INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
Sena Putri Bengi (201710110311442)
Dosen Pembimbing
TUGAS AKHIR
DOSEN PEMBIMBING
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Dekan Fak. Hukum UMM
Malang,………..........2022
Yang Menyatakan,
i
UNGKAPAN PRIBADI :
ii
ABSTRAKSI
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 52
B. Saran .................................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum positif disebut juga sebagai ius constitutum yang berarti kumpulan
asas dan kaidah hukum tertulis yang sedang berlaku pada saat ini dan mengikat
secara umum maupun khusus dan ditegakkan melalui pemerintah dalam Negara
pengelompokan, yaitu antara lain dilihat dari sumbernya, bentuknya, isi materinya
disebut juga: ius constitutum sebagai lawan dari pada ius constituendum, yaitu
kesemuanya kaidah hukum yang kita cita-citakan supaya memberi akibat peristiwa-
peristiwa dalam sesuatu pergaulan hidup yang tertentu”. Beberapa unsur dari
Setiap warga Negara memiliki hak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas
dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang
didasari oleh Pasal 28 beserta perubahannya. Melalui Pasal 28 G ayat (1) Undang-
1
I. Gede Pantja Astawa, 2008. Dinamika Hukum dan ilmu Perundang-Undangan di
Indonesia. Bandung. Penerbit PT. Alumni. Hal. 56
2
http://perpustakaan.mahkamah.agung.go.id/, diakses pada tanggal 19 Maret 2021, pukul
10.21 wib.
3
B. S. Pramono, 2006. Pokok-Pokok Pengantar Ilmu Hukum. Surabaya. Penerbit Usaha
Nasional. Hal. 101
1
2
suami maupun sebaliknya. Terkait dengan hubungan seksual suami dan istri,
seks sebagai alat melanjutkan keturunan, dan pihak perempuan yang dinikahinya.
Dalam konsep pernikahan yang seperti ini, pihak laki-laki adalah pemilik sekaligus
penguasa perangkat seks yang ada pada tubuh istri. Dengan begitu, kapan, di mana,
suami dan istri tidak punya pilihan lain kecuali melayani.6 Hak dan kewajiban yang
didapat oleh istri dari suami harus seimbang dengan yang diperbuat istri kepada
4
UUD tahun 1945 Pasal 28 G ayat (1)
5
UUD tahun 1945 Pasal 28 H ayat (2)
6
Ken Suratiyah, 1997. Pengorbanan Wanita Pekerja Industri, dalam Irwan Abdullah (Ed),
Sangkan Paran Gender, Cet. I, Yogyakarta. Penerbit Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Hal. 20.
3
Hubungan rumah tangga baik suami maupun istri mempunyai rasa aman
dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan tidak adanya diskriminasi, maka rumah
tangga yang dijalani akan utuh serta rukun. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga
dapat terganggu jika pengendalian diri dari salah satu atau kedua belah pihak tidak
dapat dikontrol, dan pada akhirnya timbulnya kekerasan dalam rumah tangga
menjalani rumah tangga tersebut. Oleh dikarenakan itu dapat dilihat pada
kehidupan berumah tangga menunjukkan bahwa jika ada tindak kekerasan fisik,
perempuan.7
ini disebabkan oleh beberapa faktor misalnya seperti: ketakutan, malu, merasa
7
Guse Prayudi. 2008. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
Yogyakarta. Penerbit Merkid Press. Hal. 15.
8
Ahmad Suaedy. 2000. Kekerasan dalam Perspektif Pesantren, Jakarta. Penerbit Grasindo.
Hal. 79.
4
tetapi pada dasarnya sulit ditemukan bahwa istri ingin memberi tahu kepada orang-
orang tentang hubungan dibalik itu semua dikarenakan istri berfikir hal tersebut
adalah aib yang harus ditutup, tetapi seorang istri tidak sadar akan hal yang dapat
seksual dalam ketentuan ini adalah: “Setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
Orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga menurut Pasal 2 Undang-
Tangga meliputi:
9
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang P-KDRT Pasal 1 Angka 1
10
Pasal 5 Huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga
11
Abdul Muqsit Ghozi dkk. 2002. Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan (Bunga
Rampai Pemikiran Ulama Muda), Jakarta. Penerbit Rahima Cet. 1, Hal. 105.
5
hubungan intim tetapi istri menolak dan suami tetap melakukan hubungan itu,
apakah bisa di sebut pemerkosaan, pemaksaan, penganiayaan atau itu salah satu hal
sepasang suami istri adalah untuk satu tugas yang berat tapi mulia, namun sering
sekali pihak suami mengabaikan hak istri untuk memutuskan kapankah dan
Bahkan bila istri tidak siap untuk memiliki anak atau diberi karunia Tuhan untuk
tidak bisa memberikan anak, suami justru mengancam dengan ancaman perceraian.
Secara sepintas nampaknya posisi suami yang demikian benar, namun disisi yang
memiliki hak penuh menuntut istrinya untuk memiliki anak apapun alasannya.14
12
Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
13
Kompas.com dengan judul "Komnas Perempuan: Memaksa Istri Berhubungan Badan
Termasuk Pemerkosaan", selasa 9 juli 2019, 06:54. Diakses pada 19 maret 2021, 19:31
14
Syafiq Hasyim. 2000. Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta. Penerbit The Asia
Foundation. Hal. 83.
6
Apabila dipaksakan juga hal ini akan melanggar ketentuan Pasal 8 huruf a Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga yang
penderitaan orang lain (istri), ini tidak bermoral. Kedua, dalam hubungan suami
istri yang dipaksakan, terdapat pengingkaran nyata terhadap prinsip mu’ayarah bil
ma’ruf (memperlakukan istri dengan cara yang ma’ruf.16 Tetapi didalam ajaran
agama islam suami istri tidak diperbolehkan bersifat egois, mengikuti kemauan
hubungan suami istri, diantara kedua belah pihak akan menimbulkan akibat hukum
Dalam penelitian skripsi ini sudah dijelaskan dalam latar belakang masalah
15
Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan dalam
Rumah Tangga
16
Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta. Penerbit PT. LKiS
Pelangi Aksara. Hal. 6-7
7
melayani ajakan seksual suaminya, dikarenakan hal itu berakibat buruk terhadap
terhadap keutuhan rumah tangganya, yaitu keretakan atau runtuhanya serta akan
mendapat dosa. Rasulullah SAW bersabda: “Demi jiwaku berada dalam kekuasaan-
Nya, tiada seorang suami yang mengajak istrinya dan ditolaknya kecuali yang
dilangit murka kepada istrinya sampai sang suami ridho terhadapnya”. (HR. Asy-
syaikhan).
suami merupakan hak bagi istri. Salah satu kewajiban bathin antara suami dan istri
adalah menggauli istrinya secara layak sesuai dengan kodratnya, hal ini dapat
dipahami dari ayat yang menutut suami menggauli istrinya secara baik. Tetapi
dalam agama islam juga tidak pernah membenarkan seorang suami bertindak kejam
terhadap istrinya baik secara lahir maupun bathin. Melihat penjelasan tersebut
menyatakan bahwa istri tidak boleh menolak ajakan suami untuk melakukan
dijelaskan bahwa suami harus menggauli istrinya dengan ma’ruf, tentunya tidak
lainnya. Meskipun pada dasarnya istri wajib melayani permintaan suami, akan
tetapi jika memang tidak teransang untuk melayaninya, ia boleh menawarnya atau
menangguhkannya, dan bagi istri yang sakit atau tidak enak badan, maka tidak
wajib baginya untuk melayani ajakan suami sampai sakitnya hilang. Jika suami
8
tetap memaksa pada hakekatnya ia telah melanggar prinsip mu’asyaroh bil ma’ruf
seorang istri menolak ajakan suami untuk bersetubuh dikarenakan hal tersebut
adalah bagian dari hak dan kewajiban bagi suami maupun istri. Tetapi jika dikaitkan
dengan pemaksaan persetubuhan yang dilakukan suami kepada istri dapat dikatakan
bersetubuh dalam luar perkawinan dan korban persetubuhan dibawah umur melalui
Pasal 285 sampai dengan Pasal 287 Pasal 288 KUHP membahas apabila korban
dibawah umur dan menyebabkan luka-luka. Didalam KUHP tidak ada pengaturan
luas hanya di bahas apabila korban di bawah umur dan menyebabkan luka-luka.
seksual pada perempuan bukan istri. dikarenakan hal tersebut maka istri tidak bisa
dianggap bukanlah kejahatan. Hanya dianggap sebagai sebuah pelakuan yang biasa
17
Masdar F. Mas’udi. 1997. Islam Dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan Cet II. Bandung.
Penerbit PT. Mizan Hazanah Ilmu-ilmu Islam. Hal. 113.
9
kotroversi. Namun upaya itu harus tetap dilakukan dikarenakan berbagai bentuk
perlakuan dianggap biasa dan kebiasaan itu telah menimbulkan efek luka pada
pihak korban baik luka fisik maupun psikis. Istilah korban selama ini hanya
dikenakan pada pihak yang secara fisik terlukai dan melihat bekas luka tersebut,
dikarenakan pemahaman atas manusia hanyalah pada melihat pada fisik semata.
Unsur-unsur lain yang ada dibalik tubuh manusia sering terabaikan. Seakan-
akan tidak ada hati yang terluka dan tidak ada jiwa yang tergores yang diakibatkan
perlakuan tidak adil kepada perempuan dikarenakan perempuan hanya dapat diam
perempuan dan laki-laki yang merugikan salah satu pihak, tetapi pemahaman ini
seks itu adalah sesuatu yang biasa saja, sudah lumrah dan tidak perlu diperdebatkan,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini penulis harapkan dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri
dalam mengkaji masalah pemaksaan persetubuhan oleh suami kepada istri menurut
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan prilaku bagi seorang suami
3. Bagi Pemerintah
Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan pada tujuan yang telah penulis kemukakan maka penelitian ini
1. Kegunaan Teoritis
khususnya hukum pidana dan menjadi tambahan ilmu mengenai kekerasan dalam
rumah tangga dilihat dari segi pemaksaan persetubuhan oleh suami kepada istri, dan
2. Kegunaan Praktis
masyarakat, dan dapat memberikan input bagi para penegak hukum khususnya bagi
F. Metode penelitian
peneliti menggunakan jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah
12
1. Jenis Pendekatan
pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah semua undang undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
Undang.
a. Bahan Hukum Primer: Berasal dari tindakan yang dilakukan oleh lembaga
penelitian ini.
18
Zainuddin, 2016. Metode Penelitian Hukum, Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal. 24
13
lain.
Persetubuhan oleh Suami Kepada Istri menurut Hukum Posotif Indonesia. Guna
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis melakukan
hasil penelitian.
b. Internet
14
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara pengambilan file pada
internet guna memperoleh data berupa artikel, jurnal dan lain sebagainya,
Mengingat jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
jenis data primer yang diperoleh dari bahan hukum yaitu perundang-undangan,
serta data sekunder yang diperoleh dari berbagai Artikel, Jurnal ilmuah dan juga
buku-buku, maka cara yang akan digunakan dalam menganalisa data adalah dengan
Analisa data ini juga akan dilakukan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa pengumpulan kata tertulis maupun lisan dari
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun secara sistematis yang terdiri atas 4 (empat) bab sebagai
berikut:
BAB I, merupakan pendahuluan yang berisi tentang uraian singkat dari isi
tulisan guna memberikan gambaran kepada pembaca tentang topik apa yang akan
dibahas. Dalam bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang permasalahan,
metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
sistematika penulisan.
BAB II, merupakan tinjauan pustaka, yang berisi tentang tinjauan tentang
perkawinan yaitu pengertian perkawinan, hak dan kewajiban dalam rumah tangga
15
dan kekerasan dalam rumah tangga yang berisi bentuk-bentuk kekerasan dalam
rumah tangga, tinjauan mengenai pemaksaan persetubuhan suami kepada istri yang
BAB III, merupakan isi dari hasil penelitian yang menjawab pertanyaan-
oleh suami kepada istri sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga dilihat dari
perlindungan hukum pemaksaan persetubuhan oleh suami kepada istri dilihat dari
1) Pengertian Perkawinan
membentuk keluarga dengan lawan jenis (laki-laki dan perempuan), bersuami atau
beristri, dan menikah. Kata kawin lebih umum daripada dengan kata nikah yang
berarti ikatan (aqad) perkawinan, yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum
dan ajaran agama.19 Maka daripada itu dapat diartikan bahwa perkawinan adalah
tangga, sejak mengadakan perjanjian melalui akad kedua belah pihak telah terikat
dan sejak saat itu mereka mempunyai kewajiban dan hak yang tidak dimiliki
sebelumnya.20
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.21 Disamping itu terkait
19
WJS Poerwadarminta, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Penerbit Balai
Pustaka. Hal. 18.
20
Beni Ahmad Saebani, 2010. Fiqh Munakahat 2, Bandung. Penerbit CV Pustaka Setia,
Hal. 11.
21
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
16
17
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa: “Perkawinan adalah sah, apabila
hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsᾱqan
hanya sekedar ikatan keperdataan yang tidak berbeda dengan perjanjian pada
Pengertian hak adalah suatu hal yang diterima oleh seseorang dari orang
lain, sedangkan kewajiban adalah suatu hal yang memiliki keharusan untuk
dilakukan seseorang terhadap orang lain. Kewajiban timbul dikarenakan hak yang
pihak suami istri harus memahami hak dan kewajiban masing-masing. Hak bagi
istri menjadi kewajiban bagi suami. Begitu pula sebaliknya, kewajiban suami
menjadi hak bagi istri. Suatu hak belum pantas diterima sebelum kewajiban
22
Indah Purbasari, 2017. Hukum Islam sebagai Hukum Positif di Indonesia, Malang
Penerbit Setara Press. Hal. 77.
23
Amir Syarifuddin, 2007. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Penerbit
Prenada Media. Hal. 159.
18
dilaksanakan.24 Hak beserta kewajiban suami istri diatur melalui Pasal 30 hingga
menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat”.25 Pasal
(1) Hak dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama didalam
masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.26
ditegaskan bahwa:
(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan.29
24
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i, Bandung, Penerbit
Pustaka Setia. Hal. 313.
25
Pasal 30 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
26
Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
27
Pasal 32 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
28
Pasal 33 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
29
Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
19
tahun 1974 tentang Perkawinan sangat jelas disebutkan bahwa kedudukan suami
istri adalah sama dan seimbang, baik dalam kehidupan berumah tangga ataupun
kewajiban suami istri harus sesuai dengan prinsip perkawinan yang telah dijelaskan
1974 tentang Perkawinan, Sayuti Thalib menerangkan bahwa ada lima hal yang
Pertama, pergaulan hidup suami istri yang baik dan tentram dengan rasa
wajib mewujudkan pergaulan yang ma’ruf ke dalam rumah tangga. Kedua, suami
memiliki kewajiban dalam posisinya sebagai kepala keluarga dan istri juga
memiliki kewajiban dalam posisinya sebagai ibu rumah tangga. Ketiga, rumah
kediaman yang disediakan oleh suami, maka suami istri tersebut wajib tinggal
hidup tersebut. Terakhir, istri bertanggung jawab mengurus rumah tangga dan
30
Sayuti Thalib, 1982. Kekeluargaan Indonesia Berlaku Bagi Umat Islam. Jakarta,
Penerbit UI press. Hal. 73-78.
20
a. Pengertian KDRT
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau badan orang lain.
Pengertian kekerasan lainnya yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang
yang berposisi kuat (merasa kuat) kepada seseorang yang berposisi lemah
mengakibatkan luka fisik, misalnya seperti luka, cacat, sakit, atau penderitaan pada
orang lain dengan unsur berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Membuat orang pingsan atau
mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat melakukan
31
Mufidah Cholidah Dkk, 2006. Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan Malang
Penerbit Pilar Media. Hal. 2.
32
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, Bandung, Penerbit Refika Aditama. Hal.30
21
dapat disimpulkan bahwa kekerasan dapat berbentuk fisik dan non fisik.
hak asasi manusia yang harus ditanggulangi. Kekerasan yang utamanya perempuan
yang menjadi korban terjadi dalam bebrabagai aspek hubungan antar manusia, yaitu
dalam hubungan keluarga dan orang orang terdekat lainnya, dalam hubungan kerja
orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
33
UU No. 23 tentang PKDRT Pasal 1 Butir 1
34
La Jamaa dan Hadidjah, 2008. Hukum Islam dan Undang-undang Anti Kekerasan dalam
Rumah Tangga, Surabaya. Penerbit Bina Ilmu Cet. ke-1. Hal. 69-70.
22
a) Kekerasan Fisik;
b) Kekerasan Psikis;
c) Kekerasan Seksual, dan
d) Penelantaran Rumah Tangga (Kekerasan Ekonomi).
cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, atau menyebabkan kematian. Bentuk-
hilangnya percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan atau penderitaan psikis pada seseorang. Kekerasan psikologis yaitu penyiksaan
secara emosional dan verbal terhadap korban, sehingga melukai kesehatan mental
dan konsep diri perempuan, diantaranya berupa ucapan yang menyakitkan, marah-
marah dengan tidak memiliki alasan yang jelas, pergi berhari-hari dari rumah tanpa
pamit dan tidak mengacuhkan yang di tujukan kepada korban. Kekerasan psikis
tidak dihargai, dikarenakan haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
tali perkawinan.
35
Fathul Djannah, 2007. Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta. Penerbit LkiS. Hal. 14.
23
seksual, memaksa istri, baik secara fisik untuk melakukan hubungan seksual dan
menghendaki melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau
tidak disukai istri, maupun menjauhkan atau tidak memenuhi kebutuhan seksual
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau dikarenakan persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang-orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang
yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga
korban berada di bawah kendali orang tersebut.37
Prinsip dari Penelantaran rumah tangga (kekerasan ekonomi) ini adalah
tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan, kekayaan korban dimanfaatkan tanpa seizin
36
Fathul Djannah, Ibid. Hal. 15.
37
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga
24
Rape)
Rape)
a. Pengertian Pemaksaan
untuk melakukan sesuatu walaupun tidak mau harus menerima dengan cara
lain untuk berperilaku secara spontan (baik melalui tindakan atau tidak bertindak)
dengan menggunakan ancaman, imbalan, atau intimidasi atau bentuk lain dari
menyebabkan kerja sama atau kepatuhan dari orang yang dipaksa. Penyiksaan
adalah salah satu contoh yang paling ekstrim dari sakit parah adalah pemaksaan
b. Pengertian Persetubuhan
38
https://id.wikipedia.org/wiki/Paksaan, diakses pada tanggal 26 april 2021, pukul 12.08
wib
25
dengan alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak,
dimana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin perempuan yang
diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun
atau jika umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk kawin, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Dalam Pasal 287 ayat (1)
apabila persetubuhan tersebut dilakukan terhadap istri sah maka tidak dapat dituntut
dengan Pasal tersebut, melainkan dengan Pasal yang lain. Jika dikaitkan dalam
dilakukan oleh seorang pasangan yang dapat dimulai dengan tindakan tindakan
tindakan-tindakan lain yang dapat membangkitkan gairah, dan pada akhirnya akan
39
https://id.wikipedia.org/wiki/Bersetubuh , diakses pada tanggal 26 april 2021, pukul
12.08 wib
40
R.Soesilo, 1980, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-
Komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Penerbit Politeia, Hal. 181.
26
apabila tidak menggunakan alat kontrasepsi dan keduanya berada dalam kondisi
c. Pengertian Pemerkosaan
seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan
atau hukum yang berlaku melanggar”. Senada dengan itu Menurut R. Sugandhi,
lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani”. Adapun
pemaksaan bersetubuh oleh laki-laki kepada wanita yang bukan menjadi istrinya,
kemaluan laki-laki harus masuk pada lubang kemaluan wanita dan mengeluarkan
mani. Pendapat R.Sugandhi ini jelas tidak mengenal istilah yang dipopulerkan ahli
belakangan ini, terutama kaum wanita “maritel rape” yang artinya pemerkosaan
41
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/apakah-akan-hamil-2, Diakses pada tanggal
26 April 2021, Pukul 01.10 wib
27
dua belas tahun”.42 Salah satu unsur dalam tindak pidana Pasal 285 KUHP ini
dilakukan pelaku kepada korban yang bukan istrinya atau bukan dalam hubungan
perkawinan.
Namun jika persetubuhan tersebut dilandasi oleh adanya pemaksaan maka dapat
disebut dengan pemerkosaan atau lebih dikenal dengan istilah Marital Rape.
dikategorikan sebagai tindakan marital rape. Marital rape berasal dari bahasa
Inggris yang terdiri dari dua kata: marital yang berarti berhubungan dengan
perkawinan, rape yang berarti perkosaan.43 Ditinjau dari sudut pandang terminologi
maupun anal dengan paksaan, ancaman atau dilakukan saat istri dalam keadaan
42
Pasal 285 KUHP
43
John M. Echols dan Hassan Shadily, 1993. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, Penerbit
Gramedia Pustaka Utama. Hal. 373.
28
tidak sadar.44 Secara bahasa, marital rape di artikan sebagai “Rape committed by
the person to whom the victim is married” yaitu perkosaan yang dilakukan oleh
bahwa marital rape hubungan seksual yang disertai paksaan, ancaman, pemaksaan
hubungan seksual ketika istri tidak siap, hubungan seksual yang diiringi
penyiksaan, dan pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak dikehendaki
istri.48
bahwa Marital rape adalah perbuatan pemerkosaan yang dilakukan suami terhadap
istri dikarenakan adanya unsur unsur pemaksaan, ancaman, kekerasan fisik maupun
Bergen dalam Siti A’isyah, 2001. Marital Rape Dalam KUHP dan Hukum Pidana Islam,
44
marital rape yang terbagi kedalam beberapa bagian. Pertama, hubungan seksual
yang tidak dikehendaki oleh istri, dikarenakan adanya ketidaksiapan istri dalam
bentuk fisik dan psikis. Kedua, hubungan seksual dengan cara yang tidak
dikehendaki oleh istri dengan oral, anal, dan sebagainya. Terakhir, hubungan
istri mengalami luka ringan ataupun luka berat. Ketiga jenis tersebut tidak mutlak
49
Husein Muhammad, 2001. Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan
Gender. Yogyakarta, Penerbit Lkis Pelangi Aksara. Hal. 52.
30
a. Penyebab langsung
Libido yang tidak berimbang. Dorongan seksual dimiliki oleh setiap individu,
akan tetapi dorongan ini berbeda-beda antar individu, baik individu laki-laki
ini tidak banyak diketahui oleh pelaku marital rape, akibatnya banyak hubungan
merasakan sakit dan tersiksa. Apabila tidak dilakukan, maka istri dianggap
b. Penolakan istri
istri dalam hubungan seksual, seperti hubungan seksual yang disertai dengan
kekerasan, sehingga istri enggan melakukannya dan juga ketika istri sedang
tidak bergairah pada saat berhubungan intim. Penolakan ini diartikan sebagai
50
Aida Berlian Cahyaningrum, 2017. Tinjauan Hukum Marital Rape Dalam UU
Perkawinan dan Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga, Skripsi. Penerbit Salatiga: IAIN Salatiga. Hal. 11.
51
Farha Ciciek, Loc.Cit. Hal. 43-59.
31
Kurangnya komunikasi. Salah satu kunci kebahagiaan suami istri adalah apabila
keduanya saling terbuka. Namun tradisi membicarakan seks dalam rumah tangga
berkewajiban untuk melayani suami. Hal ini yang menyebabkan istri merasa
malu untuk mengambil inisiatif dalam hubungan seksual, meskipun istri sedang
d. Terjadinya perselingkuhan
Perselingkuhan suami dengan wanita lain secara tidak langsung menjadi salah
Atau suami cenderung meminta cara hubungan seksual yang bervariasai yang
Istri secara ekonomi tidak mandiri tetapi tergantung pada suami. Hal ini
apabila menolak ajakan suami. Mengenai ketergantungan ini tidak hanya istri
pada suami, dapat juga terjadi pada suami yang tidak bekerja sehingga
32
bergantung secara ekonomis pada istri. Suami yang secara budaya memiliki
persepsi sebagai pemilik otoritas yang lebih tinggi dari istri, merasa kurang
sebagai kepala rumah tangga. Kekurangan yang ada pada suami seringkali
ditutupi dengan perwujudan dalam bentuk kekerasan baik secara fisik maupun
f. Kawin paksa.
yaitu dengan menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut dalam sebuah
yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar
dapat menikmati semu hak-hak yang diberikan oleh hukum.53 Hukum juga dapat
52
Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Jakarta. Penerbit Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hal. 357.
53
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung. Penerbit Citra Aditya Bakti. Hal.54
33
adaptif dan fleksibel, malainkan prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan bagi
masyarakat yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk
maka daripada itu setiap produk yang dihasilkan oleh pembuat undang-undang
harus mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang bahkan
dimasyarakat, dikarenakan hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur
Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagain upaya untuk melindungi setiap
warga negara dari perbuatan sewenang-wenang dari penguasa yang tidak sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini diharpkan menciptakan ketertiban dan
merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.
Hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh perlindungan hukum telah
Indonesia yang menegaskan bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
54
Setiono, 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hal. 3.
34
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum”.55
2) Pengertian Korban
korban tindak pidana dan juga pelaku tindak pidana, dalam terjadinya suatu tindak
pidana tentunya yang sangat dirugikan adalah korban dari tindak pidana tersebut.
penderitaannya itu diabaikan oleh Negara. Sementara korban telah berusaha untuk
55
Pasal 28D Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
56
Romli Atmasasmita, 1992. Masalah santunan korban kejahatan. Jakarta. Penerbit
BPHN. Hal. 9.
57
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
58
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga
35
59
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
suami dan istri. Suami memiliki hak dan kewajiban atas istrinya, demikian pula
sebaliknya. Mahar dan nafkah misalnya, merupakan kewajiban yang harus dibayar
suami yang dikarenakan hal itu adalah hak istri. Sedangkan sebagai imbangan dari
kewajiban yang telah dilakukan suami, istri berkewajiban taat dan hormat kepada
suami. Dalam soal hubungan seks suami istri, pandangan tentang status keduanya
dipengaruhi oleh konsep dasar perkawinan itu sendiri. Jika sebuah perkawinan
sebagai alat melanjutkan keturunan, dan pihak perempuan yang dinikahinya. Dalam
konsep pernikahan yang seperti ini, pihak laki-laki adalah pemilik sekaligus
penguasa perangkat seks yang ada pada tubuh istri. Dengan begitu, kapan, di mana,
36
37
suami, dan istri tidak punya pilihan lain kecuali melayani.60 Dalam perkawinan
terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pasangan.
Pemenuhan hak oleh laki-laki dan perempuan setara dan sebanding dengan beban
kewajiban yang harus dipenuhi oleh laki- laki dan perempuan (suami dan istri).
Dengan masing-masing pasangan tidak ada yang lebih dan yang kurang dalam
kadar pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban. Keseimbangan ini sebagi modal
dijalani oleh suami dan istri (laki-laki dan perempuan). Menjalani hubungan suami
dan istri atau hubungan berkeluarga tidak jauh dikaitkan dalam permasalahan
Pemerkosaan
merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat dan
Kekerasan seksual telah diatur dalam KUHP BAB XIV BUKU II KUHP tentang
kejahatan terhadap tubuh. Kekerasan seksual telah diatur dalam Kitab Undang
Undang Hukum Pidana BAB XIV BUKU II KUHP mengenai kejahatan terhadap
merupakan bagian dari kejahatan kesusilaan yang terdapat dalam Pasal 285, 286,
hubungan seksual pada perempuan bukan istri yang sedang sadar, pingsan, maupun
60
Ken Suratiyah, Loc.Cit. Hal 45.
38
yang belum genap 15 tahun. Pasal 288 KUHP menyebutkan pemerkosaan terhadap
istri namun terbatas pada istri yang belum waktunya dikawin atau belum berusia 15
kesusilaan cukup luas dan dapat berbeda-beda sesuai dengan pandangan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Pada dasarnya setiap delik atau tindak pidana
bahwa hukum merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal (das recht ist das
ethische minimum).61
persetubuhan yang dilakukan suami terhadap istrinya yang belum cukup umur.
seksual pada perempuan yang belum memiliki hubungan suami dan istri. Maka
daripada itu istri tidak dapat mengadukan suami ke pengadilan dengan alasan
memiliki hukuman yang lebih ringan daripada pemerkosaan, yang hanya dapat
mendapatkan hukuman penjara 2 tahun untuk korban luka ringan, 5 tahun untuk
61
Abdul Wahid dan Mohammad Irfan, Op. Cit, Hal. 57.
62
Maria Milda. 2007. Marital Rape, Kekerasan Suami Terhadap Istri Yogyakarta: Pustaka
Pesantren. Hal. 35.
39
korban luka berat, dan penjara 7 tahun jika korban meninggal dunia. Peluang suami
tidak lagi dilihat sebagai persoalan moral semata (moral offence). Didalamnya juga
mencakup masalah anger and violence, yang dianggap merupakan pelanggaran dan
daripada itu, perkosaan pada saat ini tidak lagi difokuskan pada pemaksaan dan
bahwa laki laki yang menyetubuhinya adalah suaminya, jadi disini ada
1. Pasal 285 KUHP menegaskan bahwa: “Barang siapa dengan kekerasan atau
63
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op.Cit. Hal. 115
40
penjara selama lamanya dua belas tahun”.64 Dalam hal ini yang dimaksud
jasmani secara tidak sah misalnya seperti memukul dengan tangan atau dengan
segala macam senjata, menyepak, menendang dsb. Konsekuensi dalam Pasal ini
paksaan oleh seorang perempuan terhadap laki laki dipandang tidak mungkin,
tersebut misalnya seperti dapat melahirkan anak, maka daripada itu seorang
unsur-unsur yang ada didalam Pasal ini “persetubuhan” harus benar benar
disamping itu, jika tidak melahirkan seorang anak, maka akan dapat dikenakan
64
Pasal 285 KUHP
41
istrinya, sedang diketahui perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Dalam hal ini pingsan
berarti dalam kondisi tidak sadar akan dirinya, atau dapat dikatakan seseorang
yang pingsan tersebut tidak dapat mengetahui apa yang sedang terjadi akan
dengan tali kaki dan tangannya, memberikan suntikan, sehingga orang tersebut
lumpuh. Namun seseorang yang sedang tidak berdaya tersebut masih dapat
mengetahui apa yang sedang terjadi atas dirinya. Perlu diingat bahwa
mengancam orang dengan ataupun akan membuat orang tersebut pingsan atau
3. Pasal 287 KUHP Ayat (1) menegaskan bahwa: “Barangsiapa bersetubuh dengan
disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak
nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin,
65
Pasal 289 KUHP
66
Pasal 286 KUHP
67
Pasal 287 KUHP Ayat (2)
42
Pasal 287 KUHP Ayat (2) juga menegaskan bahwa: “Penuntutan hanya akan
dilakukan bila ada pengaduan, kecuali jika umur perempuan tersebut belum
sampai 12 tahun ataupun jika ada salah satu hal tersebut pada Pasal 291 dan 294
KUHP.” Dalam Pasal ini, perempuan tersebut harus bukan istrinya, jika terhadap
istrinya sendiri mungkin dapat dikenakan Pasal 288 KUHP yang akan
belum sampai 15 tahun, atau bila umur ini tidak nyata, bahwa perempuan itu
belum waktunya untuk kawin. Peristiwa ini adalah delik aduan, kecuali jika
berakibat luka berat atau mati. Dalam hal ini tidak dinyatakan siapa yang berhak
4. Pasal 288 KUHP Ayat (1) menegaskan bahwa: “Barangsiapa bersetubuh dengan
istrinya yang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa perempuan itu
tahun, kalau perbuatan itu membuat badan perempuan itu mendapat luka.”
Pasal 288 KUHP Ayat (2) menjelaskan bahwa: “Jika perbuatan tersebut
68
Pasal 288 KUHP
43
Pasal 288 KUHP Ayat (3) menyebutkan bahwa: “Jika perbuatan mengakibatkan
kematian perempuan itu dijatuhkan hukuman penjara selama laamanya dua belas
tahun. Di Indonesia banyak terjadi perkawinan yang dilakukan antara laki laki
dan perempuan ketika masih dibawah umur (belum saatnya kawin). Pernikahan
bersama. Persetubuhan antar mereka ini jika tidak berakibat luka, luka berat atau
mengakibatkan luka dan hal-hal yang telah dikemukakan diatas, maka laki-laki
Pasal 285, 286, 287, dan 288 KUHP yang disebut pemerkosaan adalah
pemaksaan hubungan seksual pada perempuan yang bukan istrinya baik yang
sedang sadar, pingsan, maupun belum genap 15 tahun. Pasal 288 KUHP pada
dasarnya sudah menyebutkan pemerkosaan terhadap istri yang belum genap berusia
menikahi seperti pada Pasal 288 KUHP. Aturan pemerkosaan dalam KUHP masih
yang dilakukan terhadap istrinya. Bahkan, istilah marital rape atau pemerkosaan
persetujuan untuk bersetubuh. Maka dari pada itu dapat ditegaskan bahwa
69
Ismantoro Dwi Yuyono, 2011. Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak Jakarta: Pustaka Yustisia. Hal. 31.
44
Perkosaan dalam perkawinan (marital rape) dalam hukum pidana umum Indonesia,
yakni KUHP belum ada pengaturannya. KUHP yang berlaku sekarang hanya
mengatur megenai perkosaan yang dikenal secara umum, yakni perkosaan yang
terjadi di luar ikatan perkawinan sebagaimana diatur pada Pasal 285 KUHP.
Kekerasan dalam Rumah Tangga, menjelaskan terkait dengan marital rape, melalui
bahwa:
sebagaimana yang telah dijelaskan melalui Pasal 8 diatas, diatur melalui Pasal 46
terkait kekerasan seksual yang dilakukan suami terhadap istri, namun jika menilik
perempuan termasuk istri dalam rumah tangga sehingga yang diharapkan Undang-
Tangga ini dapat menjadi lex specialis bagi penegakan hukum di Indonesia jika
terdapat pemerkosaan dalam rumah tangga atau sering disebut marital rape.
dalam Pasal 285 KUHP. Maka daripada itu suatu perbuatan dikatakan sebagai
perkosaan adalah suatu keadaan darurat baik secara psikologis maupun secara
a. Penderitaan secara psikologis, yang berarti merasa tidak lagi berharga yang
calon suami ataupun pihak-pihak lain yang terkait dengan korban. Penderitaan
psikologis ini juga dapat berupa kegelisahan, kehilangan rasa kepercayaan diri,
sering menutup diri dari oranglain dan curiga terhadap oranglain yang memiliki
70
Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id/perkosa) Diakses pada tanggal 19
Juni 2022, pukul 15.06.
71
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op.Cit. Hal. 41.
47
janin yang ada tumbuh menjadi besar, artinya anak yang dilahirkan akibat dari
keagamaan.
c. Penderitaan fisik, yang berarti akibat dari adanya perkosaan itu yang
disini adalah bukan hanya luka yang terkait pada alat kelamin perempuan yang
robek, tidak menutup kemungkinan ada organ tubuh lainnya yang luka jika
korban terlebih dahulu melakukan perlawanan dengan keras yang secara tidak
hukum. Dalam hal ini korban merasa diperlakukan secara diskriminasi atau
Pemaksaan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah suatu
bagian dari kekerasan seksual hal ini seperti yang tertuang melalui Undang-Undang
Disamping itu, dikenal Marital rape, marital rape ini adalah gabungan dari marital
yang berarti segala hal yang berkaitan dengan perkawinan, serta rape adalah
72
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Loc.cit, Hal. 82.
48
pemerkosaan. Perkosaan dalam perkawinan atau kerap disebut Marital Rape dapat
istri.73 Senada dengan itu, Elli N. Hasbianto mengemukakan bahwa marital rape
mengemukakan terkait marital rape yaitu hubungan seksual yang disertai dengan
rape kedalam 3 bagian. Pertama, pemaksaan hubungan sesual diwaktu istri tidak
siap, hubungan seksual ini diiringi oleh penyiksaan dan pemaksaan secara
dan pengabaian hak asasi perempuan yang didasari oleh gender. Tindakan tersebut
fisik maupun secara seksual, didalamnya juga termasuk ancaman, pemaksaan atau
73
Aldira Arumita Sari, Kebijakan Formulasi Kekerasan Seksual terhadap Istri (Marital
Rape) Berbasis Keadilan Gender di Indonesia, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 1,
No.1, 2019. Hal. 120.
74
Milda Marlia, 2007. Marital Rape, Kekuasaan Seksual Terhadap Istri, Yogyakarta,
Penerbit Lkis Pelangi Aksara. Hal. 11.
49
perempuan yakni setiap perbuatan yang didasari oleh perbedaan jenis kelamin yang
Kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindakan pelaku yang muncul dan
mengakibatkan adanya bayangan tentang peran identitas yang didasari oleh jenis
menjadi dua bagian, yaitu kekerasan yang mengakibatkan fisik dan nonfisik.
Kekerasan secara fisik berupa pelecehan seksual, colekan yang tidak diinginkan,
intimidasi, kawin secara paksa, kawin dibawah tangan, pelacuran paksa, dan
pelecehan seksual, seperti sapaan, siulan, colekan ataupun bentuk perhatian yang
kekerasan ini disebabkan oleh implikasi yang serius bagi kesehatan dan mental
seseorang.76
75
Ibid, Milda Marlia, Hal.17.
76
Ibid, Milda Marlia, Hal.18.
50
perkosaan yaitu:
a. Sadistic Rape
Sadistic Rape memiliki sifat yang merusak didalam jenis perkosaan ini.
korban, tetapi didapatkan dengan serangan secara fisik terhadap korban baik
b. Ange Rape
Ange Rape ialah suatu sifat penganiayaan terhadap seksualitas korban yang
sifat pemerkosaan yang ini, korban dijadikan sebagai objek yangmana tubuh
c. Dononation Rape
pelaku yang merasa bahwa pelaku merupakan sosok yang lebih kuat dari korban,
pelaku juga merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari korban,
d. Seduktive rape
akhirnya korban merasa bahwa keintiman personal tidak harus melewati batas
yang sudah terangsang dan korban yang mulai menolak mengakibatkan pelaku
f. Exploitation Rape
kepada wanita yang bergantung padanya baik secara ekonomi maupun secara
sosial. 77
Jika dikaitkan dengan 6 (enam) macam jenis perkosaan seperti yang telah
exploitation rape, dalam hal ini berkaitan dengan status seorang istri yang
bergantung kepada suami baik secara sosial maupun secara ekonomi, peran suami
dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga dan memiliki kewajiban untuk
77
Abdul Wahid, 2001. Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas
Hak Asasi Perempuan, PT Refika Aditama, Bandung, Hal. 40.
52
a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual; atau
d. Penelantaran rumah tangga.
tangga;
78
Rodliyah dan Salim, 2017. Hukum Pidana Khusus Unsur dan Sanksi Pidananya, Depok,
Penerbit Raja Grafindo Persada. Hal. 241.
53
orang yang melakukan kekerasan seksual sebagai dimaksud dalam pasal 8 huruf a
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp.
maka korban dari pemaksaan persetubuhan didalam lingkup rumah tangga akan
PENUTUP
A. Kesimpulan
perkosaan yang dikenal secara umum, yakni perkosaan yang terjadi di luar
orang yang menetap dalam rumah tangga tersebut, serta sanksi dari
perbuatan tersebut dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 36.000.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).
B. Saran
dalam KUHP serta dijelaskan secara rinci istilah perkosaan dalam perkawinan
55
56
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Muqsit Ghozi dkk. 2002. Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan
Media.
Nasional.
Farha Ciciek, 1998. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga: Belajar
Foundation.
Guse Prayudi. 2008. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Jakarta. Sekretariat Jenderal dan
Husein Muhammad, 2001. Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i, Bandung, Penerbit
Pustaka Setia.
Indah Purbasari, 2017. Hukum Islam sebagai Hukum Positif di Indonesia, Malang,
Setara Press.
Ismantoro Dwi Yuyono, 2011. Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
John M. Echols dan Hassan Shadily, 1993. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta,
Kependudukan UGM.
La Jamaa dan Hadidjah, 2008. Hukum Islam dan Undang-undang Anti Kekerasan
Masdar F. Mas’udi. 1997. Islam Dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan Cet II.
Milda Marlia, 2007. Marital Rape, Kekuasaan Seksual Terhadap Istri, Yogyakarta,
Nurul Ilmi Idrus, 1999. Marital rape: Kekerasan Seksual Dalam Perkawinan
Foundation.
Sayuti Thalib, 1982. Kekeluargaan Indonesia Berlaku Bagi Umat Islam. Jakarta,
UI press.
Syafiq Hasyim. 2000. Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta, The Asia
Foundation.
Pustaka.
Aksara.
B. Jurnal/Skripsi
Aldira Arumita Sari, 2019. Kebijakan Formulasi Kekerasan Seksual terhadap Istri
Bergen dalam Siti A’isyah, 2001. Marital Rape Dalam KUHP dan Hukum Pidana
Foundation, Yogyakarta.
Riskyanti Juniver Siburian, 2020. Marital rape sebagai tindak pidana dalam RUU-
Setiono, 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum
C. Undang-Undang
Rumah Tangga
Rekonsiliasi
D. Website
60
12.08 wib
12.08 wib