Anda di halaman 1dari 23

Pengaruh Suhu Dan

Kelembaban Kandang Terhadap


Performa Ayam Broiler dan
Ayam Layer
Kelompok 4
• Tri Yuliyanti 200110180073
• Renata Desay Bogia 200110180136
• Zuhruvi Husna 200110180137
• Yenti Budiarti 200110180188
• Rifky Nauval Alfarizi 200110180271
AYAM
Ayam termasuk hewan ho
moiterm dengan tingkat meta
bolisme yang tinggi, hewan y
ang dapat menjaga dan men
gatur suhu tubuhnya agar tet
ap normal melalui proses yan
g disebut homeostasis.
PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERFORMA AYAM PEDAGING

• Suhu lingkungan yang bervariasi dapat menimbulkan cekaman pada ayam.

• Apabila suhu lingkungan lebih tinggi dapat menurunkan performa dari ayam broil
er.
• Suhu lingkungan lebih rendah dari suhu nyaman, sehingga daya tahan tubuh menj
adi rendah dan menurunkan performa ayam.

• Kondisi lingkungan yang nyaman bagi ayam broiler, dapat diciptakan dengan cara
memanipulasi suhu lingkungan dalam kandang.
M e n u r u t B e l l d an We a v e r ( 2 0 0 2 ) d a l a m p e n ge l ol a a n a y a m b ro i l e r, p e r f o r m a p ro d u k
si yang harus diamati meliputi

• Bobot badan hidup


•Pertambahan bobot badan
•Akumulasi konsumsi ransum
•Konsumsi pakan setiap minggu
•Akumulasi konversi pakan
•Dan konversi pakan setiap minggu

Menurut Ensminger dkk. (1992) untuk menghasilkan efisiensi pakan dengan


pertumbuhan yang baik, temperatur ruang yang disarankan adalah 22,78°C.
Pe mbe r ian pe r l akuan dal am pe ne li ti an i ni di mul ai se jak minggu ke ti
ga pe me li har aan, hal i ni di se babkan pada dua mi nggu awal adal ah mas
a pr a pe ne li ti an. Pr a pe ne li ti an ini me r upakan masa broodi ng bagi aya
m broi l e r.
KONSUMSI PAKAN

• Rataan konsumsi pakan selama penelitian (5 minggu) pada P1, P2 dan P3 masing-mas
ing sebesar 3041 g/ekor, 3013 g/ekor, dan 2927 g/ekor.

• Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa rataan konsumsi pakan tidak nyata dipe
ngaruhi oleh perlakuan yang diberikan, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
energi pakan yang diberikan tidak berbeda,
• Dalam penelitian ini ternyata perlakuan (suhu kandang) yang berbeda, tidak mengha
silkan perbedaan konsumsi pakan, penurunan konsumsi pakan sebesar 3% pada suhu
28°C hal tersebut sesuai dengan pernyataan Austic (1985) bahwa penurunan konsums
i ransum diperkirakan dapat mencapai 17% setiap kenaikan suhu lingkungan sebesar
10°C pada suhu lingkungan di atas 22°C.
KONSUMSI AIR

• Konsumsi air minum ayam broiler selama penelitian pada perlakuan P1 sebesa
r 6954 ml/ekor, sedangkan pada P2 dan P3 masing-masing sebesar 8904 ml/eko
r dan 8206 ml/ekor.

• Perlakuan suhu lingkungan kandang nyata mempengaruhi rataan konsumsi ai


r minum. Berdasarkan analisis statistik, P1 nyata lebih rendah jika dibanding
kan dengan P2 dan P3, namun pada P2 dan P3 tidak saling berbeda, hal ini di
duga akibat suhu lingkungan kandang yang tinggi.
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

• Pertambahan bobot badan selama lima minggu penelitian sebesar 1924,8 g/ekor, 1750
g/ekor dan 1757 g/ekor masingmasing pada P1, P2 dan P3.

• Berdasarkan pengamatan selama penelitian, ayam yang dipelihara pada P2 dan P3 m


elakukan 35 kali panting per menit, sedangkan pada P1 ayam melakukan 12 kali pant
ing per menit. Dengan peningkatan frekuensi panting, ayam akan membutuhkan kalo
ri yang banyak untuk melepaskan panas tubuh, sehingga bobot badan ayam broiler p
ada P2 dan P3 lebih rendah jika dibandingkan dengan P1
KONVERSI PAKAN

• Konversi pakan pada P1, P2 dan P3 secara berturut-turut sebesar 1,58, 1,72 dan 1
,66.

• disebabkan stres yang ditimbulkan akibat suhu lingkungan yang tinggi.

• Bell dan Weaver (2002) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaru
hi nilai konversi pakan selain suhu adalah stress, penyakit, kadar amoniak, cara
dan waktu pemberian pakan, air, cahaya, kebisingan, bentuk fisik pakan, faktor d
ari anti nutrisi.
MORTALITAS

• Mortalitas yang terjadi selama penelitian pada menunjukkan pada perlakuan P


1 sebesar 7,5%, berbeda dengan P2 dan P3 masing-masing sebesar 2,5% dan 5%
.

• Sebagian besar kematian ayam broiler selama penelitian disebabkan oleh Cocci
diosis yang berasal dari udara kandang yang lembab dan kotor.

• Fungsi dari sistem ventilasi pada pemeliharaan unggas adalah untuk menguran
gi jumlah amoniak yang dapat menyebabkan kematian.
PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR

Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap fisiologi dan tingkah ayam petelur ,
karena ayam petelur sangat sensitif terhadap perubahan cuaca termasuk suhu dan
kelembaban.

Suhu yang dibutuhkan oleh ayam petelur adalah 21 – 25°C dengan kelembaban 50 –
60% .

Apabila suhu dan kelembaban tidak sesuai maka ayam ras petelur memberi dampak
negatif berupa penurunan produksi telur dan kualitas telur yang dihasilkan.
FAKTOR LINGKUNGAN

Faktor lingkungan juga berpengaruh cukup besar terhadap tingkat produk


si ternak. Karena Faktor lingkungan merupakan hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi.

Suhu dan kelembaban merupakan dua faktor iklim yang selalu berkaitan e
rat. Kedua faktor iklim ini dapat menggambarkan nilai Temperature Humidity
Index (THI).
Pengaruh tingkat suhu dan kelembaban yang berbeda melalui nilai Temperature Hum
idity Index (THI) terhadap produktivitas telur dapat diukur melalui nilai produksi te
lur harian atau Hen Day Production (HDP) dengan cara ;

Dihitung selama 1 bulan (rata-rata selama 1 bulan)


Kualitas telur yang di uji meliputi

 bobot telur,
 shape indeks,
 specific gravity,
 tebal kerabang telur ayam ras.
THI 72 = (23-24°C; 50-60%)
THI 89 = (27-33°C; 85-93%)
HEN DAY PRODUCTION (HDP)

• Beban panas dalam tubuh ternak ayam menjadi sulit disirkulasikan ke lingkungann
ya.

• Nutrisi yang digunakan untuk produksi telur hanya merupakan kelebihan dari nutri
si yang digunakan untuk proses homeostasis dan hidup pokok

• THI tinggi (Kuningan = 89), menyebabkan ayam cenderung menghabiskan energiny


a untuk melakukan proses homeostasis agar suhu tubuhnya tetap dipertahankan dal
am keadaan normal.
THI 72 = (23-24°C; 50-60%)
THI 89 = (27-33°C; 85-93%)
BOBOT TELUR

• Rata-rata bobot telur pada THI tinggi lebih kecil yakni sebesar 60,49 dibandingkan
bobot telur ayam ras yang dipelihara pada THI rendah dengan rata-rata bobot sebes
ar 64,48.

• Nutrisi yang digunakan untuk produksi telur hanya merupakan kelebihan dari nutri
si yang digunakan untuk proses homeostasis dan hidup pokok.

• THI yang tinggi akan menyebabkan terjadi penyesuaian pusat regulasi panas tubuh
yang berdampak pada menurunnya konsumsi pakan sehingga mengakibatkan produ
ksi telur termasuk bobot telur menurun.
SHAPE INDEKS

• Rata-rata indeks telur ( shape indeks) pada THI tinggi lebih besar yakni sebesar 77,
74 dibandingkan indeks telur ayam ras yang dipelihara pada THI rendah dengan ra
ta-rata indeks telur sebesar 75,98

• Specific gravity pada THI yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak berbeda nya
ta. Artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata dari speci
fic gravity masing-masing THI.

• Menurut Gaisford (1964) bahwa specific gravity telur dapat dihubungkan dengan k
etebalan kerabang. Specific gravity juga berpengaruh pada tingkat kesegaran telur
. Beberapa penelitian sebelumnya (Butcher dan Miles, 1991; Franco, 2004) menunj
ukkan penurunan specific grafity (SG) dengan meningkatnya suhu yang ekstrim.
SPECIFIC GRAVITY

• Berdasarkan hasil penelitian ini yang menunjukkan nilai SG yang tidak berbed
a maka dapat di asumsikan bahwa temperature dengan THI yang tinggi masih
mampu ditolerir oleh populasi ayam tersebut.

• Tidak terdapatnya perbedaan nilai SG tersebut merupakan manifestasi dari sin


tesis protein serat membran kerabang yang masih normal baik pada ayam yang
dipelihara dalam kondisi THI rendah maupun THI tinggi.

• Nilai standar specific gravity untuk ayam tipe petelur adalah 1,075
TEBAL KERABANG

• THI tinggi rata-rata tebal kerabang telur lebih kecil yakni 0,36 mm dibandingkan
nilai rata-rata tebal kerabang telur ayam ras yang dipelihara pada THI rendah den
gan rata-rata tebal kerabang sebesar 0,46 mm.

• Ketebalan kulit telur ayam ras normal adalah sebesar 0,33 – 0,35 mm.

• Meningkatnya suhu lingkungan ternyata meningkatkan frekuensi pernafasan yang


berakibtat pula pada peningkatan panas yang dikeluarkan. Panas yang dibuang me
lalui pernafasan ini pada unggas jauh lebih besar manfaatnya dari pada melalui pe
nguapan.

• Semakin banyak CO2 yang dikeluarkan prekursor pembentukan kerabang semakin


berkurang sehingga menyebabkan pada menurunnya kualitas kerabang
TH ANK S

Anda mungkin juga menyukai