Teori Termostatik
Oleh
PEMBAHASAN
Thermostatik
Teori ini berlandasan bahwa ternak akan makan untuk mempertahankan panas
dan akan berhenti makan untuk mencegah hyperthermia. Panas yang diproduksi dari
hasil pencernaan dan metabolisme makanan adalah merupakan signal dalam
pengaturan makan. Thermoreceptor sensitif terhadap perubahan panas yang terjadi di
anterior hipothalamus dan juga di periperal kulit. Pada daerah panas ternak akan
mengurangi makannya untuk menurunkan produksi panasnya. Sulistyonigsih (2003)
Hewan yang mengalami temperatur dingin berkepanjangan akan mengalami
pelepasan hormon tiroid, dengan akibat peningkatan metabolisme untuk peningkatan
produksi panas internal. Respon ini pada beberapa jenis hewan sedemikian cepatnya
untuk mekanisme umpan balik yang biasa, dengan demikian ada pula stimulasi rasa
dingin terhadap refleks saraf paling tidak sebagai titik awalnya. Keadaan temperatur
dingin yang berkepanjangan akan diikuti oleh hyperplasia dari kelenjer tiroid.
Franson (1992). Stres yang bersifat fisik dan emosional akan cenderung menghambat
sekresi kelenjer tiroid.
Pengaruh Iklim
Pada saat cuaca dingin dan hujan berkepanjangan, metabolisme energi dalam
tubuh akan meningkat. Peningkatan ini bertujuan meningkatkan produksi panas
dalam tubuh untuk beradaptasi terhadap cuaca dingin. Akibatnya, energi panas yang
seharusnya digunakan untuk produksi akan berkurang. Belum lagi kemampuan untuk
mencerna nutrisi juga akan menurun pada cuaca dingin. Apabila jumlah heat loss
(kehilangan panas) lebih besar daripada jumlah panas yang diproduksi maka ancaman
yang mengikuti adalah hipotermi dan kematian. Williamson dan Payne (1993)
menyatakan bahwa pengaruh iklim terhadap kondisi ternak yaitu ternak berusaha
mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang paling cocok untuk terjadinya
aktivitas biologis yang optimum. Ternak dalam mempertahankan suhu tubuhnya
terhadap suhu lingkungan sangat bervariasi, diantaranya harus mempertahankan
keseimbangan panas antara panas yang diproduksi oleh tubuh dengan panas yang
hilang. Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas bagi
ternak bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi
kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman
(Yani dan Purwanto, 2006). Kenaikan suhu lingkungan mikro (sekitar ternak) sebesar
5℃ dapat mengakibatkan perubahan yang nyata pada pola makan ternak bahkan
dapat menyebabkan stress bila tidak dikendalikan serta menurunkan efisiensi
penggunaan makanan (Williamson dan Payne, 1993). Kawasan yang menunjang
kelangsungan hidup ternak adalah kawasan homeotermia. Kawasan ini mencakup
empat sub kawasan yaitu (a) kawasan temperatur terendah dimana ternak harus
meningkatkan produksi panasnya dengan jalan meningkatkan konsumsi ransum, (b)
kawasan temperature nyaman, suatu kawasan dimana usaha termoregulasi adalah
minimal dan kawasan ini biasanya selalu dicari sendiri oleh ternaknya, (c) kawasan
temperatur netral atau thermoneutral zone, suatu kawasan dimana produksi panas
tidak tergantung pada temperatur lingkungan tetapi semata-mata tergantung pada
tingkat konsumsi ransum dan berat badan ternak dan (d) kawasan temperatur kritis
tertinggi, suatu kawasan di mana temperatur tubuh masih dapat dipertahankan
konstan, tetapi kehilangan panas evaporatif dan produksi panas tubuh mulai
meningkat secara nyata. Di bawah kawasan temperatur kritis terendah ternak akan
mati kedinginan dan di atas kawasan temperatur kritis tertinggi ternak mati kepanasan
(Nuriyasa, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Dewi. R. R. S. P. S. 2006. Strategi Peningkatan Produksi Benih Ikan Budidaya
Melalui Penggunaan Hormon Tiroid. Media Akuakultur. 1 (2).
Ewing SA, Donald C, Lay J, Von Borrel E. 1999. Farm animal well-being: stress
physiology, animal behaviour and environmental design. Upper Saddle River
(New Jersey): Prentice Hall.
Fadhlurrohman R., Delvia Fitri Suarman, Muhammad Zainal Umar, Yusni Atifa.
2021. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Reproduksi Ayam Ras Petelur.
Prosiding SEMNAS BIO 2021 Universitas Negeri Padang ISBN :2809-8447
Franson. R. D. 1992. Anatomi dan fisiologi ternak. Edisi IV. Gadjhamada Univ. Press.
Yokyakarta
Moberg GP. 2000. Biological Response To Stress: Implications for animal welfare.
In: Moberg GP, Mench JA, editors. Biol Anim Stress. Oxfordshire (UK):
CABI Publishing. 1-21
Tamzil MH. 2014 Stres Panas pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya. Wartazoa. 24 (2); 57-66
Ximenes L., Pratiwi Trisunuwati, dan Muharlien. 2018. Performa Produksi Broiler
Starter Akibat Cekaman Panas Dan Perbedaan Awal Waktu Pemberian Pakan.
J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 28 (2): 158–167