Anda di halaman 1dari 3

Identifikasi Standar Penalaran

Berdasarkan artikel yang berjudul “Calon Guru Besar Terlibat Perjokian Karya Ilmiah”,
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Purpose (tujuan)
Purpose atau tujuan dari tulisan adalah penulis ingin mengungkap perjokian di
dunia akademik khususnya dalam pembuatan karya ilmiah yang dilakukan oleh
oknum calon guru besar di perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia yang
melibatkan pejabat struktural kampus, dosen, hingga mahasiswanya.
2) Question (persoalan)
Question atau persoalan yang hendak dijelaskan pada pembaca ialah praktik
perjokian karya ilmiah beserta modus yang dilakukan. Pada tulisan, beberapa modus
perjokian yang dibahas adalah:
 Perjokian yang melibatkan sumber internal kampus, yaitu berupa skripsi dari
mahasiswa
 Pembentukan tim khusus, yang bertugas menyiapkan artikel untuk diterbitkan
pada jurnal internasional bereputasi
 Membentuk tim percepatan guru besar, yang mengerjakan artikel ilmiah untuk
dosen calon guru besar, dan
 Melalui jasa pihak luar kampus (joki atau calo), yang menawarkan penerbitan
artikel pada jurnal internasional.
3) Konsep
Konsep yang dibahas dalam tulisan tersebut adalah praktik perjokian karya
ilmiah yang dilakukan oleh dosen calon guru besar kampus negeri maupun swasta
dibeberapa kota besar Indonesia yang terjadi secara massif dan sistematis, dengan
melibatkan modus-modus tertentu untuk menembus jurnal internasional dan meraih
gelar profesor (Guru Besar).
4) Contoh kasus
Contoh penemuan kasus dibeberapa kampus di Indonesia yang dapat
digunakan untuk mendukung argumen diantaranya:
a. Kasus di Universitas Esa Unggu (UEU) Jakarta
Temuan investigasi di kampus ini adalah pencantuman nama dosen calon guru
besar sekaligus petinggi kampus yang berinisial AKAP pada artikel yang
dimuat di jurnal Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI)
terindikasi kuat identik dengan skripsi mahasiswanya yang berinisial RAS.
Hal ini pun sudah dipastikan melalui pernyataan penerjemah tersumpah
Prayudi Wijaya setelah memeriksa berkas kedua artikel tersebut yang secara
substansi sama, terlepas dari beberapa perbedaan yang ada. Pendapat tersebut
juga didukung oleh pengakuan RAS yang menyatakan bahwa jumlah
responden, jumlah kuisioner, metodologi sampai bentuk grafis pada skripsinya
sama persis dengan artikel di jurnal MDPI tersebut.
b. Kasus di Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat
Temuan kasus di UNP sendiri adalah dengan adanya Tim Percepatan Guru
Besar yang bertugas memberikan bimbingan penulisan artikel ilmiah. Namun,
berbeda dengan penuturan salah satu dosen UNP yang mengetahui cara kerja
tim, ia menyatakan bahwa mereka aktif mengerjakan artikel ilmiah untuk
dosen calon guru besar mulai dari proses riset, analisis data, sampai membuat
manuskrip. Sedangkan dosen senior yang ingin menjadi guru besar terindikasi
minim kontribusi dalam pengerjaan karya ilmiah tersebut.
Keberadaan tim percepatan ini juga dibenarkan oleh RI, salah satu calon guru
besar UNP. Ia mengaku telah melibatkan tim percepatan dalam menerbitkan
karya ilmiah di jurnal yang terindeks Scopus sebagai syarat untuk menjadi
guru besar.
c. Kasus di Universitas Brawijaya (UB) Malang
Di UB sendiri telah ditemukan indikasi adanya pelanggaran integritas yang
dilakukan oleh salah satu dosen senior calon guru besar berinisial AW. Ia
membuat tim khusus yang melibatkan dosen-dosen muda bahkan mahasiswa
untuk membuat sekaligus menerbitkan artikel di jurnal internasional. Tim ini
menerbitkan artikel ilmiah di Journal of Ecological Engineering, Polandia
yang kuat dugaan merupakan hasil riset dari bahan penelitian mahasiswa S2
berinisial WSE.
Salah satu dosen senior UB berinisial IN, menyatakan bahwa kinerja tim kecil
ini sudah menyimpang dari ketentuan akademik kampus yang seharusnya
hanya membimbing dan memberikan konsultasi pada dosen calon guru besar
dalam membuat karya ilmiah.
5) Kesimpulan
Berdasarkan tulisan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa praktik perjokian
karya ilmiah yang dilakukan calon guru besar di sejumlah perguruan tinggi negeri
maupun swasta di Indonesia terjadi dengan massif dan sistematis. Para calon guru
besar menggunakan modus-modus perjokian tertentu dengan melibatkan dosen,
mahasiswa, bahkan pihak luar kampus untuk membuat sampai dengan menyiapkan
artikel untuk diterbitkan pada jurnal internasional bereputasi sehingga dapat dipakai
oleh calon guru besar tersebut untuk memenuhi syarat pencalonan guru besar.
Selain itu, indikasi pelanggaran akademik yang dilakukan oleh calon guru
besar juga didukung dengan adanya bukti dan kasus-kasus yang bermunculan
sehingga makin memperjelas fakta yang ada dilapangan. Oleh karenanya, solusi yang
dapat disampaikan untuk saat ini adalah upaya dari pemerintah melalui
Kemendikbudristek untuk menertibkan dan menegakkan kembali aturan-aturan yang
berlaku dalam proses pencalonan guru besar agar nantinya gelar yang diterima dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik dan bermanfaat bagi civitas akademika dimana
ia berada.

6) Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, implikasi yang bisa terjadi adalah semakin
maraknya pelanggaran integritas oleh dosen calon guru besar jika perjokian tetap
dibiarkan terjadi di lingkungan kampus. Karya ilmiah merupakan standar penilaian
bagi pemerintah untuk mengukur kapabilitas calon guru besar sebelum diangkat
menjadi profesor (guru besar). Jika dalam pembuatan karya ilmiahnya saja tidak
memiliki kontribusi, maka sudah pasti persyaratannya tidak terpenuhi. Sehingga,
penolakan atas pencalonan guru besar yang diajukan merupakan keputusan yang
tepat.

Anda mungkin juga menyukai