Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/366185642

MANAJEMEN KRISIS PADA PT EIGERINDO MULTI PRODUK INDUSTRI

Article · December 2022

CITATIONS READS
0 346

4 authors, including:

Wahid Aliana
Universitas Islam Negeri Walisongo
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

POLITIC COMMUNICATION View project

All content following this page was uploaded by Wahid Aliana on 11 December 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MANAJEMEN KRISIS PADA PT EIGERINDO MULTI PRODUK INDUSTRI

Wahid Aliana
Public Relations, Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Walisongo Semarang

Abstrak :
Surat keberatan yang dikirimkan oleh Eiger kepada youtuber yang mereview
produk nya menjadi viral lantaran sang youtuber membagikan pengalaman mengenai
penerimaan surat keberatan yang dikirimkan oleh Eiger melalui media social twitter
dengan akun @duniadian. Hal tersebut kemudian menjadi trending pada twitter yang
memicu netizen untuk ikut mengomentari mengenai surat keberatan yang dikirimkan oleh
Eiger yang dianggap tidak pantas untuk dikirimkan. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif dan menggunakan studi kasus dalam tektik pengumpulan data nya.
Kata Kunci : public relations, twitter, media social.

Abstract :
The objection letter sent by Eiger to youtubers who reviewed their products went
viral because the YouTuber shared his experience about receiving objection letters sent
by Eiger via social media twitter with @duniadian accounts. This then became trending
on Twitter which triggered netizens to comment on the objection letter sent by Eiger
which was considered inappropriate to send. This research uses descriptive qualitative
methods and uses case studies in its data collection logic.
Keywords : public relations, twitter, media social.

Pendahuluan :
PT Eigerindo Multi Produk Industri atau yang dikenal sebagai Eiger merupakan perusahaan
manufaktur dan retail peralatan petualangan alam terbuka yang terbesar di Indonesia. Perusahaan
ini didirikan pada tahun 1993 oleh Ronny Lukito di Bandung. Nama Eiger, terinspirasi dari gunung
Eiger, yakni gunung yang terletak di Bernese Alps, Swiss yang mempunyai ketinggian 3.970 m di
atas permukaan laut. Berawal dari fasilitas yang sangat terbatas, Eiger meluncurkan produk tas
dengan hanya dua mesin jahit. Jalan Cihampelas no. 22 Bandung adalah saksi bisu dirintisnya
usaha tersebut, yang kemudian dibuka pula sebuah mini-toko tas di tempat yang sama. Eiger,
memproduksi tas dan peralatan petualangan, yang mana terbagi dalam tiga brand utama, yakni
Eiger dengan positioning gaya hidup berpetualang (lifestyle adventure), Bodypack dengan
positioning e-lifestyle, dan Nordwand dengan positioning kehidupan alam terbuka (outdoor
living), (Syukron, 2021).
Kasus ini berawal dari Surat Keberatan yang dilayangkan oleh perusahaan kepada konsumen
yang mengulas produknya melalui akun YouTube milik konsumen. Sebenarnya, tidak ada yang
salah dari ulasannya. Konsumen bahkan memberikan ulasan positif jika ia nyaman menggunakan
produk tersebut karena sesuai dengan struktur wajahnya. Permasalahan muncul ketika ia
mendapatkan surat keberatan yang dikirimkan oleh bagian legal dari perusahaan tersebut via e-
mail, lima bulan setelah ia mengunggah videonya.
Isi dari surat itu adalah keberatan dari segi pengambilan video, adanya suara yang
mengganggu, hingga setting lokasi yang dinilai kurang tepat. Karena faktor tersebut, konsumen
diminta untuk memperbaiki dan/atau menghapus videonya. Sontak surat keberatan yang kemudian
diunggah oleh konsumen melalui media sosialnya membuat wargenet meradang. Mereka
menganggap produsen produk yang berorientasi pada kegiatan mendaki gunung, sepeda motor,
dan alam terbuka ini arogan.
Permasalahan bermula ketika akun Twitter pemilik konten, Duniadian resah akan surat
keberatan yang diterimanya pada Jumat, 29 Januari 2021, padahal konten yang Ia buat memiliki
muatan positif yang bermaksud memberikan review dari produk kacamata Eiger yang Ia beli
dengan uangnya sendiri lalu Ia upload di Youtube-nya, namun tak disangka Eiger memberikan
surat keberatan yang berisi visual yang kurang menarik dan kurang jelas sehingga diminta untuk
menghapus atau memperbaiki kontennya tersebut. Postingan akun twitter Duniadianpun menjadi
trending topic di twitter dan memunculkan beragam reaksi hujatan yang ditujukan kepada pihak
Eiger yang dianggap tidak menghargai usaha para content creator yang tanpa dibayar oleh brand-
pun mereka masih bersedia me-review dengan sukarela. Adapun poin-poin pada surat keberatan
Eiger berisi: “(1) Kualitas video review produk yang kurang bagus dari segi pengambilan video
yang dapat menyebabkan produk kami terlihat berbeda dari segi warna, bahan, dan detail aksesoris
menjadi terlihat kurang jelas (2) Adanya suara di luar video utama yang dapat mengganggu (noise)
sehingga infomrasi tidak jelas bagi konsumen (3) Setting lokasi yang kurang propper bagi
pengambilan video”.
Selanjutnya diikuti dengan komentar pemilik konten, Duniadian yang berisi: “Halo
@eigeradventure jujur kaget saya dapat surat begini dari anda. Lebih kaget lagi baca poin
keberatannya. Saya kan review produk gak anda endorse. Kalau anda endorse atau ngiklan boleh
lah komplen begitu. Lha ini beli, gak gratis, lalu review pake alat sendiri. Ya maaf kalau gak
sempurna karena saya youtuber kaki lima belum bintang lima yang alatnya sinematik. Malah
seharusnya anda berterima kasih, dapat promosi gratis ke 37ribu subscribers. Wong videonya
tonenya positif Ini videonya: https://youtu.be/pypfhi-NqjI Ini bad PR banget. FYI saya ini
konsumen setia EIGER sejak lama. Tapi okelah kalau anda keberatan, saya terima keberatannya
dan saya mohon maaf. Tapi permintaan untuk menghapus, sory gak bisa. Mulai hari ini saya tidak
akan beli produk anda lagi dan tidak akan mereview di channel saya lagi. Biar hanya youtuber
bintang lima dengan alat canggih saja yang mereview produk anda”.
Unggahan kekecewaan atas surat keberatan dari pihak Eiger tersebut dengan cepat tersebar
luas di media sosial terutama Twitter dan Instagram, bukan hanya publik yang mengecam tindakan
Eiger, namun beberapa influencer dan artis juga turut berkomentar, seperti Arif Muhammad, Karin
Novilda, Amrazing, Kenand Grat, Bhakti Perkasa, dan lainnya. Sehingga postingan ini telah
dibagikan kepada 47,3 ribu pengguna di twitter dengan total komentar 8100 lebih. Dilihat dari
banyaknya publik yang mengetahui, membaca dan berkomentar negatif di postingan tersebut,
maka isu surat keberatan Eiger memiliki postensi pada pencitraan yang buruk bagi Eiger.
Dalam usaha pengembangan institusi atau lembaga Peran public relations sangat dibutuhkan
untuk menjalin hubungan dengan masyarakat eksternal yang kemudian akan berdampak pada citra
positif yang berguna bagi eksistensi dan perkembangan suatu institusi atau lembaga untuk meraih
perhatian publiknya(Deswita & Nurrahmawati, 2015). (Fitri & Adeni, 2020) mengatakan makna
sekarang mengalami penurunan nilai rasa daripada makna awalnya. Kata pencitraan seolah
berkonotasi negatif. Orang yang melakukan pencitraan digambarkan seperti orang yang
menggunakan topeng karena bertentangan dengan konsep “be yourself” . Mereka memilih nilai,
sikap, dan menggambarkan dirinya dengan beberapa sifat yang dianggapnya baik dan akan
menguntungkan dirinya.
Hal ini membuktikan citra merupakan bagian penting public relations dalam menjalankan
perannya juga untuk strategi public relations yang menitikberatkan penilaian dari luaran citra
terhadap suatu instansi atau lembaga. Maka dalam perencanaan strategi public relations pengaruh
yang dibentuk melalui image building serta dengan pola komunikasi yang baik dengan pihak
eksternal dapat mempengaruhi citra suatu instansi atau Lembaga.
Strategi public relations harus dibuat dengan memperhatikan pencapaian luaran dari praktek
kehumasan. Beranjak daripada hal tersebut, strategi humas harus direncanakan dengan menitik
beratkan pada luaran pencapaian citra dan reputasi yang baik di mata publik. Penentu keberhasilan
daripada strategi humas adalah dengan memanfaatkan media konvensional dan media baru
(Kholisoh, 2015)

Metode Penelitian
Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus.
Penelitian kualitatif dimulai dengan premis dan penggunaan kerangka pemikiran yang akan
membentuk atau mempengaruhi studi terkait permasalahan penelitian yang berhubungan dengan
makna yang dipakai oleh individu atau kelompok pada suatu permasalahan sosial atau manusia
(Cresswell, 2017).
Metode studi kasus digunakan untuk mengumpulkan dan mendeskripsikan fenomena yang ada
dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Seperti yang dikatakan oleh (Mulyana,
2002) bahwa studi kasus merupakan metode penelitian yang sebanyak mungkin memakai berbagai
sumber data yang ada sebagai penelitian, kemudian diuraikan dan dijelaskan secara menyeluruh
yang berkaitan dengan berbagai aspek dari individu, kelompok atau organisasi, atau suatu program
situasi sosial.
Hasil dan Pembahasan
Dalam proses pembangunan citra dan proses perjalanan sebuah organisasi, seringkali
organisasi mengahadapi suatu masalah yang berawal dari isu dan kemudian disebut sebagai krisis
pada tahapan akhirnhya. Semua organisasi bisa mengalami hal tersebut dan tidak ada pengecualian
dalam sebuah organisasi untuk tidak mengalami hal tersebut meskipun organisasi itu sendiri sudah
berwaspada dan aktif dalam mencegah nya, karena isu dan krisis sendiri bisa dikatakan sebagai
bagian dari perjalanan sebuah organisasi dalam menatap kesuksesan.
Krisis tentu saja memberikan efek negative dalam keberlangsungan organisasi, di sisi lain
krisis juga memberikan manfaat seperti penjelasan menurut (MEJRI & de WOLF, 2013),
menurutnya krisis memiliki potensi sebagai kekuatan baru bagi organisasi dan dapat dijadikan
sebagai sebuah pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah krisis berikutnya dan
bersiap untuk menghadapinya. Tindakan pengelolaan krisis yang bisa dilakukan oleh public
relations yaitu manajemen krisis.
Komunikasi krisis merupakan salah satu peran yang dilakukan oleh public relations. Krisis
sendiri datang secara mengejutkan dan menghadirkan ancaman bagi organisasi, perusahaan, atau
industri, begitu juga terhadap publik mereka, produk, layanan, ataupun nama baik yang sudah
dimiliki (Yulianti & Boer, 2020). (Coombs, 2007) mengatakan bahwa komunikasi krisis adalah salah
satu bentuk komunikasi strategis, dimana komunikasi krisis ini melibatkan penerapan komunikasi
strategis untuk membatasi kerugian yang ditimbulkan oleh krisis pada organisasi dan stakeholder.
Terdapat teori yang dapat digunakan untuk memulihkan reputasi dari organisasi, yaitu Image
Repair Theory (IRT) yang dikembangkan oleh (Benoit, 1995). IRT dibuat untuk memahami
pilihan komunikasi yang tersedia bagi organisasi atau individu yang menghadapi ancaman
terhadap reputasi mereka. Meskipun IRT tidak dikembangkan secara khusus untuk komunikasi
krisis, tetapi IRT dapat diterapkan karena krisis adalah ancaman reputasi.
Salah satu teori yang dikembangkan oleh (Coombs, 2007)dalam menangani krisis adalah
Situational Crisis Communication Theory (SCCT). Teori ini menerjemahkan Attribution Theory
yang dipelopori oleh Bernard Weiner dan Fritz Heider, yang dijadikan dasar teori SCCT dalam
komunikasi krisis. Teori Atribusi menjelaskan bahwa manusia cenderung mencari penyebab
terjadinya peristiwa atau membuat atribusi, terutama peristiwa yang negatif dan tak terduga.
Sedangkan SCCT sendiri berfokus pada bagaimana public relations mencermati situasi krisis
untuk menilai tingkat ancaman reputasi organisasi akibat krisis tersebut. Reputasi merupakan
konsep penting yang menjadi sorotan SCCT.
Dalam SCCT terdapat dua jenis strategi respon krisis, yaitu strategi respon krisis primer dan
strategi respon krisis tambahan. Strategi respon primer terdiri atas tiga kelompok yang didasarkan
pada persepsi tentang penerimaan tanggung jawab krisis,yaitu (1) menyangkal (denial), (2)
mengurangi (diminish), dan (3) membangun kembali (rebuild). Sedangkan strategi tambahannya
adalah reinforce (memperkuat) yang merupakan strategi dengan cara mengalihkan fokus dari krisis
dengan mengambil tindakan positif dan mengingatkan tentang pekerjaan baik yang telah dilakukan
oleh organisasi di masa lalu (Syukron, 2021).
Tahap pre-crisis adalah kondisi sebelum sebuah krisis muncul. Benih krisis sudah ada sehingga
jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Benih mulai tumbuh pada tahap
ini biasanya tidak diperhatikan karena beberapa aspek dalam perusahaan memang penuh risiko.
Selain itu, perusahaan tidak mempunyai perencanaan menghadapi krisis (Nova, 2011)
Tahap ini merupakan gejala krisis. Berbagai kejadian yang berpotensi menjadi krisis masih
diabaikan karena organisasi masih dapat beroperasi seakan tidak terjadi apa-apa. Adapun beberapa
contoh gejala krisis antara lain adanya perbedaan pendapat antarmanajemen, adanya tuntutan
kenaikan upah, dan sebagainya.
Pada tahap ini Eiger belum menyadari bahwasanya surat keberatan yang dikirimkan kepada
content creator yang mengulas produk nya itu akan menjadi krisis yang merugikan perusahaan
nya. Postingan mengenai surat keberatan Eiger ini lalu menjadi trending di beberapa social media
yang kemudian mengundang netizen dan beberpa artis berkomentar mengenai surat keberatan
tersebut,pengiriman surat keberatan oleh pihak eiger itu lah yang menjadi tahapan awal muncul
nya krisis yang menimpa perusahaan ini.
Menurut Nova (Nova, 2011) tahap warning (peringatan) merupakan tahap paling penting
dalam daur krisis. Di dalamnya, suatu masalah untuk pertama kalinya dikenali, dapat dipecahkan
dan diakhiri selamanya, atau dibiarkan berkembang menuju kepada kerusakan yang menyeluruh.
Krisis dapat dengan mudah muncul pada tahap ini karena ketakutan menghadapi ‘badai’ atau
‘masalah’ dan menganggapnya tidak ada. Reaksi yang umum terjadi pada tahap ini adalah kaget
atau menyangkal dan pura-pura merasa aman.
Tahap ini biasanya diindikasikan oleh munculnya berbagai kerusakan, reaksi mulai
berdatangan, dan isu-isu mulai menyebar luas. Adapun tantangan utama dalam menangani tahap
ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak.
Pada tahapan ini dimulai dari komentar pemilik konten yang berkomentar pada surat keberatan
yang dikirim kan oleh eiger yyang mana komentar itu isi nya yaitu : “Halo @eigeradventure jujur
kaget saya dapat surat begini dari anda. Lebih kaget lagi baca poin keberatannya. Saya kan review
produk gak anda endorse. Kalau anda endorse atau ngiklan boleh lah komplen begitu. Lha ini beli,
gak gratis, lalu review pake alat sendiri. Ya maaf kalau gak sempurna karena saya youtuber kaki
lima belum bintang lima yang alatnya sinematik. Malah seharusnya anda berterima kasih, dapat
promosi gratis ke 37ribu subscribers. Wong videonya tonenya positif Ini videonya:
https://youtu.be/pypfhi-NqjI Ini bad PR banget. FYI saya ini konsumen setia EIGER sejak lama.
Tapi okelah kalau anda keberatan, saya terima keberatannya dan saya mohon maaf. Tapi
permintaan untuk menghapus, sory gak bisa. Mulai hari ini saya tidak akan beli produk anda lagi
dan tidak akan mereview di channel saya lagi. Biar hanya youtuber bintang lima dengan alat
canggih saja yang mereview produk anda”.
Setelah unggahan mengenai komentar tersebut di social media mulai lah muncul kritikan dan
juga ungkapan ketidaksukaan dari para pegiat social media kepada eiger yang mana ini menjadi
tahapan akut untuk krisis yang dialami oleh eiger ini. Beragam reaksi dari para pengguna
menunjukan situasi semakin tidak baik bagi pihak Eiger, hal inilah yang memicu terjadinya krisis
dan dapat mengakibatkan reputasi yang buruk bagi Eiger jika tidak segera ditangani. Kondisi
seperti ini juga dimanfaatkan oleh para jurnalis untuk mengundang Youtuber Duniadian untuk
dapat memberikan informasi langsung kepada publik melalui berbagai acara siaran TV seperti
talkshow dan berita.
Tahap acute crisis, perusahaan mengenali permasalahan yang paling mendasar yang
menyebabkan munculnya pemberitaan negatif. Setelah mengenali permasalahannya perusahaan
mendokumentasikan seluruh pemberitaan yang terdapat di media baik media cetak, media televisi,
media online, serta media sosial. Perusahaan melakukan klarifikasi terhadap pemberitaan yang
tidak tepat dengan memanfaatkan sumber daya perusahaan dan media yang dimiliki perusahaan
atau disebut kanal–kanal korporasi (Jessica & Ilfandy, 2018).
Pada tahap ini pihak eiger sudah merasakan krisis yang dihasilkan oleh pengiriman surat
keberatan kepada konten creator yang mengulas produknya,pada tahapan ini juga pihak eiger
merespon komentar dari konten creator tersebut dengan berkomentar di postingan Instagram sang
konten creator sebagai bentuk intropeksi dan juga reformasi dari eiger.
Feedback permintaan maaf dan mengakui isu tersebut memang betul dilakukan oleh pihak
Eiger secara sigap, hal ini memberikan kesan bahwa pihaknya bertanggung jawab dan menunjukan
itikad untuk meredam isu yang sedang berkembang di masyarakat. Dengan melakukan follow up
isu tersebut merupakan tidakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh pihak Eiger agar tidak
menjadi krisis berkepanjangan.
Selanjutnya, strategi Public Relations yang dilakukan adalah melakukan klarifikasi secara
langsung oleh CEO Eiger dalam bentuk video yang di-upload ke media sosial resmi
@eigerdventure dan seluruh media sosial Eiger di cabang wilayah. Dibantu dengan interaksi pada
media relations, hal ini meliputi jurnalis, reporter dan repost pada akun-akun media sosial lainnya
seperti @lambeturah, @ indozone, @cnnindonesia, dan lainnya. Hal ini merupakan bentuk pola
komunikasi kolaborasi yang dapat dilakukan di media sosial yang pada akhirnya berguna untuk
memperbaiki reputasi perusahaan
Tahap clean up, perusahaan melakukan pembersihan dengan mengapresiasi netizen di
media sosial yang telah memberikan masukan ke perusahaan, hal tersebut dilakukan agar citra
perusahaan menjadi lebih baik lagi. Tahap ini merupakan tahap penyembuhan, yakni saat
organisasi mampu melalui krisis. Organisasi sudah dapat kembali melakukan operasional
sebagaimana mestinya.(Harahap & Chatamallah, 2022)
Pada tahapan resolusi ini pihak Eiger berupaya untuk mengembalikan citra dari para costumer
nya dan public dengan cara mengklarfikasi langsung oleh CEO perusahaan, Selain itu, pemberian
diskon kepada para followers juga dilakukan untuk menarik kembali simpati publik terhadap
produk Eiger hingga 50%, hal ini terbilang efektif, dibuktikan dengan komentar para pengguna
yang menyambut baik diskon tersebut, total like 42.463 dan total komentar 3.889. Selain itu, Eiger
juga mengadakan give away berhadiah produk Eiger seperti tas, jam tangan, dan ransel. Dekan
teknik “tangkap gambar” lalu di-repost dan tag Instagram Eiger, hal ini cukup efektif untuk
meredam isu yang ada, sehingga pada opsi “Tagged” di Instagram akan dipenuhi dengan screen
shoot dari gambar produk Eiger, yang sebelumnya dipenuhi dengan tagging isi konten surat
keberatan Eiger.
Kesimpulan
Komunikasi krisis merupakan salah satu peran yang dilakukan oleh public relations. Krisis
sendiri datang secara mengejutkan dan menghadirkan ancaman bagi organisasi, perusahaan, atau
industri, begitu juga terhadap publik mereka, produk, layanan, ataupun nama baik yang sudah
dimiliki.
Pada penelitian kali ini Eiger menghadapi tahapan krisis yang dibagi 4 tahapan, Tahap pre-
crisis adalah kondisi sebelum sebuah krisis muncul. Benih krisis sudah ada sehingga jika muncul
suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Benih mulai tumbuh pada tahap ini biasanya
tidak diperhatikan karena beberapa aspek dalam perusahaan memang penuh risiko. Selain itu,
perusahaan tidak mempunyai perencanaan menghadapi krisis. Pada tahap ini Eiger belum
menyadari bahwasanya surat keberatan yang dikirimkan kepada content creator yang mengulas
produk nya itu akan menjadi krisis yang merugikan perusahaan nya. Postingan mengenai surat
keberatan Eiger ini lalu menjadi trending di beberapa social media yang kemudian mengundang
netizen dan beberpa artis berkomentar mengenai surat keberatan tersebut,pengiriman surat
keberatan oleh pihak eiger itu lah yang menjadi tahapan awal muncul nya krisis yang menimpa
perusahaan ini.
Tahap warning (peringatan) merupakan tahap paling penting dalam daur krisis. Pada
tahapan ini dimulai dari komentar pemilik konten yang berkomentar pada surat keberatan yang
dikirim kan oleh eiger yyang mana komentar itu isi nya yaitu : “Halo @eigeradventure jujur kaget
saya dapat surat begini dari anda. Lebih kaget lagi baca poin keberatannya. Saya kan review
produk gak anda endorse. Kalau anda endorse atau ngiklan boleh lah komplen begitu. Lha ini beli,
gak gratis, lalu review pake alat sendiri. Ya maaf kalau gak sempurna karena saya youtuber kaki
lima belum bintang lima yang alatnya sinematik. Malah seharusnya anda berterima kasih, dapat
promosi gratis ke 37ribu subscribers. Wong videonya tonenya positif Ini videonya:
https://youtu.be/pypfhi-NqjI Ini bad PR banget. FYI saya ini konsumen setia EIGER sejak lama.
Tapi okelah kalau anda keberatan, saya terima keberatannya dan saya mohon maaf. Tapi
permintaan untuk menghapus, sory gak bisa. Mulai hari ini saya tidak akan beli produk anda lagi
dan tidak akan mereview di channel saya lagi. Biar hanya youtuber bintang lima dengan alat
canggih saja yang mereview produk anda”.
Tahap acute crisis, perusahaan mengenali permasalahan yang paling mendasar yang
menyebabkan munculnya pemberitaan negatif. Pada tahap ini pihak eiger sudah merasakan krisis
yang dihasilkan oleh pengiriman surat keberatan kepada konten creator yang mengulas
produknya,pada tahapan ini juga pihak eiger merespon komentar dari konten creator tersebut
dengan berkomentar di postingan Instagram sang konten creator sebagai bentuk intropeksi dan
juga reformasi dari eiger.
Tahap clean up, perusahaan melakukan pembersihan dengan mengapresiasi netizen di media
sosial yang telah memberikan masukan ke perusahaan, hal tersebut dilakukan agar citra perusahaan
menjadi lebih baik lagi. Pada tahapan resolusi ini pihak Eiger berupaya untuk mengembalikan citra
dari para costumer nya dan public dengan cara mengklarfikasi langsung oleh CEO perusahaan,
Selain itu, pemberian diskon kepada para followers juga dilakukan untuk menarik kembali simpati
publik terhadap produk Eiger hingga 50%, hal ini terbilang efektif, dibuktikan dengan komentar
para pengguna yang menyambut baik diskon tersebut, total like 42.463 dan total komentar 3.889.
Selain itu, Eiger juga mengadakan give away berhadiah produk Eiger seperti tas, jam tangan, dan
ransel. Dekan teknik “tangkap gambar” lalu di-repost dan tag Instagram Eiger, hal ini cukup efektif
untuk meredam isu yang ada, sehingga pada opsi “Tagged” di Instagram akan dipenuhi dengan
screen shoot dari gambar produk Eiger, yang sebelumnya dipenuhi dengan tagging isi konten surat
keberatan Eiger.

Daftar Pustaka :
Benoit, W. L. (1995). Sears’ repair of its auto service image: Image restoration discourse in the
corporate sector. Communication Studies, 46(1–2).
https://doi.org/10.1080/10510979509368441
Coombs, W. T. (2007). Protecting Organization Reputations During a Crisis: The Development
and Application of Situational Crisis Communication Theory. Corporate Reputation Review,
10(3). https://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1550049
Deswita, M., & Nurrahmawati. (2015). Strategi Manajemen Krisis Public Relations (PR) PT Pos
Indonesia (Persero). SPeSiIA 2015.
Fitri, A. N., & Adeni, A.-. (2020). Jokowi dan Kekuatan Pencitraan Diri Serta Relasinya Dengan
Umat Islam. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 19(2).
https://doi.org/10.18592/alhadharah.v19i2.3503
Harahap, D. P., & Chatamallah, M. (2022). Peran Public Relations PT. Pos Indonesia dalam
Memantau Opini Publik. Bandung Conference Series: Public Relations, 2(1).
https://doi.org/10.29313/bcspr.v2i1.1155
Jessica, S., & Ilfandy, A. (2018). Aktivitas Public Relations Angkasa Pura II Dalam Menangani
Pemberitaan Negatif Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. PRofesi Humas : Jurnal Ilmiah
Ilmu Hubungan Masyarakat, 2(2). https://doi.org/10.24198/prh.v2i2.12087
Kholisoh, N. (2015). Strategi Komunikasi Public Relations dan Citra Positif Organisasi (Kasus
Public Relations Rumah Sakit “X” di Jakarta). Jurnal Ilmu Komunikasi, 13(3).
MEJRI, M., & de WOLF, D. (2013). Crisis Management: Lessons Learnt from the BP Deepwater
Horizon Spill Oil. Business Management and Strategy, 4(2).
https://doi.org/10.5296/bms.v4i2.4950
Syukron, A. F. (2021). Komunikasi Krisis Eiger dan Tantangan Perbaikan Reputasi di Era Digital.
Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(2). https://doi.org/10.36418/syntax-
literate.v6i2.5401
Yulianti, W., & Boer, R. F. (2020). Manajemen krisis public relations dalam menangani penolakan
imunisasi measles rubella. PRofesi Humas Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, 4(2).
https://doi.org/10.24198/prh.v4i2.23700

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai