Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PAJAK DAERAH DAN PAJAK LAINNYA (Materai, PBB dan BPHTB)

Mata Kuliah: Perpajakan


Dosen Pengampu: M. Ardiansyah, S.E., M.Si.

Disusun Oleh:
Stanley (B819048)
Steven Halim (A819033)
Teresia Gofanih (A819025)
Vincent (A819005)
Vincent Tan Putra (A819016)

POLITEKNIK CENDANA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pajak
Daerah dan Pajak Lainnya (Materai, PBB dan BPHTB)” ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa,
penyusun tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik
penulisan maupun tata Bahasa. Tetapi walaupun demikian, penyusun berusaha
sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana.
Penyusun menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta dosen
pengampu yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penyusun
demi tersusunya makalah ini. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang tersebut di atas yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan
para pembaca pada umumnya. Penyusun mengharapkan saran serta kritik dari
berbagai pihak yang bersifat membangun.

Medan, 9 Desember 2022

Kelompok 5
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Membayar pajak merupakan salah satu kewajiban untuk warga negara. Pajak
merupakan salah satu sumber bagi negara untuk melakukan pembangunan. Dengan
membayar pajak diharapkan dana tersebut bisa digunakan untuk kepentingan seluruh
masyarakat, bukan hanya untuk para pejabat atau petinggi lainnya. Membayar pajak
bahkan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A yang berbunyi “Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang.”
Salah satu contoh pajak yang akan dibahas yaitu Pajak Daerah dan Pajak
Lainnya (Materai, PBB dan BPHTB).
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang apa itu:
1. Pajak dan Retribusi Daerah
2. Peranan Pajak Daerah dalam pembangunan Daerah
3. Subjek, Objek dan Perhitungan PBB, BPHTB dan Bea Materai
BAB 2. PEMBAHASAN

Sejalan dengan pemikiran bahwa sumber utama penerimaan negara


berupa pajak perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pambanguna nasional
agar dapat dilaksanakan dengan prinsip kemandirian, diperlukan peran serta
masyarakat dalam pembiayaan pembangunan yang tercermin dalam kepatuhan
membayar pajak. Untuk mencapai harapan tersebut diperlukan pola usaha
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan dengan berbagai
media informasi. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai
beberapa hal yang berkaitan dengan perpajakan.
2.1 Pajak dan Retribusi Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemeintahan daerah dan pembangunan daerah.
Cara pemerintah daerah memperoleh pajak daerah adalah:
1. Pungutan yang dikumpulkan oleh Pemerintah Daerah sendiri, sebagai refleksi
desentralisasi
2. Pungutan tambahan atas pajak pemerintah daerah atasan
3. Bagi hasil pajak
Adapun kriteria pemungutan pajak daerah adalah:
1. Sifatnya pajak dan bukan retribusi.
2. Objek Pajak terletak atau terdapat di wilayah kabupaten atau kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani
masyarakat di wilayah kota atau kabupaten yang bersangkutan.
3. Objek dan Dasar Pengenaan Pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum.
4. Potensi memadai. Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya
pemungutan.
5. Berdampak ekonomi positif. Pajak tidak mengganggu alokasi sumber-sumber
ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah
maupun kegiatan ekspor-impor.
6. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.
7. Menjaga kelestarian lingkungan. Pengenaan pajak tidak memberikan peluang
kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis-jenis pajak daerah antara
lain:
1. Pajak Provinsi
 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Tarif yang yang dikenakan untuk kendaraan bermotor beragam,
berikut ini rinciannya:
 Bagi kepemilikan kendaraan motor pertama sebesar 2%,
kemudian untuk kendaraan bermotor kedua sebesar 2,5% dan
akan meningkat untuk kepemilikan setiap kendaraan bermotor
seterusnya sebesar 0,5%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh badan, tarif
pajaknya sebesar 2%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh pemerintah pusat
dan daerah sebesar 0,50%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor alat berat sebesar
0,20%.

 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)


Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan masing-
masing sebagai berikut:
 Penyerahan pertama sebesar 10%.
 Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%.
Khusus kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan masing-masing sebagai
berikut:
 Penyerahan pertama sebesar 0,75%.
 Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor titetapkan sebesar 5%
Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana yang
dimaksud pada poin sebelumnya, dapat diubah oleh Pemerintah
dengan Peraturan Presiden, dalam hal:
 Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari
asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-
undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tahun berjalan.
 Diperlukan stabilitas harga bahan bakar minyak untuk jangka
waktu paling lama 3 tahun sejak ditetapkannya Undang-
undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Dalam hal harga minyak dunia sebagaimana dimaksud pada poin
pertama (kenaikan harga minyak melebihi 130%) sudah kembali
normal, Peraturan Presiden dicabut dalam jangka waktu paling lama 2
bulan.
 Pajak Air Permukaan
Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).
Besarnya Pajak Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
 Pajak Rokok
Tarif pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok dipungut oleh instansi
pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan
pemungutan cukai rokok.
2. Pajak Kabupaten / Kota
 Pajak Hotel
Tarif pajak hotel dikenakan sebesar 10% dari jumlah yang harus
dibayarkan kepada hotel dan masa pajak hotel adalah 1 bulan.
 Pajak Restoran
Tarif pajak restoran sebesar 10% dari biaya pelayanan yang ada
diberikan sebuah restoran.
 Pajak Hiburan
Kisaran tarif untuk pajak hiburan ini adalah 0%-35% tergantung dari
jenis hiburan yang dinikmati.
 Pajak Reklame
Tarif untuk pajak reklame ini adalah 25% dari nilai sewa reklame
yang bersangkutan.
 Pajak Penerangan Jalan
Tarif Pajak Penerangan Jalan terbagi menjadi 3, yakni:
 Tarif Pajak Penerangan Jalan yang disediakan oleh PLN atau
bukan PLN yang digunakan atau dikonsumsi oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gas alam, sebesar 3%.
 Tarif Pajak Penerangan Jalan yang bersumber dari PLN atau
bukan PLN yang digunakan atau dikonsumsi selain yang
dimaksud pada poin pertama sebesar 2,4%.
 Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak
Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 1,5%.
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
 Tarif untuk mineral bukan logam sebesar 25%,
 Tarif untuk batuan sebesar 20%.
 Pajak Parkir
Lahan parkir yang dikenakan pajak adalah lahan yang kapasitasnya
bisa menampung lebih dari 10 kendaraan roda 4 atau lebih dari 20
kendaraan roda 2. Tarif pajak yang dikenakan sebesar 20%.
 Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan air
tanah untuk tujuan komersil. Besar tarif Pajak Air tanah adalah 20%.
 Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak yang dikenakan atas
pengambilan sarang burung walet. Tarif pajak sarang burung walet
sebesar 10%.
 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan:
 Pajak untuk pajak bumi dan bangunan perdesaan dan
perkotaan yang bernilai kurang dari 1 miliar sebesar 0,1%.
 Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang
bernilai lebih dari 1 miliar sebesar 0,2%.
 Sedangkan tarif untuk pemanfaatan yang menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan, dikenakan tarif sebesar 50%.
 Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
Tarif dari pajak ini sebesar 5% dari nilai bangunan atau tanah yang
diperoleh orang pribadi atau suatu badan tertentu.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemeritah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi daerah terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi Atau badan.
Jenis-Jenis Retribusi Jasa Umum:
 Retribusi Pelayanan Kesehatan;
 Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte
Catatan Sipil;
 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
 Retribusi Pelayanan Pasar;
 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
 Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
 Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor
swasta.
Jenis-Jenis Retribusi Jasa Usaha:
 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
 Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
 Retribusi Tempat Pelelangan;
 Retribusi Terminal;
 Retribusi Tempat Khusus Parkir;
 Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
 Retribusi Penyedotan Kakus;
 Retribusi Rumah Potong Hewan;
 Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
 Retribusi Penyeberangan di Atas Air;
 Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
 Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Jenis-Jenis Retribusi Perizinan Tertentu:
 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
 Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
 Retribusi Izin Gangguan;
 Retribusi Izin Trayek.
2.2 Peranan Pajak Daerah dalam pembangunan Daerah
Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan. Hampir selurih negara
di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang, menempatkan pajak sebagai
sumber penting untuk membiayai pembangunan di negaranya. Oleh karena itu pajak
memiliki 4 fungsi, yaitu:
1. Fungsi Anggaran
Dimana pajak daerah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
digunakan untuk pendanaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, pembangunan, dan juga sebagai tabungan Pemerintah Daerah.
2. Fungsi Mengatur
Pemerintah Daerah mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak
daerah. Melalui fungsi ini, dana dari pajak daerah dapat digunakan sebagai
salah satu alat untuk mencapai tujuan ekonomi pemerintahan dan mengurangi
masalah ekonomi. Misalnya, jika pemerintah ingin menarik penanaman
modal, maka dapat diberikan keringanan pajak pada sektor tertentu. Dengan
demikian diharapkan akan ada penyerapan lapangan kerja.
3. Fungsi Stabilitas
Pajak daerah yang dananya terus ada membantu pemerintah untuk
menstabilkan harga barang dan jasa sehingga dapat mengurangi inflasi.
Tetapi untuk dapat memenuhi fungsi ini pemungutan dan penggunaan pajak
harus dilakukan secara efektif dan efisien.
4. Fungsi Retribusi Pendapatan
Pajak daerah yang ada digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum termasuk untuk membuka lapangan kerja baru sehingga terjadi
pemerataan pendapatan agar kesejangan ekonomi antara yang kaya dan
miskin tidak terlalu menonjol. Pajak daerah diharapkan dapat meningkatkan
pemerataan di setiap daerah karena penyaluran pajak yang baik akan
meningkatkan kualitas pembangunan.
2.3 Subjek, Objek dan Perhitungan PBB, BPHTB dan Bea Materai
2.3.1 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadan objek yaitu bumi tanah dana tau bangunan. Keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak iku mementukan besarnya pajak.
Objek PBB adala “Bumi dan atau Bangunan”. Klasifikasi objek pajak diatur
oleh Menteri Keuangan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi
dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk
memudahkan perhitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi tanah diperhatikan factor-faktor sebagai
berikut:
 Letak
 Peruntukan
 Pemanfaatan
 Kondisi Lingkungan
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan factor-faktor berikut:
 Bahan yang digunakan
 Rekaya sa
 Letak
 Kondisi Lingkungan
Objek PBB yang dikecualikan adalah:
 Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti masjid, rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
 Digunakan untuk kuburan
 Digunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan purbakala
 Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional
dan lain-lain.
 Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan atas timbal balik
dari organisasi internasional yang ditenukan oleh Menteri Keuangan.
Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata:
 Mempunyai ha katas bumi tanah
 Memperoleh manfaat atas bumi tanah
 Memiliki bangunan
 Menguasai bangunan
 Memperoleh manfaat dari bangunan
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP
ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan Bupati / Walikota serta memperhatikan:
 Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdelatan
dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya
 Nilai perolehan baru
 Penentuan nilai jual objek pajak pengganti
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas
bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Bedarnya NJOPTKP untuk setiap
daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp.12.000.000, dengan ketentuan sebagai
berikut:
 Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali
dan satu tahun pajak
 Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya
terbesar dan tidak bias digabungkan dengan objek pajak lainnya.
Dasar perhitungan Pajak Bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP). Besarnya NJKP adalah:
 Objek pajak perkebunan adalah 40%
 Objek pajak kehutanan adalah 40%
 Objek pajak pertambangna adalah 40%
 Objek pajak lainnya (perdesaan dan perkotaan)
o Apabila NJOPnya < Rp.1.000.000.000,- adalah 40%
o Apabila NJOPnya > Rp.1.000.000.000,- adalah 20%

Tarif pajak yang dikenankan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 persen.
Rumus perhitungan Pajak Bumi dan bangunan = Tarif x NJKP
 Jika NJKP = 40% x (NJOP-NJOPTKP)
Maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
 Jika NJKP = 20% x (NJOP-NJOPTKP)
Maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Contoh:
 Sebuah rumah dengan luas bangunan 100 m2 berdiri di atas tanah seluas 200
m2 dengan nilai jual tanah Rp. 700.000 per m2 dan nilai jual bangunan Rp.
600.000 per m2. Berapa PBB yang harus dibayar?
Jumlah NJOP bumi 200 x Rp. 700.000 = Rp. 140.000.000
Jumlah NJOP bangunan 100 x Rp. 600.000 = Rp. 60.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan = Rp. 200.000.000
NJOPTKP = (Rp. 12.000.000)
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp. 188.000.000
NJKP 20% x Rp. 188.000.000 = Rp. 37.600.000
PBB yang Terutang (0.5% x Rp. 37.600.000) = Rp. 188.000
 Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di
Desa A dan B dengan nilai sebagai berikut
Desa A:
NJOP Bumi Rp. 13.000.000
NJOP Bangunan Rp. 9.000.000
Desa B:
NJOP Bumi Rp. 8.000.000
NJOP Bangunan Rp. 10.000.000
Dan NJOTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp. 10.000.000.
PBB yang harus dibayar yaitu:
Desa A:
NJOP Bumi Rp. 13.000.000
NJOP Bangunan Rp. 9.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp. 22.000.000
NJOPTKP (Rp. 10.000.000)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp. 12.000.000
Desa B:
NJOP Bumi Rp. 8.000.000
NJOP Bangunan Rp. 10.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp. 18.000.000
NJOPTKP (Rp. 0)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp. 18.000.000
NJKP = 20% x (12.000.000+18.000.000) Rp. 6.000.000
PBB Terutang = 0.5% x 6.000.000 Rp. 30.000
 Pak Bondan mempunyai objek pajak berupa:
Tanah = 800 m2, nilai jual Rp. 300.000 per m2
Bangunan = 400 m2, nilai jual Rp. 350.000 per m2
Taman Mewah = 200 m2, nilai jual Rp. 50.000 per m2
Pagar Mewah = 120 m x 1.5 m, nilai jual Rp. 175.000 per m2
Bagaimana perhitungan PBB jika tarif yang ditetapkan Perda sebesar 0.2%
dan NJOPTKP sebesar Rp. 10.000.000
NJOP Tanah = 800 x Rp.300.000 = Rp. 240.000.000
NJOP Bangunan
Rumah = 400 x Rp. 350.000 = Rp. 140.000.000
Taman = 200 x Rp. 50.000 = Rp. 10.000.000
Pagar = (120x1.5) x Rp. 175.000 = Rp. 31.000.000
NJOP = Rp. 421.500.000
NJOPTKP = (Rp. 10.000.000)
NJOPKP = Rp. 411.500.000
PBB Terutang (0.2% x Rp. 411.500.000) = Rp. 823.000
2.3.2 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hokum yang mengakibatkan diperolehnya
hak atas bumi dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16 tetang
Rumag Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Yang menjadi objek pajak (Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU no, 21 Tahun 1997 ja.
UU No 20 Tahun 2000) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan ha katas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
 Pemindahan Hak
o Jual beli
o Tukar menukar
o Hibah
o Hibah wasiat
o Warisan
o Pemasukan dalam perseroaan atau badan hokum lainnya
o Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
o Penunjukkan pembeli dalam lelang
o Pelaksanaa putusan hokum yang mempunyai kekuatan hukum tetap
o Penggabungan usaha
o Pemekaran usaha
o Hadiah
 Pemberian Hak Baru
o Kelanjutan pelepasan hak
o Diluar pelepasan hak

Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan.
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB. Berdasarkan jenis perolehan hak-nya,
NPOP tersebut adalah sebagai berikut:
o Jual beli adalah harga transaksi
o Tukar-menukar adalah nilai pasar
o Hibah adalah nilai pasar
o Hibah wasiat adalah nilai pasar
o Warisan adalah nilai pasar
o Pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya adalah nilai
pasar
o Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
o Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi
o Pelaksanaa putusan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap
adalah nilai pasar
o Penggabungan usaha adalah nilai pasar
o Pemekaran usaha adalah nilai pasar
o Hadiah adalah nilai pasar
Pasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan tarif tunggal
sebesar 5%.
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
(NPOPKP) adalah sebagai berikut:
BPHTB Terutang = Tarif x NPOPKP atau
= 5% x (NPOP-NPOTKP)
Contoh:
 Pada tanggal 1 Maret 2003, Bapak Rahmat membeli sebuah rumah seluas 200
m2 yang berada di atas sebidang tanah hak milik seluas 500 m2 di kota Bogor
dengan harga perolehan Rp. 500.000.000. berdasarkan data SPPT PBB atas
objek tersebut ternyata NJOP nya sebesar Rp. 600.000.000 (tanah dan
bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp. 50.000.000 maka
kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut adalah
5% x (600.000.000 – 50.000.000) = Rp. 27.500.000
 Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan
bangunana dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp.
250.000.000. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB
dengan NJOP sebesar Rp. 425.000.000. Apabila NPOPTKP karena waris
untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp. 250.000.000 maka BPHTB
yang terutang adalah
50% x 5% x (Rp. 425.000.000 – Rp. 250.000.000) = Rp. 4.375.000
 Sebuah yayasan yatim piatu X menerima hibah wasiat dari seorang
dermawan sebidang tanah seluas 1000 m2 dengan nilai pasar pada waktu
pendaftaran hak sebesar Rp. 700.000.000. Apabila NPOPTKP pada daerah
tersebut ditentukan sebesar Rp. 60.000.000 maka BPHTB terutang yang
harus dibayar oleh yayasan tersebut adalah sebesar:
50% x 5% x (Rp. 700.000.000 – Rp. 60.000.000) = Rp. 16.000.000
 Sebuah perusahaan Negara milik daerah (BUMD Perpakiran) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parker
dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp. 1.000.000.000.
Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan
NJOP sebesar Rp. 1.250.000.000. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut
ditetapkan sebesar Rp. 50.000.000 maka besarnya BPHTB yang harus
dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar:
50% x 5% x (Rp. 1.250.000.000 – Rp. 50.000.000) = Rp. 30.000.000
2.3.3 Bea Materai
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen
tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen
tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut
hanya dibuat oleh satu pihak.
Adapun subjek bea materai yaitu:
 Apabila dokumen dibuat sepihak, bea materai terutang oleh pihak yang
menerima dokumen.
 Apabila dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang
oleh masing-masing pihak atas Dokumen yang diterimanya.
 Dokumen yang berupa surat berharga, maka bea materai terutang oleh pihak
yang menerbitkan surat berharga.
 Bea Meterai juga terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang
mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain.
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen
menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata
dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain:
 surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan) yang dibuat untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
 akta-akta notaris termasuk salinannya;
 akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
rangkap-rangkapnya;
 surat yang memuat jumlah uang yaitu:
o yang menyebutkan penerimaan uang;
o yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank;
o yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
o yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
telah dilunasi atau diperhitungkan
 surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, dan cek.
 dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan,
yaitu:
o Surat-surat biasa dan surat kerumah-tanggaan;
o Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, selain dari maksud semula
Bea materai yang berlaku mulai 1 Januari 2021 (UU No.10 Tahun 2020)
adalah Rp.10.000,-
Dokumen yang tidak di kenakan bea materai adalah:
 Dokumen yang berupa;
o surat penyimpanan barang;
o konosemen;
o surat angkutan penumpang dan barang;
o bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
o surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
o surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas
 Segala bentuk ijazah
 Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
 Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
 Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan
daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan;
 Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
 Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran
uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah;
 Surat gadai;
 Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
 Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter.
BAB 3. PENUTUP

Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau
Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai adalah salah satu pajak yang dikelola oleh
Direktorat Jendral Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). PBB termasuk jenis pajak objektif, dimana yang lebih
ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Ada banyak hal yang
harus dikatahui tentang PBB dan peraturannya pun terus berkembang sehingga kita
harus selalu mencari informasi terbaru tentang perpajakan.
Pertanyaan dan Jawaban

1. Ricko (Kelompok 3)
Bagaimana cara menghitung retribusi daerah dan siapa yang menentukan
tarifnya?
 Retribusi = tingkat penggunaan jasa x tarif retribusi, Tata cara pelaksanaan
pemungutan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah.
2. Chavia (kelompok 1)
Dalam pajak parkir, bagaimana kalau saat parkir ada motor yang hilang, dan
siapa yang bertanggung jawab?
 Kalau kendaraan hilang maka yang bertanggung jawab adalah pemilik dari
tempat parkir tersebut, pemilik tempat parkir dapat digugat secara perdata
karena Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365, 1366 dan 11367
KUHPer. Di sisi lain, secara pidana ada pasal 406 ayat 1 KUHP, tetapi jika
pemilik tempa parkir tidak sengaja menghilangkan kendaraan, melainkan
lalai, maka tidak dapat dituntut atas dasar Pasal 406 ayat 1 KUHP.
3. Lili (Kelompok 2)
Dalam peralihan materai 6000 dan 3000 menjadi 10000, akan habis berapa
biaya?
 Materai 10000 bisa didapat dengan menukar 2 lembar materai 6000, 3 lembar
materai 3000, ataupun 1 lembar 6000 dan 3000.
4. Wendy (Kelompok 5)
Cara menentukan nilai BPHTB?
 Besaran BPHTB adalah 5% dari harga beli dikuramgi NJOPTKP.
5. Nicholas (Kelompok 3)
Retribusi daerah dapat membuka lowongan kerja baru, contohnya?
 Dengan retribusi daerah pemeritah memberikan rakyat KUR (Kredit Usaha
Rakyat) dengan KUR maka rakyat bias memulai UMKM
6. Sebastian (Kelompok 4)
Dapat dikatakan bahwa manfaat pajak lebih ke negara, bila target penerimaan
pajak 95% dan realisasi baru 60% maka apa dampaknya?
 Jika realisasi penerimaan pajak di bawah target, biasanya pemerintah akan
“memaksakan” adanya efisiensi berupa pemotongan anggaran.

Anda mungkin juga menyukai