NIM : 215050107113041
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
Cekaman Panas
(Non- Ruminansia)
Cekaman panas dapat diartikan suatu kondisi Ketika suhu tubuh ternak meningkat tetapi ternak
tidak dapt membuang panas tubuh agar Kembali normal. Cekaman panas memberikan dampak negates bagi
kesejahterahan ternak. Adapula factor memicu cekaman panas yaitu suhu tinggi, kelembapan tinggi, dan
pergerakan udara yang lambat. Cekaman panas dibedakan menjadi dua yaitu cekapan panas akut yaitu
cekaman panas yang tercaji secara singkat, cekaman panas kronis yaitu cekaman panas yang relative lama.
Termogenesis adalah produksi panas untuk menjaga suhu tubuh pada tingkat normal di
lingkungan yang dingin.
termolisis adalah pengeluaran panas tubuh untuk menjaga suhu tubuh pada tingkat
normal ketika suhu lingkungan tinggi.
Pada ternak unggas atau ternak nonruminansia terdapat 2 macam termoregulasi. Jika suhu
lingkungan sekitar melebihi suhu kritis atas atau upper critical temperature maka disebut sebagai
cekaman panas, namun jika suhu lingkungan sekitar berada dibawah suhu kritis bawah atau lower
critical temperature maka disebut sebagai cekaman dingin.
Faktor penyebab dari cekaman panas diantaranya dapat diakibatkan karena salah satu atau
bahkan kombinasi dari beberapa faktor di bawah ini, yaitu:
- suhu tinggi
- kelembapan tinggi
- Radiasi : gelombang elektromagnetik mentransfer panas tubuh melalui udara menuju objek
yang lebih dingin.
- Konduksi : panas dipindahkan dari tubuh ke permukaan yang lebih dingin ketika keduanya
bersentuhan langsung.
Pengaruh cekaman panas terhadap kondisi anfister ternak yaitu pengaruh suhu tubuh pada
ternak, laju respirasi ternak, tibia breaking strength ternak, tingkah laku ternak, rasio heterofil:limfosit
nya, performa produksi ternak, kualitas telur, serta kualitas daging dari ternak. Cekaman panas pada
unggas dapat di atasi dengan upaya keteknikan peternakan dengan penggunaan fan ( memberi efek
angina dingin sehingga pengeluaran panas dapat dilakukan dengan konveksi dan menurangi panas
dalam kandang open house ), cooling pad ( memberi angina dingin pada kandng closed house ), blower (
mengeluarkan udara panas dalam kandang ), sprinkle system ( membuat kabut dingin dari air untuk
memberi efek dingin dan lembap pada kandang open mauspun closed house )
TINJAUAN PUSTAKA
Proses ini berdampak terhadap pergeseran fungsi energi, dari tujuan produksi menjadi energi
untuk memenuhi pencapaian homeostasis. Semakin lama paparan cekaman panas ini, maka intake pakan
menurun (Al-Haidary et al., 2001)( Sahara Eli., dkk 2019).
PEMBAHASAN
Menurut jurnal yang saya amati dikatakan bahwa Proses ini berdampak terhadap pergeseran
fungsi energi, dari tujuan produksi menjadi energi untuk memenuhi pencapaian homeostasis. Semakin
lama paparan cekaman panas ini, maka intake pakan menurun (Al-Haidary et al., 2001)( Sahara Eli., dkk
2019). Hal ini sebanding dengan materi bahwa semakin lama terkena cekaman panas akan menyebabkan
pemberian pakan menurun.
Pada jurnal yang saya amati menyatakan bahwa cekaman panas dapat menginduksi perubhan
hormonal yang meningkatkan sekresi kortikestoroid (Jahejo, A. R., dkk 2016).. Hal ini sebanding
dengan materi praktikum yang saya dapat bahwa cekaman panas dapat menyebabkan sekresi
kortikestoroid yang menyebabkan ternak menjadi lemas dan menurun produktifitasnya.
4.1 Kesimpulan
Cekaman panas diakibatkan karena ternak ( ayam ) tidak memiliki kelenjar keringat
sehingga tidak dapat melepaskan panas dalam tubuhnya
Termoregulasi adalah suatu mekanisme yang dilakukan ternak untuk
mengontrol suhu tubuh tetap dalam kisaran normal pada kondisi lingkungan
di luar zona nyaman.
Cekaman panas berat dapat menyebabkan kematian pada ternak
4.2 Saran
Sahara, E., Sandi, S., & Sari, M. L. (2019). Dampak pemberian tepung bawah putih terhadap
profil lipid liver dan plasma darah puyuh yang mengalami cekaman panas. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis
dan Ilmu Pakan, 1(1).
Jahejo, A. R., Rajput, N., Rajput, N. M., Leghari, I. H., Kaleri, R. R., Mangi, R. A., ... &
Pirzado, M. Z. (2016). Effects of heat stress on the performance of Hubbard broiler chicken. Cells,
Animal and Therapeutics, 2(1), 1-5.
Jurnal Internasional :
Jurnal nasional :
Cekaman Panas
(Ruminansia)
Cekaman panas adalah kondisi ketika suhu tubuh ternak meningkat akan tetapi ternak tidak
dapat membuang panas tubuh secara memadai untuk menjaga suhu tubuh dalam kondisi normal. Faktor
lingkungan terutama temperatur merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi
produktifitas ternak tersebut. Temperatur yang tinggi secara langsung memacu pengeluaran panas yang
tinggi (Yahav et al., 2004). Dalam ternak ruminansia Cekaman panas merupakan salah satu kondisi
yang dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan, produktivitas dan kualitas produk ternak. Ternak
ruminansia juga tergolong rentan terhadap cekaman panas karena memiliki laju metabolisme yang
cepat, pertumbuhan yang cepat, dan tingkat produksi yang tinggi. Selain itu, panas yang dilepaskan
selama proses fermentasi pakan di dalam rumen juga berkontribusi dalam peningkatan produksi panas
metabolik yang akan mempengaruhi proses termoregulasi pada ternak ruminansia
Selain titu, panas yang dilepaskan selama proses fermentasi pakan didalam rumen juga
berkontribusi dalam peningkatan produksi panas metabolic yang akan memperngaruhi proses
termoregulasi pada ternak ruminansia. Metode yang digunakan mengukur cekaman panas adalah
Temperature Humidity Index (THI) zona optimal dengan THI <72 dan zona bahaya >98 dan dapat
menyebabkan kematian.
THI yang tinggi akan menyebabkan ternak semakin tidak nyaman, kondisi ini dapat terjadi pada
suhu yang rendah Ketika diiringi dengan kelembapan yang tinggi. Peningkatan THI akan diiringi
dnegan penurunan durasi berbaring pada sapi perah. Menurunya aktivitas makan dan konsumsi pakan
akibat cekaman panas dapat menyebabkan ternak mengalami kekurangan gizi yang ditandai dengan
menurunya BCS. Ternak berada dalam kondisi tidak nyaman karena harus berupaya mengatasi cekaman
panas. Kondisi ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas berdiri dan menurunnya aktivitas berbaring.
Cekaman panas menyebabkan ternak mengalami rasa sakit, cidera, dan penyakit yang diindikasikan oleh
meningkatnya insiden mastitis dan retensi plasenta. Upaya-upaya dalam mencegah terjadinya cekaman
panas yaitu menggunakan fan dan sprinkler.
TINJAUAN PUSTAKA
THI berkisar antara 70,94-83,92 dan 72,80-84,42. Nilai suhu dan kelembaban udara tersebut
menunjukkan kondisi lingkungan ternak berpotensi memberikan suhu kritis dan cekaman fisiologis pada
sapi dara peranakan FH. ( Suherman & Purwanto., 2020)
Rata-rata lama minum meningkat secara bertahap dengan THI sebelum THI mencapai sekitar 84;
setelah THI mencapai 84, lama minum meningkat pesat, yang berarti sapi perah di peternakan sapi
perah NTU mungkin mulai lebih menderita stres panas ketika THI di atas 84. (Yu-Chu Tsai, Dkk.,
2020)
PEMBAHASAN
Dalam praktikum dijelaskan bahwa terdapat bebrapa zona pembagian THI seperti zona A THI <72 zona
ini adalah zona optimal untuk performa dan reproduksi, zona B THI 72- 78 dalam zona ini ternak mengalami
stress ringan , zona C THI 78-89 dalam zoan ini ternak mengalami stress berat, zona C THI 89-98 pada zona ini
ternak mengalami stress berat, zona yang terakhir yaitu zona E THI >98 ini adalah zona berbahaya dan dapat
menyebabkan kematian. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dijurnal THI berkisar antara 70,94-
83,92 dan 72,80-84,42. Nilai suhu dan kelembaban udara tersebut menunjukkan kondisi lingkungan ternak
berpotensi memberikan suhu kritis dan cekaman fisiologis pada sapi dara peranakan FH.
Pada PPT praktikum dijelaskan THI dapat berpengaruh terhadap durasi ditempat minum, sapi perah akan
menghabiskan waktu lebih banyak ditempat minum Ketika THI semakin meningkat, THI juga dapat
mempengaruhi frekuensi ketempat minum sapi perah akan semakin sering ketempat minum Ketika THI semakin
meningkat. Pernyataan tersebut sesuai denga napa yang dijelaskan dijurnal, dalam jurnal dijelaskan bahwa rata-
rata lama minum meningkat secara bertahap dengan THI sebelum THI mencapai sekitar 84; setelah THI
mencapai 84, lama minum meningkat pesat, yang berarti sapi perah di peternakan sapi perah NTU mungkin mulai
lebih menderita stres panas ketika THI di atas 84
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
D.Suherman, B.P.Purwanto., 2020., Model Estimasi Suhu Kritis pada Sapi Perah Dara Berdasarkan
Manajemen Pakan., Jurnal Sains Peternakan Indonesia., Vol:15 (2): 200-210
Y.C.Tsai, J.T.Hsu, S.T.Ding, J.A.Rustia, T.T.Lin., 2020., Assesment of Dairy Cow Heat Stress by
Monitoring Drinking Behaviour Using an Embedded Imaging System., Journal Biosystems
Engineering., 97-108
Jurnal internasional
Jurnal nasional
Leg Problem
Leg Problems merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang sangat perlu diperhatikan
pada pemeliharaan ternak non-ruminansia. Leg Problems dapat menyebabkan perubahan tingkah laku
dan penurunan produktivitas. Leg Problems dibedakan menjadi non-infectious dan infectious.
adalah kerusakan pada jaringan (lesion) dan peradangan (inflammation) pada kaki bagian bawah,
yang ditandai dengan terjadinya penebalan kulit (hyperkeratosis) dan perubahan warna menjadi hitam.
FPD dapat menyebabkan luka terbuka yang selanjutnya dapat menyebabkan infeksi dan dapat
mengurangi kemampuan unggas untuk beraktivitas, termasuk juga menjangkau feeder dan drinker.
Skor 0: tidak ada kerusakan jaringan, tidak ada penebalan kulit, tidak ada luka
Skor 1: terjadi kerusakan jaringan dengan level kecil, terdapat penebalan kulit
Skor 2a: terjadi kerusakan jaringan dengan level sedang, terdapat penebalan kulit,
terdapat luka
Skor 2b: terjadi kerusakan jaringan dengan level besar, terdapat penebalan kulit,
terdapat luka yang dalam.
Skor FPD dalam suatu daerah dijumlahkan dan dijadikan dalam bentuk prevalensi. Prevalensi
yaitu jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu pada suatu wilayah.
Skor FPD yang tinggi dapat memicu terjadinya Lameness.
o Lameness
adalah suatu kondisi ketika ternak tidak mampu untuk menggunakan satu atau kedua kaki secara
normal. Tingkat keparahan Lameness dapat bervariasi mulai dari berkurangnya kemampuan untuk
bergerak hingga tidak dapat berjalan secara total.
Evaluasi Lameness dilakukan dengan memberikan penilaian berdasarkan kriteria Gait Scores
(GS) sebagai berikut:
- menghalangi gerakan
- GS4: Terjadi kelainan yang parah, hanya dapat berjalan beberapa langkah
Peningkatan nilai gait score berpengaruh pada menurunnya tingkah laku bertengger dan berjalan,
meningkatkan tingkah laku berbaring, menurunkan tingkah laku makan dengan berdiri tetapi
meningkatkan tingkah laku makan dengan berbaring. Tingkah laku makan yang normal pada ayam
adalah dengan berdiri.
Kualitas litter merupakan faktor utama pemicu terjadinya leg problems. Litter merupakan media
yang berfungsi sebagai alas kandang. Kualitas litter yang rendah (ditandai dengan kandungan air yang
tinggi / wet litter) dapat meningkatkan resiko terjadinya leg problems.
Infectious Leg Problems merupakan Leg Problems yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Bakteri yang menyebabkan Infectious Leg Problems antara lain Mycoplasma synoviae (MS),
Staphylococcus aureus (SA), Salmonella pullorum (SP). Sedangkan virus yang menyebabkan Infectious
Leg Problemsyaitu virus reovirus.
Virus Mycoplasma synoviae (MS) Tidak setenar Flu Burung, Newcastle Disease,
Gumboro.Berdampak besar terhadap kesehatan dan produktivitas ayam.Tidak mengenal musim, dapat
terjadi pada musim hujan maupun kemarau.Menyebabkan radang yang disebut synovitis.
Selain dari bakteri Mycoplasma synoviae(MS), Infectious Leg Problems juga dapat disebabkan
oleh adanya bakteri dan virus virus lain. Seperti virus Staphylococcus aureus yang menyebabkan
pembengkakan di telapak kaki
Leg Problems tentunya menyebabkan tidak terpenuhinya seluruh prinsip dari kesejahteraan
ternak Mulai dari:
Bebas dari rasa lapar, haus dan kekurangan gizi / freedom from hunger, thirst, and
malnutrition.
Bebas dari rasa tidak nyaman / freedom from discomfort
Bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit / freedom from pain, injury, and disease
Bebas untuk mengekspresikan perilaku alaminya / freedom to express normal
behaviour
Bebas dari rasa takut dan tertekan / freedom from fear and distress.
semua prinsip tersebut tidak terpenuhi ketika ternak mengalami Leg Problems.
Kunci dari strategi mitigasi leg problems adalah dengan mencegah terjadinya wet litter. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan manajemen drinker, manajemen ventilasi, manajemen
pencahayaan, dan optimalisasi tata laksana pemeliharaan pada kandang.
Manajemen drinker atau pembelian air minum perlu dilakukan dengan cermat. Tekanan air pada
nipple drinking system harus dipantau secara ketat dan perlu disesuaikan dengan usia ayam broiler. Hal
ini untuk menghindari adanya kelebihan suplai air yang akan memicu terjadinya wet litter. Penggunaan
Nipple Drinker with Drip Cupslebih direkomendasikan dibandingkan hanya Nipple Drinker.
Optimalisasi tata laksana selama pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan cara cara sebagai
berikut:
Periksa kualitas DOC dengan ketat, jika perlu lakukan afkir dini
Lakukan monitoring gejala pernafasan pada malam hari
Lakukan monitoring konsumsi pakan harian
Lakukan deteksi awal gejala kelumpuhan
TINJAUAN PUSTAKA
M. synoviae bertanggung jawab atas gangguan alat gerak, termasuk artritis, tendinitis,
dan sinovitis. Kaboudi. K, A. Jbenyeni. (2019)
Penyebab Helicopter disease belum diketahui dengan pasti. Isolasi dari usus dan feses ayam yang
sakit diketemukan virus Reovirus, Enterovirus, Parvovirus, Rotavirus, Calisivirus dan Coronavirus, yang
banyak diketemukan saat isolasi kasus ini adalah Reovirus Mahfudz, L. D., Sunarti, D., Kismiati, S., Sarjana,
T. A., & Nasoetion, M. H. (2021)
PEMBAHASAN
Menurut jurnal yang saya mati dipaparkan bahwa Kaboudi. K, A. Jbenyeni. (2019). menyatakan
bahwa M. synoviae bertanggung jawab atas gangguan alat gerak, termasuk artritis, tendinitis, dan
sinovitis. Hal ini setara dengan materi praktikum yang menyatakan bahwa penyakit tersebut juga
menyerang alat gerak seperti FPD
Menurut jurnal yang saya amati dikatakan oleh Mahfudz, L. D., Sunarti, D., Kismiati, S.,
Sarjana, T. A., & Nasoetion, M. H. (2021). menyatakan bahwa Penyebab Helicopter disease belum
diketahui dengan pasti. Isolasi dari usus dan feses ayam yang sakit diketemukan virus Reovirus,
Enterovirus, Parvovirus, Rotavirus, Calisivirus dan Coronavirus, yang banyak diketemukan saat isolasi
kasus ini adalah Reovirus. Hal ini setara dengan yang di paparkan dalam materi praktikum penyakit
tersebut di sebabkan oleh bakteri
4.1 Kesimpulan
Footpa dermatitis merupakan penyakit infeksinya telapak kaki ayam yang biasanya
disebabkan oleh kualitas litter yang buruk
Kasus ini melanggar kesejahteraan hewan dalam point ketidaknyamanan ternak
Pengaturan litter dan perbaikan litter dilakukan agar ayam tidak terjangkit kasus ini
Bocornya saluran air dalam kandang juga menyebabkan adanya kasus ini
4.2 Saran
Kaboudi. K, A. Jbenyeni. (2019). Mycoplasma synoviae Infection in Layers: Diagnosis and Control
Measures – A Review. Arhiv veterinarske medicine. 12(2): 63-82.
Mahfudz, L. D., Sunarti, D., Kismiati, S., Sarjana, T. A., & Nasoetion, M. H. (2021). PENCEGAHAN
PENYAKIT TERNAK UNGGAS.
Jurnal internasional
Jurnal nasional
Milk Fever
Ternak Ruminansia
Milk Fever adalah penyakit metabolisme kompleks yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
homeostasis kalsium pada awal laktasi yang menjadikan sapi dalam keadaan
hipokalsemia.Hipokalsemia: suatu keadaan ketika konsentrasi kalsium dalam plasma darah sangat
rendah.Hipokalsemia disebabkan oleh produksi susu dalam jumlah besar (pasca melahirkan), sehingga
menguras kalsium yang tersedia dalam tubuh. Produksi susu meningkat tajam beberapa saat setelah
melahirkan. Kebutuhan kalsium juga turut meningkat tajam untuk proses pembentukan susu.
Kondisi ini menguras persediaan kalsium yang ada dalam tubuh. Proses melahirkan akan
menginduksi sintesis susu pada sapi, yang akan meningkatkan kebutuhan nutrien secara signifikan,
khususnya kalsium. Untuk 10 L kolostrum, dibutuhkan sekitar 23 g kalsium, yang setara dengan 9 kali
konsentrasi kalsium dalam plasma darah. Kolostrum: susu yang pertama kali dihasilkan induk setelah
melahirkan, kaya akan nutrisi dan antibodi. Untuk memenuhi kebutuhan sintesis produksi susu pada
awal masa laktaksi, kalsium perlu tersedia dalam jumlah besar.
Penyediaan kalsium dapat dilakukan melalui mobilisasi kalsium dari tulang atau melalui
peningkatan penyerapan dari pakan. Jika kebutuhan tidak dapat dipenuhi maka kadar kalsium dalam
plasma darah akan turun yang kemudian menyebabkan milk fever.
Dampak penyakit milk fever ini adalah resiko terjadinya beberapa penyakit seperti metritis, distokia,
retained placenta, mastitis, ketosis. Untuk menangangani dan melakukan pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian pakan rendah kalsium, pemberian garam amoniak untuk meningkatkan mobilisasi kalsium dari tulang,
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut laili et. al menyatakan ternak diberi pakan rumput hijauan bila musim penghujan dan
apabila musim kemarau ternak diberi pakan limbah hasil pertanian yang cukup banyak, namun cukup
banyak juga ternak yang mengalami hipokalsemia atau kekurangan kalsium pada saat sapi bunting. Sapi
yang kekurangan kalsium kakinya akan pincang, sehingga para peternak akan memberi pakan tambahan
berupa dedak dengan tujuan untuk meningkatkan kebutuhan kalsium sapi tersebut.
PEMBAHASAN
Dalam jurnal yang saya amati dikatakan bahwa ternak diberi pakan rumput hijauan bila musim
penghujan dan apabila musim kemarau ternak diberi pakan limbah hasil pertanian yang cukup banyak,
namun cukup banyak juga ternak yang mengalami hipokalsemia atau kekurangan kalsium pada saat sapi
bunting. Sapi yang kekurangan kalsium kakinya akan pincang, sehingga para peternak akan memberi
pakan tambahan berupa dedak dengan tujuan untuk meningkatkan kebutuhan kalsium sapi tersebut.
Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dijelaskan pada pada praktikum.
Jurna juga menjelaskan bahwa hikalsemia berhubungan dengan masalah kesehatan yang berbeda
tetapi hasil dari penelitian yang berbeda tidak konsisten., hipokalsemia disebabkan oleh produksi susu
secara besar dan kekurangan kalsium akibat produksi susu secara besar-besaran pasca melahirkan. Hal
ini sesuai dengan dengan penjelasan pada waktu praktikum
4.1 Kesimpulan
Hipokalsemia disebabkan oleh produksi susu secara besar dan kekurangan
kalsium akibat produksi susu secara besar-besaran pasca melahirkan.
Melanggar kesejahteraan hewan dalam point rasa nyaman
4.2 Saran
Untuk kedepannya praktikkan lebih memahami materi dan dilakukan secara offline agar
dapat dipahami serta memegang obyek praktikum dengan jelaas
L.P.Widya, M.S.Laili, R.I.Tjuk., 2019., Efisiensi Reproduksi Sapi Potong Akseptor Inseminasi
Buatan(IB) di Kceamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 2015 dan 2016.,
Vol.8(1):71-75
Jurnal internasional
Jurnal nasional
Transportasi Ternak
Non Ruminansia
Transportasi berasal dari kata Latin, yaitu transportare, di mana trans berarti seberang atau
sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Jadi, transportasi berarti mengangkut atau
membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau suatu tempat ke tempat lainnya. Transportasi dapat
didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari
suatu tempat ke tempat lainnya. Ahmad Munawar ( 2005 ) mendefinisikan transportasi hampir sama
dengan Rustian Kamaluddin ( 2003 ), beliau mendefinisikan transportasi sebagai kegiatan pemindahan
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain.
Sarana transportasi ternak untuk unggas harus dirancang, dibangun, dioperasikan dengan
baik agar ternak unggas tidak mengalami cidera dan stress. Resiko pada transport adalah penyusutan
bobot badan, kematian ternak, dan kerusakan bagian tubuh. Perlu diperhitungkan mengenai ukuran,
jenis, jumlah ternak, konstruksi kendaraan, dan luas bak kendaraan. Ayam broiler merupakan hewan
homeothermis dengan suhu nyaman 24°C dimana akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya
dalam keadaan relatif konstan. Transportasi dengan suhu yang tinggi dapat menyebabkan ternak
terkena heatstress.
Selama proses pengangkutan ternak terjadi kenaikan kadar kortisol dalam darah ternak yang
menggambarkan stres yang dialami oleh ternak. Dampak buruk selama perjalanan dapat diatasi dengan
pengangkutan ternak menggunakan sistem pengangkutan dengan desain konstruksi truk yang sesuai
animal welfare.
Proses pengangkutan ternak pada system modern dan tradisional dimulai dari tahap catching (
penangkapan, pengumpulam ), loading ( pemuatan ), transpotasi ( pengiriman ), unloading (
penurunan ), cleaning ( pembersihan unit ).
1. Pengangkutan modern :
a. Catching ( penangkapan ) : menggunakan alat
tangkap ayam secara modern yang masuk ke kandang, lalu
ayam dikumpulkan menggunakan alat tangkap yang
dioperasikan oleh opertaror, kemudian ayam masuk kedalam
complete catching and transport system secara otomatis dan
akan ditimbang.
b. Loading ( pemuatan ) : alat tangkap akan
dibawa ke truk pengangkut, di atur ketinggiannya sesuai truk
pengangkut, proses pemasukan dilakukan dengan cara
didorong dengan lantai truk yang memutar
c. Transportasi ( pengiriman ) : Transportasi
modern menggunakan truk tertutup dengan tambahan ingenious
ventilation system sehingga tidak menjadi masalah jika broiler
diangkut saat siang hari yang panas atau pada saat hujan turun dan
animal welfare tetap ditekankan.
d. Unloading ( penurunan ) : truk pengangkut
akan parker di area penurunan yang akan dilanjut dengan
persiapan penurunan broiler, dalam proses penuruan lantai
dalam truk akan diputar sehingga broiler akan keluar hal ini
akan secara otomatis sehingga tidak memakan waktu dan
tenaga ekstra
TINJAUAN PUSTAKA
Trisiana, A. F., Destomo, A., & Mahmilia, F. 2021 Menyatakan Semakin jauh jarak tempuh
perjalan maka akan semakin lama ternak berada dalam alat angkut dan berada dalam kondisi yang tidak
nyaman sehingga memicu respons perilaku, fisiologis, dan termofisiologis yang menunjukkan adanya
tekanan yang signifikan (Pascual-Alonso et al. 2016)
(Šímová, V., Večerek, V., Passantino, A., & Voslářová, E. 2016) Menyatakan bahwa secara
garis besar, angkutan jalan ternak meliputi perakitan dan pemuatan hewan di tempat asalnya, kurungan
pada kendaraan yang bergerak atau tidak bergerak, pembokaran, dan ahirnya lairage atau penning di
tujuan ahir mereka (Tarrant and Grandin 2000) .
PEMBAHASAN
Menurut jurnal yang saya amati dikatakan bahwa Semakin jauh jarak tempuh perjalan maka akan
semakin lama ternak berada dalam alat angkut dan berada dalam kondisi yang tidak nyaman sehingga memicu
respons perilaku, fisiologis, dan termofisiologis yang menunjukkan adanya tekanan yang signifikan. Hal ini
sebanding dengan materi praktikum yang menyatakan bahwa Resiko pada transport adalah penyusutan bobot
badan, kematian ternak, dan kerusakan bagian tubuh. Perlu diperhitungkan mengenai ukuran, jenis, jumlah ternak,
konstruksi kendaraan, dan luas bak kendaraan Trisiana, A. F., Destomo, A., & Mahmilia, F. 2021. hal ini
sebanding dengan materi praktikum bahwasannya semakin lama ternak berada pada transportasi ternak semakin
besar resiko terkena dampak cekaman panas.
Menurut jurnal yang saya amati mengatakan bahwa secara garis besar, angkutan jalan ternak meliputi
perakitan dan pemuatan hewan di tempat asalnya, kurungan pada kendaraan yang bergerak atau tidak bergerak,
pembokaran, dan ahirnya lairage atau penning di tujuan akhir mereka Šímová, V., Večerek, V., Passantino, A., &
Voslářová, E. 2016. yang hubungannya pada praktikum yang memaparkan bahwa Animal walfare lebih terjamin
apabila pemuatan hewan menerapkan sistem kesejahteraan ternak.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Untuk kedepannya praktikkan lebih memahami materi dan dilakukan secara offline agar
dapat dipahami serta memegang obyek praktikum dengan jelaas
Huertas, S. M., Kempener, R. E., & Van Eerdenburg, F. J. (2018). Relationship between methods of
loading and unloading, carcass bruising, and animal welfare in the
transportation of extensively reared beef cattle. Animals, 8(7), 119.
Trisiana, A. F., Destomo, A., & Mahmilia, F. Pengangkutan Ternak: Proses, Kendala dan
Pengaruhnya pada Ruminansia Kecil.
Jurnal internasional
Jurnal nasional
Transportasi Ternak
Ruminansia
1. Persiapan :
Memastikan hewan sehat dan layak diangkut
Memastikan alat angkut memadai dan layak jalan
Memastikan rute jalan yang dilalui aman dan cuaca baik
Menyediakan minimal satu orang pengemudi dan satu orang petugas yang
terampil dalam menangani ternak
2. Pemuatan :
Menggunakan alat penggiring yang meminimalkan stres hewan
Melakukan pemuatan hewan dengan hati-hati dan tidak ada perlakuan kasar
terhadap hewan serta memperhatikan zona kenyamanan hewan (flight zone)
Menempatkan/mengelompokkan hewan di dalam alat angkut dengan
mempertimbangkan jenis, umur, ukuran, tingkat agresifitas hewan, dan asal hewan untuk
menghindari penyebaran penyakit
Beberapa resiko yang dapat terjadi dalam pemuatan ruminansia adalah hewan pembawa
penyakit, hewan cedera / luka / stress, hewan kelelahan. Adapun langkah yang dapat dicegah
pada saat pemuatan adalah :
Memastikan hewan sehat dibuktikan dengan sertifikat veteriner atau surat
keterangan kesehatan hewan dan penerapan biosekuriti yang baik
Pengaruh dalam metode penggiringan pada saat pemuatan juga dapat berpengaruh
pada konsentrasi neutrophil dalam darah, sapi digiring dengan 3 metode :
Semakin tinggi kadar neutrophil menandakan bahwa tingkat stress pada ternak
semakin tinggi penggiringan ternak dengan metode tradisional menghasilkan tingkat stress
yang tinggi penggiringan ternak dengan metode bendera dapat meminimalkan stress
3. Perjalan
Petugas mengamati kondisi hewan seperti kepadatan, perubahan perilaku,
kesehatan hewan, kenyamanan hewan, sirkulasi udara, dan kecukupan pakan/air
minum saat istirahat
Memberikan waktu istirahat minimal 1 jam serta memberikan pakan dan air
minum jika pengangkutan lebih dari 8 jam dalam sehari
Menangani dan merawat hewan terluka, cedera, sakit selama perjalanan
dengan bantuan petugas medis
Ket : pada saat perjalanan resiko yang dapat terjadi adalah kecelakaan, hewan cedera
/ luka / stress, hewan sakit. Untuk upaya pencegahannya sendiri dapat dilakukan dengan :
≤ 370 kg/m
≥ 431 kg/m2
0 – 10 km, 11 – 30 km, 31 – 69 km
4. Penurunan
Memastikan fasilitas penurunan hewan aman dan layak digunakan pada
hewan saat penurunan hewan
Menurunkan hewan dengan hati-hati dan tidak memperlakukan hewan
dengan kasar
Menyegerakan pembersihan sarana prasarana, pemusnahan kotoran, dan alas
untuk menghindari transmisi penyakit sesuai dengan protokol kesehatan serta menjaga
kesehatan lingkungan. Resiko yang dapat terjadi pada saat penurunan adalah hewan cidera
/ luka / stress dan hewan sakit
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah resiko saat penurunan
adalah memastikan kenyamanan proses pemuatan dan sebaiknya dilakukan oleh petugas yang
terampil dalam menangani ternak dan masa tunggu proes pemuatan diupayakan maksimal 1
jam
TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum sapi ditransportasikan, sapi mengalami fase istirahat selama 3 hari di kandang
penampungan sementara dan memperoleh pasokan pakan berupa jerami dan air minum secara memadai.
(Irkham, dkk 2019)
Penanganan yang kasar disebut manajemen tradisional (TRAD), yang terdiri dari penggunaan
metode yang biasa dilakukan di peternakan sapi potong: batang dengan logam sengat, peluit dan
teriakan. (Brunel, et al 2018)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa ada beberapa resiko selama perjalanan seperti
kecelakaan, hewan stress, hewan luka atau cedera, hewan kelelahan. Hal ini sesuai dengan Nyak I. dan
Yusmichad Y. (2004) yang menyatakan bahwa sejak awal pemuatan di pelabuhan keberangkatan
sampai pembongkaran di pelabuhan tujuan, biasanya tidak tersedia fasilitas tangga khusus dan tempat
penyajian pakan dan minum ternak yang memadai. Akibatnya sapi mengalami stress dan terjadi
penurunan berat badan.
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa dalam perjalanan pengangkutan hewan ternak
sapi, disarankan untuk memberikan waktu istirahat minimal 1 jam serta memberikan pakan dan air
minum jika pengangkutan lebih dari 8 jam dalam sehari. Hal ini sesuai dengan Irkham, dkk (2019) yang
menyatakan bahwa pada umumnya, sebelum sapi ditransportasikan, sapi mengalami fase istirahat
selama 3 hari di kandang penampungan sementara dan memperoleh pasokan pakan berupa jerami dan
air minum secara memadai.
Berdasarkan hasil praktikum, sapi digiring dengan 3 metode, salah satunya yaitu metode
traditional (penggiringan dengan kasar) yang menggunakan tongkat dengan penyengat, peluit, dan
teriakan. Hal ini sesuai dengan Brunel, et al (2018) yang menyatakan bahwa penanganan yang kasar
disebut manajemen tradisional (TRAD), yang terdiri dari penggunaan metode yang biasa dilakukan di
peternakan sapi potong: batang dengan logam sengat, peluit dan teriakan.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Untuk selanjutnya praktikum dapat dilakukan secara offline dengan turun langsung ke
lapangan.
Widiyono I., Sri W., dan Puji A. 2019. Respons Stres Sapi Bali Jantan pada Proses Pengangkutan dan
Pemuatan ke Atas Kapal Ternak. Jurnal Veteriner. 20(4) : 566-571.
Jurnal nasional
Jurnal internasional
Rumah potong unggas adalah kompleks bangunan dengan rancang bangun dan konstruksi
khusus yag memenuhi syarat teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong
unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Jenis unggas yang dipotong adalah setiap jenis burung yang
diternakkan dan dimanfaatkan untuk pangan, termasuk ayam, bebek, kalkun, angsa, burung dara dan
burung puyuh. Tujuannya untuk mendapatkan karkas unggas yang segar. Selain karkas unggas
dihasilkan juga hasil samping seperti jeroan.
Syarat lokasi Rumah Potong Unggas
Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencanan Detail Tata
Ruang (RDTR) setempat dan atau Rencana bagian Wilayah Kota (RBWK).
Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya, tidak menimbulkan gangguan atau
pencemaran lingkungan.
Tidak berada dekat industri logam/kimia, tidak berada di daerah banjir, bebas dari asap,
bau, debu dan kontaminan lainnya.
Mempunyai lahan yang cukup luas untuk pengembangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging ayam merupakan hasil dari ternak unggas yang berperan utama dalam memenuhi persediaan
pangan (Putra, 2012). Tingginya angka permintaan pasar terhadap daging ayam berbanding lurus dengan
meningkatnya produksi daging ayam (Anjani Marisa Kartikasari, Iwan Sahrial Hamid, 2019). (Amirah, dkk
2022)
Sudah diketahui bahwa manajemen pakan dan produksi memiliki dampak khusus pada kualitas
daging unggas. Karena perubahan kebutuhan konsumen dan teknologi terbaru, beberapa aspek telah menjadi
lebih menarik. Penggunaan daging unggas dalam makanan fungsional meningkatkan nilai gizi untuk
konsumsi manusia. Namun, harus diingat bahwa memperkaya daging unggas dengan nutrisi berharga dapat
meningkatkan masalah keamanan karena oksidasi diri dan penurunan kualitas daging. (Yu O Lupenko 2022)
PEMBAHASAN
Menurut jurnal yang saya amati dikatakan bahwa Daging ayam merupakan hasil dari ternak
unggas yang berperan utama dalam memenuhi persediaan pangan tingginya angka permintaan pasar
terhadap daging ayam berbanding lurus dengan meningkatnya produksi daging ayam Amirah, dkk
(2022). Sebanding dengan materi penanganan produk ayam bahwasannya Produk yang berkualitas baik
mempunyai harga jual yang lebih tinggi sehingga dapat memberikan keuntungan dan pendapatan yang
lebih maksimal juga.
Menurut jurnal yang saya amati dikatakan bahwa Sudah diketahui bahwa manajemen pakan dan
produksi memiliki dampak khusus pada kualitas daging unggas. Karena perubahan kebutuhan konsumen
dan teknologi terbaru, beberapa aspek telah menjadi lebih menarik. Penggunaan daging unggas dalam
makanan fungsional meningkatkan nilai gizi untuk konsumsi manusia. Namun, harus diingat bahwa
memperkaya daging unggas dengan nutrisi berharga dapat meningkatkan masalah keamanan karena
oksidasi diri dan penurunan kualitas daging Yu O Lupenko (2022). Hal ini sebanding dengan materi
penanganan ternak unggas yang mempengaruhi kualitas dari daging ayam tersebut.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan secara offline dan praktikan mempratikkan secara langsung
tata cara sembelih
irah, A., Sahputri, J., Zubir, Z. and Khairunnisa, C., 2022. Deteksi Tingkat Cemaran Bakteri
Staphylococcus Aureus pada Daging Ayam Broiler yang Dijual di Pasar Tradisional Kota
Lhokseumawe. COMSERVA Indonesian Jurnal of Community Services and Development,
1(12), pp.1074-1084.
Lupenko, Y.O., Kopytets, N.H., Voloshyn, V.M., Varchenko, O.M. and Tkachenko, K.O., 2022.
Quality of poultry meat as a basis of export potential of the meat products. In IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 949, No. 1, p. 012020). IOP
Publishing.
LAMPIRAN
Jurnal internasional
Ternak Ruminansia
2. Sarana prasarana
• Rumah potong hewan. RPH dikatakan sebagai RPH modern jika telah menerapkan standard
GOOD SLAUGHTERING PRACTICE (GSP) secara menyeluruh dan memiliki fasilitas yang
memadai, serta minimal memiliki sertifikasi NKV. GSP merupakan pedoman tertulis (dokumen)
prosedur produksi pemotongan ternak yang baik, higienis, halal.
• Alat potong
• Air
• Tempat penampungan & penyembelihan
• Sanitasi
• Tiang Penggantung
• Antemortem :
Maksimum 24 jam sebelum pemotongan
Didukung dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) / Sertivikat Veteriner lainnya
Prinsip Ante-mortem dilakukan dengan cara pengamtan (inspeksi) dan (palpasi)
• Posmortem :
Adalah pemeriksaan kesehatan pada organ (jeroan) dan karkas daging setelah hewan disembelih.
Pemerikaan ini dilakukkan setelah organ (jeroan) di keluarkan.
Tujuan :
Mendeteksi & eliminasi kelainan pada daging & jeroan.
Meneguhkan hasil pemeriksaan antemortem
Menghasilkan daging & jeroan yang aman
2. Jika ditemukan kelainan/sakit beri tanda khusus dan pisahkan untuk pemeriksaan lanjutan
4. Jika ada kasus sepsis, keracunan, atau penyakit menular ternak segera dipisahkan tidak di sembelih
A. Keputusan :
• Helm
• Ear plug
• Buff masker
• Seragam
• Apron khusus
• Sarung tangan kain (didalam)
• Sarung tangan karet (melapisi kain)
• Sarung tangan stainless
• Rantai sarung pisau
• Pisau
E. Penggunaan stunning :
• Pneumatic Stunning Gun, alat pemingsanan menggunakan pukulan knocker akibat
daya dorong tekanan angin.
• Captive Bolt Stunner (Mushroom Head), alat pemingsanan dengan knocker
menghantam karena daya ledak peluru hampa.
F. Pasca pemotongan :
• Pemotongan kepala & kaki
• Skinning
• Pembelahan dada
• Evicerasi (pemeriksaan postmortem)
• Pembelahan & penimbangan karkas
TINJAUAN PUSTAKA
Tahap pemeriksaan antemortem,yaitu pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau
petugas yangditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, sapi
yang dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya harus segera
dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut., jika ditemukan penyakit
menular atau zoonosis, maka dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.( Muhami dan Haifan, 2019)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa metode stunning harus
memperhatikan kaliber peluru dan tekanan yang diberikan harus tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gallo dan Huertas (2016) yang menyatakan bahwa peningkatan dapat dilakukan melalui penerapan
penahan kepala di kotak pemingsanan, menggunakan stunner pneumatik baut penahan tembus baru dan
melalui pelatihan personel.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Untuk kedepannya praktikkan lebih memahami materi dan dilakukan secara offline agar
dapat dipahami serta memegang obyek praktikum dengan jelaas
Muhami, dan M. Haifan. 2019. Evaluasi Kinerja Rumah Potong Hewan (RPH) Bayur, Kota Tangerang.
Jurnal IPTEK. 3(2): 200-208.
Gallo, C. B. and S. M. Huertas. 2016. Main Animal Welfare Problems in Ruminant Livestock
During Preslaughter Operations: a South American View. Animal.
10(2): 357-364.