Disusun Oleh:
Stanley (B819048)
Steven Halim (A819033)
Teresia Gofanih (A819025)
Vincent (A819005)
Vincent Tan Putra (A819016)
POLITEKNIK CENDANA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pajak
Daerah dan Pajak Lainnya (Materai, PBB dan BPHTB)” ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa,
penyusun tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik
penulisan maupun tata Bahasa. Tetapi walaupun demikian, penyusun berusaha
sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana.
Penyusun menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta dosen
pengampu yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penyusun
demi tersusunya makalah ini. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang tersebut di atas yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan
para pembaca pada umumnya. Penyusun mengharapkan saran serta kritik dari
berbagai pihak yang bersifat membangun.
Kelompok 5
BAB 1. PENDAHULUAN
Tarif pajak yang dikenankan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 persen.
Rumus perhitungan Pajak Bumi dan bangunan = Tarif x NJKP
Jika NJKP = 40% x (NJOP-NJOPTKP)
Maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
Jika NJKP = 20% x (NJOP-NJOPTKP)
Maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Contoh:
Sebuah rumah dengan luas bangunan 100 m2 berdiri di atas tanah seluas 200
m2 dengan nilai jual tanah Rp. 700.000 per m2 dan nilai jual bangunan Rp.
600.000 per m2. Berapa PBB yang harus dibayar?
Jumlah NJOP bumi 200 x Rp. 700.000 = Rp. 140.000.000
Jumlah NJOP bangunan 100 x Rp. 600.000 = Rp. 60.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan = Rp. 200.000.000
NJOPTKP = (Rp. 12.000.000)
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp. 188.000.000
NJKP 20% x Rp. 188.000.000 = Rp. 37.600.000
PBB yang Terutang (0.5% x Rp. 37.600.000) = Rp. 188.000
Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di
Desa A dan B dengan nilai sebagai berikut
Desa A:
NJOP Bumi Rp. 13.000.000
NJOP Bangunan Rp. 9.000.000
Desa B:
NJOP Bumi Rp. 8.000.000
NJOP Bangunan Rp. 10.000.000
Dan NJOTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp. 10.000.000.
PBB yang harus dibayar yaitu:
Desa A:
NJOP Bumi Rp. 13.000.000
NJOP Bangunan Rp. 9.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp. 22.000.000
NJOPTKP (Rp. 10.000.000)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp. 12.000.000
Desa B:
NJOP Bumi Rp. 8.000.000
NJOP Bangunan Rp. 10.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp. 18.000.000
NJOPTKP (Rp. 0)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp. 18.000.000
NJKP = 20% x (12.000.000+18.000.000) Rp. 6.000.000
PBB Terutang = 0.5% x 6.000.000 Rp. 30.000
Pak Bondan mempunyai objek pajak berupa:
Tanah = 800 m2, nilai jual Rp. 300.000 per m2
Bangunan = 400 m2, nilai jual Rp. 350.000 per m2
Taman Mewah = 200 m2, nilai jual Rp. 50.000 per m2
Pagar Mewah = 120 m x 1.5 m, nilai jual Rp. 175.000 per m2
Bagaimana perhitungan PBB jika tarif yang ditetapkan Perda sebesar 0.2%
dan NJOPTKP sebesar Rp. 10.000.000
NJOP Tanah = 800 x Rp.300.000 = Rp. 240.000.000
NJOP Bangunan
Rumah = 400 x Rp. 350.000 = Rp. 140.000.000
Taman = 200 x Rp. 50.000 = Rp. 10.000.000
Pagar = (120x1.5) x Rp. 175.000 = Rp. 31.000.000
NJOP = Rp. 421.500.000
NJOPTKP = (Rp. 10.000.000)
NJOPKP = Rp. 411.500.000
PBB Terutang (0.2% x Rp. 411.500.000) = Rp. 823.000
2.3.2 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hokum yang mengakibatkan diperolehnya
hak atas bumi dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16 tetang
Rumag Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Yang menjadi objek pajak (Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU no, 21 Tahun 1997 ja.
UU No 20 Tahun 2000) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan ha katas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
Pemindahan Hak
o Jual beli
o Tukar menukar
o Hibah
o Hibah wasiat
o Warisan
o Pemasukan dalam perseroaan atau badan hokum lainnya
o Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
o Penunjukkan pembeli dalam lelang
o Pelaksanaa putusan hokum yang mempunyai kekuatan hukum tetap
o Penggabungan usaha
o Pemekaran usaha
o Hadiah
Pemberian Hak Baru
o Kelanjutan pelepasan hak
o Diluar pelepasan hak
Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan.
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB. Berdasarkan jenis perolehan hak-nya,
NPOP tersebut adalah sebagai berikut:
o Jual beli adalah harga transaksi
o Tukar-menukar adalah nilai pasar
o Hibah adalah nilai pasar
o Hibah wasiat adalah nilai pasar
o Warisan adalah nilai pasar
o Pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya adalah nilai
pasar
o Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
o Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi
o Pelaksanaa putusan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap
adalah nilai pasar
o Penggabungan usaha adalah nilai pasar
o Pemekaran usaha adalah nilai pasar
o Hadiah adalah nilai pasar
Pasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan tarif tunggal
sebesar 5%.
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
(NPOPKP) adalah sebagai berikut:
BPHTB Terutang = Tarif x NPOPKP atau
= 5% x (NPOP-NPOTKP)
Contoh:
Pada tanggal 1 Maret 2003, Bapak Rahmat membeli sebuah rumah seluas 200
m2 yang berada di atas sebidang tanah hak milik seluas 500 m2 di kota Bogor
dengan harga perolehan Rp. 500.000.000. berdasarkan data SPPT PBB atas
objek tersebut ternyata NJOP nya sebesar Rp. 600.000.000 (tanah dan
bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp. 50.000.000 maka
kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut adalah
5% x (600.000.000 – 50.000.000) = Rp. 27.500.000
Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan
bangunana dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp.
250.000.000. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB
dengan NJOP sebesar Rp. 425.000.000. Apabila NPOPTKP karena waris
untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp. 250.000.000 maka BPHTB
yang terutang adalah
50% x 5% x (Rp. 425.000.000 – Rp. 250.000.000) = Rp. 4.375.000
Sebuah yayasan yatim piatu X menerima hibah wasiat dari seorang
dermawan sebidang tanah seluas 1000 m2 dengan nilai pasar pada waktu
pendaftaran hak sebesar Rp. 700.000.000. Apabila NPOPTKP pada daerah
tersebut ditentukan sebesar Rp. 60.000.000 maka BPHTB terutang yang
harus dibayar oleh yayasan tersebut adalah sebesar:
50% x 5% x (Rp. 700.000.000 – Rp. 60.000.000) = Rp. 16.000.000
Sebuah perusahaan Negara milik daerah (BUMD Perpakiran) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parker
dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp. 1.000.000.000.
Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan
NJOP sebesar Rp. 1.250.000.000. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut
ditetapkan sebesar Rp. 50.000.000 maka besarnya BPHTB yang harus
dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar:
50% x 5% x (Rp. 1.250.000.000 – Rp. 50.000.000) = Rp. 30.000.000
2.3.3 Bea Materai
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen
tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen
tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut
hanya dibuat oleh satu pihak.
Adapun subjek bea materai yaitu:
Apabila dokumen dibuat sepihak, bea materai terutang oleh pihak yang
menerima dokumen.
Apabila dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang
oleh masing-masing pihak atas Dokumen yang diterimanya.
Dokumen yang berupa surat berharga, maka bea materai terutang oleh pihak
yang menerbitkan surat berharga.
Bea Meterai juga terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang
mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain.
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen
menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata
dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain:
surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan) yang dibuat untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
akta-akta notaris termasuk salinannya;
akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
rangkap-rangkapnya;
surat yang memuat jumlah uang yaitu:
o yang menyebutkan penerimaan uang;
o yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank;
o yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
o yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
telah dilunasi atau diperhitungkan
surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, dan cek.
dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan,
yaitu:
o Surat-surat biasa dan surat kerumah-tanggaan;
o Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, selain dari maksud semula
Bea materai yang berlaku mulai 1 Januari 2021 (UU No.10 Tahun 2020)
adalah Rp.10.000,-
Dokumen yang tidak di kenakan bea materai adalah:
Dokumen yang berupa;
o surat penyimpanan barang;
o konosemen;
o surat angkutan penumpang dan barang;
o bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
o surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
o surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas
Segala bentuk ijazah
Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan
daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan;
Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran
uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah;
Surat gadai;
Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter.
BAB 3. PENUTUP
Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau
Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai adalah salah satu pajak yang dikelola oleh
Direktorat Jendral Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). PBB termasuk jenis pajak objektif, dimana yang lebih
ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Ada banyak hal yang
harus dikatahui tentang PBB dan peraturannya pun terus berkembang sehingga kita
harus selalu mencari informasi terbaru tentang perpajakan.
Pertanyaan dan Jawaban
1. Ricko (Kelompok 3)
Bagaimana cara menghitung retribusi daerah dan siapa yang menentukan
tarifnya?
Retribusi = tingkat penggunaan jasa x tarif retribusi, Tata cara pelaksanaan
pemungutan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah.
2. Chavia (kelompok 1)
Dalam pajak parkir, bagaimana kalau saat parkir ada motor yang hilang, dan
siapa yang bertanggung jawab?
Kalau kendaraan hilang maka yang bertanggung jawab adalah pemilik dari
tempat parkir tersebut, pemilik tempat parkir dapat digugat secara perdata
karena Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365, 1366 dan 11367
KUHPer. Di sisi lain, secara pidana ada pasal 406 ayat 1 KUHP, tetapi jika
pemilik tempa parkir tidak sengaja menghilangkan kendaraan, melainkan
lalai, maka tidak dapat dituntut atas dasar Pasal 406 ayat 1 KUHP.
3. Lili (Kelompok 2)
Dalam peralihan materai 6000 dan 3000 menjadi 10000, akan habis berapa
biaya?
Materai 10000 bisa didapat dengan menukar 2 lembar materai 6000, 3 lembar
materai 3000, ataupun 1 lembar 6000 dan 3000.
4. Wendy (Kelompok 5)
Cara menentukan nilai BPHTB?
Besaran BPHTB adalah 5% dari harga beli dikuramgi NJOPTKP.
5. Nicholas (Kelompok 3)
Retribusi daerah dapat membuka lowongan kerja baru, contohnya?
Dengan retribusi daerah pemeritah memberikan rakyat KUR (Kredit Usaha
Rakyat) dengan KUR maka rakyat bias memulai UMKM
6. Sebastian (Kelompok 4)
Dapat dikatakan bahwa manfaat pajak lebih ke negara, bila target penerimaan
pajak 95% dan realisasi baru 60% maka apa dampaknya?
Jika realisasi penerimaan pajak di bawah target, biasanya pemerintah akan
“memaksakan” adanya efisiensi berupa pemotongan anggaran.