RAMADHAN
MENYAPA
UNTAIAN NASIHAT
MENJELANG BULAN RAMADHAN
Penulis:
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr
Penerjemah:
Ustadz Abu Rozin Bagus Jamroji, Lc.
Penerbit:
Segala puji hanya bagi Allah, yang telah memberikan nikmat ke-
pada kita berupa Islam dan Iman serta nikmat berupa umur yang
.dengannya kita bisa melewati masa demi masa
Para pembaca sekalian, tidak terasa sebentar lagi kita akan me-
masuki bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan dan
.itu terjadi hanya satu bulan saja di antara dua belas bulan yang ada
Untuk itu, kami menerbitkan terjemahan sebuah buku yang di-
tulis oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr
hafizhahullahu ta’ala. Buku ini sebagai nasihat bagi kita semua di da-
.lam memasuki bulan Ramadhan yang tinggal menghitung hari lagi
Buku ini penerbit beri judul “Ketika Ramadhan Menyapa”. Kami
beri judul menyapa, karena sapaan merupakan aktivitas yang sa-
ngat singkat dan cepat, sebagaimana bulan Ramadhan adalah bu-
lan yang sangat singkat dan cepat. Maka bagaimanakah keadaan
?Anda di dalam menyambut sapaan Ramadhan
Akankah Anda menyambut sapaannya dengan hangat dan suka
cita? Artinya, Anda sambut Ramadhan dengan kegiatan yang posi-
.tif dan kegembiraan yang sangat untuk bertemu dengan Ramadhan
Ataukah Anda menyambut sapaannya dengan memalingkan mu-
ka dan acuh tak acuh? Artinya, Anda sambut Ramadhan dengan mu-
ka yang masam, Anda tidak mempedulikan Ramadhan dan Anda
anggap Ramadhan sebagaimana bulan-bulan seperti biasanya yang
Anda lalui.
Di dalam kitab terjemahan ini, penerbit membuat subbab (yang
di dalam kitab aslinya tidak ada) agar memudahkan para pembaca.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan kitab-kitab selanjutnya.
Penerbit
Yayasan Imam Muslim al-Atsariy
Kediri – Jawa Timur
ُ ُ ََ َْ ُ ََُ ُُ َْ ََْ ُُ َ ََْ ُ ُ ََْ َ إن ا ْ َ ْﻤ
ﷲ ِﻣ ْﻦ ِ ِ ﺎ ﺑ ﻮذ ﻌ و ﻪ
ِ ِ إ ﻮب ﺘ و هﺮ ﻔ
ِ ﻐ ﺘ ﺴ و ﻪ ﻴﻨ ﻌ
ِ ﺘﺴ و ه ﺪﻤ ِ ِ َ ﺪ ِ
َ َ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ ُ
اﷲ ﻓﻼ ِﻀﻞ ُ َوﻣ ْﻦ ُ ُ ور أ ﻔﺴﻨﺎ َو ِﻣ ْﻦ ﺳ ﺌﺎت أ ﻤﺎ َﺎ ﻣ ْﻦ ﻬﺪه
ِِ ِ ِ ِ ِ
ُﻚ َ ُ َوأَ ْﺷ َﻬﺪ َ ْ َ َ َُ ْ َ ُ َٰ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ ْ ُ
َ ِ َ ﻳَﻀ ِﻠﻞ ﻓﻼ ﻫﺎ ِدي وأﺷُﻬﺪ أن ﻻ ِإ ِإﻻ اﷲ وﺣﺪه ﻻ
َ ﺤﺎﺑﻪ أ ْ َﻌ َ ْ ََ َْ َ ُ َ ُ ُ َ ُ ُ ْ َ ً َُ
ِ ِ ِ أن ﻤﺪا ﺒﺪه َورﺳﻮ ﺻ اﷲ ﻋﻠﻴ ِﻪ َو آ ِ ِ َوأﺻ
َ ً َْ َ ََ
ﻴﻤﺎ ﻛ ِﺜ ًا وﺳﻠﻢ ﺴ ِﻠ
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon
pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, bertau-
bat kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan
diri kami dan kejelekan amalan kami, barang siapa yang diberikan
petunjuk oleh-Nya maka tiada satu pun yang mampu menyesatkan-
nya, dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya maka tiada satu
pun yang mampu memberikan petunjuk padanya. Saya bersaksi bah-
wa tiada ilah/sembahan yang berhak disembah/diibadahi kecuali
Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muham-
mad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah mencurahkan
shalawat dan salam kepadanya, keluarganya, dan seluruh sahabat-
nya.
Adapun setelah itu:
Sesungguhnya berkumpul untuk berdiskusi tentang perkara-
perkara agama secara umum atau berdiskusi tentang musim-mu-
sim kebaikan yang akan dijumpai oleh orang-orang yang beriman,
tidaklah diragukan lagi itu adalah bagian dari perkara yang sangat
penting, yang selayaknya diberikan perhatian secara khusus dan is-
timewa.
Karena akan timbul darinya manfaat-manfaat yang mulia dan
kebaikan-kebaikan yang besar yang tidak mungkin terhitung jum-
lahnya.
Telah datang di dalam Shahih Muslim¹ bahwa sesungguhnya Na-
bi pernah keluar menemui para sahabatnya ketika mere-
ka duduk-duduk di dalam masjid (dalam keadaan mereka) sedang
berdiskusi. Beliau bertanya: “Apakah gerangan yang me-
nyebabkan kalian duduk-duduk di sini?”
Kami (para sahabat) menjawab: “Kami duduk di sini untuk berdis-
kusi tentang Islam dan kenikmatan yang Allah berikan kepada kami.”
Beliau bertanya lagi: “Demi Allah, apakah kalian duduk
karena alasan ini?”
Kami menjawab: “Demi Allah, tidaklah kami duduk kecuali karena
alasan itu.”
Maka beliau bersabda:
ُ ْ ََ ْ ََ ْ ُ َ ً َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ َ ْ َ َْ َ َ َ
وﻟ ِ ﻦ أﺗﺎ ِ ِﺟ ِ ﻞ،ﷲ ِإ ﻢ أﺳﺘﺤ ِﻠﻔ ﻢ ﻬﻤﺔ ﻟ ﻢ ِ »أ َﻣﺎ وا
ََُ َ َ ْ ُ َ ُ َ َ ََْ َ
.«ﻓﺄﺧ ِ أن اﷲ ﺒﺎ ِ ﺑِ ﻢ ﻼﺋِ ﺘﻪ
“Demi Allah, tidaklah aku menyumpah kalian karena menuduh kalian,
akan tetapi baru saja Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku
bahwa Allah membanggakan kalian di hadapan para malaikat-Nya.”
Hadits ini adalah suatu tanda yang agung bagi orang-orang yang
dimuliakan oleh Allah dan bagi mereka yang diberi nikmat
2. Riwayat Ahmad (7138, 7991, 9497) an-Nasa’i (2106) dari haditsnya Abu
Hurairah
Manusia saling memberikan kabar gembira dengan datangnya
perkara-perkara penting dan mulia agar mereka bersiap-siap dan
bersiaga.
Bulan Ramadhan adalah tamu yang mulia, utusan yang terhor-
mat bagi tiap-tiap diri orang yang beriman. Setiap orang yang ber-
iman bergembira dengan datangnya tamu yang mulia ini sebagai-
mana bergembiranya mereka ketika datang kepadanya tamu yang
paling mulia dan utusan yang sangat terhormat. Maka bagaimana
pendapatmu jika ada orang yang mulia yang memiliki sifat derma-
wan, suka memberi, suka berbagi ketika dia kedatangan seorang ta-
mu yang memiliki kedudukan yang mulia, memiliki derajat yang
tinggi, maka bagaimanakah dia akan menyambut tamu agungnya
ini? Bagaimanakah pula kegembiraan dia dengan datangnya tamu
yang agung ini? Dan bagaimanakah pula dia akan melayaninya?
Maka sabda Nabi :
َ ُ َ َ َْ
«ﺎء ْﻢ َر َ َﻀﺎن »ﻗﺪ ﺟ
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan.”
Maksudnya adalah: Bersiap-siaplah untuk menyambut tamu yang
mulia ini. Bersiap-siaplah untuk melayaninya dan menunaikan hak-
haknya. Persiapkanlah dirimu untuk melakukannya. Karena sesung-
guhnya dia datang dengan cepat dan akan pergi dengan cepat. Per-
siapkanlah dan siagakanlah diri kalian untuk menunaikan amalan-
amalan yang mulia, ketaatan-ketaatan yang sangat dianjurkan, dan
ibadah-ibadah yang apabila kalian berjumpa dengan Allah
merasa senang dalam kondisi seperti itu (meninggal di atas ketaat-
an dan ibadah).
Maka sudah selayaknyalah bagi setiap muslim mempersiapkan
diri dengan sebaik-baiknya ketika menyambut datangnya bulan Ra-
madhan.
BEBERAPA KEADAAN MANUSIA
DI DALAM MENYAMBUT
BULAN RAMADHAN
«ﺎر َ ُ ََُ َ
ِ »و ِ ِ ﺘﻘﺎء ِﻣﻦ ا
“Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka”, dia berha-
rap dan bersungguh-sungguh untuk menjadi bagian dari orang-
orang yang dibebaskan tersebut. Dia akan berusaha dengan sung-
guh-sungguh dan memohon kepada Allah untuk dibebaskan
dari neraka, kemudian bersegera kembali kepada Allah untuk
mendapatkan janji yang mulia dan pahala yang besar ini.
BULAN RAMADHAN
BULAN KESABARAN
5. Riwayat an-Nasa’i (2106) dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-
Targhib wa at-Tarhib (999)
ga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan yang jahat
dibelenggu. Ini semua adalah keberkahan yang khusus pada bulan
ini yang tidak ada pada bulan-bulan yang lain, yaitu pintu-pintu sur-
ga semuanya dibuka, tidak ada satu pun yang tertutup. Demikian
juga pintu-pintu neraka semuanya tertutup, tidak ada satu pun yang
terbuka. Setan-setan yang jahat dibelenggu, maka tidak ada satu
pun di antara mereka yang bisa mengganggu manusia sebagaima-
na mereka mengganggu pada bulan-bulan yang lainnya.
Ini semuanya adalah keberkahan-keberkahan yang besar, yang
memberikan semangat, yang membangkitkan tekad dan menjadi-
kan manusia bergairah untuk menunaikan ketaatan kepada Allah
.
Kalaulah seandainya kita membicarakan kebaikan-kebaikan bu-
lan ini, keistimewaan-keistimewaannya, keutamaan-keutamaannya,
dan kedudukannya yang agung, maka akan membutuhkan pemba-
hasan yang panjang. Oleh karenanya kita cukupkan pembahasan
apa yang selayaknya kita tunaikan pada bulan Ramadhan dan ba-
gaimana kita menyambutnya. Maka kami sebutkan di hadapan pa-
ra pembaca yang mulia beberapa poin yang penting.
BAGAIMANA
KITA MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
DAN MENGISI BULAN RAMADHAN
Poin pertama:
Selayaknya kita bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan.
Menjadikannya berada pada tempat yang tinggi dan memiliki ke-
dudukan yang mulia di dalam hati kita. Kita memuji Allah atas
nikmat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Betapa banyak manu-
sia yang berjumpa Ramadhan pada tahun lalu dan bulan-bulan se-
belum datangnya Ramadhan, akan tetapi dipanggil oleh Allah sebe-
lum datangnya Ramadhan. Karenanya mereka tidak bisa menemui
bulan yang mulia ini, padahal mereka sangat berharap berjumpa
dengannya. Kita tidak mengetahui, mungkin saja sebagian dari ki-
ta tidak menjumpai bulan Ramadhan ini atau sebagian kita hanya
berjumpa dengan Ramadhan beberapa hari saja. Oleh sebab inilah,
selayaknya seorang muslim bersemangat apabila dimuliakan oleh
Allah berjumpa dengan bulan Ramadhan, bersemangat me-
muji Allah, dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat berjumpa de-
ngan bulan Ramadhan.
Tidak diragukan lagi sesungguhnya pertemuanmu dengan bu-
lan Ramadhan dalam kondisi sehat walafiat, selamat, dan dalam
kondisi iman ini adalah nikmat yang sangat besar. Ini adalah karu-
nia yang agung, yang selayaknya engkau menghargainya dan me-
muliakannya.
Maka sebagai wujud rasa syukurmu atas nikmat dipertemukan
dengan bulan Ramadhan, engkau harus bersungguh-sungguh dan
bersemangat untuk menunaikan ketaatan kepada Allah—semoga
Allah mempertemukan engkau dengan bulan Ramadhan—. Berse-
mangatlah untuk menunaikan hak-hak Allah , di antaranya
puasa Ramadhan, shalat malam, mengerjakan ketaatan, mendekat-
kan diri kepada Allah , dan menjauhi perkara-perkara yang
diharamkan oleh Allah .
Sungguh diantara sunnah Nabi apabila melihat hilal
yaitu bulan di awal-awal bulan, beliau berdoa:
َ ْ َ َ َ
َر، ِاﻹ ْﺳـﻼمو ﺔ ﻣـﻼ ﺴ او َ »ا َ ﻠ ُﻬـﻢ أَ ْﻫﻠﻠْ ُﻪ َﻋﻠَﻴْﻨَﺎ ﺑـﺎ ْ ُ ْﻤﻦ َو ْاﻹ
َ ،ﻳـﻤﺎن
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ
ِ َور ﻚ ا
«ﷲ
“Ya Allah, jadikanlah hilal ini bagi kami membawa keamanan dan kei-
manan, membawa keselamatan dan keislaman. Sesungguhnya Rabb-ku
dan Rabb-mu (wahai bulan) adalah Allah.”⁶
Jika Allah memuliakanmu dengan mempertemukanmu de-
ngan bulan yang mulia, maka tatkala melihat hilalnya, hendaklah
berdoa dengan doa yang semacam ini. Nabi berdoa de-
ngan doa ini ketika melihat hilal di setiap bulan dan itu adalah doa
yang sangat agung. Engkau mengharap pada Rabb-mu un-
tuk diberkahi pada bulan itu, juga agar Allah melimpahkan anuge-
rah kepadamu berupa keamanan dan keimanan, keselamatan dari
keburukan, serta diberikan kemampuan untuk menunaikan kewa-
jiban-kewajiban Islam yang diridhai oleh Allah pada bulan
itu. Sungguh tidaklah diragukan lagi, pertemuanmu dengan bulan
Ramadhan adalah nikmat yang agung. Wajib bagimu bersyukur ke-
pada Allah atas nikmat tersebut. Muliakanlah bulan terse-
but sesuai dengan kemuliaan yang ada padanya.
7. Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi (2499), Ibnu Majah (4251), dari haditsnya
Anas , dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib
(3139)
Apabila orang-orang yang menyia-nyiakan waktu-waktu yang
mereka lalui lalu tidak tergerak hatinya bertaubat kepada Allah
di musim ketaatan ini, maka kapan lagi hati mereka terge-
rak?! Apabila jiwanya tidak bergetar di bulan yang mulia ini, maka
kapan hatinya bisa bergetar?! Bulan Ramadhan adalah bulan yang
tepat untuk bertaubat kepada Allah . Hendaknya kita menyam-
but bulan Ramadhan dengan taubat nasuha dari segala bentuk do-
sa dan kesalahan.
Allah tidak menerima taubat hamba-Nya kecuali taubat
nasuha. Taubat nasuha harus memenuhi tiga syarat berikut:
[ ] menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukan,
[ ] bertekad untuk tidak mengulang yang telah dilakukan, dan
[ ] terlepas dari dosa tersebut secara keseluruhan.
Dengan tiga syarat inilah Allah akan menerima taubat
seorang hamba. Yaitu tatkala dia bertaubat dengan meninggalkan
seluruh dosa, bertekad di dalam hatinya yang paling dalam untuk
tidak mengulangi selama-lamanya, serta dia juga menyesal dengan
penuh penyesalan atas terjerumusnya dia ke dalam perbuatan dosa.
Apabila terpenuhi taubat dengan syarat-syarat tersebut, maka
taubatnya diterima Allah. Para ahli ilmu menambahkan syarat yang
keempat: apabila dosa berhubungan dengan hak manusia yang la-
in, seperti mengambil harta mereka atau melampaui batas hak yang
lain, maka disyaratkan dengan syarat yang keempat yaitu mengem-
balikan hak kepada pemiliknya atau meminta kehalalannya. Semo-
ga Allah memberikan taufik kepada kita (memudahkan kita) semu-
anya untuk taubat nasuha dari segala dosa dan kesalahan.
Kemudian,
Poin ketiga:
Di antara perkara yang penting yang selayaknya kita perhatikan
pada bulan Ramadhan adalah menjaga kualitas puasa, yaitu kewa-
jiban yang ada pada bulan ini. Manusia bertingkat-tingkat dalam
kualitas berpuasa, mereka tidak dalam satu tingkatan kualitas, mes-
kipun mereka semuanya sama-sama menahan dirinya dari makan
dan minum dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari. Akan tetapi, mereka berting-
kat-tingkat di dalam menyempurnakan dan menuntaskan puasa Ra-
madhan.
Nabi pernah ditanya: “Puasanya siapa yang pahala-
nya paling besar?” Beliau menjawab:
ً ْ ْ ُ َُْ َ
«ﷲ ِذﻛﺮا
ِ »أ ﻫﻢ
“Yang paling banyak berdzikir kepada Allah.”⁸
Telah diketahui bahwa sesungguhnya orang yang berpuasa ber-
tingkat-tingkat di dalam berdzikir kepada Allah dan mem-
pelajari al-Qur’an serta dalam menjaga ketaatan.
Sebagian manusia begadang di malam hari menghabiskan wak-
tu-waktu mereka dengan perbuatan yang sia-sia. Kemudian, ketika
datang shalat Fajar/Shubuh dia masih tertidur dengan lelapnya dan
mungkin saja sebagian dari mereka shalat Zhuhur dan shalat Ashar
tidak tepat waktunya!
Manusia bertingkat-tingkat di dalam kualitas puasanya. Dengan
sebab ini, selayaknya seorang muslim betul-betul bersemangat un-
tuk menyempurnakan puasanya dengan berdzikir kepada Allah, ta-
at kepada Allah, menjaga bacaan al-Qur’an, duduk di majelis ilmu,
duduk di masjid-masjid Allah untuk berdzikir dan bersungguh-sung-
guh menundukkan nafsunya dalam menunaikan ketaatan-ketaatan
itu.
Poin keempat:
Di antara perkara penting, bahkan ini adalah yang terpenting
untuk diperhatikan, hendaklah seorang yang berpuasa mewujud-
kan sabda Nabi :
8. Riwayat Ahmad (15614) ath-Thabrani dalam Kitab Doa dan dalam Kitab
Mu’jamul Kabir (16812)
ََ ََ َ ُ ْ َ َ ََ َ َ ْ َ
«ﻳﻤﻨًﺎ َواﺣ ِ َﺴﺒًﺎ ﻏ ِﻔ َﺮ ُ َﻣﺎ ﻘﺪ َم ِﻣ ْﻦ ذﻧ ِﺒ ِﻪ
َ ﺎن إ
ِ »ﻣﻦ ﺻﺎم ر ﻀ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan meng-
harap pahala maka diampuni dosanya yang telah berlalu.”⁹
Selayaknya bagi seorang muslim berpuasa karena panggilan ke-
imanan dan mengharapkan pahala Allah. Dia berpuasa bukan kare-
na adat kebiasaan yang sedang berlangsung, maksudnya tatkala dia
dapati keluarganya, saudara-saudaranya, teman-temannya berpua-
sa maka dia ikut berpuasa. Dia berpuasa bukan karena takut dice-
la manusia atau dikatakan orang yang tidak berpuasa, bukan pula
karena riya’ terhadap manusia, bukan pula mengharap pujian dan
sanjungan mereka. Dia berpuasa bukan karena tujuan-tujuan dunia
ini. Dia berpuasa hanyalah karena panggilan keimanan dan harap-
an terhadap pahala yang disediakan oleh Allah. Beriman terhadap
perintah Allah dan beriman dengan janji-janji Allah bagi
orang-orang yang berpuasa. Dia ingat bahwa Allah akan
memberikan pahala yang sempurna tiada terhitung. Dia beriman
bahwasanya Allah memfardhukan/mewajibkan puasa ter-
sebut kepada hamba-Nya.
Dia berpuasa berharap dengan puasa yang dia lakukan tersebut
untuk menjalankan ketaatan pada Allah di bulan yang mu-
lia ini serta berharap pahala dan balasan yang besar di sisi Allah
.
Orang-orang yang berpuasa mereka akan mendapatkan pahala
yang besar dan ganjaran yang banyak di sisi Allah , telah da-
tang di dalam hadits qudsi, sesungguhnya Allah berfirman:
ْ َ َََ ُ َ َ
«»ا ﺼﻴﺎم ِ وأﻧﺎ أﺟ ِﺰي ﺑِ ِﻪ
“Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”¹⁰
9. Riwayat al-Bukhari (37, 1875), Muslim (1268) dari haditsnya Abu Hurairah
10. Riwayat al-Bukhari (1761), Muslim (1151) dari haditsnya Abu Hurairah
Hadits ini menjelaskan besarnya pahala orang yang berpuasa
dan agungnya ganjaran yang ada di sisi Allah , maka selayak-
nya bagi seorang muslim untuk menjaga kualitas puasanya.
Di dalam hadits yang lain Nabi bersabda:
َ ْ ً َ ْ ً َ ََ ََ
« َوﻓ ْﺮ َﺣﺔ ِﻋﻨ َﺪ ِﻟﻘﺎ ِء َر ِﻪ،ِ ﻓ ْﺮ َﺣﺔ ِﻋﻨ َﺪ ﻓِ ْﻄ ِﺮه،ﺎن
ِ » ِﻠﺼﺎﺋِ ِﻢ ﻓﺮﺣﺘ
“Bagi orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, kegembiraan ke-
tika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabb-nya.”¹¹
Orang yang berpuasa akan sangat gembira ketika berjumpa de-
ngan Allah pada hari kiamat karena sesungguhnya Allah
telah menyiapkan bagi mereka pahala yang besar dan ganjaran yang
banyak. Bahkan Allah mengistimewakan mereka dengan
pintu khusus ke dalam surga yang disebut dengan Pintu ar-Rayyan
sebagaimana telah dikabarkan di dalam hadits yang shahih oleh Na-
bi .¹²
Wajib bagi orang seorang muslim untuk memperhatikan perka-
ra ini dari awal sampai berakhirnya bulan Ramadhan. Berpuasa ka-
rena panggilan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah. Ya-
itu beriman kepada Allah, dengan meyakini bahwa Allah
mewajibkan puasa tersebut kepada kita, dan berharap kepada Allah
untuk memperoleh pahala dan ganjaran darinya.
Poin kelima:
Di antara perkara yang penting yang selayaknya diperhatikan
oleh orang yang beriman pada bulan Ramadhan adalah berusaha
untuk mendapatkan derajat taqwa kepada Allah . Ini adalah tu-
juan dari disyariatkannya puasa sebagaimana Allah berfirman:
ﱡﱓﱔﱕﱖﱗﱘﱙﱚﱛﱜﱝ
11. Riwayat al-Bukhari (1771), Muslim (1945) dari haditsnya Abu Hurairah
12. Riwayat al-Bukhari (1896, 3257), Muslim (1152) dari haditsnya Sahl bin Sa’d
ﱞﱟﱠﱡﱠ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa se-
bagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian ber-
taqwa.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:183)
Dengan berpuasa dan menunaikan ibadah ini, seorang muslim
menempuh suatu jalan yang agung, jalan yang diberkahi yang meng-
antarkan dia kepada derajat ketaqwaan. Puasa adalah kesempatan
bagimu untuk membekali dirimu dengan bekal ketaqwaan dan men-
jadikan dirimu menjadi orang yang bertaqwa.
Taqwa adalah: “Engkau melakukan ketaatan kepada Allah di atas
cahaya Allah, mengharapkan pahala dari-Nya, meninggalkan mak-
siat terhadap Allah di atas cahaya-Nya karena takut akan azab-Nya.”
Berhentilah sejenak untuk memikirkan: Bagaimana puasa bisa
mewujudkan ketaqwaan bagi seorang hamba dan bisa membekali
hamba dengan bekal ketaqwaan?
Seorang muslim selama setahun penuh dia terbiasa dengan per-
kara yang dia sukai seperti sarapan di waktu pagi hari, makan di
waktu siang hari, minum dengan berbagai macam minuman, se-
hingga hari-harinya terbiasa dengan perkara-perkara itu. Akan te-
tapi, kebiasaan-kebiasaan ini pada waktu masuk bulan Ramadhan
dia tinggalkan semuanya. Tidaklah dia meninggalkan perkara terse-
but karena sesuatu hal kecuali hanya untuk mendapatkan pahala
dari Allah . Inilah hakikat dari sebuah ketaqwaan. Engkau
akan menjumpai orang yang berpuasa menahan dirinya dari makan
dan minum yang ada di hadapannya meskipun dia sendirian, tidak
ada seorang pun yang melihatnya, itu semua dilakukan karena ta-
at kepada Allah .
Inilah yang terjadi pada diri seorang muslim di siang hari di bu-
lan Ramadhan. Selayaknya itu bisa tumbuh di dalam kehidupannya
selama-lamanya, yaitu dalam kehidupannya diliputi ketaatan kepa-
da perintah Allah dan menjauhi larangan Allah .
Sungguh engkau mampu menahan diri pada siang hari di bulan
Ramadhan dari makan dan minum untuk menunaikan ketaatan ke-
pada Allah! Selayaknya bagimu mampu meninggalkan segala perka-
ra yang diharamkan Allah kepadamu di setiap waktu yang kau la-
lui. Seakan-akan seluruh bulan yang kau lalui adalah bulan Rama-
dhan. Dzat (Allah ) yang wajib engkau taati pada bulan Ra-
madhan, wajib pula engkau taati pada bulan-bulan yang lainnya. Se-
andainya engkau mampu menguasai dirimu, mencegah dirimu da-
ri perbuatan kemaksiatan, dan mampu meninggalkan perkara-per-
kara yang terbiasa engkau tunaikan di siang (selain pada Ramadhan)
karena taat kepada Allah , maka selayaknya engkau mampu pu-
la membiasakan dirimu untuk menunaikan perkara yang baik ter-
sebut di setiap waktu dan keadaan.
Sesungguhnya menahan dari makan dan minum serta seluruh
perkara yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan—yaitu yang
hukumnya wajib—ditunaikan dari terbitnya fajar sampai terbenam-
nya matahari saja. Adapun menahan diri dari perkara-perkara yang
haram ditunaikan sepanjang usia manusia.
Hendaknya engkau bersungguh-sungguh dan berusaha keras
untuk meninggalkan perkara-perkara haram ketika dalam kondisi
berpuasa. Dan tatkala engkau berbuat dosa, melampaui batas, atau
terjerumus pada perbuatan yang sia-sia pada kondisi puasa terse-
but, maka bersegeralah bertaubat kepada Allah .
Hendaknya kita perhatikan, bagaimana kita mampu menjadikan
puasa Ramadhan untuk mewujudkan ketaqwaan kepada Allah
??? Yaitu dengan menahan dari perkara-perkara yang terbi-
asa dilakukan (selain pada bulan Ramadhan) untuk menunaikan ke-
taatan kepada Allah , sementara mengapa tidak mampu me-
ninggalkan perkara-perkara yang Allah haramkan di seti-
ap waktu-waktu lain yang dia lalui? Ada salah seorang salaf/terda-
hulu (yang shalih) ditanya tentang kondisi manusia yang mampu
beribadah kepada Allah pada bulan Ramadhan, menunaikan ke-
wajiban-kewajiban mereka serta mampu menjaga kewajiban-kewa-
jiban di bulan Ramadhan, tetapi ketika keluar dari bulan Ramadhan
tidak mampu lagi menunaikan dan bahkan menyia-nyiakan kewa-
jiban-kewajiban itu. Maka seorang salaf tersebut menjawab:
َ َ ُ ْ َ َ َْ َ ْ
اﷲ إﻻ ِ َر َ َﻀﺎن
َ ﻮن ﺑِ ﺲ اﻟﻘﻮمِ ﻻ ﻌ ِﺮﻓ
“Sejelek-jeleknya manusia tidak mengenal Allah kecuali di bulan Rama-
dhan.”¹³
Maka wajib bagi seorang muslim senantiasa merasa diawasi oleh
Allah, menjaga ketaatannya kepada Allah pada bulan Ramadhan dan
juga bulan lainnya. Inilah makna firman Allah :
ﱡﱓﱔﱕﱖﱗﱘﱙﱚﱛﱜﱝ
ﱞﱟﱠﱡﱠ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan puasa atas kalian seba-
gaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian men-
jadi orang yang bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:183)
Maksudnya adalah kalian akan mendapatkan ketaqwaan kepa-
da Allah di bulan yang mulia ini, ketika engkau mampu men-
jaga kewajiban-kewajiban dan ketaatan kepada Allah. Maka bulan
Ramadhan adalah kesempatan yang besar dan berharga untuk mem-
bekali diri kita dengan bekal taqwa. Allah berfirman:
ﱡ ﱙ ﱚ ﱛ ﱜ ﱝﱞ ﱟ ﱠ ﱡ ﱢ ﱠ
“Dan ambillah bekal, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ke-
taqwaan dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berpi-
kir.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:197)
ﱡﱱﱲﱳﱴﱵﱠ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling
bertaqwa.” (Q.S. Al-Hujurat [49]:13)
Pada kesempatan kita yang berharga ini, hendaknya kita man-
faatkan untuk mengambil bekal ketaqwaan, hingga kita keluar da-
ri madrasah Ramadhan menjadi manusia-manusia yang bertaqwa
kepada Allah , terbiasa menjaga ketaatan kepada Allah, serta
terbiasa menunaikan segala bentuk perintah-Nya .
Sesungguhnya engkau akan sangat takjub kepada kebanyakan
manusia, apabila masuk bulan Ramadhan mereka memenuhi mas-
jid-masjid dan menjaga shalat-shalat mereka. Kemudian jika keluar
dari bulan Ramadhan mereka meninggalkan itu semuanya atau se-
bagian besar dari apa yang ditunaikan di bulan Ramadhan. Engkau
jumpai orang yang shalat Shubuh tidak mencapai satu shaf ketika
Ramadhan berlalu, padahal tatkala di bulan Ramadhan jumlah shaf
pada shalat Shubuh mencapai dua atau tiga shaf!!! Ke manakah me-
reka? Apakah mereka dahulunya orang-orang yang telah mening-
gal kemudian hidup kembali di bulan Ramadhan? Ataukah mereka
bepergian jauh kemudian datang pada bulan Ramadhan? Atau apa
yang sebenarnya terjadi pada diri mereka? Apakah mereka hanya
menunaikan shalat Shubuh dengan berjama’ah di bulan Ramadhan
saja? Mengapa mereka tidak menjaga ibadah-ibadah di bulan-bulan
yang lainnya?
Oleh sebab inilah, kami katakan: “Kesempatan bagi orang yang
dimuliakan Allah (pada bulan Ramadhan) yang diberikan kenikmat-
an berupa kemampuan menjaga shalat, kenikmatan berupa terge-
rak jiwanya untuk melakukan ketaatan dan peribadahan, serta me-
rasakan kelezatan ibadah di bulan Ramadhan untuk menjadikan ke-
nikmatan tersebut tetap ada di seluruh waktu-waktu yang lainnya,
sebagai bentuk buah dari bulan yang penuh berkah ini, serta untuk
mewujudkan apa yang terdapat dalam ayat yang mulia:
ﱡﱖﱗﱘﱙﱚﱛﱜﱝﱞﱟ
ﱠﱡﱠ
“Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertaq-
wa.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:183)
Maksudnya agar kalian bertaqwa kepada Allah , dengan ja-
lan menunaikan ketaatan kepada Allah dan melaksanakan berbagai
macam ibadah di dalam waktu yang mulia ini.
Oleh sebab inilah, maka puasa adalah madrasah pendidikan ter-
baik dan berkah yang mampu meluluskan orang-orang yang beri-
man dan bertaqwa. Dan mampu membekali orang-orang yang ber-
iman dengan bekal yang besar yang senantiasa bersamanya di se-
luruh kehidupannya dan di seluruh hari-hari yang dia lalui. Akan
tetapi, banyak sekali manusia yang tidak mengambil manfaat dari
madrasah ini—madrasah bulan puasa—. Mereka melaluinya, tetapi
kondisi mereka seperti murid yang bandel di madrasahnya, dia lu-
lus akan tetapi tidak mengambil manfaat darinya.
Berbeda dengan kondisi orang yang beriman ketika masuk mad-
rasah Ramadhan ini, mereka sungguh-sungguh dan semangat tat-
kala melaluinya. Pada akhirnya, mereka mampu mengambil pela-
jaran keimanan, pelajaran ilmiah yang senantiasa bersama dirinya
di seluruh waktu yang dia lalui.
Aku sebutkan sebuah contoh dari pelajaran Ramadhan sebagai
tambahan dari pelajaran-pelajaran yang sebelumnya kita sebutkan:
Barang siapa yang terbiasa merokok dan memakan sesuatu yang
membahayakan yang tiada manfaatnya sama sekali, engkau dapati
mereka mampu meninggalkannya dengan sempurna pada bulan Ra-
madhan mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Dia mampu menjauhinya sejauh-jauhnya padahal sangat terbiasa
dengan perbuatan itu, akan tetapi dia hanya mampu meninggalkan-
nya di siang hari di bulan Romadhon. Padahal ini adalah kesempat-
an yang baik baginya untuk meninggalkan perbuatannya secara
sempurna. Kebanyakan orang-orang yang terbiasa merokok apabi-
la dinasihati untuk meninggalkannya mereka beralasan tidak mam-
pu meninggalkannya. Tidaklah dia mampu meninggalkan perbuat-
annya itu mulai dari awal hari di bulan Ramadhan, mulai terbitnya
fajar hingga terbenamnya matahari? Maka ini adalah suatu pelajar-
an yang sangat berharga bahwa sebenarnya dia mampu meninggal-
kan rokok ini selama-lamanya dan tidak merokok secara total.
Sebagaimana engkau juga akan merasa heran kepada sebagian
dari manusia ketika mereka berbuka dengan menghisap rokok! Dia
berpuasa dengan meninggalkan perkara-perkara mubah karena ta-
at kepada Allah. Kemudian ketika seorang muadzin mengumandang-
kan adzan maghrib—sebagai penanda waktu dibolehkan berbuka—dia
berbuka dengan bermaksiat kepada Allah. Sebagian dari mereka ke-
tika menunaikan shalat Maghrib membuatmu tersiksa dengan bau
rokok yang tidak sedap. Sebagian dari mereka bersantai-santai da-
lam perbuatannya ini dan baru mematikan batang rokoknya keti-
ka ada di depan pintu masjid! Dia keluar dari rumahnya menuju
masjid sambil merokok sampai berada di depan pintu masjid, ke-
mudian masuk di dalam masjid membawa bau yang tidak sedap se-
hingga bisa menyiksa orang orang yang shalat dan juga para malai-
kat di tempat ibadah dan ketaatan!
Sungguh mengherankan orang-orang yang semacam ini. Di si-
ang harinya mampu meninggalkan makan dan minum karena taat
kepada Allah, kemudian ketika adzan maghrib tiba mereka segera
bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya merokok adalah perbuat-
an maksiat, perbuatan dosa, dan perbuatan yang haram. Orang yang
merokok terancam di hadapan Allah dan akan ditanya ten-
tang perbuatannya tersebut. Dalil-dalil pengharaman rokok sangat-
lah banyak sekali yang telah dijelaskan oleh para ulama.
Bulan Ramadhan adalah kesempatan yang berharga bagi para
pecandu rokok dan setiap orang yang berlebih-lebihan atau orang
yang menyia-nyiakan berbagai macam bentuk ibadah untuk meng-
ambil pelajaran dari musim yang mulia ini.
Poin keenam:
Di antara perkara yang penting yang selayaknya dicermati ada-
lah perhatian dengan kitab Allah (al-Qur’an). Sebagian dari ke-
istimewaan Ramadhan adalah sesungguhnya al-Qur’an diturunkan
pada bulan tersebut. Sebagaimana firman Allah :
ﱡﲇﲈﲉﲊﲋﲌﲍﲎﲏﲐ
ﲑﲒﱠ
“Bulan Ramadhan yang Allah turunkan dalam bulan tersebut al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan petunjuk dan pembe-
da.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:185)
Pada bulan ini al-Qur’an diturunkan. Dahulu Malaikat Jibril
mendatangi Nabi pada bulan Ramadhan mengajarinya al-
Qur’an. Nabi membaca al-Qur’an di hadapan Malaikat Jib-
ril .
Wajib bagi seorang muslim untuk perhatian terhadap al-Qur’an
pada bulan yang mulia ini, bulan Ramadhan adalah bulan al-Qur’an.
Sebagian dari orang-orang shalih terdahulu apabila masuk bulan
Ramadhan meninggalkan sebagian besar dari aktivitasnya dan ber-
kata: “Bulan Ramadhan adalah bulan membaca al-Qur’an dan bulan
memberikan makanan.” Mereka betul-betul perhatian terhadap al-
Qur’an, ada sebagian mengkhatamkan al-Qur’an setiap hari, sebagi-
an mengkhatamkan al-Qur’an setiap tiga hari, sebagian meng-
khatamkan al-Qur’an setiap sepekan sekali, dan sebagian meng-
khatamkan al-Qur’an setiap 10 hari sekali.
Sebagian dari manusia yang masuk bulan Ramadhan dan kelu-
ar bulan Ramadhan tidak membuka mushaf sama sekali kecuali ha-
nya sekali atau dua kali atau tiga kali saja! Akan tetapi, dia menu-
naikan perkara-perkara yang lainnya, melihat dan menyaksikannya
sampai perkara-perkara itu telah menguasai hatinya.
PENUTUP