PENUTUP
Saat ini pajak merupakan primadona penerimaan negara yang paling utama.
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia yang tak kunjung habis
makin memacu dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak negatif
dari utang negara dan utang para pengusaha, sehingga menuntut jalan keluar yang
semakin cepat dari keterpurukan ekonomi dan moneter. Dalam sistem self
assessment yang dianut dalam dunia perpajakan kita ada tiga fungsi utama yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh aparatur di bidang Perpajakan, yaitu:
1. Penyuluhan
2. Pelayanan
3. Pengawasan/enforcement.
Memang sesungguhnya sangat sulit untuk menentukan fungsi mana yang
paling dominan dan sangat menentukan keberhasilan realisasi penerimaan pajak.
Seyogyanya ketiga fungsi tersebut harus berjalan serasi, bersama-sama seiring
sejalan saling menunjang, isi mengisi dalam suatu proses kerjasama melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kini dalam era demokrasi dan rakyat menginginkan sesuatu serba jelas
transparant dan penuh pelayanan, maka mau tidak mau aparat perpajakan juga
dituntut dapat memberikan pelayanan dengan penuh dedikasi sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat, atau dalam era sekarang ini sering disebut sebagai pelayanan
prima.
Direktorat PBB dalam mengantisipasi perobahan perilaku administrasi
aparat perpajakan sesungguhnya telah lebih maju mendahului pola pikir dan
pelayanan kepada Wajib Pajak. Hal itu terbukti bahwa setelah pada tanggal 21
Mei 1992 Menteri Keuangan R.I. telah menerbitkan Surat Keputusan
No.516/KMK.01/1992 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal
Pajak terkandung maksud bahwa pelayanan terhadap Wajib Pajak harus
diutamakan. Maka sejak itu Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran
No.SE-19/PJ.6/1994 tanggal 15 April 1994 tentang Petunjuk Pelayanan Satu
Tempat dalam SISMIOP.
394 Bab 17 : Penutup
Test Formatif :
5. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya:
a. Dirjen Pajak tidak dapat menetapkan Subjek Pajak atas objek pajak
tersebut sebagai WP;
b. Ketetapan penunjukan WP menunggu keputusan Pengadilan;
c. Dirjen Pajak dapat menetapkan Subjek Pajak atas objek pajak
tersebut;
d. Dirjen Pajak menerbitkan SPPT kepada Pemilik .
1. Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang
dibayar, dikenakan sanksi administrasi sebesar 2 % sebulan maximal 24
bulan. (B /S )
2. Bagan Struktur Nomor Objek Pajak (NOP) merupakan kode wilayah 10
digit yang menggunakan standar BPS, Nomor urut per blok dengan tanda
khusus berupa 8 digit, dan unik. (B /S)
3. Untuk menentukan NJOP tanah dan bangunan untuk setiap hunian rumah
susun dilakukan secara proporsional berdasarkan luas masing-masing
hunian dan pengenaannya untuk rumah susun yang dibangun Perum
Perumnas diberi keringanan 100 %. (B / S)
Pertama kali data harga pasar dan biaya pembangunan bangunan harus
dikonversi terlebih dahulu ke dalam SK Menteri keuangan
No.523/KMK.04/1998 ke dalam kelas untuk:
Tanah - kelas A-17, Nilai Jual Permukaan Bumi Rp 802.000,00/per m2;
Bangunan - kelas A- 07. Nilai Jual Bangunan Rp 429.000,00/per m2.
Maka pengenaan Tanah = 302 X Rp 802.000,00 = Rp 242.204.000,00.
Bangunan = 146 X Rp 429.000,00 = Rp 62.634.000,00.
NJOP Tanah dan Bangunan sebagai dasar pengenaan PBB:
Rp 304.838.000,00.
NJOP TKP: Rp 10.000.000,00.
NJOP untuk penghitungan PBB: Rp 294.838.000,00.
PBB = 0,5 % x 20 % x Rp 294.838.000,00 = Rp 294.838,00.
Maka besarnya PBB pak Endarto yang harus dibayar adalah:
Rp 294.838,00.
-o0o-