Anda di halaman 1dari 17

FITRA RIAU

MEMBANGUN BASISDATA POTENSI, PRODUKSI, PENERIMAAN dan MANFAAT


EKONOMI SOSIAL UNTUK MENDORONG TRANSPARANSI DAN
AKUNTABILITAS TATAKELOLA INDUSTRI EKSTRAKTIF di PROVINSI RIAU

A. Pendahuluan
Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumberdaya alam strategis tidak terbarukan
(Unrenewable ) yang dikuasai oleh Negara dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat
hidup orang banyak serta mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional. Untuk itu
pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin dengan menggunakan teknologi yang terus
dikembangkan dan lebih efisiensi serta ramah lingkungan agar dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Alhir-akhir ini, kecenderungan penggunaan minyak bumi sebagai bahan baku semakin
meningkat, sementara produksi semakin menurun seiring dengan semakin menipisnya cadangan
minyak. Kecenderungan penurunan produksi dan lifting migas saat ini, akan sangat berpengaruh
terhadap penerimaan negara yang berakibat langsung terhadap penerimaan Dana Bagi Hasil dari
SDA migas dan ini sangat menentukan dalam perolehan pendapatan asli daerah (anggaran
pembangunan).
Landasan Hukum
Beberapa landasan hukum yang digunakan sebagai kekuatan mengikat bagi pengelolaan industry
Migas di Indonesia:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Ayat 2 mengatakan bahwa cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan Bangsa yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara. Ayat 3 bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas
Bumi (proses amandemen). Pasal 31, Ayat 6 mengatakan bahwa penerimaan Negara
bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan penerimaan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 19 Ayat 1
mengatakan bahwa penerimaan pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang
dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam Pertambangan
Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah yang bersangkutan setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya. Ayat 2 mengatakan bahwa Dana Bagi Hasil
dari Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e
angka 2 sebesar 15,5 persen dibagi dengan rincian sebagi berikut :
a. 3,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;
b. 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
c. 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang
1

FITRA RIAU

bersangkutan.
Pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak
Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan
huruf f angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah
anggaran pendidikan dasar. Ayat (2) berpendapat bahwa Dana Bagi Hasil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi masing-masing dengan rincian sebagai
berikut: (a).0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan; (b).0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota
penghasil; dan (c).0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Ayat (3) Bagian kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama
besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
4. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. Pasal 28
mengatakan bahwa perhitungan realisasi DBH Sumber Daya alam dilakukan secara
triwulan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara Pemerintah Pusat dan daerah
penghasil kecuali untuk DBH perikanan. Pasal 29 menyatakan bahwa penyaluran
DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Negara pada tahun
anggaran berjalan. Penyaluran tersebut di atas dilaksanakan secara triwulanan
(periode April- Juli- Oktober- Desember)
5. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi (proses amandemen). Pasal 11 Ayat 3.p mengatakan bahwa Kontrak
kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib memuat paling sedikit
ketentuan-ketentuan pokok. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hakhak masyarakat adat. Pasal 40 butir 5 mengatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan
dan masyarakat setempat.
6. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004, tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi. Pasal 76 mengatakan bahwa Kegiatan pengembangan lingkungan dan
masyarakat setempat oleh kontraktor dilakukan dengan berkoordinasi dengan
Pemerintah daerah. Kegiatan Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di utamakan untuk masyarakat di sekitar
daerah dimana Eksploitasi dilaksanakan. Pasal 77 mengatakan bahwa pelaksanaan
keikutsertaan kontraktor dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) diberikan dalam bentuk natura
berupa sarana dan prasarana fisik, atau pemberdayaan usaha dan tenaga kerja
setempat.

FITRA RIAU

Mekanisme Penerimaan SDA Minyak Bumi

Mekanisme
ekanisme Penetapan Bagian Daerah Penerima DBH Migas (PP
PP No.55 Tahun 2005 )

B. Potensi Minyak Bumi dan Bahan Tambang lainnya di Riau


Propinsi Riau secara Geologi terletak pada Cekungan Sumatera Tengah yang kaya akan sumber
daya mineral seperti Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Gambut, serta Bahan Galian Mineral
lainnya. Semua bahan galian tersebut diatas sebagian sudah dimanfaatkan sejak zaman
penjajahan Belanda seperti Minyak dan Gas Bumi, dimana puncak produksinya pada tahun 8080
an minyak bumi mencapai 1,2 barel/hari namun sampai saat ini produksin
produksinya
ya terus menurun.
3

FITRA RIAU

Potensi Minyak Bumi di Riau


NO
Kabupaten/Kota
Lokasi Eksplorasi
1
Kabupaten Bengkalis
Bekasap, Kota Batak, dan Duri
2
Kabupaten Siak
Minas, Libo dan Zamrud
3
Kabupaten Rokan Hilir
Rantau Bais dan Ujung Tanjung
4
Kabupaten Kampar
Petapahan dan tapung
5
Kabupaten Rokan Hulu
Tandun
6
Kabupaten Pelalawan
7
Kabupaten Indragiri Hulu
Lirik
8
Kabupaten Kepulauan Meranti
Produksi Minyak Bumi rata-rata = 375,00 BOPD

Peta Potensi Wilayah Kerja Pertambangan di Provinsi Riau

Sumber: Dinas Pertambangan Riau

FITRA RIAU

Sumber: Dinas
nas Pertambangan Provinsi Riau
5

FITRA RIAU

Kontraktor (KKKS) Migas yang Beroperasi di Provinsi Riau

FITRA RIAU

Potensi Batubara Riau

FITRA RIAU

Produksi Batu bara di Riau


PERIODE
PRODUKSI
NO
1
1997-2004
1.307.468 MT
2
2005-2008
5.908.986 MT
JUMLAH
7.216.454 MT
Sumber: Dinas Pertambangan Provinsi Riau
Kualitas Batubara Rata-rata di Riau
No.

Parameter

Rata-rata 1

Rata rata 2

1.

Total Moisture ( as Received )

14,5-29,5 %

8,75 15,40 %

2.

Inheren Moisture ( adb )

10,5-14,2 %

5,25 8,60 %

3.

Ash Content

25-28,3 %

6,28 14,95 %

4.

Volatil Meter

24,4-27,3 %

33,26 40,19 %

5.

Fixed Carbon

30,4 %

37,36 43,41 %

6.

Total Sulfur

0,21 0,5 %

1,41 2,85 %

7.

Gross Calorific Value

4.360-5.100

6.285,75 6.840 cal/gram

Produksi Pertambangan di Provinsi Riau dari tahun 2006-2008


No
1

Jenis
Minyak Bumi

Satuan
Ribu Barel

2
Kondesat
Ribu Barel
3
Gas Bumi
Ribu MSCF
4
Batu Bara
Metrik Ton
5
Gambut
Ton
Sumber: Distamben Riau 2009

2006
157 765,423,00
2040 500,691
423 587,400

Produksi
2007
2008
147 901 613,46 143 793
347,43
7714234 00
1 546 599,267 1 274 180,78
483 616,000
452 907,54

FITRA RIAU

C. Pendapatan Pemerintah dari sektor


tor Migas
1. Pendapatan Pemerintah Daerah
Realiisasi
ealiisasi LIfing dan Penerimaan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi Daerah Riau Tahun
2006-2009
NO

DAERAH
PENGHASIL

PROVINSI RIAU

TAHUN 2006
REALISASI
REALISASI
LIFTING
DBH MIGAS

TAHUN 2007
REALISASI
REALISASI
LIFTING
DBH MIGAS

TAHUN 2008
REALISASI
REALISASI
LIFTING
DBH MIGAS

TAHUN 2009
REALISASI
REALISASI
LIFTING
DBH MIGAS

(ribu barel)
3

(ribu barel)
5

(ribu barel)
7

(juta Rupiah)
8

(ribu barel)
9

(juta Rupiah)
10

(juta Rupiah)
4

(juta Rupiah)
6

157,765.42

1,744,304.08

147,901.61

1,671,285.21

143,793.35

2,624,455.99

132,517.71

1,417,070.58

72,890.76

1,638,026.83

69,611.65

1,611,523.37

70,422.27

2,674,781.77

64,358.72

1,358,527.31

758.86

351,980.26

681.60

336,896.64

681.30

531,103.86

694.90

287,939.60

16,317.07

712,961.67

15,919.15

674,442.16

15,004.45

1,062,183.85

14,343.59

601,636.65

BENGKALIS

INDRAGIRI HULU

KAMPAR

ROKAN HULU

627.56

362,313.05

660.74

345,599.52

593.95

545,314.98

525.94

295,223.96

ROKAN HILIR

31,994.67

1,066,782.17

28,220.26

1,017,283.18

25,548.64

1,444,824.76

23,876.60

818,404.09

SIAK

34,496.09

1,092,592.59

32,174.10

1,022,009.19

30,965.04

1,603,357.66

28,121.91

877,152.56

PELALAWAN

680.41

357,116.48

634.10

340,358.60

577.70

536,483.73

596.05

295,741.68

INDRAGIRI HILIR

348,860.82

334,257.04

524,891.20

283,414.12

KUANSING

348,860.82

334,257.04

524,891.20

283,414.12

10 DUMAI

348,860.82

334,257.04

524,891.20

283,414.12

11 PEKANBARU

348,860.82

334,257.04

525,099.77

283,414.12

TOTAL

157,765.42

8,721,520.38

147,901.61

8,356,426.04

143,793.35

13,122,279.96

132,517.71

7,085,352.90

Sumber: Distamben Riau 2010

Sementara itu, di dalam APBD Provinsi Riau Tahun 2010, penerimaan daerah dari bagi hasil
Pertambangan Minyak Bumi mencapai Rp. 1.213.609.880.000,00. Menempati pendapatan
daerah yang paling besar diantar pendapatan dari lainnya, seperti dari sector kehutanan dan
pertambangan umum yang masing
masing-masing
masing hanya Rp. 7.000.000.000,00 dan Rp.
2.500.000.000,00. Tabel berikut menunjukkan perbandingan hal tersebut:

FITRA RIAU

No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Pendapatan
Bagi Hasil Sumber Daya Hutan
Bagi Hasil Pertambangan Minyak Bumi
Bagi Hasil Pertambangan Gas Bumi
Bagi Hasil Pertambangan Umum
Bagi Hasil Pajak
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus

Besaran (Rp)
7.000.000.000,00
1.213.609880.000,00
364.003.000,00
2.500.000.000,00
1.624.863.460.017,00
58.869.157.000,00
22.368.500.000,00

Nilai ekspor dari industry Migas di Riau mencapai 20% lebih jika bandingkan dengan nilai
ekspor non-migas yang hanya 12 %:
Komoditas
Nilai (US$)
Migas
7,921,099,219
Minyak Mentah
7,220,399,575
Hasil Minyak
700,699,644
Gas Alam
0
Batu Bara
50,824,018
Bauksit
1,540,610
Hasil Tambang Lainnya
73,943
Total
842.148.707,94
Non Migas
12,834,732,316
Sumber: BPS Riau Tahun 2009
Sementara itu jumlah Pendapatan Daerah dari sector pajak Migas cukup besar jumlah dan
berkontribusi positif bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah terutama di daerah-daerah
eskplorasi Migas di Riau:
Jenis Pajak
2008
A. Pajak Penghasilan Direct Tax
3.984.822.12
1. PPH pasal 21
1.604.976.07
2. Pph Pasal 22
136.431,73
3. Pph Pasal 22 Impor
31.262,44
4. Pph Pasal 23
628,465,94
5. Pph Pasal 25/29 Orang Pribadi
45.818,10
6. Pph Pasal 25/29 Badan
1.205.354,79
7. Pph Pasal 26
58.421,11
8. Pph Final dan Fiskal LN
271.499,99
9. Pph non Migas Lainnya
(32,46)
10. Pph Minyak Bumi
2.465,92
11. Pph Gas Alam
123,39
12. Pph Lainnya dari Minyak Bumi
13. Pph Lainnya dari Gas Alam
35,09

10

FITRA RIAU

B. Ppn dan PPn BM Indirect Tax


1. Ppn dalam Negeri
2. PPn Impor
3. PPn BM dalam Negeri
4. PPn BM Impor
5. PPn dan PPn BM lainnya
C. Pajak Lainnya Other Tax
1. Bea Materai
2. Pajak Tidak Langsung Lainnya
3. Bunga Penagihan PPh
4. Bunga Penagihan PPn/PTLL
5. BPP
6. Pembelian Imbalan Bunga
D. Pajak Bumi dan Bangunan
1. PBB Pedesaan
2. PBB Perkotaan
3. PBB Perkebunan
4. PBB Perhutanan
5. PBB Pertambangan
E. BPHTB
Jumlah
Sumber; BPS Riau Tahun 2009

1.904.014,07
1.800.502,02
92.962,86
725,12
607,65
9.216,42
54.254,35
60.802,69
3,64
519,56
191,07
(7.262,61)
1.770.955.281,65
6.177.493,75
67.187.252,91
83.665.959,59
16.754.244,03
1.597.170.331,37
48.211.705,33
1.825.100.077,52

Perbandingan PDRB per Kapita

100
0

Non-Migas
Migas
2008

2009

Tahun

Migas

Non-Migas
Migas

2008

Rp 53.26 Juta

Rp 28.74 Juta

2009
Rp 60.21 Juta
Rp 33.77 Juta
Sumber: Diolah Dari BPS dan hasil wawancara dengan Tokoh Masyarakat (Drs. Ediyanus,
MM), 2010

11

FITRA RIAU

KKKS P.T. CPI di Riau


Kegiatan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia dilakukan oleh para
Kontraktor berdasarkan suatu Kontrak Kerja Sama dengan pemerintah. Kontrak Kerja Sama
(KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
KKS ditandatangani oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(BPMIGAS) dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan disetujui oleh Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Setiap KKKS diberikan
hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pada satu Wilayah Kerja.
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) adalah suatu badan
hukum yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 42 tahun 2002 tentang
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai pelaksanaan amanat
Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Sesuai dengan pasal 10 PP
nomor 42 tahun 2002, BPMIGAS mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan
Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat
memberikan manfaatdan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Salah satu bentuk KKS adalah Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC).
Prinsip-prinsip PSC adalah sebagai berikut:
1. Manajemen ditangan Pertamina (sekarang beralih kepada BPMIGAS).
2. Kontraktor menyediakan semua dana, tehnologi, dan keahlian.
3. Kontraktor menanggung semua resiko finansial.
4. Besarnya Bagi Hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi minyak dan atau gas bumi.
PSC Wilayah Kerja Rokan
Sejarah perkembangan PT CPI berawal pada Tim Geologi dari Standard Oil of California (Socal)
melakukan penelitian di 1924 yang kemudian di tahun 1936 Socal bersama Texaco mendirikan
Caltex. Pada tahun 1963 Caltex resmi menjadi PT Caltex Pasific Indonesia. Perkembangannnya
nama Socal berubah menjadi Chevron dan di tahun 2001 Chevron & Texaco bergabung menjadi
ChevronTexaco. Pada awal 2005 gabungan perusahaan Chevron Texaco berganti nama menjadi
Chevron Corporation. Dan saat ini, PT CPI bertindak sebagai kontraktor dari tiga PSC di
Sumatera, yaitu PSC Rokan, PSC C&T Siak dan PSC C&T Mountain Front & Kuantan (MFK).
PSC Rokan
Penandatanganan PSC Rokan antara Pertamina dengan PT CPI dilakukan pada tanggal 9
Agustus 1971, dan telah mengalami amandemen dengan persetujuan Menteri Pertambangan pada
tanggal 24 Desember 1983, untuk jangka waktu (akhir masa) PSC sampai tanggal 8 Agustus
2002. Setelah dilakukan amandemen PSC pada tanggal 15 Oktober 1992, PT CPI masih berhak

12

FITRA RIAU

meneruskan usaha pertambangan migas di daerah Sumatera Bagian Tengah (Rokan Block)
seluas 9.898 km2 untuk masa 30 tahun sampai dengan Agustus 2021.
PSC Rokan dioperasikan PT CPI di 3 (tiga) lapangan minyak utama, yaitu: Duri, Minas dan
Bekasap. Lapangan Duri memproduksi minyak bumi yang terkenal dengan nama Duri Crude
yang ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1958. Lapangan Minas ditemukan pada
tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1952 dengan jenis minyak yang dihasilkan yaitu
Sumatran Light Crude (SLC). Sedangkan Lapangan Bekasap hanya memiliki sejumlah lapangan
minyak kecil produktif yang memproduksi light crude.
PSC C&T Siak
Penandatanganan PSC C&T Siak antara Pertamina, Chevron Siak Inc. dan Texaco Inc. dilakukan
pada tanggal 28 Maret 1991 dengan wilayah kuasa pertambangan migas (area eksplorasi) di
daerah Siak Block seluas 8,314 km2. PSC C&T Siak mengoperasikan Lapangan Siak yang
menghasilkan jenis minyak SLC.
PSC C&T MFK
Penandatanganan PSC C&T MFK antara Pertamina dengan California Asiatic Oil Company
(Calasiatic) dan Texaco Overseas Petroleum Company (Topco) (C&T) dilakukan pada tanggal
20 Januari 1975, dengan amandemen pada tanggal 21 Desember 1978 dan 28 Januari 1980. PSC
C&T MFK mengoperasikan ladang migas (area eksplorasi) di daerah Blok MFK di Kabupaten
Rokan Hulu seluas 6.865 km2, yaitu di Mountain Front Block seluas 805 km2 dan Kuantan
Block seluas 6.060 km2.
Ringkasan perhitungan bagi hasil operasi minyak dan gas untuk tahun 2007 yang dilaporkan oleh
KKKS PT CPI kepada BPMIGAS (Audit BPK-RI 03/AUDITAMA VII/PDTT/02/2009,
tanggal 6 FEBRUARI 2009)
Rincian
Penerimaan Negara
Penerimaan PT CPI (000 US $)
First Tranche Peroleum (FTP)
1,476,967
375,127
Cost Recovery
1,181,204
Equity to be Split (ETBS)
4,970,495
1,256,678
Lifting Price Variance (LPV)
15,956
(15,956)
Domestic Market Obligation
468,909
(468,909)
(DMO)
DMO Fee
(112,535)
112,535
Govt Tax Entitlement (GTE)
522,708
(522,708)
Total
7,342,500
1,917,971

13

FITRA RIAU

Perbandingan penerimaan bagi hasil Pemerintah dan KKKS PT CPI antara tahun 2007 dengan
tahun sebelumnya (tahun 2006)
Bagian Pemerintah
Rincian

2006

FTP
ETBS
Lifting Price Variance
DMO
DMO Fee
Govt Tax Entitlement
Total Bagian Pemerintah
Bagian Kontraktor
Rincian

1,377,754
4,729,824
11,424
435,725
(112,535)
522,708
7,342,500

FTP
Cost Recovery
ETBS
Lifting Price Variance
DMO
DMO Fee
Govt Tax Entitlement
Total Bagian Kontraktor

348,580
982,734
1,192,780
(11,424)
(435,725)
105,953
(498,028)
1,684,870

2006

2007
1,476,967
4,970,495
15,956
468,909
(112,535)
522,708
7,342,500
2007
375,127
1,181,204
1,256,678
(15,956)
(468,909)
112,535
(522,708)
1,917,971

% naik (turun) /000 US $)


7,20
5,09
7,62
4,96
5,70
% naik (turun) /(000 US $)
7,62
20,20
5,36
6,21
4,96
13,83

Penerimaan bagi hasil Pemerintah dari pelaksanaan PSCRokan di tahun 2007 mengalami
kenaikan sebesar US $24.032.000 atau 21,85% disbanding tahun sebelumnya. Kemungkinan
disebabkan oleh kenaikan lifhting minyak.

D. Nilai Manfaat Industri Migas Bagi Masyarakat


Bagi Perusahaan Migas, nilai manfaat Perusahaan Migas tersebut bagi masyarakat di atur dalam
PSC (Production
Production Sharing Contract
Contract). Sedangkan aturan (PP) yang mengatur khusus tentang Cost
Recovery belum terdapat. Berdasar data produksi migas sampai tengah tahun 2010 (sumber:
Majalah Petrominer), 10 besar KKKS produksi migas Indonesia sebagai berikut (BOD: Barrel
Oil per Day, MMSCFD: Million Cubic Feet Per Day
Day) ;

14

FITRA RIAU

Dengan asumsi persentase produksi 10 besar KKKS diatas tidak banyak berubah terhadap total
lifting 2010 yang estimasi 2,466 juta BOE (Oil 960 ribu Barrel, gas 1.505 juta BOE data akhir
Juli 2009), maka estimasi batas maksimal batas atas CR pada 10 KKKS adalah:

Berikut
erikut ditampilkan data kemiskinan di porovinsi Riau selam
selama tiga tahun terakhir yang diambil
dari data BPS tahun 2007- 2009.
No

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

1
2009
527,49
2
2008
566,7
3
2007
574.500
Sumber: BPS tahun 2007
2007-2009

Persentase Penduduk Miskin


9,48 %
10,63 %
11,20 %

Jika dilihat dari data BPS Tahun 2008 per kabuten, beberapa daerah atau Kabupaten yang
memiliki daerah eksplorasi Pertambangan (migas dan sejenisnya) justru tidak menunjukkan
penurunan angka kemiskinan yang signifikan
signifikan,, seperti di kabupaten Bengkalis, kabupaten Siak,
kabupaten Rokan Hilir, Pelalawan, Kampar, Rokan Hulu dan Indragiri Hulu.
Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk Miskin (000)


2006
2007
2008
Kuantan Singingi
53,1
51,7
47,35
Indragiri Hulu
47,2
47,0
40,62
Indragiri Hilir
96,2
97,1
92,39
Pelalawan
50,2
49,6
54,57
Siak
16,5
19,3
23,85
Kampar
64,9
64,2
71,57
Rokan Hulu
82,6
84,6
75,16
Bengkalis
81,9
80,0
69,80
Rokan Hilir
38,3
48,7
61,27
Pekanbaru
16,3
17,7
29,74
Dumai
17,7
14,6
18,35
Sumber: BPS Riau Tahun 2009
15

Jumlah Penduduk (Jiwa)


2006
2007
2008
265 261
270 177
274 757
311 938
317 549
322 759
644 584
658 079
670 814
262 979
271 662
280 197
314 310
318 585
322 417
581 381
590 467
598 764
368 713
383 417
398 089
729 165
738 996
747 797
472 823
511 000
551 402
776 601
779 899
785 380
225 249
231 121
236 778

FITRA RIAU

Dilihat dari APBD provinsi Riau, alokasi khusus dari hasil pertambangan khususnya Migas bagi
Pendidikan dan Kesehatan serta Kemiskinan tidak dialokasikan secara khusus. Dana Bagi Hasil
Migas memang dibagi per kabupaten sesuai dengan amanat UU yang berlaku (15 % yang dibagi
kepada daerah penghasil dan non penghasil serta provinsi induk). Akan tetapi, dari pembagian
15% tersebut tidak secara jelas di sebutkan bagi alokasi dana pendidikan, kesehatan maupun
kemiskinan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah Tokoh Masyarakat dan Akademisi, pada umunya
menyatakan bahwa DBH migas yang hanya 15% terasa tidak cukup bagi percepatan
pembangunan di Provinsi Riau dan dan tersebut (15%) tidak seimbang dengan kontribusi
Minyak Riau terhadap Pembangunan Indonesia selama ini. Drs, Al.- Azhar MA (budayawan,
tokoh masyaraka), minsalnya mengatakan bahwa 70% pendapatan negara berasal dari minyak
Riau, dari yang sudah ada produksi minyak 1 juta barel per hari. Mengenai keterlibatan daerah
selama ini dalam pengelolaan Migas masih kecil dan masalahnya ada di Undang-undang bahwa
potensi yang strategis kewenangan daerah sangat kecil. Sedangkan Perda hanya ada satu untuk
mendirikan Riau Petrolium, sebuah BUMD. Dan BUMD ini didirikan hanya untuk
mengantisipasi bila ada Blok-blok yang sudah habis masa kontraknya.
Jumlah yang diterima (15%) kurang mencukupi, tapi ketika bicara kemana dana yang didapatkan
selama ini cukup memprihatinkan, dana yang didapat dari DBH ini dipergunakan hanya untuk
aparat pemerintah saja. Dana yang didapat melalui DBH tidak diarahkan pada tiga sektor utama
(pendidikan, kesehatan dan ekonomi) bukti yang riel dilapangan masih banyak sarana penunjang
kesehatan yang tidak ada. Untuk pendidikan meskipun biaya SPP sudah mendapatkan subsidi
namun tidak dibarengi dengan biaya opersional yang lain, justru biaya operasional ini yang lebil
banyak memerlukan biaya. Untuk lapangan pekerjaan, tiap tahun tingkat pengangguran semakin
meningkat, bukti bahwa pemerintah seolah-olah lupa terhadap rakyat (Pekanbaru, 04 Mei 2010
jam 18.00).
Edyanus Herman Halim (akademisi dan pengamat ekonomi Riau), mengatakan bahwa
manfaatnya ekonomi bagi masyarakat dengan adanya industry ekstraktif
ada, tetapi
mudharatnya juga besar. Akibat ekstraksi yang ada di Riau, terjadi ketimpangan ekonomi yang
sangat besar, tanpa industri migas Indeks ratio Riau 0,3, dengan memasukkan industri migas
menjadi 0,8, jadi akibat industri migas perekonomian daerah menjadi timpang. Dilihat
pendapatan 20% dikuasai oleh orang-orang yang bekerja disektor migas.
Perbandingan PDRB perkapita dengan migas PDRBnya 60,21 juta, tanpa migas 33,77 juta. Jadi
56,08 % dikuasai oleh migas, kesempatan kerja Riau justru menurun. 20% berpenghasilan tinggi
itu menerima 83,99% PDRB sedangkan tanpa migas 37,7%. Dari segi sosial lingkungan rusak
akibat ekstraksi dan masyarakat Riau hidup dalam keterancaman.
Pemerintah mendorong agar mengalokasikan dana tersebut kepada kepentingan-kepentingan
kesehatan dan pendidikan, misalnya 20 % dari DBH SDA dialokasikan kepada pendidikan dan
kesehatan bagi pelayanan masyarakat, bukan pelayanan aparatur. Evaluasi kinerja terhadap re
new able dan resources tadi sudah berapa tingkat kemiskinan berkurang akibat dibagikannya
DBH ini ke Riau, ini tidak, dana ini digunakan untuk anggota DPRD, beli kendaraan. Kita
maunya di Riau ini khususnya dana SDA ini dialokasikan kepada 3 hal: Insfratruktur, peningkatn
16

FITRA RIAU

SDM, investasi sector-sektor ekonomi produktif di Riau. Infrastruktur yang paling penting 3
(tiga) 1. jalan, 2. listrik, dan 3. air. SDM ada 2 (dua) pendidikan dan kesehatan . investasi harus
dikembangkan industri kreatif dan kredibel, tiga hal ini seharusnya yang dijadikan prioritas
(Pekanbaru, 10 Mei 1020).
Berdasarkan wawancara dengan Hanafi Kadir (Rumbai, 26 Mei 2010) selaku Manajer
Komunikasi P.T. Chevron Pacifik Indonesia (CPI), sejak tahun 1950, CPI telah melaksanakan
program pengembangan masyarakat dalam kerangka Corporate Social Responsibility (CSR).
Diantaranya penyerahan gedung SMA yang kemudian dikenal dengan SMA I Pekanbaru yang
merupakan salah satu SMA favorit di Kota Pekanbaru. Pembangunan jalan Dumai-Pekanbaru
yang kemudian menjadi salah satu urat nadi perekonomian di Riau. Membangun Jembatan Siak I
yang dikenal dengan jembatan Leighton, gedung olahraga dan kolam renang yang sampai saat ini
masih dipergunakan masyarakat kota pekanbaru.
Selain membangun Infrastruktur, CPI juga melakukan pembangunan Sumber Daya Manusia
dengan focus pada air bersih, kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Dibidang pendidikan, CPI memberikan beasiswa bagi lebih dari 1300 orang yang berasal dari
Suku Sakai dari tingkat Sekolah Dasar sampai kepada jenjang Strata dua. Tidak mengambil alih
program yang sudah dijalankan pemerintah, akan tetapi menjadi pelengkap program-program
yang sudah dijalankan pemerintah.

E. Hasil dan Temuan


1. Pendapatan Daerah dari Dana Bagi Hasil yang diperoleh dan Minyak di Provinsi Riau
tidak memiliki mekanisme porsentase bagi sector Pendidikan, Kesehatan maupun
Kemiskinan
2. BP Migas Perwakilan Riau tidak bersedia memberikan data-data kongkrit tentang kondisi
Industri Migas yang ada di Riau termasuk berapa keuntungan yang diperoleh Negara dari
eksplorasi Migas yang ada di Riau khususnya P.T. CPI
3. Dinas Pertambangan Provinsi Riau tidak memiliki data yang valid tentang kondisi
pertambangan yang ada di Riau termasuk potensi Pertambangan dan besaran keuntungan
yang didapatkan daerah dari eksplorasi Migas di Riau
4. Chevron selaku salah satu perusahaan tambang Minyak yang ada di Riau (terbesar) juga
tidak memiliki data-data yang kongkrit mengenai keuntungan yang diperoleh dari
eksplorasi Minyak.
5. Chevron juga tidak memiliki data kuantitatif tentang perkembangan nilai manfaat yang
diperoleh dari eksplorasi (terutama suku Sakai). Corporate Social Responsibility beruap
bangunan fisik dan tidak ada alokasi dana yang disediakan per tahun bagi masyarakat.
6. Pendapatan 15% yang diperoleh oleh Provinsi Riau tidak banyak mempengaruhi ekonomi
masyarakat terutama untuk mengatasi persoalan kemiskinan, peningkatan mutu
pendidikan dan kesehatan.

17

Anda mungkin juga menyukai