SKRIPSI
Disusun Oleh:
02011281722119
Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya
PALEMBANG
2023
NAMA : MARSEKAL WANGTA CAHYADI ALAM
NIM : 02011281722119
JUDUL
Palembang, 2023
Disetujui Oleh :
Mengetahui
NIP. 196802211995121001
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana pada saat ini sangat beragam motifnya seperti kekerasan fisik
atau penganiayaan, kekerasan terhadap psikis, dan masih banyak lagi motif tindak
pidana yang lainnya. Tindak pidana dapat dikatakan sebagai bentuk tingkah laku
yang berlaku di dalam masyarakat. Belakangan ini tindak pidana bisa terjadi
terhadap setiap kalangan baik dewasa maupun anakanak, terlebih terhadap anak-
anak sangat riskan karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang
dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang.1
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak menutup kemungkinan bahkan
sudah menjadi hal yang biasa apabila anak-anak melakukan tindak pidana.
Kenakalan anak sering disebut dengan junevile deliquency, yang diartikan dengan
anak cacat sosial.2 Banyaknya kasus tindak pidana yang melibatkan anak di
pada masa ini seorang anak berada dalam transisi perubahan, sehingga
adalah kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang dilakukan oleh anak anak
yang tergolong masih muda. Seperti yang terjadi pada bulan Maret tahun 2022
telah terjadi kasus pengeroyokan yang terjadi di depan rumah makan Pesta Perak
jalan Pangeran Antasari Lrg. Terusan Darat Kel.14 Ilir Kec. Ilir Timur I,
tersebut terjadi karena korban yang tidak sengaja menumbur salah satu teman
terdakwa mengabarkan bahwa telah terjadi penabrakan oleh korban, dan Teman
tempat dan menunggu korban melewati jalan yang sudah diketahui sebagai jalan
pulang korban, Salah satu terdawa menyiapkan senjata untuk nantinya digunakan
mengeroyok korban menggunakan pedang yang dibawa oleh salah satu terdakwa
hingga menyebabkan salah satu jari terdakwa hingga putus dan beberapa luka
dalam lainnya akibat pengeroyokan tersebut, dan kasus ini tidak dapat
diselesaikan dengan diversi lantaran dalam proses diversi ada syarat-syarat yag
Agar pertumbuhan psikis anak yang pernah melakukan suatu tindak pidana
Peradilan Pidana Anak mengenal adanya Keadilan Restoratif dan diversi yang
3
Pengadilan Negeri Palembang, Putusan No. 1065/Pid.B/2022/PN.Plg, hlm.3
4
Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, (Bandung: PT. Alumni,
2014), hlm. 113
penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan
pidana, dengan adanya tindakan diversi ini, maka diharapkan akan mengurangi
memberikan definisi anak ialah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih di dalam kandungan. Anak juga wajib diberikan perlindungan
agar dapat menjamin serta melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
usia yang berbeda-beda. Sebagai contoh Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dalam pasal 47 menyatakan bahwa anak adalah setiap orang
yang belum berusia 18 tahun.8 Merurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Hal ini
menunjukan bahwa setiap orang termasuk anak juga diatur secara jelas dalam
5
M. Nasir Djamil. Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan UU Sisitem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), hlm. 26.
6
Lilik Mulyadi, loc.cit
7
Undang Undang Nomor 35 Tahun Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
LN.2014/No. 297, TLN No. 5606, LL SETNEG: 48 HLM
8
M. Nasir Djamil. Op.cit hlm. 34
perundang-undangan yang berlaku Seorang anak dalam melakukan suatu
Hal ini dikarenakan anak dianggap memiliki kondisi kejiwaan yang labil,
proses kemantapan psikis menghasilkan sikap kritis, serta agresif yang dapat
mengganggu ketertiban umum. Hal ini belum bisa dikatakan sebagai kejahatan
bertindak dan kondisi psikologis yang tidak seimbang. 10 Pada kasus ini, anak
penanganan terhadap tindak pidana anak berbeda dengan tindak pidana dewasa.
Secara paradigma model penanganan pidana anak yang berlaku menurut Undang
justice, yaitu penghukuman sebagai pilihan utama atau sebagai pembalasan atas
suatu tindak pidana. Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 ini dianggap tidak
berbeda dengan yang dilakukan oleh orang dewasa karena dalam hal ini anak
masih sangat rentan baik secara fisik dan psikisnya 12 Proses peradilan pidana anak
menimbulkan efek negatif yaitu dapat berupa penderitaan fisik dan emosional
9
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 9
10
Nasir Djamil, Loc.cit
11
Ibid, hlm.35
12
Kartini, Kartono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
67
putusan hakim pemidanaan terhadap anak maka stigma yang berkelanjutan, rasa
bersalah pada diri anak dan sampai pada kemarahan dari pihak keluarga13
Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan
setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut
meminta.14 Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on
the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui
bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang serta menghargai partisipasi
mengatur jelas hak-hak anak yang salah satunya adalah berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.15
13
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 3.
14
Nashriana, Perlindungan hukum bagi anak di Indonesia, (Jakarta: Raja grafindo
Persada, 2011), hlm.13
15
Tim Pustaka Setia, Undang-Undang Dasar 1945 setelah Amandemen Keempat Tahun
2002, (Bandung: CV. Pustaka Setia. 2005), hlm.23
Prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip non diskriminasi yang
mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan
anak, termasuk terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Oleh karena itu,
maka diperlukan suatu sistem peradilan pidana anak yang di dalamnya terdapat
Muncul suatu pemikiran atau gagasan untuk hal tersebut dengan cara pengalihan
atau biasa disebut Diversi, karena lembaga pemasyarakatan bukanlah jalan untuk
rawan terjadi pelanggaran- pelanggaran terhadap hak anak. Hal inilah yang
hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak. Perlindungan terhadap
tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai
pelaku, namun mencakup juga anak sebagai korban dan saksi. Aparat penegak
hukum yang terlibat dalam penanganan ABH agar tidak hanya mengacu pada
16
Sigit Angger Pramukti & Primarharsya Fuadi, Sistem Peradilan Pidana Anak,
(Yogyakarta: Madpress 2002), hlm.38
berkaitan dengan penanganan ABH, namun lebih mengutamakan perdamaian dari
pada proses hukum formal yang mulai diberlakukan 2 tahun setelah Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diundangkan atau mulai berlaku pada
tanggal 1 Agustus 2014 (Pasal 108 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
memberikan efek jera dan tidak tentu menjadikan pribadi anak lebih baik untuk
proses tumbuh kembangnya. Penjara justru sering kali membuat anak semakin
profesional dalam melakukan tindak pidana, oleh karena itu negara harus
tindak pidana. Perlindungan anak ini dapat dilakukan dari segala aspek, mulai dari
penanganan yang tepat melalui peraturan-peraturan yang baik. Oleh karena itu
terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana sangat tepat jika diterapkan
kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban, dengan
penyelesaiaan perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak pelaku dan
korban.18
17
Ridwan Mansyur, “Keadilan Restoratif sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi pada
Sistem Peradilan Pidana Anak”, Law Enforcement & Justice Magazine REQUISITOIRE, Vol.
3:9, 2014, hlm. 58
18
Ibid, hlm.59
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
penting yang harus didahulukan, maka dari itu terhadap seorang anak wajib
hasil, tetapi Dalam prakteknya, kasus yang terkait dengan perbuatan pidana anak
masih belum begitu menerapkan diversi dalam penyelesaian tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Dikarenakan praktek restorative justice yang kurang begitu
pengadilan, yang membuat masih banyaknya anak di bawah umur yang harus
dihukum penjara badan, sehingga dikhawatirkan hal seperti ini akan terus
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih jauh bagaimana penyelesaian kasus Anak yang berhadapan dengan hukum
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, sebagai
berikut :
prakteknya di Indonesia
Restorative Justice.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat yang diharapkan dalam penulisian skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dalam penulisan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai
hukum yang berlaku sampai saat ini, serta memberikan penjelasan akibat
2. Manfaat Praktis
bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini akan memfokuskan pada ruang lingkup sebatas pada tindak
pidana
anak yang dikenakan diversi, yaitu anak yang telah berumur 12 tahun tetapi
belum berusia 18 tahun yang saat ini dikenakan penyelesaian tindak pidana
melalui diversi seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (7) Undang Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi
pidana
F. Kerangka Teori
1. Teori Diversi
Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaiaan kasus-kasus anak dari proses
tindak pidana dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan/atau masyarakat
menjelaskan bahwa diversi adalah pengalihan perkara anak dari proses peradilan
pidana ke proses diluar peradilan pidana. Oleh karena itu, setiap anak yang
berhadapan dengan hukum tidak selalu harus diselesaikan secara formal melalui
seorang anaklah yang menjadi tujuan utama, Di dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa
diversi hanya dapat diterapkan terhadap seorang anak yang melakukan tindak
pidana dan sanksi yang diancam tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun dan perbuatan
19
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2014) hlm. 137
20
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak N.2012/No.
153, TLN No. 5332, LL SETNEG: 48 HLM
21
Ibid
Tujuan dari diversi adalah untuk mengembalikan kepada keadaan semula dengan cara
Peradilan Pidana Anak, Nomor 11 Tahun 2012, setiap penegak hukum baik dalam
1) Kepentingan korban;
4) Menghindarkan pembalasan;
5) Keharmonisan masyarakat;
2. Teori Pemidaan
Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum pada umumnya. Hukum
pidana ada untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan kejahatan.
Berbicara mengenai hukum pidana tidak terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan
pemidanaan. Arti kata pidana pada umumnya adalah hukum sedangkan pemidanaan
Moeljatno membedakan istilah pidana dan hukuman. Beliau tidak setuju terhadap
istilah-istilah konvensional yang menentukan bahwa istilah hukuman berasal dari kata
22
Ibid
straf dan istilah dihukum berasal dari perkataan word gestraft. Beliau menggunakan
istilah yang inkonvensional, yaitu pidana untuk kata straf dan diancam dengan pidana
untuk kata word gestraft. Hal ini disebabkan apabila kata straf diartikan hukuman, maka
kata straf recht berarti hukum-hukuman. Menurut Moeljatno, dihukum berarti diterapi
hukum, baik hukum perdata maupun hukum pidana. Hukuman adalah hasil atau akibat
dari penerapan hukum tadi yang mempunyai arti lebih luas, sebab dalam hal ini tercakup
Pemidanaan merupakan bagian penting dalam hukum pidana hal tersebut dikatakan
people guilty without any formal consequences following form that guilt”. Hukum pidana
tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti
berikut :25
tindak pidana, dapat dibenarkan secara normal bukan karena pemidanaan itu
masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme. Pidana
dijatuhkan bukan karena seseorang telah berbuat jahat tetapi pidana dijatuhkan
agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut untuk
upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seseorang yang
kejahatan serupa.
26
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Doble Track System
& Implementasinya, (Jakarta:Rajawali Pers, 2004), hlm. 59.
b. Edukatif, dalam artian bahwa pemidanaan itu mampu membuat orang
penanggulangan kejahatan.
Istilah tindak pidana adalah istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda
ditemukan definisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama
ini merupakan kreasi para ahli ilmu hukum. Para ahli hukum pidana umumnya
Demikian pula dengan apa yang didefinisikan Simons dan Van Hamel. Dua ahli
para ahli hukum pidana Belanda dan Indonesia hingga saat ini. 27 Simons
yaitu :
27
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.25
28
Ibid, hlm.26
a. adanya perbuatan manusia;
c. adanya kesalahan;
memiliki cara berpikir normal akibat dari kehidupan rohani yang sempurna,
Tetapi Anak dalam hal ini adalah anak yang dikenal dengan istilah juvenille
tidak bisa dikatakan sebagai psikologis yang tidak seimbang, di samping itu
pelakunya pun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya
merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang
lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan (KUHPidana)
29
Ibid
30
Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, (Bandung, PT. Refika Aditama,
2017), hlm.12
yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakukan mampu
bertanggungjawab.31
- anak yang berkonflik dengan hukum, adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
- anak yang menjadi korban tindak pidana, adalah anak yang belum berumur 18
- dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. anak yang belum berumur 18
(delapan
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
31
Ibid
32
Ibid, hlm.16
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian data
yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum. Penelitian
sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa sudah benar atau salah serta
penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Menurut
particular legal kategory, analyses the relationship between rules, explain areas
depan).34
doktrinal yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen
2. Pendekatan Penelitian
33
Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) hlm. 153
34
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), hlm.35
35
Soerjono Soekanto Dkk, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Cetakan ke-8, PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 13
Dalam penelitian hukum kita dapat menemukan berbagai macam
menafsirkan bahan hukum. Namun dalam studi ini pendekatan yang dipergunakan
adalah :
kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Kasus itu dapat berupa
Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sumbersumber data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau
36
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), hlm 133
37
Ibid
penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan
masalah atau materi penelitianyang sering disebut sebagai bahan hukum. Data
sekunder diperoleh dari 2 (dua) bahan hukum, baik bahan hukum sekunder
maupun primer
Anak;
Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakan
atau disebut dengan penelitan normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan
nama bahan acuan dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum.39
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan
38
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2006), hlm.196
39
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 119
beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarja hukum yang
kemudian diorganisir dalam suatu satu pola, kategori dan uraian dasar. Analisis
data dan skripsi ini adalah analisis dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis secra
kemudian di analisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berpikir yang
didasarkan pada fakta fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan
kesimpulan yang berubah menjadi bersifat khusus untuk nantinya diajukan saran
saran, serta data data itu nantinya akan disampaikan dengan gaya Bahasa penulis
sendiri sehingga mudah untuk dimengerti dan juga nantinya akan menjawab
dari permasalahan yang telah dirumuskan dari pembahasan yang terlihat umum
40
Ibid
41
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi penelitian hukum dan jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hlm. 93
42
Ibid
permasalaham yang menjadi persoalan masyarakat yang diwakilkan dalam
penelitian ini.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan secara garis besar latar belakang,
Pada bab ini penulis akan mengulas tinjauan pustaka mengenai penjelasan secara
yang berhubungan dengan tindak pidana asusila pornografi yang terjadi pada
ini.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran yang membangun
mengenai topik permasalahan pada skripsi yang akan berguna bagi pembaca
BUKU
Setya Wahyudi dalam M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum; Catatan
Pembahasan UU Sistem Peradilan Anak (UU-SPPA).
JURNAL
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak