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan
Jumlah Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) menurut
umur tanaman.
b. Areal Emplasemen dan Areal lainnya dalam Kawasan HTI , adalah
sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. OP berupa bangunan adalah sebesar NJOP sebagaimana dimaksud
pada Pasal 1 angka 15.
2) Penggolongan Wilayah, dan besarnya Standar Biaya Investasi
Pembangunan Hutan Tanaman Industri adalah sebagaimana tercantum
pada Lampiran II Keputusan ini .
3. Sedangkan untuk Sektor Pertambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 6
menyebutkan :
Besarnya NJOP atas Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi ditentukan sebagai berikut :
a. Areal Produktif adalah sebesar : 9,5 X hasil penjualan migas bumi
dalam satu tahun pajak berjalan.
b. Areal Belum Produktif, Tidak Produktif serta Emplasemen Dan
Areal Lainnya di dalam atau di luar wilayah kuasa pertambangan,
adalah sebesar : NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian
seperlunya.
c. Objek Pajak berupa dangunan adalah sebesar NJOP sebagaimana
dimaksud pada Pasal 1 angka 15 yaitu pada kelompok IIA dan Kelompok
IIB.
4. Untuk Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi Besarnya NJOP
atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi ditentukan
sebagaimana Pasal 7 yang antara lain adalah sebagai berikut :
a. Areal Produktif adalah sebesar :
9,5 X Hasil Penjualan energi panas bumi dalam satu Tahun pajak
berjalan.
b. Areal Belum Produktif, Tidak Produktif serta Emplasemen dan Areal
Lainnya di dalam atau di luar Wilayah Kuasa Pertambangan, adalah
sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
Pajak Bumi dan Bangunan 27

c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar NJOP sebagaimana


dimaksud pada Pasal 1 Angka 15. Angka 9,5 di atas merupakan koefisien
pengali sebagai hasil dari angka kapitalisasi sebesar 11 % yang dibulatkan.
Asumsi dari penentuan angka kapitalisasi ini merupakan pendekatan
pendapatan yang digunakan dalam penilaian atas objek sektor
pertambangan.
5. Besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain
Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C ditentukan diatur dalam
pasal 8 yang berbunyi sebagai berikut :
a. Areal Produktif sebesar 9,5 X Hasil bersih galian tambang dalam satu
tahun pajak berjalan.
b. Areal Belum Produktif, Tidak Produktif dan Emplasemen serta
areal lainnya di dalam dan di luar wilayah kuasa pertambangan, adalah
sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar NJOP sebagaimana
dimaksud pada Pasal 1 angka 15.
6. Penentuan NJOP untuk Pertambangan Sektor Non Migas Pertambangan
Galian C diatur dalam Pasal 9 :
(1) Besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas
Galian C ditentukan sebagai berikut :
a. Areal Produktif adalah sebesar angka kapitalisasi tertentu
dikalikan Hasil Bersih galian tambang dalam satu tahun pajak
berjalan.
b. Areal Belum Produktif, Tidak Produktif dan Emplasemen
serta Areal Lainnya didalam atau di luar wilayah kuasa
pertambangan, adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar NJOP
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15.
(2) Besarnya angka kapitalisasi adalah berdasarkan lamanya waktu
penambangan untuk masing-masing jenis tambang sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini.
7. Khusus untuk Pertambangan berdasarkan Kontrak Karya diatur secara khusus
karena setiap kontrak pengelolaan pertambangan diatur sesuai dengan
karakteristik jenis tambang beserta teknologinya. Pasal 10 menetapkan sebagai
berikut :
Penentuan besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan yang
dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama, ditetapkan
sesuai dengan yang diatur dalam kontrak yang berlaku .
8. Perhitungan penentuan Besarnya NJOP atas Objek Pajak Usaha
BidangPerikanan Laut ditentukan sebagaimana daitur dalam Pasal 11 seperti
dibawah ini :
a. Areal Penangkapan Ikan = sebesar 10 X hasil bersih ikan dalam 1 tahun
pajak berjalan.
b. Areal Pembudidayaan ikan = sebesar 8 X hasil bersih ikan dalam 1 tahun
pajak berjalan.
28 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

c. Areal Emplasemen dan Areal Lainnya = sebesar NJOP berupa tanah


sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
d. Objek Pajak berupa bangunan = sebesar NJOP sebagaimana dimaksud
pada Pasal 1 angka 15.
9. Untuk perikanan Darat besarnya NJOP atas Objek Pajak Usaha Bidang
Perikanan Darat ditentukan dalam Pasal 12 sebagai berikut :
a. Areal Pembudidayaan Ikan Darat = sebesar NJOP berupa tanah
disekitarnya dengan penyesuaian seperlunya ditambah standar biaya
investasi tambak menurut jenisnya.
b. Areal Emplasemen dan Areal Lainnya = sebesar NJOP berupa tanah
sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek Pajak berupa bangunan = sebesar NJOP sebagaimana dimaksud
pada Pasal 1 angka 15.
Besarnya Biaya Investasi Tambak adalah sebagaimana Lampiran IV
Keputusan ini.
10. Perhitungan dan Penentuan untuk Objek-Objek Khusus diatur dalam Pasal 13
sebagaimana penjelasan dibawah ini :
(1) Besarnya NJOP atas Objek Pajak yang bersifat khusus ditentukan
sebagai berikut :
a. Areal Tanah = Sebesar NJOP berupa tanah disekitarnya dengan
penyesuaian seperlunya
b. Areal Perairan untuk kepentingan Pelabuhan, Industri,
Lapangan Golf serta Tempat Rekreasi adalah sebesar Nilai Jual
yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus kesamping
dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah
sekitarnya.
c. Areal Perairan untuk kepentingan Pembangkit Tenaga Listrik
Tenaga Air ( PLTA ) adalah sebesar 10 X ( 10 % dari Hasil
bersih dalam 1 tahun Pajak sebelum tahun pajak berjalan ).
d. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar NJOP
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15
(2) Perhitungan atas besarnya NJOP perairan untuk kepentingan
Pelabuhan, Industri, Lapangan Golf serta Tempat Rekreasi, ditentukan
sebagaimana Lampiran Va dan Vb Keputusan ini.
Apabila nilai atas Objek Pajak khusus tersebut tidak diperoleh NJOP-nya
maka besarnya NJOP dicari dengan menggunakan pendekatan-pendekatan data
pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan seperti dibawah ini :
1) Besarnya NJOP atas Objek Pajak yang bersifat Khusus atau objek
lainnya dapat ditentukan berdasarkan penilaian individual yang
dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Penilai.
2) Hasil Penilaian Individual sebagaimana dimaksud pada angka 1) di
atas, wajib dibuat laporan penilaian dan ditandatangani oleh pejabat
fungsional yang melaksanakan penilaian.
3) Besarnya NJOP atas hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada
angka 2) ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal
Pajak atas nama Menteri Keuangan R.I.
Pajak Bumi dan Bangunan 29

Penerapan perhitungan PBB Sektor 5P ini di atas menggunakan Standar


Investasi Tanaman atau Standar Investasi Bangunan. Bagaimana tatacara untuk
mendapatkan angka sehingga dapat disusun tabel sebagaimana tertuang dalam
tabel seperti dibawah ini maka pendekatan yang dipergunakan adalah
mengasumsikan setiap modal yang dinvestasikan sesuai dengan prinsip kegunaan
terbaik dan tertinggi akan mendapatkan hasil/return.
Pendekatan Pendapatan dapat dicari dengan menggunakan perkiraan
pendapatan kotor dikurangi dengan biaya-biaya sehingga didapatkan pendapatan
bersih. Pendapatan bersih yang dikapitalisasikan akan dapat dipakai sebagai
perkiraan modal yang ditanam atau diinvestasikan atau sama dengan nilai indikasi
bangunan. Asumsi ini diibaratkan dengan bila kita menabung uang di bank dalam
jangka waktu sampai dengan akhir tahun maka uang yang ditabung tadi akan
menghasilkan bunga. Apabila hasil yang berupa pendapatan selama setahun atau
dalam jangka waktu tertentu maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
I
V=
r
Vxr=I

Penjelasan : V = Value = Nilai


r = rate = bunga = … ... %
I = Income = pendapatan/hasil. Seandainya waktu dapat
digambarkan berupa garis seperti dibawah ini :
akhir tahun 1 akhir tahun ke-2 n
1 2 n
(1 + i ) (1 + i) (1 + i) o

Garis titik-titik menggambarkan garis waktu yang tak terbatas.


Seandainya seseorang menabung di bank setiap Rp 1,00 yang ditabung,
maka dalam jangka waktu satu tahun akan mendapatkan bunga sebesar % yang
ditetapkan sebagai bunga tabungan bank. Akhir tahun 1 uang sebanyak Rp 1,00
tadi akan berkembang menjadi (Rp 1 + bunga %) berpangkat 1, namun dalam
aljabar pangkat 1 boleh ditulis atau tidak, penulisannya adalah seperti ini (1 + i).
Perhitungan ini merupakan simbul untuk menggambarkan berapapun besar
tabungan rumusnya seperti itu. Jadi kalau seandainya besarnya uang yang
ditabung adalah sebesar Rp 100, Rp Rp 1000 atau X rupiah, maka penulisannya
adalah X (1 + i)1 atau X(1+i). Kemudian untuk tahun ke–2 sampai akhir tahun
ke–2 rumus telah berubah sesuai dengan yang ditabung yaitu = X(1+i) + iX(1+i)
persamaan ini dapat juga ditulis sebagai perkalian agar uraian yang dapat
dijabarkan sehingga memperoleh persamaan = (X + iX) (1+i) = X (1+i) (1+i) = X
(1+i)2. Begitu selanjutnya untuk akhir tahun ke-3, akhir tahun ke-4, akhir tahun
ke-5 sampai denga tahun ke-n maka akan diperoleh Rumus = X (1+i)n.
30 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

Rumusan tersebut di atas menunjukkan bahwa investasi atas modal tertentu


yang didayagunakan untuk suatu jangka waktu tertentu hasilnya/return dalam arti
merupakan hasil bersih bila dikapitalisasikan akan sama dengan modal atau nilai
investasi. Untuk perkebunan, perhutanan, pertambangan budidaya ikan dan
peternakan nilai investasinya dapat dihitung dengan menggunakan angka
kapitalisasi ini sebagaimana yang telah disusun dalam lampiran I Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak No.16/PJ.6/1998 seperti dibawah ini.
Lampiran I ini disusun berdasarkan penggolongan pembagian sesuai dengan
zone nilai tanah wilayah perkebunan per kelompok provinsi, per jenis tanaman,
yang disusun sesuai dengan umur tanaman sejak masih berupa kebun bibit sampai
dengan tanaman yang sudah menghasilkan.
Penggolongan Wilayah, Jenis Perkebunan dan Besarnya Standar Investasi
Tanaman Perkebunan Per Ha.
(dalam ribuan Rp.)
No Jenis Tanaman Pembagian Wilayah

I II III IV V VI
1. Kelapa Hybrida
Tanaman sampai thn 1 2.507 2.532 2.558 2.589 2.620 2.651
Tanaman sampai thn – 2 3.185 3.211 3.250 3.296 3.343 3.365
Tanaman sampai thn - 3 3.911 3.939 3.990 4.052 4.114 4.149
Tanaman sampai thn – 4 4.774 4.807 4.872 4.949 5.026 5.154
Tanaman menghasilkan 5.741 5.780 5.859 5.953 6.047 6.107
2. Kelapa Sawit
Tanaman sampai thn – 1 1.838 1.874 1.914 1.961 2.007 2.052
Tanaman sampai thn – 2 2.751 2.795 2.866 2.948 3.029 3.109
Tanaman sampai thn - 3 3.958 4.021 4.123 4.240 4.357 4.472
Tanaman menghasilkan 5.553 5.646 5.784 5.941 6.098 6.253
3. Kelapa Dalam
Tanaman sampai thn – 1 737 874 890 910 930 950
Tanaman sampai thn – 2 1.332 1.526 1.537 1.607 1.630 1.660
Tanaman sampai thn - 3 2.096 2.353 2.353 2.482 2.524 2.571
Tanaman sampai thn – 4 2.996 3.317 3.317 3.488 3.544 3.610
Tanaman menghasilkan 3.966 4.354 4.354 4.565 4.637 4.724

4. Karet
Tanaman sampai thn – 1 1.566 1.599 1.631 1.671 1.710 1.750
Tanaman sampai thn – 2 2.120 2.161 2.209 2.267 2.324 2.382
Tanaman sampai thn - 3 2.704 2.757 2.816 2.887 2.958 3.029
Tanaman sampai thn – 4 3.343 3.412 3.482 3.506 3.649 3.733
Tanaman sampai thn – 5 4.001 4.087 4.167 4.264 4.361 4.457
Tanaman menghasilkan 4.931 5.044 5.137 5.249 5.360 5.472
5. Kopi
Tanaman sampai thn – 1 1.918 1.959 1.998 2.045 2.092 2.138
Tanaman sampai thn – 2 2.110 2.496 2.198 2.249 2.301 2.352
Tanaman menghasilkan 2.321 3.241 2.418 2.474 2.531 2.587
6 Coklat
Tanaman sampai thn – 1 1.373 1.406 1.437 1.475 1.512 1.550
Tanaman sampai thn – 2 1.835 1.916 1.945 2.012 2.075 2.165
Pajak Bumi dan Bangunan 31

Tanaman sampai thn - 3 2.410 2.539 2.561 2.678 2.739 2.881


Tanaman menghasilkan 3.026 3.208 3.222 3.393 3.453 3.652
7. Pala
Tanaman sampai thn – 1 913 947 978 1.017 1.056 1.095
Tanaman sampai thn – 2 1.129 1.170 1.206 1.252 1.298 1.344
Tanaman sampai thn - 3 1.367 1.414 1.457 1.511 1.565 1.619
Tanaman sampai thn – 4 1.743 1.798 1.848 1.911 1.973 2.036
Tanaman sampai thn – 5 2.157 2.220 2.278 2.350 2.423 2.495
Tanaman sampai thn - 6 2.613 2.685 2.751 2.834 2.917 3.000
Tanaman menghasilkan 3.114 3.196 3.271 3.366 3.460 3.555

8. Lada
Tanaman sampai thn – 1 18.738 18.911 19.085 19.292 19.500 19.708
Tanaman sampai thn – 2 23.059 23.316 23.573 23.573 24.191 24.500
Tanaman menghasilkan 28.287 28.624 28.961 29.366 29.771 30.176
9. Teh
Tanaman sampai thn – 1 3.240 3.307 3.375 3.476 3.543 3.645
Tanaman sampai thn – 2 4.326 4.324 4.412 4.545 4.633 4.765
Tanaman sampai thn - 3 5.362 5.473 5.585 5.752 5.864 6.032
Tanaman menghasilkan 6.546 6.682 6.819 7.023 7.160 7.364
10. Panili
Tanaman sampai thn – 1 5.471 5.676 5.916 6.176 6.506 6.801
Tanaman sampai thn – 2 7.790 8.045 8.338 8.659 9.057 7.482
Tanaman sampai thn - 3 10.379 11.216 11.595 12.017 12.523 8.230
Tanaman sampai thn – 4 14.277 14.705 15.179 15.710 16.335 9.053
Tanaman sampai thn – 5 18.090 18.617 19.196 19.848 20.604 9.958
Tanaman sampai thn - 6 22.285 22.921 23.614 24.400 25.299 10.954
Tanaman menghasilkan 26.379 27.103 27.889 28.783 29.801 12.049
11. Jambu Mete
Tanaman sampai thn – 1 1.159 1.173 1.207 1.233 1.272 1.297
Tanaman sampai thn – 2 1.499 1.513 1.562 1.602 1.658 1.698
Tanaman menghasilkan 1.818 1.833 1.894 1.948 2.018 2.073
12. Jeruk
Tanaman sampai thn – 1 4.184 4.184 4.184 4.184 4.184 4.184
Tanaman sampai thn – 2 7.496 7.496 7.496 7.496 7.496 7.496
Tanaman sampai thn - 3 11.966 11.966 11.966 11.966 11.966 11.966
Tanaman menghasilkan 17.277 17.277 17.277 17.277 17.277 17.277
13. Mangga
Tanaman sampai thn – 1 2.306 2.306 2.306 2.306 2.306 2.306
Tanaman sampai thn – 2 5.226 5.226 5.226 5.226 5.226 5.226
Tanaman sampai thn - 3 8.039 8.039 8.039 8.039 8.039 8.039
Tanaman menghasilkan 11.143 11.143 11.143 11.143 11.143 11.143
14. Pisang
Tanaman sampai thn – 1 7.600 7.600 7.600 7.600 7.600 7.600
Tanaman menghasilkan 12.812 12.812 12.812 12.812 12.812 12.812
15. Pepaya
Tanaman sampai thn – 1 5.264 5.264 5.264 5.264 5.264 5.264
Tanaman menghasilkan 9.634 9.634 9.634 9.634 9.634 9.634
16. Nanas
Tanaman sampai thn – 1 9.633 9.633 9.633 9.633 9.633 9.633
Tanaman menghasilkan 14.430 14.430 14.430 14.430 14.430 14.430
32 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

17. Kemiri
Tanaman sampai thn – 1 836 878 919 972 1.021 1.074
Tanaman sampai thn – 2 1.342 1.425 1.508 1.611 1/123 1.182
Tanaman sampai thn - 3 1.906 2.035 2.164 2.164 1.236 1.300
Tanaman sampai thn – 4 2.535 2.714 2.894 2.894 1.359 1.430
Tanaman menghasilkan 3.239 3.474 3.709 3.709 1.495 1.573
18. Durian
Tanaman sampai thn – 1 1.290 1.290 1.290 1.290 1.290 1.290
Tanaman sampai thn – 2 2.975 2.975 2.975 2.975 2.975 2.975
Tanaman sampai thn - 3 4.576 4.576 4.576 4.576 4.576 4.576
Tanaman menghasilkan 6.377 6.377 6.377 6.377 6.377 6.377
19. Markisa
Tanaman sampai thn – 1 3.938 3.938 3.938 3.938 3.938 3.938
Tanaman menghasilkan 7.366 7.366 7.366 7.366 7.366 7.366

20. Melinjo
Tanaman sampai thn – 1 989 1.252 1.349 1.514 1.619 1.796
Tanaman sampai thn – 2 1.524 1.850 1.995 2.222 2.394 2.655
Tanaman sampai thn - 3 2.125 2.522 2.718 3.012 3.262 3.618
Tanaman sampai thn – 4 2.792 3.266 3.520 3.888 4.224 4.685
Tanaman menghasilkan 3.54 4.107 4.424 4.874 5.308 5.888
21. Salak
Tanaman sampai thn – 1 7.108 7.108 7.108 7.108 7.108 7.108
Tanaman sampai thn – 2 13.986 13.986 13.986 13.986 13.986 13.986
Tanaman sampai thn - 3 21.034 21.034 21.034 21.034 21.034 21.034
Tanaman menghasilkan 28.840 28.840 28.840 28.840 28.840 28.840
22. Jambu Biji
Tanaman sampai thn – 1 3.374 3.374 3.374 3.374 3.374 3.374
Tanaman sampai thn – 2 7.947 7.947 7.947 7.947 7.947 7.947
Tanaman sampai thn - 3 12.640 12.640 12.640 12.640 12.640 12.640
Tanaman menghasilkan 17.801 17.801 17.801 17.801 17.801 17.801
23. Manggis
Tanaman sampai thn – 1 2.906 2.906 2.906 2.906 2.906 2.906
Tanaman sampai thn – 2 6.036 6.036 6.036 6.036 6.036 6.036
Tanaman sampai thn - 3 8.930 8.930 8.930 8.930 8.930 8.930
Tanaman menghasilkan 11.923 11.923 11.923 11.923 11.923 11.923

24. Melon
Tanaman menghasilkan 21.380 21.380 21.380 21.380 21.380 21.380
25. Semangka
Tanaman menghasilkan 11.835 11.835 11.835 11.835 11.835 11.835
26. Belimbing
Tanaman sampai thn – 1 2.602 2.602 2.602 2.602 2.602 2.602
Tanaman sampai thn – 2 5.437 5.437 5.437 5.437 5.437 5.437
Tanaman sampai thn - 3 8.236 8.236 8.236 8.236 8.236 8.236
Tanaman menghasilkan 11.315 11.315 11.315 11.315 11.315 11.315

Keterangan :
1. Wilayah I meliputi : Jawa, Bali;
Pajak Bumi dan Bangunan 33

Wilayah II meliputi : Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung,


Sumatera Barat;
Wilayah III meliputi : NAD, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat,
Kalimanatan Selatan;
Wilayah IV meliputi : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur ;
Wilayah V meliputi : Sulawesi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur
;
Wilayah VI meliputi : Maluku , Irian Jaya/Papua.

2. Untuk perhitungan SIT per m2 , maka besarnya SIT tanaman perkebunan


per ha dibagi dengan angka 10.000.
Contoh perhitungan SIT .
Diketahui suatu perkebunan Karet di Sumatera Selatan mempunyai luas
areal sebesar 10.500 ha dengan perincian :
Karet berumur 2 tahun seluas 500 ha
Karet berumur 4 tahun seluas 250 ha
Karet yang siap ditoreh seluas 750 ha

Maka SIT yang diambil adalah SIT untuk tanaman karet pada Wilayah II, yaitu :
- Untuk Karet berumur 2 tahun = Rp 2.161.000,00/ha
- Untuk Karet berumur 4 tahun = Rp 3.412.000,00/ha
- Untuk Karet yang akan ditoreh = Rp 5.044.000,00/ha.
3. Besarnya SIT perkebunan berumur pendek kurang dari setahun (tanaman
semusim).
Tanaman budidaya perkebunan berumur pendek kurang dari setahun (tanaman
semusim) adalah tanaman budidaya perkebunan yang berumur bulanan atau
kurang dari setahun, misalnya tanaman tembakau, tebu, rosella, jahe, ubi kayu,
jagung, dan lain-lain.
Perhitungan pengenaan PBB untuk perhutanan juga menggunakan Standar
Investasi Pembangunan Hutan sebagaimana perhutanan industri artinya hutan
yang dibuat atau dibangun manusia bukan hutan alam. Pengertian ini mengandung
maksud bahwa kalau setiap hektar hutan tanaman industri tegakan pohon tanaman
hutan industri mempunyai jumlah pokok tegakan kayu yang sama. Maksud dari
penanaman hutan dengan menghitung dan menempatkan tanaman hutan yang
sama agar diperoleh hasil yang optimum. Nilai Jual Objek Pajak yang diperoleh
dari hasil penilaian tersebut dihitung dan disusun sebagaimana pada Lampiran II
Keputusan Direktur jenderal Pajak No.KEP-16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember
1998 ;
34 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

PENGGOLONGAN WILAYAH DAN BESARNYA STANDAR BIAYA


PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PER HEKTAR

No. Jenis Tanaman Pembagian Wilayah

I II III IV V
1 Jelutung/Pulai
Tanaman sampai tahun – 1 1.461.500 1.461.50 1.461.50 1.461.50 1.461.50
Tanaman samapi tahun – 2 1.827.800 0 0 0 0
Tanaman sampai tahun – 3 2.137.800 1.827.80 1.827.80 1.827.80 1.827.80
0 0 0 0
Tanaman sampai tahun – 4 2.427.800
2.137.80 2.137.80 2.137.80 2.137.80
Tanaman sampai tahun – 5 2.769.800 0 0 0 0
Tanaman menghasilkan 2.930.800 2.427.80 2.427.80 2.427.80 2.427.80
2 Rotan 0 0 0 0
Tanaman sampai tahun – 1 831.200 2.769.80 2.769.80 2.769.80 2.769.80
Tanaman samapi tahun – 2 1.031.200 0 0 0 0
Tanaman sampai tahun – 3 1.231.200 2.930.80 2.930.80 2.930.80 2.930.80
0 0 0 0
Tanaman Menghasilkan 1.414.200
3 Tanaman Lainnya
831.200 831.200 831.200 831.200
Tanaman sampai tahun – 1 1.243.027
1.031.20 1.031.20 1.031.20 1.031.20
Tanaman samapi tahun – 2 1.675.598 0
0 0 0
Tanaman sampai tahun – 3 1.984.829 1.231.20
1.231.20 1.231.20 1.231.20
Tanaman sampai tahun – 4 2.294.060.2 0 0 0 0
Tanaman sampai tahun – 5 .363.080 1.414.20
1.414.20 1.414.20 1.414.20
Tanaman sampai tahun – 6 2.432.100 0 0 0 0

1.268.60 1.023.20 1.088.20 1.152.20


2 0 0 0
1.765.76 1.294.20 1.379.20 1.463.20
8 0 0 0
2.110.32 1.504.20 1.616.70 1.703.20
4 0 0 0
2.454.88 1.679.20 1.814.70 1.903.20
6 0 0 0
2.529890 1.759.20 1.909.70 2.014.20
0 0 0
2.604.90
0 1.789.20 1.954.70 2.075.20
0 0 0

Keterangan :
1. Wilayah I : Nusa Tenggara Timur
Wilayah II
: Timor Timur (sekarang tidak termasuk Wilayah RI).
Wilayah III
: Jawa,Lampung,SumatraBarat,Jambi,Bengkulu,dan Bali
Wilayah IV: Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat ;
Wilayah V : Aceh,Riau,Kalimantan,SulawesiUtara,Maluku,dan Papua.
Pajak Bumi dan Bangunan 35

2. Penentuan Standar Biaya Pembangunan (SBP) untuk jenis tanaman lainnya


yang telah menghasilkan dan atau yang berumur lebih dari 6 tahun digunakan
standar biaya pembangunan sesuai dengan “Tanaman Sampai Tahun – 6”.
Sedangkan untuk sektor pertambangan besarnya angka kapitalisasi ditentukan
dalam Lampiran III Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-
16/PJ.6/1998 seperti dibawah ini :
Besarnya angka Kapitalisasi Pertambangan Non MiGas Galian C
Lamanya Waktu Penambangan Angka
(tahun) Kapitalisasi
1 0,91
2 1,74
3 2,49
4 3,17
5 3,79
6 4,36
7 4,87
8 5,33
9 5,76
10 6,14
11 6,50
12 6,81
13 7,10
14 7,37
15 7,61
16 7,82
17 8,02
18 8,20
19 8,36
20 8,51
21 8,65
22 8,77
23 8,88
24 8,98
25 9,08
26 9,16
27 9,24
28 9,31
29 9,37
30 9,43
36 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

Petunjuk pelaksanaan di sektor perikanan besarnya standar biaya investasi


tambak diatur dalam Lampiran IV Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-
16/PJ.6/1998 Tentang Besarnya Biaya Investasi Tambak yang menetapkan
sebagai berikut :
1. Tambak adalah areal pembudidayaan ikan yang dibangun dengan sejumlah
investasi tertentu sesuai dengan jenis tambak.
2. Berdasarkan kriterianya, jenis tambak dibedakan atas :
a. Tambak Intensif adalah tambak yang pengelolaannya telah menggunakan
banyak alat bantu seperti kincir air, pompa, genset, pakan dan pupuk.
Kriteria untuk tambak intensif adalah :
1. kepadatan penebaran benur : 15 s/d 30 ekor per m2
2. Luas tiap petak : 0,30 s/d 0,5 ha
3. Dasr Tambak : keras, rata dan berpasir
4. Ketinggian air : 100 s/d 150 cm
5. Pupuk : pemakaiannya sedikit
6. Pakan : pellet
7. Kincir : jumlahnya banyak
8. Pengaturan sirkulasi air : menggunakan pompa air.
b. Tambak Semi Intensif adalah tambak yang peneglolaannya menggunakan
sedikit alat-alat bantu, kincir air, pompa, genset, pakan alam, dan tambahan
pupuk.
Kriteria untuk tambak semi intensif adalah :
1. Kepadatan penebaran benur : 4 s/d 15 ekor per m2
2. Luas tiap petak : 1 s/d 2 ha
3. Dasr Tambak : pelataran sistem caren
4. Ketinggian air : 80 s/d 100 cm
5. Pupuk : pemakaiannya sedikit
6. Pakan : alami dan tambahan
7. Kincir : jumlahnya sedikit
8. Pengaturan sirkulasi air : pasang surut dan pompa air.

3. Besarnya biaya investasi tambak adalah sebagai berikut :


a. Tambak Intensif adalah : Rp 5.300,00/m2
b. Tambak Semi Intensif adalah : Rp 3.500,00/m2 .
Bagi Objek Khusus yang berupa objek-objek yang mempunyai
karakteristik khusus perhitungan besarnya NJOP Perairan untuk Pelabuhan,
Industri, Lapangan Golf dan Tempat Rekreasi kelompok A memang tidak dapat
disamaratakan. Karakteristik bangunan yang tidak sama atau jauh berbeda baik
bentuk kerangka utama, material pembangun dan fasilitasnya mengharuskan nilai
objek harus dihitung secara individu, dan hasilnya disusun seperti dalam
Lampiran Va Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-16/PJ.6/1998 .
Pajak Bumi dan Bangunan 37

Kelas Nilai Jual Permukaan Bumi/Tanah Nilai Jual Permukaan


(Rp/m2 ) Bumi/Perairan (Rp/m2 )

1 3.100.000 32.860,00
2 2.925.000 31.000,00
3 2.779.000 29.250,00
4 2.640.000 27.790,00
5 2.508.000 26.400,00
6 2.352.000 25.080,00
7 2.176.000 23.520,00
8 2.013.000 21.760,00
9 1.862.000 20.130,00
10 1.722.000 18.620,00
11 1.573.000 17.220,00
12 1.416.000 15.730,00
13 1.274.000 14.160,00
14 1.147.000 12.740,00
15 1.032.000 11.470,00
16 916.000 10.320,00
17 802.000 9.160,00
18 702.000 8.020,00
19 614.000 7.020,00
20 537.000 6.140,00
21 464.000 5.370,00
22 394.000 4.640,00
23 335.000 3.940,00
24 285.000 3.350,00
25 243.000 2.850,00
26 200.000 2.430,00
27 160.000 2.000,00
28 128.000 1.600,00
29 103.000 1.280,00
30 82.000 1.030,00
31 64.000 820,00
32 48.000 640,00
33 36.000 480,00
34 27.000 360,00
35 20.000 270,00
36 14.000 200.00
37 10.000 140,00
38 7.150 100,00
39 5.000 71,00
40 3.500 50,00
41 2.450 35,00
42 1.700 24,50
43 1.200 17,00
44 910 12,00
38 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

45 660 9,10
46 480 6,60
47 350 4,80
48 270 3,50
49 200 2,70
50 140 2,00

Sedangkan untuk Perhitungan Besarnya NJOP Perairan untuk Pelabuhan


Industri, Lapangan Golf dan Tempat Rekreasi Kelompok B Lampiran Vb
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-16/PJ.6/1998 disusun sebagaimana
daftar dibawah ini :
Kelas Nilai Jual Permukaan Nilai Jual Permukaan
Bumi/Tanah (Rp/m2 ) Bumi/Perairan (Rp/m2 )

1 2 3
1 68.545.000 706.014,00
2 66.255.000 685.450,00
3 64.005.000 662.550,00
4 61.795.000 640.050,00
5 59.625.000 617.950,00
6 57.495.000 596.250,00
7 55.405.000 574.590,00
8 53.355.000 554.050,00
9 51.345.000 533.550,00
10 49.375.000 513.450,00
11 47.445.000 493.750,00
12 45.555.000 474.450,00
13 43.705.000 455.550,00
14 41.895.000 437.050,00
15 40.125.000 418.950,00
16 38.395.000 401.250,00
17 36.705.000 383.950,00
18 35.055.000 367.050,00
19 33.445.000 350.550,00
20 28.855.000 334.450,00
21 27.405.000 318.750,00
22 25.995.000 303.450,00
23 24.625.000 288.550,00
24 23.395.000 274.050,00
25 24.625.000 259.950,00
26 23.295.000 246.250,00
27 22.005.000 232.950,00
28 20.755.000 220.050,00
29 19.545.000 207.550,00
30 18.375.000 195.450,00
31 17.245.000 183.750,00
32 16.155.000 172.450,00
Pajak Bumi dan Bangunan 39

33 15.105.000 161.550,00
34 14.095.000 151.050,00
35 13.125.000 140.950,00
36 12.195.000 131.050,00
37 11.305.000 121.950,00
38 10.455.000 113.050,00
39 9.645.000 104.550,00
40 8.875.000 96.450,00
41 8.145.000 88.750,00
42 7.455.000 81.450,00
43 6.805.000 74.550,00
44 6.195.000 68.050,00
45 5.625.000 61.950,00
46 5.095.000 56.250,00
47 4.605.000 50.950,00
48 4.155.000 46.050,00
49 3.745.000 41.550,00
50 3.375.000 37.450,00

Apakah semua harta tetap berupa tanah dan atau bangunan dikenakan Pajak
Bumi dan Bangunan ? Tidak, Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak diatur
dalam Pasal 3 UU No.12 tahun 1985 sebagaimana telah dirubah terakhir dengan
Undang-Undang No.12 Tahun 1994 mengatur bahwa :
1). Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh Desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak;
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal-balik;
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2) Objek Pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
3) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp
8.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak.
4) Penyesuaian besarnya NJOP TKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Kalimat yang tertuang dalam angka 1) huruf a yang mengatakan digunakan
semata-mata untuk melayani kepentingan umum, sesungguhnya memberikan arti
40 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

bahwa bila Objek Pajak meskipun berupa gedung atau sarana objek yang
digunakan untuk social atau kesehatan dan pendidikan tetapi juga dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan, maka bangunan atau sarana tadi tetap dikenakan
PBB. Misalnya Rumah Sakit Umum Swasta seperti MMC, Graha Medika dan
lain-lain. Sekolah Swasta yang memungut uang pangkal masuk yang mahal,
sehingga bukan semata-mata untuk pendidikan seperti Tri Sakti, Kursus
Komputer dan lain-lain juga dikenakan PBB.
Khusus untuk Pasal 3 ini mohon diperhatikan bahwa pembatasan atau tidak
dikenakannya pajak atas sesuatu objek berbeda dengan Pasal 3 Undang-Undang
No.12 Tahun 1985. Perubahan yang menyolok disini bahwa ayat (3) memberikan
pengertian tentang tidak kena pajak adalah tanah dan bangunan berarti
seluruh objek dan satuan objek untuk setiap Wajib Pajak, sedangkan pada
Undang-Undang No.12 tahun 1985 hanya pada bangunannya saja untuk setiap
satuan bangunan. Menurut hemat kami justru kalimat dan maksudnya yang
benar adalah Pasal 3 ayat (3) Tahun 1985 karena PBB adalah pajak objektif
sehingga objeknya melekat pada Objek Pajak bukan pada Subjek Pajak.
Meletakkan Objek Pajak Tidak Kena Pajak pada Subjek Pajak sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini merugikan Wajib Pajak.
Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB ditentukan berdasarkan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi dengan NJOP Tidak Kena Pajak
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor :
201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan PBB, yang berlaku pada tahun pajak
2001 sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah atau sampai saat ini
mengatur untuk perhitungan PBB adalah :
1). Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
2). Kepada setiap wajib pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOP TKP).
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOP TKP)
sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp
12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Batasan setinggi-tingginya Rp
12.000.000,00 mengandung maksud bahwa apabila ada Daerah Tingkat II atau
Kabupaten/Kota yang ingin menetapkan NJOP TKP-nya disesuaikan dengan
kondisi, lingkungan ekonominya, kurang dari Rp 12.000.000,00 misalnya Daerah
Istimewa Yogyakarta menetapkan Rp 10.000.000,00 Jambi Rp 8.000.000,00
diperkenankan.
Penetapan besarnya NJOP TKP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
tersebut di atas untuk setiap Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat. Dalam
pelaksanaannya setiap Bupati Kepala Daerah Kabupaten/ Wali Kota
Madya/Walikota dan Khusus Untuk Daerah Ibukota Jakarta di dalam Wilayah
kerja Kantor Pelayanan PBB masing-masing menyusun besarnya Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak yang diputuskan dalam Surat Keputusan Gubernur DKI
Jakarta atau Bupati/Walikota Madya/Walikota dapat lebih rendah dari Rp
12.000.000,00. Sebagai contoh untuk DKI Jakarta menetapkan besarnya NJOP
TKP adalah Rp 12.000.000,00 Semarang masih Rp 8.000.000,00 dan lain-lain.
Pajak Bumi dan Bangunan 41

Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2002


tanggal 13 Mei 2002 Tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Untuk
Penghitungan PBB, besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebagai dasar
penghitungan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994, ditetapkan untuk :
a. Objek Pajak Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan sebesar
40 % dari NJOP
b. Objek pajak lainnya :
1). Sebesar 40 % dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 atau lebih
2). Sebesar 20 % dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00.

Subjek Pajak
Subjek Pajak berdasarkan Undang-Undang PBB adalah orang atau badan
yang mendapatkan manfaat atau kenikmatan atas sebidang tanah dan atau
bangunan yang dikuasainya. Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 4 ayat (1), yang
pada intinya menyatakan bahwa yang menjadi Subjek Pajak adalah orang atau
badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat
atas bangunan. Menurut hemat kami pasal tersebut tidak hanya menyebut pemilik
harta tetap tetapi juga orang atau badan yang menguasai harta tetap tersebut,
artinya adalah orang yang mendapat manfaat atau kenikmatan dari objek.
Selanjutnya orang atau badan atau dapat disebut Subjek Pajak yang dikenakan
kewajiban membayar pajak disebut sebagai Wajib Pajak.
Dalam pelaksanaan menjaring Wajib Pajak yang belum tentu pemiliknya
memang tidaklah mudah, namun Pasal 4 ayat (3) telah mengatur bagaimana
menetapkan Wajib Pajak yang tidak jelas keberadaannya dan bagaimana cara
mengatasi kesulitan Direktur Jenderal Pajak memburu Subjek Pajak yang
menghindar, yaitu apabila tidak diketahui dengan jelas siapa Wajib Pajak maka
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Subjek Pajak yang mendapat
kenikmatan dari Objek Pajaknya. Pada dasarnya pasal ini diciptakan sedemikian
rupa untuk mengejar Wajib Pajak yang dahulu sering lolos dari peraturan
Perundang-undangan karena kelemahan undang-undang atau peraturan pelengkap
tidak dapat menjangkau Subjek Pajak. Dengan kriteria dan pengertian kalimat
tersebut di atas maka tujuan yang pertama ditunjuk sebagai subjek pajak adalah
pemilik, namun apabila tidak diketahui pemiliknya maka, orang atau badan yang
secara nyata menguasai baik sebagai pengontrak/penyewa, penguasa, pengurus
ataupun penunggu yang secara nyata memperoleh manfaat atau menikmati harta
tetap/properti tersebut dapat ditetapkan sebagai Subjek Pajak.
Contoh dari masalah ini adalah :
Pak A – adalah pemilik tanah dan rumah
Pak B – adalah Pengontrak sewa rumah, yang kemudian tidak menmpati tanah
dan rumah tersebut tetapi menyerahkan penggunaanya kepada Pak C
42 Bab 3: Objek Pajak, Subjek PBB

Pak C – menggunakan tanah dan rumah tersebut hanya waktu tertentu (insidentil)
dalam satu hari beberapa jam yaitu antara jam 10.00 WIB sampai dengan jam
15.00 WIB saja, itupun terbatas hanya senin sampai dengan jumat
Pak D – adalah pembantu rumah tangga yang sehari-hari menunggu dan
menempati rumah tersebut.
Dalam hal seperti ini Subjek Pajak adalah Pak D, karena dialah yang secara
nyata menguasai Objek Pajak tersebut. Namun apabila Subjek pajak yang ditunjuk
tadi ternyata keberatan karena merasa tidak mampu atau hanya orang upahan saja,
maka pasal 4 ayat (4) dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan ini yaitu
dalam hal Subjek Pajak dapat membuktikan bahwa dirinya bukan Subjek Pajak
atas tunjukan dari Direktur Jenderal Pajak tersebut, maka Subjek Pajak yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak tersebut dapat mengajukan surat tertulis
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan keterangan bahwa ia bukan
Subjek Pajak. Penyelesaian permohonan tentang pernyataan bahwa orang atau
badan yang ditunjuk tadi bukan Subjek Pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (5) yang
antara lain menyebutkan bilamana keterangaan yang diajukan oeh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak
membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
Kemudian apabila Direktur Jenderal Pajak tidak setuju dengan penolakan
Wajib Pajak tadi Pasal 4 ayat (6) menyebutkan bahwa bila keterangan yang
diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat
keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya. Jangka waktu
penyelesaian pemberian keterangan tersebut di atas menyebutkan bahwa apabila
setelah jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya keterangan tersebut Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan
kepada Direktur Jenderal Pajak tersebut dianggap disetujui dan ia bukan lagi
sebagai Subjek Pajak.
Kejadian seperti tersebut di atas dimaksudkan agar tidak terjadi
kesewenangan atas kuasa Undang-Undang kepada Direktur Jenderal Pajak,
sehingga seluruh fiskus akan berlaku hati-hati dalam menjalankan tugasnya
menetapkan Subjek Pajak/atau Wajib Pajak yang akan dibebankan kepada Subjek
Pajak atau Wajib Pajak.

Rangkuman
- Objek Pajak adalah Bumi dan Bangunan di Wilayah Indonesia
- Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB adalah Objek Pajak yang :
1) a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh Desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak;
Pajak Bumi dan Bangunan 43

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas


perlakuan timbal-balik;
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2) Objek Pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

- o0o -

Anda mungkin juga menyukai