Anda di halaman 1dari 4

MENYOAL PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KENAIKAN

PANGKAT GURU

Beberapa waktu yang lalu, Kompas memuat sebuah tulisan opini di koran
Kompas menyitir berita di Straight Times Singapura berjudul “Prof, No one is reading
you”. Berita tersebut memaparkan hasil penelitian yang salah satu temuannya
menunjukkan bahwa jurnal yang diterbitkan oleh akademisi hanya dibaca secara
utuh dan kompehensif oleh tidak lebih dari 10% pengunjung yang mengakses jurnal
tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan tingginya indeks sitasi dari si penulis
artikel. Itu membuktikan bahwa pembaca jurnal hanya membaca bagian-bagian
yang ia perlukan untuk dikutip dalam penelitian yang mereka lakukan.
Tulisan di Kompas tersebut segera ditanggapi oleh ulisan lain yang salah
satunya ditulis oleh mantan Dirjen Dikti yang menekankan tentang pentingnya
kebermanfaatan sebuah jurnal sehingga dibaca secara utuh dan komprehensif.
Rendahnya tingkat pembacaan jurnal secara utuh, seperti yang diberitakan oleh The
Straight Times Singapura menunjukkan rendahnya kebermanfaatan dari jurnal
tersebut.
Tulisan tersebut mengusik penulis yang berprofesi sebagai guru
karena salah satu komponen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan
syarat kenaikan pangkat adalah membuat artikel ilmiah yang diterbitkan oleh jurnal
terakreditasi. Dalam pemikiran penulis, jika jurnal yang ditulis oleh dosen yang salah
satu tugasnya adalah melakukan riset saja hanya dibaca tidak lebih dari 10% orang
yang mengunjungi situs tersebut, lalu bagaimana dengan jurnal yang ditulis oleh
guru?
Mari kita telaah signifikansi dari publikasi ilmiah. Ada tiga tugas utama yang
diemban oleh dosen. Pertama adalah mengajar, kedua melakukan penelitian dan
ketiga melaksanakan pengabdian masyarakat. Ketiga tugas tersebut berkaitan satu
sama lain. Seorang dosen bertugas mempersiapkan lulusan yang kompeten. Jika
lulusan tersebut adalah para calon guru, maka dosen berkewajiban mencetak calon
calon guru yang handal. Di sisi lain dosen dan civitas akademi di universitas adalah
juga tempat dimana metode dan teknik-teknik terbaru, misal dalam bidang
pengajaran dicetuskan. Dosen wajib melaksanakan penelitian yang nantinya akan
berguna bagi masyarakat dan lulusan dari universitas terkait. Karena itulah,
pelaksanaan penelitian dan publikasi ilmiah menjadi dua hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain dalam profil tugas dan kewajiban dosen. Karena itu
sangat wajar jika salah satu aspek penilaian kinerja dosen adalah dari berapa
banyak penelitian yang dilakukan serta publikasi ilmiah di jurnal yang terkreditasi.
Bagaimana dengan publikasi ilmiah oleh guru? Mengapa guru yang tugas
utamanya adalah mengajar dan membimbing siswa harus dinilai dengan karya
ilmiah dan publikasi ilmiah? Bukankah publikasi ilmiah memiliki standar dan patokan
yang hanya diakrabi oleh mereka yang tugas utamanya meneliti dan itu tentu saja
bukan tugas dan kompetensi guru? Bagaimana kualitas penelitian dan publikasi
hasil penelitian guru? Mari kita coba telaah pertanyaan-pertanyaan diatas.
Spirit dari digunakannya publikasi ilmiah khususnya penelitian dan publikasi
hasil penelitian adalah agar guru bisa melakukan refleksi dan menganalisis
kelebihan dan kekurangan praktik pengajaran yang dilakukan, mengidentifikasi
masalah yang muncul serta mencari solusi untuk mengatasinya. Sebetulnya
melakukan refleksi (memetakan kelebihan dan kekurangan teknik mengajar dan
mencari solusi untuk permasalahan yang muncul) sudah biasa dilakukan oleh guru.
Masalah akan muncul ketika itu harus dituangkan dalam penelitian yang tentu saja
memiliki kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah yang harus dipatuhi.
Buku IV tentang Penilaian Kinerja Guru dan Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan menyatakan bahwa Publikasi Ilmiah bisa berupa
1. Presentasi Pada Forum Ilmiah dengan ketentuan sebagai berikut
a. Menjadi narasumber pada seminar atau lokakarya ilmiah.
b. Menjadi narasumber pada koloqium atau diskusi ilmiah.
c. Bukti fisik yang dinilai adala
 Makalah yang disajikan dan telah disahkan oleh kepala sekolah
 Surat keterangan dari panitia seminar/sertifikat/piagam.
 Makalah yang disajikan harus berupa tulisan ilmiah yang berisi
ringkasan laporan hasil penelitian, gagasan, ulasan atau tinjauan
ilmiah.
2. Laporan Hasil Penelitian.
a. Laporan hasil penelitian haruslah tentang bidang pendidikan sesuai
dengan tugas pokok guru.
b. Laporan penelitian dapat berupa penelitiann tindakan kelas, penelitian
eksperimen, penelitian deskriptif, penelitian perbandingan, penelitian
korelasi dan sebagainya.
c. Bukti fisik yang dinilai untuk laporan hasil penelitian adalah
 Berita acara yang membuktikan bahwa hasil penelitian tersebut
telah diseminarkan di sekolah atau dalam forum MGMP yang
dihadiri oleh minimal 15 guru dari 3 sekolah lain yang setingkat.
 Berita acara berisi keterangan waktu, tempat, peserta, notulen
seminar dan dilengkapi dengan daftar hadir peserta dan
ditandatangani oleh ketua panitia seminar dan kepala sekolah yang
ditempati seminar atau ketua KKG/MGMP.
 PTK dilakukan minimal dua siklus dimana satu siklus minimal dua
pertemuan.
Item 2.b menyatakan bahwa laporan hasil penelitian dapat berupa penelitiann
tindakan kelas, penelitian eksperimen, penelitian deskriptif, penelitian perbandingan,
penelitian korelasi dan sebagainya. Penelitian-penelitian itu memiliki kaidah
pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian yang baku. Penelitian-penelitian itu juga
mengharuskan adanya teknik analisis data dengan menggunakan program tertentu
seperti SPSS dan lain-lain. Lagi lagi hal ini akan menjadi masalah bagi guru yang
selama ini hanya akrab dengan praksis pengajaran dan kurang akrab dengan teknik-
teknik penelitian karya ilmiah serta metodologinya. Karena itulah maka banyak guru
yang beralih ke Penelitian Tindakan Kelas untuk laporan hasil penelitian. Itu
disebabkan karena banyak narasumber untuk acara peningkatan kompetensi guru
dalam pembuatan karya ilmiah menyatakan bahwa PTK adalah jenis penelitian yang
paling cocok sekaligus paling mudah dilaksanakan oleh guru. PTK hanyalah laporan
dari apa yang sudah dikerjakan oleh guru di ruang ruang kelas yaitu mengidentifikasi
masalah belajar siswa dan kemudian mencari solusi untuk mengatasi masalah
tersebut.
PTK direduksi signifikansinya dan itu berimbas pada teknik analisis yang
digunakan dalam PTK. Sebagai contoh, setelah perlakuan guru memberikan pos
test dan ternyata hasil pos test tersebut mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil
tersebut diputuskan bahwa PTK sudah berhasil. Lazim dijumpai di PTK yang ditulis
oleh para guru tidak ada analisis statistik untuk memastikan bahwa peningkatan
prestasi tersebut betul betul disebabkan oleh perlakuan yang diberikan, bahwa
tingginya nilai post test yang diperoleh betul betul karena siswa kompeten dan bukan
karena butir testnya yang terlalu mudah dan lain sebagainya.
Karena itulah maka muncul anggapan dikalangan para guru bahwa PTK
hanya khusus berlaku untuk kelas mereka saja. Jika demikian, lalu untuk apa PTK
diseminarkan dan harus dihadiri oleh guru dari 3 sekolah lain seperti yang tercantum
dalam Buku IV? Bukankah seharusnya tujuan dari seminar laporan hasil penelitian
itu adalah agar guru lain bisa menerapkan tips-tips dari guru yang melakukan PTK
tadi? Belum lagi jika ternyata laporan hasil penelitian tersebut dijurnalkan. Di sisi
pembaca, apa manfaat yang bisa diperoleh pembaca jurnal hasil penelitian
tersebut? Di sisi guru, mereka harus mengeluarkan uang dengan jumlah yang tidak
sedikit hanya agar jurnal mereka bisa dimuat untuk kemudian diajukan untuk syarat
kenaikan pangkat. Uraian diatas membawa kita kembali ke ulasan di awal. Jika
jurnal penelitian dosen yang kita asumsikan dilakukan secara serius dan sungguh
sungguh saja hanya dibaca oleh 10 persen orang yang mengaksesnya, lalu
bagaimana dengan jurnal guru?
Karena itulah, menurut hemat penulis perlu ada sebuah kerangka atau
sistematika laporan hasil penelitian yang tidak terlalu rumit dan bisa dipahami
dengan mudah oleh para guru. Juga perlu ada sebuah media khusus untuk guru
berbagi laporan hasil penelitian atau praktik baik (best practice) bidang
pembelajaran. Media tersebut bisa berupa jurnal atau buletin dimana para guru bisa
berbagi praktik baik dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Laporan hasil
penelitian bisa berupa laporan praktik baik, buku saku atau tips tips penggunaan
metode tertentu untuk mengajarkan materi tertentu. Dan itulah yang nantinya bisa
diajukan untuk salah satu syarat kenaikan pangkat guru. Namun jika tetap
menggunakan aturan seperti yang tercantum di buku IV, maka esensi laporan hasil
penelitian guru hanya akan menjadi sebuah formalitas belaka. Jurnal hasil penelitian
guru tidak akan memberikan manfaat untuk guru guru yang lain.
“DEAR TEACHERS, NO ONE IS READING YOU”.

Anda mungkin juga menyukai