Anda di halaman 1dari 242

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA

MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK STRIP


BERMUATAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
PADA SISWA KELAS II MI RIFAIYAH LIMPUNG
BATANG

SKRIPSI

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nama : Edy Setiawan


NIM : 2101408027
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
SARI

Setiawan, Edy. 2012. “Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Siswa
Kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang”. Skripsi. Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni: Universitas Negeri
Semarang. Pembimbing I: Tommi Yuniawan, S.Pd., M.Hum. dan
Pembimbing II: Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd.

Kata kunci: keterampilan bercerita, media komik strip bermuatan nilai-nilai


pendidikan karakter

Keterampilan bercerita merupakan salah satu keterampilan yang harus


dikuasai oleh siswa SD. Di dalam kurikulum bahasa Indonesia, kompetensi ini
menunjukkan bahwa penguasaan terhadap keterampilan bercerita sangat penting
dan sangat diperlukan. Berdasarkan observasi awal, keterampilan bercerita siswa
kelas II MI Rifaiyah Limpung masih kurang dan belum mencapai nilai ketuntasan
yang ditetapkan oleh sekolah tersebut. Siswa mengalami kesulitan dalam bercerita
di depan kelas. Dengan penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter diharapkan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan siswa dan
keterampilan bercerita dapat ditingkatkan serta menanamkan nilai-nilai
pendidikan karakter pada siswa.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu
bagaimanakah kualitas pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media
komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas II MI
Rifaiyah Limpung dan bagaimanakah peningkatan keterampilan bercerita
menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada
siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung serta perubahan perilakunya setelah
dilakukan pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan
nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung. Tujuan
penelitian ini mendeskripsi kualitas pembelajaran keterampilan bercerita
menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada
siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung dan deskripsi peningkatan keterampilan
bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan
karakter pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung serta mendeskripsikan
perubahan perilaku siswa setelah dilakukan pembelajaran bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam dua tahap yaitu siklus I dan siklus II. Subjek penelitian ini keterampilan
bercerita yang dilaksanakan pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung. Penelitian
ini menggunakan dua variabel yaitu keterampilan bercerita dan media komik strip
bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Teknik dalam penelitian ini
menggunakan teknik tes dan nontes. Teknik tes berupa hasil tes keterampilan
bercerita siswa. Hasil nontes berupa hasil observasi, jurnal, wawancara, dan
dokumentasi foto. Teknik pengambilan data pada siklus I dan siklus II

ii
menggunakan teknik kuantitatif untuk hasil tes bercerita dan hasil nontes
menggunakan teknik kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, terjadi peningkatan keterampilan bercerita
pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung setelah mengikuti pembelajaran
bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan
karakter. Pada siklus I nilai rata-rata siswa sebesar 63,52 dalam kategori cukup.
Nilai rata-rata pada siklus I belum mencapai batas ketuntasan yang telah
ditetapkanoleh peneliti sehingga dilakukan siklus II. Setelah dilaksanakan
tindakan siklus II, nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan sebesar 15,89 atau
sebesar 25,01% menjadi sebesar 79,41 dan berada dalam kategori sangat baik.
Perilaku siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung dalam pembelajaran bercerita
menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter
mengalami perubahan ke a rah positif. Perubahan perilaku tersebut dapat dilihat
dari data nontes yang terdiri atas observasi, catatan harian siswa, catatan harian
guru, wawancara dengan siswa, dan dokumentasi foto. Berdasarkan data hasil
nontes siklus I mereka belum serius dalam pembelajaran bercerita, saat berlatih
bercerita dalam satu kelompok masih ada siswa yang tidak serius, pada saat
bercerita di depan kelas masih banyak siswa yang takut untuk maju bercerita di
depan kelas. Pada siklus II siswa mengalami perubahan ke arah yang lebih positif.
Siswa menjadi serius dalam pembelajaran bercerita, siswa bersungguh-sungguh
dalam berlatih bercerita dalam kelompok, dan siswa berani bercerita di depan
kelas tanpa di tunjuk oleh guru.
Berdasarkan hasil penelitian, simpulan yang dapat diambil adalah
kualitas pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-
nilai pendidikan karakter baik dan efektif karena mampu meningkatkan
keterampilan bercerita siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Kabupaten Batang
dan perubahan perilaku ke arah positif setelah mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan
karakter. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyampaikan hasil kepada guru
kelas MI Rifaiyah Limpung untuk menggunakan media komik strip bermuatan
nilai-nilai pendidikan karakter sebagai media pembelajaran bercerita. Bagi
peneliti, disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterampilan
bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan
karakter yang berbeda dan lebih menarik.

iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk dilanjutkan ke

sidang panitia ujian skripsi.

Semarang, 18 November 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Tommi Yuniawan, S.Pd., M.Hum. Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd.


NIP 197506171999031002 NIP 196903032008012019

iv
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang

hari : Senin

tanggal : 25 November 2013

Panitia Ujian Skripsi,

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. Sumartini, S.S., M.A.


NIP 196008031989011001 NIP 197307111998022001

Penguji I

Dr. Subyantoro, M.Hum.


NIP 196710051993031003

Penguji II, Penguji III,

Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd. Tommi Yuniawan, S.Pd., M.Hum.


NIP 196903032008012019 NIP 197506171999031002

v
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian

atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 25 november 2013

Edy Setiawan

vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan. Dia


telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-
mulah Yang Maha Mulia. Yang Mengajar (manusia) dengan pena. Dia
Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-„Alaq ayat
1 – 5).
2. Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi, jika pagi tiba, janganlah
tunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa
sakitmu dan manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu. (Ibnu
Umar, Putra Umar bin Khattab).

Persembahan:

1. Bapak dan ibu

2. Adik

3. Almamater

vii
PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt., dengan segala

anugerah, cinta, dan kasih-Nya peneliti mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik Strip

Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Siswa Kelas II MI Rifaiyah

Limpung” dengan baik.

Ucapan Terima kasih peneliti sampaikan kepada Tommi Yuniawan, S.Pd.,

M.Hum., Dosen Pembimbing I dan Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd., Dosen

Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada

penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

Skripsi ini dapat terselesaikan tentunya bukan hasil kerja keras peneliti

seorang diri. Ucapan Terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas belajar


dari awal sampai akhir;
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian skripsi;
3. Dr. Subyantoro, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini;
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan selama proses perkuliahan;
5. Kedua orangtua, Much Zuhri dan Siti Zubaidah yang senantiasa menjadi
”pembesar” dan ”terbesar” dalam kehidupan di dunia.
6. Muhammad Rifa‟I, S.Pd.I., Kepala Sekolah MI Rifaiyah Limpung Kabupaten
Batang yang telah memberikan izin penelitian;
7. Winarti, Guru kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis selama melakukan penelitian;

viii
8. Semua peserta didik kelas II MI Rifaiyah Limpung yang telah membantu
proses penelitian;
9. Kakak, Adik, dan keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan
doa;
10. Sahabat-sahabat yang baik hati, yang telah memberikan motivasi, semangat,
dan doa;
11. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga bantuan dari semua pihak yang telah membantu kelancaran

penyusunan skripsi ini mendapat karunia dan kemuliaan dari Allah Swt. Peneliti

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Semarang,
Peneliti,

Edy Setiawan

ix
DAFTAR ISI

Halaman

SARI ………………………… .......................................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iv
PERNYATAAN ................................................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi
PRAKATA ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................... 6
1.3 Pembatasan Masalah ....................................................................... 7
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................ 8
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................. 11
2.2 Landasan Teoretis ........................................................................... 18
2.2.1 Keterampilan Bercerita .................................................................... 18
2.2.1. Hakikat Bercerita ............................................................................. 18
2.2.1.2 Teknik Menyampaikan Cerita ......................................................... 21
2.2.1.2.1 Teknik Menyampaikan Sejarah........................................................ 21
2.2.1.2.2 Teknik Menyampaikan Fiksi............................................................ 23
2.2.2 Media Komik Strip........................................................................... 23
2.2.2.1 Hakikat Media .................................................................................. 23

x
2.2.2.2 Pengertian Media Komik Strip......................................................... 25
2.2.3 Pendidikan Karakter ......................................................................... 28
2.2.3.1 Hakikat Pendidikan Karakter ........................................................... 29
2.2.3.2 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ...................................................... 31
2.2.4 Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Sebagai
Media Pembelajaran Bercerita ......................................................... 35
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................ 35
2.4 Hipotesis Tindakan........................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 38
3.1.1 Proses Tindakan Siklus I ................................................................. 39
3.1.1.1 Perencanaan ..................................................................................... 39
3.1.1.2 Tindakan........................................................................................... 40
3.1.1.3 Observasi .......................................................................................... 44
3.1.1.4 Refleksi ............................................................................................ 44
3.1.2 Proses Tindakan Siklus II ................................................................ 45
3.1.2.1 Perencanaan...................................................................................... 46
3.1.2.2 Tindakan........................................................................................... 46
3.1.2.3 Observasi .......................................................................................... 49
3.1.2.4 Refleksi ............................................................................................ 50
3.2 Subjek Penelitian ............................................................................. 51
3.3 Varibel Penelitian ............................................................................ 52
3.3.1 Variabel Keterampilan Bercerita...................................................... 52
3.3.2 Variabel Pembelajaran dengan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-
nilai Pendidikan Karakter............................................................... 52
3.4 Indikator Kinerja .............................................................................. 53
3.4.1 Indikator Data Kuantitatif ................................................................ 53
3.4.2 Indikator Data Kualitatif .................................................................. 54
3.5 Instrumen Penelitian......................................................................... 55
3.5.1 Instrumen Tes ................................................................................... 55
3.5.2 Instrumen Nontes ............................................................................. 57

xi
3.5.2.1 Pedoman Observasi .......................................................................... 59
3.5.2.2 Pedoman Catatan Harian Siswa ....................................................... 60
3.5.2.3 Pedoman Wawancara ....................................................................... 61
3.5.2.4 Dokumentasi Foto ............................................................................ 61
3.5.3 Validasi Instrumen ........................................................................... 62
3.6 Teknik Pengambilan Data ................................................................ 63
3.6.1 Teknik Tes........................................................................................ 63
3.6.2 Teknik Nontes .................................................................................. 63
3.6.2.1 Observasi .......................................................................................... 64
3.6.2.2 Catatan Harian Siswa ....................................................................... 64
3.6.2.3 Wawancara ....................................................................................... 65
3.6.2.4 Dokumentasi Foto ............................................................................ 66
3.7 Teknik Analisis Data ........................................................................ 67
3.7.1 Teknik Kuantitatif ............................................................................ 67
3.7.2 Teknik Kualitatif .............................................................................. 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 70
4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I .................................................................. 70
4.1.1.1 Proses Pembelajaran Bercerita Menggunakan Media Komik Strip
Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I ....................... 71
4.1.1.1.1 Intensifnya Proses Internalisasi Penumbuhan Minat-minat Siswa
untuk Bercerita ................................................................................ 72
4.1.1.1.2 Kondusifnya Proses Penjelasan Bercerita Menggunakan Media Komik
Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter .......................... 76
4.1.1.1.3 Intensifnya Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media
Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I... 78
4.1.1.1.4 Kondusifnya Kondisi Saat Siswa Tampil Bercerita di depan Kelas..79
4.1.1.1.5 Terbangunnya Suasana Reflektif ketika Kegiatan Refleksi ............ 81
4.1.1.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik
Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Siklus I .............. 83
4.1.1.2.1 Keterampilan Bercerita Aspek Pelafalan Siklus I ............................ 84

xii
4.1.1.2.2 Keterampilan Bercerita Aspek intonasi Siklus I .............................. 85
4.1.1.2.3 Keterampilan Bercerita Aspek ekspresi Siklus I .............................. 86
4.1.1.2.4 Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita Siklus I ..................... 87
4.1.1.2.5 Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus I......................... 88
4.1.1.3 Hasil Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran Bercerita
Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan
Karakter Siklus I .............................................................................. 90
4.1.1.3.1 Keantusiasan Siswa ......................................................................... 90
4.1.1.3.2 Keaktifan siswa ................................................................................ 94
4.1.1.3.3 Kepercayaan diri Siswa Bercerita di Depan Kelas……………….. 97

4.1.1.4 Refleksi Hasil Penelitian Siklus I ..................................................... 98


4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I ................................................................... 103
4.1.2.1 Proses Pembelajaran Bercerita Menggunakan Media Komik Strip
Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus II...................... 104
4.1.2.1.1 Intensifnya Proses Internalisasi Penumbuhan Minat-minat Siswa
untuk Bercerit ................................................................................... 107
4.1.2.1.2 Kondusifnya Proses Penjelasan Bercerita Menggunakan Media Komik
Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter............................ 111
4.1.2.1.3 Intensifnya Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media
Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter ................ 113
4.1.2.1.4 Kondusifnya Kondisi saat Siswa Bercerita di Depan Kelas ............ 115
4.1.2.1.5 Terbangunnya Suasana Reflektif Ketika Kegiatan Refleksi ............ 116
4.1.2.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa Menggunakan Media
Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus II
.......................................................................................................... 121
4.1.2.2.1 Hasil Keterampilan Tes Bercerita Siswa Menggunakan Media Komik
Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus II ............. 121
4.1.2.2.2 Keterampilan Bercerita Aspek Pelafalan Siklus II.......................... 123
4.1.2.2.3 Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi Siklus II............................. 124
4.1.2.2.4 Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi Siklus II.......................... 125
4.1.2.2.5 Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita Siklus II.................... 126

xiii
4.1.2.2.6 Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus II ....................... 127
4.1.2.3 Hasil Perugahan Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Siklus II ...... 128
4.1.2.3.1 Keantusiasan Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Siklus II ........ 129
4.1.2.3.2 Keaktifan Siswa Siklus II ................................................................. 131
4.1.2.3.3 Kepercayaan Diri Siswa Bercerita di Depan Kelas Siklus II........... 133
4.1.2.4 Refleksi Hasil Penelitian Siklus II ................................................... 134
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 137
4.2.1 Proses Pembelajaran Bercerita Menggunakan Media Komik Strip
Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter ..................................... 138
4.2.1.1 Intensifnya Proses Internalisasi Penumbuhan Minat-minat Siswa
untukBercerita .................................................................................. 139
4.2.1.2 Kondusifnya Proses Menjelasakan Bercerita Menggunakan Media
Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I dan
Siklus II. ........................................................................................... 145
4.2.1.3 Intensifnya Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media
Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter ................ 151
4.2.1.4 Kondusifnya Kondisi Saat Siswa Bercerita di Depan Kelas............ 156
4.2.1.5 Terbangunnya Suasana Reflektif ketika Kegiatan Refleksi ............. 160
4.2.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik
Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter ............................ 167
4.2.3 Perubahan Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran Bercerita
Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan
Karakter .......................................................................................... 174
4.2.3.1 Keantusiasan Siswa ........................................................................ 175
4.2.3.2 Keaktifan Siswa ............................................................................. 181
4.2.3.3 Kepercayaan Diri Siswa Bercerita di Depan Kelas.......................... 186

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ........................................................................................ 190
5.2 Saran ................................................................................................ 191

xiv
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. .......................... 193
LAMPIRAN ...................................................................................................... 197

xv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Tabel Tingkat Keberhasilan Siswa................................................... 53

Tabel 2 Aspek Penilaian Kemampuan Bercerita Menggunakan Media Komik

Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ........................... 55

Tabel 3 Pedoman Penilaian ........................................................................... 57

Tabel 4 Kisi-kisi Instrument Nontes ............................................................. 58

Tabel 5 Hasil Proses Pembelajaran Bercerita ............................................... 71

Tabel 6 Hasil Tes Keterampilan Bercerita .................................................... 83

Tabel 7 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek pelafalan ......................... 84

Tabel 8 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi ........................... 86

Tabel 9 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi .......................... 87

Tabel 10 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita .................. 88

Tabel 11 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran...................... 89

Tabel 12 Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran ............................. 90

Tabel 13 Hasil Proses Pembelajaran Siklus II ................................................ 105

Tabel 14 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II ..................................... 122

Tabel 15 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek pelafalan Siklus II........... 123

Tabel 16 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi Siklus II ............ 124

Tabel 17 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi Siklus II ........... 125

Tabel 18 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita Siklus II ... 126

Tabel 19 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus II ....... 127

Tabel 20 Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran Siklus II .............. 128

xvi
Tabel 21 Hasil Proses Pembelajaran Bercerita Siklus I dan Siklus II ............. 138

Tabel 22 Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I dan Siklus II ................. 167

Tabel 23 Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

.......................................................................................................... 174

xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1 Proses Internalisasi Penumbuhan Minat Siswa Siklus I .................. 76

Gambar 2 Proses Guru Menjelaskan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai

Pendidikan Karakter untuk Bercerita Siklus I.................................. 77

Gambar 3 Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media Komik Strip

Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I ....................... 79

Gambar 4 Proses Siswa Tampil Bercerita di Depan Kelas Siklus I.................. 80

Gambar 5 Proses Kegiatan Refleksi Siswa Siklus I .......................................... 82

Gambar 6 Keantusiasan Siswa dalam Mengikuti Proses Pembelajaran Siklus I

.......................................................................................................... 94

Gambar 7 Keaktifan Siswa Siklus I .................................................................. 96

Gambar 8 Aktivitas Bercerita di Depan Kelas pada Siklus I ............................ 98

Gambar 9 Proses Internalisasi Penumbuhan Minat Siswa Siklus II ................. 110

Gambar10 Proses Penjelasan Guru Tentang Proses Pembelajaran Bercerita

Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan

Karakter. .......................................................................................... 112

Gambar 11 Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media Komik Strip

Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter ..................................... 115

Gambar 12 Proses Siswa Bercerita di Depan Kelas Siklus II ............................. 116

Gambar 13 Proses Kegiatan Refleksi Siswa Siklus II ........................................ 120

Gambar 14 Keantusiasan Siswa Siklus II ........................................................... 131

Gambar 15 Keaktifan Siswa Siklus II ................................................................. 132

xviii
Gambar 16 Aktivitas Bercerita Siswa pada Siklus II .......................................... 134

Gambar 17 Proses Internalisasi Penumbuhan Minat Siswa Bercerita Siklus I dan

siklus II ............................................................................................. 142

Gambar18 Proses Penjelasan Pembelajaran Bercerita Menggunakan Media

Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I dan

Siklus II ............................................................................................ 147

Gambar19 Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media Komik Strip

Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I dan Siklus II ..

.......................................................................................................... 153

Gambar 20 Proses Siswa Bercerita di Depan Kelas Siklus I dan Siklus II..........157

Gambar 21 Proses Kegiatan Refleksi Siswa Siklus I dan Siklus II .................... 166

Gambar 22 Keantusiasan Siswa Siklus I dan Siklus II ....................................... 178

Gambar 23 Keaktifan Siswa Siklus I dan Siklus II ............................................. 183

Gambar 24 Aktivitas Siswa saat Bercerita di Depan Kelas pada Siklus I dan

Siklus II ............................................................................................ 188

xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ............................. 198

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II …………….......205

Lampiran 3 Daftar Siswa Kelas II MI Rifaiyah Limpung .............................. 212

Lampiran 4 Rekapitulasi Nilai Siklus I .......................................................... 213

Lampiran 5 Rekapitulasi Nilai Siklus II ........................................................ 214

Lampiran 6 Hasil Observasi Siklus I .............................................................. 215

Lampiran 7 Hasil Observasi Siklus II ............................................................ 216

Lampiran 8 Hasil Jurnal Guru Siklus I ........................................................... 217

Lampiran 9 Hasil Jurnal Guru Siklus II .......................................................... 218

Lampiran 10 Pedoman Dokumentasi ................................................................ 219

Lampiran 11 Media Siklus I ............................................................................ 220

Lampiran 12 Media Siklus II ............................................................................ 221

Lampiran 13 Lembar Jurnal Siklus I dan Siklus II ........................................... 222

xx
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bercerita merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sejak dahulu sampai

sekarang. Pada umumnya manusia senang melakukan kegiatan bercerita dari usia

anak sampai dewasa. Bercerita juga dapat dipahami sebagai suatu tuturan yang

memaparkan atau menjelaskan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan

kejadian, baik yang dialami sendiri atau orang lain. Kegiatan bercerita termasuk

dalam situasi informatif, dengan bercerita akan membuat pengertian-pengertian

atau makna-makna yang disampaikan menjadi jelas.

Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan

memberikan informasi kepada orang lain. Selain itu, dengan bercerita seseorang

dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai

dengan yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan kemauan serta

keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Kegiatan berbicara

khususnya dalam bercerita dapat membangun hubungan mental emosional antara

satu individu dengan individu yang lain.

Pelaksanaan kegiatan bercerita harus menguasai bahan/ide cerita,

penguasaan bahasa, pemilihan bahasa, keberanian, ketenangan, kesanggupan

menyampaikan ide dengan lancar dan teratur sehingga mampu dan terampil dalam

bercerita. Keterampilan bercerita tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus

dipelajari dan dilatih.

1
2

Salah satu bentuk keterampilan berbicara yang tertuang dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidik (KTSP) SD/MI adalah kompetensi dasar menceritakan

kegiatan sehari-hari dengan bahasa yang mudah dipahami. Kompetensi bercerita

diajarkan pada sekolah dasar kelas II. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi,

yaitu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman secara lisan melalui

kegiatan bertanya, bercerita, dan deklamasi. Dalam kompetensi ini siswa

diharapkan dapat bercerita tentang kegiatan sehari-hari dengan bahasa yang

mudah dipahami orang lain.

Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah berat yang harus dilalui,

yaitu terjadinya krisis multidimensi yang berkepanjangan. Masalah ini sebetulnya

mengakar pada menurunnya kualitas moral bangsa yaitu adanya buku mata

pelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS) bermuatan pornografi. Banyak buku

dan Lembar Kerja Siswa (LKS)yang diperuntukan untuk siswa SD bermuatan

pornografi beredar di kota seluluh Indonesia. Buku tersebut yakni Ada Duka di

Wibeng, Tambelo Kembalinya Si Burung Camar, dan Tidak Hilang Sebuah Nama

terbitan PT Era Adi Citra Intermedia Solo.Ketiga judul buku tersebut tidak

diperbolehkan lagi ada di perpustakaan-perpustakaan SD. Isinya tidak pantas

dibaca siswa SD. Yang paling menjurus ke pornografi adalah buku Ada Duka di

Wibeng. Dalam buku ini menyinggung soal hubungan intim yang didialogkan

tokoh-tokohnya. Dalam cerita di buku tersebut juga terucap mengenai trik

berhubungan seks yang aman agar tidak hamil dan menceritakan cara KB

kalender.Sedangkan di Batam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diperuntukan

untuk siswa kelas V SD bermuatan pornografi beredar di Kota Batam Kepulauan


3

Riau."Saya sudah lihat bukunya, dan buku itu benar-benar tidak layak dibaca anak

SD," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Batam Udin P Sihaloho, Suara

Merdeka, Minggu (30/9). Hal tersebut adalah penyebab utama Negara kita sulit

untuk bangkit dari krisis ini.

Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia

dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar

mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan

membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Selain itu,

menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis. Oleh

karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada

anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas yang

mengajar kelas II MI Rifaiyah Limpung, diketahui minat siswa terhadap kegiatan

bercerita masih rendah. Siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran bercerita.

Banyak di antara siswa yang memilih melakukan aktivitas di luar pembelajaran,

misalnya berbicara di luar topik pembelajaran atau bercanda dengan teman

sebangku. Perilaku tersebut menunjukan bahwa minat dan antusias siswa terhadap

pembelajaran bercerita tergolong rendah. Ketika guru memberikan materi

bercerita, banyak di antara siswa yang mengeluh dan tidak menginginkan materi

tersebut.

Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi

dasar bercerita kurang berhasil. Kemampuan siswa dalam aspek bercerita di kelas

II masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar, yaitu 65.
4

Hal ini terlihat dari berbagai faktor penyebab mengapa siswa tidak mendapatkan

nilai maksimal, diantaranya dalam proses pembelajaran berbicara khususnya

kompetensi dasar bercerita, selama ini pembelajaran bercerita tidak dilakukan

secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele

yang sering dilakukan oleh siapa pun sehingga tidak memerlukan keterampilan

khusus dalam pelaksanaannya.

Faktor lainnya, siswa cenderung kurang berani bercerita di depan umum.

Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya diri bila

ditunjuk untuk bercerita di depan kelas, hal tersebut disebabkan pula karena siswa

tidak menguasai bahan cerita dan siswa kurang mampu mengorganisasikan

perkataannya pada saat bercerita. Selain itu, faktor luar diri siswa juga

berpengaruh misalnya, penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik

bagi siswa juga mempengaruhinya. Dengan demikian, dapat diidentifikasi bahwa

keterampilan bercerita siswa masih rendah.

Kegiatan bercerita belum secara intensif dilakukan oleh guru. Siswa hanya

diberi tugas untuk bercerita tanpa menggunakan media tertentu. Dalam hal ini

perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang variatif, menarik,

menyenangkan, dan dapat membuat siswa tertarik untuk berlatih bercerita. Salah

satu caranya adalah penggunaan media dalam proses pembelajaran.

Media pembelajaran merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

kererampilan siswa dalam bercerita. Media pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik siswa dapat membantu siswa belajar lebih maksimal dan dapat

mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Media pembelajaran harus disesuaikan


5

dengan materi pembelajaran, umur siswa, latar belakang siswa, dan kegunaan

media tersebut dalam proses pembelajaran.

Salah satu media pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran

bercerita adalah media visual. Media visual yang digunakan untuk meningkatkan

keterampilan bercerita berupa komik. Komik merupakan media yang bersifat

sederhana, mudah, dan jelas.Selain itu, media komik memiliki nilai kreatif dan

edukatif bagi pembacanya. Oleh karena itu, media komik sangat potensial

digunakan sebagai media pembelajaran untuk menyampaikan pesan dalam proses

pembelajaran.

Media komik yang digunakan yaitu berupa komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Media komik strip ini berisi tentang cerita sehari-hari

siswa yang sudah disesuaikan dengan tingkat kecerdasan siswa, usia siswa, materi

pembelajaran, latar belakang siswa, lingkungan siswa, dan kegunaan media komik

strip dalam proses pembelajaran. Penambahan nilai-nilai pendidikan karakter,

diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa kelas II MI

Rifaiyah Limpung.

Penerapan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi bagi guru dalam pembelajaran bercerita

agar semakin meningkat, selain untuk peningkatan pembelajaran bercerita nilai-

nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam cerita komik strip dapat

menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Oleh karena itu, untuk mengatasi

permasalahan yang ada di MI Rifaiyah Limpung yang berkaitan dengan

peningkatan keterampilan bercerita, maka digunakan media komik strip sebagai


6

media pembelajaran. Peneliti dan guru kelas mengadakan penelitian pada siswa

kelas II MI Rifaiyah Limpung yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

dengan judul “Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik

Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Siswa Kelas II MI Rifaiyah

Limpung Batang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Keterampilan bercerita merupakan salah satu kemampuan individu yang

sangat penting dalam kehidupan manusia. Keterampilan ini sudah dimiliki

seseorang sejak kanak-kanak. Pada saat masih kecil, seseorang pernah bercerita

tentang cita-citanya. Tanpa disadari pada waktu itu seseorang sudah belajar

bercerita.

Kemampuan bercerita seseorang sudah dimulai sejak kanak-kanak, namun

masih banyak siswa pada tingkat sekolah dasar atau sederajat yang belum lancar

untuk bercerita. Hal tersebut pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu

faktor siswa dan guru.

Faktor yang berasal dari siswa yaitu 1) siswa kurang suka untuk belajar

bercerita, 2) siswa merasa malu dan tidak percaya diri, 3) siswa tidak

mendapatkan kesempatan berbicara karena peran guru yang dominan, serta 4)

siswa merasa bosan dengan metode, teknik, maupun strategi pembelajaran yang

digunakan oleh guru, karena dalam pembelajaran tidak disertai media yang

menarik minat siswa untuk belajar.

Faktor dari guru yaitu 1) guru masih menggunakan sistem pembelajaran

satu arah atau guru lebih aktif dibanding siswa, 2) guru tidak pernah memilih
7

metode, teknik, ataupun strategi pembelajaran bercerita sehingga membuat siswa

cepat merasa bosan, 3) guru mengalami kesulitan mengatur waktu pembelajaran

berbicara khususnya bercerita, dan 4) media pembelajaran yang minim. Jadi ada

beberapa siswa yang belum bisa bercerita dan tidak dapat kesempatan

memperbaiki penampilannya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk

melakukan perbaikan pembelajaran keterampilan berbahasa, khususnya bercerita.

Oleh karena itu, penelitian ini memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan-

permasalahan tersebut. Salah satu solusi yang diberikan berkenaan dengan

bercerita adalah dengan menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul dalam

keterampilan bercerita di kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang, yaitu 1) siswa

kurang berminat dengan pembelajaran bercerita, 2) siswa kurang mendapat

motivasi belajar berbicara khususnya bercerita, 3) siswa kurang percaya diri

bercerita didepan kelas karena kurangnya kosakata bahasa Indonesia, 4) siswa

kurang berminat dengan pembelajaran bercerita karena tidak ada media

pembelajaran yang menarik dan memudahkan siswa untuk belajar bercerita, 5)

metode, teknik, maupun strategi pembelajaran yang digunakan guru tidak

bervariasi, sehingga siswa cepat merasa bosan, 6) waktu belajar bercerita sedikit,

7) banyaknya materi yang diberikan oleh guru sehingga menjadikan siswa susah
8

berkonsentrasi, dan 8) guru kurang mahir bercerita sehingga siswa kurang

mendapat contoh nyata dari gurunya.

Untuk memfokuskan penelitian ini, perlu adanya pembatasan masalah.

Pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu penggunaan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter untuk meningkatkan kemampuan

bercerita pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang.

1.4 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini, masalah dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimana kualitas proses pembelajaran keterampilan bercerita dengan

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang?

2) Bagaimana kualitas hasil peningkatan keterampilan bercerita siswa kelas II

MI Rifaiyah Limpung Batang dengan menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter?

3) Bagaimana perubahan perilaku siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung

Batang setelah media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita?


9

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah.

1) Deskripsi kualitas proses tindakan pembelajaran keterampilan bercerita

dengan menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang.

2) Deskripsi kualitas hasil peningkatan keterampilan bercerita dengan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas II

MI Rifaiyah Limpung Batang.

3) Deskripsi perubahan perilaku siswa setelah media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter digunakan sebagai media pembelajaran

keterampilan bercerita bahwa siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis

maupun secara praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi dalam teori pembelajaran keterampilan berbicara,

khususnya bercerita. Dengan demikian, hasil belajar siswa khususnya

pembelajaran bahasa pokok bahasan bercerita dapat ditingkatkan.

Selain itu, manfaat secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi guru, siswa, sekolah, dan peneliti. Bagi guru, penelitian ini dapat

digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan dan penentuan media pembelajaran

yang digunakan sehingga pembelajaran bercerita dapat berjalan menyenangkan

dan bermakna. Untuk siswa, dengan adanya penelitian ini diharapkan mempunyai
10

manfaat menumbuhkembangkan minat siswa dalam pembelajaran bercerita dan

dalam proses mengembangkan kemampuan siswa dalam pembelajaran

pembelajaran bercerita. Untuk sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi sumbangan yang baik dalam rangka peyempurnaan kurikulum

pendidikan di sekolah, khususnya untuk mata pelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia. Untuk peneliti, memberikan bekal mahasiswa sebagai calon guru

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk melaksanakan tugas di lapangan sesuai

kebutuhan lapangan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas topik peningkatan

keterampilan bercerita yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan

sebagai tinjauan pustaka, diantaranya telah dilakukan oleh Nurbaeti (2007),

Setyawati (2007), Gupitasari (2009), Prasetyo (2009), Lukmananti (2009), Balet

(2010), Afrilyasanti dan Busthomi (2011), Arifah (2012), dan Yuniawan (2012).

Nurbaeti (2007) melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita Melalui Media Komik Strip dengan Teknik Terbimbing

Siswa Kelas VII-E MTs Al-Asror Patemon Gunung Pati Semarang Tahun Ajaran

2006/2007”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil dari

penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil tes yang dilakukan pada

siswa kelas VII-E MTs Al-Asror Gunungpati Semarang mengalami peningkatan,

siklus I menunjukkan rata-rata 66,38% sedangkan pada siklus II meningkat

manjadi 79,77.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurbaeti merupakan salah satu hasil

penelitian yang dapat digunakan sebagai referensi penelitian yang akan diteliti

peneliti, karena terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan antara

penelitian yang dilakukan oleh Nurbaeti dengan penelitian ini yaitu sama-sama

meneliti pembelajaran bercerita dan sama-sama menggunakan media komik strip.

11
12

Perbedaan penelitian Nurbaeti dengan penelitian ini yaitu terletak pada

subjek penelitian, subjek penelitian yang yang dilakukan oleh Nurbaeti yaitu

penelitian bercerita pada siswa kelas VII MTs, sedangkan subjek penelitian

peneliti adalah siswa kelas II MI.

Setyawati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Media

Komik Strip Melalui Komponen Pemodelan Untuk Meningkatkan Keterampilan

Berbicara Siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rakit Banjarnegara”. Dari hasil penelitian

persebut dapat disimpulkan bahwa dengan pengginaan media komik strip dapat

meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas VII-C SMP N

Banjarnegara. Terjadi peningkatan, siklus I menunjukkan rata-rata 12,12%

menjadi 16,1% pada siklus II.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati dengan

peneliti yaitu sama-sama menggunakan media komik strip. Pembeda dari

penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati dengan peneliti adalah subjek dan objek

penelitian, Setiyawati meneliti pembelajaran berbicara di kelas VII SMP,

sedangkan peneliti memilih objek pembelajaran bercerita di kelas II MI.

Gupitasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita Pengalaman yang Mengesankan dengan Menggunakan

Metode Concept Formation pada Siswa Kelas XI SMA Negeri I Welahan”. Dari

penelitian tersebut terjadi peningkatan keterampilan bercerita siswa kelas XI SMA

Negeri I Welahan. Pada siklus I menunjukkan nilai 73,1. Pada siklus II meningkat

menjadi 81,1.
13

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Gupitasari dengan peneliti

terletak pada objek penelitian, objek yang diteliti yaitu keterampilan bercerita.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Gupitasari dengan peneliti

terletak pada subjek penelitian, Gupitasari meneliti keterampilan bercerita pada

siswa kelas XI SMA sedangkan peneliti meneliti keterampilan bercerita pada

siswa kelas II MI/SD.

Prasetyo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Keterampilan

Bercerita Melalui Teknik Pemetaan Pikiran dengan Media Foto pada Siswa Kelas

VII-MTs Al Asror Semarang”. Dari penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo,

terjadi peningkatan keterampilan bercerita pada siswa kelas VII dengan

menggunakan media foto, pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata 62,66. Pada

siklus II meningkat menjadi 69,73.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dengan peneliti

terletak pada objek penelitian, yaitu sama-sama meneliti keterampilan bercerita.

Sedangkan perbedaanya terletak pada subjek penelitian, subjek penelitian yang

diteliti oleh prasetyo yaitu siswa kelas VII MTs, sedangkan peneliti melakukan

penelitian di kelas II MI. selain itu, perbedaan juga terletak pada media yang

digunakan, Prasetyo menggunakan media foto, sedangkan peneliti menggunakan

media komik strip.

Lukmananti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita dengan Media Kaset Religi Anak Siswa Kelas IIB

Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran Gunungpati Semarang”. Dari penelitian

tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan bercerita pada siswa kelas
14

IIB dengan menggunakan media kaset religi, pada siklus I menunjukkan nilai rata-

rata 65,65. Pada siklus II meningkat dengan nilai rata-rata 75.50.

Persamaan antara penelitian dari Lukmananti dengan penelitian yang

dilakukan peneliti yaitu terletak pada objek penelitian, karena objek yang diteliti

oleh Lukmananti dengan peneliti adalah keterampilan bercerita. Persamaan yang

lain juga terletak pada subjek penelitian, yaitu sama-sama dilakukan di kelas II

MI. pembeda penelitian yang dilakukan oleh Lukmananti dengan penelitian ini

adalah media yang digunakan, Lukmananti menggunakan madia kaset religi anak,

sedangkan peneliti menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.

Balet (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “The Use of Storytelling

to Develop the Primary School Student ‘Critical Reading skill: The Primary

Education Pre-Service Teachers’ Opinions” pada penelitian ini Balet mencoba

menerapkan konsep bercerita sebelum pelaksanaan pembelajaran oleh guru di

sekolah dasar Turki untuk meningkatkan keterampilan membaca kritis. Subjek

dalam kajian ini diambil dari 53 guru peserta kursus musim semi tahun 2009-

2010.

Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang dilakukan Balet, sebagian

besar guru menyatakan bahwa bercerita akan mengembangkan keterampilan siswa

untuk berpikir kritis, meningkatkan kemampuan menganalisis, dan

menggabungkan suatu peristiwa dalam cerita dengan kehidupan nyata. Di sisi

lain, konsep bercerita digunakan Balet untuk pengembangan membaca kritis.

Kelemahan dari metode ini yaitu dengan menggunakan teknik yang sama
15

sepanjang waktu bisa membosankan, tidak efisien, dan tidak tepat bagi semua

siswa. Dalam penerapan metode ini, Balet menghimbau agar guru memilih cerita

yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa, dan merangsang siswa untuk aktif

dalam proses kegiatan belajar mengajar. Guru harus menciptakan lingkungan

kelas yang demokratis, merencanakan kegiatan pembelajaran sesuai kondisi

daerah tempat tinggal siswa dan guru hendaknya menggunakan alat bantu dalam

bercerita agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, Balet menyarankan

untuk menggunakan metode ini secara kelompok dan diskusi kelas.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Balet dengan penelitian

ini yaitu sama-sama dilakukan di sekolah dasar. Adapun perbedaan penelitian

Balet dengan penelitian ini yaitu terletak pada objek penelitian, objek penelitian

Balet untuk meningkatkan keterampilan membaca kritis, sedangkan peneliti yaitu

meningkatkan keterampilan bercerita.

Afrilyasanti dan Basthomi (2011) juga melakukan penelitian yang berjudul

“Digital Storytelling : A Case Study on the Teaching of Speaking ti Indonesian

EFL Stunent”. Melalui penelitian ini Afrilyasanti dan Basthomi mencoba untuk

meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris pada siswa SMP dengan

metode membuat cerita digital atau digital storytelling. Penelitian ini mengambil

sampel kelas VIII MTs Surya Buana, Malang, Jawa Timur Indonesia. Siswa

diajak untuk membuat cerita digital berbahasa Inggris yang berdasar pada dari

kehidupan mereka sehari-hari. Untuk mempermudah dalam pembuatan cerita

siswa diajarkan membuat storyboard. Adanya storyboard dimaksudkan untuk

memberikan gambaran awal cerita sehingga lebih mudah untuk dikembangkan.


16

Storyboard berisi tentang ilustrasi gambar, teks suara yang akan diisikan, dan

musik pengisi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan

berbahasa Inggris karena dengan membuat cerita digital siswa dituntut untuk

banyak berbicara. Untuk membuat cerita digital siswa harus berlatih berulang kali

maka secara otomatis hal ini memberi kesempatan siswa untuk latihan berbicara.

Hasilnya siswa lebih berani dalam menyampaikan pendapat, menyanggah maupun

bertanya. Selain itu dengan seringnya berlatih dan semakin banyaknya kosakata

yang dikuasai siswa membuat siswa juga lebih lancar berbahasa inggris dan fasih

dalam pengucapannya.

Penelitian Afrilyasanti dan Basthomi merupakan salah satu penelitian yang

dapat digunakan sebagai referensi penelitian yang akan diteliti peneliti, karena

objek penelitian yang diteliti Afrilyasanti dan Basthomi adalah keterampilan

bercerita. Perbedaan antara penelitian Afrilyasanti dan Basthomi dengan

penelitaian yang diteliti peneliti adalah pada subjek penelitian, Afrilyasanti dan

Basthomi meneliti siswa SMP kelas VIII sedangkan peneliti memilih subjek

penelitian pada siswa kelas II SD.

Arifah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita dengan Teknik Pancingan Kata Kunci Menggunakan

Media Puzzle Gambar pada Siswa Kelas VII B SMP N Kota Malang Tahun

Ajaran 2011/2012”. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi

peningkatan bercerita pada siswa kelas VII B SMP N Malang dengan


17

menggunakan media puzzle gambar, pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata

73,53. Pada siklus II meningkat dengan nilai rata-rata 81,53.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Arifah dengan peneliti terletak

pada objek penelitian, yaitu sama-sama meneliti keterampilan bercerita.

Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Arifah adalah subjek penelitian.

Subjek penelitian Arifah menggunakan media puzzle gambar, sedangkan peneliti

menggunakan media komik strip.

Yuniawan (2012) dalam penelitian yang berjudul “Pengembangan Materi

Ajar Bercerita Bermuatan Nilai-Nilai Karakter dengan Video Compac Disc pada

Tahap Anak Perkembangan Kognitif Operasional Konkret”. Dari penelitian

tersebut dapat disimpulkan bahwa keefektifan model materi ajar bercerita

bermuatan nilai-nilai karakter dengan media video compact disc pada anak tahap

perkembangan kognitif operasional konkret dilihat dari uji ahli dan pendidik

dengan nilai presentase 89,84%, keberterimaan model materi ajar oleh siswa

dengan nilai presentase 82,83%.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Yuniawan dengan

peneliti terletak pada objek penelitian, yaitu sama-sama meneliti keterampilan

bercerita. Perbedaan penelitian Yuniawan dengan penelitian ini yaitu terletak pada

media pembelajaran, media pembelajaran yang digunakan oleh Yuniawan yaitu

media video compact disc, sedangkan peneliti menggunakan media komik strip.

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian

peningkatan keterampilan bercerita sudah banyak dilakukan. Berbagai macam

metode, teknik, dan media pembelajaran digunakan untuk meningkatkan


18

keterampilan berbicara untuk siswa, dengan hasil yang cukup memuaskan.

Namun, penggunaan media visual berupa komik strip bermuatan pendidikan

karakter belum pernah digunakan. Hal itulah yang mendasari penelitian untuk

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter untuk

meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang.

Isi cerita dalam komik strip bermuatan pendidikan karakter ini telah

disesuaikan dengan materi pelajaran, usia siswa, tingkat kecerdasan siswa, latar

belakang siswa, dan juga situasi srta kondisi lingkungan belajar siswa, dengan

harapan dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas II MI Rifaiyah

Limpung.

2.2 Landasan Teoretis

Teori-teori yang dipaparkan berkaitan dengan penelitian ini meliputi

bercerita, media pembelajaran, pendidikan karakter, dan pembelajaran

keterampilan bercerita dengan media komik strip bermuatan pendidikan karakter.

Teori-teori tersebut yang akan menjadi landasan dalam penelitian ini.

2.2.1 Keterampilan Bercerita

Keterampilan bercerita merupakan keterampilan menuturkan rangkaian

kejadian atau peristiwa dari seorang pencerita kepada pendengar atau penyimak.

Berikut pembahasan lebih lanjut mengenai pembelajaran bercerita.

2.2.1.1 Hakikat Bercerita

Bercerita merupakan salah satu keterampilan yang bertujuan memberikan

informasi kepada orang lain (Tarigan 1983:35). Kegiatan bercerita tidak dapat
19

dipisahkan dari kegiatan berbicara, karena bercerita merupakan salah satu teknik

pembelajaran berbicara.

Bercerita berasal dari kata dasar cerita yang berarti tuturan atau karangan

yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa atau kejadian,

yang mendapat imbuhan ber- yang maknanya melakukan suatu hal. terjadinya

suatu hal, peristiwa atau kejadian. Dalam bercerita siswa dilatih untuk berbicara

jelas, intonasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai pendengar, dan

perilaku menarik.

Pada hakikatnya bercerita adalah aktivitas menyampaikan peristiwa atau

kejadian secara lisan baik secara fisik atau nonfisik. Keterampilan bercerita adalah

menuturkan cerita yang dapat dijabarkan sebagai berikut (1) tuturan yang

membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal, peristiwa atau kejadian, (2)

cerita sama dengan kenangan yang menuturkan pengalaman atau penderitaan

orang, perbuatan dan sebagainya baik sungguh-sungguh atau rekaan belaka, (3)

cerita sama dengan lakon yang diwujudkan dalam gambar (Tarigan 1998:65).

Menurut Moeslichatoen (1999:157), bercerita merupakan pemberian

pengalaman belajar bagi anak secara lisan. Dengan bercerita, guru dapat

memberikan berbagai macam pengatahuan dan pengalaman kepada siswa.

Pemberian pengalaman kepada siswa dilakukan secara lisan dan tatap muka,

dengan begitu siswa akan lebih perhatian dan fokus. Bercerita dapat dilakukan

dengan berbagai cara, misalnya saja guru membacakan buku cerita, menggunakan

gambar, kartu, atau bercerita dengan imajinasi guru sendiri.


20

Bercerita digunakan dalam proses pembelajaran sebagai upaya

mengembangkan bahasa, pengalaman dan fantasi serta menanamkan nilai-nilai

positif pada siswa. Dalam kegiatan bercerita siswa dibimbing dalam kemampuan

untuk mendengarkan cerita yang dibacakan oleh guru yang bertujuan untuk

memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, nilai moral, dan nilai

keagamaan, serta pemberian informasi lingkungan fisik dan nonfisik. Dengan

bercerita siswa dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Kegiatan bercerita dapat merangsang kecerdasan emosional siswa.

Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter

siswa. Bercerita dapat melatih siswa untuk mengembangkan perkembangan

bahasa mereka. Manfaat lain dari bercerita ialah dapat memacu siswa untuk gemar

membaca dan siswa dapat menyerap nilai-nilai positif yang terkandung dalam

sebuah cerita, misalnya kejujuran, keberanian, solidaritas, dan kasih sayang

terhadap sesama makhluk tuhan, baik kasih sayang kepada manusia, tumbuh-

tumbuhan, maupun binatang dan lingkungan disekitar siswa.

Menurut Subyantoro (2007:14), bercerita adalah pemindahan cerita dari

pencerita kepada penyimak atau pendengar. Bercerita merupakan suatu seni yang

alami sebelum menjadi sebuah keahlian. Bercerita juga merupakan suatu kegiatan

yang bersifat seni, karena erat kaitannya dengan kekuatan kata-kata. Kekuatan

inilah yang dipergunakan untuk mencapai kegiatan bercerita.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dengan bercerita dapat

meningkatkan rasa percaya diri seseorang untuk berbicara di depan umum.


21

Percaya diri itulah yang menjadikan seseorang berani berbicara di depan orang

banyak.

Menurut Yudha (2007: 19), cerita sering diidentikkan sebagai suatu cerita

bohong, bualan, khayalan, atau cerita yang mengada-ada dan tidak ada

manfaatnya. Bahkan ada yang menganggap cerita sebagai hal yang tidak masuk

akal. Cerita adalah cerita rekaan, tetapi tidak berarti cerita itu tidak bermanfaat.

Berdasarkan beberapa pengertian bercerita di atas. Peneliti menyimpulkan

bahwa, bercerita adalah kegiatan menyampaikan sesuatu peristiwa kepada orang

lain secara lisan, dengan tujuan memberikan informasi, pengatahuan, dan

pengalaman. Selain itu, bercerita juga dapat membentuk karakter seseorang, yaitu

dengan menanamkan nilai-nilai positif kepada para pendengar.

2.2.1.2 Teknik Menyampaikan Cerita

2.2.1.2.1 Teknik Menyampaikan Sejarah

Bila kita berpijak pada perbedaan jenis cerita menurut kejadiannya, maka

kita dapat menganalisis kelebihan maupun kendala-kendala yang biasanya

dihadapi untuk masing-masing cerita tersebut. Cerita sejarah memiliki beberapa

kekuatan, alur cerita kuat, dan penuh makna

tetapi, kendala menceritakan sejarah atau tarikh juga besar. Kendala-

kendala itu antara lain:

1. cerita sejarah membutuhkan penguasaan terhadap alur cerita secara

mantap.
22

2. bila ada diantara anak-anak yang mendengarkan cerita kita itu sudah tahu

jalan ceritanya, seringkali mereka menggoda dan mengganggu kita dengan

tebak-tebakan.

3. Cerita sejarah sudah memiliki „pakem‟ yang pasti.

4. Bahan-bahan cerita sejarah, terutama pada kisah-kisah nabi dan para

sahabat, banyak yang tidak tuntas.

5. Biasanya anak-anak menyukai cerita-cerita yang kaya akan humor. Tentu

saja kemungkinan ini pada sejarah amat kecil.

Meskipun kendala dalam bercerita sejarah banyak, namun bagi pembaca

yang ingin menyampaikan cerita sejarah, ada beberapa hal yang dapat membantu

dalam bercerita sejarah.

1. kuasailah alur cerita, adegan dan dari sumber bacaan yang ada.

2. ceritakan kisah sejarah itu apa adanya, tanpa cerita bumbu-bumbu cerita

yang tidak relevan.

3. Membuat cerita kita lebih menarik hendaknya difokuskan pada unsur

ekspresi, penekanan pada adegan heroic dan dialog yang kuat.

4. Bagiab-bagian cerita yang belum saatnya disampaikan pada anak usia

tertentu, hendaknya disunting secara bijaksana.

5. Sampaikanlah cerita sejarah pada sekelompok anak yang belum pernah

mendengar cerita itu.

6. Ajaklah anak didik untuk mengambil hikmah dari kisah itu.


23

2.2.1.2.2 Teknik Menyampaikan Fiksi

Jenis cerita fiksi memberikan keleluasaan yang amat luas kepada kita.

Memanfaatkan unsur-unsur improvisasi dan adegan yang penuh kejutanterbuka

dengan lebar. Jenis cerita ini memberikan kebebasan bagi pencerita untuk

berimajinasi dan berkreasi. Semua ini karena cerita fiksi tidak terikat oleh pakem-

pakem tertentu. Selain itu, dengan cerita fiksi daya fantasi anak dapat kita

rangsang secara optimal dan emosi mereka dapat kita didik dengan memberikan

penyaluran yang variatif.

Kendala utama dari cerita fiksi terletak pada keleluasaan berimajinasi.

Kadang pencerita binggung menentukan alur ceritanya. Jenis cerita fiksi

membutuhkan alur cerita yang banyak sebab bahan cerita belum tersedia dengan

matang.

Cerita fiksi memberikan keleluasaan pada kita untuk mengembangkan

kreativitas. Sebagai pengasuh kita memang dituntut untuk senantiasa

mengembangkan kemampuan yang bermanfaat bagi pendidikan anak didik kita.

2.2.2 Media Komik Strip

2.2.2.1 Hakikat Media

Menurut Soeparno (1988:1), media adalah suatu alat yang dipakai sebagai

saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari

suatu sumber (resource) kepada penerima (reciver).

Dalam dunia pengajaran pada umumnya pesan atau informasi tersebut

berasal dari sumber informasi yakni guru, sedangkan sebagai penerima informasi
24

yaitu siswa. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan tersebut berupa sejumlah

kemampuan yang perlu dikuasai oleh siswa.

Tujuan utama penggunaan media adalah agar pesan atau informasi yang

dikomunikasikan dapat diserap semaksimal mungkin oleh penerima informasi

(siswa). Informasi yang disampaikan lewat lambing verbal saja kaemungkinan

terserap hanya sedikit, sebab informasi yang demikian itu meruapakan informasi

yang sangat abstrak dan sangat sulit diresap juga dipahami. Dengan bantuan

media maka kesulitan tersebut dapat teratasi. Tentu saja media yang digunakan

harus disesuaikan dengan kebutuhan.

Sudjana (2001:2), menyatakan bahwa media pengajaran dapat

mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya

diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Media

pembelajaran juga dapat mempertinggi hasil pembelajaran, yakni berkaitan

dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap

perkembangan, mulai dari berpikir kongkret menuju ke berpikir kompleks.

Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut,

sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan, dan

hal-hal kompleks dapat disederhanakan.

Pemilihan media pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran, bahan pembelajaran, kemudahan memperoleh, dan sejauh mana

media tersebut dapat menyalurkan informasi sehingga informasi tersebut dapat

diserap semaksimal mungkin oleh si penerima informasi (siswa). Dalam memilih

media perlu memperhatikan: jenis dan manfaat media pembelajaran yang dipilih,
25

karakteriktik media, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, keadaan siswa

baik secara fisik maupun mental, situasi dan kondisi lingkungan belajar, dan

kreativitas menggunakannya.

Gerlach dan Ely (dalam Arsyad 2009:3), mengatakan bahwa media apabila

dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengatahuan,

keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan

sekolah merupakan media.

Djamarah dan Zain (2010: 121), mendefinisikan media adalah alat bantu

apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan

pengajaran.

2.2.2.2 Pengertian Media Komik Strip

Komik adalah bacaan yang sangat popular. Banyak orang menyukai jenis

bacaan ini, termasuk anak-anak. Perpaduan banyak gambar dengan sedikit teks

pada komik membuat orang tidak perlu mengerahkan daya konsentrasi tinggi

untuk memahami isi ceritanya. Bahkan anak-anak yang belum pandai membaca

pun, bisa merasa rileks ketika menikmati cerita dalam komik dengan gambar-

gambar lucunya.

Kedekatan manusia dengan komik memang cukup erat, sehingga tokoh-

tokoh di dalam komik menjadi popular. Misalnya saja Doraemon, Batman,

Kungfu Boy dan tak ketinggalan produksi dalam negeri Si Buta dari Gua Hantu

atau Panji Tengkorak. Membaca komik memang mengasyikkan, karena sifat

komik yang ringan dan menarik serta disertai dengan gambar yang menambah
26

kesan menyenangkan. Mulai dari yang lucu, seru, menegangkan, mencengangkan,

hingga horror sangat disukai oleh masyarakat, baik anak-anak, orang dewasa dan

juga orang tua.

Seiring munculnya komik-komik Amerika di akhir tahun 1940-an, seperti

Tarzan dan Phantom, komik-komik berselera lokan pun mulai bermunculan. R.A.

Kosasih yang kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia, memulai

karirnya dengan mengimitasi komik Wonder Women menjadi pahlawan wanita

bernama Sri Asih (Yuliandi 2007:7).

Komik versi cetak melalui media massa pertama kali dikenal di negeri kita

sebelum kemerdekaan, yaitu dengan munculnya komik Put On hasil karya Kho

Wan Gie di harian Sin Po pada tahun 1930. Kemudian pada tahun 1939 terbit

komik Mencari Putri Hijau oleh Nasroen As yang dimuat dalam harian Ratoe

Timoer. Tahun 1942 muncul komik Roro Mendut karya B. Margono di harian

Sinar Matahari Yogyakarta. Pada jaman Indonesia merdeka tahun 1948 muncul

komik bertema kepahlawanan seperti Pangeran Diponegoro, Djoko Tingkir, Kisah

Pendudukan Jepang (Sobirin 2007: 2).

Pada tahun 1960 dan 1970-an, komik yang mengadopsi budaya asing

banyak ditentang. Ini mendorong munculnya cerita-cerita yang diambil dari

wayang Sunda dan Jawa. Beberapa juga mengeksploitasi tokoh-tokoh rekaan khas

lokal seperti Si Buta dari Gua Hantu.

Hingga tahun 1970-an per-komik-an di Indonesia menyurut, tetapi bangkit

kembali di tahun 1980-an dengan munculnya komik-komik roman remaja antara

lain karya Jan Mintaraga dan komik-komik silat dan heroisme antara lain karya
27

Ganes TH. Dan dari situlah muncul beraneka ragam komik produksi dalam

negeri. Serta memunculkan beberapa tanggapan mengenai komik oleh beberapa

ahli.

Komik merupakan karya seni yang khas dengan menggabungkan seni

menggambar, seni bercerita, dan seni tulis. Bahkan disebut-sebut komik sebagai

“pintu masuk“ untuk kesenangan seseorang membaca.. Pesan yang disampaikan

mudah dicerna oleh anak-anak sekalipun. Dicontohkan komik semacam Tintin,

dari gambar tokohnya sudah bisa “berbicara“ dan bikin tertawa. Sampai anak

yang belum bisa baca tulis pun akan bisa menangkap ceritanya.

Menurut Masdiono (2007:9), dalam bukunya yang berjudul 14 Jurus

Membuat Komik, memberikan pengertian bahwa komik adalah dunia tutur

gambar. Yakni suatu rentetan gambar yang bertutur atau menceritakan suatu kisah

kejadian.

Sedangkan McCloud (2007 :2), berpendapat bahwa komik adalah sebuah

bahasa rahasia, dan untuk menguasainya (menikmati) kita harus menghadapi

tantangan yang tidak ditemui para penulis prosa, ilustrator atau profesi kreatif

mana pun. Komik merupakan aliran pilihan yang berkesinambungan. Terdiri atas

pencitraan, alur cerita, dialog, komposisi, gestur, dan satu ton pilihan lainnya.

Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak

bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita.

Pengertian tersebut menurut Yuliandi Kusuma (2007 :7). Biasanya komik dicetak

di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai
28

bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk

buku tersendiri.

Komik merupakan cerita rangkaian gambar yang terpisah-pisah, tetapi

berkaitan dengan isi ceritanya, dapat dilengkapi dengan maupun tanpa naskah.

Komik juga merupakan suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar

tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita.

Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks biasa atau yang

ditempatkan dalam “balon kata”. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk,

mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku

tersendiri. Komik sering pula disebut dengan cerita bergambar atau disingkat

cergam (Sobirin 2007).

Menurut Setiawan (1998:24), komik strip merupakan komik bersambung

yang dimuat dalam surat kabar. Surat kabar yang memuat komik strip dalam satu

kali penerbitan hanya memuat sepenggal atau satu bagian cerita saja dari cerita

yang utuh. Cerita tersebut akan terus bersambung hingga akhir seiring

diterbitkannya surat kabar yang bersangkutan. Biasanya dalam satu minggu komik

strip diterbitkan satu kali dalam sebuah surat kabar.

Pendapat hampir sama juga dikemukakan oleh Boneff (1998 :9), membagi

komik strip menjadi dua, berdasarkan penyajiannya Boneff membedakan komik

menjadi dua, yaitu komik strip dan komik buku. Istilah komik strip digunakan

untuk menyebut komik bersambung.

Sedangkan Muharrar (2003:27), mendefinisikan komik strip sebagai

rangkaian gambar dan teks yang menjelaskan cerita yang biasanya dimuat pada
29

surat kabar atau majalah. Komik strip merupakan potongan-potongan cerita dari

komik yang diterbitkan secara berkala di surat kabar yang bersangkutan. Jadi,

cerita dalam komik strip diceritakan secara berkala dan berkelanjutan sesuai

dengan jadwal penerbitan surat kabar yang bersangkutan.

Berdasarkan pendapat tentang komik strip dari Setiawan, Boneff, dan

Muharrar, dapat disimpulkan bahwa komik strip adalah komik yang terdiri dari

sedikit (satu deret) panel yang biasanya horisontal. Komik ini biasanya di muat

pada koran atau majalah secara rutin. Ceritanya pun bisa langsung selesai atau

bersambung.

2.2.3 Pendidikan Karakter

2.2.3.1 Hakikat Pendidikan Karakter

Samani (2012:45-46), mendefinisikan pendidikan karakter adalah proses

pemberian tuntutan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang

berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa, dan karsa. Pendidikan

karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara

apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang

terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi

nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insane kamil.

Sementara itu sumber lain, Winton (dalam Samani 2012:43),

mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh


30

dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Sementara

itu Bruke (dalam Samani 2012:43), pendidikan karakter merupakan dari bagian

pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan.

Di pihak lain, Lickona (dalam Samani 2012: 44), mengemukakan pendidikan

karakter adalah upaya sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami,

peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana

Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara

sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa.

Sedangkan Masnur (2011:75), mendefinisikan pendidikan karakter adalah

proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga

membuat seseorang dan masyarakat menjadi beradab.

Berbeda dengan Dharma (2011:5-6), mendefinisikan pendidikan karakter

dalam seting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan

pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai

tertentu yang dirujuk oleh sekolah.” Definisi tersebut mengandung makna: 1)

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan

pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran, 2) diarahkan pada

penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak

merupakan organism manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan

dikembangkan, 3) penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang

dirujuk sekolah (lembaga)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Muchlas (2012), Winton

(2010), Bruke (2001), Lickona (1991), Masnur (2011), dan Dharma (2011). Maka
31

dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan

nilai-nilai kehidupan kepada peserta didik agar dapat mengambil keputusan

dengan bijak dan dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.3.2 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Sulistyowati (2012:28), dalam pendidikan dan karakter bangsa, nilai-nilai

yang dikembangkan diidentifikasi dari empat sumber, yakni agama, pancasila,

budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Dari sisi agama, masyarakat Indonesia

adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat,

dan bangsa didasarkan pada ajaran agama dan kepercayaanya. Secara politis,

kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas

dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

Sumber kedua yaitu pancasila, Negara kesatuan republik Indonesia

ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang

disebut Pancasila. Pancasila terdapat pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih

lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang

terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik,

hokum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan

karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih

baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan

nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai warga negara.

Dari sisi budaya, dapat diketahui bahwa budaya sebagai suatu kebenaran.

Tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai
32

budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam

pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota

masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian, penting dalam kehidupan

masyarakat, mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan

budaya dan karakter bangsa.

Sumber yang ketiga adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan

nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara

Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling

operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi 18 nilai yang dapat

dikembangkan melalui pendidikan budaya dan karakter bangsa. Setiap nilai

karakter dijabarkan dalam indikator sebagai berikut.

1. Religius

Siakp dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang

dituntutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang

yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
33

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh berbagai pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-

baiknya.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru

dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan

kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihan, dan didengar.

10. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkankepentingan

bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.


34

11. Cinta tanah air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

12. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorongdirinya untuk menghasilkan sesuatu

yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan

orang lain.

13. Bersahabat/komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan

bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa

senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar membaca

Kebiasaan untuk menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan

yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk

memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.


35

17. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan

masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakn tugas dan kewajibannya,

yang harus dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,

sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.2.4 Komik Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Sebagai

Media Pembelajaran Bercerita

Secara sederhana komik strip bermuatan nilai pendidikan karakter sebagai

media pembelajaran bercerita adalah komik yang dibuat secara khusus untuk

media pembelajaran bercerita. Komik ini tidak jauh beda dengan komik-komik

yang sudah ada, hanya ada beberapa tambahan nilai-nilai pendidikan karakter

sebagai pendukung agar sesuai digunakan dalam pembelajaran bercerita.

2.3 Kerangka Berpikir

Kemampuan berbicara dan kemampuan bercerita memiliki hubungan yang

erat dengan kehidupan manusia, karena selalu digunakan dalam kehidupan sehari-

hari. Berbicara dengan efektif sangat membantu dalam kelancaran komunikasi,

karena manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berkomunikasi.

Kemampuan berbicara dalam kompetensi bercerita harus dilatih sejak masa

kanak-kanak, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan

berbicaranya saat anak memasuki usia dewasa kelak.


36

Kemampuan bercerita merupakan salah satu dari kompetensi dasar dalam

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang harus dimiliki oleh siswa

MI/SD. Tetapi hanya sebagian kecil siswa dalam satu kelas yang aktif saat

mengikuti pembelajaran bahsa Indonesia khususnya pembelajaran bercerita.

Selain itu, penyampaian oleh guru belum didukung dengan media yang terfokus

pada materi yang diajarkan.

Untuk mempermudah proses pembelajaran bercerita di tingkat Sekolah

Dasar, perlu adanya media yang sesuai dengan karakteristik siswa. Media yang

tepat akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar.

Komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yang berisi dialog,

gambar-gambar dan pewarnaan yang menarik, menjadi salah satu media yang

tepat untuk membelajarkan bercerita di sekolah dasar. Pengemasan dialog dalam

bentuk komik akan menarik minat siswa untuk belajar, karena komik adalah

sahabat anak-anak.

Para guru bahasa Indonesia memerlukan media ini untuk meningkatkan

keterampilan siswa dalam bercerita. Dengan adanya media ini pembelajaran

bercerita tidak lagi membosankan. Pemahaman cerita pun akan lebih mudah

dimengerti dan dipahami oleh siswa.

Dan guru tidak butuh banyak waktu untuk menjelaskan tentang cerita yang

dimaksud, sebab siswa dipermudah dengan adanya gambar-gambar yang menarik

serta isi ceritanya sesuai dengan kegiatan siswa sehari-hari.


37

Jadi, dapat disimpulkan bahwa media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter adalah pilihan tepat sebagai media pembelajaran bercerita

bagi siswa Sekolah Dasar kelas II.

2.4 Hipotesis Tindakan

Dengan menggunakan media komih strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dalam proses pembelajaran, keterampilan bercerita siswa kelas II MI

Rifaiyah Limpung meningkat dan perilaku siswa dalam pembelajaran bercerita

megalami perubahan yang positif.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK).

Suyanto dalam Subyantoro (2009:7-8) mendefinisikan PTK sebagai bentuk

penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan–tindakan tertentu

agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas

secara profesional. Melalui penelitian ini akan dilihat perubahan-perubahan yang

terjadi dalam pembelajaran

Penelitian tindakan kelas terdiri atas dua siklus, yaitu proses tindakan pada

siklus I dan siklus II. Siklus I bertujuan untuk mengetahui kemampuan bercerita

siswa. Siklus I digunakan sebagai refleksi untuk melakukan siklus II. Hasil proses

pada tindakan siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan

bercerita setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar yang

didasarkan pada siklus I. tiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat tahap dalam PTK dapat digambarkan

sebagai berikut (Tripp dalam Subyantoro 2009:27)


P P

R T R T
R T R T

O O
SIKLUS I SIKLUS II
Gambar 1 Desain Penelitian Tindakan Kelas

38
39

Keterangan:

P : Perencanaan

O : Observasi

T : Tindakan

R : Refleksi

3.1.1 Prosedur Tindakan Siklus 1

Siklus I terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi,

dan refleksi. Keempat tahap ini harus dilakukan secara berurutan dan sistematis

sesuai dengan yang telah direncanakan. Siklus I sebanyak dua kali

pertemuan/tatap muka.

3.1.1.1 Perencanaan

Pada tahap perencanaan siklus I dilakukan persiapan pembelajaran

bercerita dengan menyusun rencana pembelajaran terlebih dahulu sesuai dengan

tindakan yang dilakukan. Rencana pembelajaran ini digunakan sebagai program

kerja atau pedoman peneliti dalam melaksanakan proses belajar agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Tahap perencanaan ini berupa rencana kegiatan menentukan langkah-

langkah yang dilakukan peneliti untuk memecahkan masalah dan memperbaiki

kelemahan dalam proses pembelajaran bercerita yang telah berlangsung selama

ini. Rencana kegiatan yang dilakukan adalah (1) menyusun rencana pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter. Rencana pembelajaran ini digunakan sebagai program kerja atau

pedoman peneliti dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar tercapai


40

tujuan pembelajaran dapat tercapai, (2) membuat dan menyiapkan instrumen

penelitian berupa lembar observasi, lembar wawancara, dokumentasi foto dan

lembar catatan harian untuk memperoleh data nontes, (3) menyiapkan perangkat

tes bercerita yang berupa pedoman penskoran, dan penilaian.

Rencana pelaksanaan ini dilakukan sebagai program kerja atau pedoman

peneliti dalam melaksanakan proses belajar agar pembelajaran dapat tercapai.

Semua perencanaan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing

dan guru kelas MI Rifaiyah Limpung Batang.

Siklus I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan peneliti bertindak

sebagai pengajar. Pada siklus ini, indikator pencapaian yang ditargetkan adalah

65.

3.1.1.2 Tindakan

Setelah tahap perencaan selesai, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan

tindakan. Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan oleh guru sebagai upaya

perbaikan, peningkatan atau perubahan sebagai solusi. Tindakan yang dilakukan

penelitian dalam meneliti proses pengajaran bercerita pada siklus I sesuai dengan

perencanaan yang telah disusun. Tindakan yang dilakukan peneliti dalam meneliti

proses pengajaran bercerita pada siklus I sesuai dengan perencanaan yang telah

disusun. Tindakan yang dilakukan adalah melaksanakan proses pengajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dalam beberapa langkah. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan pada

tahap ini adalah pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Langkah tersebut

diuraikan dalam dua pertemuan.


41

1) Pertemuan Pertama

Pada tahap pendahuluan, peneliti mengkondisikan siswa agar siap dan

tertarik melaksanakan proses pembelajaran. Tahap ini berisi beberapa kegiatan

yang dilaksanakan oleh guru dengan tujuan mempersiapkan dan mengarahkan

siswa supaya dapat melaksanakan pembelajaran yang baik. Kegiatan-kegiatan

pada tahap pendahuluan yaitu guru mengkondisikan siswa agar siap belajar. Guru

mengadakan apersepsi. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru

memotivasi siswa agar senang bercerita.

Pada tahap inti, (1) eksplorasi, guru memberikan contoh komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter kepada siswa. Guru bersama siswa

bertanya jawab mengenai bercerita. Siswa diberi penjelasan tentang bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. (2)

elaborasi, Siswa diminta berkelompok, yang terdiri atas 5-6 siswa setiap

kelompoknya. Tiap kelompok diberi media komik strip bermuatan nilai-nilia

pendidikan karakter. Siswa diajak mengenali dan mengamati komik strip yang

telah diberikan oleh guru. Siswa menganalisis cara bercerita menggunakan komik

strip yang telah dijelaskan oleh guru. Secara individu siswa menyusun cerita dari

komik strip dengan bimbingan guru. Siswa berlatih bercerita sampai menguasai

kecakapan dengan baik dalam satu kelompok secara beergantian. (3) konfirmasi,

Siswa mempraktikkan kegiatan bercerita di depan kelas dengan memperhatikan

lafal, intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran. Guru memberikan penilaian

pada siswa yang praktik di depan kelas.


42

Pada tahap penutup, guru bersama siswa melakukan kegiatan refleksi

terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam pengajaran

bercerita. Guru memotivasi siswa agar meningkatkan keterampilan bercerita, dan

sebagai tindak lanjut siswa diberikan tugas untuk berlatih bercerita di rumah.

2) Pertemuan Kedua,

Pada tahap pendahuluan, guru mengatur kondisi kelas yang kondusif dan

mempersiapkan materi. Guru mengingatkan kembali materi yang telah diberikan

pada pembelajaran yang lalu. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari itu,

yaitu siswa mampu bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter.

Pada tahap inti, (1) eksplorasi, sebagai pengingat, siswa mendapat

penjelasan kembali tentang bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter. (2) elaborasi, seperti halnya dipertemuan

sebelumnya, pada pertemuan ini siswa diminta berkelompok sesuai dengan

kelompok pada pertemuan pertama. Tiap kelompok diberi media komik strip

bermuatan nilai-nilia pendidikan karakter. Siswa diajak mengenali dan mengamati

komik strip yang telah diberikan oleh guru. Siswa menganalisis cara bercerita

menggunakan komik strip yang telah dijelaskan oleh guru. Secara individu siswa

menyusun cerita dari komik strip dengan bimbingan guru. Siswa berlatih bercerita

sampai menguasai kecakapan dengan baik dalam satu kelompok secara

beergantian. (3) konfirmasi, siswa bercerita di depan kelas memperhatikan lafal,


43

intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran. Guru memberikan penilaian pada

siswa yang praktik di depan kelas.

Pada tahap penutup, guru bersama siswa melakukan kegiatan refleksi

terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam pengajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter. Guru memberikan penguatan kepada siswa yang mendapatkan nilai

kurang agar terus berlatih untuk meningkatkan keterampilan bercerita.

Setelah proses pembelajaran dilakukan, peneliti pengamati perilaku siswa

dengan menulis hasil pedoman observasi untuk mengetahui perilaku siswa selama

melaksanakan kegiatan pembelajaran bercerita. Peneliti juga menulis catatan

harian dan juga meminta siswa menulis catatan harian. Catatan harian yang ditulis

peneliti digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Sementara itu, catatan harian siswa digunakan peneliti untuk

mengetahui kesan siswa terhadap pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Kegiatan selanjutnya,

peneliti melakukan wawancara dengan beberapa responden atau siswa yang

mendapat nilai tinggi, nilai sedang,dan nilai terendah. Wawancara dilalukan untuk

mendapatkan data mengenai keadaan siswa yang berkaitan dengan motivasi

maupun kesulitan mereka dalam pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.


44

3.1.1.3 Observasi

Observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan peneliti tentang

kegiatan siswa selama penelitian berlangsung. Observasi ini mengungkapkan

tentang peristiwa yang berhubungan dengan pembelajaran khususnya, dalam segi

kelemahan dalam proses pembelajaran berlangsung sehingga dapat

disempurnakan pada pembelajaran selanjutnya.

Dalam proses observasi ini, data diperoleh melalui beberapa cara, yaitu

(1) pedoman observasi untuk mengetahui perilaku siswa selama proses

pembelajaran, (2) catatan harian guru dan siswa untuk mengetahui kelemahan dan

kelebihan pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter, (3) wawancara untuk mengetahui respon siswa

terhadap materi dan media pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (4)

dokumentasi foto yang memuat rekaman peristiwa dan perilaku siswa selama

proses pembelajaran. Semua data tersebut dijabarkan dalam bentuk deskripsi

secara lengkap. Data-data yang telah diperoleh digunakan peneliti untuk bahan

refleksi dan perbaikan pada pembelajaran berikutnya.

3.1.1.4 Refleksi

Refleksi adalah mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan. Tahap ini merupakan evaluasi terhadap proses tindakan

dari hasil pengajaran membaca pada siklus I. Data-data yang terkumpul berupa

data tes dan non tes yang kemudian dianalisis. Hal-hal yang dijadikan sebagai

bahan refleksi, yaitu (1) tes bercerita yang tepat sesuai dengan aspek-aspek yang
45

dinilai, (2) data dari hasil observasi, catatan harian guru dan siswa, wawancara,

dan dokumentasi foto.

Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti dapat melakukan revisi terhadap

rencana selanjutnya. Pada tahap ini, peneliti menganalisis hasil tes dan nontes

pada siklus I. Masalah-masalah yang timbul pada siklus I akan dicarikan alternatif

pemecahannya pada siklus II, sedangkan kelebihan-kelebihannya akan

dipertahankan dan ditingkatkan.

Untuk mencapai pembelajaran yang sesuai dengan yang diharapkan oleh

peneliti, maka kesulitan-kesulitan yang dialami siswa akan dicarikan solusinya

untuk diterapkan pada pembelajaran berikutnya. Jalan keluar tersebut yaitu guru

memberikan motivasi pada siswa serta membuat suasana lebih santai agar dapat

mengurangi ketegangan. Guru menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan

oleh siswa ketika bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter pada siklus I agar siswa tidak mengurangi kesalahan pada

siklus berikutnya.

3.1.2 Prosedur Tindakan pada Siklus II

Proses tindakan siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I, yaitu

memperbaiki kesalahan-kesalahan dan perilaku yang menjadi penghambat

kegiatan bercerita, memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh siswa pada

pembelajaran siklus I, dan peneliti berusaha memperbaiki proses pembelajaran

pada siklus II. Siklus II terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, tindakan,

observasi, dan refleksi.


46

3.1.2.1 Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan pada siklus II ini dalah memperbaiki dan

menyempurnakan rencana pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I.

Dalam tahap ini, langkah-langkah rencana tindakan yang akan dilakukan antara

lain: (1) mengadakan perbaikan rencana pembelajaran sesuai dengan tindakan

yang akan dilakukan yaitu bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter yang materinya hampir sama dengan siklus I,

namun diupayakan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat

pada siklus I; (2) menyiapkan bahan ajar yang akan digunakan selama proses

pembelajaran; (3) membuat dan menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar

observasi, lembar wawancara, lembar dokumentasi, dan lembar catatan harian

untuk memperoleh data nontes; (4) menyiapkan perangkat tes berupa soal tes,

pedoman penskoran, dan penilaian; dan (5) menyiapkan perangkat pembelajaran

yang sudah diperbaiki untuk digunakan pada siklus II. Rencana tindakan ini

sudah diperbaiki dan sudah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru

guru kelas MI Rifaiyah Limpung Batang.

Siklus II dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan peneliti bertindak

sebagai pengajar. Pada siklus ini, indikator pencapaian yang ditargetkan adalah

65.

3.1.2.2 Tindakan

Tindakan pada siklus II merupakan perbaikan tindakan pada siklus I.

Tindakan yang dilakukan pada siklus II berbeda dengan tindakan pada siklus I.

Sebelum siswa bercerita, peneliti menjelaskan terlebih dahulu kesalahan-


47

kesalahan dan kekurangan-kekurangan hasil tes siswa pada siklus I. Kemudian

siswa diberikan arahan dan bimbingan agar dalam pelaksanaan kegiatan bercerita

pada siklus II menjadi lebih baik. Tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua

pertemuan. Langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan yaitu pendahuluan,

kegiatan inti, dan penutup. Berikut ini uraian mengenai langkah-langkah tindakan

siklus II.

1) Pertemuan Pertama

Pada tahap pendahuluan, siswa dikondisikan agar siap dalam menerima

pelajaran hari itu dengan mengingat kembali hal-hal yang diberikan pada

pertemuan siklus I. Guru bertanya jawab tentang kesulitan-kesulitan yang

dihadapi siswa tentang pengalaman belajar pada pertemuan siklus I. Guru

menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru memberikan motivasi pada siswa

untuk meningkatkan keterampilan bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Pada tahap inti, (1) eksplorasi, guru memberikan contoh komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter kepada siswa. Guru bersama siswa

bertanya jawab mengenai bercerita. Siswa diberi penjelasan tentang bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Guru

membagikan gambar keindahan alam kepada masing- masing siswa, (2)

elaborasi, Siswa diminta berkelompok, yang terdiri atas 5-6 siswa setiap

kelompoknya. Tiap kelompok diberi media komik strip bermuatan nilai-nilia

pendidikan karakter, cerita komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

pada siklus II berbeda dengan siklus I, komik strip siklus II lebih bervariasi yaitu
48

cerita kegiatan sehari-hari siswa saat bangun tidur. Siswa diajak mengenali dan

mengamati komik strip yang telah diberikan oleh guru. Siswa menganalisis cara

bercerita menggunakan komik strip yang telah dijelaskan oleh guru. Secara

individu siswa menyusun cerita dari komik strip dengan bimbingan guru. Siswa

berlatih bercerita sampai menguasai kecakapan dengan baik dalam satu kelompok

secara beergantian. (3) konfirmasi, siswa praktik bercerita di depan kelas dengan

memperhatikan lafal, intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran. Guru

memberikan penilaian pada siswa yang praktik di depan kelas.

Pada tahap penutup, guru bersama siswa melakukan kegiatan refleksi

terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran

bercerita. Guru memotivasi siswa agar meningkatkan keterampilan bercerita, dan

sebagai tindak lanjut siswa diberikan tugas untuk berlatih bercerita di rumah.

2) Pertemuan Kedua

Pada tahap pendahuluan, guru mengatur kondisi kelas yang kondusif dan

mempersiapkan materi. Guru mengingatkan kembali materi yang telah diberikan

pada pembelajaran yang lalu. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari itu,

yaitu siswa mampu bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter di depan kelas. Guru memotivasi siswa agar

meningkatkan keterampilan bercerita, dan guru membacakan hasil nilai pada

pertemuan sebelumnya.

Pada tahap inti, (1) eksplorasi, sebagai pengingat, siswa mendapat

penjelasan kembali tentang bercerita menggunakan media komik strip bermuatan


49

nilai-nilai pendidikan karakter. Guru membagikan gambar keindahan yang

berbeda dengan pertemuan sebelumnya. (2) elaborasi, seperti halnya dipertemuan

sebelumnya, Siswa diminta berkelompok, yang terdiri atas 5-6 siswa setiap

kelompoknya. Tiap kelompok diberi media komik strip bermuatan nilai-nilia

pendidikan karakter. Siswa diajak mengenali dan mengamati komik strip yang

telah diberikan oleh guru. Siswa menganalisis cara bercerita menggunakan komik

strip yang telah dijelaskan oleh guru. Secara individu siswa menyusun cerita dari

komik strip dengan bimbingan guru. Siswa berlatih bercerita sampai menguasai

kecakapan dengan baik dalam satu kelompok secara beergantian. (3) konfirmasi,

siswa praktik bercerita di depan kelas dengan memperhatikan lafal, intonasi,

ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran. Guru memberikan penilaian pada siswa

yang praktik di depan kelas.

Pada tahap penutup, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran

pada hari itu. Guru bersama siswa melakukan kegiatan refleksi terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan pendidikan karakter. Guru

memberikan penguatan kepada siswa yang mendapatkan nilai kurang agar terus

berlatih untuk meningkatkan keterampilan bercerita.

3.1.2.3 Observasi

Pada tahap ini, dilakukan pengamatan terhadap perilaku siswa selama

proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan siklus II ini lebih berfokus pada

perilaku siswa yang memberikan respon kurang baik pada pembelajaran siklus I.
50

Peneliti mengamati apakah siswa tersebut mengalami perubahan perilaku menjadi

baik atau tetap seperti pada siklus I. Siswa yang memperlihatkan sikap baik diberi

motivasi dan penguatan untuk mempertahankan sikap baik tersebut, sedangkan

siswa yang bersikap kurang baik diberi pengertian dan dorongan agar mengikuti

pelajaran dengan baik.

Observasi dilaksanakan peneliti dengan menggunakan instrumen yang

telah disiapkan berupa lembar observasi, catatan harian, wawancara, dan

dokumentasi foto. Pelaksanaannya melibatkan siswa, guru kelas yang

bersangkutan. Data hasil observasi ini digunakan oleh peneliti untuk mengetahui

perubahan sikap dan tingkah laku siswa selama pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada

siklus II. Berdasarkan data tersebut, peneliti dapat melakukan refleksi akhir untuk

mengukur keberhasilan pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

3.1.2.4 Refleksi

Refleksi pada siklus II merupakan koreksi dan perenungan akhir dalam

penelitian ini. Peneliti melakukan refleksi terhadap perubahan-perubahan perilaku

dan peningkatan keterampilan bercerita pada setiap siswa dengan cara

menganalisis hasil observasi terhadap siswa selama proses pembelajaran siklus II

berlangsung.

Refleksi pada siklus II dilakukan untuk mengetahui keberhasilan

pelaksanaan perbaikan dan keefektifan penggunaan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter dalam peningkatan keterampilan bercerita siklus II.


51

Refleksi dilakukan dengan menganalisis hasil tes keterampilan bercerita dan hasil

nontes yang dilakukan pada siklus II. Hasil nontes juga dianalisis untuk

mengetahui perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran pada siklus

II.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu keterampilan bercerita pada siswa kelas II MI

Rifaiyah Limpung Batang. Adapun sumber datanya yaitu kelas II MI Rifaiyah

Limpung Batang dengan jumlah siswa 17 siswa. Dipilihnya kelas II MI Rifaiyah

Limpung Batang didasarkan pada pertimbangan hasil wawancara dengan Guru

kelas di sekolah tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh

informasi bahwa siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang mempunyai masalah

hasil belajar yang rendah akibat kejenuhan siswa mengikuti pelajaran. Alasan lain

dipilihnya kelas II karena (1) kecenderungan siswa yang kurang aktif dan

cenderung pasif dalam pembelajaran bercerita, (2) siswa kurang mendapat

kesempatan bercerita, (3) kurangnya kosakata pada siswa, (4) siswa takut dan

malu ketika bercerita di depan kelas. Cara untuk mengatasi permasalahan tersebut

adalah dengan melakukan proses pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Berdasarkan konsep tersebut, maka dilakukan penelitian tindakan kelas

untuk memperoleh cara pembelajaran dengan media dan teknik yang tepat, yang

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bercerita.


52

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel

keterampilan bercerita, variabel pembelajaran dengan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

3.3.1 Variabel Keterampilan Bercerita

Variabel keterampilan bercerita adalah keterampilan bercerita yang dapat

diketahui dengan meningkatkannya hasil keterampilan bercerita, peningkatan

keterampilan siswa dalam bercerita terlihat dalam aspek pelafalan, intonasi,

ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran. Dalam penelitian tindakan kelas ini, siswa

dikatakan berhasil dalam pembelajaran bercerita apabila hasil dari pengajaran

bercerita telah mencapai batas ketuntasan siswa sebesar 65 dari 75% seluruh

jumlah siswa di kelas tersebut. Adanya pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter di kelas, diharapkan

masalah yang dihadapi oleh siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang dapat

teratasi dengan baik.

3.3.2 Variabel Pembelajaran dengan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-

nilai Pendidikan Karakter

Bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter merupakan salah satu cara membuat siswa tertarik dan

mempermudah siswa mengikuti pengajaran bercerita dengan menghindari rasa

bosan saat pembelajran berlangsung, serta diharapkan dapat meningkatkan minat

dan ketertarikan siswa dalam bercerita.


53

Penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

bertujuan agar siswa memiliki motivasi dan tertarik dalam mengikuti proses

pembelajaran. Pembelajaran menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter dapat meningkatkan daya kreatifitas siswa dalam

bercerita. Pembelajaran dengan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter digunakan dengan efektif untuk mengatasi permasalahan

siswa dalam bercerita.

3.4 Indikator kinerja

Indikator kinerja dalam penelitian ini terdiri dari indikator data kuantitatif

dan indikator data kualitatif.

3.4.1 Indikator Data Kuantitatif

Dalam indikator ini, penilaian dilakukan berdasarkan tes bercerita.

Indikator data kuantitatif penelitian ini adalah ketercapaian target kriteria

ketuntasan minimal siswa yaitu nilai klasikal 65 dari 75% keseluran siswa. Tabel

1 berikut ini merupakan tabel tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter.

Tabel 1. Tabel Tingkat Keberhasilan Siswa


No. Hasil yang dicapai siswa Kategori
1 <60 Kurang
2 60-75 Cukup
3 76-85 Baik
4 >85 Sangat baik
54

3.4.2 Indikator Data Kualitatif

Dalam indikator kualitatif, penilaian dilakukan atas dasar teknik nontes.

Indikator kualitatif untuk pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yaitu mengenai proses pembelajaran

dan perubahan perilaku siswa setelah dilakukan pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Proses pembelajaran tersebut yaitu: (1) intensifnya proses internalisasi

penumbuhan minat siswa dalam bercerita, (2) terjadinya proses penjelasan yang

kondusif tentang proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (3) intensifnya proses siswa mampu

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter, (4) kondusifnya kondisi siswa saat tampil bercerita di depan kelas, (5)

terbangunnya suasana yang reflektif sehingga siswa bisa menyadari kekurangan

saat proses pembelajaran dan mengetahui apa yang akan dilakukan setelah proses

pembelajaran.

Perubahan perilaku positif tersebut yaitu (1) siswa bersikap antusias dan

tertib dalam memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh guru, (2) siswa

bersikap aktif ketika bertanya dan memberikan jawaban yang logis, (3) siswa

bersikap mandiri dalam menyusun cerita dan berlatih bercerita dalam satu

kelompok, (4) siswa bersikap percaya diri ketika bercerita di depan kelas.

Demikian, dapat disimpulkan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dapat dikatakan berhasil meningkatkan pembelajaran bercerita.


55

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik.

Dalam penelitian ini menggunakan dua bentuk instrumen untuk mengumpulkan

data. Bentuk instrument tersebut adalah instrumen tes dan instrument nontes.

3.5.1 Instrumen Tes

Bentuk instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes

bercerita di depan kelas. Tes ini digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa

dalam bercerita. Nilai akhir bercerita berdasarkan jumlah bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter ini adalah

kesesuaian pelafalan, intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran.

Tabel 2. Aspek Penilaian Kemampuan Bercerita menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Aspek penilaian Kategori skor

Sudah tepat dan jelas mengucapkan kata-kata 5

Sudah tepat mengucapkan namun kurang 3


jelas
Pelafalan
Sering salah mengucapkan kata-kata 2

Selalu salah mengucapkan kata-kata 0

Intonasi bercerita variatif dan sangat tepat 5

Intonasi bercerita variatif dan tepat 3

Intonasi Intonasi bercerita variatif tapi kurang tepat 2

Intonasi bercerita monoton 0

Bercerita dengan ekspresi sangat sesuai 5


56

Bercerita dengan ekspresi sesuai 3

Ekspresi Bercerita dengan ekspresi kurang sesuai 2

Bercerita dengan ekspresi tidak sesuai 0

Bercerita sangat runtut 5

Bercerita dengan runtut 3

Urutan cerita Bercerita agak runtut 2

Bercerita tidak runtut 0

Bercerita sangat lancar 5

Bercerita dengan lancar 3

Kelancaran Bercerita cukup lancar 2

Bercerita tidak lancar 0

Tabel 2 menunjukkan bahwa kriteria penilaian tes bercerita digolongkan

ke dalam 5 aspek penilaian, yaitu keterkaitan pelafalan, intonasi, ekspresi, urutan

cerita, dan kelancaran. Masing-masing aspek dinilai berdasarkan kriteria penilaian

dengan kategori sangat baik dengan skor 5, baik dengan skor 3, cukup baik

dengan skor 2, kurang dengan skor 0.

Perolehan Skor
Nilai akhir = ------------------------ X 100 = . . .
Skor Maksimum (100)

Pedoman penilaian tersebut menjadi dasar penilaian bagi tes kemampuan

bercerita yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran siklus I dan siklus II. Tes

kemampuan bercerita dianggap berhasil jika rata-rata skor adalah sama dengan 65

yaitu kategori baik.


57

Tabel 3. Pedoman Penilaian


Kategori Rentang Nilai

1. Sangat baik 85-100


2. Baik 70-84
3. Cukup 60-69
4. Kurang ≤50

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui hasil tes bercerita. Kemampuan

bercerita siswa dapat dikategorikan berhasil sangat baik, berhasil dengan baik,

berhasil dengan cukup, dan kurang. Siswa dengan kategori berhasil sangat baik

adalah siswa yang memperoleh nilai 85 sampai 100, siswa yang berhasil dengan

baik memperoleh nilai 70 sampai 85, siswa yang berhasil dengan cukup baik

memperoleh nilai 60 sampai 69, dan siswa yang kurang berhasil memperoleh nilai

50 sampai 59.

3.5.2 Instrumen Nontes

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan bentuk instrumen nontes yang

berupa pedoman observasi atau lembar pengamatan, pedoman catatan harian,

pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi (berupa foto). Berikut diuraikan

tentang bentuk instrumen notes yang digunakan oleh peneliti.


58

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrument Nontes

Aspek PO PW CH FOTO

A Proses
- Intensifnya proses internalisasi √ √ √ √
penumbuhan minat bercerita siswa dengan
memaparkan tujuan bercerita.
- Terjadinya proses penjelasan yang √ √ √ √
kondusif tentang bagaimana proses
pembelajaran bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter.
- Intensifnya proses siswa merangkai cerita √ √ √
dan berlatih bercerita menggunakan media
komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter.
- Kondusifnya kondisi siswa saat bercerita √ √ √
di depan kelas.
- Terbangunnya suasanan yang reflektif √ √ √
sehingga siswa bisa menyadari
kekurangan saat proses pembelajaran dan
mengetahui yang dilakukan setelah proses
pembelajaran.
B Perubahan Perilaku positif
- Siswa bersikap antusias dan tertib dalam √ √ √
memperhatikan penjelasan yang
disampaikan oleh guru.
- Siswa bersikap aktif bertanya dan √ √ √
memberikan tanggapan yang logis
- Siswa bersikap mandiri terhadap tugas √ √ √
yang diberikan guru yaitu merangkai
cerita lalu berlatih bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter dalam satu kelompok.
- Siswa bersikap percaya diri siswa ketika √ √ √ √
bercerita di depan kelas
59

3.5.2.1 Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran dan

perilaku-perilaku siswa pada saat proses pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermustan nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus I dan

siklus II berlangsung. Pengamatan ini dilakukan secara keseluruhan siswa di kelas

dengan memberikan tanda check list (√). Proses pembelajaran yang menjadi

sasaran amatan yaitu (1) Intensifnya proses internalisasi penumbuhan minat

bercerita siswa dengan memaparkan tujuan bercerita, (2) Terjadinya proses

penjelasan yang kondusif tentang proses pembelajaran pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermustan nilai-nilai pendidikan karakter, (3)

Intensifnya proses siswa berlatih pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermustan nilai-nilai pendidikan karakter dengan didampingi guru,

(4) Kondusifnya kondisi siswa saat tampil bercerita di depan kelas, (5)

Terbangunnya suasanan yang reflektif sehingga siswa bisa menyadari kekurangan

saat proses pembelajaran dan mengetahui yang dilakukan setelah proses

pembelajaran. Perubahan perilaku positif tersebut yaitu (1) keantusiasan siswa

dalam mengikuti pembelajaran, (2) keaktifan siswa dalam menjawab dan

mengemukakan pendapat yang logis saat pembelajaran berlangsung, (3)

kemandirian siswa dalam berlatih bercerita menggunakan media komik strip

bermustan nilai-nilai pendidikan karakter, dan (4) keberanian dan kepercayaan

diri siswa saat tampil bercerita di depan kelas.

Jenis perilaku atau tingkah laku yang menjadi sasaran amatan adalah

perilaku positif dan negatif siswa saat pembelajaran berlangsung. Objek sasaran
60

pengamatan peneliti meliputi beberap sikap positif yaitu (1) siswa bersikap

antusias dan tertib dalam mendengarkan penjelasan guru, (2) siswa bersikap aktif

dalam kegiatan bertanya dan menjawab pertayaan secara logis, (3) siswa bersikap

mandiri terhadap tugas yang diberikan guru, dan (4) siswa bersikap percaya diri

ketika tampi; bercerita di depan kelas.

Perilaku negatif siswa meliputi: (1) siswa tidak bersikap antusias dan tertib

dalam memperhatikan penjelasan guru, (2) siswa cenderung pasif dalam kegiatan

tanya jawab dengan guru, (3) siswa kurang mandiri terhadap tugas yang diberikan

guru, dan (4) siswa kurang percaya diri ketika tampil bercerita di depan kelas.

3.5.2.2 Pedoman Catatan Harian Siswa

Catatan harian mencakup kesan dan penafsiran dari siswa mengenai

pembelajaran yang telah dilakukannya. Catatan harian mendeskripsikan kesan

maupun perasaan siswa terhadap permasalahan tertentu yang benar-benar

berkesan bagi siswa. Dalam catatan harian, siswa dapat memilih satu topik yang

paling diminati untuk mendeskripsikan. Hal itu berupa: (1) pendapat siswa tentang

pembelajaran bercerita, (2) pendapat siswa tentang pembelajaran bercerita dan isi

cerita media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (3) apakah

siswa mengalami kesulitan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter, dan (4) kesan siswa setelah mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.
61

3.5.2.3 Pedoman Wawancara

Bentuk wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara

bebas terpimpin, yakni menggunakan pedoman yang hanya merupakan garis besar

tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Wawancara

dilakukan pada 3 siswa, 1 siswa yang memperoleh nilai tinggi, 1 siswa yang

memperoleh nilai sedang, dan 1 siswa yang memperoleh nilai kurang pada saat

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa yaitu: (1) Apakah

selama ini kalian berminat dengan pembelajaran bercerita, (2) Bagaimana

pendapat kalian mengenai media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter yang digunakan pada pembelajaran bercerita hari ini, (3) Kesulitan

apakah yang kalian hadapi selama mengikuti pembelajaran bercerita pada hari ini,

(4) Bagaimana pendapat klian mengenai pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

3.5.2.4 Dokumentasi Foto

Dokumentasi yang berupa foto dilakukan pada saat berlangsungnya

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Dokumentasi foto digunakan sebagai bukti nyata telah

diadakannya penelitian pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Dokumentasi foto antara lain: (1)

Proses internalisasi penumbuhan minat siswa, (2) Proses guru menjelaskan media
62

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter untuk bercerita, (3) Proses

Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai

Pendidikan Karakter, (4) Proses Siswa Tampil Bercerita di Depan Kelas, (5)

Proses Kegiatan Refleksi Siswa, (6) Keantusiasan Siswa dalam Mengikuti Proses

Pembelajaran.

Dengan dokumentasi foto, kegiatan siswa selama proses pembelajaran

dapat terekam dan dilihat kembali untuk mengamati kegiatan siswa selama proses

pembelajaran seperti kebiasaan buruk siswa dalam bercerita yang dapat

menghambat proses pembelajaran. Selain itu juga digunakan sebagai refleksi guru

(peneliti) untuk pembelajaran yang berikutnya.

3.5.3 Validasi Instrumen

Data mempunyai kedudukan penting dalam penelitian. Benar atau

tidaknya data tergantung baik atau tidaknya hasil penelitian. Untuk itu, sebelum

melakukan penelitian perlu dilakukan uji instrumen untuk mengetahui tingkat

validitas suatu instrumen. Uji instrumen dilakukan untuk mengetahui validitas

instrumen dengan uji validitas, yaitu konsultasi dengan dosen pembimbing dan

guru bidang studi yang diperoleh kesepakatan bersama bahwa instrumen yang

digunakan telah valid. Atas saran dari dosen pembimbing telah diadakan

perbaikan pada instrumen tes dan nontes, sehingga instrumen yang digunakan

telah valid untuk penelitian tindakan kelas pada pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.


63

3.6 Teknik Pengambilan Data

Teknik Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes dan teknik nontes.

3.6.1 Teknik Tes

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes. Teknik tes keterampilan

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dilakukan untuk memperoleh data keterampilan bercerita siswa. Teknik

tes dilakukan dengan cara siswa diminta bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dengan memperhatikan pelafalan,

intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran.

Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tahap siklus I dan siklus II dengan

tujuan untuk mengukur keterampilan bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Tes berupa perintah kepada siswa

untuk tampil bercerita di depan kelas. Kemudian tes siklus I dianalisis, dari hasil

analisis itu dapat menjadi masukan bagi siklus II, yang selanjutnya sebagai dasar

untuk menghadapi tes pada siklus II, yang pada akhirnya setelah dianalisis hasil

tes siklus II dapat diketahui peningkatan keterampilan siswa dalam bercerita yang

baik.

3.6.2 Teknik Nontes

Teknik nontes yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi,

wawancara, jurnal siswa dan guru, serta dokumentasi berupa foto. Data non tes

digunakan untuk mengetahui keefektifan media komik strip bermuatan nilai-nilai


64

pendidikan karakter untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas II MI

Rifaiyah Limpung Batang.

3.6.2.1 Observasi

Pada penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan teknik observasi

untuk menggambarkan perilaku siswa dan keadaan kelas selama proses

pembelajaran berlangsung. Sebelumnya, peneliti telah mempersiapkan pedoman

observasi untuk dijadikan pedoman dalam pengambilan data. observasi dilakukan

oleh peneliti selama siklus I dan siklus II. Teknik ini dilaksanakan pada saat

pembelajaran berlangsung. Peneliti mengamati perilaku yang dilakukan siswa dan

mencatat semua kejadian yang muncul pada saat pembelajaran. Perilaku-perilaku

siswa selama proses pembelajaran berlangsung segera dituliskan dengan membuat

catatan-catatan khusus. Hasil pengamatan dan catatan peneliti dianalisis dan

dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat sesuai dengan perilaku nyata yang

ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada saat mengamati observasi,

yaitu (1) mempersiapkan lembar observasi sebagai pedoman untuk mengetahui

perilaku positif maupun perilaku negatif siswa selama pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter; (2)

memberikan tanda chek list (√) untuk perilaku siswa, sedangkan untuk perilaku

yang tidak dilakukan siswa, diberi tanda (-) pada lembar observasi.

3.6.2.2 Catatan Harian Siswa

Catatan harian siswa digunakan peneliti untuk mengetahui tanggapan

siswa terhadap cara peneliti menyampaikan pembelajaran bercerita menggunakan


65

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Catatan harian siswa

berisi kesan, pengalaman, dan penafsiran siswa mengenai pembelajaran yang

telah dilakukan. Hal tersebut diperoleh siswa pada setiap kejadian atau peristiwa

yang dianggap menarik pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa harus

mengingat dan merekam dalam benaknya, semua kejadian tersebut. Oleh karena

itu, sebelumnya pembelajaran berlangsung, peneliti telah memberi penjelasan

kepada siswa tentang adanya catatan harian siswa ini. Catatan harian siswa dibuat

oleh semua siswa setelah selesai melaksanakan pembelajaran pada siklus I dan

siklus II. Hasil catatan harian siswa kemudian digunakan oleh peneliti sebagai

data yang dapat mengungkap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan peneliti ketika mengambil data

melalui catatan harian siswa, yaitu (1) mempersiapkan lembar catatan harian

siswa yang berisi daftar pertanyaan; (2) menentukan siswa yang akan diminta

mengisi dan menjawab pertanyaan yang ada pada lembar catatan harian; (3)

menganalisis hasil catatan siswa yang sudah diisi oleh siswa.

3.6.2.3 Wawancara

Teknik wawancara dilakukan untuk mengungkap data tentang kesulitan

yang dialamai siswa selama pembelajaran dan tanggapan siswa tentang penerapan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran

bercerita. Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah mempersiapkan daftar

pertanyaan yang akan dijawab siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang ada bertujuan

untuk memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran keterampilan


66

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter.

Wawancara dilaksanakan setelah pembelajaran selesai pada hari itu juga

selama siklus I dan siklus II. Sasaran wawancara adalah tiga siswa, terdiri atas

satu siswa yang memperoleh nilai kurang, satu siswa yang memperoleh nilai baik,

dan satu siswa yang memperoleh nilai sangat baik dalam membaca intensif.

Peneliti mencatat hasil wawancara dan menulis tanggapan terhadap tiap butir

pertanyaan. Hasil ini dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan dan proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan peneliti sebelum melaksanakan

kegiatan wawancara, yaitu (1) mempersiapkan pedoman wawancara yang berisi

daftar pertanyaan; (2) menentukan siswa yang akan diwawancara, yaitu siswa

yang mendapatkan nilai rendah, sedang, dan tinggi; (3) mencatat hasil wawancara

dengan menulis jawaban pada pertanyaan yang terdapat dalam pedoman

wawancara.

3.6.2.4 Dokumentasi Foto

Peneliti menggunakan dokumentasi sebagai salah satu teknik untuk

memperoleh data nontes yang berupa foto atau gambar. Dokumentasi dilakukan

pada saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga aktivitas siswa maupun

peneliti selama pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter akan terekam dalam foto.


67

Foto yang diambil pada saat proses pembelajaran berlangsung merupakan

sumber data yang dapat memperjelas data yang lain. Selain itu, hasilnya dapat

digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Hasil dokumentasi juga

dibandingkan untuk mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada siswa. Data

yang berupa foto ini akan dilaporkan secara deskriptif sesuai dengan gambar yang

terekam di dalamnya. Foto tersebut dapat memberikan gambaran nyata mengenai

kondisi kelas dan perilaku siswa selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. (1)

Aktivitas siswa ketika memperhatikan penjelasan guru, (2) Aktivitas siswa ketika

berlatih bercerita menggunakan media komik strip secara berkelompok, (3)

Aktivitas siswa saat dibimbing oleh guru, (4) Aktivitas siswa saat bercerita di

depan kelas.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan sebelum melakukan

dokumentasi foto, yaitu (1) mempersiapkan kamera yang akan digunakan untuk

mendokumantasikan kegiatan pembelajaran; (2) mempersiapkan pedoman

dokumentasi foto; dan (3) menyeleksi hasil dokumentasi yang telah diambil untuk

disertakan sebagai bukti penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

kuantitatif dan teknik kualitatif.

3.7.1 Teknik Kuantitatif

Teknik kuantitatif adalah langkah untuk mengolah data yang diperoleh

dari hasil tes bercerita pada siklus I dan siklus II. Teknik kuantitatif ini diperoleh
68

dari hasil yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada siklus I dan siklus II.

Analisis data tes kuantitatif atau deskripsif ini dilakukan dengan menghitung nilai

masing-masing aspek tersebut dengan langkah-langkah: merekap skor yang

diperoleh siswa, menghitung skor komulatif dari seluruh aspek, menghitung skor

rata-rata kelas, dan menghitung persentase, dengan rumus:

Keterangan:

SP : Skor persentase

SK : Skor komulatif

R : Jumlah responden

Hasil penghitungan persentase keterampilan bercerita dari hasil tes siklus I

dan siklus II dibandingkan. Hasil dari perbandingan tersebut, akan dapat diketahui

peningkatan keterampilan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter.

3.7.2 Teknik Kualitatif

Data kualitatif yang dipakai untuk menganalisis data nontes, yaitu data

observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto. Adapun langkah

penganalisisan data kualitatif adalah dengan menganalisis lembar observasi yang

telah diisi saat pembelajaran. Data jurnal siswa dan guru dianalisis dengan cara

membaca lagi catatan wawancara. Jurnal digunakan untuk memilih siswa yang

mengalami kesulitan dalam pembelajaran untuk dijadikan responden wawancara.


69

Data wawancara berfungsi untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa

sehingga melakukan pendekatan melalui wawancara siswa akan lebih berani dan

bebas mengungkapkan permasalahannya mengenai keterampilan bercerita, yaitu

berbicara, khususnya keterampilan bercerita. Dengan cara seperti ini, guru lebih

mengetahui kesulitan siswa sehingga dapat mencari jalan terbaik untuk

mengatasinya dalam upaya meningkatkan keterampilan bercerita siswa.

Data dokumentasi dianalisis dengan cara melihat kembali gambar yang

diambil ketika pembelajaran berlangsung. Data yang berupa foto digunakan

sebagai bukti otentik dalam proses pembelajaran dan ketika siswa sedang

diwawancara. Data ini dapat memberikan gambaran yang jelas akan penerapan

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang berupa hasil tes dan

hasil nontes yang diperoleh selama pembelajaran berlangsung. Hasil tes ini berupa

hasil siklus I dan siklus II. Hasil tes siklus I dan siklus II adalah hasil tes

keterampilan siswa bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Hasil tes siklus I dan siklus II tersebut disajikan dalam

bentuk data kuantitatif. Hasil nontes berupa hasil observasi, catatan harian,

wawancara, dan dokumentasi foto pada siklus I dan siklus II ini disajikan dalam

bentuk data kualitatif.

4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I

Siklus I ini merupakan tindakan awal penelitian keterampilan bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Tindakan siklus I dilaksanakan sebagai upaya untuk memperbaiki dan

memecahkan masalah bercerita yang dihadapi siswa yang terdiri atas hasil tes dan

hasil nontes. Hasil tes yaitu hasil nilai tes keterampilan siswa dalam bercerita.

Hasil nontes meliputi hasil observasi, catatan harian siswa dan guru, hasil

wawancara, dan dokumentasi foto.

70
71

4.1.1.1 Proses Pembelajaran Bercerita Menggunakan Media Komik Strip


Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I
Proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter, proses tersebut antara lain: (1) intensifnya proses

internalisasi penumbuhan minat siswa dalam bercerita, (2) terjadinya proses

penjelasan yang kondusif tentang proses pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (3) intensifnya

proses siswa berlatih bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter dalam satu kelompok dengan didampingi guru, (4)

kondusifnya kondisi siswa saat tampil bercerita di depan kelas, (5) terbangunnya

suasana yang reflektif sehingga siswa bisa menyadari kekurangan saat proses

pembelajaran dan mengetahui yang harus dilakukan setelah proses pembelajaran.

Hasil proses pembelajaran bercerita siswa pada siklus I dijelaskan pada tabel 5

berikut.

Tabel 5. Hasil Proses Pembelajaran Bercerita siklus I

Aspek yang diamati Frekuensi Persentase


(%)

1. intensifnya proses internalisasi penumbuhan minat 12 70,58


siswa dalam bercerita
2. proses penjelasan pembelajaran bercerita 13 76,47
menggunakan media komik strip bermuatan nilai-
nilai pendidikan karakter,
3. intensifnya proses siswa berlatih bercerita 11 64,70
menggunakan media komik strip bermuatan nilai-
nilai pendidikan karakter dalam satu kelompok
dengan didampingi guru,
4. kondusifnya kondisi siswa saat saat tampil bercerita 8 47,05
di depan kelas.
5. terbangunnya suasana yang reflektif sehingga siswa 10 58,82
bisa menyadari kekurangan saat proses
pembelajaran dan mengetahui apa yang dilakukan
setelah proses pembelajaran
72

Keterangan :
- Sangat baik : 85% - 100%
- Baik : 70% - 84%
- Cukup baik : 60% - 69%
- Kurang baik : 50% - 59%
- Tidak baik : 0 %- 49%
Berdasarkan tabel 5 diketahui proses pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung cukup

baik. Dalam pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter tercatat 12 siswa atau sebesar 70,58% dalam

kategori baik siswa berminat untuk bercerita, sebanyak 13 siswa atau sebesar

76,47% dalam kategori baik mampu melakukan proses penjelasan yang kondusif

tentang cara bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter sehingga suasana berlangsung kondusif, sebanyak 11 siswa

atau sebesar 64,70% termasuk kategori baik siswa dalam berlatih bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dalam

satu kelompok dengan didampingi guru, sebanyak 8 siswa atau sebesar 47,05%

dalam kategori tidak baik karena belum mampu menunjukkan kepercayaan diri

dalam bercerita di depan kelas, dan sebanyak 10 siswa atau sebesar 58,82% dalam

kategori kurang baik karena belum mampu membangun suasana reflektif ketika

kegiatan refleksi berlangsung.

4.1.1.1.1 Intensifnya Proses Internalisasi Penumbuhan Minat-minat Siswa

untuk Bercerita

Berdasarkan hasil observasi tentang proses internalisasi penumbuhan

minat siswa menunjukkan bahwa 12 siswa atau sebesar 70,58% dalam kategori
73

baik siswa sudah berminat dalam bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Sebagian besar siswa sudah

menunjukkan keantusiasan ketika guru melakukan apersepsi tentang bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Siswa

memperhatikan dengan saksama yang dijelaskan oleh guru. Hal tersebut

menunjukkan bahwa siswa berminat dalam pembelajaran bercerita. Namun, masih

ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan saat guru melakukan apersepsi.

Mereka hanya diam dan ada juga yang asyik ngobrol dengan teman sebangkunya.

Proses internalisasi penumbuhan bercerita diawali guru bertanya tanya

jawab dengan siswa tentang materi bercerita. Tanya jawab yang berlangsung

berhubungan dengan materi bercerita dengan tujuan agar siswa mengingat

kembali materi bercerita yang telah mereka pelajari sebelumnya dengan guru

kelas. Selain itu, proses tanya jawab bertujuan agar guru mengetahui kemampuan

dasar siswa pada materi bercerita. Pada tahap yang pertama ini, dapat

dikategorikan dalam proses pembelajaran karena tanya jawab dengan siswa

merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran yang sudah tercantum pada

rencana pelaksanaan pembelajaran. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengetahui

kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran. Tahap terakhir, guru menjelaskan

tujuan dan manfaat yang diperoleh dari pembelajaran bercerita. Tahap terakhir

merupakan tahap inti dari proses internalisasi penumbuhan minat siswa dalam

bercerita.

Guru juga menjelaskan tujuan dan manfaat bercerita supaya siswa lebih

tertarik dan menumbuhkan minat siswa untuk bercerita. Penjelasan tujuan dan
74

manfaat dari bercerita agar siswa yang sebelumnya kurang berminat dengan

pembelajaran bercerita menjadi berminat. Guru harus mempunyai cara khusus

dalam menumbuhkan minat bercerita pada siswa. Menumbuhkan minat bercerita

pada siswa dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan yang

berhubungan dengan pembelajaran bercerita. Guru menciptakan suasana yang

dapat membuat para siswa antusias dalam pembelajaran bercerita. Selain itu, guru

juga harus mampu menunjukkan sikap bersahabat dan terbuka terhadap siswa,

memberikan motivasi yang positif kepada siswa, dan membuat suasana kegiatan

pembelajaran yang menyenangkan.

Kegiatan awal pembelajaran siswa tampak berbisik-bisik dengan temannya

sebangku mereka karena kehadiran guru yang tidak pernah mengajar di kelas

mereka. Namu, hal tersebut hanya terjadi sesaat setelah guru memperkenalkan

diri. Untuk menunjukkan sikap terbuka dan bersahabat dengan siswa. Kemudian

guru memperkenalkan media yang digunakan dalam proses pembelajaran

bercerita. Siswa tertarik dengan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter yang digunakan guru untuk proses pembelajaran. Guru telah

berhasil merebut perhatian siswa dan menciptakan suasana pembelajaran yang

menyenangkan. Interaksi yang terjalin antara guru dan siswa terhadap siswa

bukan interaksi yang menggurui dan membuat suasana belajar mengajar menjadi

tegang, tetapi interaksi yang bersahabat yang bertujuan untuk memberikan

motivasi siswa agar berminat dalam bercerita. Kesiapan dan keantusiasan siswa

dalam pembelajaran mempermudah guru dalam memaparkan tujuan pembelajaran


75

yaitu tujuan bercerita dan proses internalisasi penumbuhan minat bercerita siswa

tercapai dengan baik.

Hasil catatan harian siswa menunjukkan bahwa siswa senang mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa siswa berminat dalam

bercerita menggunakan media komik strip pembelajaran tersebut. Hasil

wawancara juga digunakan untuk mengetahui minat siswa dalam bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Siswa

mengatakan bahwa mereka sangat berminat dan sangat senang mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter karena ini merupakan pengalaman baru bagi mereka bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Dari

catatan harian guru juga dapat digunakan untuk mengetahui proses internalisasi

penumbuhan minat siswa dalam bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Guru menjelaskan bahwa suasana saat

proses internalisasi penumbuhan minat siswa berjalan baik dan lancar.

Selain observasi, catatan harian, dan wawancara, proses internalisasi

penumbuhan minat siswa dalam bercerita juga terlihat dari dokumentasi foto. Dari

hasil dokumentasi foto juga terlihat siswa sudah menunjukkan sikap yang baik

sehingga proses internalisasi minat siswa bercerita berlangsung intensif.

Dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.


76

Gambar 1. Proses Internalisasi Penumbuhan Minat Siswa Siklus I

Berdasarkan uraian observasi, catatan harian, wawancara dan dokumentasi

foto, dapat diketahui bahwa proses internalisasi penumbuhan minat siswa

bercerita siklus I sudah termasuk dalam kategori cukup baik. Siswa sudah cukup

antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, dan siswa juga cukup tertarik

dengan pembelajaran bercerita. Namun, masih tetap harus dipertahankan bahkan

perlu ditingkatkan lagi agar menjadi semakin baik pada siklus II.

4.1.1.1.2 Kondusifnya Proses Penjelasan Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan tentang proses penjelasan

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter tercatat 13 siswa atau sebesar 76,47% siswa dapat mendengarkan dengan

baik. Guru menjelaskan tentang cara bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Dalam pembelajaran ini siswa cukup

antusias dan cukup memperhatikan guru meskipun masih ada beberapa siswa

yang ngobrol sendiri dan tidak mau mendengarkan penjelasan guru. Dalam

catatan harian guru juga dijelaskan bahwa suasana dan kondisi kelas saat proses
77

penjelasan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter cukup kondusif dan lancar.

Selain observasi dan wawancara, proses penjelasan guru tentang bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter juga

terlihat dari dokumentasi foto. Dokumentasi foto berikut menunjukkan bahwa

proses penjelasan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter berlangsung kondusif.

Gambar 2. Proses Guru Menjelaskan Media Komik Strip Bermuatan


Nilai-nilai Pendidikan Karakter untuk Bercerita Siklus I

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto dapat

dilihat bahwa proses guru menjelaskan cara bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus I berlangsung cukup

kondusif. Diharapkan pada siklus II nanti proses penjelasan bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dapat

berjalan lebih kondusif dari siklus I sehingga perlu diadakan perbaikan pada

siklus II.
78

4.1.1.1.3 Intensifnya Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I
Intensifnya proses siswa bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Hasil observasi menunjukkan sebanyak

11 siswa atau sebesar 64,70% siswa menunjukkan sikap yang baik dan

menunjukkan bahwa mereka mampu merangkai cerita dan berlatih bercerita.

Namun, dalam proses ini masih ada sebagian siswa yang masih mengalami

kesulitan dalam kegiatan tersebut. Dari catatan harian guru juga dijelaskan bahwa

siswa mengalami kesulitan dalam merangkai cerita dari media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter karena kurangnya kosakata bahasa

indonesia. Siswa siswa juga masih merasa malu dan takut ketika berlatih bercerita

dalam satu kelompok sehingga sedikit menghambat pembelajaran bercerita.

Namun, hal tersebut dapat segera diatasi dengan beberapa bimbingan dari guru.

Hasil dokumentasi foto juga dapat digunakan untuk menjelaskan proses

siswa saat merangkai dan berlatih bercerita dalam satu kelompok di bawah

bimbingan guru. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses siswa dalam berlatih

bercerita berlangsung cukup intensif. Hasil dokumentasi foto tersebut adalah

sebagai berikut.
79

Gambar 3. Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Siklus I
Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto siklus I

menunjukkan bahwa proses siswa mampu merangkai cerita dan berlatih bercerita

dalam satu kelompok berlangsung cukup intensif walaupun masih ada siswa yang

kesulitan dalam berlatih bercerita. Namun, hal tersebut dapat segera diatasi

dengan bimbingan guru. Berarti secara keseluruhan proses tersebut sudah berjalan

cukup intensif, namun masih perlu ditingkatkan lagi pada silkus II agar menjadi

lebih baik.

4.1.1.1.4 Kondusifnya Kondisi Saat Siswa Tampil Bercerita di depan Kelas

Hasil observasi tentang kondisi saat siswa tampil bercerita di depan kelas

tercatat 8 siswa atau sebesar 47,05% siswa menunjukkan sikap yang kurang baik

saat proses bercerita di depan kelas. Sebagian siswa berani maju untuk bercerita di
80

depan kelas. Namun, sebagian lagi masih enggan untuk maju bercerita di depan

kelas karena siswa merasa kurang percaya diri, malu dan takut. Saat itu juga siswa

yang tidak berani maju malah mulai menunjuk satu sama lain agar bersedia maju

bercerita di depan kelas sehingga membuat suasana menjadi sedikit gaduh.

Namun, guru langsung dapat mengondisikan siswa yang kurang kondusif sampai

akhirnya ada beberapa siswa yang bersedia maju bercerita di depan kelas sehingga

suasana kelas menjadi kondusif kembali.

Dari catatan harian guru juga dijelaskan bahwa kondisi siswa saat tampil

bercerita di depan kelas berlangsung cukup kondusif yaitu siswa sudah mulai

berani maju untuk tampil bercerita di depan kelas dengan teratur walaupun masih

malu-malu.

Selain hasil observasi dan catatan harian, kondisi siswa saat tampil

bercerita di depan kelas juga terlihat dari dokumentasi foto. Hasil dokumentasi

yang diperoleh menunjukkan bahwa kondisi saat siswa tampil bercerita di depan

kelas berlangsung cukup kondusif. Hasil dokumentasi foto tersebut adalah sebagai

berikut.

Gambar 4. Proses Siswa Tampil Bercerita di Depan Kelas Siklus I


81

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi dapat

dijelaskan bahwa proses siswa bercerita di depan kelas siklus I berlangsung cukup

kondusif walaupun kepercayaan diri siswa saat memaparkan hasil puisinya masih

kurang. Namun, hal tersebut dapat segera teratasi oleh guru dengan baik sehingga

mampu membuat suasana kelas menjadi kondusif. Walaupun demikian, proses

siswa tampil bercerita di depan kelas masih perlu ditingkatkan lagi pada siklus II.

4.1.1.1.5 Terbangunnya Suasana Reflektif ketika Kegiatan Refleksi

Kegiatan refleksi berguna untuk menyadarkan siswa akan kekurangan saat

proses pembelajaran dan mengetahui yang harus dilakukan setelah proses

pembelajaran. Hasil observasi menunjukkan 10 siswa atau sebesar 58,82% siswa

menunjukkan sikap yang baik saat kegiatan refleksi sehingga terbangun suasana

reflektif ketika kegiatan refleksi berlangsung. Tahap ini merupakan tahap terakhir

proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi atas pembelajaran yang

telah berlangsung. Kegiatan refleksi ini bertujuan untuk menjadikan proses

pembelajaran berikutnya lebih baik dengan mengetahui kesulitan-kesulitan yang

dialami siswa ketika proses pembelajaran. Siswa dan guru bersama-sama

melakukan tahapan evaluasi untuk mengukur sejauh mana siswa memahami

pembelajaran pada saat itu.

Refleksi dan evaluasi berperan penting karena pada kegiatan ini guru akan

mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa ketika siswa bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Pada saat kegiatan

refleksi, suasana berlangsung sangat reflektif. Siswa dengan saksama

memperhatikan penjelasan guru tentang seluruh proses pembelajaran yang sudah


82

dilakukan sehingga siswa menyadari kekurangan saat pembelajaran dan

mengetahui apa yang akan dilakukan setelah proses pembelajaran.

Dari catatan harian guru juga dapat diketahui bahwa saat proses kegiatan

refleksi, suasana kelas berlangsung sangat reflektif yaitu siswa dengan saksama

memperhatian kekurangan yang dialami saat proses pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter,

setelah siswa mengetahui kekurangannya, lalu siswa diberi arahan kembali agar

pembelajaran pada siklus II nanti dapat berjalan lebih baik.

Selain observasi dan catatan harian, suasana reflektif juga terlihat dari

hasil dokumentasi foto. Dari dokumentasi foto tersebut terlihat bahwa siswa sudah

memperhatikan dengan saksama ketika kegiatan refleksi berlangsung.

Dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 5. Proses Kegiatan Refleksi Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto pada

siklus I terlihat bahwa proses kegiatan refleksi berlangsung sangat reflektif dan
83

perlu dipertahankan pada siklus II sehingga proses pembelajaran tetap

berlangsung dengan baik.

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi

foto pada siklus I secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter berlangsung cukup baik. Hal tersebut dapat dijelaskan yaitu,

(1) intensifnya proses internalisasi penumbuhan minat siswa dalam bercerita, (2)

terjadinya proses penjelasan yang kondusif tentang proses pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (3)

intensifnya proses siswa berlatih bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dalam satu kelompok dengan

didampingi guru, (4) kondusifnya kondisi siswa saat tampil bercerita di depan

kelas, dan (5) terbangunnya suasana yang sangat reflektif ketika kegiatan refleksi.

4.1.1.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik


Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Siklus I

Hasil tes siklus I merupakan data awal diterapkannya pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter. Hasil kegiatan bercerita ini didasarkan pada lima aspek yang harus

diperhatikan dalam bercerita. Kelima aspek tersebut meliputi: (1) Pelafalan, (2)

Intonasi, (3) Ekspresi, (4) Urutan Cerita, dan (5) Kelancaran. Jumlah siswa yang

mengikuti tes siklus I adalah 17 siswa. Hasil bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus I dapat dilihat pada

tabel 6 berikut ini.


84

Tabel 6. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I


No Kategori Nilai F Jumlah Persentase Rata-rata ketuntasan
Nilai

1 Sangat baik 75-100 0 0 0 1080 7/17x100


= 41,17%
2 Baik 65-74 7 490 41,17 17
3 Cukup 51-64 9 540 52,95 = 63,52

4 Kurang 0-50 1 50 5,88

jumlah 17 1080 100

Data pada tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil tes keterampilan

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter secara klasikal mencapai nilai rata-rata 63,52. Hal tersebut berarti bahwa

kemampuan bercerita siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung pada siklus I dalam

kategori cukup. Dari 17 siswa, untuk kategori sangat baik dengan rentang nilai 75-

100 tidak dicapai oleh siswa atau sebesar 0% dan kategori baik dengan rentang

nilai 65-74 dicapai oleh 7 siswa atau sebesar 41,17%. Untuk kategori cukup

dengan rentang nilai 51-64 berhasil dicapai oleh 9 siswa atau sebesar 52,95% dari

jumlah keseluruhan siswa. Kemudian kategori kurang dengan rentang nilai 0-50

dicapai oleh 1 siswa atau sebesar 5,88%. Hasil tersebut merupakan jumlah skor

tujuh aspek keterampilan bercerita yang diujikan meliputi pelafalan, intonasi,

ekspresi wajah, urutan cerita, dan kelancaran.


85

4.1.1.2.1 Keterampilan Bercerita Aspek Pelafalan Siklus I

Salah satu aspek yang dijadikan penilaian dalam bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter adalah pelafalan.

Penilaian aspek pelafalan didasarkan pada kejelasan lafal saat siswa bercerita.

Hasil tes bercerita aspek pelafalan dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Pelafalan

No. Kategori Skor F Bobot Peresentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 0 0 0 45/17/5x 11/17x10


0
100=
2. Baik 3 11 33 64,70
52,94 =64,70%
3. Cukup 2 6 12 23,54

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 45 100

Data pada tabel 6 menunjukkan hasil keterampilan bercerita aspek

pelafalan. Hasil tes bercerita aspek pelafalan untuk kategori sangat baik dicapai

oleh 0 siswa atau sebesar 0%, kategori baik dicapai oleh 11 siswa atau sebesar

64,70%, kategori cukup dicapai oleh 6 siswa atau sebesar 23,54%, dan tidak ada

siswa yang berada dalalm kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh

tersebut, dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah

52,94 atau masuk dalam kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek pelafalan

dicapai oleh 11 siswa atau sebesar 64,70%.


86

4.1.1.2.2 Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi Siklus I

Aspek penilaian selanjutnya adalah penggunaan intonasi. Penggunaan

intonasi merupakan salah satu penilaian terpenting dalam keterampilan bercerita.

Penilaian dalam aspek ini didasarkan pada seberapa besar tingkat kemampuan

siswa dalam memilih dan merangkaikan kata-kata. Hasil perolehan skor yang

dicapai siswa pada aspek intonasi dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi Siklus I

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 0 0 0 42/17/5x 8/17x100


100= =47,05%
2. Baik 3 8 24 47,05
49,41
3. Cukup 2 9 18 52,95

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 42 100

Pada aspek intonasi tidak ada siswa yang memperoleh nilai sangat baik,

kategori baik dicapai oleh 8 siswa atau sebesar 47,05%, kategori cukup dicapai

oleh 9 siswa atau sebesar 52,95%, dan tidak ada siswa kategori kurang atau 0%.

Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata siswa

adalah 49,41% atau masuk dalam kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek

intonasi dicapai oleh 8 siswa atau sebesar 47,05%.


87

4.1.1.2.3 Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi Siklus I

Penilaian aspek kesesuaian ekspresi difokuskan pada keterampilan siswa

dalam menyesuaikan ekspresi saat bercerita di depan kelas. Hasil tes keterampilan

bercerita aspek kesesuaian ekspresi dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

Tabel 9. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi Siklus I

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 0 0 0 20/17/5x 0/17x100


100= =0%
2. Baik 3 0 0 0
23,52
3. Cukup 2 10 20 58,82

4. Kurang 0 7 0 41,18

Jumlah 17 20 100

Pada tabel 9 menunjukkan hasil keterampilan bercerita aspek kesesuaian

ekspresi wajah. Hasil tes bercerita aspek kesesuaian ekspresi wajah untuk kategori

sangat baik dan kategori baik tidak dicapai oleh siswa atau 0%, kategori cukup

dicapai oleh 10 siswa atau sebesar 58,82%, dan kategori kurang dicapai oleh 7

siswa atau sebesar 41,18%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan

bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 23,52 atau masuk dalam

kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek kesesuaian ekspresi wajah tidak

dicapai seluruh siswa atau sebesar 0%.

4.1.1.2.4 Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita Siklus I

Aspek penilaian yang selanjutnya adalah urutan cerita. Penilaian terhadap

urutan cerita berdasarkan pada keruntutan cerita saat bercerita di depan kelas.
88

Hasil tes keterampilan bercerita aspek urutan cerita dapat dilihat pada tabel 10

berikut.

Tabel 10. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 1 5 5,88 49/17/5x 13/17x10


0
100=
2. Baik 3 12 36 70,58
57,64 =76,47%
3. Cukup 2 4 8 23,54

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 45 100

Berdasarkan data tabel 10 dapat dijelaskan bahwa aspek urutan cerita. Hasil

tes bercerita aspek urutan cerita untuk kategori sangat baik dicapai oleh 1 siswa

atau 5,88%, kategori baik dicapai oleh 12 siswa atau sebesar 70,58%, kategori

cukup dicapai oleh 4 siswa atau sebesar 23,54%, dan tidak ada siswa dalam

kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan

bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 57,64% atau masuk dalam

kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek urutan cerita dicapai oleh 13 siswa

atau sebesar 76,47%.

4.1.1.2.5 Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus I

Aspek penilaian yang kelima adalah aspek kelancaran. Hasil tes bercerita

aspek kelancaran dapat dilihat pada tabel 11 berikut.


89

Tabel 11. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus I

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 0 0 0 44/17/5x 10/17x10


0
100=
2. Baik 3 10 30 58,82
51,76 =58,82%
3. Cukup 2 7 14 41,18

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 44 100

Data tabel 11 menunjukkan hasil keterampilan bercerita aspek kelancaran.

Hasil bercerita aspek kelancaran untuk kategori sangat baik tidak dapat dicapai

oleh siswa atau sebesar 0%, kategori baik dicapai oleh 10 siswa atau sebesar

58,82%, kategori cukup dicapai oleh 7 siswa atau sebesar 41,18%, dan tidak ada

siswa dalam kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat

disimpulkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 51,76 atau masuk

dalam kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek kelancaran dicapai oleh 10

siswa atau sebesar 58,82%.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan nilai rata-rata tertinggi siklus I terdapat

pada aspek urutan cerita dengan nilai 57,64 dan nilai terendah pada aspek ekspresi

wajah dengan nilai 23,52 atau kategori kurang.


90

4.1.1.3 Hasil Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran Bercerita


Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan
Karakter Siklus I

Perubahan perilaku siswa pada siklus I menjelaskan empat karakter siswa,

yaitu keantusiasan siswa, keaktifan siswa, keberanian, kepercayaan diri siswa saat

bercerita, dantanggung jawab siswa. Hasil perilaku siswa pada siklus I dijelaskan

pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran

Aspek yang diamati Frekuensi Persentase


(%)
1. Keantusiasan siswa 13 76,47%
2. Keaktifan siswa 10 58,82%
3. kepercayaan diri siswa saat bercerita 9 52,95%

Berdasarkan Tabel 12 diketahui sebagian siswa menunjukkan sikap positif

dalam pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Dalam bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter tercatat 13 siswa atau 76,47%

menunjukkan sikap antusias, 10 siswa atau 58,82% aktif dalam pembelajaran, 9

siswa atau 52,95% siswa mandiri dalam berlatih bercerita, 8 siswa atau 47,05%

siswa berani dan percaya diri untuk bercerita di depan kelas, dan 11 siswa atau

64,70% jujur dalam memberikan penilaian.

4.1.1.3.1 Keantusiasan Siswa

Hasil observasi tentang keantusiasan siswa pada saat pembelajaran

menunjukkan 13 siswa atau 76,47% antusias mengikuti pembelajaran. Pada saat

pembelajaran media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter


91

dimulai, sebagian besar siswa telah siap mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat

dilihat dari keantusiasan siswa dalam memperhatikan guru dengan saksama saat

guru menumbuhkan minat untuk bercerita dan saat guru menjelaskan materi

pembelajaran tentang bercerita. Namun, masih ada beberapa siswa yang kurang

memperhatikan guru. Mereka malah asyik mengobrol sendiri dengan teman dan

bermalas-malasan.

Pada saat pembelajaran media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter dimulai, sebagian siswa telah siap mengikuti pembelajaran

yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar siswa duduk

dengan rapi dan tenang di bangku masing-masing dan cukup antusias untuk

mengikuti pembelajaran bercerita dengan baik meskipun ada beberapa siswa yang

duduk di bagian belakang yang belum siap mengikuti pembelajaran. Siswa

tersebut berbicara sendiri dan menganggu teman yang lain. Pada saat guru

memberikan penjelasan tentang materi, sebagian besar siswa mendengarkan

penjelasan guru dengan penuh konsentrasi, suasana kelas juga tenang. Ada pula

beberapa siswa yang duduk dibagian belakang masih asyik dengan aktifitasnya

sendiri meskipun sudah diberi peringatan, namun pembelajaran tetap berjalan

dengan baik. Sebagai observasi awal, ini sudah menunjukkan kategori baik.

Berdasarkan hasil observasi, keantusiasan siswa pada pembelajaran media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dapat dilihat dari awal

sampai akhir pembelajaran berlangsung. Keantusiasan siswa pada proses

internalisasi penumbuhan minat-minat siswa untuk bercerita sudah tampak yaitu

siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang materi bercerita. Keantusiasan


92

siswa pada pembelajaran bercerita terlihat antusias meskipun ada beberapa siswa

yang masih kurang antusias dalam menikuti pembelajaran.

Pada proses bercerita dengan lima aspek sebagai unsur penilaian yaitu

kesesuaian pelafalan, intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran.

keantusiasan siswa ditunjukkan dari perilaku siswa yaitu kesungguhan siswa

dalam mengerjakan tugas individu yang diberikan. Kehadiran media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter saat proses pembelajaran selain

bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa juga membuat siswa berantusias

untuk mengikuti proses pembelajaran bercerita.

Pada saat guru meminta siswa mengamati media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter, siswa juga sangat antusias dalam melaksanakan

perintah guru. Mereka dengan segera melakukan apa yang telah diperintahkan.

Namun, masih ada beberapa siswa yang tidak serius sehingga mereka tidak

berkonsentrasi. Walaupun demikian, pembelajaran tetap berjalan dengan baik.

Kesiapan dan perhatian siswa dalam menunjukkan keantusiasan terhadap materi

pembelajaran yang disampaikan sudah termasuk dalam kategori baik.

Keantusiasan siswa dapat diketahui juga melalui hasil wawancara.

Pendapat mengenai keantusiasan siswa saat siswa mengikuti kegiatan

pembelajaran media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yaitu,

siswa yang mendapatkan nilai tertinggi mengemukakan bahwa dia sangat antusias

dan sangat senang dan tertarik dengan pembelajaran media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter sehingga dia sangat memperhatikan seluruh proses

pembelajaran dengan saksama. Siswa yang mendapatkan nilai sedang


93

mengemukakan bahwa dia sangat antusias dan sangat senang dan tertarik dengan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, dia menjelaskan

bahwa dia memperhatikan guru selama proses pembelajaran, namun dia mengakui

bahwa dia cukup kesulitan dalam menentukan merangkai cerita serta masih

merasa malu ketika bercerita di depan kelas, namun perhatiannya sudah termasuk

dalam kategori baik. Sedangkan siswa yang mendapatkan nilai rendah

menjelaskan bahwa senang dengan pembelajaran media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter tetapi dia senang namun kurang memperhatikan

guru saat proses pembelajaran berlangsung. Dia malah asyik mengobrol sendiri

dengan temannya sehingga pada saat bercerita di depan kelas dia mengalami

banyak kesulitan.

Selain menggunakan instrumen observasi dan wawancara, instrumen lain

yang digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku keantusiasan siswa adalah

catatan harian siswa. Dalam catatan harian, siswa mengaku senang dan antusias

dengan pembelajaran media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter, hal tersebut menunjukkan bahwa siswa telah memperhatikan seluruh

proses pembelajaran dengan baik sehingga mereka menikmati pembelajaran

tersebut.

Dari hasil dokumentasi foto siklus I ini, keantusiasan siswa dalam

menperhatikan penjelasan guru selama proses pembelajaran sudah cukup baik,

walaupun masih ada beberapa siswa yang masih kurang baik, hal ini dapat

dibuktikan dengan dokumentasi foto berikut.


94

Gambar 6. Keantusiasan Siswa dalam Mengikuti Proses


Pembelajaran Siklus I

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan instrumen nontes

yaitu observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto siklus I

menunjukkan keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah baik namun tetap perlu

ditingkatkan pada siklus II agar menjadi lebih baik.

4.1.1.3.2 Keaktifan Siswa

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, keaktifan siswa pada saat

proses pembelajaran media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

berlangsung cukup baik yaitu tercatat 10 siswa atau 58,82% aktif dalam

pembelajaran. Beberapa siswa sudah terlihat cukup aktif dalam mengemukakan

pendapat, merespon, bertanya, dan menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh

guru. Siswa sudah cukup aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pancingan

dari guru saat awal pembelajaran. Saat guru menyampaikan materi siswa juga

sudah merespon apa yang disampaikan guru dengan cukup baik, dan ketika siswa

merasa kesulitan selama proses pembelajaran, siswa juga cukup aktif bertanya

terutama kesulitan siswa saat merangkai cerita.


95

Hasil observasi kegiatan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter sebagian besar siswa sudah menunjukkan keaktifannya

selama proses pembelajaran berlangsung. Pada proses intensifnya proses

internalisasi penumbuhan minat-minat siswa untuk bercerita guru mulai

melakukan interaksi tanya jawab dengan siswa yang berkaitan dengan bercerita.

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menggali ingatan siswa tentang

pembelajaran bercerita yang telah dilakukan dengan guru kelas biasanya.

Sebagian besar siswa tampak aktif menjawab setiap pertanyaan yang diberikan

oleh guru secara klasikal. Pada awal pembelajaran guru yang sebelumnya

memberikan pendekatan pada awal pembelajaran juga turut mendorong keaktifan

siswa. Siswa yang awalnya canggung dengan guru baru mulai merasa nyaman.

Proses diskusi siswa dalam merangkai cerita juga berlangsung dengan

suasana yang aktif dan penuh semangat. Penggunaan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter mendorong siswa dalam proses

berimajinasi. Keaktifan siswa saat proses merangkai cerita dan berlatih bercerita

dalam satu kelompok sesuai lima aspek yaitu kesesuaian pelafalan, intonasi,

ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran dapat dikategorikan baik. Pada proses

latihan bercerita siswa aktif bertanya mengenai kesulitan ketika merangkai dan

latihan saat bercerita. Sebagian besar siswa kesulitan merangkai cerita serta malu

ketika latihan bercerita bersama satu kelompok. Pada kedua proses ini, guru

membimbing siswa dan menjelaskan jika ada siswa mengalami kesulitan. Guru

dengan penuh kesabaran menjelaskan hal-hal yang belum dipahami siswa


96

sehingga siswa pun menjadi aktif bertanya apabila ada kesulitan yang ditemuinya

pada saat merangkai dan berlatih bercerita dalam satu kelompok.

Keaktifan siswa juga dapat diketahui dari hasil catatan harian guru. Siswa

sudah cukup aktif dalam pembelajaran. Ketika guru menjelaskan materi, siswa

memperhatikan dengan baik meskipun ada beberapa siswa yang masih bicara

sendiri dengan teman sebangku. Ada juga yang bertanya kepada guru tentang

materi yang belum paham. Selanjutnya, ketika siswa diminta berlatih media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, siswa sangat antusias dan

merespon baik media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Siswa dengan saksama memperhatikan komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter tersebut.

Dari hasil dokumentasi foto siklus I ini, keaktifan siswa selama proses

pembelajaran sudah cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan dokumentasi foto

berikut.

Gambar 7. Keaktifan Siswa Siklus I

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan instrumen nontes

yaitu observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto siklus I

menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran media komik strip


97

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah baik namun tetap perlu

ditingkatkan pada siklus II agar menjadi lebih baik.

4.1.1.3.3 Kepercayaan diri Siswa Bercerita di Depan Kelas

Berdasarkan observasi tentang keberanian dan kepercayaan diri siswa

tercatat hanya 9 siswa atau 52,95% siswa yang berani dan percaya diri untuk

bercerita di depan kelas selama siklus I berlangsung. Pada saat siswa selesai

berlatih bercerita, diharapkan siswa berani tampil bercerita di depan kelas.

Namun, hanya sebagian siswa yang mau dan bersedia untuk tampil bercerita di

depan kelas. Saat proses tampil bercerita di depan kelas, rasa percaya diri siswa

justru tidak tampak. Setiap siswa belum menunjukkan percaya diri. Rasa kurang

percaya diri yang dialami oleh siswa saat siswa diminta tampil bercerita di depan

kelas. Mereka masih takut, malu, dan ragu untuk bercerita di depan kelas, Cuma

beberapa siswa yang berani maju untuk bercerita di depan kelas. Namun

demikian, guru tetap memberikan penghargaan pada setiap siswa yang telah

berani maju bercerita di depan kelas. Setiap usaha yang dilakukan siswa perlu

dihargai agar siswa semakin bersemangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran

selanjutnya.

Hasil wawancara juga digunakan untuk mengetahui keberanian dan

kepercayaan diri siswa saat bercerita di depan kelas. Berdasarkan hasil wawancara

diketahui bahwa sebagian besar siswa masih merasa malu, takut, dan enggan

untuk bercerita di depan kelas. Mereka takut dan malu kalau salah ketika bercerita

di depan kelas.
98

Selain dari observasi dan wawancara, keberanian dan kepercayaan diri

siswa juga terlihat pada instrumen dokumentasi foto siklus I. Dari hasil

dokumentasi foto pada siklus I ini masih terlihat siswa yang masih malu dan takut

untuk maju ke depan untuk bercerita. Siswa yang lain juga terlihat tidak

memerhatikan teman yang maju bercerita di depan kelas. Hal ini dapat dibuktikan

dengan dokumentasi foto berikut.

Gambar 8. Aktivitas Bercerita di Depan Kelas pada Siklus I

Berdasarkan uraian observasi, wawancara, dan dokumentasi foto tersebut,

dapat diketahui keberanian dan kepercayaan diri siswa dalam bercerita belum

maksimal. Siswa belum terbiasa dengan aktivitas bercerita di depan kelas

sehingga rasa percaya diri siswa pada saat bercerita juga masih kurang. Selain itu,

siswa yang menyimak juga kurang memperhatikan dengan baik. Hasil tersebut

termasuk dalam kategori kurang sehingga peru diadakan perbaikan lebih

mendalam pada silkus II.

4.1.1.4 Refleksi Hasil Penelitian Siklus I

Secara umum, pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yang dilakukan guru dapat diikuti siswa
99

dengan baik, walaupun masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Masih ada

beberapa siswa yang tidak memperhatikan dan kurang antusias dalam

pembelajaran bercerita. Nilai rata-rata siswa secara umun sudah meningkat setelah

dilakukan penelitian menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Setelah dilakukan pembelajaran tersebut juga terjadi

perubahan perilaku siswa ke arah positif terhadap pembelajaran bercerita.

Beberapa siswa yang awalnya tidak senang dengan pembelajaran bercerita

menjadi senang terhadap pembelajaran bercerita. Sebagian besar siswa menjadi

lebih antusias dan bersemangat mengikuti pembelajaran bercerita disebabkan oleh

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran

bercerita. Melalui media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter,

siswa memperoleh kemudahan dalam berlatih bercerita.

Berdasarkan data tes yang diperoleh pada siklus I, skor rata-rata siswa

secara klasikal adalah 63,52 termasuk dalam kategori cukup. Hasil tersebut belum

mencapai batas ketuntasan minimal yaitu 65,0 atau dalam kategori baik.

Perolehan skor rata-rata tiap aspek bercerita antara lain: aspek pelafalan mencapai

nilai rata-rata 52,94 rata-rata dengan kategori kurang. Aspek intonasi mencapai

nilai rata-rata 49,41 dengan kategori kurang. Aspek ekspresi wajah mencapai nilai

rata-rata 23,52 dengan kategori kurang. Kemudian untuk aspek urutan cerita nilai

rata-rata yang dicapai siswa sebesar 57,64 dengan kategori kurang. Aspek

kelancaran diperoleh nilai rata-rata sebesar 51,76 dengan kategori kurang.

Pembelajaran yang belum optimal ini dikarenakan masih mengalami beberapa

kekurangan. Kekurangan yang terjadi pada siklus I seperti kurangnya pemahaman


100

siswa mengenai bercerita dan langkah-langkah bercerita. Kurangnya motivasi

siswa dalam bercerita, dan kurang kondusif suasana kelas untuk belajar karena

perilaku negatif yang dilakukan siswa. Kekurangan yang terjadi pada siklus I

dijabarkan sebagai berikut.

Kurangnya pemahaman siswa dalam materi bercerita menyebabkan belum

tercapainya skor yang ditargetkan. Pemahaman siswa mengenai bercerita belum

maksimal karena beberapa siswa ada yang tidak memperhatikan guru seperti

bercanda dengan teman sebangku, melamun, dan bermalas-malasan. Cara

mengatasi kekurangan tersebut, pada siklus II guru mengulang materi mengenai

bercerita terutama tentang bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter. Dalam menjelaskan materi, guru juga menjelaskan

materi dengan pelan agar siswa mudah menangkap penjelasan yang diberikan

guru. Hal ini dilakukan agar siswa lebih konsentrasi menerima penjelasan materi

dari guru dan pemahaman materi mengenai bercerita lebih mudah dipahami oleh

siswa.

Kurangnya minat siswa dalam bercerita sehingga siswa cenderung

bermalas-malasan untuk berlatih bercerita. Untuk mengatasi kekurangan siklus I

tersebut, pada siklus II guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa bercerita

itu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Pembelajaran yang akan dilakukan

pada siklus II juga akan dibuat lebih menyenangkan dan dibuat semenarik

mungkin sehingga menumbuhkan minat siswa dan siswa tidak merasa jenuh dan

bosan.
101

Kurang kondusifnya suasana pembelajaran dalam kelas sehingga membuat

kurangnya konsentrasi pikiran siswa ketika mendengarkan materi yang disajikan

guru pada siklus I. Hal tersebut juga membuat siswa kurang memahami

bagaimana penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dalam pembelajaran bercerita. Beberapa siswa juga masih terlihat

bingung ketika harus berlatih bercerita. Ada juga beberapa siswa yang masih suka

ngobrol sendiri, bermalas-malasan, serta sering bertanya pada teman dan melihat

pekerjaan temannya sehingga siswa lain merasa terganggu. Untuk mengatasi

kekurangan itu, pada penelitian siklus II guru akan mengulang kembali cara

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dengan berbagai variasi contoh dan pemahaman lebih mendalam tentang

bercerita.

Hasil observasi atau pengamatan siklus I dapat diketahui bahwa siswa

cukup antusias mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter karena merupakan pengalaman pertama

mereka. Penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

karena siswa dapat memanfaatkan media komik strip yang merupakan hal baru

bagi mereka. Untuk siklus II nanti, guru akan memberikan komik strip yang lebih

bervariatif agar siswa lebih berminat untuk berlatih bercerita.

Berdasarkan hasil refleksi baik dari tes maupun nontes pada siklus I

pembelajaran yang dilakukan belum mencapai hasil yang maksimal. Hasil refleksi

ini digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang

terjadi pada pembelajaran siklus I. Oleh karena itu, diadakanlah siklus II untuk
102

mengatasi kekurangan yang terjadi pada siklus I sehingga target yang diharapkan

dapat tercapai dengan baik. Guru mengadakan perbaikan-perbaikan pada siklus II

yaitu: (1) guru lebih bersemangat lagi dalam menumbuhkan minat siswa sehingga

siswa yang sebelumnya kurang berminat menjadi sangat berminat mengikuti

pembelajaran bercerita, (2) guru mengulang materi tentang bercerita dan guru

lebih detail memberikan arahan cara bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Dalam menjelaskan materi, guru lebih

pelan dan tidak terlalu cepat. Tujuannya agar siswa lebih paham dengan materi

yang diajarkan, (3) guru akan memberikan komik strip yang lebih bervariatif agar

siswa lebih tertarik dan lebih paham tentang bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (4) dalam merangkai dan berlatih

bercerita, siswa diminta bertanya apabila menemui kesulitan dalam pembelajaran,

(5) guru lebih aktif lagi membimbing dan mendampingi siswa ketika siswa

merangkai cerita serta berlatih bercerita dalam satu kelompok sehingga siswa

lebih terbantu untuk merangkai cerita dan berlatih bercerita. Guru juga

menggunakan pendekatan komunikatif sehingga siswa tidak malu untuk bertanya

mengenai kesulitan yang mereka alami, dan (6) pada saat siswa diminta untuk

bercerita di depan kelas, guru meminta siswa sukarela maju ke depan kelas untuk

bercerita di depan kelas. Tujuannya adalah untuk melatih keberanian siswa.

Dengan beberapa perbaikan tersebut, pada pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

berikutnya, diharapkan hasil tes siswa akan meningkat dan perilaku positif siswa
103

yang mendukung pelaksanaan pembelajaran yang efektif pada hasil nontes akan

semakin meningkat.

4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II

Tindakan siklus II dilakukan karena pada siklus I pembelajaran

keterampilan bercerita belum mencapai target yang diharapkan. Kriteria pada

siklus II yaitu siswa dapat bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter dengan target ketuntasan nilai 65 dengan kategori

baik. Selain itu, masih terdapat perilaku siswa yang kurang mendukung

pembelajaran. Perubahan perilaku dalam bercerita masih tergolong kategori

cukup, namun belum tampak perubahan berarti. Oleh karena itu, tindakan siklus II

dilakukan untuk meningkatkan keterampilan bercerita dan mengubah perilaku

siswa dalam belajar.

Pada siklus II penelitian dilaksanakan dengan rencana dan persiapan yang

lebih matang dari pada siklus I. Tindakan siklus II ternyata dapat mengatasi

masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran siklus I. Hal ini dibuktikan

dengan terdapatnya beberapa siswa yang memperoleh nilai dengan kategori

sangat baik. Selain meningkatnya hasil tes bercerita siswa, diikuti juga dengan

perubahan perilaku siswa yang lebih aktif dan serius dalam mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Hasil selengkapnya mengenai proses pembelajaran, data tes,

dan data nontes pada siklus II diuraikan secara rinci berikut ini.
104

4.1.2.1 Proses Pembelajaran Bercerita Menggunakan Media Komik Strip


Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dilakukan melalui tiga

tahap pembelajaran, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Proses

pembelajaran siklus II juga terdiri atas dua pertemuan. Pertemuan pertama terdiri

dari beberapa tahapan. Kegiatan awal dalam pembelajaran bercerita adalah

apersepsi untuk mengondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran. Pada

kegiatan awal pembelajaran ini, guru meminta siswa untuk memperhatikan.

Selanjutnya, guru memberikan pertanyaan pancingan yang berhubungan dengan

materi bercerita. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan minat dan rasa ingin

tahu siswa.

Tahap selanjutnya adalah kegiatan inti Guru menjelaskan materi tentang

bercerita, kemudian guru memberikan contoh komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok,

satu kelompok terdiri 5-6 siswa. Guru membagikan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter pada tiap kelompok, kemudian siswa mengamati

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Guru membimbing

siswa untuk merangkai cerita dari media komik tersebut kemudian dibimbing

untuk berlatih bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Setelah proses merangkai cerita serta berlatih bercerita

selesai, siswa diminta untuk tampil bercerita di depan kelas. Pada kegiatan akhir

pembelajaran guru memberikan penguatan dan merefleksi pembelajaran yang

telah berlangsung kemudian menutup pembelajaran dengan salam.


105

Pertemuan kedua juga terdiri atas tiga kegiatan. Kegiatan awal yaitu guru

bertanya jawab mengenai kondisi siswa. Guru bertanya jawab untuk mengingat

materi pada pertemuan sebelumnya dan menjelaskan tentang materi dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilaksanakan. Kegiatan inti pertemuan kedua yaitu guru

mengelompokkan siswa seperti pertemuan sebelumnya. Guru meminta siswa

untuk berlatih bercerita. Guru meminta siswa untuk tampil bercerita di depan

kelas. Konfirmasi pada tahap inti pembelajaran ini yaitu guru dan siswa

merefleksi dan guru memberikan penguatan tetntang proses pembelajaran.

Kegiatan akhir pembelajaran pada pertemuan kedua yaitu guru meminta siswa

untuk mengisi catatan harian tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan dan

melakukan wawancara.

Proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter, proses tersebut antara lain: (1) penumbuhan minat-

minat siswa untuk bercerita, (2) proses penjelasan yang kondusif tentang proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter, (3) proses siswa berlatih bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter,, (4) siswa tampil bercerita

di depan kelas, dan (5) refleksi hasil pembelajaran. Hasil proses pembelajaran

bercerita siswa pada siklus II dijelaskan pada Tabel 13 berikut.


106

Tabel 13. Hasil Proses Pembelajaran Bercerita Siklus II

Aspek yang diamati Frekuensi Persentase (%)


1. Intensifnya proses penumbuhan minat-minat 17 100
siswa untuk bercerita.
2. Kondusifnya proses penjelasan yang kondusif 15 88,23
tentang proses pembelajaran bercerita
menggunakan media komik strip bermuatan
nilai-nilai pendidikan karakter.
3. Intensifnya proses siswa berlatih bercerita 16 94,11
menggunakan media komik strip bermuatan
nilai-nilai pendidikan karakter dengan
didampingi guru.
4. Kondusifnya kondisi saat siswa bercerita di 14 82,35
depan kelas
5. Terbangunnya suasana reflektif ketika kegiatan 16 94,11
refleksi

Berdasarkan Tabel 13. diketahui proses pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus

II telah berlangsung baik yaitu mengalami peningkatan dibanding siklus I

sebelumnya. Dalam pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus II tercatat 17 siswa atau 100%

siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran bercerita, hal ini mengalami

peningkatan dari siklus I yang sebelumnya hanya 12 siswa atau sebesar 70,58%,

sebanyak 15 siswa atau 88,23% siswa kondusif pada saat guru menjelaskan proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter dengan baik selama siklus II sehingga suasana pembelajaran

berlangsung kondusif, hal ini mengalami peningkatan dari siklus I yang

sebelumnya hanya 13 siswa atau sebesar 76,47%, sebanyak 16 siswa atau 94,11%

siswa mampu siswa berlatih bercerita menggunakan media komik strip bermuatan
107

nilai-nilai pendidikan karakter dalam satu kelompok dengan bimbingan guru,

terjadi peningkatan juga dari siklus I yang sebelumnya hanya 11 siswa atau

sebesar 64,70%, sebanyak 14 siswa atau 82,35% mampu menunjukkan

kepercayaan diri dalam bercerita di depan kelas pada siklus II yang berarti

meningkat dari siklus I sebelumnya yang hanya 8 siswa atau sebesar 47,05%, dan

sebanyak 16 siswa atau 94,11% mampu membangun suasana reflektif ketika

kegiatan refleksi siklus II berlangsung yang berarti lebih meningkat juga

dibandingkan siklus I sebelumnya yaitu 10 siswa atau sebesar 58,82%.

4.1.2.1.1 Intensifnya Proses Internalisasi Penumbuhan Minat-minat Siswa


untuk Bercerita
Berdasarkan hasil observasi tentang proses internalisasi penumbuhan

minat siswa menunjukkan peningkatan dibanding siklus I sebelumnya yang hanya

12 siswa atau sebesar 70,58% sekarang menjadi 17 siswa atau 100% siswa sudah

berminat dalam bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Berbeda dengan siklus I yang masih terdapat siswa yang

asyik sendiri, pada siklus II ini hampir seluruh siswa sudah menunjukkan

keantusiasan ketika guru melakukan apersepsi tentang bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Siswa

memperhatikan dengan saksama materi yang dijelaskan oleh guru. Siswa juga

sangat antusias ketika guru membacakan hasil siklus I dan menjelaskan

kekurangan siklus I. Siswa juga bersemangat ketika guru menumbuhkan minat

siswa dan mengondisikan siswa untuk siap melakukan pembelajaran bercerita.

Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa berminat dalam pembelajaran bercerita.


108

Kegiatan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter pada siklus II diawali dengan bertanya jawab mengenai

keadaan siswa, mempresensi siswa, serta menjelaskan manfaat dan tujuan

pembelajaran. Sebelum memulai proses internalisasi penumbuhan minat bercerita,

guru terlebih dahulu memberikan pendekatan pada siswa yaitu dengan cara guru

menanyakan kabar siswa dan mempersensi kehadiran siswa.

Setelah melakukan apersepsi, proses internalisasi penumbuhan minat

bercerita diawali dengan melakukan kegiatan tanya jawab berkaitan dengan

materi menulis bercerita pada siklus I. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan

minat dan rasa ingin tahu siswa, serta meningkatkan partisipasi siswa dalam

kegiatan pembelajaran. Guru bertanya jawab mengenai materi bercerita. Siswa

masih mengingat dengan baik materi yang diberikan guru pada siklus I. Siswa

dapat menjawab dengan baik dan benar pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

oleh guru seperti pengertian bercerita. Setelah beberapa siswa mengungkapkan

jawaban, guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan jawaban dari siswa.

Siswa yang semula pada siklus I tidak memerhatikan dengan baik

penjelasan dan instruksi dari guru, pada siklus II, siswa sudah mengikuti aktivitas

pembelajaran dengan baik. Pada saat guru menjelaskan materi bercerita, siswa

berantusias dan menyimak dengan sungguh-sungguh penjelasan dari guru.

Sebagian besar siswa juga sudah mulai terbiasa dengan kehadiran guru sehingga

lebih antusias mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Hal ini dapat terlihat dari siswa yang

sudah berani menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru. Dengan


109

demikian, dapat disimpulkan proses penumbuhan minat bercerita pada siklus II

berjalan dengan baik dan lancar.

Hasil catatan harian siswa siklus II menunjukkan bahwa siswa senang

mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter. Mereka mengaku senang dengan pembelajaran

yang dilakukan yaitu bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter karena merupakan cara baru untuk siswa dalam

bercerita. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa siswa berminat dalam

pembelajaran bercerita. Hasil wawancara juga digunakan untuk mengetahui minat

siswa dalam bercerita siklus II. Siswa mengatakan bahwa mereka sangat berminat

dan sangat senang mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter karena ini merupakan pengalaman

baru bagi siswa dalam bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Dari catatan harian guru juga dapat digunakan untuk

mengetahui proses internalisasi penumbuhan minat siswa. Guru menjelaskan

bahwa suasana saat proses internalisasi penumbuhan minat siswa pada siklus II

berjalan semakin baik dan lancar dibanding saat siklus I karena keantusiasan dan

minat siswa dalam bercerita semakin meningkat.

Selain observasi, catatan harian, dan wawancara, proses internalisasi

penumbuhan minat siswa dalam bercerita juga terlihat dari dokumentasi foto. Dari

hasil dokumentasi foto juga terlihat bahwa siswa sudah menunjukkan sikap yang

lebih baik selama proses pembelajaran siklus II yaitu siswa terlihat sangat tenang

dan memperhatikan guru dengan saksama saat kegiatan apersepsi saat guru
110

menumbuhkan minat siswa sehingga proses internalisasi minat siswa bercerita

berlangsung intensif. Dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 9. Proses Internalisasi Penumbuhan Minat Siswa Siklus II

Berdasarkan uraian observasi, catatan harian, wawancara dan dokumentasi

foto, dapat diketahui bahwa proses internalisasi penumbuhan minat siswa

bercerita siklus II termasuk dalam kategori sangat baik karena hampir seluruh

siswa bertambah minatnya untuk bercerita. Interaksi antara guru dan siswa

bersifat ramah, bersahabat, antusias, dan hangat. Sikap tersebut telah menciptakan

kelas yang menyenangkan, menimbulkan kesenangan siswa dalam mengerjakan

tugas, dan meningkatkan motivasi belajar pada siswa. Kegiatan awal

pembelajaran pada siklus I dengan siklus II hampir sama, guru memberikan

pertanyaan yang berhubungan dengan bercerita. Pertanyaan pancingan ini

bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Dari hasil dokumentasi foto juga terlihat bahwa siswa sudah menunjukkan sikap

yang lebih baik selama proses pembelajaran siklus II. Siswa terlihat sangat tenang

dan memperhatikan guru dengan sungguh-sungguh sehingga proses internalisasi

penumbuhan minat bercerita berlangsung intensif.


111

4.1.2.1.2 Kondusifnya Proses Penjelasan Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter.
Proses guru menjelaskan penjelasan bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Berdasarkan observasi yang telah

dilakukan tentang proses menentukan unsur-unsur yang terdapat dalam bercerita

pada siklus II tercatat 15 siswa atau 88,23% siswa dapat memahami tentang

proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter dengan baik saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Hal tersebut menunjukkan adanya peningakatan dibanding siklus I yang hanya 13

siswa atau sebesar 76,47%. Pada siklus II sebagian besar siswa sudah aktif saat

kegiatan tersebut berlangsung. Berbeda dengan siklus I saat siswa mengajukan

pertanyaan dengan berebut, pada siklus II dalam mengajukan pertanyaan mereka

berperilaku sangat teratur yaitu dengan mengacungkan tangan dan bertanya secara

bergantian. Guru dengan mudah menjelaskan satu per satu materi yang belum

dipahami siswa, siswa semakin teratur dan proses menjelaskan dalam

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter berlangsung kondusif. Setelah siswa memahami pengertian,

bercerita, guru mulai mengenalkan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Guru menjelaskan cara bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yaitu siswa dengan bimbingan

guru untuk melalukan proses merangkai cerita dari komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter serta berlatih bercerita dalam satu kelompok. Siswa

diminta untuk mengamati media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter kemudian guru membimbing proses merangkai cerita dari media komik
112

strip supaya siswa lebih mudah berlatih bercerita dalam satu kelompok. Dalam

catatan harian guru juga dijelaskan bahwa suasana dan kondisi kelas saat proses

penjelasan guru tentang cara bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung kondusif karena siswa

benar-benar teratur dan kondusif saat guru memberikan penjelasan tentang cara

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter tersebut.

Selain observasi dan wawancara, proses menentukan unsur-unsur yang

terdapat dalam bercerita juga terlihat dari dokumentasi foto. Dokumentasi foto

berikut menunjukkan bahwa proses pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung kondusif.

Gambar 10. Proses Penjelasan Guru Tentang Proses Pembelajaran


Bercerita Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan
Nilai-nilai Pendidikan Karakter.

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto dapat

dilihat bahwa proses penjelasan bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam bercerita pada

siklus II berlangsung kondusif sehingga siswa mampu memahami tentang proses


113

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.

4.1.2.1.3 Intensifnya Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter.
Intensifnya proses siswa bercerita dan menjelaskan pengertian yang telah

dibuat merupakan tahap inti dari seluruh proses pembelajaran. Hasil observasi

siklus I hanya menunjukkan 11 siswa atau 64,70% siswa menunjukkan sikap yang

baik dan menunjukkan bahwa mereka mampu mampu merangkai cerita serta

berlatih bercerita. Pada siklus II hal tersebut mengalami peningkatan yaitu tercatat

16 siswa atau 94,11% siswa menunjukkan sikap yang baik dan menunjukkan

bahwa mereka mampu merangkai cerita serta berlatih bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Hampir seluruh

siswa mampu merangkai cerita serta berlatih bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Proses latihan bercerita dilakukan setelah siswa dibagi menjadi beberapa

kelompok yang masing-masing satu kelompok terdiri 5-6 siswa, kemudian guru

membagikan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Siswa

diminta untuk menyimak setelah itu diminta merangkai cerita sesuai dengan isi

cerita yang ada dalam media komik strip. Kemudian siswa diminta berlatih

bercerita dari cerita yang sudah dirangkai.

Proses berlatih bercerita dalam satu kelompok pada sisklus II berjalan

lebih intensif. Siswa tampak bersungguh-sungguh berlatih bercerita dalam satu

kelompok. Siswa sudah tidak lagi kesulitan untuk merangkai dan berlatih

bercerita. Beberapa siswa yang kurang jelas pun berani bertanya pada guru.
114

Hampir semua siswa konsentrasi dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang

lebih baik. Siswa antusias dan semangat dalam berlatih bercerita.

Dari catatan harian guru juga dijelaskan bahwa proses siswa dalam

berlatih bercerita berlangsung intensif. Guru mengamati bahwa siswa sudah lebih

baik dari siklus I sebelumnya. Pada siklus II ini siswa sudah mampu untuk

merangkai cerita dari komik strip dan berlatih bercerita dalam satu kelompok,

walaupun masih ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan dalam

berlatih bercerita namun frekuensinya lebih rendah dibanding siklus I. Dari

catatan harian siswa dijelaskan pula bahwa ada beberapa siswa yang masih

mengalami kesulitan dalam berlatih bercerita, namun hal tersebut tidak menjadi

masalah karena siswa sudah mulai terbiasa bercerita menggunakan media komik

strip.

Hasil dokumentasi foto juga dapat digunakan untuk menjelaskan proses

siswa merangkai cerita serta berlatih bercerita dalam satu kelompok. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa proses berlatih bercerita berlangsung intensif yaitu

siswa sangat serius dan bersemangat dalam proses tersebut. Hasil dokumentasi

foto tersebut adalah sebagai berikut.


115

Gambar 11. Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus II
Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto siklus II

menunjukkan bahwa proses latihan siswa dalam bercerita berlangsung intensif.

Berarti secara keseluruhan proses tersebut sudah berjalan intensif. Proses bercerita

pada siklus II sudah berjalan lebih baik dari siklus I. Sebagian besar siswa

menunjukkan perilaku yang positif. Saat proses latihan bercerita siswa terlihat

bersungguh-sungguh.

4.1.2.1.4 Kondusifnya Kondisi Saat Siswa Bercerita di Depan Kelas


Proses siswa bercerita merupakan tahap inti dan pelaporan hasil kerja

siswa. Hasil observasi tentang kondisi saat siswa bercerita di depan kelas pada

siklus II tercatat 14 siswa atau 82,35% siswa menunjukkan sikap yang baik saat

proses bercerita di depan kelas, hal tersebut menunjukkan bahwa adanya

peningkatan dari siklus I yang sebelumnya hanya 8 siswa atau 47,05%. Pada

siklus II sebagian besar siswa berani maju untuk bercerita di depan kelas. Berbeda

dengan siklus I, pada siklus II ini tanpa diminta mereka dengan sukarela maju ke

depan untuk bercerita. Mereka sangat semangat saat bercerita di depan kelas. Dari

catatan harian guru juga dijelaskan bahwa kondisi siswa saat bercerita di depan
116

kelas siklus II berlangsung lebih kondusif dibanding siklus I karena siswa dengan

percaya diri langsung bercerita di depan kelas tanpa ditunjuk.

Selain hasil observasi dan catatan harian, kondisi siswa saat bercerita di

depan kelas juga terlihat dari dokumentasi foto. Hasil dokumentasi yang diperoleh

menunjukkan bahwa kondisi saat siswa bercerita di depan kelas berlangsung lebih

kondusif dari siklus I. Pada siklus II ini siswa lebih percaya diri sehingga berani

bercerita di depan kelas. Hasil dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 12. Proses Siswa Bercerita di Depan Kelas Siklus II

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi dapat

dijelaskan bahwa proses siswa bercerita di depan kelas siklus II secara

keseluruhan sudah berlangsung kondusif dengan meningkatnya kepercayaan diri

siswa ketika bercerita di depan kelas.

4.1.2.1.5 Terbangunnya Suasana Reflektif ketika Kegiatan Refleksi

Kegiatan refleksi berguna untuk menyadarkan siswa akan kekurangan saat

proses pembelajaran dan mengetahui yang dilakukan setelah proses pembelajaran.

Hasil observasi menunjukkan 16 siswa atau 94,11% siswa menunjukkan sikap

yang baik saat kegiatan refleksi sehingga terbangun suasana reflektif ketika
117

kegiatan refleksi berlangsung. Hal tersebut juga mengalami peningkatan

dibanding siklus I yang sebelumnya tercatat 10 siswa atau 58,82%. Tahap ini

merupakan tahap terakhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi

atas pembelajaran yang telah berlangsung. Siswa dan guru melakukan tahapan

evaluasi untuk mengukur sejauh mana siswa memahami pembelajaran pada saat

itu. Refleksi dan evaluasi berperan penting karena pada kegiatan ini guru

mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa ketika siswa bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Pada saat kegiatan

refleksi siklus II, suasana berlangsung sangat reflektif. Hal tersebut hampir sama

dengan siklus I. Siswa dengan saksama memperhatikan penjelasan guru tentang

seluruh proses pembelajaran yang sudah dilakukan sehingga siswa menyadari

kekurangan saat pembelajaran dan mengetahui yang dilakukan setelah proses

pembelajaran. Pada saat kegiatan refleksi siklus II, suasana berlangsung sangat

reflektif. Siswa dengan sungguh-sungguh memerhatikan penjelasan guru tentang

seluruh proses pembelajaran yang sudah dilakukan sehingga siswa menyadari

kekurangan saat pembelajaran dan mengetahui yang dilakukan setelah proses

pembelajaran. Guru melakukan konfirmasi dengan cara meminta siswa untuk

mengungkapkan yang telah dipelajari. Semua siswa dapat mengungkapkan

gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa proses terakhir pembelajaran bercerita siswa menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus II berlangsung

lebih reflektif dibanding siklus I.


118

Dari catatan harian guru juga dapat diketahui bahwa saat proses kegiatan

refleksi, suasana kelas berlangsung sangat reflektif yaitu hampir semua siswa

memperhatikan penjelasan guru. Selain observasi dan catatan harian guru,

terbangunnya suasana yang reflektif saat kegiatan refleksi pada akhir

pembelajaran juga dapat diketahui melalui catatan harian siswa. Aspek

terbangunnya suasana yang reflektif saat kegiatan refleksi pada akhir

pembelajaran berisi tentang kesan dan saran siswa setelah mengikuti

pembelajaran bercerita siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Sebagian besar siswa mengungkapkan bahwa mereka

sangat tertarik dan senang dengan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter yang digunakan pada pembelajaran bercerita. Perasaan puas

setelah mengikuti pembelajaran juga diungkapkan siswa karena bimbingan yang

diberikan guru apabila mereka mengalami kesulitan sehingga semakin paham

pada materi bercerita. Saran yang diberikan siswa setelah mengikuti pembelajaran

adalah agar guru lebih kreatif lagi dalam pembelajaran. Khususnya pada

penerapan media yang digunakan sehingga siswa antusias mengikuti

pembelajaran.

Wawancara dilakukan pada tiga siswa yang termasuk kategori sangat baik,

baik, dan cukup masing-masing satu anak. Pertanyaan pertama adalah perasaan

siswa ketika mnegikuti proses pembelajaran bercerita siswa menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, sebagian besar pada siklus

II ini siswa sangat antusias dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran

bercerita. Pertayaan kedua adalah tentang ketertarikan dan minat siswa dalam
119

mengikuti proses pembelajaran bercerita siswa menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, siswa sebagian besar sangat berminat

dan tertarik mengikuti peoses pembelajaran karena proses pembelajaran tidak

membosankan dan guru menggunakan media yang menarik jadi siswa tertarik

mengikuti pembelajaran bercerita.

Pertayaan ketiga adalah kesan siswa mengenai pembelajaran bercerita

siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Siswa yang mendapat nilai tertinggi, yaitu R 4 menyatakan bahwa media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dirasa menyenangkan dan tidak

membosankan. Senada dengan pendapat yang disampaikan R 11 menyatakan

bahwa proses pembelajaran dirasa menjadi lebih menyenangkan. Kesan yang

diperoleh siswa yang mendapatkan nilai baik yaitu R 4 mengungkapkan bahwa

“Saya sangat senang karena pembelajaran ini lebih menyenangkan dan lebih

menarik”. Siswa yang mendapat nilai dalam kategori baik lainnya adalah R 11

mengungkapkan kesan terhadap pembelajaran yang telah berlangsung dengan

pernyataan “Saya merasa menjadi lebih mudah untuk belajar bercerita”. Siswa

yang mendapat nilai dalam kategori cukup, yaitu R 17 mengatakan, “saya senang

belajar bercerita tidak membosankan karena dalam pembelajaran menggunakan

media yang menarik.”

Pertanyaan ketiga adalah kesulitan yang dialami siswa saat proses

pembelajaran bercerita siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Dua siswa yang mendapat nilai dalam kategori sangat

baik dan baik menyatakan bahwa mereka sudah tidak lagi mengalami kesulitan
120

pada materi bercerita. Sedangkan satu siswa yang mendapat nnilai cukup

menyatakan masih mengalami kesulitan saat merangkai cerita serta takut saat

latihan maupun tampil bercerita di depan kelas. Namun hal tersebut dapat diatasi

dengan bimbingan guru. Manfaat yang diperoleh siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran bercerita siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter yaitu sebagian besar siswa menjawab bertambahnya

ilmu pengetahuan mereka tentang bercerita.

Selain observasi, catatan harian siswa, catatan harian guru, dan

wawancara, kegiatan refleksi pada akhir pembelajaran dapat dilihat dari

dokumentasi foto. Dari hasil dokumentasi foto dapat memperlihatkan

terbangunnya suasana yang reflektif saat kegiatan refleksi. Dokumentasi foto

tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 13. Proses Kegiatan Refleksi Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto pada

siklus II terlihat bahwa proses kegiatan refleksi pada siklus II berlangsung sangat

reflektif sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan baik.


121

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi

foto pada siklus II secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam proses

pembelajaran bercerita siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter berlangsung baik. Hal tersebut dapat dijelaskan yaitu,

(1) intensifnya proses internalisasi penumbuhan minat siswa bercerita berjalan

dengan baik, (2) kondusifnya kondisi menjelaskan proses pembelajaran bercerita

siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter,

(3) intensifnya proses siswa berlatih bercerita siswa menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (4) kondusifnya kondisi saat siswa

bercerita di depan kelas, dan (5) terbangunnya suasana yang sangat reflektif ketika

kegiatan refleksi.

4.1.2.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, telah terjadi peningkatan keterampilan

bercerita siswa menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter pada siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung Batang. Peningkatan ini

dipengaruhi oleh penerapan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter telah diperbaiki pada siklus I. Aspek yang dinilai dalam pembelajaran ini

meliputi (1) pelafalan, (2) intonasi, (3) ekspresi, (4) urutan cerita, dan (5)

kelancaran.

4.1.2.2.1 Hasil Keterampilan Tes Bercerita Siswa Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus II
Hasil siklus II adalah hasil tes bercerita siswa menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yang kedua setelah dilakukan


122

perbaikan-perbaikan pada siklus I. Kriteria penilaian meliputi lima aspek: (1)

pelafalan, (2) intonasi, (3) ekspresi, (4) urutan cerita, dan (5) kelancaran. Pada

tabel 14 menunjukkan hasil tes keterampilan bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus II.

Tabel 14. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II

No Kategori Nilai F Jumlah Persentase Rata-rata ketuntasan


Nilai

1 Sangat baik 75-100 17 1350 100 1350 17/17x100


= 100%
2 Baik 65-74 0 0 0 17
3 Cukup 51-64 0 0 0 = 79,41

4 Kurang 0-50 0 0 0

Jumlah 17 1350 100

Data dari tabel 14. menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil tes

keterampilan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter secara klasikal mencapai nilai 79,41. Hal ini berarti bahwa

kemampuan bercerita siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung pada siklus II dalam

kategori baik. Dari 17 siswa, untuk kategori sangat baik dengan rentang nilai 75-

100 dicapai oleh semua siswa atau sebesar 100%. Hasil tersebut merupakan

jumlah skor lima aspek keterampilan bercerita yang diujikan meliputi aspek

pelafalan, intonasi, ekspresi, kelancaran, dan urutan cerita. Hasil tes bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus

II untuk setiap aspek secara jelas dapat dilihat pada bagian di berikut ini.
123

4.1.2.2.2 Keterampilan Bercerita Aspek Pelafalan Siklus II

Salah satu aspek yang dijadikan penilaian dalam bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter adalah penggunaan

pelafalan. Penilaian aspek pelafalan didasarkan pada kejelasan lafal saat siswa

bercerita. Hasil tes bercerita aspek pelafalan dapat dilihat pada tabel 15 berikut.

Tabel 15. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Pelafalan Siklus II

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 9 45 52,95 69/17/5x 17/17x10


100= 0
2. Baik 3 8 24 47,15 81,17
=100%
3. Cukup 2 0 0 0

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 69 100

Data pada tabel 15. menunjukkan hasil keterampilan bercerita aspek

pelafalan. Hasil tes bercerita aspek pelafalan untuk kategori sangat baik dicapai

oleh 9 siswa atau sebesar 52,95%, kategori baik dicapai oleh 8 siswa atau sebesar

47,15%, kategori cukup dicapai oleh siswa atau sebesar 0%, dan tidak ada siswa

yang berada dalalm kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh tersebut,

dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 81,17 atau

masuk dalam kategori sangat baik. Ketuntasan siswa pada aspek pelafalan dicapai

oleh 17 siswa atau sebesar 100%.


124

4.1.2.2.2 Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi Siklus II

Aspek penilaian selanjutnya adalah penggunaan intonasi. Penggunaan

intonasi merupakan salah satu penilaian terpenting dalam keterampilan bercerita.

Hasil perolehan skor yang dicapai siswa pada aspek intonasi dapat dilihat pada

tabel 16 berikut..

Tabel 16. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Intonasi Siklus II

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunt


Sko Rata- asa
r rata n

1. Sangat Baik 5 7 35 41,27 65/17/5x1 16/17x


100
00=76,
2. Baik 3 10 30 58,73
47 =100%
3. Cukup 2 0 0 0

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 65 100

Pada aspek intonasi siswa yang memperoleh nilai sangat baik dicapai oleh

7 siswa atau sebesar 41,27%, kategori baik dicapai oleh 10 siswa atau sebesar

58,73%, kategori cukup dicapai oleh 0 siswa atau sebesar 0%, dan tidak ada siswa

kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan

bahwa skor rata-rata siswa adalah 76,47% atau masuk dalam kategori kurang.

Ketuntasan siswa pada aspek intonasi dicapai oleh 16 siswa atau sebesar 100%.
125

4.1.2.2.3 Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi Siklus II

Penilaian aspek kesesuaian ekspresi difokuskan pada keterampilan siswa

dalam menyesuaikan ekspresi wajah saat bercerita di depan kelas. Hasil tes

keterampilan bercerita aspek kesesuaian ekspresi wajah dapat dilihat pada tabel 17

berikut.

Tabel 17. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Aspek Ekspresi Siklus II

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Sko Rata- san
r rata

1. Sangat Baik 5 0 0 0 42/17/5x 8/17x100


100= =47,05%
2. Baik 3 8 24 47,05
49,41
3. Cukup 2 9 18 52,95

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 42 100

Pada tabel 17. menunjukkan hasil keterampilan bercerita aspek kesesuaian

ekspresi wajah. Hasil tes bercerita aspek kesesuaian ekspresi wajah untuk kategori

sangat baik dan kategori baik tidak dicapai oleh 8 siswa atau 47,05%, kategori

cukup dicapai oleh 9 siswa atau sebesar 76,47%, dan kategori kurang dicapai oleh

0 siswa atau sebesar 0%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan

bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 49,41 atau masuk dalam

kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek kesesuaian ekspresi wajah tidak

dicapai seluruh siswa atau sebesar 47,05%.


126

4.1.2.2.4 Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita Siklus II

Aspek penilaian yang keempat adalah urutan bercerita. Dengan kata lain,

aspek ini menenkankan pada keruntutan dalam bercerita. Hasil tes beercerita

aspek urutan cerita dapat dilihat pada tabel 18 berikut.

Tabel 18. Keterampilan Bercerita Aspek Urutan Cerita Siklus II

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Skor Rata- san
rata

1. Sangat Baik 5 9 45 52,94 69/17/5x 17/17x10


0
100=
2. Baik 3 8 24 47,06
81,17 =100%
3. Cukup 2 0 0 0

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 44 100

Berdasarkan data tabel 18. dapat dijelaskan bahwa aspek urutan cerita.

Hasil tes bercerita aspek urutan cerita untuk kategori sangat baik dicapai oleh 9

siswa atau 52,94%, kategori baik dicapai oleh 8 siswa atau sebesar 47,06%,

kategori cukup dicapai oleh 0 siswa atau sebesar 0%, dan tidak ada siswa dalam

kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan

bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 57,64% atau masuk dalam

kategori kurang. Ketuntasan siswa pada aspek urutan cerita dicapai oleh semua

siswa atau sebesar 100%.


127

4.1.2.2.5 Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus II

Aspek penilaian yang kelima adalah aspek kelancaran. Hasil tes bercerita

aspek kelancaran dapat dilihat pada tabel 19 berikut.

Tabel 19. Keterampilan Bercerita Aspek Kelancaran Siklus II

No. Kategori Skor F Bobot Persentase Skor Ketunta


Skor Rata- san
rata

1. Sangat Baik 5 7 35 41,17 64/17/5x 16/17x10


0
100=
2. Baik 3 9 27 52,95
75,29 =94,11%
3. Cukup 2 1 2 5,88

4. Kurang 0 0 0 0

Jumlah 17 64 100

Data tabel 19. menunjukkan hasil keterampilan bercerita aspek kelancaran.

Hasil bercerita aspek kelancaran untuk kategori sangat baik dapat dicapai oleh 7

siswa atau sebesar 41,17%, kategori baik dicapai oleh 9 siswa atau sebesar

52,95%, kategori cukup dicapai oleh 1 siswa atau sebesar 5,88%, dan tidak ada

siswa dalam kategori kurang atau 0%. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat

disimpulkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 75,29 atau masuk

dalam kategori baik. Ketuntasan siswa pada aspek kelancaran dicapai oleh 10

siswa atau sebesar 94,11%.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai rata-rata setiap

aspek pada pembelajaran siklus II termasuk dalam kategori baik. Dari 17 siswa,

perolehan nilai rata-rata klasikal pada aspek pelafalan mencapai nilai 69,41.
128

Kemudian, untuk perolehan nilai rata-rata pada aspek intonasi mencapai nilai

72,94. Selanjutnya, untuk perolehan nilai rata-rata aspek ekspresi mencapai nilai

37,64. Berikutnya, perolehan nilai rata-rata urutan cerita mencapai nilai 81,17.

Aspek kelancaran mencapai 75,29.

4.1.2.3 Hasil Perubahan Perilaku Siswa Setelah Mengikuti Pembelajaran


Bercerita Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai
Pendidikakan Karakter Siklus II

Perubahan perilaku siswa pada siklus II menjelaskan empat karakter siswa,

yaitu keantusiasan siswa, keaktifan siswa, kemandirian, dan kepercayaan diri

siswa saat bercerita di depan kelas,. Hasil perilaku siswa pada siklus II dijelaskan

pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20. Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran


Aspek yang diamati Frekuensi Persentase (%)
1. Keantusiasan siswa 17 100
2. Keaktifan siswa 16 94,11
3. Percaya Diri 14 82,35

Berdasarkan tabel 20. diketahui sebagian siswa menunjukkan sikap positif

dalam pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Dalam pembelajaran menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter tercatat 17 siswa atau 100%

menunjukkan sikap antusias, 15 siswa atau 88,23% aktif dalam pembelajaran, 15

siswa atau 88,23% menunjukkan sikap mandiri, 14 siswa atau 82,35% siswa

berani dan percaya diri untuk bercerita di depan kelas.


129

4.1.2.3.1 Keantusiasan Siswa dalam Mengikuti Proses Pembelajaran

Hasil observasi tentang keantusiasan siswa pada saat pembelajaran

menunjukkan 17 siswa atau 100% antusias mengikuti pembelajaran. Hal tersebut

meningkat dibanding siklus I sebelumnya yang tercatat 13 siswa atau 76,47%.

Berbeda dengan siklus I yang masih hanya sebagian siswa, pada saat

pembelajaran menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter siklus II akan dimulai, semua siswa telah siap mengikuti pembelajaran.

Hal ini dapat dilihat dari keantusiasan siswa dalam memperhatikan guru dengan

saksama saat guru menumbuhkan minat untuk bercerita dan saat guru

menjelaskan materi pembelajaran tentang bercerita semua siswa memperhatikan

guru.

Pada saat guru meminta siswa mengamati media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter, siswa juga sangat antusias dalam melaksanakan

perintah guru. Mereka dengan tenang melakukan yang diperintahkan sehingga

pembelajaran berjalan dengan sangat baik. Kesiapan dan perhatian siswa dalam

menunjukkan keantusiasan terhadap materi pembelajaran yang disampaikan sudah

termasuk dalam kategori baik.

Keantusiasan siswa dapat diketahui juga melalui hasil wawancara.

Pendapat mengenai keantusiasan siswa saat siswa mengikuti kegiatan

pembelajaran menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter yaitu, siswa yang mendapatkan nilai tertinggi mengemukakan bahwa dia

sangat antusias dan sangat senang dan tertarik dengan pembelajaran menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sehingga dia sangat
130

memperhatikan seluruh proses pembelajaran dengan saksama. Siswa yang

mendapatkan nilai sedang mengemukakan bahwa dia sangat antusias dan sangat

senang dan tertarik dengan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter, dia menjelaskan bahwa dia memperhatikan guru dengan saksama selama

proses pembelajaran, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai rendah

menjelaskan bahwa dia senang dan antusias dengan pembelajaran menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, namun dia mengaku

masih kadang berbicara dengan teman saat guru memberikan penjelasan sehingga

kurang optimal dan hanya mendapatkan nilai sesuai batas KKM yang ditentukan.

Selain menggunakan instrumen observasi dan wawancara, instrumen lain

yang digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku keantusiasan siswa adalah

catatan harian siswa. Hampir sama dengan siklus I, dalam catatan harian siswa

siklus II, siswa juga mengaku senang dan antusias dengan pembelajaran

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, hal

tersebut menunjukkan bahwa siswa telah memperhatikan seluruh proses

pembelajaran dengan baik sehingga mereka menikmati pembelajaran tersebut.

Dari hasil dokumentasi foto siklus II juga dapat diketahui tentang

keantusiasan siswa dalam bercerita, keantusiasan siswa dalam memperhatikan

penjelasan guru selama proses pembelajaran sudah baik, hal ini dapat dibuktikan

dengan dokumentasi foto berikut.


131

Gambar 14. Keantusiasan Siswa Siklus II

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan instrumen nontes

yaitu observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto siklus II

menunjukkan keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah baik dan

meningkat dibandingkan dengan siklus I.

4.1.2.3.2 Keaktifan Siswa Siklus II

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, keaktifan siswa pada saat

proses pembelajaran menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter berlangsung cukup baik yaitu meningkat dari siklus I yang

tercatat 10 siswa atau 58,82% menjadi 16 siswa atau 94,11% aktif dalam

pembelajaran. Beberapa siswa sudah terlihat lebih aktif dalam mengemukakan

pendapat, merespon, bertanya, dan menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh

guru. Siswa sudah aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pancingan dari

guru saat awal pembelajaran. Saat guru menyampaikan materi siswa juga lebih

merespon dengan baik, dan ketika siswa merasa kesulitan selama proses

pembelajaran, siswa juga sudah semakin aktif bertanya.


132

Keaktifan siswa juga dapat diketahui dari hasil catatan harian guru. Siswa

sudah aktif dalam pembelajaran. Ketika guru menjelaskan materi, siswa

memperhatikan dengan baik. Ada juga yang bertanya kepada guru tentang materi

yang belum paham. Selanjutnya, ketika siswa diminta berlatih bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, siswa

sangat antusias dan merespon baik penggunaan media yang digunakan oleh guru.

Siswa dengan saksama memperhatikan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter dengan tenang. Dari hasil dokumentasi foto siklus II ini,

keaktifan siswa selama proses pembelajaran sudah baik, hal ini dapat dibuktikan

dengan dokumentasi foto berikut.

Gambar 15. Keaktifan Siswa Siklus II

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan instrumen nontes

yaitu observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto siklus II

menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah

meningkat menjadi lebih baik daripada siklus I.


133

4.1.2.3.3 Kepercayaan diri Siswa Bercerita di Depan Kelas

Berdasarkan observasi tentang keberanian dan kepercayaan diri siswa

tercatat 15 siswa atau 82,35% siswa berani dan percaya diri untuk bercerita di

depan kelas selama siklus II berlangsung. Hal tersebut menunjukkan peningkatan

dibanding siklus I sebelumnya yang hanya 9 siswa atau 52,94%. Pada siklus II ini,

saat siswa selesai berlatih bercerita, siswa dengan antusias ingin maju untuk

berceritadi depan kelas sehingga guru tidak perlu menunjuk siswa yang akan maju

bercerita seperti yang guru lakukan pada siklus I. Hasil wawancara juga

digunakan untuk mengetahui keberanian dan kepercayaan diri siswa saat bercerita

di depan kelas. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar

siswa sudah merasa percaya diri untuk bercerita di depan kelas karena mereka

optimis sudah berani dan percaya diri saat bercerita di depan kelas. Selain dari

observasi dan wawancara, keberanian dan kepercayaan diri siswa juga terlihat

pada instrumen dokumentasi foto siklus II.

Dari hasil dokumentasi foto pada siklus II ini sudah terlihat siswa percaya

diri maju ke depan untuk bercerita tanpa ditunjuk oleh guru. Siswa-siswa yang

lain juga sudah memerhatikan siswa yang maju bercerita di depan kelas, hal ini

membuat siswa yang memaparkan menjadi bersemangat. Hal ini dapat dibuktikan

dengan dokumentasi foto berikut.


134

Gambar 16. Aktivitas Bercerita Siswa pada Siklus II

Berdasarkan uraian observasi, wawancara, dan dokumentasi foto tersebut,

dapat diketahui keberanian dan kepercayaan diri siswa dalam bercerita sudah

baik. Siswa sudah mulai terbiasa dengan aktivitas bercerita sehingga rasa percaya

diri siswa pada saat bercerita sudah tumbuh. Hal tersebut menunjukkan

peningkatan dibanding siklus I sebelumnya.

4.1.2.6 Refleksi Hasil Penelitian Siklus II

Pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter yang diberikan guru pada siklus II sudah dapat diikuti

siswa dengan baik. Siswa sangat antusias dan serius ketika guru melakukan

apersepsi dan menjelaskan materi. Siswa sudah aktif dalam mengajukan

pertanyaan kepada guru. Aktivitas berlatih bercerita juga berjalan dengan lancar

dan tertib. Beberapa siswa ada yang bertanya, baik kepada guru maupun kepada

temannya ketika menemukan kesulitan. Siswa juga antusias ketika diminta untuk

bercerita di depan kelas. Jumlah siswa yang maju ke depan pun bertambah jika

dibandingkan pada siklus I. Dalam aktivitas ini, pembelajaran berjalan dengan


135

lancar. Siswa yang gaduh pun sudah berkurang sehingga suasana pembelajaran

sudah kondusif.

Berdasarkan hasil data tes yang diperoleh pada siklus II, skor rata-rata

bercerita siswa secara klasikal meningkat dari 63,52 pada siklus I dengan kategori

cukup menjadi 79,41 pada siklus II dengan kategori baik. Dari pencapaian nilai

rata-rata kelas siklus I dan siklus II ini diperoleh peningkatan sebesar 18,70%.

Permasalahan-permasalahan yang terdapat pada siklus I tidak muncul pada siklus

II. Pada siklus II, siswa sudah dapat memahami meteri bercerita dengan baik

sehingga mereka mampu melakukan proses bercerita dengan baik pula. Sebagian

besar siswa mengalami peningkatan kemampuan bercerita secara signifikan.

Selanjutnya, berdasarkan hasil nontes yang terdiri atas observasi, catatan

harian, wawancara, dan dokumentasi juga telah mencapai kriteria yang

diharapkan. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar siswa sudah

menunjukkan perilaku positif yang mendukung pembelajaran. Siswa yang semula

kurang berminat menjadi berminat dan lebih serius dan bersungguh-sungguh

mengikuti pembelajaran bercerita. Mereka lebih termotivasi mengikuti

pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil tes bercerita menjadi lebih baik.

Pembelajaran siklus II merupakan perbaikan dari siklus I. Pada siklus I

menemukan kesulitan seperti merangkai cerita serta berlatih bercerita dengan

memperhatikan aspek bercerita dapat teratasi pada siklus II dengan bimbingan

yang lebih intensif yang diberikan oleh guru. Pada siklus II guru memberikan

motivasi kepada siswa agar lebih bersemangat mengikuti pembelajaran.


136

Pendekatan komunikatif yang digunakan guru menjadikan pembelajaran tidak

menegangkan dan lebih menyenangkan.

Dari hasil catatan harian siswa dan wawancara siklus II, terlihat adanya

peningkatan. Pada siklus I, siswa merasa senang dengan pembelajaran, pada

siklus II mereka lebih merasa senang, antusias dan tertarik. Berdasarkan hasil

dokumentasi, pada siklus II siswa lebih serius dan antusias mengikuti

pembelajaran. Pada siklus I, siswa masih kurang kurang aktif dan kurang percaya

diri, pada siklus II mereka menjadi lebih aktif bertanya dan lebih percaya diri.

Siswa sudah berani mengajukan pertanyaan kepada guru, dan tampil bercerita di

depan kelas. Perilaku positif yang dilakukan siswa menjadikan kegiatan

pembelajaran berjalan dengan sangat baik. diperoleh hasil perubahan tingkah laku

siswa dalam keterampilan bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter semakin baik. Hal ini dijelaskan dalam pendapat

siswa yang mengatakan bahwa kegiatan bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yang telah dilakukan dapat

menambah pengetahuan dan pengalaman baru tentang bercerita. Hal ini

menunjukkan timbulnya semangat belajar pada siswa sehingga mampu

meningkatkan keterampilan bercerita. Meskipun masih ada beberapa siswa masih

terlihat kurang bersemangat dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran

bercerita. Siswa bersungguh-sungguh dan serius dalam pembelajaran. Situasi dan

susasana di lingkungan belajar juga lebih terkendali. Siswa sudah tidak terlihat

bergurau, berbicara dengan teman yang lain, dan melakukan kegiatan yang

mengganggu proses pembelajaran seperti pada siklus I.


137

Berdasarkan hasil tes dan nontes siswa dalam pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter secara

keseluruhan menunjukkan bahwa siswa tertarik dengan pembelajaran bercerita.

Penggunaan media komik strip bermuatan pendidikan karakter yang digunakan

memudahkan siswa untuk bercerita, dan pembelajaran seperti ini merupakan

pengalaman pertama bagi siswa dalam bercerita. Pembelajaran yang

menyenangkan dan tidak menegangkan membuat siswa lebih mudah menerima

pembelajaran karena siswa tidak merasa tertekan dengan pelajaran. Dari hasil tes

dan nontes yang telah dicapai oleh siswa selama proses pembelajaran bercerita

pada siklus II tersebut telah berhasil sehingga tidak perlu lagi dilakukan

pelaksanaan siklus berikutnya.

4.2 Pembahasan

Pembahasan hasil bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter ini didasarkan pada siklus I dan hasil tindakan

siklus II. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu siklus

I dan siklus II. Pembahasan hasil penelitian meliputi proses pembelajaran

keterampilan beercerita, peningkatan keterampilan bercerita, dan perubahan

tingkah laku siswa setelah dilakukan pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Pembahasan proses

pembelajaran mencakup segala aktivitas di kelas ketika pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Peningkatan keterampilan bercerita siswa dapat dilihat dari hasil tes siklus I dan

siklus II, sedangkan perubahan tingkah laku siswa setelah dilakukan pembelajaran
138

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dapat dilihat dari hasil nontes siklus I dan siklus II. Berikut pembahasan

berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II.

4.2.1 Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus

II, langkah-langkahnya antara lain: (1) Proses Intensifnya penumbuhan minat-

minat siswa untuk bercerita , (2) kondusifnya penjelasan tentang proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter, (3) Intensifnya proses bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (4) kondusifnya kondisi saat

siswa bercerita di depan kelas, (5) terbangunnya suasana reflektif ketika kegiatan

refleksi hasil pembelajaran. Hasil proses pembelajaran bercerita siswa dari kedua

siklus tersebut dapat dijelaskan pada tabel 21 berikut.

Tabel 21. Hasil Proses Pembelajaran Bercerita Siklus I dan Siklus II

Rata-Rata Skor Peningkatan


Aspek yang diamati Siklus I Siklus II (%)
F (%) F (%)
1. Intensifnya proses penumbuhan minat-minat 12 70,58 17 100 29,42
siswa untuk bercerita
2. Kondusifnya proses penjelasan tentang 13 76,47 15 88,23 11,76
proses pembelajaran bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter
3. Intensifnya proses siswa bercerita 11 64,70 16 94,11 29,41
menggunakan media komik strip bermuatan
nilai-nilai pendidikan karakter
4. Kondusifnya kondisi saat siswa bercerita di 8 47,05 14 82,35 35,3
139

depan kelas
5. Terbangunnya suasana reflektif ketika 10 58,82 16 94,11 35,29
kegiatan refleksi

Berdasarkan tabel 21 diketahui proses pembelajaran dalam pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter meningkat dari siklus I ke siklus II. Dalam pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada

siklus I tercatat 12 siswa atau 70,58% siswa berminat untuk bercerita, dan pada

siklus II mengalami peningkatan 29,42% menjadi 17 siswa atau 100%, pada

siklus I sebanyak 13 siswa atau 76,47% mampu melakukan proses pembelajaran

dengan baik sehingga suasana pembelajaran berlangsung kondusif, dan pada

siklus II mengalami peningkatan sebesar 11,76% menjadi 15 siswa atau 88,23%,

pada siklus I tercatat 11 siswa atau 64,70% siswa mampu merangkai cerita serta

berlatih bercerita dalam satu kelompok, pada siklus II meningkat 29,41% menjadi

16 siswa atau 94,11%, siklus I tercatat 8 siswa atau 47,05% mampu menunjukkan

kepercayaan diri dalam bercerita di depan kelas, dan pada siklus II meningkat

sebesar 35,5% menjadi 14 siswa atau 82,35%, dan saat kegiatan refleksi pada

siklus I tercatat 10 siswa atau 58,82% mampu membangun suasana reflektif ketika

kegiatan refleksi berlangsung, dan terjadi peningkatan juga pada siklus II sebesar

35,29% menjadi 16 siswa atau 94,11%.

4.2.1.1 Intensifnya Proses Internalisasi Penumbuhan Minat-minat Siswa

untuk Bercerita

Berdasarkan hasil observasi tentang proses internalisasi penumbuhan

minat siswa, dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 23,53%.


140

Saat siklus I tercatat 13 siswa atau 76,47% dan pada siklus II mengalami

peningkatan menjadi 17 siswa atau 100% siswa sudah berminat dalam bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Pada

siklus I masih terdapat siswa yang asyik sendiri saat guru melakukan apersepsi

dan menumbuhkan minat kepada siswa, sedangkan pada siklus II ini hampir

seluruh siswa sudah menunjukkan keantusiasan ketika guru melakukan apersepsi

tentang bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Pada siklus II siswa juga sudah memperhatikan dengan

saksama apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa juga sangat antusias ketika guru

membacakan hasil siklus I dan menjelaskan kekurangan siklus I. Siswa juga

bersemangat ketika guru menumbuhkan minat siswa dan mengondisikan siswa

untuk siap melakukan pembelajaran bercerita. Hal tersebut menunjukkan bahwa

siswa menunjukkan peningkatan dalam proses penumbuhan minat siswa bercerita.

Berdasarkan hasil catatan harian siswa siklus I dan siklus II menunjukkan

bahwa siswa senang mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Mereka mengaku senang

dengan pembelajaran yang dilakukan yaitu bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter karena merupakan cara baru untuk

mereka. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa siswa berminat dalam bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Hasil

wawancara juga digunakan untuk mengetahui minat siswa dalam bercerita siklus I

dan siklus II. Pada siklus I dan siklus II siswa mengatakan bahwa mereka sangat

berminat dan sangat senang mengikuti bercerita menggunakan media komik strip
141

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter karena ini merupakan pengalaman baru

bagi mereka bercerita bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Mereka mampu mengembangkan cerita yang ada dalam

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Dari catatan harian guru

juga dapat digunakan untuk mengetahui proses internalisasi penumbuhan minat

siswa. Dari catatan harian guru siklus I dan siklus II, guru menjelaskan bahwa

suasana saat proses internalisasi penumbuhan minat siswa meningkat dari siklus I

ke siklus II. Pada siklus II berjalan semakin baik dan lancar dibanding saat siklus I

karena keantusiasan dan minat siswa dalam bercerita semakin meningkat.

Selain observasi, catatan harian, dan wawancara, proses internalisasi

penumbuhan minat siswa dalam bercerita juga terlihat dari dokumentasi foto. Dari

hasil dokumentasi foto juga terlihat bahwa siswa sudah menunjukkan sikap yang

baik selama proses pembelajaran siklusI dan siklus II. Pada siklus I masih ada

siswa yang kurang memperhatikan, namun pada siklus II semua siswa terlihat

sangat tenang dan memperhatikan guru dengan saksama saat kegiatan apersepsi

saat guru menumbuhkan minat siswa sehingga proses internalisasi minat siswa

bercerita berlangsung intensif. Dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.


142

Siklus I Siklus II

Gambar 17. Proses Internalisasi Penumbuhan Minat Siswa Bercerita


Siklus I dan siklus II

Berdasarkan uraian observasi, catatan harian, wawancara dan dokumentasi

foto, dapat diketahui bahwa proses internalisasi penumbuhan minat siswa

bercerita siklus I dan siklus II mengalami peningkatan dan dari kategori baik

menjadi kategori sangat baik karena hampir seluruh siswa bertambah minatnya

untuk bercerita. Siswa sudah menunjukkan sikap yang baik pada proses

internalisasi penumbuhan minat siswa bercerita siklus I dan siklus II. Pada siklus I

masih ada siswa yang kurang memperhatikan, namun pada siklus II semua siswa

terlihat sangat tenang dan memperhatikan guru dengan sungguh-sungguh saat

kegiatan awal pembelajaran. Berdasarkan uraian observasi dan dokumentasi foto,

dapat diketahui bahwa intensifnya proses internalisasi penumbuhan minat siswa


143

bercerita siklus I dan siklus II mengalami peningkatan dan dari kategori baik

menjadi kategori sangat baik.

Dalam penelitian ini terlihat siswa sangat antusias ketika guru melakukan

proses internalisasi pertumbuhan minat siswa dalam bercerita. Hal ini juga senada

dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati (2007) dalam penelitiannya

yang berjudul “Penggunaan Media Komik Strip Melalui Komponen Pemodelan

Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rakit

Banjarnegara”. Selain terjadinya peningkatan prestasi belajar atau nilai siswa

dapat diketahui pula penerapan teknik pemodelan untuk meningkatkan perilaku

sosial siswa. Hal ini dapat diketahui dari perolehan skor nilai pada unsur-unsur

pembentuk perilaku yang dilakukan siswa mengalami peningkatan mulai dari

tindakan pada siklus I dan siklus II. Dalam penelitian Setyawati (2007) diuraikan

bahwa siswa terlihat begitu antusias dalam proses internalisasi penumbuhan minat

siswa. Siswa sangat antusias dalam mengikuti proses apersepsi yang dilakukan

oleh guru. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan Setyawati (2007)

membuktikan bahwa penerapan teknik komponen pemodelan dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa dan juga dapat meningkatkan perilaku sosial siswa. Pada

penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter siklus I dan siklus II terlihat pada saat awal proses

pembelajaran. Pada awal pembelajaran siswa sudah terlihat sangat antusias, ketika

guru melakukan apersepsi siswa juga terlihat tenang dan tidak gaduh. Pada

pembelajaran bercerita aspek proses internalisasi penumbuhan minat siswa dapat


144

disimpulkan bahwa siswa mengalami peningkatan perilaku yang lebih positif dan

terlihat sangat antusias, siswa selalu menunjukkan perubahan perilaku yang positif

saat proses pembelajaran berlangsung.

Dalam aspek proses internalisasi pertumbuhan minat siswa dalam bercerita

hal ini juga senada dengan hasil penelitian peneliti adalah penelitian yang

dilakukan oleh Prasetyo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Keterampilan

Bercerita Melalui Teknik Pemetaan Pikiran dengan Media Foto pada Siswa Kelas

VII-MTs Al Asror Semarang”. Pada proses kegiatan bercerita menggunakakn

media foto dengan teknik pemetaan pikiran dapat meningkatkan nilai rata-rata.

Pada dari pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata 62,66. Pada siklus II

meningkat menjadi 69,73..Selain terjadinya peningkatan prestasi belajar atau nilai

siswa dapat diketahui pula penerapan teknik pemetaan pikiran dapat

meningkatkan perilaku sosial siswa. Hal ini dapat diketahui dari perolehan skor

nilai pada unsur-unsur pembentuk perilaku yang dilakukan siswa mengalami

peningkatan mulai dari tindakan pada siklus I dan siklus II. Dalam penelitian

Prasetyo (2009) diuraikan bahwa siswa terlihat begitu antusias dalam proses

internalisasi penumbuhan minat siswa. Siswa sangat antusias dalam mengikuti

proses apersepsi yang dilakukan oleh guru, siswa antusias ketika guru

menjelaskan teknik dan media pembelajaran yang digunakan dalam proses

pembelajaran bercerita. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan Prasetyo

(2009) membuktikan bahwa penerapan teknik pemetaan pikiran media foto dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa dan juga dapat meningkatkan perilaku sosial

siswa. Pada penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah
145

mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter siklus I dan siklus II terlihat pada saat awal proses

pembelajaran. Pada awal pembelajaran siswa sudah terlihat sangat antusias, ketika

guru melakukan apersepsi siswa juga terlihat tenang dan tidak gaduh. Pada

pembelajaran bercerita aspek proses internalisasi penumbuhan minat siswa dapat

disimpulkan bahwa siswa mengalami peningkatan perilaku yang lebih positif dan

terlihat sangat antusias, siswa selalu menunjukkan perubahan perilaku yang positif

saat proses pembelajaran berlangsung.

4.2.1.2 Kondusifnya Proses Menjelasakan Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Siklus I dan
Siklus II
Proses guru menjelaskan ini dilakukan agar siswa lebih memahami

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan tentang proses penjelasan

proses bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan sebesar 11,76%. Pada

siklus I tercatat 13 siswa atau 76,47% dan siklus II menjadi 15 siswa atau 88,23%

siswa dapat berdiskusi dengan baik saat kegiatan proses pembelajaran sedang

berlangsung. Pada aspek yang telah dilakukan tentang proses penjelasan bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah

kondusif, pada proses pembelajaran guru menerangkan tentang cara bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Pada

siklus II guru memberikan komik strip yang berbeda dengan siklus I. Pada siklus I

siswa cukup aktif ketika proses pembelajaran berlangsung, sedangkan pada siklus
146

II sebagian besar siswa sudah lebih aktif saat pembelajaran berlangsung. Mereka

aktif mengemukakan pendapatnya dan aktif bertanya ketika ada materi yang

belum mereka pahami. Pada siklus I, masih ada sebagian siswa yang masih

mengalami kesulitan dan saat siswa mengajukan pertanyaan, mereka

melakukannya dengan berebut, sedangkan pada siklus II dalam mengajukan

pertanyaan mereka berperilaku sangat teratur yaitu dengan mengacungkan tangan

dan bertanya secara bergantian. Pada siklus I guru masih perlu mengondisikan

siswa yang gaduh, sedangkan siklus II guru dengan mudah menjelaskan satu per

satu materi yang belum dipahami siswa, siswa semakin teratur dan proses

pembelajaran guru menjelaskan tentang cara bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung kondusif.

Dalam catatan harian guru juga dijelaskan bahwa suasana dan kondisi

kelas saat proses penjelasan tentang bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter mengalami peningkatan dari siklus I ke

siklus II. Pada siklus I suasana hanya berjalan cukup kondusif karena masih ada

beberapa siswa yang membuat gaduh, sedangkan kondisi kelas saat proses diskusi

siklus II berlangsung kondusif karena siswa benar-benar teratur dan kondusif saat

guru menjelaskan cara bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter.

Selain observasi dan wawancara, proses penjelasan mengenai proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter juga terlihat dari dokumentasi foto siklus I dan siklus II.

Dokumentasi foto berikut menunjukkan bahwa proses guru menjelaskan tentang


147

penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

berlangsung kondusif.

Siklus I Siklus II

Gambar 18. Proses Penjelasan Pembelajaran Bercerita Menggunakan


Media Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan
Karakter Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto dapat

dilihat bahwa proses guru menerangkan cara bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus I dan siklus II

mengalami peningkatan. Pada siklus I termasuk dalam kategori cukup, sedangkan

siklus II termasuk dalam kategori baik yaitu suasana kelas saat kegiatan diskusi

berjalan kondusif sehingga siswa mampu memahami tentang cara bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.


148

Pada proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter ini tergolong baik. Dalam penelitian

yang dilakukan peneliti siswa sangat antusias ketika guru melakukan proses

penjelasan guru menerangkan cara bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siswa terlihat sangat antusias dan begitu

memperhatikan dengan penuh keseriusan. Hal ini senada dengan penelitian yang

dilakukan oleh Lukmananti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Media Kaset Religi Anak Siswa

Kelas IIB Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran Gunungpati Semarang”. Proses

pembelajaran bercerita dengan media kaset religi anak dapat meningkatkan nilai

rata-rata. Hasil tes siklus I mengalami peningkatan dengan perolehan rata-rata

65,65. Jika dibandingkan perolehan siklus I mengalami peningkatan 9,85%.

Sedangkan hasil tes pada siklus II diperoleh nilai dengan rata-rata 75.50. Jadi

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lukmananti mengalami peningkatan

hasil prestasi belajar siswa. Selain terjadinya peningkatan prestasi belajar atau

nilai siswa dapat diketahui pula penerapan media pembelajaran dapat

meningkatkan perilaku sosial siswa. Hal ini dapat diketahui dari perolehan skor

nilai pada pembentuk perilaku yang dilakukan siswa mengalami peningkatan

mulai dari tindakan pada siklus I dan siklus II.

Dalam penelitian Lukmananti (2009) diuraikan bahwa siswa terlihat begitu

antusias dalam proses pembelajaran Bercerita dengan Media Kaset Religi Anak.

Dengan Media Kaset Religi Anak dalam pembelajran ini siswa mengalami

peningkatan dan terlihat begitu memperhatikan ketika guru menjelaskan tentang


149

bercerita dengan media yang digunakan. Siswa sangat antusias dalam mengikuti

proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan

Lukmananti (2009) membuktikan bahwa penerapan Media Kaset Religi Anak

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan juga dapat meningkatkan perilaku

sosial siswa. Pada penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah

mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter siklus I dan siklus II terlihat pada saat awal proses

pembelajaran. Pada proses pembelajaran siswa sudah terlihat sangat semangat,

aktif, dan ketika guru melakukan penjelasan tentang proses bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter juga

terlihat tenang dan sangat antusias. Pada pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter proses penjelasan

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami peningkatan perilaku yang

lebih positif dan terlihat sangat antusias dan aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam aspek proses penjelasan guru menerangkan cara bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter ini

dapat sudah baik. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam aspek ini sejalan

dengan penelitian Lukmananti (2009) juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Arifah (2012), siswa terlihat cukup aktif dan mampu

memperhatikan dengan baik penjelasan dari guru. Pada proses pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan


150

karakter ini tergolong baik. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh

Arifah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan

Bercerita dengan Teknik Pancingan Kata Kunci Menggunakan Media Puzzle

Gambar pada Siswa Kelas VII B SMP N Kota Malang Tahun Ajaran 2011/2012”.

Selain terjadinya peningkatan prestasi belajar atau nilai siswa dapat diketahui pula

penerapan teknik dan media pembelajaran dapat meningkatkan perilaku sosial

siswa. Hal ini dapat diketahui dari perolehan skor nilai pada pembentuk perilaku

yang dilakukan siswa mengalami peningkatan mulai dari tindakan pada siklus I

dan siklus II. Dalam penelitian Arifah (2012) diuraikan bahwa siswa terlihat

begitu antusias dalam proses pembelajaran Bercerita dengan Teknik Pancingan

Kata Kunci Menggunakan Media Puzzle Gambar. Dengan penggunaan teknik dan

media dalam pembelajran ini siswa mengalami peningkatan dan terlihat begitu

memperhatikan ketika guru menjelaskan tentang jalannya bercerita dengan teknik

dan media yang digunakan. Siswa sangat antusias dalam mengikuti proses

pembelajaran Bercerita dengan Teknik Pancingan Kata Kunci Menggunakan

Media Puzzle Gambar. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan Arifah

(2012) membuktikan bahwa penerapan teknik latihan terbimbing dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa dan juga dapat meningkatkan perilaku sosial

siswa. Pada penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah

mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter siklus I dan siklus II terlihat pada saat awal proses

pembelajaran. Pada proses pembelajaran siswa sudah terlihat sangat semangat,

aktif, dan ketika guru melakukan penjelasan tentang proses bercerita


151

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter juga

terlihat tenang dan sangat antusias. Pada pembelajaran bercerita aspek proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami peningkatan

perilaku yang lebih positif dan terlihat sangat antusias, aktif, dan siswa selalu

menunjukkan perubahan perilaku yang positif saat proses pembelajaran

berlangsung.

4.2.1.3 Intensifnya Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Intensifnya proses merangkai cerita dan latihan bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Hasil observasi

siklus I hanya menunjukkan 11 siswa atau 64,70% siswa menunjukkan sikap yang

baik dan menunjukkan bahwa mereka mampu merangkai cerita dari komik strip

dan berlatih bercerita dalam satu kelompok. Pada siklus II hal tersebut mengalami

peningkatan sebesar 29,41% yaitu menjadi 16 siswa atau 94,11% siswa

menunjukkan sikap yang baik dan menunjukkan bahwa mereka mampu

merangkai cerita dari media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

dan berlatih bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter dalam satu kelompok. Pada siklus I hanya sebagian siswa

yang mampu merangkai cerita dan berlatih bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dalam satu kelompok, sedangkan

pada siklus II hampir seluruh siswa mampu merangkai cerita dan berlatih

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan


152

karakter dengan baik. Dari catatan harian guru juga dijelaskan bahwa proses siswa

mampu merangkai cerita dan berlatih bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter meningkat dari siklus I ke siklus II.

Guru mengamati bahwa siswa sudah lebih baik dari siklus I sebelumnya. Pada

siklus I siswa masih mengalami kesulitan ketika memilih kata yang tepatuntuk

merangkai cerita pada siklus II siswa sudah mampu merangkai cerita dan berlatih

bercerita dalam satu kelompok, walaupun masih ada beberapa siswa yang masih

mengalami kesulitan dalam merangkai cerita dan berlatih bercerita namun

frekuensinya lebih rendah dibanding siklus I. Dari catatan harian siswa siklus I

dan siklus II juga dijelaskan bahwa ada beberapa siswa yang masih mengalami

kesulitan dalam berlatih bercerita dalam satu kelompok. Pada siklus I siswa masih

sangat membutuhkan bimbingan guru sehingga siswa masih sering bertanya

kepada guru, sedangkan pada siklus II hal tersebut tidak menjadi masalah karena

siswa sudah mulai terbiasa berlatih bercerita.

Hasil dokumentasi foto juga dapat digunakan untuk menjelaskan proses

siswa merangkai cerita dan berlatih bercerita siklus I dan siklus II. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa proses siswa merangkai cerita dan berlatih bercerita

mengalami peningkatan yaitu siswa menjadi sangat serius dan bersemangat dalam

proses tersebut. Hasil dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.


153

Siklus I Siklus II

Gambar 19. Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media


Komik Strip Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan
Karakter Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto siklus I

dan siklus II menunjukkan bahwa proses siswa bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung intensif yaitu

meningkat dari siklus I ke siklus II. Siswa sudah mampu merangkai cerita dan

berlatih bercerita dalam satu kelompok dengan baik. Berarti secara keseluruhan

proses tersebut sudah berjalan intensif.

Pada proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter aspek intensifnya proses siswa bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter ini


154

berjalan dengan baik dan siswa mengalami peningkatan perubahan perilaku dari

siklus I ke siklus II. Peningkatan hasil belajar atau nilai siswa dari siklus I ke

siklus II pada sebuah kajian bercerita dilakukan oleh Setyawati (2007) dalam

penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Media Komik Strip Melalui Komponen

Pemodelan Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII-C

SMP N 2 Rakit Banjarnegara”. Hasil penelitian yang dilakukan Setyawati (2007)

adalah Penggunaan Media Komik Strip Melalui Komponen Pemodelan Untuk

Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rakit

Banjarnegara. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I termasuk dalam kategori

kurang baik, dengan demikian belum memenuhi nilai target yang ditentukan

sehingga dilakukan tindakan siklus II. Pada siklus II hasil tes termasuk dalam

kategori baik, dengan demikian terjadi peningkatan nilai dalam proses

pembelajaran berbicara.

Perbandingan penelitian yang dilakukan Setyawati (2007) dengan

penelitian ini yaitu kedua penelitian mengalami peningkatan di setiap aspeknya.

Hasil penelitian Setyawati pada aspek perilaku siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rakit

Banjarnegara mengalami perubahan menjadi lebih baik setelah mengikuti

pembelajaran bercicara menggunakan media komik strip melalui komponen

pemodelan. Perubahan tersebut yaitu tingkah laku negatif berubah menjadi

tingkah laku positif. Perubahan tersebut seperti siswa yang semula kurang siap,

kurang bersemangat, dan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran menjadi

siap, bersemangat, senang, dan menikmati pembelajaran. Siswa juga tampak lebih

aktif dalam berpikir dan lebih aktif dalam bercerita. Selain itu, siswa juga lebih
155

berani bertanya kepada peneliti, jika ada kesulitan dalam pembelajaran bercerita,

serta lebih berani menjawab pertanyaan dan memberikan komentar. Pada

penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter siklus I dan siklus II merupakan peningkatan dalam proses

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa selalu menunjukkan perubahan

perilaku yang positif.

Penelitian selanjutnya tentang pembelajaran bercerita aspek intensifnya

proses siswa bercerita juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Prasetyo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Keterampilan Bercerita

Melalui Teknik Pemetaan Pikiran dengan Media Foto pada Siswa Kelas VII-MTs

Al Asror Semarang”. Hasil penelitian yang dilakukan Prasetyo (2009) adalah

melalui teknik pemetaan pikiran dan media foto dapat meningkatkan keterampilan

bercerita disertai perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Peningkatan keterampilan bercerita diketahui dari tes siklus I dan siklus II.

Berdasarkan data nontes pada penelitian yang dilakukan Setyawati (2007)

dan Prasetyo (2009), siswa juga mengalami perubahan sikap atau perilaku, seperti

keseriusan belajar, tidak berbicara sendiri saat guru memberi tugas, kesiapan

siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan siswa bersikap mandiri dalam

mengerjakan tugas bercerita. Pada penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami

siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus I dan siklus II merupakan

implementasi dari nilai-nilai pendidikan karakter saat proses pembelajaran. Nilai-


156

nilai tersebut meliputi keantusiasan siswa mengikuti proses pembelajaran dan

kemandirian siswa pada pembelajaran bercerita. Siswa selalu menunjukkan

perubahan perilaku yang positif saat proses pembelajaran berlangsung.

4.2.1.4 Kondusifnya Kondisi Saat Siswa Bercerita di Depan Kelas


Proses siswa bercerita di depan kelas merupakan tahap inti dari

pembelajaran bercerita. Hasil observasi tentang kondisi saat siswa bercerita di

depan kelas pada siklus II tercatat 14 siswa atau 82,35% siswa menunjukkan sikap

yang baik saat proses pemaparan, hal tersebut menunjukkan bahwa adanya

peningkatan dari siklus I sebesar 35,3% yang sebelumnya hanya 8 siswa atau

47,05%. Pada siklus I masih ada beberapa siswa yang enggan maju karena merasa

malu dan takut ketika diminta maju di depan kelas untuk bercerita, sedangkan

pada siklus II sebagian besar siswa berani maju untuk bercerita di depan kelas

tanpa ditunjuk oleh guru. Pada siklus II ini tanpa diminta mereka dengan sukarela

maju ke depan bercerita. Mereka sangat semangat saat bercerita di depan kelas.

Dari catatan harian guru juga dijelaskan bahwa kondisi siswa saat bercerita di

depan kelas siklus II berlangsung lebih kondusif dibanding siklus I. Pada siklus I

siswa masih kurang percaya diri, sedangkan pada siklus II berjalan lebih kondusif

karena siswa dengan percaya diri langsung maju untuk bercerita di depan kelas

tanpa ditunjuk untuk maju bercerita di depan kelas.

Selain hasil observasi dan catatan harian, kondisi siswa saat bercerita di

depan kelas juga terlihat dari dokumentasi foto siklus I dan siklus II. Hasil

dokumentasi yang diperoleh pada siklus II menunjukkan bahwa kondisi saat siswa

bercerita di depan kelas berlangsung lebih kondusif dari siklus I. Pada siklus II ini
157

siswa lebih percaya diri sehingga berani bercerita di depan kelas. Perbandingan

hasil dokumentasi foto tersebut adalah sebagai berikut.

Siklus I Siklus II

Gambar 20. Proses Siswa Bercerita di Depan Kelas Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto siklus I

dan siklus II dapat dijelaskan bahwa proses siswa bercerita di depan kelas siklus I

ke siklus II mengalami peningkatan. Secara keseluruhan proses siswa bercerita di

depan kelas sudah berlangsung kondusif dengan meningkatnya kepercayaan diri.

Pada proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berjalan dengan baik dan siswa

mengalami peningkatan perubahan perilaku dari siklus I ke siklus II. Dalam


158

penelitian yang dilakukan peneliti siswa sangat antusias ketika guru meminta

siswa untuk maju bercerita di depan kelas. Siswa mengalami peningkatan dan

perubahan perilaku ke arah lebih baik dan positif. Peningkatan hasil belajar atau

nilai siswa dari siklus I ke siklus II pada sebuah kajian bercerita dilakukan oleh

Lukmananti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita dengan Media Kaset Religi Anak Siswa Kelas IIB

Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran Gunungpati Semarang”. Hasil penelitian

yang dilakukan Lukmananti (2009) adalah bercerita dengan bantuan media kaset

religi anal pada siswa kelas IIB Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran

Gunungpati Semarang. Penelitian yang Likmananti (2009) dengan penelitian ini

yaitu kedua penelitian mengalami peningkatan di setiap aspeknya. Hasil penelitian

Lukmananti pada perilaku siswa kelas IIB Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran

Gunungpati Semarang mengalami perubahan menjadi lebih baik setelah

mengikuti pembelajaran bercerita dengan bantuan media kaset religi anak.

Perubahan tersebut yaitu tingkah laku negatif berubah menjadi tingkah laku

positif. Perubahan tersebut seperti siswa yang semula kurang malu-malu, kurang

bersemangat, dan kurang percaya diri, siswa juga tampak lebih aktif, antusias, dan

berani, dan lebih percaya diri dalam bercerita di depan kelas. Pada penelitian ini,

perubahan perilaku yang dialami siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus

I dan siklus II mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran siswa selalu menunjukkan perubahan perilaku yang positif.


159

Penelitian selanjutnya tentang pembelajaran keterampilan bercerita aspek

proses siswa tampil bercerita di depan juga dilakukan oleh Arifah (2012) dalam

penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Teknik

Pancingan Kata Kunci Menggunakan Media Puzzle Gambar pada Siswa Kelas

VII B SMP N Kota Malang Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian yang

dilakukan Arifah (2012) adalah melalui teknik pancingan kata kunci dan media

puzzle gambar dapat meningkatkan keterampilan bercerita disertai perubahan

perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran. Peningkatan keterampilan

bercerita diketahui dari tes siklus I dan siklus II.

Berdasarkan data nontes pada penelitian yang dilakukan Arifah (2012)

siswa juga mengalami perubahan sikap atau perilaku, seperti adanya malu-malu,

kurang antusias, kurang semangat, dan kurang aktifa dalam aspek ini. Namun,

pada penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter siklus I dan siklus II merupakan implementasi dari nilai-nilai

pendidikan saat proses pembelajaran. Nilai-nilai tersebut meliputi keantusiasan

siswa tampil bercerita, keberanian ,dan siswa lebih percaya diri dalam tampil

bercerita di depan kelas.

Kondusifnya kondisi siswa ketika tampil bercerita di depan kelas terdapat

pada sebuah kajian yang dilakukan oleh Prasetyo (2009) dalam penelitiannya

yang berjudul “Keterampilan Bercerita Melalui Teknik Pemetaan Pikiran dengan

Media Foto pada Siswa Kelas VII-MTs Al Asror Semarang”. Proses bercerita di

depan kelas diawali dengan guru meminta salah satu perwakilan siswa untuk
160

tampil bercerita di depan kelas sedangkan siswa yang lain mendengarkan dengan

baik.

Senada dengan hasil penelitian ini, penelitian Prasetyo (2009) juga

mengalami peningkatan pada proses kondusifnya kondisi sisiwa ketika tampil

bercerita di depan kelas. Berdasarkan hasil observasi siklus I, pada saat siswa

tampil bercerita di depan kelas sebagian siswa besar siswa masih sibuk dengan

kegiatan sendiri. Siswa kurang memperhatikan dan kurang berani utuk

mengeluarkan pendapatnya. Pada siklus II, sebagian besar siswa sudah berani

berpendapat dengan baik, keadaan kelas tidak gaduh, serta tercipta suasana

diskusi yang kondusif. Berdasarkan uraian perbandingan proses bercerita di depan

kelas antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Prasetyo (2009)

menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Dapat di simpulkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti

sejalan dengan yang dilakukan oleh Lukmananti (2009), Arifah (2012), dan

Prasetyo (2009) dalam penelitian yang dilakukan peneliti dan penelitian

Lukmananti, Arifah, dan Prasetyo mampu meningkatakan proses pembelajaran

bercerita dan mampu meningkatakan perubahan perilaku siswa dalam aspek

keberanian dan kepercayaan diri siswa dalam tampil bercerita di depan kelas

dengan antusias dan lancar.

4.2.1.5 Terbangunnya Suasana Reflektif ketika Kegiatan Refleksi

Kegiatan refleksi berguna untuk menyadarkan siswa akan kekurangan saat

proses pembelajaran dan mengetahui apa yang akan dilakukan setelah proses

pembelajaran. Hasil observasi siklus II menunjukkan 16 siswa atau 94,11% siswa


161

menunjukkan sikap yang baik saat kegiatan refleksi sehingga terbangun suasana

reflektif ketika kegiatan refleksi berlangsung. Hal tersebut juga mengalami

peningkatan 35,29% dibanding siklus I yang sebelumnya tercatat 10 siswa atau

58,82%. Tahap ini merupakan tahap terakhir proses pembelajaran, guru dan siswa

melakukan refleksi atas pembelajaran yang telah berlangsung. Siswa dan guru

bersama-sama melakukan tahapan evaluasi untuk mengukur sejauh mana siswa

memahami pembelajaran pada saat itu. Refleksi dan evaluasi berperan penting

karena pada kegiatan ini guru akan mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa

ketika siswa bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Pada saat kegiatan refleksi siklus I dan siklus II. Siswa

dengan saksama memperhatikan penjelasan guru tentang seluruh proses

pembelajaran yang sudah dilakukan sehingga siswa menyadari kekurangan saat

pembelajaran dan mengetahui yang dilakukan setelah proses pembelajaran. Pada

siklus II, saat kegiatan refleksi guru yang memberikan gambaran mengenai

kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Siklus II suasana berlangsung

sangat reflektif. Guru melakukan konfirmasi dengan cara meminta siswa untuk

mengungkapkan apa yang telah dipelajari. Semua siswa dapat mengungkapkan

gambaran menyeluruh tentang yang telah dipelajari. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa proses terakhir pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter siklus II berlangsung lebih

reflektif dibanding siklus I. Dari catatan harian guru juga dapat diketahui bahwa

saat proses kegiatan refleksi siklus I maupun siklus II, suasana kelas berlangsung

sangat reflektif yaitu hampir semua siswa memperhatikan penjelasan guru


162

sehingga semua siswa mengetahui kekurangan yang dialami selama proses

pembelajaran dan mengetahui cara memperbaiki kekurangan yang mereka alami

agar menjadi lebih baik.

Catatan harian guru siklus I mengungkapkan bahwa saat kegiatan refleksi,

suasana kelas cukup tenang sehingga sangat mendukung kegiatan refleksi yang

dilakukan. Sebagian besar siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai

kelebihan dan kekurangan yang dialami saat proses pembelajaran. Guru

menjelaskan bahwa kelebihan saat proses pembelajaran pada sikulis I ini meliputi

keaktifan, percaya diri yang perlu ditingkatkan lagi pada proses pembelajaran

selanjutnya. Selain menjelaskan kekurangan siswa, guru juga memberi motivasi

pada siswa untuk lebih intensif lagi mempelajari materi kurang dikuasai agar

dapat meningkatkan hasil belajar pada siklus II.

Hasil catatan harian guru siklus II saat proses kegiatan refleksi, suasana

kelas berlangsung sangat reflektif yaitu hampir semua siswa memperhatikan

penjelasan guru. Pada proses ini menjelaskan mengenai keaktifan, kentuasiasan,

percaya diri, kejujuran, serta perilaku positif lainnya dalam mengikuti

pembelajaran semakin meningkat. Guru tidak lupa memberikan motivasi kepada

siswa untuk terus belajar serta mendorong siswa agar semakin aktif dalam proses

pembelajaran.

Catatan harian siswa siklus I pada kegiatan refleksi pada akhir

pembelajaran berisi tentang kesan dan saran siswa setelah mengikuti

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Sebagian besar siswa menanggapi positif kegiatan


163

pembelajaran dengan menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Kesan siswa terhadap pembelajaran bercerita mereka merasa

senang.

Hasil catatan harian siswa siklus II mengungkapkan bahwa sebagian besar

siswa mengungkapkan bahwa mereka sangat tertarik dan senang dengan

penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter yang

digunakan pada pembelajaran bercerita. Perasaan puas setelah mengikuti

pembelajaran juga diungkapkan siswa karena bimbingan yang diberikan guru

apabila mereka mengalami kesulitan sehingga semakin paham pada materi

bercerita.

Selain obervasi, catatan harian guru, dan catatan harian siswa

terbangunnya suasana yang refleksi pada akhir pembelajaran peningkatan pada

siklus ini juga diketahui melalui hasil wawancara. Hasil wawancara siklus I

diuraikan sebagai berikut. Guru mewawancarai siswa yang nilainya termasuk

dalam kategori sangat baik, cukup, dan kurang. Wawancara dilakukan dengan

berpedoman pada aspek-aspek yang ingin diungkap yaitu (1) perasaan siswa

ketika mengikuti proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (2) ketertarikan dan minat siswa ketika

mengikuti proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, (3) kesulitan yang Anda alami saat

proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter, (4) manfaat yang diperoleh siswa setelah pembelajaran
164

menulis puisi dengan menggunakan model pengkhayalan terpimpin melalui media

gambar dan musik.

Wawancara dilakukan terhadap tiga siswa yang mendapat nilai dengan

kategori sangat baik, cukup, dan kurang masing-masing satu anak. Dua siswa

yang mendapai nilai dengan kategori sangat baik menyatakan bahwa siswa

tersebut merasa senang, tertarik, mampu, dan tidak mengalami kesulitan dalam

mengikuti pembelajaran bercerita. Mereka menyatakan bawa penjelasan guru

dalam pelaksanaan proses pembelajaran mudah dipahami, sehingga siswa tertarik

dan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Manfaat yang diperoleh siswa

setelah mengikuti proses pembelajaran yaitu siswa mampu bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

Siswa yang mendapatkan nilai dengan kategori cukup mengemukakan

bahwa mereka senang dengan cara mengajar guru menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter karena materi lebih mudah

dipahami. Manfaat yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

yaitu siswa mampu bercerita. siswa tersebut memberikan saran agar

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter yaitu agar pembelajaran yang akan datang tetap

menggunakan media yang menarik. Hasil wawancara dengan siswa yang

mendapat nilai kurang mengungkapkan bahwa secara keseluruhan dapat

mengikuti pembelajaran dengan baik. Namun, mereka masih kesulitan dalam

merangkai dan bercerita di depan kelas. Manfaat yang diperoleh siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran yaitu siswa mampu bercerita dan bertambah


165

pengetahuan tentang cara bercerita. Saran yang diberikan pada guru akan menjadi

bahan masukan bagi guru untuk lebih meningkatkan proses pembelajaran

bercerita pada siklus II.

Hasil wawancara siklus II, siswa yang mendapat nilai tertinggi,

menyatakan bahwa media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

dirasa menyenangkan dan tidak membosankan karena ada waktu untuk belajar

sambil berkomunikasi dengan temannya sehingga proses pembelajaran tidak

terlalu terasa formal. Senada dengan pendapat yang disampaikan siswa yang

mendapat nilai tertinggi, siswa yang mendapat nilai sedang pun menyatakan

bahwa proses pembelajaran dirasa menjadi lebih menarik karena dapat

menyampaikan pendapat-pendapatnya lebih bebas tidak perlu ada rasa tegang,

takut atau malu.

Kesan yang diperoleh siswa yang mendapatkan nilai tertinggi

mengungkapkan bahwa “Saya sangat senang karena pembelajaran ini lebih seru.

Saya banyak mendapat pengalaman baru dalam bercerita”. Siswa yang mendapat

nilai dalam kategori baik lainnya mengungkapkan kesan terhadap pembelajaran

yang telah berlangsung dengan pernyataan “Saya merasa menjadi lebih mudah

untuk mengingat dan memahami materi pembelajaran”. Siswa yang mendapat

nilai dalam kategori cukup mengatakan, “saya senang karena menarik dan tidak

membuat mengantuk”.

Pertanyaan yang lain adalah kesulitan yang Anda alami saat proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Siswa yang mendapat nilai kategori sangat baik dan baik
166

menyatakan bahwa mereka sudah tidak lagi mengalami kesulitan pada materi

bercerita. Sedangkan siswa menyatakan masih mengalami kesulitan saat bercerita

di depan kelas. Manfaat yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran yaitu siswa mampu bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

Selain observasi dan catatan harian, suasana reflektif juga terlihat dari

hasil dokumentasi foto siklus I dan siklus II. Pada siklus I dan siklus II siswa

sangat antusias dalam memperhatikan guru. Dokumentasi foto tersebut adalah

sebagai berikut.

Siklus I Siklus II

Gambar 21. Proses Kegiatan Refleksi Siswa Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan hasil observasi, catatan harian, dan dokumentasi foto pada

siklus II terlihat bahwa proses kegiatan refleksi pada siklus I dan siklus II

berlangsung sangat reflektif sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan

baik. Pada siklus II secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam proses

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai


167

pendidikan karakter berlangsung baik dan semua mengalami peningkatan dari

siklus I ke siklus II.

4.2.2 Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik


Strip Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Hasil tes bercerita siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung pada siklus I dan

siklus II mencapai hasil yang memuaskan. Pada siklus I nilai rata-rata siswa masih

belum mencapai nilai ketuntusan. Pada siklus II terjadi peningkatan dengan nilai

yang mencapai ketuntasan. Hasil tes bercerita siklus I dan siklus II dapat dilihat

pada tabel 22 berikut.

Tabel 22. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I dan Siklus II

No Aspek Penilaian Nilai Rata-Rata Peningkatan


Persen
SI SII SII-SI

1 Pelafalan 52,29 81,17 28,88 55,23%


2 Intonasi 49,41 76,47 27,06 54,76%
3 Ekspresi 23,52 37,64 14,12 60,03%
4 Urutan Cerita 57,64 81,17 23,53 40,82%
5 Kelancaran 51,76 75,29 23,53 45,46%
Rata-Rata 63,52 79,41 15,89 25,01%

Keterangan:
SI = Sikus I
SII= Siklus II
Berdasarkan tabel data 22 hasil tes kemampuan bercerita dari siklus I dan

siklus II dapat dijelaskan bahwa kemampuan bercerita siswa pada setiap aspek

penilaian mengalami peningkatan. Berikut adalah uraian tabel.


168

Hasil tes bercerita pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 63,52, nilai rata-

rata tersebut diperoleh dari beberapa aspek penilaian. Aspek penilaian bercerita

meliputi: pelafalan, intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan kelancaran. Pada aspek

pelafalan nilai rata-rata mencapai 52,59 dengan kategori cukup. Aspek intonasi

nilai rata-rata yang dicapai sebesar 49,41 dengan kategori cukup. Aspek ekspresi

skor rata-rata yang diperoleh sebesar 23,52 . Aspek urutan cerita mencapai skor

rata-rata 57,64 dengan kategori cukup. Aspek kelancaran skor rata-rata 51,76

dengan kategori cukup. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil tes

bercerita siklus I sudah cukup.

Hasil tes bercerita pada siklus II berhasil mencapai nilai 79,14 dengan

kategori baik. Pencapaian hasil nilai tersebut sudah memenuhi batas ketuntasan

yang telah ditetapkan. Dengan demikian, maka tidak perlu dilakukan kegiatan

pembelajaran pada siklus berikutnya. Hasil pemerolehan nilai dari masing-masing

aspek di siklus II diuraikan sebagai berikut.

Aspek yang pertama, yakni aspek pelafalan. Pada aspek pelafalan, nilai

rata-rata aspek pelafalan sebesar 81,17 dengan kategori sangat baik, kemudian

untuk aspek intonasi, diperoleh nilai rata-rata sebesar 76,47 dengan kategori

sangat baik. Berikutnya adalah aspek ekspresi, nilai rata-rata aspek ekspresi

sebesar 37,64 dengan kategori kurang. Aspek selanjutnya adalah aspek urutan

cerita. nilai rata-rata aspek urutan cerita sebesar 81,17 dan masuk dalam kategori

sangat baik, yang terakhir aspek kelancaran, nilai rata-rata aspek kelancaran

sebesar 75,29 dan masuk dalam kategori sangat baik.


169

Peningkatan hasil belajar atau nilai siswa dari siklus I ke siklus II pada

sebuah kajian bercerita dilakukan oleh Gupitasari (2009) dengan judul

“Keterampilan Bercerita Melalui Teknik Pemetaan Pikiran dengan Media Foto

pada Siswa Kelas VII-MTs Al Asror Semarang”. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Gupitasari (2009) yaitu adanya perolehan prestasi belajar atau nilai siswa

sebelum diberi tindakan dan setelah diberi tindakan pada siklus I, siklus II

semakin meningkat. Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh siswa 73,01 dan

pada siklus II rata-rata nilai menjadi 81,01. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai dan jumlah siswa yang tuntas belajar dari

siklus I ke siklus II setelah mengikuti pembelajaran dengan sebuah media

pembelajaran.

Perbandingan penelitian yang dilakukan Gupitasari (2009) dan penelitian

ini terletak pada meningkatnya prestasi belajar atau nilai rata-rata dan perubahan

perilaku setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media foto serta

teknik pemetaan pikiran. Hasil prestasi belajar atau nilai pada penelitian yang

dilakukan Gupitasari (2009) mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II

sebesar 8 atau 10,94%. Siklus I 73,01 menjadi 81,01 pada siklus II sedangkan

pada penelitian ini siklus I nilai rata-rata kelas 63,52 dan mengalami peningkatan

sebesar 15,89 atau 25,01% menjadi 79, 41 pada siklus II.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gupitasari (2009) selain terjadinya

peningkatan prestasi belajar atau nilai siswa dapat diketahui pula penerapan teknik

dan media pembelajaran dapat meningkatkan perilaku sosial siswa. Hal ini dapat

diketahui dari perolehan skor nilai pada unsur-unsur pembentuk perilaku sosial
170

yang dilakukan siswa mengalami peningkatan mulai dari tindakan pada siklus I

dan siklus II. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan Gupitasari (2009)

membuktikan bahwa penerapan media dan teknik pemetaan pikiran dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa dan juga dapat meningkatkan perilaku sosial

siswa. Pada penelitian ini, perubahan perilaku yang dialami siswa setelah

mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter siklus I dan siklus II merupakan implementasi dari

nilai-nilai pendidikan saat proses pembelajaran. Nilai-nilai tersebut meliputi

keaktifan siswa pada proses pembelajaran, keantusiasan siswa mengikuti proses

pembelajaran, percaya diri untuk bercerita. Siswa selalu menunjukkan perubahan

perilaku yang positif saat proses pembelajaran berlangsung.

Penelitian lain tentang menulis puisi dilakukan oleh Lukmananti (2009)

dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan

Media Kaset Religi Anak Siswa Kelas IIB Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran

Gunungpati Semarang”. Menunjukkan bahwa melalui media kaset religi anak

hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Nilai rata-rata yang didapat pada

siklus I sebesar 65,65. Pada siklus II, nilai rata-rata yang didapat siswa meningkat

menjadi 75.50.

Perbandingan penelitian yang dilakukan Lukmananti (2009) dan penelitian

ini terletak pada meningkatnya nilai rata-rata dan perubahan perilaku setelah

mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media kaset religi anak. Nilai rata-

rata yang diperoleh siswa siklus I pada penelitian Lukmananti sebesar 65,65. Pada

siklus II nilai rata-rata sebesar 75,50, dengan demikian mengalami peningkatan


171

sebesar 9,85 atau sebesar 15%, sedangkan pada penelitian ini siklus I nilai rata-

rata kelas 63,52 dan mengalami peningkatan sebesar 15,89 atau 25,01% menjadi

79, 41 pada siklus II.

Perilaku siswa kelas IIB Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran

Gunungpati Semarang mengalami perubahan menjadi lebih baik setelah

mengikuti pembelajaran bercerita dengan Media Kaset Religi Anak. Perubahan

tersebut yaitu tingkah laku negatif berubah menjadi tingkah laku positif.

Perubahan tersebut seperti siswa yang semula kurang siap, kurang bersemangat,

dan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran menjadi siap, bersemangat,

senang, dan menikmati pembelajaran. Siswa juga tampak lebih aktif dalam

berfikir dan mengerjakan tugas yang diberikan guru. Pada penelitian ini,

perubahan perilaku dialami siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada

siklus I dan siklus II. Perubahan perilaku siswa tersebut meliputi keantusian,

keaktifan, keberanian, dan kejujuran. Siswa selalu menunjukkan perubahan

perilaku positif saat proses pembelajaran berlangsung.

Penelitian selanjutnya tentang pembelajaran bercerita juga dilakukan oleh

Arifah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan

Bercerita dengan Teknik Pancingan Kata Kunci Menggunakan Media Puzzle

Gambar pada Siswa Kelas VII B SMP N Kota Malang Tahun Ajaran 2011/2012”.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifah (2012) adalah dengan Teknik

pancingan kata kunci dan media puzzle gambar. Hasil yang diperoleh dari

penelitian ini adalah pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata 73,53. Pada siklus
172

II meningkat dengan nilai rata-rata 81,53. dengan demikian, terjadi peningkatan

dari siklus I ke siklus II

Perbandingan hasil penelitian yang dilakukan Arifah dengan penelitian

yang dilakukan peneliti memperoleh hasil bahwa keduanya mengalami

peningkatan. Penelitian Arifah untuk hasil siklus I mengalami peningkatan

dengan nilai rata-rata siswa sebesar 73,53, dan untuk hasil siklus II nilai rata-rata

siswa meningkat menjadi 81,53. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan

peneliti siklus I nilai rata-rata kelas 63,52 dan mengalami peningkatan sebesar

15,89 atau 25,01% menjadi 79, 41 pada siklus II. Oleh karena itu, hasil rata-rata

siswa yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan peneliti lebih besar daripada

hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan Arifah (2012).

Berdasarkan data nontes pada penelitian yang dilakukan oleh Arifah

(2012), siswa juga mengalami perubahan sikap atau perilaku, seperti adanya

keseriusan belajar, tidak gaduh sendiri, dan kesiapan siswa selama proses

pembelajaran. Pada penelitian ini, perubahan perilaku dialami siswa setelah

mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan

nilai-nilai pendidikan karakter perilaku siswa menjadi lebih positif siklus I dan

siklus II. Hal ini merupakan implementasi dari perunahan perilaku siswa menjadi

lebih baik saat proses pembelajaran. Perilaku tersebut meliputi kenatusiasan

siswa, keaktifan siswa, keberanian siswa, dan kejujuran siswa. Siswa selalu

menunjukkan perubahan perilaku positif saat proses pembelajaran berlangsung.

Peningkatan keterampilan bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas II MI Rifaiyah


173

Limpung Batang merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan. Keberhasilan

yang dicapai siswa sangat memuaskan. Sebelum dilakukan tindakan pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter, nilai siswa hanya mencapai kategori cukup. Siswa beranggapan bahwa

keterampilan bercerita sangat susah dan membosankan. Selama ini pembelajaran

yang diberikan guru kelas belum menggunakan media yang inovatif.

Setelah dilakukan tindakan pembelajaran bercerita menggunakan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siklus I, hasil

keterampilan bercerita siswa mencapai nilai rata-rata sebesar 63,52 dan berada

dalam kategori cukup. Pencapaian nilai tersebut belum maksimal meskipun sudah

menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dikarenakan siswa belum terbiasa dengan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikkan karakter untuk pembelajaran

bercerita. Namun, setelah guru merefleksi kekurangan-kekurangan pada siklus I

dan melakukan perbaikan pada siklus II, nilai rata-siswa meningkat menjadi

sebesar 79,41 dengan angka peningkatan sebesar 15,89 dan persentase

peningkatan sebesar 25,01 %. Pada siklus II, nilai rata-rata setiap aspek sudah

mencapai kategori baik dan sangat baik. Berdasarkan hasil perbandingan tes

tersebut, dapat disimpulkan bahwa media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam bercerita.

Hasil tes siklus II menunjukkan siswa sudah siswa mencapai batas KKM yaitu 65

atau kategori baik.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter dapat membantu


174

siswa dalam keterampilan bercerita. Hal ini terbukti dengan adanya hasil tes yang

termasuk kategori baik. Nilai rata-rata pada siklus I 63,52 atau dalam kategori

cukup dan belum mencapai KKM yang telah ditentukan. Pada siklus II mengalami

peningkatan sebesar 15,89 atau 25,01% menjadi 79,41.

4.2.3 Perubahan Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran


Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Komik Strip
Bermuatan Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Peningkatan keterampilan bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter disertai pula perubahan perilaku siswa

dari siklus I ke siklus II. Hasil observasi, wawancara, catatan harian, dan

dokumentasi foto pada siklus I menunjukkan bahwa masih ada sebagian siswa

yang menunjukkan perilaku negatif. Perilaku negatif tersebut antara lain siswa

belum menunjukkan sikap antusias, kurang aktif dalam kegiatan tanya jawab atau

mengemukakan pendapat, bercanda dengan teman dan tidak memperhatikan

penjelasan guru, kurang percaya diri saat bercerita di depan kelas, dan kurang

menghargai siswa yang bercerita di depan kelas. Akan tetapi, pada siklus II

perilaku siswa mengalami perubahan yang signifikan. Siswa mampu

menunjukkan sikap antusias selama proses pembelajaran sehingga menciptakan

suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan. Siswa aktif dalam setiap proses

pembelajaran. Siswa yang bercanda dengan teman dan tidak memperhatikan

penjelasan guru semakin berkurang. Rasa berani dan percaya diri pada saat

bercerita di depan kelas juga lebih tinggi. Perubahan perilaku siswa dijelaskan

pada Tabel 23 berikut.


175

Tabel 23. Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Siklus I dan


Siklus II
Rata-rata Skor
Peningkatan
Aspek yang diamati Siklus I Siklus II
(%)
F (%) F (%)
1. Keantusiasan siswa 13 76,47 17 100 23,53
2. Keaktifan siswa 10 58,82 16 94,11 35,29
3. Kepercayaan diri siswa 9 52,95 14 82,35 29,4
bercerita di depan kelas

Berdasarkan Tabel 23 diketahui sebagian siswa menunjukkan peningkatan

sikap positif dalam pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nila pendidikan karakter dari siklus I ke siklus II. Dalam

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nila

pendidikan karakter siklus I tercatat 13 siswa atau 76,47% menunjukkan sikap

antusias dan mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 23,53% yaitu menjadi

17 siswa atau 100%, pada siklus I tercatat 10 siswa atau 58,82% aktif dalam

pembelajaran dan mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 35,29% menjadi

16 siswa atau 94,11%, pada siklus I tercatat 9 siswa atau 52,95% siswa berani dan

percaya diri untuk bercerita di depan kelas dan mengalami peningkatan pada

siklus II sebesar 29,4% menjadi 14 siswa atau 82,35%, dan pada siklus I tercatat

11 siswa atau 64,70% siswa jujur dalam memberikan penilaian dan mengalami

peningkatan sebesar 23,53% menjadi 15 siswa atau 88,23% siswa tanggung jawab

dalam kegiatan memberikan penilaian.

4.2.3.1 Keantusiasan Siswa

Hasil observasi tentang keantusiasan siswa pada saat pembelajaran

bercerita siklus I menunjukkan 13 siswa atau 76,47% menunjukkan sikap antusias

dan mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 23,53% yaitu menjadi 17 siswa
176

atau 100%, antusias mengikuti pembelajaran. Pada siklus I hanya sebagian siswa

yang terlihat antusias saat pembelajaran bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, masih ada beberapa siswa yang

kurang memperhatikan guru, mereka asyik mengobrol sendiri dengan teman dan

bermalas-malasan. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu pada saat

pembelajaran bercerita siklus II akan dimulai, sebagian besar siswa telah siap

mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari keantusiasan siswa dalam

memperhatikan guru dengan saksama saat guru menumbuhkan minat untuk

bercerita dan saat guru menjelaskan materi pembelajaran tentang bercerita, hanya

ada sebagian kecil dari siswa yang masih kurang memperhatikan guru.

Pada saat guru meminta siswa mengamati komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter, siswa juga sangat antusias dalam melaksanakan

perintah guru. Namun, pada siklus I masih ada beberapa siswa yang tidak serius

dalam saat pembelajaran tersebut, mereka malas beranjak dari tempat duduk.

Berbeda dengan siklus I, pada siklus II keantusiasan siswa juga mengalami

peningkatan. Mereka dengan segera melakukan apa yang telah diperintahkan guru

sehingga pembelajaran berjalan dengan sangat baik. Kesiapan dan perhatian siswa

dalam menunjukkan keantusiasan terhadap materi pembelajaran yang

disampaikan sudah termasuk dalam kategori sangat baik.

Keantusiasan siswa dapat diketahui juga melalui hasil wawancara.

Pendapat mengenai keantusiasan siswa saat siswa mengikuti kegiatan

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter yaitu, siswa yang mendapatkan nilai tertinggi pada siklus I
177

dan siklus II berpendapat sama yaitu mereka mengemukakan bahwa mereka

sangat antusias dan sangat senang dan tertarik dengan pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

sehingga mereka sangat memperhatikan seluruh proses pembelajaran dengan

saksama. Siswa yang mendapatkan nilai sedang pada siklus I dan siklus II juga

mengemukakan bahwa mereka sangat antusias dan sangat senang dan tertarik

dengan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, siswa

menjelaskan bahwa siswa memperhatikan guru dengan saksama selama proses

pembelajaran, pada siklus I siswa yang mendapat nilai sedang mengaku merasa

kesulitan dalam merangkai cerita dan berlatih bercerita, namun pada siswa yang

mendapat nilai sedang pada siklus II tidak merasa kesulitan karena sudah mulai

terbiasa bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai rendah pada siklusI

dan siklus II menjelaskan bahwa mereka senang dan antusias dengan

pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter, namun mereka mengaku masih kadang berbicara dengan

teman saat guru memberikan penjelasan sehingga kurang optimal.

Selain menggunakan instrumen observasi dan wawancara, instrumen lain

yang digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku keantusiasan siswa adalah

catatan harian siswa. Berdasarkan catatan harian siswa siklusI dan siklus II, siswa

juga mengaku senang dan antusias dengan pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, hal tersebut


178

menunjukkan bahwa siswa telah memperhatikan seluruh proses pembelajaran

dengan baik sehingga mereka menikmati pembelajaran tersebut.

Dari hasil dokumentasi foto siklus I dan siklus II juga dapat diketahui

tentang keantusiasan siswa dalam bercerita. Pada siklus I masih ada beberapa

siswa yang kurang menunjukkan keantusiasannya, namun pada siklus II

keantusiasan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru selama proses

pembelajaran sudah baik, hal ini dapat dibuktikan dengan dokumentasi foto

berikut.

Siklus I Siklus II

Gambar 22. Keantusiasan Siswa Siklus I dan Siklus II

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan instrumen nontes

yaitu observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto siklus II

menunjukkan keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran bercerita


179

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah

baik dan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Senada dengan hasil perubahan perilaku siswa pada penelitian yang

dilakukan peneliti, Prasetyo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul

“Keterampilan Bercerita Melalui Teknik Pemetaan Pikiran dengan Media Foto

pada Siswa Kelas VII-MTs Al Asror Semarang”. menunjukkan pada siklus II

adanya perubahan perilaku menjadi lebih positif pada aspek keantusiasan siswa

yakni siswa lebih semangat dan antusias dalam pembelajaran. Ketika guru

menjelaskan materi pembelajaran siswa lebih memperhatikan dengan baik tanpa

ada kegiatan lain yang dilakukan siswa. Pada siklus I masih ada siswa yang tidak

memeperhatikan penjelasan guru dengan baik. hal ini karena kebiasan siswa yang

masih suka berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Namun, pada siklus II

sudah tidak ada lagi siswa yang berbicara sendiri dengan teman ataupun ramai

sendiri dibelakang. Keantusiasan siswa sudah terfokus pada pembelajaran.

Berdasarkan uraian perbandingan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian

Prasetyo (2009) membuktikan adanya peningkatan perhatian siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran.

Sejalan dengan hasil perubahan perilaku siswa pada penelitian yang

dilakukan peneliti, Gupitasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Bercerita Pengalaman yang Mengesankan dengan

Menggunakan Metode Concept Formation pada Siswa Kelas XI SMA Negeri I

Welahan”. pada siklus II menunjukkan adanya perubahan perilaku siswa menjadi

lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pada siklus I keberanian dan


180

keantusiasan siswa untuk bertanya dan merespons sangat kurang. Ada yang

antusias dalam mengikuti pemeblajaran, ada yang gobrol sendiri dan sibuk

menggambar. Pada siklus II siswa terlihat lebih antusias dala mengikuti proses

pembelajran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Pada kelompok asal mereka terlihat lebih antusias dan lebih

bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Pada saat guru melakukan apersepsi

siswa terlihat sangat antusias, dan saat guru memberikan tugas untuk berlatih

bercerita juga siswa terlihat antusias dalam melakukan tugas yang diberikan guru,

baik siklus I maupun siklus II siswa lain antusias menyimak dan mengerjakan

tugas yang diberikan guru.

Hasil perubahan perilaku aspek keantusiasan siswa pada penelitian yang

dilakukan peneliti memiliki persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Setyawati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Media

Komik Strip Melalui Komponen Pemodelan Untuk Meningkatkan Keterampilan

Berbicara Siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rakit Banjarnegara”. Berdasarkan data

nontes pada siklus II dapat diketahui hasil lembar observasi menunjukkan adanya

perubahan tingkah laku siswa menjadi lebih baik, karena terjadi peningkatan-

peningkatan dalam jumlah besar setiap aspeknya. Selama kegiatan pembelajaran

bercerita berlangsung, tampak antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Keseriusan dan keantusiasan siswa dalam pembelajaran terus berlangsung sampai

pada kegiatan refleksi. Perilaku negatif siswa juga menunjukkan adanya

perubahan ke arah positif, hal ini terlihat dari hasil lembar observasi yang
181

diperoleh dalam siklus I siswa yang tidak memperhatikan, mengganggu teman,

dan berbicara sendiri berkurang dalam tindakan siklus II.

Penggunaan media komik strip melalui komponen pemodelan untuk

meningkatkan keterampilan berbicara terjadi banyak perubahan perilaku siswa

terutama setelah dilakukan pembelajaran pada siklus II. Setelah siswa mengetahui

hasil tes bercerita yang diperoleh pada siklus I, siswa menjadi lebih serius dan

berusaha untuk mengikuti pembelajaran berbicara menggunakan media komik

strip melalui komponen pemodelan dengan sungguh-sungguh. Antusias dan

semangat siswa terlihat ketika guru melakukan apersepsi, mengerjakan tugas yang

diberikan guru, dan kegiatan refleksi. Siswa dengan sungguh-sungguh

mengerjakan perintah guru dan mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran

berbicara menggunakan media komik strip melalui komponen pemodelan.

Perilaku siswa pada saat pembelajaran pada siklus II menjadi lebih tertib dan

tenang. Berdasarkan uraian hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Prasetyo

(2009), Gupitasari (2009) dan Setyawati (2007) membuktikan adanya peningkatan

keantusiasan siswa setelah mengikuti tindakan dari siklus I ke siklus II. Dengan

demikian, penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan

oleh Prasetyo, Gupitasari, dan Setyawati mampu meningkatkan keantusiasan

siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan

oleh peneliti dalam perunahan perilaku aspek keamtusiasan siswa berjalan dengan

baik dan mengalami peningkatan. Siswa cenderung lebih bersikap lebih positif,

lebih antusias, dan lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.


182

4.2.3.2 Keaktifan Siswa

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, keaktifan siswa pada saat

proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-

nilai pendidikan karakter berlangsung cukup baik yaitu meningkat 35,29% dari

siklus I yang tercatat 10 siswa atau 58,82% menjadi 16 siswa atau 94,11% aktif

dalam pembelajaran pada siklus II. Pada siklus I siswa sudah terlihat cukup aktif

dalam mengemukakan pendapat, merespon, bertanya, dan menjawab pertanyaan

yang disampaikan oleh guru. Siswa juga sudah cukup aktif dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru saat awal pembelajaran. Saat guru

menyampaikan materi siswa juga merespon apa yang disampaikan guru dengan

cukup baik, dan ketika siswa merasa kesulitan selama proses pembelajaran, siswa

juga sudah cukup aktif bertanya terutama kesulitan siswa saat merangkai cerita

dan berlatih bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu semakin banyak

siswa yang aktif dalam pembelajaran bercerita. Pada siklus II siswa menjadi lebih

aktif dalam mengemukakan pendapat, merespon, bertanya, dan menjawab

pertanyaan yang disampaikan oleh guru. Siswa juga lebih aktif dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru saat awal pembelajaran. Saat guru

menyampaikan materi siswa juga lebih merespon apa yang disampaikan guru

dengan baik, dan ketika siswa merasa kesulitan selama proses pembelajaran,

siswa juga sudah semakin aktif bertanya terutama kesulitan siswa saat merangkai

cerita dan berlatih bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter.
183

Keaktifan siswa juga dapat diketahui dari hasil catatan harian guru siklus I

dan siklus II yang mengalami peningkatan. Siswa sudah aktif dalam

pembelajaran. Namun, pada siklus I ketika guru menjelaskan materi, ada beberapa

siswa yang kurang memperhatikan guru dan masih berbicara sendiri dengan

temannya, sedangkan pada siklus II saat guru menjelaskan materi siswa

memperhatikan dengan baik. Pada siklus I dan siklus II ada juga siswa yang

bertanya kepada guru tentang materi yang belum paham. Selanjutnya, ketika

siswa diminta merangkai dan berlatih bercerita dan mendapatkan penjelasan

tentang penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

pada siklus I maupun siklus II, siswa sangat antusias dan merespon baik

penggunaan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter. Siswa

dengan saksama memperhatikan objek yang mereka amati.

Dari hasil dokumentasi foto siklus I dan siklus II ini, keaktifan siswa

selama proses pembelajaran sudah baik, yaitu menunjukkan peningkatan, hal ini

dapat dibuktikan dengan dokumentasi foto berikut.

Siklus I Siklus II
184

Gambar 23. Keaktifan Siswa Siklus I dan Siklus II


Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan instrumen nontes

yaitu observasi, catatan harian, wawancara, dan dokumentasi foto siklus I dan

siklus II menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sudah

mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Hasil perubahan perilaku aspek respon siswa pada penelitian yang

dilakukan peneliti memiliki persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan

Setyawati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Media Komik

Strip Melalui Komponen Pemodelan Untuk Meningkatkan Keterampilan

Berbicara Siswa Kelas VII-C SMP N 2 Rakit Banjarnegara”. Perubahan perilaku

positif yang terjadi yakni siswa lebih siap dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini

terlihat ketika siswa aktif bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh

guru. Pada siklus I masih ada siswa yang kurang aktif, masih ada siswa yang

bergurau dengan temannya. Hasil perubahan perilaku tersebut membuktikan

bahwa keaktifan siswa pada siklus II meningkat. Oleh karena itu penelitian yang
185

dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Setyawati (2007) sama-sama

mampu meningkatkan respon siswa menjadi lebih baik daripada sebelumnya.

Hasil perubahan perilaku aspek keaktifan siswa pada penelitian yang

dilakukan peneliti memiliki persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Gupitasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita Pengalaman yang Mengesankan dengan Menggunakan

Metode Concept Formation pada Siswa Kelas XI SMA Negeri I Welahan”.

Selama proses pembelajaran siklus II di kelas, siswa yang sebelumnya tidak

mengikuti pembelajaran bercerita dengan baik, pada siklus II ini siswa mulai

mengikuti pelajaran dengan baik dan melaksanakan tugas-tugas guru dengan

serius dan sungguh-sungguh. Pada saat pembelajaran Bercerita pengalaman yang

mengesankan dengan menggunakan metode concept formation dimulai, sebagian

besar siswa telah siap mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat para siswa duduk

dengan rapi dan tenang di bangku masing-masing dan cukup antusias mengikuti

pembelajaran keterampilan bercerita dengan baik dibandingkan pada siklus I.

Meskipun masih ada beberapa siswa yang duduk di bagian belakang belum siap

mengikuti pembelajaran. Siswa tersebut berbicara sendiri dan mengganggu

temannya. Adapun jumlah siswa yang belum siap mengikuti pelajaran jumlahnya

lebih sedikit dibandingkan pada pembelajaran siklus I.

Pada saat guru memberikan penjelasan tentang materi, sebagian besar

siswa mendengarkan penjelasan guru dengan penuh konsentrasi dan merespon

materi yang diberikan guru, suasana kelas pun tenang. Siswa aktif bertanya

apabila menemukan kesulitan dalam materi yang disampaikan. Jumlah siswa yang
186

bertanya meningkat dibandingkan pada siklus I. Demikian juga saat memberikan

tanggapan atau jawaban dari pertanyaan yang diberikan guru. Peningkatan

keaktifan siswa dalam bertanya dan memberikan tanggapan menunjukkan

ketertarikan dan rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.

Namun, masih ada beberapa siswa yang enggan bertanya saat menemukan

kesulitan. Hal ini dikarenakan siswa malu, takut salah, dan kurang percaya diri.

Pada saat guru memperkenalkan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter, semua memperhatikan dan tertarik mendengarkan penjelasan

cara bercerita dengan media tersebut. Suasana kelas berubah lebih menyenangkan,

terlihat dari siswa-siswa yang memfokuskan matanya pada satu titik yaitu

penjelasan guru. Siswa lebih antusias dan bersungguh-sungguh mengerjakan tugas

yang diberikan guru dibandingkan pada siklus I. Berdasarkan uraian perbandingan

hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Setyawati (2007) dan Gupitasari (2009)

membuktikan adanya peningkatan keaktifan siswa setelah mengikuti tindakan dari

siklus I ke siklus II.

Dengan demikian, penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian

yang dilakukan oleh Setyawati (2007) dan Gupitasari (2009) mampu

meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

4.2.3.3 Kepercayaan diri Siswa Bercerita di Depan Kelas

Berdasarkan observasi tentang keberanian dan kepercayaan diri siswa pada

siklus I dan siklus II tercetat telah mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu

29,40%. Pada siklus I tercatat hanya 9 siswa atau 52,95%, dan pada siklus II

meningkat menjadi 14 siswa atau 82,35% siswa berani dan percaya diri untuk
187

tampil bercerita di depan kelas. Pada siklus I setela siswa selesai merangkai serta

berlatih bercerita dalam satu kelompok diharapkan siswa aktif untuk berani tampil

bercerita di depan kelas, namun hanya sebagian siswa dengan malu-malu yang

bersedia bercerita di depan kelas, bahkan harus ditunjuk terlebih dahulu agar

mereka bersedia bercerita di depan kelas, sedangkan pada siklus II mengalami

peningkatan yang cukup besar, saat siswa selesai latihan bercerita, siswa dengan

antusias ingin maju untuk bercerita di depan kelas sehingga guru tidak perlu

menunjuk siswa yang akan tampil bercerita seperti yang guru lakukan pada siklus

I. Hasil wawancara pada siklus I dan siklus II juga digunakan untuk mengetahui

keberanian dan kepercayaan diri siswa saat tampil bercerita di depan kelas.

Berdasarkan hasil wawancara pada siklus I, siswa mengatakan bahwa siswa masih

merasa malu, takut, dan enggan untuk tampil bercerita di depan kelas. Mereka

takut dan malu kalau salah, sedangkan pada siklus II diketahui bahwa sebagian

besar siswa sudah merasa percaya diri untuk tampil bercerita di depan kelas.

Selain dari observasi dan wawancara, keberanian dan kepercayaan diri

siswa juga terlihat pada instrumen dokumentasi foto siklus I dan siklus II. Dari

hasil dokumentasi foto pada siklus I dan siklus II ini juga terlihat peningakatn

pada siswa. Pada siklus I mereka masih merasa malu dan takut ketika bercerita di

depan kelas, sedangkan pada siklus II siswa percaya diri maju ke depan untuk

tampil bercerita di depan kelas tanpa ditunjuk oleh guru. Siswa-siswa yang lain

juga sudah memerhatikan teman lain yang maju bercerita di depan kelas, hal ini

membuat siswa yang tampil bercerita di depan kelas menjadi bersemangat. Hal ini

dapat dibuktikan dengan dokumentasi foto berikut.


188

Siklus I Siklus II

Gambar 24. Aktivitas Siswa saat Bercerita di Depan Kelas pada

Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan uraian observasi, wawancara, dan dokumentasi foto siklus I

dan siklus II, dapat diketahui keberanian dan kepercayaan diri siswa dalam tampil

bercerita di depan kelas sudah baik. Siswa sudah mulai terbiasa dengan aktivitas

bercerita di depan kelas sehingga rasa percaya diri siswa pada saat tampil

bercerita di depan kelas sudah tumbuh. Hal tersebut menunjukkan peningkatan

dari siklus I ke siklus II.

Senada dengan hasil perubahan perilaku adanya peningkatan percaya diri

siswa pada penelitian yang dilakukan peneliti, Prasetyo (2009) dalam

penelitiannya yang berjudul “Keterampilan Bercerita Melalui Teknik Pemetaan

Pikiran dengan Media Foto pada Siswa Kelas VII-MTs Al Asror Semarang”. Rasa
189

percaya diri siswa yang masih kurang pada siklus I dapat diketahui saat kegiatan

bercerita berlangsung. Siswa yang mendapatkan giliran untuk tampil bercerita di

depan kelas hanya sekedar membacakan saja dan dari peserta yang lain saat

diberikan kesempatan untuk bertanya belum banyak yang berani mengajukan

pertanyaan atau meminta penjelasan dari hasil yang sedang menyampaikan

hasilnya. Jadi, pada penelitian yang dilakukan Prasetyo (2009) dapat disimpulkan

melalui teknik pemetaan pikiran dengan media foto dapat meningkatkan rasa

percaya diri siswa.

Hasil perubahan perilaku aspek percaya diri siswa pada penelitian yang

dilakukan peneliti memiliki persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Lukmananti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Bercerita dengan Media Kaset Religi Anak Siswa Kelas IIB

Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Banaran Gunungpati Semarang” Terciptanya

suasana yang komunikatif pada penelitian yang dilakukan Lukmananti dapat

meningkatkan rasa percaya diri siswa saat mengemukakan pendapat sehingga

suasana diskusi menjadi lebih hidup. Berdasarkan uraian perbandingan hasil

penelitian ini dengan hasil penelitian Prasetyo (2009) dan Lukmananti (2009)

membuktikan adanya peningkatan percaya diri siswa setelah mengikuti tindakan

dari siklus I ke siklus II.

Dengan demikian, penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian

yang dilakukan oleh Prasetyo (2009) dan Lukmananti (2009) mampu

meningkatkan percaya diri siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.


190

Berdasarkan hasil serangkaian analisis data dan situasi. Pembelajaran pada

siklus I dan siklus II dapat dijelaskan adanya peningkatan yang baik. Pada

perilaku siklus II sudah memenuhi target yang diharapkan. Oleh karena itu

peneliti mengakhiri penelitian pada siklus II.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan dalam

penelitian, simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian tentang keterampilan becerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter memenuhi langkah-langkah

sebagai berikut: 1) guru menyampaikan materi tentang bercerita dan media

komik strip, 2) siswa berkelompok 5-6 anak, 3) guru menyajikan media

komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter, 4) guru

membagikan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

kepada masing-masing kelompok, 5) secara individu siswa menyusun

cerita dari komik dengan bimbingan guru, 6) siswa berlatih bercerita

sampai menguasai kecakapan dengan baik dalam satu kelompok secara

bergantian, 7) siswa mempraktikkan kegiatan bercerita di depan kelas

dengan memperhatikan lafal, intonasi, ekspresi, urutan cerita dan

kelancaran, 8) guru memberikan penilaian pada siswa yang bercerita di

depan kelas. Proses pembelajaran bercerita menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas II MI

Rifaiyah Limpung telah mengalami perbaikan pada siklus II daripada

siklus I. Pada siklus I masih terdapat beberapa kendala dalam

pembelajaran, namun hal ini dapat diperbaiki pada siklus II.

191
192

2. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Peningkatan ini dapat dilihat berdasarkan hasil tes

yang dilakukan siswa kelas II MI Rifaiyah Limpung yang meliputi tes

siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata klasikal

bercerita sebesar 63,52. Kemudian pada tes siklus II nilai rata-rata klasikal

bercerita mencapai 79,41.

3. Peningkatan hasil tes juga diikuti oleh perubahan perilaku siswa kelas II

MI Rifaiyah Limpung ke arah positif setelah dilaksanakan pembelajaran

bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil nontes yang

meliputi observasi, jurnal, wawancara, dan dokumentasi foto. Perilaku

siswa pada pembelajaran siklus II lebih positif dibandingkan siklus I.

Meskipun demikian masih ada siswa yang melakukan tingkah laku negatif,

seperti berbicara dengan temannya. Pada siklus II berubah menjadi

senang, aktif, dan serius terhadap materi yang diberikan guru.

5.2 Saran

Saran yang diberikan peneliti berdasarkan simpulan hasil penelitian

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia hendaknya menggunakan media komik

strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter sebagai salah satu alternatif

untuk memberikan variasi dalam pembelajaran bercerita. Selain itu, guru

hendaknya memiliki kreativitas yang tinggi dan dapat menghadirkan


193

pembelajaran yang menarik dan efektif sehingga siswa tertarik selama

pembelajaran.

2. Peneliti lain dapat melakukan penelitian serupa dengan menggunakan

metode, teknik dan media pembelajaran yang berbeda sehingga didapatkan

berbagai alternatif metode pembelajaran keterampilan bercerita.


DAFTAR PUSTAKA

Arief, 2006. Peningkatan Berbicara Siswa Kelas X-4 SMA N 1 Jepara Melalui
Diskusi Dengan Pendekatan Kontekstual Fokus Pemodelan. Skripsi
Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa Dan Seni,
Universitas Negeri Semarang.

Arifah, 2012. Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Teknik Pancingan


Kata Kunci Menggunakan Media Puzzle Gambar pada Siswa Kelas VII
B SMP N Kota Malang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Jurusan
Bahasa Dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas
Negeri Semarang.

Arsjad, 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga.

Arsyad, A. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Balet, S. Dilek dan Sibel Dal. 2010. The Use of Storytelling to Develop the
Primary School Student ‘Critical Reading skill: The Primary Education
Pre-Service Teachers’ Opinions. Procedia social and Behavioral
Sciences 9 (2010) 1830-1834 www.sciencediract.com

Bonef, Marcel. 2002. Komik Indonesia. Bogor. Grafika Mardyuana.

Cloud, Mc. 2007. Membuat Komik: Rahasia Bercerita dalam Komik Mangga
dan Novel Gravis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dharma Kesuma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

194
195

Djamarah dan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Gupitasari, 2009. Peningkatan Keterampilan Bercerita Pengalaman yang


Mengesankan dengan Menggunakan Metode Concept Formation pada
Siswa Kelas XI SMA Negeri I Welahan. Skripsi Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang.

Hong, Bui Thi Minh. 2006. Teaching Speaking Skills at a Vietnamese


University and Recommendations for Using CMC. Asia efl journal:
teachers Articles volume 14 agustus 2006.

Kusuma, Y. 2007. Gampang Bikin Komik. Jakarta: PT Gramedia.

Lukmananti, R. D. 2009. Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Media


Kaset Religi Anak Siswa Kelas IIB Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin
Banaran Gunungpati Semarang. Sripsi Jurusan Bahasa Dan Sastra
Indonesia, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Masdiono, T. 2007. Empat Belas Jurus Membuat Komik. Jakarta: Creative


Media.
Moeslichatoen. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak Kanak. Jakarta:
Rineka Cipta.

Muharrar, syakir. 2003. Seni Elustrasi. Semarang: Seni Rupa.

Muslich, M. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution. 2000. Kreatif Mendongeng. Bandung: Angkasa.


196

Nurbaeti, N. 2007. Peningkatan Keterampilan Bercerita Melalui Media


Komik Strip Dengan Teknik Siswa Kelas V II-E MTs Al-Asror Patemon
Gunungpati Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Sripsi Jurusan Bahasa
Dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri
Semarang.

Prasetyo, 2009. Keterampilan Bercerita Melalui Teknik Pemetaan Pikiran


dengan Media Foto pada Siswa Kelas VII-MTs Al Asror Semarang.
Skripsi Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa Dan
Seni, Universitas Negeri Semarang.

Samani,M dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya .

Setiawan, Muhammad Nasir. Menangkar Panji Koming. Jakarta: penerbit


Berita Kompas.

Setiyawati, D. 2007. Penggunaan Media Komik Strip Melalui Komponen


Pemodelan Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas
VII-C SMP N 2 Rakit Banjarnegara. Sripsi Jurusan Bahasa Dan Sastra
Indonesia, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Sobirin. 2007. Buku Komik Gempa Bumi dan Tsunami. Bandung: LPM
Unpad.

Soeparno. 2008. Media Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Intan Pariwara.

Subyantoro. 2007. Model Bercerita untuk Meningkatkan Kecerdasan


Emosional Anak. Semarang: Rumah indonesia.
197

Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: CV Widya Karya


Semarang.

Sudjana, N. 2001. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sudjana, N. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan


Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:


Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D III.

Yudha, A.2007. Cara Pintar Mendongeng. Bandung: Mizan Budaya Kreativa.

Yuniawan dan mulyani. 2012. Pengembangan Materi Ajar Bercerita


Bermuatan Nilai-Nilai Karakter dengan Video Compac Disc pada
Tahap Anak Perkembangan Kognitif Operasional Konkret. Semaarang:
Laporan Penelitian.
198

Lampiran 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP Siklus I)

Sekolah : MI Rifaiyah Limpung

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : II

Semester :1

Alokasi Waktu : 2 x 35 menit (2 x pertemuan)

A. Standar Kompetensi
2. Mengungkapkan pikiran, perasaan dan pengalaman secara lisan melalui
kegiatan bertanya, bercerita, dan deklamasi

B. Kompetensi Dasar
2.2 Menceritakan kegiatan sehari-hari dengan bahasa yang mudah dipahami
orang lain
C. Indikator
1. Siswa mampu memahami isi cerita.
2. Siswa mampu bercerita sesuai dengan isi cerita yang ada di dalam media
komik strip.
199

D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu memahami isi cerita yang ada di dalam media komik strip.
2. Siswa mampu bercerita sesuai isi cerita yang ada di dalam media komik
strip.
3. Nilai-nilai karakter yang ingin dicapai yaitu tanggung jawab, jujur,
disiplin, mandiri, dan bersahabat.

E. Materi Pembelajaran
1. Teknik bercerita.
2. Langkah-langkah bercerita.
F. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran : diskusi, tanya jawab, pemodelan,
penugasan.

G. Media Pembelajaran
Komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

H. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama

Alokasi
Wa
No Kegiatan ktu Metode/Teknik

(menit)

1. Pendahuluan

1) Mengondisikan siswa siap belajar


2) Melakukan apersepsi dengan mengaitkan
materi bercerita yang akan dipelajari dengan 5
materi bercerita yang telah dipelajari menit diskusi
3) Memotivasi siswa dengan cara
mengemukakan kompetensi yang akan
dicapai dan manfaat bercerita
200

2. Kegiatan Inti

1) Siswa memperhatikan penjelasan guru


tentang materi bercerita. (eksplorasi)
2) Siswa memperhatikan contoh media komik
strip yang digunakan sebagai media
pembelajaran bercerita. (eksplorasi)
3) Siswa diminta berkelompok, yang terdiri atas
5-6 siswa setiap kelompoknya. (elaborasi)
tanya jawab,
4) Tiap kelompok diberi media komik strip
diskusi,
bermuatan nilai-nilia pendidikan karakter.
pemodelan,
(elaborasi)
penugasan.
5) Siswa diajak mengenali dan mengamati
55
komik strip yang telah diberikan oleh guru.
meni
(elaborasi)
t
6) Siswa menganalisis cara bercerita
menggunakan komik strip yang telah
dijelaskan oleh guru. (elaborasi)
7) Secara individu siswa menyusun cerita dari
komik strip dengan bimbingan guru.
(elaborasi)
8) Siswa berlatih bercerita sampai menguasai
kecakapan dengan baik dalam satu kelompok
secara beergantian. (elaborasi)
9) Siswa mempraktikkan kegiatan bercerita di
depan kelas dengan memperhatikan lafal,
intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan
kelancaran. (konfirmasi)
10) Guru memberikan penilaian pada siswa yang
praktik di depan kelas. (konfirmasi)
3. Kegiatan Akhir

1) Siswa bersama guru membuat simpulan


tentang pembelajaran bercerita yang telah
dilakukan. 10
2) Siswa bersama guru melakukan refleksi. menit diskusi
3) Guru memberi penguatan materi.
201

4) Guru menutup pembelajaran.

Pertemuan Kedua

Alokasi
Wa
No Kegiatan ktu Metode/Teknik

(menit)

1. Pendahuluan

1) Siswa dan guru bertanya jawab tentang


tujuan tujuan pembelajaran dan manfaat yang
5
akan diperoleh setelah mengikuti
pembelajaran. menit diskusi
2) Siswa dan guru bertanya jawab berkaitan
dengan materi pada pertemuan lalu.

2. Kegiatan Inti

1) Siswa bertanya jawab dengan guru


mengenai kegiatan bercerita. (eksplorasi)
2) Guru mengingatkan siswa pada langkah-
langkah pembelajaran bercerita 55
menggunakan media komik strip bermuatan meni
nilai-nilai pendidikan karakter. (elaborasi) t
3) Siswa diminta berkelompok dengan teman
tanya jawab,
yang sama pada pertemuan sebelumnya.
diskusi,
(elaborasi)
pemodelan,
4) Siswa diberi media komik strip bermuatan
penugasan.
nilai-nilia pendidikan karakter. (elaborasi)
5) Siswa mengamati media komik strip
bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.
202

(elaborasi)
6) Siswa berlatih bercerita dengan kelompok.
(elaborasi)
7) Siswa berlatih bercerita sampai menguasai
kecakapan dengan baik. (elaborasi)
8) Siswa mempraktikkan kegiatan bercerita di
depan kelas dengan memperhatikan lafal,
intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan
kelancaran. (konfirmasi)
9) Guru memberikan penilaian pada siswa
yang praktik di depan kelas. (konfirmasi)

3. Kegiatan Akhir

1) Siswa bersama guru membuat simpulan


tentang pembelajaran bercerita yang telah 10
dilakukan.
2) Siswa bersama guru melakukan refleksi. menit diskusi
3) Guru memberi penguatan materi.
4) Guru menutup pembelajaran.

I. SUMBER PEMBELAJARAN
Komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

J. PENILAIAN
1. Teknik : tes unjuk kerja.

2. Bentuk instrumen : tes kinerja.


3. Soal :
pahamilah isi cerita komik strip secara saksama, setelah itu bercerita di depan
kelas dengan memperhatikan:

a) pelafalan
b) intonasi
c) ekspresi
d) urutan cerita
203

e) kelancaran
Aspek Penilaian Tes Keterampilan bercerita

Aspek penilaian Kategori skor

Sudah tepat dan jelas mengucapkan kata-kata 5

Sudah tepat mengucapkan namun kurang jelas3


Pelafalan Sering salah mengucapkan kata-kata 2

Selalu salah mengucapkan kata-kata 0

Intonasi bercerita variatif dan sangat tepat 5

Intonasi bercerita variatif dan tepat 3


Intonasi Intonasi bercerita variatif tapi kurang tepat 2

Intonasi bercerita monoton 0

Bercerita dengan ekspresi sangat sesuai 5

Bercerita dengan ekspresi sesuai 3


Ekspresi Bercerita dengan ekspresi kurang sesuai 2

Bercerita dengan ekspresi tidak sesuai 0

Bercerita sangat runtut 5

Bercerita dengan runtut 3


Urutan cerita Bercerita agak runtut 2

Bercerita tidak runtut 0

Bercerita sangat lancar 5

Bercerita dengan lancar 3


Kelancaran Bercerita cukup lancar 2

Bercerita tidak lancar 0


204

Perolehan nilai siswa per aspek dihitung dengan rumus sebagai


berikut.

Skor Siswa

Nilai Siswa = ------------------------ X 100 = . . .

Skor Maksimum (70)

Kategori Penilaian Keterampilan Bercerita


No Hasil yang dicapai siswa Kategori

1 70-100 Sangat baik

2 65-69 Baik

3 60-64 Cukup

4 0-59 Kurang

Batang, ………….. 2013

Guru Kelas Peneliti

Winarti Edy Setiawan


NIM 2101408027
205

Lampiran 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP Siklus II)

Sekolah : MI Rifaiyah Limpung

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : II

Semester :1

Alokasi Waktu : 2 x 35 menit (2 x pertemuan)

A. Standar Kompetensi
2. Mengungkapkan pikiran, perasaan dan pengalaman secara lisan melalui
kegiatan bertanya, bercerita, dan deklamasi

B. Kompetensi Dasar
2.2 Menceritakan kegiatan sehari-hari dengan bahasa yang mudah
dipahami orang lain

C. Indikator
1. Siswa mampu memahami isi cerita.
2. Siswa mampu bercerita sesuai dengan isi cerita yang ada di dalam
media komik strip.
206

D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu memahami isi cerita yang ada di dalam media komik strip.
2. Siswa mampu bercerita sesuai isi cerita yang ada di dalam media komik
strip.
3. Nilai-nilai karakter yang ingin dicapai yaitu tanggung jawab, jujur,
disiplin, mandiri, dan bersahabat.

E. Materi Pembelajaran
1. Teknik bercerita.
2. Langkah-langkah bercerita.
F. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran : diskusi, tanya jawab, pemodelan,
penugasan.

G. Media Pembelajaran
Komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.

H. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama

Alokasi
No Kegiatan Waktu Metode/Teknik

(menit)

1. Pendahuluan

1) Guru mengondisikan siswa siap belajar


2) Guru mengulas kembali hasil bercerita pada
siklus I. 5
3) Memotivasi siswa dengan cara menit diskusi
mengemukakan kompetensi yang akan
dicapai dan manfaat bercerita
207

2. Kegiatan Inti

1) Siswa dan guru bertanya jawab tentang


kesulitan yang dihadapi siswa mengenai
materi bercerita pada pertemuan siklus I.
(eksplorasi)
2) Siswa diminta berkelompok, yang terdiri atas
5-6 siswa setiap kelompoknya. (elaborasi)
3) Tiap kelompok diberi media komik strip
tanya jawab,
bermuatan nilai-nilia pendidikan karakter.
diskusi,
(elaborasi)
pemodelan,
4) Siswa diajak mengenali dan mengamati
penugasan.
komik strip yang telah diberikan oleh guru. 55
(elaborasi) men
5) Siswa menganalisis cara bercerita it
menggunakan komik strip yang telah
dijelaskan oleh guru. (elaborasi)
6) Secara individu siswa menyusun cerita dari
komik strip dengan bimbingan guru.
(elaborasi)
7) Siswa berlatih bercerita sampai menguasai
kecakapan dengan baik dalam satu kelompok
secara beergantian. (elaborasi)
8) Siswa mempraktikkan kegiatan bercerita di
depan kelas dengan memperhatikan lafal,
intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan
kelancaran. (konfirmasi)
9) Guru memberikan penilaian pada siswa yang
praktik di depan kelas. (konfirmasi)
3. Kegiatan Akhir

1) Siswa bersama guru membuat simpulan


tentang pembelajaran bercerita yang telah
dilakukan. 10
2) Siswa bersama guru melakukan refleksi. diskusi
3) Guru memberi penguatan materi. menit
4) Guru menutup pembelajaran.
208

Pertemuan Kedua

Alokasi
Wa
No Kegiatan ktu Metode/Teknik

(menit)

1. Pendahuluan

1) Siswa dan guru bertanya jawab tentang


tujuan tujuan pembelajaran dan manfaat yang
akan diperoleh setelah mengikuti
pembelajaran. diskusi
2) Siswa dan guru bertanya jawab berkaitan 5
dengan kesulitan yang dialami siswa pada
pertemuan lalu. menit
3) Siswa diberi motivasi agar lebih baik lagi
pada pertemuan kedua karena sudah
memiliki pengalaman bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter dari pertemuan
sebelumnya.

2. Kegiatan Inti

1) Guru memberi umpan balik tentang materi


yang telah disampaikan pada pertemuan
sebelumnya. (eksplorasi)
55
2) Guru mengingatkan siswa pada langkah-
meni
langkah pembelajaran bercerita menggunakan
t
media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter. (elaborasi)
tanya jawab,
3) Siswa diminta berkelompok dengan teman
diskusi,
yang sama pada pertemuan sebelumnya.
pemodelan,
(elaborasi)
penugasan.
4) Siswa diberi media komik strip bermuatan
nilai-nilia pendidikan karakter. (elaborasi)
209

5) Siswa mengamati media komik strip


bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter.
(elaborasi)
6) Siswa berlatih bercerita dengan kelompok.
(elaborasi)
7) Siswa berlatih bercerita sampai menguasai
kecakapan dengan baik. (elaborasi)
8) Siswa mempraktikkan kegiatan bercerita di
depan kelas dengan memperhatikan lafal,
intonasi, ekspresi, urutan cerita, dan
kelancaran. (konfirmasi)
9) Guru memberikan penilaian pada siswa yang
praktik di depan kelas. (konfirmasi)

3. Kegiatan Akhir

1) Siswa bersama guru membuat simpulan


tentang pembelajaran bercerita yang telah 10
dilakukan.
2) Siswa bersama guru melakukan refleksi. menit diskusi
3) Guru memberi penguatan materi.
4) Guru menutup pembelajaran.

I. SUMBER PEMBELAJARAN
Komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter

J. PENILAIAN
1. Teknik : tes unjuk kerja.

4. Bentuk instrumen : tes kinerja.


5. Soal :
pahamilah isi cerita komik strip secara saksama, setelah itu bercerita di depan
kelas dengan memperhatikan:

1) pelafalan
2) intonasi
3) ekspresi
4) urutan cerita
210

5) kelancaran
Aspek Penilaian Tes Keterampilan bercerita

Aspek penilaian Kategori skor

Sudah tepat dan jelas mengucapkan kata-kata 5

Sudah tepat mengucapkan namun kurang jelas3

Pelafalan Sering salah mengucapkan kata-kata 2

Selalu salah mengucapkan kata-kata 0

Intonasi bercerita variatif dan sangat tepat 5

Intonasi bercerita variatif dan tepat 3

Intonasi Intonasi bercerita variatif tapi kurang tepat 2

Intonasi bercerita monoton 0

Bercerita dengan ekspresi sangat sesuai 5

Bercerita dengan ekspresi sesuai 3

Ekspresi Bercerita dengan ekspresi kurang sesuai 2

Bercerita dengan ekspresi tidak sesuai 0

Bercerita sangat runtut 5

Bercerita dengan runtut 3

Urutan cerita Bercerita agak runtut 2

Bercerita tidak runtut 0

Bercerita sangat lancar 5

Bercerita dengan lancar 3


211

Kelancaran Bercerita cukup lancar 2

Bercerita tidak lancar 0

Perolehan nilai siswa per aspek dihitung dengan rumus sebagai


berikut.

Skor Siswa

Nilai Siswa = ------------------------ X 100 = . . .

Skor Maksimum (70)

Kategori Penilaian Keterampilan Bercerita


No Hasil yang dicapai siswa Kategori

1 70-100 Sangat baik

2 65-69 Baik

3 60-64 Cukup

4 0-59 Kurang

Batang, ………….. 2013

Guru Kelas Peneliti

Winarti Edy Setiawan


NIM 2101408027
212

Lampiran 3

Daftar Nama Siswa

No Nama
1 ACHMAD ALI SAHAL
2 AMALIA QURANA INSANI
3 AMINUZAL FALAH
4 ARDI PERMANA
5 ARIF BUDI LAKSONO
6 BRYAN AKBAR
7 DEWI SETIANINGRUM
8 DIAH PUSPITASARI
9 DINI ERIYANTI
10 DITHA FITRIA
11 HENDRO GUNAWAN
12 INDRIANI
13 NOVITA LUSIANA
14 RAHMAN
15 RISMA YUSRI
16 ULFA MAULIDA
17 VIKA YANUARIFAH
213

Lampiran 4

REKAPITULASI NILAI

SIKLUS I

No Responden Penilaian Tiap Aspek Nilai ket


1 2 3 4 5 akhir
1 R-01 3 2 0 2 3 60 TT
2 R-02 2 2 0 3 3 60 TT
3 R-03 2 3 0 3 3 60 TT
4 R-04 5 3 2 3 5 65
5 R-05 2 2 0 5 3 60 TT
6 R-06 3 2 2 5 5 68
7 R-07 3 2 2 5 5 67
8 R-08 2 2 0 3 3 60 TT
9 R-09 2 3 0 5 3 60 TT
10 R-10 3 3 0 3 5 65
11 R-11 3 2 2 5 5 69
12 R-12 3 3 0 5 5 68
13 R-13 3 2 0 3 3 60 TT
14 R-14 2 3 0 2 3 60 TT
15 R-15 2 2 0 2 3 58 TT
16 R-16 2 2 0 3 3 60 TT
17 R-17 3 2 2 5 5 67

 TT (tidak tuntas)
 Skor maksimal tiap aspek 5 (lima)
 Perhitungan nilai akhir dalam skala 0 s.d. 100
214

Lampiran 5

REKAPITULASI NILAI

SIKLUS II

No Responden Penilaian Tiap Aspek Nilai ket


1 2 3 4 5 akh
ir
1 R-01 5 5 3 5 5 85
2 R-02 5 5 2 5 5 80
3 R-03 5 5 2 5 5 80
4 R-04 5 5 2 5 5 80
5 R-05 5 5 2 5 5 80
6 R-06 5 5 2 5 5 78
7 R-07 5 5 2 5 5 78
8 R-08 5 5 2 5 5 78
9 R-09 3 5 2 5 5 78
10 R-10 5 5 2 5 5 80
11 R-11 5 5 2 5 5 80
12 R-12 5 5 2 5 5 80
13 R-13 5 5 3 5 5 85
14 R-14 5 5 2 5 5 78
15 R-15 5 5 0 5 5 75
16 R-16 5 5 2 5 3 80
17 R-17 5 5 3 5 5 85

 Skor maksimal tiap aspek 5 (lima)


 Perhitungan nilai akhir dalam skala 0 s.d. 100
215

Lampiran 6

Hasil Observasi

Siklus I

No Responden Aspek yang Diamati Keterangan


1 2 3 4
1 R1 v v - - 1. Antusias siswa
2 R2 v v v - selama proses
3 R3 v - - - pembelajaran bercerita.
4 R4 v v v v 2. Siswa tertarik dengan
5 R5 - v - - media komik strip
6 R6 v v v v bermuatan nilai-nilai
7 R7 v v - v pendidikan karakter yang

8 R8 - v v - diberikan.

9 R9 v v - - 3. Siswa terampil

10 R10 v v - v mengembangkan cerita

11 R11 v v v - dari komik.

12 R12 v v v v 4. Siswa berani bercerita


di depan kelas
13 R13 v v v v
14 R14 - v - -
Pengisian:
15 R15 - - v -
(v): Positif
16 R16 - v - -
(-): Negatif
17 R17 v v v V
Jumlah 12 15 9 7
Persentase (%) 70,58 88,23 52,95 41,17
216

Lampiran 7

Hasil Observasi

Siklus II

No Responden Aspek yang Diamati Keterangan


1 2 3 4
1 R1 v v v v 5. Antusias siswa
2 R2 v v v v selama proses
3 R3 v v v v pembelajaran bercerita.
4 R4 v v v v 6. Siswa tertarik dengan
5 R5 - v - - media komik strip
6 R6 v v v v bermuatan nilai-nilai
7 R7 v v - v pendidikan karakter yang

8 R8 - v v v diberikan.

9 R9 v v v - 7. Siswa terampil

10 R10 v v v v mengembangkan cerita

11 R11 v v v v dari komik.

12 R12 v v v v 8. Siswa berani bercerita


di depan kelas
13 R13 v v v v
14 R14 v v v v
Pengisian:
15 R15 v - v v
(v): Positif
16 R16 v v v v
(-): Negatif
17 R17 v v v v
Jumlah 15 16 15 15
Persentase (%) 88,23 94,11 88,23 88,23
217

Lampiran 8

HASIL JURNAL GURU

Siklus I

Nama : Edy Setiawan

Hari/tanggal :

Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai kondisi anda selama mengajarkan


pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter!

1. Bagaimana respon dan tanggapan anda terhadap kegiatan pembelajaran


yang telah dilakukan?
Jawab : siswa masih merasa malu dalam menyampaikan pertanyaan.
2. Bagaimana respon dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran?
Jawab : siswa sangat senang dalam mengikuti pembelajaran bercerita.
Karena siswa belum pernah menggunakan media dalam pembelajaran
bercerita.
3. Bagaimakanah tingkah laku siswa selama kegiatan bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung?
Jawab : sebagian besar siswa sangat menyukai media yang disediakan
guru untuk pembelajaran bercerita.
4. Menurut anda apakah pembelajaran bercerita dengan media komik strip
sudah dapat mengatasi kendala pembelajaran bercerita pada siswa?
Berikan alasan!
Jawab : sudah dapat mengatasi kendala dalampembelajaran bercerita.
Karena siswa dimudahkan dengan gambar yang menarik, alur cerita yang
jelas, dan dialog yang ada dalam komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter.
218

Lampiran 9

HASIL JURNAL GURU

Siklus II

Nama : Edy Setiawan

Hari/tanggal :

Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai kondisi anda selama mengajarkan


pembelajaran bercerita menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter!

1. Bagaimana respon dan tanggapan anda terhadap kegiatan pembelajaran


yang telah dilakukan?
Jawab : siswa sudah berani dalam menyampaikan pertanyaan.
2. Bagaimana respon dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran?
Jawab : siswa sangat senang dalam mengikuti pembelajaran bercerita.
Karena siswa sudah memahami materi pembelajaran pada siklus I.
3. Bagaimakanah tingkah laku siswa selama kegiatan bercerita menggunakan
media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter berlangsung?
Jawab : semua siswa merasa senang, karena cerita dalam media komik
strip sesuai dengan kegiatan siswa sehari-hari.
4. Menurut anda apakah pembelajaran bercerita dengan media komik strip
sudah dapat mengatasi kendala pembelajaran bercerita pada siswa?
Berikan alasan!
Jawab : sudah dapat mengatasi kendala dalampembelajaran bercerita.
Karena siswa dimudahkan dengan gambar yang menarik, alur cerita yang
jelas, dan dialog yang ada dalam komik strip bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter.
219

Lampiran 10

Pedoman Dokumentasi Foto Siklus I dan Siklus II

1. Proses internalisasi penumbuhan minat siswa.

2. Proses guru menjelaskan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter untuk bercerita.

3. Proses Siswa Berlatih Bercerita Menggunakan Media Komik Strip Bermuatan

Nilai-nilai Pendidikan Karakter.

4. Proses Siswa Tampil Bercerita di Depan Kelas.

5. Proses Kegiatan Refleksi Siswa.

6. Keantusiasan Siswa dalam Mengikuti Proses Pembelajaran


220

Lampiran 11

Media pembelajaran siklus I


221

Lampiran 12

Media Pembelajaran Siklus II


222

Lampiran 13

Lembar Jurnal Siswa Siklus I dan Siklus II

Nama :
Kelas :
NIS :

1. Apakah kalian suka dengan pembelajaran bercerita?

Jawab:

2. Apakah kalian tertarik belajar bercerita menggunakan media komik strip

bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter? Berikan alasan.

Jawab:

3. Adakah kesulitan yang kalian hadapi saat pembelajaran bercerita

menggunakan media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter?

Sebutkan.

Jawab:

4. Bagaimana kesan kalian terhadap pembelajaran bercerita menggunakan

media komik strip bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter?

Jawab:

Anda mungkin juga menyukai