Nabi Yusuf adalah putera ke tujuh daripada dua belas putera-puteri Nabi
Ya’qub. Ia dengan adiknya yang bernama Benyamin adalah beribukan Rahil,
saudara sepupu Nabi Ya’qub. Ia dikurniakan Allah rupa yang bagus, paras
tampan dan tubuh yang tegap yang menjadikan idaman setiap wanita dan
kenangan gadis-gadis remaja. Ia adalah anak yang dimanjakan oleh ayahnya,
lebih disayang dan dicintai dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain,
terutamanya setelah ditinggalkan iaitu wafatnya ibu kandungnya Rahil semasa
ia masih berusia dua belas tahun.
Rasa jengkel mereka terhadap kepada ayahnya dan iri-hati terhadap Yusuf
membangkitkan rasa setia kawan antara saudara-saudara Yusuf, persatuan dan
rasa persaudaraan yang akrab di antara mereka.
Seorang saudara lain berkata menyambung:” Soal cinta atau benci simpati atau
antipati adalah soal hati yang tumbuh laksana jari-jari kita, tidak dapat
ditanyakan mengapa yang satu lebih rebdah dari yang lain dan mengapa ibu
jari lebih besar dari jari kelingking. Yang kita sesalkan ialah bahwa ayah kita
tidak dpt mengawal rasa cintanya yang berlebih-lebihan kepada Yusuf dan
Benyamin sehingga menyebabkannya berlaku tidak adil terhadap kami semua
selaku sesama anak kandungnya. Keadaan yang pincang dalam hubungan kita
dengan ayah tidak akan hilang, jika penyebab utamanya tidak kita hilangkan.
Dan sebagaimana kamu ketahui bahwa penyebab utamanya dari keadaan yang
menjengkel hati ini ialah adanya Yusuf di tengah-tengah kita. Dia adalah
penghalang bagi kita untuk dpt menerobos ke dalam lubuk hati ayah kita dan
dia merupakan dinding tebal yang memisahkan kita dari ayah kita yang sangat
kita cintai. Maka jalan satu-satunya untuk mengakhiri kerisauan kita ini ialah
dengan melenyapkannya dari tengah-tengah kita dan melemparkannya jauh-
jauh dari pergaulan ayah dan keluarga kita. Kita harus membunuh dengan
tangan kita sendiri atau mengasingkannya di suatu tempat di mana terdpt
binatang-binatang buas yang akan melahapnya sebagai mangsa yang empuk
dan lazat. Dan kita tidak perlu meragukan lagi bahwa bila Yusuf sudah lenyap
dari mata dan pergaulan ayah , ia akan kembali menyintai dan menyayangi kita
sebagai anak-anaknya yang patut mendapat perlakuan adil dan saksama dari
ayah dan suasana rumahtangga akan kembali menjadi rukun, tenang dan
damai, tiada sesuatu yang merisaukan hati dan menyesakkan dada.”