TESIS
DINY DARMASIH
1206294924
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
JANUARI 2014
TESIS
DINY DARMASIH
1206294924
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
KEKHUSUSAN EKONOMI PERENCANAAN KOTA DAN DAERAH
JAKARTA
JANUARI 2014
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Diny Darmasih
ii
NPM : 1206294924
Tanda Tangan :
iii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Januari 2014
iv
Diny Darmasih
vi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Jakarta
pada tanggal : Januari 2014
Yang Menyatakan
(Diny Darmasih)
vii
Kata Kunci: Alih fungsi lahan sawah, Desa/kelurahan, Model probit, Pertanian.
The Karawang Regency based on the agricultural and industrial sectors, has a
sustainable food land defense program of land utilization and optimization of
the industrial area. The development policies and expansions of the industrial
area would generate an excessive conversion of agricultural land. This study
aimed to identify the factors that affect paddy land conversions in Karawang
Regency. The results of the study with probit model indicates that a rural / village
will have a propencity to convert of paddy land conversion, if it has: a stretch
location, rural area status, not the undeveloped area, has large paddy land
areas, large area, main income of the most population in non-agricultural sector,
a large population, a little number of small and micro industries, and a little
number certificate of poverty recipient.
ix Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............................. vii
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi Universitas Indonesia
Tabel 1.1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2012 dan Laju
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2012 ................................... 2
Tabel 1.2. Luas Lahan Sawah (Hektar) di Pulau Jawa Tahun 2006 – 2010 ........ 3
Tabel 1.3. Produksi Padi Sawah dan Ladang (Ton) di Tiga Kabupaten di
Jawa Barat Tahun 2007 – 2011 ........................................................... 4
Tabel 1.4. Produksi dan Surplus Beras di Kabupaten Karawang Tahun
2008–2012 ........................................................................................... 5
Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 40
Tabel 4.1. Variasi Ketinggian, Lokasi, Luas dan Persentase Luas
Kabupaten Karawang .......................................................................... 42
Tabel 4.2. Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Karawang................................. 44
Tabel 4.3. Komposisi Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan
Usaha di Kabupaten Karawang Tahun 2007 – 2011 .......................... 46
Tabel 4.4. Komposisi Penyerapan Tenaga Kerja Berumur 10 Tahun Ke
Atas Kabupaten Karawang Menurut Lapangan Usaha Tahun
2010 – 2011 ......................................................................................... 47
Tabel 4.5. Peranan PDRB Kabupaten Karawang Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2011 (juta
rupiah/persen) ...................................................................................... 48
Tabel 4.6. Kondisi Jalan di Kabupaten Karawang Tahun 2010 ........................... 50
Tabel 4.7. Penggunaan Lahan di Kabupaten Karawang Tahun 2010 .................. 50
Tabel 4.8. Luas Baku Sawah di Kabupaten Karawang Tahun 2010 .................... 51
Tabel 4.9. Produksi dan Produktivitas Padi di Kabupaten Karawang Tahun
2010 – 2011 ......................................................................................... 53
Tabel 5.1. Rekapitulasi Hasil Regresi Model Probit dan Model Logit ................ 62
Tabel 5.2. Hasil Perolehan Nilai Ii yang Telah Diurutkan dari Nilai Minimal
sampai dengan Maksimal .................................................................... 68
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
lainnya sebesar 77.556 hektar/tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke
non-pertanian sebesar 9.152 hektar/tahun (Apriyana, 2011).
Alih fungsi lahan pertanian merupakan tuntutan terhadap pembangunan di
sektor non-pertanian dan mengakibatkan terjadinya penyempitan lahan, yang akan
berdampak terhadap produktivitas tanaman pangan. Adanya alih fungsi lahan
pertanian, khususnya lahan sawah, dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi
beras yang merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia sehingga
akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan.
Fenomena alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian terjadi
sangat pesat di beberapa wilayah Indonesia. Di Pulau Jawa, pola alih fungsi lahan
sawah menjadi pemukiman sekitar 58,7 persen, sawah menjadi lahan pertanian
lainnya seperti perkebunan kelapa sawit, kakao, kopi, karet dan lainnya sekitar
21,8 persen dan sawah menjadi non-pemukiman sekitar 19,5 persen. Sementara
itu, pola alih fungsi yang terjadi di luar Pulau Jawa untuk pemukiman sekitar 16,1
persen, pertanian lainnya 48,6 persen dan non-pemukiman sekitar 35,3 persen
(www.medanbisnisdaily.com, 2011).
Menurut hasil studi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian
menunjukkan bahwa, selama periode 1979 – 1999 lahan sawah di Pulau Jawa
(belum termasuk DKI Jakarta) yang mengalami alih fungsi sebesar 1.002.005
hektar atau sekitar 50 ribu hektar/tahun. Penambahan lahan sawah dalam periode
tersebut hanya 518.224 hektar (25,9 ribu hektar/tahun), sehingga lahan sawah di
Pulau Jawa berkurang sekitar 483.781 hektar atau 24,19 ribu hektar/tahun. Bila
dilihat dari lokasi terjadinya alih fungsi lahan sawah, sebagian besar terjadi di
Jalur Pantura Jawa yang merupakan daerah penghasil padi, dimana penyediaan
beras nasional banyak ditopang oleh daerah tersebut (Ashari, 2001).
Tabel 1.2. Luas Lahan Sawah (Hektar) di Pulau Jawa Tahun 2006 – 2010
Wilayah 2006 2007 2008 2009 2010
DKI Jakarta 1.466 1.200 1.200 1.215 1.312
Banten 196.538 196.370 195.583 195.809 196.744
DI Yogyakarta 56.218 55.540 55.332 55.325 55.523
Jawa Barat 926.782 934.845 945.544 937.373 930.268
Universitas Indonesia
Pada Tabel 1.2. dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan luas lahan
sawah (alih fungsi) dan upaya penambahan luas lahan sawah di Pulau Jawa. Di
tahun 2010, provinsi Jawa Barat mengalami penurunan luas lahan sawah terbesar
yaitu 7.105 hektar. Jawa Barat merupakan pemasok tertinggi produksi padi
dengan kontribusi sebesar 11,63 juta ton atau 17,69 persen terhadap total produksi
nasional (BPS, Data Produksi Tanaman Pangan 2011). Dan sebagai penghasil
padi tertinggi di Indonesia, Jawa Barat mempunyai tiga lumbung padi utama,
yaitu Kabupaten Indramayu, Karawang dan Subang.
Produksi padi Karawang pada tahun 2011 adalah sebesar 1,14 juta ton,
atau 9,85% dari total produksi Jawa Barat. Meskipun jumlah produksi padi di
Karawang lebih sedikit daripada di Indramayu, tetapi letak Karawang yang lebih
dekat ke perkotaan seperti Jakarta, membuat Karawang mempunyai nilai strategis
baik dari segi akses transportasi maupaun perdagangan. Suplai kebutuhan beras di
kota-kota sekitarnya akan lebih mudah dan cepat. Produksi beras di Karawang
mampu melebihi konsumsi masyarakatnya yang terus meningkat dari tahun ke
tahun sehingga mengalami surplus.
Universitas Indonesia
Dari Tabel 1.4. tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah penduduk
tidak mengakibatkan berkurangnya surplus karena produksi juga meningkat dari
tahun ke tahun. Walaupun jumlah penduduk Karawang yang terus meningkat
tidak menyebabkan berkurangnya surplus beras, tetapi pertambahan penduduk
tersebut akan menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap lahan. Selain itu,
adanya kebijakan pembangunan dan perluasan kawasan industri di Karawang
dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang
berlebihan akibat kebutuhan pembangunan lokasi industri dan pemukiman.
Pertumbuhan industri menimbulkan konsekuensi logis berupa meningkatnya
permintaan terhadap lahan untuk industri, pemukiman, dan lain-lain, dimana
sebelumnya lahan tersebut sebagian besar adalah areal pertanian.
Sesuai dengan visi pembangunan daerah yaitu mewujudkan “Karawang
Sejahtera Berbasis Pertanian dan Industri”, maka penataan ruang Kabupaten
Karawang diarahkan untuk menjadikan pertanian dan industri sebagai basis
ekonomi di wilayahnya. Dengan berbasis pada sektor pertanian dan industri,
Karawang memiliki program pertahanan lahan pangan berkelanjutan, dan
optimalisasi pemanfaatan kawasan industri. Menjaga pertumbuhan industri agar
memberi kontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDRB Kabupaten Karawang,
dan tetap mempertahankan Karawang sebagai salah satu penghasil padi terbesar di
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1 Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan
vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan. Dalam pengertian yang lebih luas, lahan telah dipengaruhi
oleh berbagai kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan pada masa sekarang dan
yang akan datang (FAO, 1976). Sedangkan Sitorus (2001) mendefinisikan
sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas
iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang terdapat di atasnya selama
mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan.
Lahan sebagai suatu sistem tersusun atas komponen-komponen yang
terorganisir secara spesifik dan mempunyai perilaku menuju pada sasaran tertentu.
Komponen-komponen tersebut dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam
hubungannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Komponen penyusun lahan adalah (a) komponen struktural yang sering disebut
karakteristik lahan, dan (b) komponen fungsional yang sering disebut kualitas
lahan. Karakteristik lahan adalah suatu parameter lahan yang dapat diukur,
misalnya curah hujan, kemiringan lereng, tekstur tanah dan struktur tanah.
Sedangkan kualitas lahan merupakan sekelompok unsur-unsur lahan (complex
attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO,
1976).
Menurut Arsyad (1989), “atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang
dapat diukur dan diperkirakan seperti tekstur tanah, struktur tanah, jumlah curah
hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya”
merupakan definisi dari sifat lahan. Sifat lahan menjadi suatu penciri dari segala
sesuatu yang terdapat pada lahan tersebut yang membedakan antara lahan satu dan
13 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
secara optimal serta kandungan bahan organik yang tinggi, c) aktivitas biologi
yang tinggi di dalam tanah.
Lahan sawah dapat memberikan manfaat yang bersifat individual bagi
pemiliknya, dan juga memberikan manfaat yang bersifat sosial. Beberapa manfaat
dari lahan sawah antara lain terkait dengan penyediaan pangan, penyediaan
sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, penyediaan kesempatan kerja,
sarana penumbuhan rasa kebersamaan, sarana pelestarian kebudayaan tradisional,
sarana pencegahan urbanisasi, sarana pariwisata, sarana pelestari lingkungan,
sarana pendidikan, dan sarana untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.
Adapun fungsi lahan sawah terhadap lingkungan dapat ditinjau dari
beberapa aspek, yaitu aspek biofisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Dari aspek
biofisik, fungsi lahan sawah adalah sebagai pengendali banjir dan erosi, pemasok
sumber air tanah, mengurangi tumpukan dan penyerap sampah organik,
melestarikan keanekaragaman hayati, dan penyejuk udara. Ditinjau dari aspek
sosial-ekonomi fungsi lahan sawah antara lain penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan, penyangga ketahanan pangan, dan tempat rekreasi. Fungsi lahan
sawah dalam aspek budaya adalah sebagai pelestari budaya pedesaan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tersebut. Menurut Winoto (dalam Mukhoriyah, 2012) lahan pertanian yang paling
rentan terhadap alih fungsi adalah sawah, hal ini disebabkan antara lain:
a. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem yang
didominasi lahan sawah pada umumnya lebih tinggi daripada agroekosistem
lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan sawah juga akan lebih
tinggi.
b. Daerah persawahan banyak yang berlokasi dekat dengan perkotaan.
c. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Pembangunan infrastruktur
wilayah persawahan umumnya lebih baik daripada di wilayah lahan kering.
d. Pembangunan sarana dan prasarana pemukiman, industri, dan sebagainya
cenderung berlangsung lebih cepat di daerah dengan topografi yang datar,
dimana ekosistem pertaniannya dominan persawahan.
Menurut Sumaryanto, et. al. (2006), pola alih fungsi lahan dapat ditinjau
dari beberapa aspek, antara lain:
a. Menurut pelaku alih fungsi, dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Alih fungsi secara langsung oleh pemilik yang bersangkutan. Motivasi
dari tindakan pemilik ada tiga: (i) untuk pemenuhan kebutuhan akan
tempat tinggal, (ii) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih
usaha, dan (iii) kombinasi keduanya seperti misalnya untuk membangun
rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola alih fungsi ini
terjadi di sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar. Dampak alih fungsi
terhadap eksistensi lahan sekitanrnya akan signifikan dalam jangka waktu
lama.
2) Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pemilik menjual kepada
pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non-sawah atau
kepada makelar. Alih fungsi lahan melalui cara ini terjadi dalam hamparan
yang lebih luas, terkonsentrasi dan umumnya berkorelasi dengan proses
urbanisasi. Dampak alih fungsi terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya
berlangsung cepat dan nyata.
b. Ditinjau dari prosesnya, alih fungsi lahan sawah dapat terjadi secara:
1) Gradual, yaitu alih fungsi lahan yang disebabkan oleh fungsi lahan sawah
yang tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu
Universitas Indonesia
irigasi atau usaha tani padi di lahan tersebut tidak dapat berkembang dan
kurang menguntungkan.
2) Instant (seketika), pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban,
yakni berubah menjadi pemukiman dan kawasan industri.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3) Pemecahan lahan.
Sistem waris dapat menyebabkan kepemilikan lahan yang semakin
menyempit. Lahan yang sempit akan membuat pengelolaannya kurang
efisien dan hanya memberi sedikit kontribusi bagi pendapatan pemiliknya.
Pemilik tidak lagi mengandalkan penghidupannya dari pertanian dan
beralih ke bidang non-pertanian. Pemecahan lahan tersebut mendorong
pemiliknya untuk menjual sebagaian lahannya atau mengalihkan ke bentuk
lain (rumah, tempat usaha, dan lainnya).
c. Faktor peraturan pertanahan yang ada.
Untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian pemerintah
mengantisipasi dengan membuat peraturan pertanahan. Peraturan ini bertujuan
untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi perkembangan
perekonomian. Namun Irawan et.al. (2000) menyatakan alih fungsi lahan
subur, seperti lahan sawah beririgasi terus berkembang seperti tanpa kendali.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peraturan yang ada kurang efektif karena
tidak dilengkapi sistem pemberian sanksi bagi pelanggar dan sistem
penghargaan atau insentif bagi yang patuh.
Sedangkan Pakpahan (dalam Puspasari, 2012) mengemukakan bahwa
terdapat dua faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah, yaitu pada
tingkat petani dan tingkat wilayah.
a. Faktor yang terjadi pada tingkat petani merupakan faktor yang secara
langsung berpengaruh terhadap keputusan petani untuk melakukan alih fungsi,
antara lain: kondisi sosial ekonomi petani seperti pendapatan dan kemampuan
ekonomi secara keseluruhan, pendidikan, harga lahan dan lokasi lahan.
b. Pada tingkat wilayah, alih fungsi lahan secara tidak langsung dipengaruhi oleh
perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan
konsistensi implementasi tata ruang. Sedangkan secara langsung dipengaruhi
oleh pertumbuhan sarana transportasi, pertumbuhan lahan untuk industri,
pertumbuhan areal pemukiman, dan sebaran lahan sawah.
Adanya pengaruh tidak langsung pada tingkat wilayah akan berpengaruh
terhadap pengaruh langsung, seperti perubahan struktur perekonomian ke
arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan lahan untuk industri dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Alih fungsi lahan sistematik berpola enclave, yaitu pola alih fungsi lahan yang
mencakup wilayah dalam bentuk sehamparan tanah secara serentak dan dalam
waktu yang relatif sama, misalnya pembangunan kawasan industri/ perkotaan,
pembangunan sarana dan prasarana, pembangunan pemukiman.
3. Alih fungsi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population
growth driven land conversion) disebut juga alih fungsi lahan adaptasi
demografi, yang diakibatkan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
tempat tinggal sebagai respon dari pertumbuhan penduduk.
4. Alih fungsi lahan yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven
land conversion), yang diakibatkan oleh motivasi masyarakat untuk berubah
haluan dengan meninggalkan kondisi lama dan keluar dari sektor pertanian.
Hal tersebut didasari oleh keterdesakan ekonomi ataupun keinginan perubahan
kesejahteraan.
5. Alih fungsi lahan adaptasi agraris, diakibatkan oleh keinginan untuk
meningkatkan hasil pertanian dan minat bertani di tempat lain yang lebih
produktif.
6. Alih fungsi lahan tanpa beban, dimana pemilik lahan tidak memiliki alasan
yang kuat untuk melakukan alih fungsi.
7. Alih fungsi lahan multi bentuk atau tanpa bentuk, yang terjadi pada wilayah
yang sempit dan terpencar, misalnya dikarenakan adanya sistem waris.
Suputra (2012), mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi alih
fungsi lahan sawah menjadi empat faktor, yaitu:
1. Faktor kondisi lahan, yang menunjukkan karakteristik lahan. Faktor kondisi
lahan merupakan faktor yang paling menentukan alih fungsi lahan sawah.
Variabelnya terdiri dari fungsi lahan, keadaan lahan basah, keadaan lahan
kering, penghasilan lahan, dan perbatasan dengan pusat kota.
2. Faktor ketergusuran (keterkaitan dengan kondisi penduduk), dengan variabel
terhimpit pemukiman dan pertumbuhan penduduk.
3. Faktor pemanfaatan lahan (untuk kepentingan sendiri), dengan variabel nilai
jual lahan, biaya produksi, dan kebutuhan tempat tinggal.
4. Faktor ketidakefektifan lahan, dengan variabel yang mewakili faktor ini
menunjukkan peran lahan sawah sudah berubah fungsi yang menyebabkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2003) di Kabupaten Tangerang telah terjadi alih fungsi lahan sebesar 5.407
hektar, dengan rincian sebesar 50,36 persen terjadi pada sawah tadah hujan,
21,49 persen terjadi pada sawah irigasi setengah teknis, 15,70 persen terjadi
pada sawah irigasi sederhana, dan 12,45 persen terjadi pada sawah irigasi
teknis.
Kerugian akibat alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Tangerang diantaranya
adalah hilangnya produksi padi per hektar lahan, hilangnya kesempatan
memperoleh pendapatan bagi petani, dan mubazirnya investasi sistem irigasi.
Tetapi, terjadinya alih fungsi lahan juga memberikan manfaat yaitu
peningkatan penerimaan daerah yang diperoleh dari peningkatan pajak.
Peningkatan status lahan sawah menjadi lahan kering berupa perumahan atau
industri berarti akan meningkatkan nilai pajak yang diterima oleh pemerintah
daerah. Semakin besar nilai kumulatif pajak bumi dan bangunan, maka akan
semakin besar pula kontribusinya terhadap penerimaan pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda yang digunakan dalam studi
ini, disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
sawah di Kabupaten Tangerang adalah produktivitas padi sawah, persentase
luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor non-pertanian terhadap PDRB, dan
(dummy) kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini, laju pertumbuhan
penduduk dan pertambahan jalan aspal tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan fungsi lahan sawah.
Universitas Indonesia
35 Universitas Indonesia
dimana yi* tidak terobservasi, dan sering disebut dengan variabel latent. Yang
diobservasikan, apabila dikotomis, adalah bahwa yi adalah dummy variable yang
didefinisikan:
yi = 1, jika yi* > 0 atau
yi = 0, jika lainnya [3.2]
Untuk menganalisa perilaku variabel terikat yang berupa variabel dikotomi, maka
yang tepat untuk digunakan adalah cummulative distribution function (CDF).
Yang membedakan model logit dan probit adalah asumsi spesifikasi dari error
term u dalam persamaan [3.1]. Apabila u diasumsikan berdistribusi kumulatif
normal, maka model yang digunakan adalah probit, dan apabila u diasumsikan
berdistribusi tidak terdistribusi normal atau dikenal dengan distribusi logistik,
maka menggunakan model logit.
= 1 e Z = e Z i
Z i
Pi [3.6]
1 - Pi 1 e i
terjadinya suatu peristiwa (akan dialih fungsikannya suatu lahan sawah) terhadap
Universitas Indonesia
Li adalah logaritma natural dari odds ratio yang merupakan fungsi linier dari
variabel-variabel penjelasnya (X) dan linear dalam parameter (β).
0
k
1 j X ij
e t
2
j 1 /2
= dt [3.8]
2
Pi adalah peluang terjadinya suatu peristiwa, maka nilai standar normal adalah
diantara -∞ dan Ii, maka untuk memperoleh nilai Ii, index utilitas, sebagai fungsi
dari variabel-variabelnya, dilakukan inverse dari persamaan [3.8] dan diperoleh:
Ii = F-1 (Ii) = F-1 (Pi)
k
= β0 + j 1
βjXij [3.9]
Persamaan [3.9] dapat mengestimasi parameter variabel penjelas (X) dan variabel
yang tidak teramati.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
42 Universitas Indonesia
saluran irigasi yang besar, yaitu: Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk
Tarum Tengah dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk
keperluan pengairan pertanian sawah, usaha tambak dan pembangkit tenaga
listrik. Kabupaten Karawang terletak pada Satuan Wilayah Sungai (SWS) 02-06
Citarum (Peraturan Menteri PU No. 39/PRINT/1989, tanggal 1 April 1989).
Sistem sungai yang ada adalah Sungai Citarum dengan 3 waduk utama, yaitu
Saguling, Cirata dan Jatiluhur.
Kabupaten Karawang terdiri dari 30 kecamatan dengan jumlah
desa/kelurahan sebanyak 309. Adapun dari 309 desa/kelurahan tersebut yang
termasuk desa swadaya terdapat 9 desa, swakarya 251 desa, dan 59 desa
swasembada (BPS, 2012). Penamaan kecamatan baru menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Karawang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan dan Pemekaran
adalah sebagai berikut:
kawasan andalan dan untuk wilayah Provinsi Jawa Barat salah satu wilayah
andalannya adalah kawasan Purwasuka (Purwakarta, Subang dan Karawang)
dengan sektor unggulan pertanian, industri, pariwisata, dan perikanan. Dalam
peraturan tersebut, Cikampek ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
dengan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) terdekat Jakarta, Cirebon dan Bandung
Raya. Kondisi yang strategis menjadikan Karawang sebagai salah satu kawasan
cepat tumbuh yang berada di Pantai Utara Jawa. Dengan adanya rencana
pembangunan pelabuhan internasional Cilamaya seperti yang tertuang dalam
RPJPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2025 memungkinkan Kabupaten
Karawang sebagai salah satu PKN karena sesuai dengan fungsinya pelabuhan
internasional dikembangkan untuk:
- Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas angkutan laut nasional
dan internasional dalam jumlah besar,
- Menjangkau wilayah pelayanan sangat luas, dan
- Menjadi simpul jaringan transportasi laut internasional.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Secara lebih rinci, komposisi penyerapan tenaga kerja (usia 10 tahun ke atas)
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
2010 2011
Lapangan Usaha Jumlah Jumlah
% %
Naker Naker
Pertanian 244.480 28,37 174.520 19,83
Pertambangan dan Penggalian 2.557 0,30 - -
Industri Pengolahan 208.781 24,23 186.203 21,16
Listrik, Gas, dan Air 3.482 0,40 - -
Konstruksi 36.352 4,22 - -
Perdagangan, Hotel dan Restoran 196.037 22,75 291.092 33,08
Pengangkutan dan Komunikasi 51.289 5,95 - -
Jasa-jasa 106.797 12,39 107.983 12,27
Lainnya 11.936 1,39 120.289 13,67
Total 861.711 100,00 880.087 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karawang, 2012
Universitas Indonesia
Tabel 4.5. Peranan PDRB Kabupaten Karawang Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2011 (juta rupiah/persen)
Pengeluaran per kapita masyarakat selama sebulan pada tahun 2010 adalah
sebesar Rp. 239.986,00 dengan alokasi 59,95 persen untuk konsumsi kelompok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.5 Pertanian
Hasil evaluasi selama 10 tahun ke belakang ternyata lahan pertanian yang
beralih fungsi menjadi lahan non pertanian rata-rata 181,87 Ha per tahun, dengan
rincian untuk keperluan rumah tinggal (1,5 %), peruntukan perumnas/ BTN (54,6
%), industri (34,4 %), dan jasa (9,5 %). Pemerintah Kabupaten Karawang telah
menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), apabila tidak dapat dihindari
harus menggunakan lahan pertanian maka diupayakan ada kompensasi dalam
bentuk pencetakan sawah teknis/perbaikan saluran air/pembeliaan pompa air.
Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Karawang pada tahun 2010 dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sebelumnya. Tetapi bila dilihat secara rinci, hanya padi sawah saja yang
mengalami peningkatan baik dalam produksi maupun luas panennya. Sedangkan
padi ladang mengalami penurunan produksi dan luas panen. Hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.9.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Railway Technical Service (JARTS) dan Yachiyo Engineering Co. Ltd (YEC)
dengan persetujuan dari Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan rencana pendirian Bandara Udara Baru yang diproyeksikan
terletak di Kabupaten Karawang, maka Kabupaten Karawang merupakan daerah
yang akan terhubungkan dengan jalur kereta api cepat, yaitu berupa Stasiun
Bandara Udara Baru terdiri atas 3 platform (island platform) dan 6 jalur untuk
pelayanan shuttle antara Jakarta dan Stasiun Bandara Udara Baru.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
61 Universitas Indonesia
Tabel 5.1. Rekapitulasi Hasil Regresi Model Probit dan Model Logit
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bahwa perkotaan berpeluang lebih kecil untuk terjadi alih fungsi lahan sawah
dibandingkan dengan pedesaan, atau dengan kata lain, pedesaan berpeluang lebih
besar terhadap terjadinya alih fungsi lahan sawah. Pada umumnya lokasi
pembangunan dipilih sedemikian rupa sehingga dekat dengan pengguna jasa yang
terkonsentrasi di perkotaan, sehingga wilayah perkotaan akan semakin didominasi
oleh bangunan permanen. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian antara
lain untuk kawasan industri, kawasan perdagangan, perkantoran dan jasa-jasa
lainnya memerlukan lahan yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan
pertanian termasuk sawah. Semakin banyak bangunan permanen akan menyisakan
sedikit atau bahkan menghabiskan lahan sawah. Apabila lahan sawah telah habis
maka kemungkinan terjadinya alih fungsi juga akan tidak akan terjadi. Dan pada
akhirnya, untuk memenuhi kebutuhan lahan yang semakin meningkat, lokasi
pedesaan, yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan lahan pertanian, menjadi
sasaran pengembangan kegiatan non-pertanian, mengingat harga lahan yang
relatif lebih murah serta telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
(Isa, 2004).
Bila dilihat dari koefisien variabel DHAMPAR (dengan basisnya adalah
lokasi berupa bukan hamparan (=0)), lokasi desa/kelurahan yang berupa hamparan
berpengaruh positif signifikan terhadap terjadinya alih fungsi lahan sawah. Jadi,
lokasi desa/kelurahan berupa hamparan akan berpeluang besar terhadap
kemungkinan terjadinya alih fungsi lahan sawah. Kabupaten Karawang yang
sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah dengan ketinggian antara 0 – 25
mdpl sangat efektif untuk dijadikan pilihan pengembangan pembangunan (misal
kawasan industri) sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan
menggerus lahan terbuka maupun lahan sawah yang mendominasi areal tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Winoto (dalam Mukhoriyah, 2012) bahwa
pembangunan sarana dan prasarana pemukiman, industri, dan sebagainya
cenderung berlangsung lebih cepat di daerah dengan topografi yang datar, dimana
ekosistem pertaniannya dominan persawahan. Terjadinya alih fungsi lahan yang
mencakup wilayah dalam bentuk sehamparan tanah secara serentak dan dalam
waktu yang relatif sama termasuk dalam tipe sistemik berpola enclave (Sihaloho,
2004).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
keluarga petani bisa bekerja di IKM. Adanya pola nafkah ganda pada petani, akan
membuat peluang terjadinya alih fungsi lahan semakin kecil. Bangunan fisik pada
IKM biasanya tidak membutuhkan luas areal yang luas dan dekat atau menyatu
dengan tempat tinggal pemiliknya. Tidak seperti industri besar, IKM tidak
memberi dampak kegiatan ikutan yang besar seperti pembangunan pertokoan,
perumahan, dan pergudangan.
Dalam model probit, apabila telah diketahui koefisien atau nilai
parameternya, maka tahap berikutnya adalah menghitung nilai index function (Ii)
dari setiap observasi untuk analisa lebih lanjut. Berdasarkan hasil regresi, maka
persamaan Ii adalah:
Universitas Indonesia
memiliki jumlah penerima SKTM yang besar dan sebagian besar penduduknya
berpenghasilan utama di sektor pertanian. Masyarakat kurang mampu (yang
memiliki lahan sawah) akan tetap mempertahankan lahannya (tidak menjualnya)
dengan alasan desakan kebutuhan ekonomi (misalnya untuk biaya kesehatan dan
pendidikan), karena adanya jaminan dari pemerintah setempat berupa pemberian
SKTM. Selain itu, ketergantungan masyarakat pada sektor pertanian yang tinggi,
yaitu sebagai sumber penghasilan utama, akan membuat mereka mengupayakan
keberlangsungan usaha pertanian, khususnya usaha tani sawah. Adanya keinginan
masyarakat (petani) di Cengkong dan Manggungjaya untuk mempertahankan
lahan sawahnya membuat peluang terjadinya alih fungsi di wilayah tersebut
menjadi kecil, hal tersebut tercermin pula pada nilai ṕ yang rendah yaitu =
0,0000.
Karanganyar merupakan daerah tertinggal dengan penghasilan utama
sebagian besar penduduknya adalah di sektor pertanian dan ketersediaan lahan
sawah yang ada relatif kecil (di bawah rata-rata), maka petani akan cenderung
mempertahankan lahannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karanganyar
memiliki peluang yang rendah untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah terlihat
dari nilai ṕ-nya yaitu 0,1335.
Adiarsa Barat merupakan wilayah perkotaan dengan jumlah IKM yang
banyak yaitu 158 unit dan memiliki luas lahan sawah yang kecil (6,71 hektar).
Karena ketersediaan lahan sawah yang sedikit, maka peluang terjadinya alih
fungsi juga kecil yaitu 0,2483. Tetapi masih adanya “sawah kejepit”, yakni
sawah-sawah yang tidak terlalu luas karena daerah sekitarnya sudah beralih fungsi
menjadi perumahan atau lainnya, akan membuat petani mengalami kesulitan
untuk mendapatkan tenaga kerja, air, dan sarana produksi lainnya, sehingga dapat
memaksa mereka untuk mengalihkan atau menjual lahannya.
Amansari merupakan wilayah pedesaan dengan luas lahan sawah lebih
dari 50 persen dari luas wilayahnya, dengan kondisi lahan berupa hamparan dan
bukan termasuk daerah tertinggal. Ketersediaan lahan sawah yang luas akan
membuat pemiliknya dengan mudah melepas (menjual) ke pihak lain, atau
melakukan alih fungsi untuk kegiatan non-pertanian. Adanya peluang yang relatif
Universitas Indonesia
besar untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah di Amansari dapat diketahui dari
nilai ṕ-nya yaitu 0,5832.
Sementara itu, Wadas merupakan wilayah dengan nilai Ii paling maksimal
sehingga mempunyai peluang paling besar untuk terjadinya alih fungsi lahan
sawah. Wadas merupakan wilayah pedesaan dan bukan termasuk dalam daerah
tertinggal, memiliki luas lahan sawah sekitar 40 persen dari luas desa dengan
kondisi lahan berupa hamparan. Dengan jumlah penduduk yang besar (melebihi
rata-rata jumlah penduduk secara keseluruhan) dan sumber penghasilan utama
sebagian besar penduduknya di sektor non-pertanian, Wadas merupakan wilayah
dengan jumlah penerima SKTM yang relatif kecil (dibawah rata-rata).
Keberadaan IKM yang masih relatif sedikit, akan memicu munculnya industri
kecil lainnya sehingga alih fungsi lahan semakin rentan. Dari data yang ada,
Wadas telah mengalami alih fungsi sawah ke non-sawah, dan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi lagi di masa mendatang karena semakin besar jumlah
penduduk akan semakin meningkatkan permintaan terhadap lahan. Adanya
perubahan perilaku atau cara pandang terhadap keberlangsungan lahan sawah
karena masyarakat beranggapan pertanian bukan merupakan satu-satunya sumber
penghasilan utama juga dapat memicu terjadinya alih fungsi. Selain itu, adanya
desakan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan modal usaha untuk beralih profesi
akan membuat masyarakat memilih menjual lahannya daripada
mempertahankannya. Sukaluyu, Karyasari, dan Kondangjaya merupakan contoh
lain dari wilayah dengan kondisi yang hampir sama dengan Wadas, sehingga
wilayah tersebut juga berpeluang besar untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah,
dan dalam hal ini ditunjukkan dalam nilai ṕ-nya yang lebih besar dari 0,8000.
Dari nilai koefisien variabel dalam persamaan index function (Ii) dan hasil
perhitungan nilai peluang/kemungkinan yang terjadi, suatu wilayah
(desa/kelurahan) akan memiliki peluang besar/kecenderungan untuk mengalami
alih fungsi lahan sawah apabila desa/kelurahan tersebut:
a. Lokasi berupa hamparan;
b. Sebagian besar penduduk berpenghasilan utama di sektor non-pertanian;
c. Memiliki luas lahan sawah yang besar;
d. Mempunyai jumlah penduduk yang besar;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pengaruh signifikan terhadap alih fungsi lahan sawah. Apabila melihat produksi
padi yang meningkat setiap tahun walaupun dengan keberadaan sawah yang
semakin berkurang, menunjukkan bahwa bukan hanya luas sawah saja yang
berpengaruh terhadap produksi padi melainkan luas panen, cuaca yang
mendukung, dan teknologi yang diterapkan. Kondisi tersebut dapat membuat
DPADI menjadi tidak signifikan terhadap alih fungsi lahan sawah.
Variabel JAMKES tidak berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi.
Jaminan kesehatan diberikan kepada masyarakat miskin dan tidak mampu agar
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Jumlah penerima jaminan
kesehatan tidak mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan sawah dikarenakan
kebutuhan akan biaya kesehatan masyarakat telah tercukupi baik oleh masyarakat
itu sendiri (biaya pribadi) atau melalui program JAMKESMAS maupun asuransi
kesehatan lainnya. Jadi banyak atau sedikitnya jaminan kesehatan yang diberikan
tidak berpengaruh pada alih fungsi lahan sawah, sebab masyarakat melakukan alih
fungsi untuk memenuhi kebutuhan lain di luar kebutuhan biaya kesehatan.
Ada/tidaknya pasar dengan bangunan permanen (DPASAR) di
desa/kelurahan juga tidak memicu munculnya kegiatan lain dan tidak menarik
jumlah penghuni yang besar untuk bermukim di sekitar lokasi sehingga DPASAR
tidak berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi lahan sawah.
Jumlah mini market (MINMAR) tidak berpengaruh signifikan terhadap
alih fungsi lahan sawah karena bangunan fisiknya tidak memerlukan lahan yang
luas (<400m2) dan biasanya terdapat di wilayah perkotaan (wilayah padat
penduduk).
Universitas Indonesia
6.1 Kesimpulan
Proses alih fungsi lahan sawah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
direncanakan dan tidak direncanakan. Alih fungsi lahan sawah yang direncanakan
tertuang dalam aturan pemerintah tertentu dan diarahkan untuk pengembangan
kawasan industri, kawasan pemukiman, jalan raya, komplek perkantoran. Oleh
karena itu, lahan sawah yang alih fungsinya direncanakan keberadaannya
terkelompok dalam suatu hamparan yang cukup luas. Sedangkan proses alih
fungsi lahan sawah yang tidak direncanakan dilakukan oleh pemilik lahan dalam
luasan yang kecil dan pada lokasi yang terpencar.
Dari hasil analisis terhadap faktor-faktor yang menjadi pengaruh terhadap
terjadi/tidaknya alih fungsi lahan sawah ke non-sawah di Kabupaten Karawang
yang diolah dengan menggunakan model probit, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1) Lokasi desa/kelurahan yang berupa hamparan mempunyai peluang lebih
besar untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah daripada lokasi yang bukan
hamparan.
2) Daerah dengan status pedesaan mempunyai peluang lebih besar untuk
terjadinya alih fungsi lahan sawah daripada daerah perkotaan.
3) Desa/kelurahan yang bukan termasuk daerah tertinggal mempunyai peluang
lebih besar untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah daripada daerah
tertinggal.
4) Semakin luas lahan sawah di suatu desa/kelurahan mempunyai peluang lebih
besar untuk terjadinya alih fungsi lahan sawah.
5) Semakin luas lahan desa/kelurahan mempunyai peluang lebih besar untuk
terjadinya alih fungsi lahan sawah.
6) Desa/kelurahan dengan penghasilan utama sebagian besar penduduknya
adalah di sektor non-pertanian mempunyai peluang lebih besar untuk
74 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mendirikan IKM, dan penyediaan pinjaman modal usaha dengan kredit yang
ringan.
6) Jumlah surat miskin/ SKTM yang diterima masyarakat mempunyai pengaruh
negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya alih fungsi lahan, untuk
menekan alih fungsi bukanlah dengan menambah jumlah penerbitan surat
miskin, melainkan dengan upaya perlindungan dan pemberdayaan petani. Di
pedesaan, masyarakat miskin atau tidak mampu identik dengan masyarakat
yang bekerja di sektor pertanian, seperti petani atau buruh tani. Perlindungan
terhadap petani memuat kewajiban pemerintah kabupaten untuk melindungi
petani, kelompok tani, koperasi petani, dan asosiasi petani yang meliputi
perlindungan terhadap usaha tani dan harga komoditas pangan pokok.
Sedangkan pemberdayaan petani memuat tentang pengembangan infrastruktur
pertanian pangan, penguatan kelembagaan petani, penyuluhan dan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia, memfasilitasi pemasaran hasil
pertanian pangan, dan pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan keluarga.
Universitas Indonesia
79 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia