Perawat
Menurut AHA 2010, cara untuk melakukan pertolongan pertama pada pasien cardiac arest adalah
melakukan RJP/CPR dengan konsep C-A-B (Circulasi, Airway, Breathing). Jadi, kalau diurutkan
1. Safety
Safety disini adalah aman. Aman untuk diri sendiri, aman untuk pasien dan aman lingkungan (3A).
Prinsip yang pertama ini tidak boleh dilewatkan oleh seorang penolong. Contoh, ketika anda
menemukan korban dijalan dan tidak ada handschoonmaka anda jangan langsung menyentuh pasien,
anda bisa mengganti handschoon tsb dg kantong plastik atau alas lain untuk melindungi tangan anda
supaya tidak kontak langsung dengan pasien (aman diri). Contoh yang kedua adalah, ketika anda
menemukan korban henti napas dan henti jantung dan anda akan menolongnya maka letakkan pasien
tsbt di atas alas yang keras dan datar (jangan lakukan diatas kasur yang empuk) dan jangan pula
letakkan pasien diatas aspal yang penuh kerikil (aman pasien), dan yang contoh yang ketiga, apabila
anda menemukan korban ditengah-tengah jalan maka hal yang dilakukan adalah memindahkan pasien
Periksa respon dilakukan dengan cara menepuk-nepuk pasien secara gentle (secara tegas) pada
pundak pasien. Saat menepuk pundak pasien periksalah pernafasan pasien dengan melihat pergerakan
dada (naik turunnya dada paien). Memeriksa respon dan pernafasan dilakukan dalam waktu 5-10'.
3. Panggil bantuan
Langkah selanjutnya ketika pasien sudah tidak ada respon setelah diperiksa respon adalah dengan
meminta bantuan (berteriak minta bantuan ke orang lain ketika anda sendiri) atau menelpon RS
terdekat atau bisa menelpon ke Ambulance Gawat Darurat 118 ke line (021) 7424118/ 021-709118/
021-7410118 khusus untuk wilayah Jakarta, disitu anda akan dilayani langsung oleh operator yang
sudah terlatih. Saat anda menelpon yang pertama kali disebutkan adalah no.tlp/ no hp anda, hal ini
dimaksudkn untuk mengantisipasi ketika pulsa anda habis, selanjutnya adalah sebutkan nama Anda,
lokasi Anda, keadaan korban/pasien, jumlah korban serta alat-alat yang dibutuhkan. Ketika Anda
panik, hal yang paling penting diucapkan saat menelpon adalah sebutkan no tlp dan nama Anda.
Nah, sambil menunggu ambulance atau bantuan datang yang harus dilakukan adalah cek
nadi carotis selama 5-10'. Saat nadi tidak teraba maka langsung melakukan kompresi dada 30x pada
daerah midsternum atau ditengah-tengah tulang dada. Jika korbannya seorang laki-laki maka cukup
mudah untuk menentukan daerah midsternum ini, yaitu dengan menarik garis imajiner intermamae
(garis puting susu), pertengahan antar garis itulah yang disebut midsternum. Lakukan kompresi
sebanyak 30x pada pasien dewasa dengan 1 atau 2 penolong, 30x pada pasien bayi/anak dengan 1
5. Pernafasan buatan 2x
Setelah melakukan kompresi 30x maka selanjutnya adalah memberikan nafas buatan 2x.
Jadi perbandingannya 30:2, 30 kompresi dada dan 2 pernafasan buatan (khusus pasien dewasa,
untuk perbandingan RJP anak dan bayi tinggal dilihat berapa penolongnya). Untuk Anda yang
menemukan korban di jalan atau di rumah dan tidak mempunyai alat BVM maka pernafasan buatan
ini dilakukan dengan cara Mouth to mouth, dengan catatan aman (menggunakan barier device/
menggunakan masker/ alas kain supaya tidak menyentuh langsung dengan mulut korban). Cara
(airway) sambil menutup hidung pasien sambil menengadahkan kepalanya. Saat meniup Anda jg
harus melihat perkembangan dada pasien, jika dada mengembang artinya tiupan masuk. Lakukan
pernafasan 2x ini dengan interval waktu 1-2 detik (jadi, ada jedanya yahhh...). Lakukan RJP 30:2
(dewasa) ini sampai pasien mengalami tanda-tanda kehidupan (batuk, muntah, ada pergerakan
anggota tubuh). Hentikan RJP saat pasien ada respon dan langsung cek kembali nadi carotisnya!!!
lift (untuk pasien non trauma) dan jaw thrust (pasien trauma). Tujuan dari membuka jalan nafas
adalah untuk mencegah supaya pangkal lidah tidak jatuh kebelakang. Lihat jalan nafas/mulut korban
apakah ada sumbatan atau tidak. Sumbatan disini bisa berupa sumbatan benda asing atau sumbatan
karena cairan. Jika sumbatannya berupa air ludah/slem maka lakukan finger sweap atau menyapunya
dengan kassa (tekhnik manual saat di rumah/ di jalanan), jika di RS tinggal dilakukan suction selama
10-15'. Untuk sumbatan benda asing (eks.baso, cilok atau kelereng) yang masuk ke dalam mulut ada
alat tersendiri untuk mengambilnya, cara yang pertama dilakukan adalah dengan kompresi dada saja
pernafasan pasien dengan cara look, listen and feel. Look, lihat pergerakan dada pasien. Listen,
dengarkan suara nafas pasien, dan feel rasakan hembusan pasien. Rescue breathing ini dilakukan
untuk pasien yang nafasnya tidak adekuat atau yang tidak bernafas. Berikan rescue breathing
sebanyak 10-12x per menit atau 20x dalam 2 menit tiap 6 detik (pasien dewasa).
Setelah airway, breathing dan circulation semuanya teratasi maka posisikan pasien pada posisi
pemulihan. Yaitu dengan memiringkan pasien ke arah kiri atau arah kanan (kecuali ibu hamil, harus
miring ke kiri). Tujuan memiringkan pasien adalah untuk mengantisipasi ketika pasien itu muntah
maka langsung keluar sehingga tidak menimbulkan aspirasi. Posisi pemulihan ini dilakukan sampai
bantuan datang.
Kesimpulannya :
Ketika menemukan korban yang tidak sadar/tidak ada respon dan henti nafas serta henti jantung
adalah langung lakukan RJP, dan tahap pertama RJP adalah kompresi dada bukan
meniup/memberikan nafas terlebih dahulu. Jika Anda tidak yakin menolongnya maka hal yang
harus dilakukan adalah menelpon RS terdekat/ Ambulance Emergency. Ingat tekniknya "C-A-B,
bukan A-B-C lagi!!! (AHA, 2010). Jangan membuang waktu atau melewatkan golden hour.
DELEGASI WEWENANG DALAM PELAYANAN KESEHATAN
A. Pendahuluan
Dalam kepustakaan yang berkait dengan pelayanan kesehatan, khusus-nya pelayanan keperawatan
dan dalam praktek pelayanan kesehatan, khusus-nya pada komunitas keperawatan dikenal istilah
delegasi wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Delegasi wewenang yang dipahami dalam konteks tersebut adalah bahwa pelimpahan dari dokter
kepada perawat dalam upaya pelayanan kesehatan, dimana perawat mengerjakan tugas dokter untuk
melakukan tindakan medis tertentu, yang apabila tugas tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang
dikehendaki dokter, apa pun hasilnya, perawat tidak memikul beban tanggung jawab dan tanggung
gugat atas kerugian pasien.
Delegasi wewenang merupakan istilah hukum, yang penerapannya menimbulkan akibat hukum, yaitu
akibat yang diatur oleh hukum. Pelayanan kesehatan merupakan perbuatan hukum, yaitu perbuatan
oleh dua pihak (pemberi dan penerima jasa layanan kesehatan) yang menimbulkan akibat hukum.
Oleh karenanya, istilah yang dipergunakan di dalamnya semestinya sesuai dengan pemahaman yang
dikembangkan dalam ilmu hukum.
B. Permasalahan
Kajian ini akan mengangkat isu ‘tugas medis berdasarkan delegasi wewenang dari dokter kepada
perawat’ dalam pelayanan kesehatan.
1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ
pemerintahan . Tenaga kesehatan, baik tenaga medis maupun keperawatan, merupakan bagian dari
organ pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan dalam bidang layanan kesehatan. Oleh
karena itu kepada tenaga kesehatan sebagai bagian dari pengemban fungsi pemerintahan diberi
wewenang agar fungsinya, terutama di bidang kesehatan/ pelayanan kesehatan dapat berjalan.
Wewenang dokter (dan tenaga keperawatan) ditentukan dalam UU praktek kedokteran dan UU
kesehatan .
Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada
undang-undang dalam arti materiil. Melalui atribusi dapat dilakukan pembentukan wewenang tertentu
dan pemberiannya kepada organ-organ tertentu. Organ yang berwenang membentuk wewenang
adalah organ yang ditentukan oleh peraturan perundangan sebagai badan yang mempunyai
wewenang. Pembentukan dan distribusi wewenang, utamanya ditetapkan dalam UUD. Pembentukan
wewenang pemerintahan didasarkan pada wewenang yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Contoh:
Ketentuan atribusi dalam :
2. Pasal 50 huruf b UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, bahwa dokter atau dokter gigi berhak
memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur opersaional. (berdasarkan
ketentuan ini seorang tenaga medis boleh melakukan perbuatan yang apabila dilakukan oleh selain
dokter merupakan pelanggaran hukum, misal operasi yang secara nyata sebenarnya menimbulkan
luka pada tubuh seseorang, apabila dilakukan bukan oleh dokter merupakan tindakan penganiayaan)
2. Delegasi
Delegasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintah kepada organ
pemerintahan lainnya. Dalam konteks pela-yanan kesehatan wewenang melakukan tugas medis, dari
dokter dilimpahkan kepada perawat. Pemberi wewenang disebut delegans. Penerima wewenang
disebut delegataris.
a. harus definitive, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan sendiri yang telah dilimpahkan
itu
b. harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya mungkin kalau ada
ketentuan untuk itu dalam peraturan perundangan,
c. delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan kepegawaian tidak diperlukan adanya
delegasi.
3. Mandat
Mandat merupakan pelimpahan wewenang kepada bawahan. Mandat terjadi ketika pemilik
wewenang, baik berdasar atribusi maupun delegasi, mengizinkan wewenangnya dijalankan oleh
orang/petugas lain. Hal ini tidak perlu diatur dengan ketentuan peraturan perundangan yang
melandasinya, karena mandat merupakan hal rutin dalam hubungan intern-hierarkis.
Penggunaan wewenang tunduk kepada norma hukum baik tertulis maupun tidak tertulis.
Berkait dengan pemberian layanan medis dalam upaya pelayanan kesehatan, dengan mengacu pada
standar umum wewenang (pemerintahan) yang menyangkut penggunaan wewenang pemerintahan,
setidaknya :
2. penggunaan wewenang tidak boleh merugikan pihak/orang lain (pasal 1365 BW: “Tiap
perbuatan melanggar hukum membawa ke-rugian kepada seorang lain mewajibkan orang tersebut
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal ini menentukan
kewajiban ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum.
Mengacu pada paparan di atas (teori wewenang dalam ilmu hukum), tindakan medis oleh perawat
pada pelayanan kesehatan di rumah sakit bukanlah termasuk dalam wewenang yang diperoleh karena
delegasi, (sehingga disebut delegasi wewenang), karena pertama, apabila perawat melakukan tindakan
medis persis seperti yang dikehendaki dokter, maka segala atas segala akibat merugikan yang
kemudian muncul perawat dapat tidak memikul beban tanggung jawab dan tanggung gugat, (karena)
kedua perawat, dewasa ini sedang memperjuangkan posisinya sebagai tenaga profesi.
Apabila diterima bahwa perawat adalah tenaga profesi dengan tingkat pendidikan dan (oleh
karenanya) wewenang yang setara (sesuai bidang keilmuannya) dengan tenaga medis. Ketiga,
tindakan medis yang dilakukan oleh perawat bersifat incidental, artinya hanya dilakukan manakala
dokter menghendaki. Apabila tidak, dokter akan melakukannya sendiri. Keempat, belum ditemukan
ketentuan peraturan perundangan produk legislative yang memberikan wewenang kepada perawat
untuk melakukan tindakan medis tertentu, kecuali dalam keadaan darurat.
Bagi perawat yang memberikan layanan kesehatan pada PKM /PKM Pembantu, banyak melakukan
tindakan medis tertentu. Untuk tindakan demikian pun tidak mudah memasukkan dalam kategori
delegasi atau mandat, karena perawat yang berdinas di PKM atau PKM Pembantu, disamping
menjalankan ‘profesi’ juga merupakan ‘kepanjangan tangan’ pemerintah dalam menjalankan fungsi
pemerintahan terutama dalam hal penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang layak/memadai.
Tindakan medis oleh perawat belum diatur oleh undang-undang/per-da, pun tidak menunggu
‘perintah’ dokter untuk dilakukannya pelayanan medis di PKM. Sepanjang berdasarkan pertimbangan
(pribadi, kelaziman dan kompetensinya) di pandang mampu, pelayanan medis oleh perawat di
PKM/PKM Pembantu merupakan hal yang jamak dilakukan dan diterima oleh masyarakat.
Bagi perawat praktek mandiri, tindakan medis yang dilakukan, secara normative, (UU 29/2004 dan
UU 23/1992) bukan merupakan wewenangnya. Persoalannya, masyarakat pengguna jasa layanan
kese-hatan menerimanya, dan penegakan peraturan secara kaku, justru dapat menjadi boomerang bagi
pemerintah, khususnya menyangkut pemenuhan kewajiban memenuhi sarana pelayanan kesehatan
yang layak bagi masyarakat.
D. Penutup
Perlu banyak dikaji, penggunaan istilah hukum dalam pelayanan kesehatan, sehingga tidak justru
merugikan tenaga kesehatan dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya.