Anda di halaman 1dari 25

DISUSUN OLEH :

OLGA ERLANGGA

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI D – III KEPERAWATAN LAHAT


KATA PENGANTAR

          Puji serta syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Tugas pribadi berupa makalah ini sebagai tugas mata kuliah dengan
judul “Hipertemi pada Bayi Baru Lahir” dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan Makalah
penulis susun dengan maksimal
          Dalam penyusunan makalah ini kami mengandalkan pengetahuan teknologi informasi
dan sumber-sumber dari beberapa buku untuk di jadikan referensi, oleh karena itu saya 
menyadari sepenuhnya terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu saya membutuhkan saran dan kritik dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik dan bermanfaat.
         

Penulis

                                                                                                                                                       
                                                                                                                                         1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN……………….............…………..…….....................3
      A. LatarBelakang ………...................................….......…...........................3
      B. RumusanMasalah .....................................................................................3
C. TujuanPenulisan……………….…...........................................................3
BAB II PEMBAHASAN…………........….........................................................4
      A.Pengertian Hipertemi.................................................................................4
      B.Tanda dan Gejala Hipertemi......................................................................4
      C.Penyebab/Etiologi Hipertemi.....................................................................4
D. Patofisiologis Hipertemi...........................................................................5
E. Klasifikasi Hipertemi................................................................................5
F. Komplikasi Hipertemi...............................................................................7
      G. Penatalaksaan Hipertemi..........................................................................7
      H. Pencegahan Hipertemi.............................................................................8
BAB III PENUTUP………………………………............................................9
     A. Kesimpulan …………………..................................................................9
B. Saran ………………......…......................................................................9
DAFTAR PUSTAKA……………....................................................................10
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan pada anak merupakan salah satu masalah yang banyak terjadi
dalam bidang kesehatan. Dalam profil pengendalian penyakit di Amerika
Serikat melaporkan ada sekitar dua pertiga anak yang mendapatkan bantuan
penyediaan perawatan kesehatan atas alasan kondisi febris akut dalam dua
tahun pertama kehidupannya. Sebagian besar kondisi febris yang terjadi pada
bayi dan anak sembuh tanpa terapi spesifik (Rudolph, 2006).
Menjaga kesehatan anak menjadi perhatian khusus para ibu, terlebih pada
saat pergantian musim yang umumnya disertai dengan berkembangnya
berbagai penyakit. Berbagai penyakit itu biasanya makin mewabah pada
musim peralihan, baik dari musim kemarau ke penghujan begitu sebaliknya.
Terjadinya perubahan cuaca memepengaruhi perubahan kondisi kesehatan
anak, kondisi anak dari sehat ke sakit mengakibatkan tubuh bereaksi untuk
meningkatkan suhu yang biasanya di atas suhu tubuh normal (Mohamad,
2011).
Demam merupakan pengeluaran panas yang tidak mampu untuk
mempertahankan pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh abnormal (Avin, 2007). Panas atau demam kondisi
dimana otak mematok suhu diatas setting normal yaitu diatas 38oC. Namun
demikian, panas yang sesungguhnya adalah bila suhu lebih dari 38,5oC, dan
dari meningkatnya suhu tubuh dapat mengakibatkan produksi panas yang
berlebih yaitu di atas kisaran suhu tubuh normal (Purwanti, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan bahwa jumlah kasus
demam diseluruh dunia mencapai 18-34 juta jiwa, anak merupakan paling
rentang terkena demam, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari
dewasa. Di hampir semua daerah, insiden demam banyak terjadi pada anak
usia 5-19 tahun (Suriadi, 2010).
Sebagian besar kondisi febris yang terjadi pada bayi serta anak disebabkan
oleh virus, dan anak sembuh tanpa terapi spesifik (Rudolph, 2006). Demam
yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52%, sedangkan 11-20%
dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolic, 11-12% dengan penyakit lain
(Avin 2007).
Menurut Purwanti (2008) demam dapat mengakibatkan dehidrasi berat
bahkan bisa meninggal karena pada saat demam, terjadi peningkatan
pengeluaran cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan dehidrasi serta
mengakibatkan kejang demam pada anak. Berdasarkan uraian di atas dapat
dilihat bahwa jika demam tidak segera ditangani bisa mengakibatkan hal yang
tidak diinginkan, sehingga perawat mempunyai peran penting dalam mengatasi
demam misalnya dengan melakukan tindakan keperawatan secara mandiri dan
pasien dengan demam juga memerlukan pemantauan untuk menghindari halhal
yang tidak diinginkan.
Penanganan pada pasien demam menurut Sukamto (2005) yaitu dengan
cara memakaikan baju yang nyaman, memberi obat penurun panas jika suhu
badan anak lebih dari 39oC, mengompres menggunakan air hangat,
menghindari membangunkan anak yang sedang tidur untuk memberi obat
karena tidur sangat dibutuhkan bagi anak untuk mengumpulkan energi yang
bertujuan untuk melawan infeksi. Pertolongan pertama yang aman bisa
dilakukan oleh ibu dirumah ketika anaknya demam yaitu dengan cara kompres
hangat untuk meurunkan suhu tubuh, Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Mohamad, (2011) yang menunjukan hasil bahwa kompres air hangat dapat
menurunkan suhu
tubuh secara efektif. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu
adanya pembahasan tentang demam dalam proses pemenuhan kebutuhan
termoregulasi.

B. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mendiskripsikan
asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan kenyamanan hipertermi pada An. F di
Ruang Ismail II
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien dengan kebutuhan pemenuhan kenyamanan
hipertermi
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kebutuhan
pemenuhan kenyamanan hipertermi
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan
kebutuhan pemenuhan kenyamanan hipertermi
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pemenuhan kebutuhan
Kenyamanan hipertermi
e. Mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pemenuhan kebutuhan kenyamanan
hipertermi
f. Mendeskrisikan analisa tindakan kompres hangat
BAB II

A. Konsep Dasar Teori

a. Pengertian

a. Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko untuk
mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari 370C (peroral)
atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor
eksternal (Linda Juall Corpenito)
b. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal(NANDA
International 2009-2011)
c. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan
normal(Doenges Marilynn E.)

 Mekanise kehilangan panas


 Radiasi

Mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gel. Panas inframerah (panjang
gelombang 5 – 20 mm), tanpa adanya kontak langsung

Mekanisme kehilangan panas paling besar pada kulit (60% )

Sebagian besar energi pada gerakan ini dapat dipindahkan ke udara bila suhu
udara lebih dingin dari kulit

 Konduksi

Perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda – benda yg ada
disekitar tubuh

Proses kehilangan panas dengan mekanisme konduksi sangat kecil à sifat isolator
benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat terjadi secara efektif
terus menerus

Perpindahan langsung dari badan ke obyek tanpa gerakan : kompres


 Evaporasi

Perpindahan panas dengan penguapan (cairan à gas)

Selama suhu kulit >> tinggi suhu lingkungan à panas hilang melalui radiasi &
konduksi, tetapi ketika suhu lingkungan >> tinggi suhu kulit , tubuh melepaskan
panas dengan evaporasi

@ 1 gram air yg mengalami evaporasi à kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilo
kalori

Kondisi tidak berkeringat, evaporasi berlangsung 450 – 600 ml/hari à kehilangan


panas terus menerus dgn kec. 12 – 16 kalori/jam

Evaporasi tidak dapat dikendalikan o/k terjadi akibat difusi molekul air secara
terus menerus melalui kulit & sistem pernafasan (IWL)

 Konveksi

Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan.

Kehilangan panas melalui konveksi sekitar 15%

Melalui sirkulasi : kipas angin

b. Etiologi

 Dehidrasi

Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma


lahir dan obat-obatan

Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa.

Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat peningkatan


produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu febris.

Peningkatan suhu tubuh juga dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi panas
andogen (olahraga berat, hepertermia maligna, sindrom neuroleptik, hipertiroiddisme)
pengurangan kehilangan panas atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu
tinggi( sengatan panas)
c. Manifestasi Klinis

 Suhu tinggi 37.80C (1000F) peroral atau 38.80C (1010F)


 Taki kardia
 Kulit kemerahan
 Hangat pada sentuhan
 Menggigil
 Dehidrasi
 Kehilangan nafsu makan

 Fase-fase terjadinya Hipertermi


a. Fase I: awal (awitan dingin atau menggigil)
 Peningkatan denyut jantung
 Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan
 Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot
 Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi
 Merasakan sensasi dingin
 Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
 keringat berlebihan
 Peningkatan suhu tubuh

b. Fase II: proses demam


 Proses menggigil lenyap
 Kulit terasa hangat / panas
 Merasa tidak panas atau dingin
 Peningkatan nadi dan laju pernafasan
 Peningkatan rasa haus
 Dehidrasi ringan hingga berat
 Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf
 Lesi mulut herpetik
 Kehilangan nafsu makan ( jika demam memanjang )
 Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein
c. Fase III: Pemulihan
 Kulit tampak merah dan hangat
 Berkeringat
 Menggigil ringanKemungkinan mengalami dehidrasi

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri manusia bermanfaat
sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan interleukin-1 yang akan mengaktifkan
sel T. suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan (kerja) sel T dan B
terhadap organisme pathogen. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera
setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu).

Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa


gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa
metabolisme. Selain itu, pada keadaan tertentu demam dapat mengaktifkan kejang.

d. Pathway demam (hipertermi)


Infeksi atau cedera jaringan

Inflamasi

Akumulasi monosit,
Makrofag, sel T helper dan fibroblas

Pelepasan pirogen endogen (sitokin)

Interleukin-1
Interleukin-6

Merangsang saraf vagus

Sinyal mencapai
Sistem saraf pusat

Pembentukan prostaglandin otak

Merangsang hipotalamus
Meningkatkan titik patokan suhu
(sel point)

Menggigil, meningkatkan suhu basal

Hipertermi

e. Komplikasi

Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah meningkatkan


permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit dalam
terjadinya edema serebral (Ginsberg, et al, 1998). Selain itu hipertermia meningkatkan
metabolisme sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat kematian neuron (neuronal
injury) dan menambah adanya edema serebral (Reith, et al, 1996). Edema serebral (ADO
Regional kurang dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini mempengaruhi tekanan perfusi otak dan
menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana kita ketahui edema serebral memperbesar
volume otak dan meningkatkan resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi,
aliran darah otak akan menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila edema serebral
dapat diberantas dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka
aliran darah otak dapat bertambah (Hucke, et al, 1991).

Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat sirkulasi kolateral
yang cukup aktif, kemudian darah akan mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena
terdapatnya pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui mekanisme
ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin nekrotik (daerah penumbra) masih dapat
diselamatkan, sehingga lesi vaskuler dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja
yang tidak dapat diselamatkan lagi/nekrotik (Hucke, et al, 1991).

f. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu:


 Beri obat penurun panas seperti paracetamol, asetaminofen.
 Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu:
 Beri pasien banyak minum. pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada waktu
menderita panas. Minum air membuat mereka merasa lebih baik dan mencegah
dehidrasi.
 Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang diproduksi tubuh seminimal
mungkin.
 Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher
belakang.

g. Teori asuhan keperawatan

1. Pengkajian
 Data Subyektif

Ø Pasien mengatakan badannya panas

 Data Obyektif

Ø Suhu tubuh pasien meningkat

Ø Pasien terlihat lemas

Ø Mukosa tampak kering

2. Diagnosa Keperawatan

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan:

 Pasien mengatakan badannya terasa panas


 Mukosa bibir kering
 Wajah pasien tampak merah

3. Perencanaan / Intervensi
 Rencana Tujuan
Setelah diberikan ASKEP selama 3×24 jam diharapkan hipertermi dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
o Suhu tubuh pasien turun
o Suhu 36-37,5℃
o Mukosa bibir pasien tidak kering lagi
o Kulit pasien tidak hangat bila disentuh
o Pasien tidak lemas
 Rencana Tindakan/intervensi
o Observasi TTV pasien
o Observasi KU pasien
o Berikan kompres hangat
o Berikan minum air putih yang banyak
o Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis dan menyerap keringat
o Kolaborasi pemberian obat antipiretik untuk mengetahui perkembangan
pasien
 Rasional
o Untuk mengetahui perkembangan pasien, kompres hangat mampu
menurunkan suhu tubuh pasien agar kembali normal
o Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengganti cairan yang
hilang akibat hipertermi
o Untuk mempercepat proses penguapan panas
o Dengan pemberian obat tersebut dapat menetralkan panas tubuh dan
membantu antibody melawan infeksi
4. Pelaksanaan

Sesuai dengan rencana tindakan yang akan diberikan

5. Evaluasi

a. Suhu tubuh pasien turun


b. Suhu 36-37,5℃
c. Mukosa bibir pasien tidak kering lagi
d. Kulit pasien tidak hangat pada sentuhan
e. Pasien tidak lemas

e. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Laboratorium :

- Hematologi
- Hemoglobin
- Leukosit
- Hematokrit
- Trombosit
- Eritrosit

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. F DENGAN

MASALAH GANGGUAN PEMENUHAN KENYAMANAN HIPERTERMI

A. Pengkajian

I. Identitas

1. Nama : An. F
2. Umur : 12 thn
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Peterongan Timur
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Jawa
7. Diagnosa medis : Febris

Identitas Penanggung Jawab


1. Nama : Ny. E
2. Umur : 33 thn
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Peterongan Timur
5. Pekerjaan : IRT
6. Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung

I. Pengkajian
A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke RS Muhammadiyah Roemani diantar oleh keluarganya pada tanggal
25 September 2016 dengan keluhan Panas, mual dan Muntah, An F mengatakan panas
dialami 2 hari yang lalu sebelum masuk RS
C. Riwayat kesehatan masa lalu
Ibu klien mengatakan sebelumnya anaknya tidak pernah dirawat di RS dengan keluhan
yang sama yaitu demam, Klien tidak ada alergi terhadap obat-obatan.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu pasien mengatan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama
seperti yang dialami pasien

E. Pengkajian kebutuhan dasar pasien


1. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit kegiatan sehari-hari klien adalah sekolah dan juga bermain
selayaknya anak-anak lain seusianya.
Saat dikaji klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas lain seperti sekolah
dan juga bermain,klien tampak terbaring lemah di tempat tidur.
2. Istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien tidur malam ± 9 jam dan tidur siang ± 2 jam
Saat dikaji klien mengatakan tidur malam ± 7 jam karena klien sering terbangun
dimalam hari saat tidur.
3. Kenyamanan dan nyeri
Ibu klien mengatakan anaknya sering merasa pusing dan sering kali menangis
apabila demam tinggi
4. Nutrisi
Sebelum sakit pola makan pasien bagus tapi saat di RS pasien tidak nafsu makan,
porsi yang di habisklan hanya ½ porsi yang disediakan RS
5. Cairan dan elektrolit
Ibu pasien mengatakan saat sakit pola minum pasien baik,pasien tampak muntah –
muntah, ibu pasien mengatakan selama di RS Anaknya muntah ±5x, turgor kulit
elastis
6. Oksigenasi
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki riwayat sesak nafas
7. Eliminasi
Ibu pasien mengatakan sebelum sakit dan saat dikaji BAK klien masih baik dan
nnormal
8. Eliminasi Bowel
Ibu klien mengatakan sebelum sakit dan saat di RS BAB klien masih baik 1x
sehari setiap pagi, warna cokelat kekuningan dan bau khas
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Ibu klien mengatakan anaknya tidak memiliki gangguan pada sistem sensori,
persepsi dan juga kognitif

F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umun
Saat dilakukan pemeriksaan fisik di dapat hasil TTV
TD : 100/70 mm/Hg SB : 38,7ºC SpO2 : 97%
N : 97x/m RR: 26x/m BB : 27 kg

2. Kepala
Bentuk kepala mesocepal,tidak ada jejas, rambut hitam bersih, keadaan mata
konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, hidung tidak tampak adanya abses
ataupun luka dan tidak ada pembesaran polip,keadaan telinga tampak adanya
serumen, semetris, tidak ada gangguan pada pendengaran, keadaan mulut bibir
kering,tidak ada stomatitis, tidak ada gigi berlubang, gigi kuning, keadaan mulut
tampak kotor.
3. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
4. Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi dada
Palpasi : teraba getar vokal fremitus
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler tidak ada suara nafas tambahan

Jantung
Palpasi : Tidak tampak Ictus cordis
Palpasi : Teraba Ictus Cordis
Perkusi : Redup
Auskultasi : S1 S2 reguler

Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak oedema ataupun luka
Aus : Bising usus 20x/m
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani

Ekstremitas
Atas : Terpasang Infus pada tangan kanan RL 10 tts/m, akral hangat
Bawah : Tidak tampak oedema ataupun luka, akral teraba hangat

G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium

Pemeriksanaan Hasil Satuan Normal


Hematologi
Hemoglobin - Hb 14,9 gr/dL 13,2-15,5
Leukosit - Leukosit /mm3 3800-10600
41000
Hematokrit - Ht 42,3 % 31,0-45.0
Trombosit - Trombosit /mm3 150000-440000
171.000/mm3
Eritrosit - Eritrosit 5,59 uL 3,7-5,8%
jt/uL

H. Program Terapi
 Ceftriaxone 2x1gr IV
 Dexametason 2x1 amp IV
 Pamol Oral 6x¾ tab bila panas
 RL 10 tts/menit

II. Analisa Data

No Tgl/jam Data Problem Etiologi TTD


1 26/09-2016 DS : Ibu klien mengatakan Hipertermi Proses Infeksi
09.00 anaknya masih panas,
mual dan juga muntah 3x
DO :- Akral teraba hangat, K/u
sedang
- SB 38ºC
- N 90x/m
- RR 24x/m
- SpO2 97%
- BB 27kg
- Hb 14,9
- Leukosit 41000/mm3
- Ht 42,3 %
- Trombosit
171.000/mm3
- Eritrosit 5,59 jt/uL

26/09-2016 DS : Ibu klien mengatakan Resiko Output yang


anaknya merasa mual kekurangan berlebih (muntah-
dan juga muntah 3x volume cairan muntah)
DO :- K/u sedang,klien tampak
lemas
- Tampak klien
memuntahkan makan
yang baru di makan,
- Sementara terpasang
infus cairan RL 10
tts/menit

III. Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan meningkatnya
suhu tubuh
2. Resiko kekurangan Volume cairan berhubungan dengan output berlebih
Data : klien sering mual dan juga muntah-muntah
IV. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitoring suhu sesering o Untuk mengetahui perkembangan
berhubungan tindakan keperawatan mungkin pasien, kompres hangat mampu
dengan proses 3x24 jam diharapkan 2. Obs. TTV menurunkan suhu tubuh pasien agar
infeksi suhu tubuh dalam 3. Lakukan kompres hangat kembali normal
rentang normal, 4. Anjurkan untuk memakai o Mempertahankan keseimbangan cairan
dengan kriteria hasil : pakaian yang tipis tubuh dan mengganti cairan yang
- SB 36-37ºC 5. Laksanakan advis hilang akibat hipertermi
- Akral pemberian terapi cairan o Untuk mempercepat proses penguapan
teraba panas
hangat o Dengan pemberian obat tersebut dapat
menetralkan panas tubuh dan
membantu antibody melawan infeksi

2 Resiko Setelah diberikan 1. Monitoring adanya mual o Merupakan indikator dari volume
tindakan keperawatan cairan
kekurangan muntah
diharapkan cairan dan
volume cairan elektrolit klien 2. Pantau vital sign o Memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan
seimbang, dengan mengganti cairan yang hilang
berhubungan 3. Pantau pemberian terapi IV
kriteria hasil :
dengan output - Turgor kulit 4. Monitoring status hidrasi o Adanya perubahan pola makan seperti
elastis nafsu makan berkurang akan dapat
berlebih (membran mukosa dan
- Intake dan memperburuk status klien karena
(muntah- output seimbang keadekuatan nadi ) intake kurang
- TTV dalam
muntah)
rentang normal
BP : 120/80
mm/Hg
RR: 15-20x/m
HR: 60-100x/m
SB : 36,5-37ºC
V. Implementasi

No No. Tgl/jam Implementasi Respon TTD


Dx
1 I 26/09-2016 - Mengkaji keadaan umum klien - klien tampak terbaring lemah di
09.30 - Obs TTV tempat tidur, K/u sedang
I, II - Obs. TTV
TD 100/70 mm/Hg
N 97x/m
RR 24x/m
SB 38ºC
SpO2 97%

I - Anjurkan memberi kompres hangat - Memberi kompres hangat pada


klien
I - Memberikan obat oral Pamol ¾ tab -Ibu klien memberi obat oral
pamol ¾ tab pada klien

I, II 12.00 - Kaji SB klien -Hasil 37,6ºC

I - Monitoring adanya mual muntah - Ibu klien mengatakan anaknya


muntah 3x

II - Anjurkan untuk memakai pakaian yang - Ibu klien mengganti pakaian


tipis pada klien anaknya dengan pakaian yang
lebih tipis

II

- Kaji status hidrasi - Bibir klien taampak kering

II
- anjurkan klien untuk banyak minum air - Klien kooperatif
putih

I, II
27/09-2016 - Kaji keadaan Umum klien - K/u sedang

10.00 - Klien tampak terbaring di


tempat tidur

I, II 10.30 - Kaji TTV - Obs TTV


TD 100/60 mm/Hg
N 78x/m
RR 22x/m
SB 37ºC
SpO2 98%

- Klien mengatakan muntah 1x


II - Monitoring adanya mual muntah pada saat klien selesai makan

- Klien tampak kooperatif


I,II
- Anjurkan klien untuk banyak minum air
putih
- Klien tampak kooperatif
- Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi
II sering
- Bibir klien tampak kering
- Kaji status hidrasi

28/09-2016
- Obs TTV
I, II 10.30
- Kaji TTV TD 100/70 mm/Hg
N 77x/m
RR 20x/m
SB 36,4ºC
-Ibu klien mengatakan anaknya
II
Monitoring adanya mual muntah sudah tidak muntah lagi
11.30

VI. Evaluasi

Hari/tgl Respon Perkembangan TTD


Senin/26-09- S : - Ibu klien mengatakan anaknya masih demam
2016 - Ibu klien mengatakan anaknya muntah 3x

O: - K/u sedang, klien tampak terbaring lemas di tempat tidur


- Obs SB 38ºC N : 90x/m RR 24x/m BB 27kg TD
100/70mm/Hg
- Akral hangat
- Tampak terpasang infus cairan RL 10 tts/m
- Tampak mukosa bibir kering

A: - Masalah belum teratasi

P : - intervensi pertahankan

Selasa/27-09- S : Ibu klien mengatakan anakanmya sudah tidak demam lagi


2016 Ibu klien mengatatakan anaknya msh muntah 1x setelah makan

O : K/u sedang, Obs SB 37ºC N 77x/m RR 22x/m


Akral teraba hangat
Tampak mukosa bibir kering
A : masalah belum teratasi

P : Intervensi pertankan
Rabu/28-09- S : klien mengatakan anaknya sudah tidak demam lagi
2016 Klien mengatakan tidak muntah lagi

O: K/u sedang, SB 36,4ºC N 77x/m RR 20x/m


Akral teraba hangat, mukosa bibir kering

A: Masalah teratasi

P: Intervensi pertahankan
DAFTAR PUSTAKA

Aden, R. (2010). Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak.


Yogyakarta: Siklus.
Avin, V. (2007). Perbedaan penurunan suhu klien febris antara kompres
hangat dengan tanpa kompres hangat pada reseptor suhu di Ruang
Anak RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan. No
9, Vol 58.
Brunner, D. C., Suddarth, J., H. (2005). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Carpenito, L., Juall. (2009). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik
Klinis. Jakarta: EGC.
Haryani, S., Syamsul, A. (2012). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun
Dengan Hipertermia. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. No
1, Vol 1.
Joanne, M., & Gloria, N. (2012). Nursing Interventions Classification (NIC).
United Syase of America: Mosby Elsevier.
Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Demam Kebidanan. Jakarta:
EGC.
Heardman, T., H. (2012). Nursing Diagnosis Definitions and Classification
2012- 2014, Sumarwati, M., & Subekti, N., B. (alih bahasa), Jakarta:
EGC.
Mohamad, Fatmawati. (2011). Efektifitas Kompres Hangat Dalam
Menurunkan Demam Pada Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang
G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gonrontalo, Jurnal
Keperawatan. No 1, Vol 1.
Moorhead, M., Jhonson, M., Maas. (2009). Nursing Outcame Clasification
(NOC). Mosby. P.
Nurwahyuni, I. (2009). Perbedaan Efek Teknik Pemberian Kompres Hangat
Pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada
Pasien Demam di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sudirohusodo
Makasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan. No 1, Vol 4.
Permatasari, P., Indah. (2012). Perbedaan Ekeftifitas Kompres Air Hangat dan
Kompres Air Biasa Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak
dengan Demam di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmiah
Keperawatan. No 1, Vol 1.
Potter, P. A., Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC.
Purwanti, S. (2008). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu
Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermi di Ruang Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan. No 1, Vol 1.
Rohmad W. (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Ar-
Ruzz Media.
Rudolph, Pediatrics. (2006). Buku ajar pediatric Rudolph. Edisi 20. Jakarta:
EGC.
Setiawati, Tia. (2009). Pengaruh Tepid Sponge. Jakarta: Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, Bare. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Sodokin, M., Kes. (2012). Prinsip Perawatan Demam pada Anak.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suriadi, R., Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Susanti, Nurlaili. (2012). Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat pada
penatalaksanaan Demam. Jurnal Ilmiah Kesehatan. No 1, Vol 1.
Tamsuri, A. (2006). Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai