HASIL PENELITIAN
Oleh:
Reinildis Dejam
NIM : 1802010130
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
2023
i
LEMBAR PENGESAHAN
MENGETAHUI,
TIM PEMINATAN BAGIN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVESITAS NUSA CENDANA
ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan...................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Keaslian penelitian.................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ...........................................
1.5 Metode Penelitian..................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
2.1 Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pencabulan Anak.....................................
2.2 Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak
dan Korban Pencabulan...............................................................................
2.3 Faktor Penghambat Dalam Proses Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Korban Tindak Pidana Pencabulan .....................................................................
2.4 Tinjauan Tentang Penyididikan....................................................................
2.5 Kerangka Berpikir.........................................................................................
2.6 Jadwal dan Biaya Penelitian..........................................................................
2.7 Organisasi Penelitian....................................................................................
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........................................
3.1 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan
Proses Penyelidikan dan Penyidikan di Wilayah Hukum Kepolisian
Resort Manggarai Barat................................................................................
3.2 Hambatan Hambatan Dalam Proses Perlindungan Hukum Terhadap
Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan Selama Proses Penyelidikan
dan Penyidikan di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Manggarai Barat. . .
......................................................................................................................
iii
BAB IV PENUTUP...................................................................................................
4.1 Kesimpulan...................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN
(UUD NKRI) Tahun 1945,”1 Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan
yang masih hidup sampai saat ini adalah hukum positif, artinya hukum yang sedang
berlaku saat ini, dan akan terus ada selama masyarakat ada. Selama manusia hidup, ia
akan dibelenggu oleh permasalahan hidup, dan masalah itu hadir karena konstruksi
manusia itu sendiri. Salah satu bentuk kejahatan seksual yang sangat merugikan dan
meresahkan masyarakat dewasa ini adalah bentuk kejahatan pencabulan dari sekian
banyak jenis kejahatan terhadap hak asasi manusia yang sering terjadi.2 Pencabulan
merupakan kejahatan terhadap kesusilaan yang diatur dalam Bab XIV KUHP tentang
kejahatan terhadap kesopanan. Menurut kamus hukum yang disusun oleh Sudarsono,
menyatakan bahwa cabul berarti keji dan kotor, tidak senonoh karena melanggar
kesopanan, dan kesusilaan. Perbuatan pencabulan adalah segala wujud perbuatan, baik
dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan kepada orang lain mengenai dan
berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang
nafsu sosial. 3
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
1
Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang dasar Negara kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI)
Tahun 1945
2
Sulistyanta dan Maya Hehanusa, Kriminologi Dalam Teori Dan Solusi Penanganan Kejahatan,
(Yogyakarta : CV. Absolute Media, 2016), Hlm 132.
3
Adami Chazawi , Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). hlm 80
1
2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Perlindungan Anak dijelaskan bahwa, Anak adalah seorang yang belum berusian 18
(delapan belas) tahun ,termasuk anak yang masih dalam kandungan . Dalam pasal 15
Perlindungan hukum dalam proses penyidikan kepada anak korban tindak pidana
melindungi kepentingan anak. Dalam Pasal 2 ayar (3) dan ayat (4) Undang-undang
perlakuan yang adil terhadap anak. Perlindungan terhadap anak pada suatu
2006 Tentang Saksi dan Korban. Pada Pasal 5 menyebutkan beberapa hak yang
2
Saksi dan korban berhak :
1) Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta
bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenan dengan kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikannya;
2) Ikut seta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
3) Memberikan keterangan tanpa tekanan ;
4) Mendapat penerjemahan ;
5) Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
6) Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
7) Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
8) Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
9) Dirahasiakan identitasnya;
10) Mendapatkan indentitas baru;
11) Mendapatkan tempat kediaman sementara;
12) Mendapat tempat kediaman baru;
13) Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
14) Mendapat nasihat hukum;
15) Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir;
16) Mendapat pendamping.
Dalam Pasal 6 ayat (1) juga dijelaskan bahwa korban pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana
perdagangan orang, korban tindak pidana penyiksaan, korban tindak pidana
kekerasaan seksual, dan korban penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 juga berhak mendapatkan:
a. Bantuan medis; dan
b. Bantuan rehabilitas psikososial dan psikologis.
Pada ayat (2) dijelaskan juga bahwa ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada
Hukum pidana dan sistem peradilan pidana merupakan lembaga yang harus terus
korban serta mengupayakan keadilan bagi korban dan keluarga yang berjuang untuk
menyebutkan bahwa:
3
1. Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya berkewajiban
bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak.
2. Perlindungan khusus kepada anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang di eksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual ;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikitropika, dan zaat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi ;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan dan/ atau perdagangan;
i. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak penyandang disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari perlabelan terkait
dengan kondisi orangtuanya.
Pasal 69A dijelaskan bahwa Upaya perlindungan khusus bagi anak korban
kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan
melalui upaya :
a. Edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan;
b. Rehabilitas seksual
c. Pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap pemeriksaan
mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan disidang
pengadilan.
Bentuk perlindungan korban dapat dilakukan dengan upaya rehabilitas medis dan
rehabilitas sosial, baik didalam maupun diluar lembaga pada saat upaya pemulihan
korban. Karena percabulan anak berbeda dengan korban kejahatan lainnya, korban
pencabulan mengalami trauma yang mendalam, oleh karena itu perlu adanya upaya
perlindungan bagi korban pencabulan secara hukum. Jadi perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
4
tindak pidana pencabulan, aparat penegak hukum masih mengalami hambatan.
Secara umum sehingga hal ini dapat menghambat dalam memenuhi hak-hak anak
sebagai korban tindak pidana pencabulan selama proses penyidikan ditinjauan dari
5. Faktor budaya
Barat, pen memperoleh data mengenai kasus pencabulan anak yang ditangani oleh
Kasus tindak pidana pencabulan anak dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang
perempuan dan Anak (PPA) dalam kurung waktu 4 (empat) tahun terakhir 2019-
2022).
No Tahun Jumlah
1 2018 1 orang
2 2019 2 orang
3 2020 4 orang
4 2021 5 orang
Sumber: Unit PPA Sat Reskrim Polres Manggarai Barat
5
berdasaran Studi Kasus di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Manggarai Barat
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah dalam skripsi ini
Hasil kajian pustaka, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang memiliki
fokus penelitian serta relevansi yang sama dengan penelitian yang akan dikaji oleh
6
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban
Manggarai Barat.
Timur.
7
1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
penulis sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Manfaat dari penulisan ini
a. Manfaat Teoritis
tegaknya hukum keadilan bagi anak yang menjadi korban pencabulan serta
b. Manfat praktis
8
1.5 Metode Penelitian
mendekatan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai
Manggarai Barat.
a. Populasi penelitian
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah komponen yang terkait
populasi yang diteliti adalah polisi dan korban percabulan anak di Wilayah
b. Sampel
9
Perlindungan Saksi dan Korban dan Undang –Undang Nomor 11 Tahun
Polisi : 2 orang
Korban : 2 orang
Jumlah : 6 orang
10
- Menyediakan penerjemahan bagi korban
berikut:
1. Kendala internal
2. Kendala eksternal
11
1.5.5 Jenis dan Sumber Data
1. Data primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lokasi
2. Data sekuder
Teknik pengmpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Wawancaa (interview)
12
Wawacara merupakan pengumpulan data dengan cara mengadakan
b. Studi Dokumen
a. Pengolaha Data
2. Coding yaitu memberi tanda atau kode terhadap semua data diperoleh
responen/informan.
b. Analisis data
permasalahan penelitian.
4
Sukardan Aloysius ,Pedoman Penulin Skripsi,2015.Hlm.17
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
rasa kesusilaan (kesopanan), atau perbuatan lain yang keji dan semua perbuatan itu
kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Perbuatan cabul diatur dalam
Dalam pengetahuan hukum pidana, para ahli hukum memiliki pendapat yang
perempuan dengan cara menurut moral atau hukum yang berlaku melanggar.
Dari pendapat tersebut, pencabulan memiliki arti yaitu suatu tinkan atau
kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk kedalam lubang
5
Trisna Dinda M, “dkk”, ” Jurnal Cahaya Keadilan”,Analisis yuridis Terhadap
Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur Berdasarkan Undang-Undang
14
c) Menurut R.Soesilo perbuatan cabul adalah perbuatan cium-ciuman ,meraba-
nafsu birahi atau nafsu seksual di luar perkawinan. Unsur –unsur tindak
pidana.
tidak membelanya dari hal-hal buruk yang dialaminya. Yang sering terjadi
b. Anak rasa dihianati. Bila pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat dan
orang lain dan kehidupan pada umumnya. Hal ini akan berdampak pada
anak akan melihat dengan kacamata berbeda. Misalnya dengan rasa kasihan
15
menggembangkan mengambaran negatif tentang diri sendiri. Anak merasa
malu dan rendah diri, dan yakin bahwa yang terjadi pada dirinya akarena
terjadi secara salah, dapat berdampak pada munculnya trauma seksual. Trauma
pencabulan, yaitu:
Untuk dapat dipidananya seseorang atas tindak pidana pencabulan anak, maka
1. Unsur subjektif
7
Ache Sudiarti Luhulima, Pemehaman Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak
Perempuan, Kelompok Kerja, Convetion Watch Kajuan Wanita Dan Jender, (Jakarta Universitas
Indonesia, 2000), hlm 41-42
8
Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan (Jakarta: PT : Sinar Grafinda, 2004) hlm. 64
16
a. Setiap orang
perbuatannya.
b. Dengan sengaja
apa yang harus dilakukan . secara yang bertindak secara sadar dan
tahun apa yang dia lakukan . jadi, segaja adalah orang yang
2. Unsur objektif
9
Soedarto,Hukum Pidana 1, ( Semarang: Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
1990), Hlm 63
17
tindakan untuk mempercaya suatu yang lain, jadi bukan hanya tentang
dipengaruhi.10
untuk berbuat.
sanksi pidana yang dapat diterapkan terhadap pelaku percabulan anak sesuai
Undang Nomor 35 Tahun 2014 Jo. Undang NO.23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
10
Adam Chazawi, Op. Cit. HLM 85
18
1. Sanksi pidana percabulan anak nenurut Kitab undang-undang hukum pidana
( KUHP)
(KUHP) yang berbunyi : di ancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
Tahun:
lima belas tahun atau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum
harus harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau
dengan anak yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan pelaku
19
perbuatan cabul, diatur dalam Pasal 292 Kitab Undang-undang Hukum
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang orang lain
cabul terhadap anak diatur lebih spesifik dan lebih melindungi kepentingan
bagi anak. Seorang yang dikategorikan sebagai anak apabila belum berusia
dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
20
dan paling lama (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (21, penambahan
1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
identitas pelaku.
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sampai dengan ayat
pendeteksi elektronik.
tindakan.
21
2.2 Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pencabulan
yang ada. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa yang
senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-
hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi . Hak asasi anak merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus
cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,tumbuh, dan
Perlindungan terhadap anak tidak terbatas pada pemerintah selaku kaki tangan
negara akan tetapi harus dilakukan juga oleh orang tua, keluarga dan masyarakat
untuk bertanggungjawab menjaga dan memelihara hak asasi anak tersebut. Dalam
Senada dengan itu dalam Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara menjamin setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
11
12
22
2.2.2 Hak-hak anak
Anak Sebagai pribadi memiliki ciri yang khas , walaupun dia dapat berindak
sekitar, mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membentuk prilaku seorang
anak. Untuk itu bimbingan pembinanaan dan perlindungan dari orangtua, guru, serta
Pasal 16 ayat (3) deklarasi umum tentang hak anak asasi manusia (DUHAM)
menentukan bahwa keluarga adalah kesatuan alamiah dan mendasar dari masyarakat
dan berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negara. DUHAM adalah
instrumen internasional HAM yang memiliki sifat universal dalam arti setiap hak-hak
yang diatur didalamnya berlaku untuk semua umat manusia didunia tanpa kecuali.
Dengan demikian sudah pasti pemenuhannya tidak ditentukan oleh batas usia. Anak
sebagai bagian dalam keluarga memiliki pemeliharaan dan perlindungab khusus dan
norma hukum tertinggi telah menggariskan bahwa “ setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta behak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”. Dengan dicantumkan hak anak tersebut dalam batang
tubuh konstitusi, maka bisa diartikan bahwa berkedudukan dan perlindungan hak
anak merupakan hal penting yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dijalankan dalam
kenyataan sehari-hari.
13
Di dalam Naskah Akademis RUU Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
23
a. Hak untuk kelangsungan hidup (The Righst To Of Servival) yaitu hak-hak
melestarikan untuk dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak
dilahirkan.
2) Hak anak untuk hidup bersama orangtuanya, kecuali hal ini tidak
memenuhinya.
narkotika.
b. Hak terhadap perlindungan ( protection rights) yaitu hak-hak dalam kovensi hak
anak yang meliputi hak perlindungan dan nondiskriminasi, tindak kekerasan dan
keterlantaran bagi anak yang tidak memiliki keluarga, bagi anak-anak pengungsi.
peyandang distabilitas.
24
2) Larangan ekploitasi anak, miasalnya hak berkumpul dengan keluarganya,
b. Hak untuk tumbuh kembang (Development Rights) yaitu hak-hak anak dalam
konvensi hak hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan
nonformal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi
perkembangan fisik, mental, spritual, moral, dan sosial anak ( the rights of
personality development)
c. Hak untuk berpartisipasi, yaitu hak-hak anak yang meliputi hak untuk
menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak untuk
masyarakat luas. 14
14
Mohammad Joni dan Zulchaina Z Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif
Konvensi Hak Anak, ( Bandung: Citra Aditya Bakti,1999), hlm 35
25
Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur
untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam
berbagai kedudukan dan peranan yang menyadari betul pentingnnya anak bagi nusa
dan bangsa dikemudian hari jika mereka telah matang pertumbuhan fisik maupun
kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Demi
perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial.
hukum, baik dalam kegiatannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis.15
anak16.
15
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Anak Di Indonesia,
(Bandung: PT Refika Aditama,2014), Hlm. 40
16
Arif Gosita, masalah korban kejahatan kumpulan karangan,(Jakarta: akademika pressido, 1985),
hlm. 18
26
Menurut Sholeh Soe’aidy perlindungan anak adalah segala upaya yang
mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan pelantaran agar dapat menjamin
kelangsungan hidup dan tumbuh dan berkembang anak secara wajar, baik fisik,
perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi: perlindungan dalam bidang
hukum publik dan dalam dalam bidang hukum kerperdata; perlindungan anak
anak/remaja oleh prayuana pusat tanggal 30 Mei Tahun 1977, terdapat dua
a) segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun
b) Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan,
jasmaniah anak.17
17
Maidin Guktom, Op.Cit, Hlm 41
27
(2) Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
Hukum pidana dan sistem peradilan pidana adalah lembaga yang harus terus
korban serta mengupayakan keadilan bagi korban dan keluarga yang berjuang untuk
mengapai keadilan.
(2) Perlindungan khusus kepada anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada:
28
i. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis;
kondisi orangtuanya.
perjuangan atas hak-hak mereka. Hak sebagai anak dan hak sebagai perempuan
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
dipenuhi. Korban adalah orang sangat dirugikan dalam hal terjadinya tindak pidana
apapun, terutama korban tindak pidana pencabulan anak. Oleh karena itu korban
sepatutnya harus dilindungi oleh pemerintah, aparat penegak hukum maupun oleh
lembaga lainnya.
Pasal 69A dijelaskan bahwa Upaya perlindungan khusus bagi anak korban kejahatan
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan melalui
upaya :
b. Rehabilitas seksual
pengadilan.
29
Bentuk perlindungan korban dapat dilakukan dengan upaya rehabilitas medis
dan rehabilitas sosial, baik didalam maupun diluar lembaga pada saat upaya
lainnya, korban pencabulan mengalami traumatik yang mendalam, oleh karena itu
perlu adanya upaya perlindungan bagi korban pencabulan secara hukum. Jadi
perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. dan begitupun setiap orang berhak
kepentingan, harkat dan martabat sebagai manusia, terlebih lagi mereka (orang –
orang ) yang terlihat, menjadi korban suatu tindak Kriminal (kejahatan) mutlak
dimaksud dengan korban dalam arti luas adalah orang yang menderita akibat dari
ketidakadilan. Stanciu menyakan juga bahwa ada dua sifat yang dari korban
tersebut, mendasar (melekat) dari korban tersebut, yaitu stuffering (penderitaan) dan
injustice (ketidakadilan). 18
menurut kamus besar Crime Dictionary, victim (korban)
adalah orang yang telah mendapatkan penderitaan fisik atau penderitaan mental,
kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha
pelanggaran ringan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Arif Gosita
18
Siswanto S unarso, Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika,2014),
hlm 42
30
mneyatakan yang dimaksud dengan korban adalah merka yang menderita jasmaniah
dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri
sendiri atau orang lain yang bertentang dengan kepentingan dan hak asasi yang
menderita. Ini mengunakan istilah penderitaan jasmaniah dan rihaniah (fisik dan
mental) dari korban dan juga bertentangan dengan hak asasi manusia dari korban19.
individual maupu kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau
Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pasal 1 angka
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Yang
bahwa dalam suatu kejahatan terdapat satu pasang, yaiti pembuat dan korban dengan
19
Arif Gosita dalam Bambang Wuluyo, Viktimologi Perlindungan Saksi Dan Korban,(Jakrata: Sinar
Grafika, 2012), hlm. 9
20
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma
Dan Realita, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Hlm 46
31
mengunakan istilah penal couple. Sedangkan menurut Arif Gosita hak dan
5. Korban berhak menolak menjadi saksi bila hal itu akan membahayakan
dirinya
dan pelapor. Bagi korban Undang-undang ini juga merupakan alat baru dalam
mengakses keadilan karena akan merumuskan beberapa hak –hak saksi dan korban
diantaranya:
21
Adhi Wibowo, Perlindungan Hukum Dan Korban Amuk Massa Sebuah Tinjauan Viktimologi,
(Yogyakarta: Thafa Media, 2015), hlm. 35
32
1. Jaminan hukum tentang perlindungan bagi saksi, korban dan pelapor dari
tuntutan secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian
yang akan, sedang, dan telah diberikan. Walaupun masih terbatas, jaminan
bagi pelapor adalah penting, terutama karena masih banyak korban yang tidak
2. Adanya perluasan cakupan perlindungan yang dapat diperoleh oleh para saksi
dan korban tindak pidana yang menempatkan korban dalam situaso rentan dan
penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak
4. Adanya penjabaran yang cukup rinci tentang hak-hak Saksi dan korban
dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 perubahan atas
Korban
4) Mendapat penerjemahan ;
33
6) Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
9) Dirahasiakan identitasnya;
perlindungan berakhir;
Selain hak-hak yang terdapat dalam Pasal 5, dan Pasal 6 Udang-Undang Nomor
31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban juga terdapat beberapa hak
untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitas psiko-sosial bagi korban
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Menurut penjelasan Pasal 6 bantuan
rehabilitas psikososial adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban
yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali
dan damai apabila antara hak dan kewajiban seimbangan, oleh karena itu, hukum
selalu mengatur tentang apa yang menjadikan hak dan kewajiban anggota
34
masyarakatnya.. adapun kewajiban-kewajiban korban kejahatan menurut Arif
Gosita, adalah:
5) Korban berkewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk
8) Korban berkewajiban menjadikan saksi bila tidak membahayakan diri dan ada
jaminan.22
2.3 Faktor Penghambat Dalam Proses Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban
22
Adhi Wibowo, Op. Cit, hlm. 36
35
hukum. faktor-faktor penghambat penegak hukum menurut soerjono soekanto terdiri
dari 5 (lima) faktor agar suatu hukum benar-benar berfungsi, yaitu sebagai berikut:
Berlakunya kaidah hukum dalam masyarakat ditinjaua dari kaidah hukum itu
(1) Berlakunya secara yuridis, artinya kaidah hukum itu harus dibuat
(2) Berlakunya secara sosiologis, artinya kaidah hukum itu dapat berlaku
masyarakat.
(3) Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita –cita hukum
2) Penegak hukum
36
hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa komponen yang bersifat
3) Fasilitas
Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi
4) Masyarakat
5) Budaya
Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia didalam
pergaulan hidup.23
a. Pengertian penyidikan
serangkaian tindakan mencari dan meneruskan suatu keadaan atau pristiwa yang
sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menemukan pristiwa yang diduga sebagai
2) adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
23
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegak Hukum, (Yogyakarta: Gentha
Publishing,2015), Hlm 4-5
37
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan
tersangkanya.
Pencarian dan usaha meneruskan pristiwa yang diduga sebagi tindak pidana,
bermaksud untuk menentu kan sikap penjabat penyidik, apakan pristiwa yang
ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan cara yang diatur
oleh KUHAP ( Pasal 1 angka 5). Jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan,
dilakukan dulu penyelidikan oleh penjabat penyelidiki, dengan maksud dan tujuan
untuk mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat
menumukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana,
pada penyidikan tidik berat tekanannya diletakankan pada tindakan mencari serta
penjabat pengawal negeri sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh
b. Wewenang penyidikan
penjabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberikna wewenang khusus oleh
kewajibannya
38
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
tersangka;
g) Memangil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
pemeriksaan perkara;
Dalam perkara pidana yang melibatkan anak sebagai korban seperti kejahatan
tersebut ditunjuk berdasarkan keputusan kapolri atau penjabat lain yang ditunjukan
oleh kapolri ( Pasal 26 ayat (1) UU SPPA) . untuk anak korban dan anak saksi
dilakukan juga oleh penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang-
39
2.5 Kerangka Berpikir
40
Bentuk perlindungan hukum terhadap korban
pencabulan anak selama proses penyelidikan dan
penyidikan
Perlindungan 41
hukum dan
hambatan-hambatan
yang dihadapi
sebagai korban dari
tindak pidana
pencabulan
diwilayah hukum
Kepolisian Resort
Manggarai Barat
1) Jadwal Penelitian
2) Biaya Penelitian
1) Pelaksana Penilitian
Nim : 1802010130
Semester : X ( Sepuluh)
Fakultas : Hukum
42
2) Dosen Pembimbing Penilitian
Jabatan : Pembimbing I
Jabatan : Pembimbing II
43
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
oleh pihak Kepolisian maupun Pemerintah terhadap anak yang mengalami korban
kepada anak korban tindak pidana pencabulan merupakan sebagai bentuk perhatian
anak pada suatu masyarakat merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut,
karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan demi kepentingan nusa dan
bangsa. Undang –Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
perlakuan dan perlindungan pelaksanan hak dan kewajiban anak dan saksi, khususnya
anak sebagai korban pencabulan dalam proses peradilan pidana, yaitu meliputi
seluruh prosedur acara pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan dan berakhir pada
menerima laporan ketika terjadi suatu tindak tindak pidana. Ketika ada suatu laporan
mengenai suatu tindak pidana pencabulan terhadap anak, polisi akan membuat laporan
polisi dari kasus pencabulan tersebut. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak
44
pelayanan perempuan dan anak (PPA) yang berada di unit IV. Dasar hukum
pembentukan unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) adalah Peraturan Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor Pol. 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelayana Perempuan dan Anak (Unit PPA). Ketika terjadi kasus tindak
pidana pencabulan anak maka, unit PPA Kepolisian Resort mMnggarai akan bekerja
sama dengan Lembaga Pekerja Sosial, dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk
bekerja sama dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi
Perlakuan yang diterima korban pencabulan selama proses peradilan pidana adalah
salah satu wujud pelindungi Secara yuridis dan sosiologis mengenai hak-hak korban
hal ini dicantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, yang merumuskan beberapa hak –hak saksi dan
korban diantaranya:
4) Mendapat penerjemahan ;
45
9) Dirahasiakan identitasnya;
perlindungan berakhir;
Selain hak-hak yang terdapat dalam Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-undang Nomor
31 Tahun 2014 juga terdapat beberapa hak untuk mendapatkan bantuan medis dan
bantuan rehabilitas psiko-sosial bagi korban pelanggaran hak asasi manusia yang
berat. Menurut penjelasan Pasal 6 bantuan rehabilitas psikososial adalah bantuan yang
diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan
adalah agar saksi dan korban merasa aman dalam memberikan keterangan pada
setiap proses peradilan pidana dan selain itu ditegaskan pula bahwa perlindungan
yang diberikan kepada saksi dan korban berasaskan pada penghargaan atas harkat,
dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminasi dan kepastian hukum.
atas hak-hak mereka. Hak sebagai anak dan hak sebagai perempuan merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi. Menurut
Arif Gosita Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai
akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri dan orang lain yang
46
bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Ini mengunakan
istilah jasmaniah dan rohaniah ( fisik dan mental) dari korban dan juga bertentangan
dengan hak asasi manusia dari korban. 24Korban adalah orang yang sangat dirugikan
dalam hal terjadinya tindak pidana apapun, terutama korban tindak pidana pencabulan
anak. Oleh karena itu korban sepatutnya harus dilindungi oleh pemerintah, aparat
Berdasarkan wawancara peneliti dengan Ibu Putu Yuli penyidik unit PPA
terhadap anak korban tindak pidana pencabulan. Unit pelayanan perempuan dan anak
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. penyidik unit pelayanan perempuan dan
ada pengajuan atau permohonan dari pihak korban maupun dari keluarga korban.
Sehingga unit Pelayanan perempuan dan anak di Manggarai Barat hanya menerapkan
24
Arif Gosita dalam Bambang Wuluyo, Op.Cit,hlm.9
47
proses Penyelidikan dan penyidikan di Kepolisian Resort Manggarai Barat adalah
sebagai berikut:
Setalah unit PPA menerima laporan dari kepolisian, penyidik PPA akan
saat mengalami tindak pidana pencabulan pada saat sudah terjadi pelaporan
merupakan salah bentuk perlindungan hukum yang sudah diatur dalam Pasal
bermain dengan anak korban tindak pidana pencabulan. Sehingga suasana pada
untuk diminta keterangan. Penyidikan juga juga terkesan seperti bercerita buka
dan/atau korban tindak pidana terdapat dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c, Pasal
17 ayat (1) huruf d, dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e ,dan Pasal 17 ayat (1)
huruf f, dan Pasal 17 ayat (1) huruf g, Pasal 17 ayat (1) huruf i, dan Pasal 17
48
khusus (RPK) dan didominasi oleh polisi wanita (polwan) sehingga korban
tidak malu dan lebih terbuka dalam memberikan keterangan dan menceritakan
psikiater Kepolisian Resort Manggarai Barat saat ini belum ada. jadi Bagi
korban yang mengalami trauma atau gangguan psikis akibat kekerasan seskual
yang dialaminya unit PPA hanya melakukan rehabilitas sosial saja, dengan
5. Unit PPA Juga menyediakan rumah aman (shelter) bagi korban pencabulan
dengan bekerja sama dengan yayasan rumah perlindungan perempuan dan anak di
manggarai barat. Untuk Membantu korban atau keluarga korban yang rumahnya
6. Unit PPA juga menyediakan penerjamahan bagi korban yang kurang lancar
dalam berbahasa Indonesia .dari tahap penyelidikan sampai pada tahap penyidikan
untuk Menghidari pertanyaan yang menjerat bagi korban yang mengalami tindak
pidana pencabulan .
7. korban didampingi oleh orangtua korban atau pendamping dari yayasan rumah
perlindungan perempuan dan anak atau yayasan pekerja sosial lainnya untuk
49
proses dipersidangan merupakan salah satu bentuk hak –hak korban yang diatur
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diatur dalam
Pasal 23 ayat (1). proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara tansparan
terhadap korban dan orangtua korban namun tertutup untuk umum karena dapat
8. Selain itu korban maupun keluarga korban juga mendapatkan informasi mengenai
mengetahui perkembangan kasus. Hal ini juga merupakan salah satu bentuk
perlindungan hukum yang diberikan unit PPA Kepolisian Resort Manggarai Barat
anak korban maupun keluarga korban tindak pidana pencabulan. Sesuai dengan
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak . Akan tetapi setelah peneliti
25
Wawancara dengan Penyidik Unit PPA Poresta Manggarai Barat Putu Yulia, tanggal 10 agustus
2022.
26
Wawancara dengan penyidik unit PPA Poresta Manggarai Barat Putu Yulia, Tanggal 12 agustus
2022.
50
wawancara 2 (dua) korban pencabulan anak VA dengan Nomor Laporan Polisi
4 November 2019. ternyata masih ada korban pencabulan anak yang hak-haknya
belum diberikan secara maksiamal oleh pihak Kepolisian Resort Manggarai Barat
dan Koban.
berulang kali yang dilakukan oleh pelaku RH (guru komite) berusia 29 tahun
yang mencabuli siswanya AJS yang saat itu berusian 8 tahun. kronologis
kejadian bermula pada tahun 2018 saat korban duduk dibangku SD kelas III
sampai dengan hari sabtu, tanggal 07 september 2019 bertempat SDN Monting
Barat. dan terakhir kali di ruangan kelas IV SDN Munting Renggeng, dengan
51
pelaku, melakukan gerakan mengocok, mengisap penis pelaku , sampai pelaku
RH menyuruh anak korban untuk menjepit penis pelaku diantara kedua paha
anak korban lalu pelaku mengoyangkan pantatnya maju mundur, yang mana dari
pelaku menyuruh anak korban AJS untuk menelan sperma dari pelaku RH.
awas kamu cerita kepada nenek,mamamu dan guru atau siapa saja, kalau sampai
mereka tau nanti kamu berangkat ke sekolah saya akan potong jalan dan akan
tusuk leher kamu dengan pisau sampai mati dan jika sudah mati, saya akan buang
kamu ke sungai, jadi tidak akan ada orang yang akan lihat dan yang tahu kalau
kau sudah meninggal. Sehinggal hal inilah yang membuat korban tidak
diancam pelaku akan dibunuh bahkan pelaku juga mengancam akan membunuh
orangtua korban sehingga korban banyak diam dan korban tidak mau makan
karena korban masih jijik dan muntah untuk makan karena korban ingat
perbuatan pelaku yang menyuruh korban untuk telan sperma . Setelah sampai di
pingsan waktu di toilet Polres Manggarai Barat karena korban melihat orang
27
Wawancara dengan Putu Yulia Penyidik Unit PPA Kepolisian Resort Manggarai Barat hari Kamis
11 Agustus 2022,waktu jam 9:25
52
yang mirip dengan pelaku menghampiri korban dan ibu korban sehingga korban
teriak dan pingsan. Korban masih trauma kalau melihat orang yang mirip dengan
pelaku28.
yang dilakukan oleh pelaku atas nama PL yang berusia 29 (dua puluh sembilan)
tahun. Kronologis pada hari minggu tanggal 29 Agustus 2021 sekitar pukul 10:00
wita atau setidak-tidaknya suatu waktu dalam tahun 2021, bertempat di sebuah
terhadap anak korban VA perbuatan tersebut dilakukan pelaku dengan cara ketika
anak korban pulang dari Gereja, pelaku dengan posisi sedang membawa sepeda
motor berhenti di samping anak korban untuk menawarkan mengantar anak korban
menuju Kampung Teko. kemudian pelaku menyuruh anak korban naik ke sepeda
motor pelaku dan anak korban meniyakan ajakan tersebut. Setelah melewati
tersebut namun pelaku tidak mengindahkan dan tetap mengendarai sepeda motor
hingga sampai pada sebuah pondok kosong di pinggir jalan namun masih dalam area
persawahan. Selanjutnya pelaku memaksa anak korban untuk masuk dalam area
persawahan. Pelaku memaksa anak korban untuk masuk kedalam pondok, setelah
berada dalam pondok tersebut dengan menarik tangan anak korban mengunakan
tangan pelaku menunju kesebuah pondok, setelah berada didalam pondok pelaku
28
Wawancara dengan korban AJS Di yayasan rumah perlindungan perempuan dan anak di Labuan
Bajo, hari senin 15 agustus 2022, jam 15:40
53
duduk di Lantai dengan dengan melipatkan kedua kakinya dan memangku anak
korban dengan posisi anak korban membelakangi pelaku. Kemudian pelaku meraba-
raba rok anak korban serta mengangkatnya ke atas, selanjutnya memasuki tangan
pelaku ke dalam celana dalam anak korban kemudian pelaku memasukakan jari
telunjuk dan jari tengah kedalam lubang kemaluan anak korban, sementara jari
telunjuk dan jari tengah tangan pelaku lainnya ke mulut hingga anak korban teriak
dikarenakan merasa sakit. Selanjutnya anak korban berusaha melepaskan diri dan
berhasil kabur dari pelaku menunju jalan dekat tempat kejadian bertemu dengan
saksi BMK dan langsung memeluknya serta minta pertolongan atas perbuatan
pelaku. Pada saat yang bersamaan pelaku melihat kejadian tersebut dan dengan
mengunakan sepeda motor langsung kabur. atas kejadian yang menimpa anak
korban langsung dilaporkan kepada petugas kepolisian agar di proses sesuai dengan
Kondisi korban melalui wawancara dengan Orang tua korban dan korban VA saat
kejadian itu korban ketakutan, menangis dan teriak2 dan juga korban ketakutan
bertemu dengan laki-laki dan orang banyak dan ibu korban juga saat itu juga dalam
kondisi kurang stabil atas kejadian yang menimpa anaknya. akhirnya orangtua
korban berangkat dari Kampung Teko ke Kepolisian Resort Manggarai Barat dan
melakukan visum di Rumah Sakit Umum Marombok Labuan Bajo Mangarai Barat
Perlindungan Perempuan dan Anak di Labuan Bajo Mangarai Barat. Tapi saat itu
korban masih ketakutkan bertemu orang banyak, korban hanya duduk diluar teras
dan menangis dan juga kondisi ibu korban juga saat itu tidak stabil karena pristiwa
29
Wawancara dengan Putu Yulia penyidik unit PPA Kepolisian Resort Manggarai Barat, hari selasa 09
agustus 2022 jam 08:00
54
yang menimpa putrinya VA. akhirnya orangtua korban meminta ijin kepolisi untuk
mengijikan korban untuk membawa korban untuk tidak tinggal dirumah aman
karena korban takut melihat orang banyak. Karena saat itu psikologis anak korban
perlindungan hukum yang diberikan oleh unit PPA terhadap korban selama proses
anak korban tindak pidana pencabulan di Manggarai Barat. Penyidikan tindak pidana
korban kekerasan yang dialami anak merupakan langkah atau proses awal dari penegak
diberikan oleh pihak Kepolisian Resort Manggarai Barat belum maksimal bahkan jauh
mengenai hak saksi dan korban anak tindak pidana pencabulan. Perlindungan anak
adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat
Berdasarkan wawancara Korban AJS dan VA, korban tidak mendapatkan upaya
adalah seluruh upaya untuk mengembalikan kondisi fisik, mental, spritual dan sosial
30
Wawancara dengan orangtua korban dan korban VA di Rumah korban di Teko, hari kamis 08
september 2022,jam 11:00
55
korban. Hak pemulihan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak dalam Pasal 59, dan Pasal 59a terutama dalam kasus tindak pidana
pencabulan seperti:
1) Rehabilitas medis,
Untuk itu didalam penyelidikan dan penyidikan diberikan hak terhadap anak
untuk melakukan konseling terhadap psikiater untuk memulihkan kondisi anak yang
mengalami trauma atau gejala-gejala trauma untuk kembali seperti sedia kala.
Terhadap anak korban pencabulan anak diberikan hak untuk konseling oleh psikiater.
Hal ini guna untuk memberikan hak pulih dari trauma yang dialami anak korban
tindak pidana pencabulan. Seperti tercatum dalam dalam pasal 120 ayat (1) KUHAP
yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk diminta bantuan kepada ahli.
2021 dan AJS yang mengalami tindak pidana pencabulan berulang kali dengan
Nomor Laporan Kepolisian LP/147/Xl/ 2019 NTT Res MABAR tanggal 4 November
Tahun 2019 yang mengalami trauma atau gejala-gejala trauma tidak diberikan
56
rehabilitas medis dan rehabilitas sosial, baik didalam maupun diluar lembaga pada
saat upaya pemulihan korban. Oleh karena itu korban sepatutnya harus dilindungi
oleh pemerintah , aparat penegak hukum, maupun oleh lembaga penegak hukum
lainya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan
Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 69A dijelaskan bahwa Upaya perlindungan
khusus bagi anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 59
b. Rehabilitas seksual
Korban AJS dan korban VA tidak mendapatkan informasi atau pemberitahuan oleh
pihak kepolisian mengenai hak dan kewajiban korban pencabulan anak seperti korban tidak
diberitahukan mengenai apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari korban pencabulan
anak selama proses penyelidikan dan penyidikan. Seperti korban berhak untuk bantuan sosial
bagi anak yang tidak mampu atau mengajukan permohonan mengenai ganti rugi restitusi di
menanyakan korban mengenai kebutuhan yang dibutuhan korban selama proses penyidikan
berlangsung, karna korban mengalami kesulitan mencari tempat tinggal, trasportasi dan juga
31
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Anak Di Indonesia,
(Bandung: PT Refika Aditama,2014), Hlm. 40
57
biaya hidup sementara korban dan saksi selama proses penyelidikan dan penyidikan
berlangsung di Kepolisian Resort Manggarai Barat. Korban tidak tinggal dirumah aman yang
disediakan oleh Kepolisian Resort Manggarai Barat karena korban mengalami trauma ketemu
orang banyak sehingga korban tidak aman tinggal di rumah aman (shelter) yang disediakan
oleh Kepolisian Manggarai Barat dengan bekerja sama dengan Yayasan Rumah
Perlindungan Perempuan dan Anak di Manggarai Barat yang dijadikan sebagai rumah aman (
Shelter) oleh Kepolisian Resort Manggarai Barat. Dan Untuk Korban AJS Proses
penyelesaian kasus dipeti eskan bahkan korban dan keluarga tidak mendapat informasi
Undangan Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 59a berbunyi bahwa perlindungan khusus bagi anak
laiannya;
c) Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga yang tidak
mampu; dan
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang dicantum dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
58
1) Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta
bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenan dengan kesaksian yang
2) Ikut seta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
4) Mendapat penerjemahan ;
9) Dirahasiakan identitasnya;
15) Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir;
Selain hak-hak yang terdapat dalam Pasal 5, dan pasal 6 Undang-undang Nomor 31
Tahun 2014 juga terdapat beberapa hak untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan
rehabilitas psiko-sosial bagi korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Menurut
penjelasan Pasal 6 bantuan rehabilitas psikososial adalah bantuan yang diberikan oleh
59
psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk
orangtua korban Yang saat itu juga Ibu dari korban VA dalam kondisi yang kurang stabil
karena pristiwa yang menimpa anaknya . Korban VA tidak diberikan pendamping selama
mendapatkan upaya rehabilitas untuk korban dan ibu korban. Menurut Pasal 1 ayat (14)
pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya. Seperti Dinas
Sosial atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang dibidang Perlindungan Perempuan dan
Anak. Dan juga untuk korban pencabulan anak berhak untuk mendapatkan pendamping
selama proses peradilan dari penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan. Hal Di ataur
Nomor 23 Tahun 2002 Tentng Perlindungan Anak pada Pasal 59 menyebutkan bahwa:
(2) Perlindungan khusus kepada anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada:
60
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari perlabelan terkait dengan kondisi
orangtuanya.
Pasal 69A juga menyebutkan bahwa Upaya perlindungan khusus bagi anak korban
kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan
melalui upaya :
b. Rehabilitas seksual
pengadilan.
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang dicantum dalam Pasal 5 yang
61
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya,
serta bebas dari ancaman yang berkenan dengan kesaksian yang akan, sedang,
1) Ikut seta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
3) Mendapat penerjemahan ;
8) Dirahasiakan identitasnya;
perlindungan berakhir;
perkembangan kasus. Korban AJS dan VA dan keluarga korban tidak mendapatkan
informasi mengenai perkembangan kasus secara bertahap, sehingga korban juga tidak
tahu proses penyelesaian kasus sudah sampai tahap mana korban hanya diminta untuk
62
Nomor 31 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dijelaskan
bertahap.
Korban AJS dan Korban VA juga tidak diberikan penasihat hukum dari proses
bantuan hukum yaitu apabila korban tidak memiliki penasehat (kuasa hukum) sendiri
maka akan dicarikan dan disediakan oleh pihak Kepolisian Resort Manggarai Barat.
kejahatan dan juga Pemberian informasi mengenai hak-hak korban tindak pidana
pencabulan dan juga tata cara dalam memperoleh pemenuhan hak tersebut dapat
bantuan hukum terhadap korban kejahatan haruslah diberikan baik diminta ataupun
tidak diminta oleh korban. Hal ini penting, mengingat masih rendahnya tingkat
kesadaran hukum dari sebagaian besar korban maupun keluarga korban kejahatan.
Karena sikap membiarkan korban kejahatan tidak memperoleh bantuan hukum yang
layak dapat berakibat pada semakin terpuruknya kondisi korban kejahatan. hal ini
juga sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban sesuai
diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat ( 1). Undang-Undang ini merupakan sebuah
negara untuk menyediakan layanan perlindungan bagi korban, saksi dan pelapor.
Bagi korban kejahatan Undang-Undang ini juga merupakan alat baru dalam
63
mengakses keadilan karena akan merumuskan beberapa hak –hak saksi dan korban
diantaranya:
a. Jaminan hukum tentang perlindungan bagi saksi, korban dan pelapor dari
tuntutan secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang
akan, sedang, dan telah diberikan. Walaupun masih terbatas, jaminan bagi
pelapor adalah penting, terutama karena masih banyak korban yang tidak berani
b. Adanya perluasan cakupan perlindungan yang dapat diperoleh oleh para saksi
dan korban tindak pidana yang menempatkan korban dalam situaso rentan dan
penyediaan perlindungan saksi dan korban , yaitu asas penghargaan atas harkat
dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminasi, dan kepastian
hukum
d. Adanya penjabaran yang cukup rinci tentang hak-hak Saksi dan korban dalam
Korban :
2) Ikut seta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
64
4) Mendapat penerjemahan ;
9) Dirahasiakan identitasnya;
perlindungan berakhir;
membawa akibat negatif yang tidak diingikan dalam pelaksanaan perlindungan anak
Menurut Arif Gosita hak korban antara lain adalah sebagai berikut:
5. Korban berhak menolak menjadi saksi bila hal itu akan membahayakan dirinya
65
6. Korban berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pembuat
penyelidikan dan penyidikan juga sangat penting . dalam hal ini sangat penting untuk
diantaranya adalah hak korban untuk restitusi yaitu pemberian ganti rugi dari pelaku
terhadap korban, kompesasi yaitu pemberian dana bantuan dari negara terhadap
korban dan rehabilitas yaitu pemulihan psikologi dan nama baik korban. Sehingga
dengan korban mengetahui hak dan kewajiban korban dapat melakukan proses
hak dan pemberian rasa aman kepada saksi dan/ataau korban yang wajib dilaksanakan
aparat hukum sehingga korban dan keluarga korban mengetahui hak- hak korban
yang mengatur perlindungan terhadap anak, masih belum memberikan jaminan bagi
upaya perlindungan terhadap anak dan hak-hak anak selama proses peradilan belum
32
Andhi Wibowo, Op.Cit, Hlm 35.
66
oleh korban maupun keluarga korban dan saksi yang dimiliki korban selama proses
pentingnya dengan bantuan hukum yang diberikan anak pelaku tindak pidana. anak
korban membutuhkan bantuan hukum terutama guna menjamin diperoleh semua hak
perlindungan, baik untuk haknya yang berkaitan dengan rehabilitas, ganti rugi
trasportasi dan juga biaya hidup sementara korban selama proses penyidikan sesuai
dengan kebutuhan, juga hak-hak lainya yang berkaitan dengan proses peradilan
yang tidak lain sebenarnya juga berkaitan keduduknya sebagai saksi yaitu saksi
korban. sehingga korban maupun saksi korban merasa aman dan tidak merasa
kompesasi tidak berdasarkan atas tugas dan kewajiban lembaga kepolisian, Penuntut
umum serta lembaga LPSK namun masih atas permohonan dari pihak korban, atas
dasar hal tersebut termuat dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 Tentang pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang
(1) Orang tua atau wali anak yang menjadi korban tindak pidana;
67
(3) Orang yang diberi kuasa oleh orang tua, wali, atau ahli waris
khusus.
3. Dalam hal pihak korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
pengadilan.
tahap:
(2) Penuntutan.
dalam pada ayat (2), pemohonan restitusi dapat diajukan melalui LPSK
ganti rugi restitusi sebagaimana yang dicantum dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak
68
kepada pihak korban mengenai hak anak yang menjadi korban tindak pidana untuk
dan keluarga korban, tidak mendapatkan informasi mengenai restitusi bagi korban
tindak pidana dan tata cara pengajuan restitusi tersebut oleh kepolisian selama proses
Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang
menjadi Korban Tindak Pidana dan cara memperoleh hak-hak korban pencabulan
selama proses penyidikan agar korban mengetahui mengenai hal tersebut. Apabila
permohonan tidak diajukan oleh pihak anak korban maka Lembaga Kepolisian,
Kejaksaan penuntun umum, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
akan bersifat pasif tidak akan memproses permohonan restitusi anak korban, yang hal
tersebut sama sekali tidak mencerminkan asas keadilan serta asas kepentingan terbaik
bagi anak. Korban disamping memiliki hak, juga dibebani kewajiban agar terjadi
damai apabila antara hak dan kewajiban seimbangan, oleh karena itu, hukum selalu
mengatur tentang apa yang menjadikan hak dan kewajiban anggota masyarakatnya.
69
4) Korban berkewajiban ikut serta membina pembuat korban
5) Korban berkewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk
kerjasama dalam mekanisme penanganan anak yang menjadi korban dari tindak
pidana pencabulan pada anak dalam satu atap dengan melibatkan polisi, lembaga
hukum terhadap para korban tindak pidana pencabulan anak di Wilayah Hukum
yang berlaku dimana sebagaian korban hanya dikembalikan keorang tua. faktor besar
terbatas untuk perlindungan korban., pendamping sosial yang kurang dan tidak
terjangkau, juga kesadaran keluarga yang kurang untuk menuntut hak-hak yang
33
Adhi wibowo, Op. Cit, hlm 36
70
3.2 Hambatan –hamabatan dalam proses perlindungan hukum terhadap anak
Penyidikan tindak pidana pencabulan yang dialami oleh anak pasti ada langkah
atau suatu proses awal dari penegak hukum dalam upaya membrantas tindak pidana
Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
tindak pidana pencabulan dengan korban anak ternyata tidak jarang mengalami
kendala.
hambatan internal yang dihadapi pihak Kepolisian dalam proses perlindungan hukum
1) Kendala pertama adalah ketika pelaku tindak pidana pencabulan pada anak
mengetahui bahwa dirinya telah dilaporkan oleh korban ke polisi. Pelaku yang
telah dilaporkan biasanya akan melarikan diri dan bersembunyi di daerah atau
kesulitan dalam mencari si pelaku yang telah melarikan diri dan menjadi buronan
tersebut. Dan kurangnya kerja sama antar masyarakat dalam hal mendapatkan
mengetahui hukum pidana yang berlaku sehingga para penyidik harus membawa
71
2) Kurangnya jumlah personel penyidik dalam menyelesaikan perkara. Saat ini,
perbulan banyak ada kasus kejahatan seksual terhadap anak , KDRT, Trafiking,
dan kasus banyak lain. Menurut peneliti untuk jumlah penyidik 6 orang dalam
Unit PPA sudah cukup apabila penyidik memproses kasus dengan cepat
Berdasarkan data yang didapatkan peneliti jumlah kasus yang ditangani oleh
dan Anak (PPA) dalam kurung waktu 4 (empat) Tahun terakhir 2018-2021).
Tabel 2. Jumlah kasus perempuan dan anak yang ditangani oleh Kepolisian
Dan apabila masih kurang jumlah personil penyidik dalam menyelesaikan kasus
penambah personil penyidik di unit PPA karena hal ini akan mempengaruhi masa
depan anak yang berhadapan dengan hukum apabila proses penyelesaian kasus yang
cukup lama.
3) Faktor Sarana dan prasarana yang tidak mendukung dan kurang memadai. Sarana dan
72
keterangan anak korban masih satu dengan korban orang dewasa dan tidak memiliki
rungan istirahat untuk anak. Menurut peneliti Meskipun pemeriksaan tidak dilakukan
secara bersamaan ini tentu dapat mempengaruhi psikologis anak yang menjadi korban
dari sebuah kejahatan dan juga mempengaruhi proses hukum. Karena akan
membutuhkan waktu yang cukup lama karena anak korban pencabulan harus
persetubuhan, KDRT dan kasus lain. Untuk sarana dan prasaran menurut peneliti
anak karena selama proses penyelidikan dan penyidikan korban anak dan orang dewasa
tidak boleh dilakukan dalam satu rungan hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)
umurnya;
73
h. Pemberian keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak
anak;
n. Pemberian pendididikan;
undangan.
Hal ini juga berkaitan dengan korban anak dalam hal proses penyelesaian kasus
secara cepat dan tepat dalam hal ini membantu korban agar anak tidak terbebani dalam proses
peradilan yang cukup lama hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
cantumkan dalam Pasal 59a berbunyi bahwa perlindungan khusus bagi anak sebagaimana
laiannya;
c) Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga yang tidak
mampu; dan
74
Untuk rumah aman (shelter) merupakan tempat tinggal sementara bagi anak
aman yang saat ini dipakai oleh kepolisian adalah Rumah Yayasan Perlindungan
Perempuan dan Anak di Labuan Bajo. Polisi bekerja sama dengan pimpinan Servae
Spiritus sanctus (SSpS) flores Barat- rumah perlindungan perempuan dan anak.
Manggarai Barat karena korban masih takut melihat orang banyak. Dalam hal ini
kepolisan harus melihat mengenai kepentingan terbaik bagi anak korban pencabulan,
dalam hal ini Kepolisian harus menyediakan rumah aman (Shelter) bagi perempuan dan
Manggarai Barat dalam melindungi anak korban tindak pidana pencabulan sebagai
berikut:
1) Dalam proses penyidikan terkadang pelaku dan anak korban maupun keluarga
korban tidak memiliki identitas seperti korban tidak memiliki akta kelahiran
2) Selain itu terkadang korban Anak-anak dan balita juga menyulitkan penyidik
konsisten dan tepat. menurut peneliti dalam hal ini seharusnya pihak Kepolisian
membutuhan psikolog anak dan juga korban anak harus mendapat upaya
mengurangi trauma. dalam ini korban masih dalam kondisi yang kurang stabil
atas apa yang dialami oleh korban pencabulan. Dan korban dipaksakan untuk
75
mengalami korban pencabulan yang berulangkali selama 2 tahun tentu saja
korban membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena korban harus berusaha
untuk mengingat kejadian yang menimpa diri korban, dalam hal ini dapat
3) pihak korban maupun keluargan korban tidak mau melaporkan tindak pidana
pencabulan terhadap anak, karena korban maupun keluarga korban merasa malu
dan merasa bahwa hal tersebut merupakan aib bagi keluarga mereka. Tidak
membuat kasus tindak pidana terhadap anak tidak bisa diperiksa dan divisum.
pencabulan terhadap anak tidak bisa diperiksa dan di visum. hal ini karena
untuk menyelesaikan kasus tindak pidana pencabulan terhadap anak ini dan
penyelesaian kasus yang cukup lama membuat kami malas berhubungan dengan
hukum dan orang tua korban merasa mengalami korban yang berulangkali
karena karena harus membuang waktu dan tenaga tetapi kami tidak mendapat
jaminan apapun untuk masa depan korban. Sementara pelaku pelaku selalu
76
jaminan apapun selama proses peradilan. Menurut peneliti korban dan keluarga
perlakuan yang buruk (senonoh) oleh aparat penegak hukum dan korban merasa
jaminan korban adalah proses yang berbeda dan harus diperhatikan setiap proses
peradilan.
5) jarak atau lokasi korban jauh dari Wilayah Hukum Kepolisian Resort
Mangggarai Barat. Jarak juga merupakan salah satu kendala dalam proses
yang ternodai, buruk, mempermalukan keluarga, pembawa sial atau tidak punya
77
karena lingkungan belum bisa memberikan rasa empati, melindungi,kasih
sayang, kepedulian seperti itu terhadap korban kekerasan seksual karena salah
2022 Penyidik Kepolisian Resort Manggarai Barat dalam mengatasi kendala yang
menyelesaikan dan mengatasi kendala tersebut. Berikut ini adalah upaya aparat
1. Upaya yang pertama, adalah pihak penyidik melakukan langkah kerja sama
dengan jajaran Kepolisian dari berbagai daerah dari polda manggarai untuk
juga bekerja sama dalam pihak kepolisian dalam menemukan pelaku. Hal ini salah
asusila. Sosialisasi ini dalam rangka penyadaran hukum bagi masyarakat serta
78
meminimalisirkan kasus perbuatan asusila yang cukup tinggi di Wilayah Hukum
trauma dengan Upaya pendampingan terhadap anak sebagai korban tindak pidana
pencabulan oleh orangtua, pendamping dari pekerja sosial atau orang yang
dipercaya oleh korban sangat membantu seorang anak dalam masa pemulihan dan
melakukan upaya pengajuan jumlah personil penyidik sehingga pelaku dan korban
beserta keluarga yang ingin melakukan pengaduan tidak menunggu terlalu lama
untuk memproses pengaduan dari tindak pidana kekerasan seksual pada anak dan
mediasi, ruang istrahat untuk anak dan untuk ibu yang menyusui,
pencabulan pada anak secara terus menerus. Peran yang diberikan dapat
penyembuhan trauma pada anak baik secara fisik maupun secara psikis dapat
hati atau lebih waspada dalam menjaga anak –anaknya dari lingkungan atau
79
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Indonesia
80
i. korban mendapatkan informasi megenai hak-hak korban kewajban serta
d. terkadang korban atau keluarga korban tidak memilik identitas seperti akta
f. pihak korban maupun keluarga korban tidak mau melaporkan tindak pidana
pencabulan Kekepolisian
g. korban dan pihak pelaku damai dan kasus diselesaiakn secara kekeluargaan
h. jarak atau lokasi korban jauh dari Kepolisian Resort Manggarai Barat.
81
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat peneliti kemukakan adalah
1. Untuk pihak Kepolisian Resort Manggarai Barat atau penegak hukum untuk
ruangkan khusus terhadap para korban untuk melakukan visum dan ruangan
82
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Arlima, Laurensius.s.2015. Komnas HAM Dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak pidana
Anak.
Chazawi , Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2007. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
Antara Norma Dan Realita, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).
Gultom Maidin, 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sisitem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia.
Huda ,Chairul, 2011, “Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan ‘ Menunju kepada’ Tiada
Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan”’:Tinjauan Kritis Terhadap Teori
Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana.
Miramis, Frans. 2012. Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia. Jakarta : PT.
Ralagrafindo Perseda.
Mohamad joni dan zulchaina z tanamas. 1999. Aspek hukum perlindungan anak dalam
perspektif konvesi hak anak. Bandung: citra aditya bakti.
Sulistyanta Dan Maya Hehanusa. 2016. Kriminilogi Dalam Teori Dan Solusi Penanganan
Kejahatan. Kupang: CV.Absolute Media.
Sunarso siswanto. 2014. Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana.Jakarta: Sinar Grafika.
83
Y.A. Triana Ohoiwutun,2017. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Depedensi Hukum
pada Ilmu Kedokteran).
B. JURNAL
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANG
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan
Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Undang Nomor 31 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
84