Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENEGAKAN KEADILAN HUKUM :


DITUDUH MENCURI KAYU PERHUTANI, PEREMPUAN PARUH BAYA
DIHUKUM

Dosen pegampu :
Dr. Niken Widya Palupi, S.TP, M.Sc

Disusun oleh kelompok 5 :


1. Rini Husnul Khotimah ( 220210301006 )
2. Lusi Septiasari ( 220810201007 )
3. Isaura Isva S.D ( 210910101157 )
4. Della Wahyu Ciptaningrum ( 220810101166 )
5. Hesti Pramudita ( 220110101037 )

Universitas Jember
Jl. Kalimantan Tegalboto No.37, Krajan timur, Sumbersari, Kec. Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa
Timur 68121
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penegakan Keadilan Hukum : Dituduh mencuri Kayu
Perhutani, Perempuan Paruh Baya Dihukum” dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. Niken Widya Palupi,
S.TP, M.Sc pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan . selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Penegakan Keadilan Hukum : Dituduh Mencuri Kayu Perhutani,
Perempuan Paruh Baya Dihukum” bagi pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Niken Widya Palupi S.TP, M.Sc selaku dosen Mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini serta membimbing kami dalam
mengerjakan tugas ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 22 oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR
ISI...................................................................................................................................3
BAB 1
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1. LATAR
BELAKANG.......................................................................................................4
1.2. RUMUSAN
MASALAH...................................................................................................4
1.3. TUJUAN............................................................................................................................5
BAB 2 HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................................5
2.1 KRONOLOGI KASUS NENEK ASYANI.....................................................................5
2.2 ISI PASAL 83 AYAT 1 UU NOMOR 18 TAHUN 2013................................................6
2.3 KONTROVERSI DAN KETIDAKADILAN PADA KASUS NENEK
ASYANI...................................................................................................................................
7
2.4 PENYELESAIAN YANG DAPAT DILAKUKAN PADA KASUS
NENEK ASYANI....................................................................................................................8
2.5 KEADILAN HUKUM YANG ADA DI
INDONESIA....................................................8
BAB 3
PENUTUP...........................................................................................................................9
3.1
KESIMPULAN..................................................................................................................9
3.2 SARAN...............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini dicantumkan pada pasal 1 ayat 3 pada
Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia seharusnya mampu
menegakkan hukum. Pada UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dinyatakan bahwa semua orang akan
diperlakukan dengan sama di depan hukum. Selain itu, sila ke-5 pancasila berbunyi keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa hukum di Indonesia harus
dilaksanakan dengan adil tanpa pandang bulu.
Keadilan itu sendiri dapat didefinisikan bahwa segala sesuatu harus ditempatkan pada
posisi yang seharusnya. Hal ini merujuk pada suatu kebenaran yang nyata. apabila keadilan
tidak ditegakkan menimbulkan suatu masalah atau konflik. Oleh karena itu, keadilan
sangatlah penting bagi kehidupan kita, bukan hanya untuk diri sendiri namun juga untuk
orang lain yang ada di sekitar kita, baik keadilan secara moral maupun keadilan sosial.
Sedangkan, penegakan hukum dapat didefinisikan proses dilakukannya upaya agar
norma-norma hukum yang berlaku dapat berfungsi dengan baik dan diatur sebagai pedoman
berperilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan manusia
bermasyarakat dan bernegara.
Dengan demikian, penegakan keadilan hukum di Indonesia perlu ditegakkan agar tidak
terjadi konflik, mewujudkan adanya rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan
hukum dalam masyrakat. Namun, tidak jarang terjadi penyalahgunaan hukum. Banyak
penegak hukum yang memandang status sosial sesorang dalam menangani kasus yang
ditangani. Hal ini dapat dilihat pada kasus nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu di lahan
perhutani.

1.2 RUMUSAN MASALAH

4
1. Bagaimakah kronologi dari kasus nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu di lahan
perhutani?
2. Apa isi pasal 83 ayat 1 undang-undang nomor 18 tahun 2013?
3. Kontrovensi dan ketidakadilan pada kasus tersebut?
4. Penyelesaian seperti apa yang dapat dilakukan pada kasus tersebut?
5. Bagaimana keadilan hukum yang ada di Indonesia?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui kronologi kejadian kasus nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu di lahan
perhutani.
2. Untuk memahami isi pasal 83 ayat 1 undang-undang nomor 18 tahun 2013.
3. Agar mahasiswa dapat memahami analisis ketidakadilan hukum yang terdapat pada
kasus tersebut.
4. Untuk memahami dan menyelesaikan masalah yang terdapat pada kasus tersebut.
5. Untuk mengetahui penerapan keadilan hukum yang ada di Indonesia.

BAB 2
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 KRONOLOGI KASUS NENEK ASYANI ATAS TUDUHAN


PENCURIAN KAYU PERHUTANI

Kasus wanita paruh baya bernama nenek Asyani ini bermula saat petugas perhutani melakukan
patroli pada 14 juli 2014 dan menemukan dua tunggak bekas pencurian pohon di petak 43f,
desa Jatibenteng, kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Hal tersebut diungkap oleh Humas KPH
Perhutani, Abdul Gani. Kemudian pihak PT. Perhutani melakukan penyelidikan atas hilangnya
kayu-kayu tersebut dan mencurigai bahwa ada seseorang yang menimbunnya. Berdasarkan
kecurigaan tersebut pihak perhutani melapor ke polisi, lalu pihak kepolisian melakukan operasi
gabungan.

Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa ada seseorang yang menyimpan kayu jati tersebut,
yaitu pak Pit atau biasa dipanggil Cipto, seorang pemilik penggergajian kayu. Dari keterangan
saudara Cipto, dia mengaku mendapat titipan dari nenek Asyani. Di rumah pak Cipto memang

5
terdapat puluhan kayu milik warga, termasuk milik nenek Asyani. Pada nenek Asyani menitipkan
kayu di rumah Cipto bersama dengan Ruslan, menantunya, Cipto memang tidak sedang berada
di rumahnya, hanya ada istri Cipto yang di rumah.

Atas tuduhan tersebut, pada 15 desember 2014, nenek Asyani akhirnya ditahan pihak kepolisian
dengan status tersangka dan dijerat dengan pasal 12d juncto pasal 83 ayat 1 undang-undang
nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan pemberantasan Perusakan Hutan dengan
ancaman 5 tahun penjara atas tuduhan mencuri tujuh gelondong kayu milik PT. Perhutani
dengan diameter hingga 100 cm. Hal tersebut didasarkan atas penemuan bukti 38 papan kayu
jati yang identik dengan tonggakan kayu milik perhutani di petak 43f. walaupun nenek Asyani
mengatakan bahwa ia mengambil kayu tersebut dari halaman rumahnya.

Kuasa hukum nenek Asyani dari LBH Nusantara, Supriyono, berdasarkan keterangan nenek
Asyani, 5 tahun yang lalu almarhum suaminya hanya memotong kayu-kayu jati berdiameter 15
cm untuk dijadikan tempat tidur. Selain itu, tempat tinggalnya di desa Jatibenteng tersebut
merupakan warisan bapaknya yang sudah ia tempati bersama keluarganya sejak 10 tahun lalu.

Sehari setelah ditahan kepolisian, kepala desa Jatibenteng berniat memediasi kisruh keduanya.
PT. Perhutani kemudian menunjukkan lahan yang terdapat bonggol kayu yang ditebang suami
Asyani. Namun, pihak perhutani tidak mau mendengarkan keterangan nenek Asyani.

Kasus nenek Asyani pada saat itu sempat ditangguhkan. Bahkan kasus tersebut mulai dijadikan
komoditas politik menjelang suksesi pemilihan kepala daerah Situbondo 2015. Pada senin, 9
maret 2015 saat persidangan, nenek Asyani bersimpuh dan memohon kepada hakim agar ia
tidak ditahan sambil berkata “ Ampun, Pak. Ampun”. Pada 17 maret 2015 sidang kasus ini
dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan sidang sela di Pengadilan negeri Situbondo
yang juga dihadiri oleh para saksi dan Presidium Dewan Kehutanan Nasional ( DKN ) kamar
masyarakat region jawa, Sungging Septivianto serta pejabat-pejabat lainnya.

Pihak perhutani juga sempat mendapat teguran dari menteri kehutanan berupa sepucuk surat
mengenai UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Namun hal tersebut tidak
digubris.

Akhirnya, pada 23 april 2015 nenek Asyani dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa
percobaan 15 bulan. Selain itu dikenai denda Rp 500 juta dengan subsider 1 hari kurungan.
Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yaitu 1 tahun penjara
dengan masa percobaan 18 bulan serta denda Rp 500 juta subsider 1 hari kurungan

2.2 PASAL 83 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013

Pasal 12 juncto pasal 83 ayat 1 Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang


Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. UU ini mengatur tentang:

6
• larangan bagi setiap orang yang melakukan penebangan pohon di kawasan hutan yang
tidak sesuai izin dan bahkan tidak memiliki izin pemanfaatan hutan dari pejabat yang
berwenang;
• memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai dan / atau memiliki hasil
penebangan hutan tanpa izin;
• mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;
• membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, membawa alat-alat berat
dan/ atau alat-alat lainnya yang lazim dan patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
• memanfaatkan hasil hutan yang diduga berasal dari pembalakan liar.

2.3 KONTROVERSI DAN KETIDAKADILAN PADA KASUS NENEK


ASYANI

Pada kasus yang menimpa nenek Asyani, terdapat dua kontroversi yang dapat dibahas,
yaitu tentang kebenaran barang bukti yang disita oleh pihak kepolisian dan perbedaan
antara corak kayu yang disita dengan corak kayu yang ada di lahan perhutani.
1. Kebenaran barang bukti yang disita
a. Kesaksian Asyani dan Ruslan (menantu Asyani): keduanya tidak menghitung
kayu yang telah dipotong dan langsung membawanya ke rumah Pak Cipto.
Namun di rumah pak cipto hanya ada istrinya.
b. Kesaksian Pak Cipto : di pekarangan rumahnya memang ada banyak kayu
warga, namun sudah dipisah-pisah, termasuk milik nenek Asyani.
c. Putusan majelis hakim : barang bukti di persidangan adalah benar milik nenek
Asyani karena polisi dan pihakperhutani menyerahkan bukti berupa foto 38
papan kayu tersebut di rumah Pak Cipto.
2. Perbedaan corak kayu
a. Kesaksian Asyani, Ruslan, Subakri (kepala dusun), Dwi Kurniadi (kepala
desa) : corak kayu milik Asyani berwarna keputih-putihan, tanpa kulit.
b. Kesaksian pihak perhutani (Sawin, Misiyanto, Sayadi) dan pejabat pemeriksa
penerimaan kayu bulat ( Hartono) : corak kayu barang bukti lebih identik
dengan kayu yang berada di 2 tongkat petak 43f hutan perhutani yang
berwarna kemerahan. Selain itu, teksturnya juga lebih kering karena 2 pohon
jati milik perhutani terkena penyakit. Sedangkan kayu milik rakyat coraknya
keputihan. Perbedaan corak ini karea pohon jati milik perhutani lebih terawat
karena diberi pupuk dengan jarak tanam tertentu.

7
Selain kontroversi tersebut, terdapat ketidakadilan hukum yang diberikan pihak penegak hukum
terhadap nenek Asyani. Hal tersebut diantaranya:
a. Pada saat persidangan, kuasa hukum nenek Asyani mengatakan bahwa hakim tidak
mempertimbangkan sama sekali keterangan dari saksi-saksi yang diajukan pihak nenek
Asyani. Hakim hanya mempertimbangkan keterangan saksi dari pihak Perhutani yang
sebenarnya membuktikan bahwa tidak ada yang benar-benar mengetahui nenek Asyani
mencuri kayu Perhutani.
b. Pengujian terhadap barang bukti juga hanya dilakukan dengan mata telanjang, majelis
hakim tidak melakukan uji DNA kayu di laboratorium untuk membuktikan kepemilikan
kayu.
c. Putusan majelis hakim : untuk menguji barang bukti, majelis hakim memeriksa bekas
tebangan di ladang milik Asyani dan perhutani pada 8 april 2015. dari pemeriksaan
tersebut, hakim sependapat dengan pihak perhutani dan saksi ahli bahwa corak kayu
barang bukti sama dengan kayu milik perhutani. Namun majelis hakim tidak melanjutkan
pengujian tersebut di laboratorium denganuji DNA kayu.

2.4 PENYELESAIAN YANG DAPAT DILAKUKAN PADA KASUS


NENEK ASYANI

Menurut Anto Rimbawanto, peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Pemulihan Tanaman Hutan, pembuktian yang dapat dilakukan pihak berwajib terhadap kasus
nenek Asyani tersebut sebenarnya sederhana, yaitu dengan menunjukan tonggak kayu yang telah
diambil nenek Asyani kemudian diambil sampel kayu dari tonggak tersebut dan balok kayu yang
menjadi barang bukti. Kedua sampel tersebut kemudian dicocokkan. Apabila hasilnya sama,
maka nenek Asyani memang benar mengambil kayu miliknya, bukan milik perhutani. Hal
tersebut tentunya dengan memperhatikan batas lahan antara milik perhutani dan milik nenek
Asyani.

2.5 KEADILAN HUKUM YANG ADA DI INDONESIA

Kasus-kasus seperti yang dialami nenek asyani tersebut sudah banyak terjadi di
Indonesia, namun menurut Presidium Dewan Kehutanan Nasional (DKN ) yang juga
turut menhadiri sidang kasus tuduhan pencurian kayu nenek Asyani, mengatakan bahwa
hukum di Indonesia seringkali disalahgunakan oleh para penegaknya sendiri.
Pasal 83 ayat 1 UU nomor 18 tahun 2013 sebenarnya digunakan untuk menjerat orang-
orang yang melakukan pembalakan liar di hutan dan merugikan negara namun kerapkali
salah sasaran. Hal ini dapat kita lihat pada kasus nenek Asyani tersebut. Nenek Asyani

8
yang mengambil kayu jati dari lahannya sendiri dikenai hukuman karena pihak perhutani
mengklaim bahwa kayu yang diambil tersebut adalah milik perhutani. Bahkan nenek
Asyani memnggunakan kayu-kayu itu untuk memenuhi kebutuhannya, bukan untuk
mengambil keuntungan dari pihak lain atau bahakn merugikan banyak pihak. Namun,
pada kenyataanya, para penegak hukum dalam menangani kasus tersebut tidak mau
menelusuri lebih lanjut tentang pengujian pembuktian kepemilikan kayu atau batas
lahannya. Mereka hanya melakukan pengujian dengan mata telanjang.
Hal ini membuktikan bahwa sering kali penegakan hukum di indonesia memandang
pelaku dari status sosialnya dan hanya ingin mengambil keuntungan sendiri. Sebagai
negara hukum seharusnya Indonesia bisa menegakkan keberadaan dan keadilan.
Meskipun pelaku atau korban memiliki jabatan yang tinggi, pihak penegak hukum
seharusnya tetap menegakkan keadilan dalam menangani sebuah kasus. Namun pada
praktiknya Indonesia belum bisa memberikan keadilan untuk masyarakat kecil.

BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari kasus nenek Asyani tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku penegak hukum di indonesia
tidak tegas dan belum bisa menjunjung keadilan. Hal tersebut dapat dilihat dari tindakan hakim
pada persidangan yang hanya memihak salah satu pihak serta memandang status sosial pelaku serta
menjadikan kasus ini sebagai ajang pencitraan para politikus. Ini menunjukkan bahwa rakyat kecil
acap kali dijadikan alat legitimasi dan permainan politik. Elit kurang peduli pada substansi dan
advokasi persoalan hukum yang dihadapi masyarakat bawah. Mereka hanya tertarik pada kemasan
dan menjadikannya sebagai isu politik untuk mendulang keuntungan.

3.2 SARAN

Sebagai negara hukum, seharusnya Indonesia mampu menegakkan keadilan hukum. Bahkan
peraturan mengenai keadilan hukum tersebut sudah tertera di dalam UUD 1945 dan pancasila.
Penegakan yang dilakukan seharusnya tidak memandang status masyarakat dan dilakukan seadil-
adilnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Diah Kusumawati, Utami. 2015. Cerita Pilu Nenek Asyani yang Terancam Penjara Lima Tahun,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150312224521-20-38810/cerita-pilu-nenek-asiani-
yang-terancam-penjara-lima-tahun, diakses pada 15 oktober pukul 14.06.
Firdaus, Helmi. 2015. Nenek Asyani Dinyatakan Bersalah,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150423151941-12-48782/nenek-asiani-dinyatakan-
bersalah, diakses pada 15 oktober pukul 14.42.
Fausi, H. Achmad. 2020. Nenek Asyani dan Hukum yang Ringkih, https://www.pa-
penajam.go.id/informasi-pengadilan/369-nenek-asyani-dan-hukum-yang-ringkih-21-9, diakses
pada 16 oktober pukul 20.52.
W. Dewantara, Agustinus. 2018. file:///C:/Users/User/Downloads/PRISKILA
%20PANCASILA.pdf, Filsafat Pancasila “Seorang Nenek yang Berusia 67 Tahun Dituduh
Mencuri Kayu, Madiun, diakses pada 16 Oktober pukul 21.35
Annisa Suryasumirat, Ratu. 2019. Agar Kasus Nenek Asyani yang Dituduh Mencuri Kayu Tidak
Terulang, https://m.liputan6.com/news/read/3921297/agar-kasus-nenek-asyani-yang-dituduh-
mencuri-kayu-tidak-terulang, diakses pada 22 oktober 16.45
Anonym. 2015. 2 Kontroversi Barang Bukti Nenek Asyani,
https://nasional.tempo.co/read/660748/2-kontroversi-barang-bukti-nenek-asyani, diakses pada
22 oktober pukul 17.37.

10

Anda mungkin juga menyukai