1) Pajak langsung;
Yang utama, ada dua penerimaan pajak pusat yang dibagihasilkan kedaerah
dan telahmemiliki aturan yang jelas adalah
Mekanisme pembagian dari penerimaan pajak bumi dan bangunan adalah 10% untuk
pemerintah pusat, 16% untuk propinsi, dan 65% untuk kabupaten/kota. Sedangkan
9% lainnya adalah kompensasi biaya penarikan.
Selain kedua pajak di atas, jenis pajak lainnya yang dibagihasilkan antara propinsi
dan kabupaten/kota adalah pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Berdasarkan PP No.21/1997 bab 2 pasal 7, propinsi mendapat bagian 10% dari total
penerimaan pajak bahan bakar bermotor sedangkan 90% lainnya disalurkan ke
kabupaten/kota.
pusat akan memperoleh 80%, sedangkan daerah akan memperoleh 20%. Walaupun
demikian, belum ditindak lanjuti lebih lanjut peraturan yang mengatur bagaimana
distribusi bagian daerah tersebut kepada daerah-daerah non-penghasil serta ke
propinsi.
Kemungkinan besar pajak penerimaan perseorangan yang dibagikan ke daerah ini
akan juga menjadi penerimaan pajak penting bagi daerah, selain penerimaan bagi
hasil dari pajak PBB dan BPHTB.
Saat ini PNBP yang dibagihasilkan ke daerah hanyalah PNBP yang berasal dari
penerimaan sumber daya alam. Karenanya, PNBP yang dibagihasilkan ke daerah
inilah yang dalam tulisan ini disebut sebagai penerimaan Bagi Hasil Sumber Daya
Alam. PNBP ini terdiri dari PNBP sumber daya alam minyak bumi, gas alam,
kehutanan,pertambangan umum dan perikanan.Untuk kehutanan dan pertambangan
umum, penerimaan negara dari sumber daya ini
diatur berdasarkan prinsip besarnya produksi ataupun luas area, khususnya melalui
pengenaan royalti dan land rent. Penerimaan negara yang berasal dari minyak bumi
dan gas alam diatur berdasarkan prinsip NOI (Net Operating Income). Untuk
perikanan,penerimaan negara diatur berdasarkan nilai ekspor ikan danlicense
fee usaha perikanan.
Sebelum UU No. 25/1999, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari minyak
bumi dan gas alam tidak dibagihasilkan. Saat ini, berdasarkan UU No. 25/1999,
penerimaan negara dari minyak bumi akan diberikan ke daerah sebesar 15%-nya dan
85%-nya untuk pemerintah pusat. Dari 15% bagian pemerintah daerah tersebut, 3%
untuk propinsi, 6% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 6% untuk kabupaten/kota
lainnya dalam propinsi tersebut.
Untuk penerimaan negara dari gas alam, menurut UU No.25/1999, sebesar 30%
untuk pemerintah daerah dan 70% untuk pemerintah pusat. Dari 30% bagian
pemerintah daerah ini, 6% untuk propinsi, 12% untuk kabupaten/kota penghasil, dan
12% untuk kabupaten/kota lainnya di propinsi tersebut.
Penerimaan minyak bumi dan gas alam yang dibagihasilkan ke daerah adalah
penerimaan pemerintah dari kontraktor (production sharing contractor dan joint
operation body) yang telah dikurangi pajak, baik pajak pemerintah pusat (pajak
badan/corporate tax,pajak penghasilan, Pajak Bunga Dividen dan Royalti/PBDR),
retribusi/pajak daerah (PBB, PPN), dan retensi Pertamina. Sebenarnya, penerimaan
pemerintah dari minyak bumi dan gas alam ini selain berasal dari kontraktor, ada juga
yang berasal dariPertamina. Namun untuk penerimaan yang berasal dari Pertamina,
belum jelas akan dibagihasilkan juga atau tidak, karena menurut UU No.8/1971
tentang Pertamina, bagian yang diserahkan ke pemerintah adalah sebesar 60% dari
keuntungan dan dikategorikan sebagai penerimaan pajak.
II. Pertambangan umum
Kebijakan Fiskal Atau disebut sebagai kebijakan stabilitas dan pembangunan adalah
penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah untuk mencapai kestaiblan
ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki (John
F.Doe : 1968). Mempunyai Tujuan yang sma dengan kebijakan Moneter atau kredit, yang
berusahan untuk mencapai tujuan tersebut dengan mengubah penyediaan dan biaya
modal uang, tertuama dengan mengubah posisi cadangan bak komersil. Ruang Lingkup
meliputi semua Tindakan atau Usaha untuk meningkatkan Kesejahteraan Umum melalui
pengawasan pemerintah terhadap sumber-sumber ekonomi, dengan menggunakan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, mobilisasi sumberdaya, dan penentuan harga
barang dan jasa dari perusahaan –perusahaan. (Dirk, J.Wolson dalam Suparmoko : 1968)
Referensi :