DISUSUN OLEH:
Abstrak
Industri Minyak Bumi dan Gas merupakan salah satu industri strategis yang
memainkan peran penting dalam pembangunan di Indonesia. Di lain pihak, Industri ini
sangat bergantung pada Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga
potensi yang ada dalam industri ini memiliki jumlah yang terbatas. Oleh karena itu,
pemerintah perlu mengatur cara yang paling tepat untuk mengatur bagaimana agar dapat
memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dari hasi industri ini.
Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah yang terdapat dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 tahun 2010, salah satu prinsip dalam
pencatatan penerimaan negara adalah dengan menggunakan azas bruto. Pada intinya, azas
ini menyatakan penerimaan tidak diperkenankan untuk dicatat dengan mengurangkan
total penerimaan setelah dikompensasikan dengan pengeluaran.
Pada tahun 2008, BPK memfokuskan auditnya terhadap pemeriksaan di sektor
migas. Hal ini dilakukan oleh BPK setelah menemukan fakta bahwa tidak semua
penerimaan minyak bumi dan gas dicatat dan dilaporkan dalam APBN.
Oleh karena itu, dalam pembahasan dalam karya tulis ini kami akan melakukan
peninjauan atas proses bisnis dalam penerimaan negara sektor migas dan
menghubungkannya dengan proses pencatatan yang dilakukan atas penerimaan tersebut.
Kata kunci : Penerimaan Migas, Azas Bruto
BAB I
LANDASAN TEORI
1. Perlakuan Pendapatan Menurut PP 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
1.1 Pengakuan Pendapatan-LRA
Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan rekening kas umum negara yang
menambah Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali. Pada
Paragraf 21 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 02 disebutkan
bahwa Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum
Negara/Daerah.
Pendapatan LRA dibagi ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
a. Pendapatan Perpajakan-LRA
Pendapatan Perpajakan-LRA adalah seluruh penerimaan uang yang masuk ke kas
negara yang berasal dari perpajakan pusat yang diakui sebagai penambah SAL
yang menjadi hak pemerintah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
dan tidak perlu dibayar kembali.
Pada Pemerintah Pusat, Pendapatan Perpajakan-LRA antara lain mencakup:
1) Pendapatan Pajak Penghasilan
2) Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah
3) Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
4) Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
5) Pendapatan Cukai
6) Pendapatan Bea Masuk
7) Pendapatan Bea Keluar
8) Pendapatan Pajak Lainnya
b. Pendapatan Negara Bukan Pajak-LRA
Pendapatan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan uang yang masuk ke
kas negara yang tidak berasal dari pendapatan pajak pusat dan/atau pendapatan
hibah, yang diakui sebagai penambah SAL yang menjadi hak pemerintah dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.
Pada Pemerintah Pusat, Pendapatan Negara Bukan Pajak- LRA antara lain
mencakup:
1) Pendapatan SDA
2) Pendapatan Bagian Laba BUMN
3) Pendapatan PNBP Lainnya
4) Pendapatan BLU
c. Pendapatan Hibah
Pendapatan Hibah adalah seluruh penerimaan uang yang masuk ke kas negara
yang berasal dari hibah yang diterima pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah SAL yang menjadi hak pemerintah dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.
1.2 Akuntansi Pendapatan LRA
Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran).
Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto (biaya) bersifat
variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu
dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan.
1.3 Pengakuan Pendapatan-LO
Pada paragraf 19 PSAP Nomor 12 disebutkan bahwa Pendapatan-LO diakui pada
saat:
a. Timbulnya hak tagih atas pendapatan;
b. Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.
Pada pemerintah pusat, pengakuan pendapatan-LO berdasarkan jenis pendapatan
adalah sebagai berikut:
a. Pengakuan pendapatan perpajakan-LO dengan metode self assessment
Diakui pada saat realisasi kas diterima di kas negara tanpa terlebih dahulu
pemerintah menerbitkan surat ketetapan pajak.
b. Pengakuan pendapatan perpajakan-LO dengan metode official assessment
Diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan dimaksud. Timbulnya
hak untuk menagih adalah pada saat otoritas perpajakan telah menerbitkan surat
ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus dibayar oleh
wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
c. Pendapatan Negara Bukan Pajak-LO
Diakui pada saat terutangnya PNBP yang menimbulkan hak tagih pemerintah
untuk PNBP adalah prinsip Earning Process Revenue (EPR). EPR adalah kondisi
dimana manfaat/benefit telah diterima oleh wajib bayar, uang telah dibayarkan
oleh wajib bayar melalui rekening antara namun belum diterima di kas negara
(earning process revenue). Kondisi ini terjadi dalam transaksi penerimaan negara
yang membutuhkan earning process mengingat di dalam pembayaran wajib bayar
masih terdapat kewajiban pemerintah yang harus dibayarkan kembali kepada
wajib bayar sehingga perlu ditampung terlebih dahulu di dalam rekening antara.
PNBP-LO diakui pada saat PNBP terutang ditetapkan oleh Instansi Pengelola
PNBP atau mitra Instansi Pengelola PNBP. Contoh transaksi ini adalah
penerimaan migas dan panas bumi yang masih harus memperhitungkan kewajiban
kontraktual pemerintah dan kewajiban lainnya sesuai peraturan perundangundangan
d. Pendapatan Hibah-LO
Pendapatan Hibah-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah
ekuitas yang berasal dari negara lain, organisasi internasional, pemerintah pusat,
pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, individu, kelompok masyarakat,
lembaga kemasyarakatan baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa,yang
tidak dimaksudkan untuk dibayar kembali oleh pemerintah kepada pemberi hibah
dan manfaatnya dinikmati oleh pemerintah.
Pendapatan hibah pada Laporan Operasional diakui pada saat timbulnya hak atas
pendapatan hibah tersebut atau terdapat aliran masuk sumber daya ekonomi, mana
yang lebih dahulu.
PMK-
BAB II
PRAKTEK PENERIMAAN MIGAS
1.
(sumber: Skripsi Perlakuan Akuntansi Pendapatan Minyak dan Gas Bumi (MIGAS)
Pada Kementeria Keuangan yang dibuat oleh Doli Indra Marito Harahap).
c.
d.
(sumber: Skripsi Perlakuan Akuntansi Pendapatan Minyak dan Gas Bumi (MIGAS)
Pada Kementeria Keuangan yang dibuat oleh Doli Indra Marito Harahap).
Sesuai PMK No. 113/PMK.02/2009 tentang Rekening Minyak dan Gas Bumi
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 178/PMK.02/2015, Rekening
Migas adalah rekening dalam valuta USD untuk enampung seluruh penerimaan dan
membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu migas.
PMK No. 113/PMK.02/2009 tentang Rekening Minyak dan Gas Bumi sebagaimana
telah diubah terakhir dengan PMK No. 178/PMK.02/2015, Pasal 2 mengatur bahwa
Penerimaan pada Rekening Migas antara lain terdiri dari Bagian Pemerintah dari
SDA yang meliputi hasil penjualan minyak mentah, hasil penjuaan gas alam, dan
over lifting Kontrakor Kontrak Kerja Sama(KKKS).
Selanjutnya, dalam Pasal 4 PMK dimaksud diatur bahwa Pengeluaran dari Rekening
Migas meliputi:
a. Penyelesaian kewajiban Pemerintah terkait kegiatan usaha hulu migas, berupa:
1) Pembayaran perpajakan migas, terdiri dari:
a) PBB
Dilaksanakan untuk menyelesaikan kewajiban PBB KKKS kegiatan
usaha hulu migas yang telah maupun yang belu menghasilkan setoran
bagian Pemerintah sesuai degan ketetuan perundang-undangan
b) PPN
Merupaan pembayaran ke bali PPN kepada KKKS sesuai degan ketetuan
perundang-undangan
c) Pajak Daerah
Merupakan Pajak Air Tanah, Pajak Air Permukaan dan Pajak Penerangan
Jalan untuk industry pertambanganmigas yang dibayarkan keapada
Pemerintah Daerah sesuai degan ketetuan perundang-undangan
2) Pembayaran di luar perpajakan, terdiri dari:
a) Domestic Market Obligation (DMO) Fee
Merupakan pembayaran fee kapada KKKS atas minyak mentah yang
diserahkan kepada kilang dalam negari sesuai degan ketetuan perundangundangan
b) Underlifting KKKS
Merupakan kewajiban Pemerintah kepada KKKS atas kelebihan
pengambilan minyak mentah sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
c) Imbalan penjualan migas
Merupakan imbalan yang diberikan kepada penjual migas bagian negara
sesuai degan ketetuan perundang-undangan
d) Kewajiban lainnya yang timbul sehubungan dengan kegiatan usaha hulu
migas sesuai degan ketetuan perundang-undangan
b. Penyetoran PNBP SDA Migas ke Rekening Kas Umum Negara
Berikut adalah ilustrasi apabila terjadi transaksi penerimaan dan pengeluaran yang
mempengaruhi saldo kas pada rekening migas, maka secara akuntansi basis akrual
akan dicatat oleh Kementerian Keuangan sebagai berikut:
a. Pada saat transaksi penerimaan yang menambah saldo kas di rekening Migas
(Kontraktor Migas setor) maka akan dijurnal:
Sisi neraca:
Diterima dari Entitas Lain
XXXX
Pendapatan yang Ditangguhkan
XXXX
Sisi Laporan Operasional:
Diterima dari Entitas Lain
XXXX
Pendapatan LO
XXXX
b. Pada saat transaksi pengeluaran yang dapat mengurangi saldo kas di rekening
migas maka akan dijurnal:
1) Pembayaran unsur pengurang, contohnya Reimbursement PPN dan PBB
a) pengakuan Utang Pihak Ketiga Reimbursement PPN dan PBB
Utang Pihak Ketiga diakui secara akrual pada saat surat permintaan
permintaan pemindahbukuan reimbursement PPN dan PBB telah
ditetapkan
Jurnal:
Sisi Neraca:
Pendapatan yang ditangguhkan XXXX
Utang Pihak Ketiga
XXXX
Sisi Laporan Operasional:
Pendapatan LO
XXXX
Utang Pihak Ketiga
XXXX
b) Apabila reimbursement PPN dan PBB telah dipindahbukukan dari
rekening migas ke rekening pihak ketiga maka jurnalnya akan menjadi
sebagai berikut:
Jurnal:
Sisi Neraca:
Utang Pihak Ketiga
XXXX
Ditagihkan ke Entitas Lain
XXXX
2) PNBP Migas
Sisi Neraca:
Pendapatan yang Ditangguhkan XXXX
Pendapatan LRA
XXXX
BAB III
PEMBAHASAN
Penerimaan Migas di Indonesia berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
yang dilaksananakan oleh Badan Usaha/Bentuk Usaha Tetap dengan mengadakan
Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah. Secara Substansial terdapat beberapa prinsip
penerimaan migas, yaitu sebagai berikut:
1. Dasar Penerimaan migas berasal dari Kontrak Kerja Sama (PSC). Dalam PSC
diatur pembagian untuk negara dan untuk kontraktor atas kegiatan usaha hulu
migas, dalam satuan prosentase.
2. Berdasarkan PSD, bagi hasil antara Pemerintah melalui BPMIGAS dan
Kontraktor dilakukan setelah mengeluarkan biaya untuk memproduksi migas atas
hasil kegiatan usaha hulu migas. Pola bagi hasil (Share) ini ditetapkan dalam
PSC.
3. Dalam rangka penyediaan kebutuhan BBM dalam Negeri (Domestc Market
Obligation), KOntraktor wajib menyerahkan sebagian dari bagian Kontraktor
kepada negara dan atas penyerahan tersebut Kontraktor mendapat DMO Fee.
4. Kontraktor wajib melakukan pembayaran pajak-pajak (PPh dan PPh Pasal 26)
namun dibebaskan dari pajak-pajak lainya (PBB. PPN dan Pajak Daerah). Hal ini
tercantum dalam klausul PSC yang menerangkan bahwa kontraktor wajib
melakukan pembayaran atas Pajak Penghasilan dan pajak terkait bunga dividend
an royalty, namun BPMIGAS menanggung dan membebaskan kontraktor atas
pajak-pajak lainya seperti PBB, PPn, dan Pajak Daerah.
5. Pencatatan penerimaan migas dibagi dalam 3 kelompok:
a) Total Pembayaran Pajak-Pajak (PPH dan PPH Ps 26) kontraktor dicatat
sebagai penerimaan PPh Migas;
b) Total Bagian Pemerintah (government share) setelah dikurangi dengan pajakpajak lainya (PPN, PBB, dan Pajak Daerah) dicatat sebagai PNBP SDA
Migas;
c) Total Hasil Penjualan Minyak Mentah DMO dikurangi dengan DMO Fee
yang dibayar kepada kontraktor dicatat sebagai PNBP Lainya dari Kegiatan
Hulu Migas.
telah dibuat sebelumnya. Oleh karena itu, seluruh penerimaan pada rekening Migas tidak
bisa diakui seluruhnya sebagai pendapatan negara.
Berdasarkan penjelasan diatas, pengertian netto dalam konteks pencatatan penerimaan
migas adalah jumlah yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh
pemerintah, sedangkan pengertian netto dalam PSAP 02 Paragraph 24 cenderung pada
konteks pembukuan secara langsung selisih antara pendapatan negara dan belanja negara
pada entitas yang memiliki pendapatan negara dan belanja negara sekaligus.
Sedangkan pencatatan Penerimaan Migas dengan menggunakan azas bruto seperti
rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menimbulkan konsekuensi yaitu
penerimaan dan pengeluaran menggunakan mekanisme APBN. Hal ini akan
mengakibatkan rekening Minyak dan Gas Bumi tidak diperlukan lagi dan seluruh
aktivitas penerimaan dan pengeluaran harus berada di Rekening KUN dan dikategorikan
sebagai Pendapatan Negara dan Belanja Negara, sehingga harus dianggarkan pada setiap
tahun dan pelaksanaannya mengikuti mekanisme Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA). Pengganggaran Pendapatan Negara dan Belanja Negara untuk sektor Migas dan
Gas Bumi ini diragukan ketepatannya mengingat pengeluaran-pengeluaran sebagaimana
dijelaskan sebelumnya tidak dapat diperkirakan secara detail karena kejadian-kejadian
pemicu terjadinya pengeluaran-pengeluaran tersebut tidak terjadi secara konstan.
Kesulitan terlebih lanjut adalah apabila secara factual terjadi pengeluaran yang melebihi
pagu yang telah dianggarkan, maka akan menghambat pelaksanaan kegiatan Minyak dan
Gas Bumi ini. Selain itu, apabila dipaksakan menggunakan mekanisme APBN dalam
pencatatan Pendapatan Negara dan Pengeluaran Negara pada sektor Migas dan Gas Bumi
ini maka akan menimbulkan item-item baru dalam Belanja APBN, antara lain sebagai
berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
1. Seluruh penerimaan dan pengeluaran tersebut harus dianggarkan dalam APBN dan
mengikuti mekanisme pembahasan dengan DPR-RI;
2. Perlu penunjukan instansi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan menyiapkan
mekanisme pelaksanaan pembayaran, karena dengan mekanisme ini maka semua
pembayaran unsur pengurang dikategorikan sebagai belanja negara.
3. Menambah belanja negara akan menambah potensi defisit APBN.
4. Pembayaran pengeluaran terkait kegiatan Migas dan Gas Bumi harus mengikuti
prosedur APBN menggunakan DIPA, sehingga perlu pengaturan lebih lanjut apabila
jumlah yang dianggarkan tidak mencukupi untuk melakukan pembayaran yang akan
menyebabkan terjadinya tuntutan dari pihak ketiga (KKKS).
BAB III
SIMPULAN
Proses pencatatan yang dilakukan atas Penerimaan Migas yang dilakukan oleh
Kementerian Keuangan sudah tepat. Perbedaan pendapat terjadi karena perbedaan
penafsiran atas penerimaan neto. Pengertian neto dalam konteks pencatatan penerimaan
migas adalah jumlah yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayarkan kembali
oleh pemerintah. Sedangkan pengertian neto dalam PSAP 02 paragraf 24 adalah
pengkompensasian antara Pendapatan Negara dengan Belanja Negara.