Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ILMU PRODUKSI TERNAK LANJUT


RASIO ENERGI PROTEIN PADA AYAM PEDAGING DI DAERAH
DENGAN SUHU TINGGI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PRODUKTIVITAS

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS ILMU PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2022
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam pedaging mempunyai potensi yang besar dalam
memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi
protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi
relatif cepat dan hasilnya dapat diterima masyarakat luas. Faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi ayam pedaging adalah genetik,
lingkungan dan interaksi antara genetik dan lingkungan. Di Indonesia
yang beriklim tropis, suhu lingkungan di dataran rendah, di musim
kemarau dapat mencapai suhu 33 - 34ºC. Kenaikan suhu dari
21,1menjadi 32,2 ºC menyebabkan konsumsi ransum akan berkurang
hingga 20,2%, dengan demikian suhu lingkungan sangat mempengaruhi
penampilan produksi dari ayam pedaging.
Ayam pedaging akan berproduksi optimal pada suhu 18 - 21ºC.
Suhu yang ada di dalam kandang, pada dasarnya adalah berupa panas
lingkungan yang berasal dari matahari dan dari panas yang dikeluarkan
oleh tubuh ayam. Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada
siang hari dapat mencapai 34ºC dapat mengakibatkan terjadinya
penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak mengalami cekaman
panas.
Ayam pedaging termasuk hewan homeothermis dengan suhu
nyaman 24ºC, akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam
keadaan relative konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi
pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi
ransum. Akibatnya, pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi
menjadi rendah. Tingginya suhu lingkungan dapat juga menyebabkan
terjadinya cekaman oksidatif dalam tubuh, sehingga menimbulkan
munculnya radikal bebas yang berlebihan (Miller and Madsen, 1993).
Protein merupakan salah satu zat nutrisi yang dibutuhkan oleh ayam
pedaging untuk memproduksi daging. Kekurangan intake pakan yang
menyebabkan turunnya intake protein secaralangsung akan
menurunkan produksi ayam pedaging.
Berdasarkan uraian diatas maka di susun makalah tentang ratio
energi protein pada ayam pedaging di daerah dengan suhu tinggi dan
pengaruhnta terhadap produktivitas.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
ratio energi protein pada ayam pedaging di daerah dengan suhu tinggi
dan pengaruhnya terhadap produktivitas.
Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk


memberikan informasi tentang ratio energi protein yang dibutuhkan
oleh ayam pedaging di daerah dengan suhu tinggi untuk dapat
mempertahankan produktivitasnya.
PEMBAHASAN
Ayam merupakan hewan unggas homeotermi, artinya memilki
kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil
walaupun suhu lingkungan berubah-ubah dalam kisaran yang luas.
Panting merupakan salah satu respon pedaging yang nyata akibat stres
cekaman panas dan mekanisme evaporasi melalui saluran pernafasan.
Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum pedaging
berkisar antara 18-23 ºC (Bell dan Weaver, 2002).
Suhu tubuh pedaging berada pada kisaran sempit yang
digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam
tubuh. Peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh suhu lingkungan,
batasan tinggi ritme circadian, yang biasanya berkisar pada batasan
tinggi 41,5 ºC dan batasan rendahnya 40,5 ºC. Ketika berada pada
keadaan lingkungan yang panas, suhu tubuh ayam akan terus
meningkat 1–2 ºC sebagai panas tubuh, dan terus meningkat hingga
tubuh ayam dapat kembali beradaptasi hingga batas yang dapat
dilaluinya (Bell dan Weaver, 2002).
Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa performa produksi
yang harus diamati dalam pengelolaan pedaging meliputi konsumsi
pakan, bobot badan hidup, pertambahan bobot badan, akumulasi
konsumsi pakan, konsumsi pakan setiap minggu, akumulasi konversi
pakan dan konversi pakan setiap minggu. Konsumsi Pakan Bell dan
Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan adalah jumlah
pakan yang dikonsumsi oleh ayam selama periode pemeliharaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah bobot
badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak,
mortalitas, kandungan energi protein dalam pakan dan suhu
lingkungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan
adalah suhu lingkungan. Suhu kandang di bawah thermoneutral
menyebabkan kosumsi pakan ayam meningkat, sedangkan suhu
kandang di atas kisaran tersebut menyebabkan penurunan konsumsi
pakan.
Yahav et al. (1996) menyatakan bahwa konsumsi pakan
menurun ketika suhu lingkungan di atas suhu normal (18-23 ºC). Cuaca
panas dapat menyebabkan bernafas secara cepat (panting) untuk
berusaha mendinginkan tubuhnya, hal ini menyebabkan peredaran
darah banyak menuju ke organ pernafasan, sedangkan peredaran darah
pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa dicerna
dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam
bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002). Konsumsi pakan pedaging
menurun sebesar 3,6% setiap peningkatan suhu lingkungan 1 ºC (pada
suhu lingkungan antara 22 ºC dan 32ºC). Menurunnya konsumsi pakan
pada suhu lingkungan tinggi, merupakan usaha ayam dalam
mengurangi penimbunan panas dalam tubuh (Ain Bazis et al., 1996).
mengganggu pencernaan dan metabolisme.
Baghoyan (2010) melakukan penelitian tentang rasio energi
protein untuk ayam pedaging di daerah tropis. Penelitian dilakukan
dengan memberi pakan campuran untuk penggemukan ayam pedaging.
Setiap kelompok diberi makan 3 jenis pakan (dengan durasi yang sesuai
1-21 hari; 22-35 hari; 36-42 hari). Jumlah konsumsi pakan diukur
setiap hari. Pada akhir percobaan, jumlah total pakan yang dikonsumsi
dihitung untuk masing-masing kelompok ayam pedaging yang diteliti.
Ayam percobaan menerima campuran pakan tiga kali sehari: konsumsi
air – ad libitum.
Ayam pedaging diberi makan sampai disembelih (pada usia 42
hari). Dalam penelitian ini semua hewan dinyatakan hewan sehat dan
tidak ada hewan yang mati selama penelitian, Selama 42 hari durasi
percobaan delapan belas ayam pedaging (50% dari kelompok) diambil
secara acak dari setiap kelompok setiap minggunya. Semua ayam
pedaging yang diisolasi ditimbang secara individual.
Kelompok kontrol diberi pakan komersial; kelompok percobaan
diberi makan dengan pakan tinggi kandungan protein dan energi, Suhu
udara di kandang ayam pedaging diukur tiga kali sehari dan bervariasi
dari 25,5ᵒC ke 36,3ᵒC, yang berada di atas suhu kondisi kenyamanan
ayam.
Hasil peneltian disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2 terlihat
bahwa bobot hidup tertinggi, peningkatan bobot dan konsumsi pakan
dicapai pada kelompok percobaan. Semua ayam pedaging dari kontrol
dan percobaan 4 kelompok diberi makan dengan campuran pakan
starter di periode pertama percobaan: pakan mengandung protein
23,0% dan energi metabolis 310 Kkal (Tabel 1). Hasilnya, ayam
pedaging berumur 21 hari yang diberi pakan yang sama tidak memiliki
perbedaan yang signifikan secara statistic, diamati pada bobot hidup
ayam pedaging (700-710g) dan konsumsi makanan harian antara
kontrol dan kelompok percobaan (P<0,05), yang alami.
Pada penggemukan ayam pedaging periode kedua (22-35 hari)
hasil bobot hidup yang lebih tinggi adalah pada kelompok percobaan
pertama dengan kandunga protein 23 dan 21%, masing-masingnya.
Pada kondisi daerah yang panas, efektivitas penggunaan pakan
dengan kandungan protein dan energi yang tinggi adalah yang
diperoleh untuk kelompok percobaan II, III dan IV (dengan kadar
protein 25% ), berat badan hidup berbeda secara signifikan (P<0,001)
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hasil yang sama diperoleh pada kelompok percobaan II, III dan
IV penggemukan ayam pedaging pada usia dini, tetapi perubahan hasil
masa tumbuh dikaitkan dengan kandungan energi yang tinggi,
sedangkan ketiganya kelompok mengandung jumlah protein yang sama
-25%.
Hasil akhir periode pemberian pakan (36-42 hari) kelompok
percobaan II (ransum dengan 22,9% Protein) diketahui melebihi
(sebesar 3,9-15,5%) kelompok lain. Hasil percobaan II kelompok dinilai
berlebihan.
Tabel 1. Kandungan energi, protein, dapat dimetabolisme dalam
ransum ayam pedaging percobaan

Ayam pedaging akan mengkonsumsi lebih sedikit campuran


pakan dalam keadaan kondisi lingkungan yang panas, dibandingkan
dengan musim lainnya, dari percobaan terlihat jelas bahwa ayam
pedaging harus menerima pakan dengan kandungan protein dan energi
yang tinggi dan dengan demikian memastikan kebutuhan tubuh mereka
untuk nutrisi.
Meskipun kandungan protein dan energi makanan, hasil
penelitian ini juga membuktikan pentingnya kandungan protein yang
tinggi sejak dini usia pemberian pakan unggas, terutama di iklim panas.

Tabel 2 Bobot hidup ayam broiler, pertambahan bobot dan konversi


pakan

Perbedaan yang sangat signifikan secara statistik ditemukan


antara kelompok percobaan II dan kelompok kontrol pada akhir
percobaan, Gambar 1: kelompok percobaan II melebihi kelompok
kontrol untuk bobot hidup pada 15,5%. Kelompok ini diikuti oleh ayam
pedaging kelompok percobaan III dan IV pada 11.1; 6,7%, masing-
masing, dan kelompok percobaan I melebihi kelompok kontrol pada
0,9%.
Hasil ini sesuai dengan hasil V.I.Hakobyan (1971), yang
ditemukan secara percobaantal jumlah protein dan EPR yang
diinginkan dalam makanan ayam pedaging untuk musim panas: pada
usia 1-28 hari itu adalah 25% protein dan 138 EPR, untuk 29-63 hari –
masing-masing 23,0% dan 162 (Hakobyan V.I.,
1971).

Gambar 1. Rata rata bobot hidup ayam pada akhir penelitian


Pemberian pakan harus sangat diperhatikan dalam beternak
ayam pedaging, karena jika peternak tidak bisa mengatur pengeluaran
untuk pakan yang dikonsumsi 10 oleh ternak, maka biaya produksi
untuk pakan akan menjadi sangat tinggi dan hasil yang didapat dari
penghasilan akan sangat sedikit. Ransum yang berkualitas baik yaitu
apabila bisa memenuhi kebutuhan zat-zat makanan secara tepat bagi
ternak. Penggunaan ransum komersil ayam pedaging banyak
keuntungannya selain mudah didapat, ransum komersil juga
mengandung zat-zat makanan seperti : protein, kabohidrat, lemak,
mineral, vitamin, yang dibutuhkan oleh ayam pedaging (Sondakh,
2015).
Penyusunan ransum ayam pedaging, didasarkan pada
kandungan energi dan protein. Untuk ayam broiler, pada periode
starter (umur 0-3 minggu), ransum yang digunakan harus mengandung
protein 23% dan energi metabolis 3.200 kkal/kg (NRC/1994). Dan
pada periode finisher (umur 3-6 minggu), kondisi pertumbuhan ayam
broiler mulai menurun. Untuk itu, protein dalam ransum diturunkan
menjadi 20% (NRC, 1994), sedangkan energi ransum, yang digunakan
3000-3200 kkal/kg.
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler Umur 0 – 6 Minggu (NRC,
1994)
Contoh cara perhitungan perbandingan energi dan protein pada
ayam pedaging
1. Ayam pada fase finisher usia 6 minggu membutuhkan 120

gr/ekor, dengan protein sebesar 20% dan kebutuhan energy

sebesar 3200 kkal/kg. karena suhu tinggi maka ayam

mengkonsumsi ransum hanya sebesar 110 gr/ekor. Dengan

konsumsi ransum demikian bagaimana perhitungan agar ayam

dapat memenuhi 20% kebutuhan protein adalah :

Jika 20% protein yang dibutuhkan dengan ransum sebanyak :

120/110 x 20% = 21,81 gr/ekor

Sedangkan untuk kebutuhan energi adalah :

120/110x
KESIMPULAN

Pada suhu lingkungan yang tinggi, ayam pedaging akan mengurangi


intake pakan dan meningkatkan konsumsi air minum untuk
menurunkan panas tubuhnya. Penurunan intake pakan biasanya akan
berdampak pada penurunan intake protein yang akan berakibat pada
penurunan intake protein. Peranan protein pada ayam pedaging adalah
sebagai pembentuk masa otot, sehingga jika asupan protein lebih
rendah dari kebutuhan, makan produktivitas ayam pedaging akan
menurun. Untuk itu, bagi ayam pedaging yang berada pada lingkungan
dengan suhu tinggi, makan kandungan protein dalam pakan juga harus
ditingkatkan
DAFTAR PUSTAKA

Ain Baziz, H., P.A. Geraert, J.C.F. Padilha and S. Guillaumin. 1996. Chronic
heat exposure enhances fat deposition and modifies muscle and
fat partition in broiler carcasses. J. Poult. Sci. 75: 505-513.
Baghoyan L. 2000. Determination of Energy-Protein Ratio (EPR) in
broilers’ diet in southern climate environment. The faculty of
Animal Husbandry and Veterinary, Armenian Agrarian State
University, 74 Teryan st., Yerevan 375009, Republic of Armenia
Bell, D. D and W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg
Production. 5th ed. Springer Science and business Media Inc.
New York
Hakobyan, V.I. (1971) The principles and particularities of balancing
hen's feeding in continental south climate / on example of
Armenia/ Dissertation paper for Professor Degree of
Agriculture: 100-173
Yahav, S., A. Straschonow, I. Plavnik and S. Hurwitz. 1996. Effect of
diurnal cycling versus constant temperatures on chicken growth
and food intake. J. Poult. Sci. 37: 43-54.

Anda mungkin juga menyukai