Guru Pembimbing
Yulia Resti, S.Pd
Disusun Oleh:
1. Annisa Agustin Satrianti
2. Delma Lista Lestari
3. Jesika
4. Nafisa Aprilia
5. Puspa Sari
6. Sevin Shinta Nuria Asih
7. Angel Nofita Sari
1
2
KATA PENGANTAR
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan
guna memperbaiki pembuatan makalah di waktu yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi yang menulis dan khususnya untuk pembaca.
Penyusun
Penulis
i
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah...................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulis........................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul nenek moyang Indonesia?
2. Bagaimana teori asal usul nenek moyang di Indonesia?
3. Bagaimana jalur rempah di Indonesia?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
tahun 1892, beberapa meter dari situ ditemukan sebuah geraham lagi dan sebuah
tulang paha kiri.
Untuk membedakan apakah fosil itu, fosil manusia atau kera, E.Dubois
memperkirakan isi atau volume otaknya. Volume otak dari fosil yang ditemukan
itu, diperkirakan 900 cc. Manusia biasa memiliki volume otak lebih dari 1000 cc,
sedangkan jenis kera yang tertinggi hanya 600 cc. Jadi, fosil yang ditemukan di
Trinil merupakan makhluk di antara manusia dan kera. Bentuk fisik dari makhluk
itu ada yang sebagian menyerupai kera, dan ada yang menyerupai manusia. Oleh
karena bentuk yang demikian, maka E. Dubois memberi nama Pithecanthropus
Erectus artinya manusia-kera yang berjalan tegak (pithekos = kera, anthropus =
manusia, erectus = berjalan tegak). Jika makhluk ini kera, tentu lebih tinggi
tingkatnya dari jenis kera, dan jika makhluk ini manusia harus diakui bahwa
tingkatnya lebih rendah dari manusia (Homo Sapiens).
Sebelum menemukan fosil tempurung kepala (cranium) dan tulang paha
tengah(femur), Dubois memulai pencariannya dengan berlandaskan pada tiga
teori. Ketiga dasar teori tersebut selain digunakan sebagai acuan akademik
sekaligus untuk meyakinkan pemerintah kolonial Belanda, bahwa
pencarian missing link dalam mempelajari evolusi manusia penting
bagiperkembangan ilmu pengetahuan. Ingat! Pada masa itu Indonesia masih
berada dalam kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Walau begitu, ada juga kegagalan Dubois yang dalam kaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan menjadi bermakna. Salah satu kelemahan teori
Dubois adalah di missing link, yang menyebutkan mata rantai keramanusia telah
terjawab dengan ditemukannya “java man”. Pendapat itu keliru karena penemuan-
penemuan selanjutnya fosil manusia purba di Sangiran(Jawa Tengah), Mojokerto
(Jawa Timur), juga di Cina dan Tanzania ternyata jauh lebih tua sekitar 500.000
sampai 750.000 tahun dibanding temuannya.
Selain itu, ada kesalahan teori Dubois mengenai volume otak yang
meningkat 2 kali lipat sebanding dengan peningkatan ukuran tubuh. Menurut
Dubois volume otak fosil “java man” sekitar 700 cc, kurang lebih setengah dari
volume otak manusia modern yang sekitar 1.350 cc. Teori tersebut runtuh karena
volume otak “java man” berdasarkan penghitungan yanglebih akurat adalah
3
sekitar 900 cc. Sebagai pembanding pada kera besar yang ada sekarang, simpanse
misalnya, volume otaknya sekitar 400 cc. “Java man” terlalu pandai untuk
mengisi missing link kera-manusia, ia lebih tepat disebut manusia purba.
Penemuan fosil manusia purba yang telah dilakukan oleh Dubois pada akhirnya
mendorong penemuan-penemuan selanjutnya yang dilakukan oleh para peneliti
lainnya. Pada tahun 1907-1908, dilakukan upaya penyelidikandan penggalian
yang dipimpin oleh Selenka di daerah Trinil (Jawa Timur). Penggalian yang
dilakukan oleh Selenka memang tidak berhasil menemukan fosil manusia. Akan
tetapi upaya penggaliannya telah berhasil menemukan fosil-fosil hewan dan
tumbuh-tumbuhan yang dapat memberikan dukungan untuk menggambarkan
lingkungan hidup manusiaPithecanthropus.
G.H.R von Koenigswald mengadakan penelitian dari tahun 1936 sampai
1941 di daerah sepanjang Lembah Sungai Solo. Pada tahun 1936 Koenigswald
menemukan fosil tengkorak anak-anak di dekat Mojokerto. Dari gigi tengkorak
tersebut, diperkirakan usia anak tersebut belum melebihi 5 tahun. Kemungkinan
tengkorak tersebut merupakan tengkorak anak dari Pithecanthropus Erectus, tetapi
von Koenigswald menyebutnya Homo Mojokertensis. Pada tahun-tahun
selanjutnya, von Koenigswald banyak menemukan bekas-bekas manusia
prasejarah, di antaranya bekas-bekas Pithecanthropus lainnya. Di samping itu,
banyak pula didapatkan fosil-fosil binatang menyusui. Berdasarkan atas fauna
(dunia hewan), von Koeningswald membagi diluvium Lembah Sungai Solo (pada
umumnya diluvium Indonesia) menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan Jetis (pleistosen
bawah), di atasnya terletak lapisan Trinil (pleistosen tengah) dan paling atas ialah
lapisan Ngandong (pleistosen atas).
Pada setiap lapisan itu ditemukan jenis manusia purba. Pithecanthropus
Erectuspenemuan E. Dubois terdapat pada lapisan Trinil, jadi dalam
lapisan pleistosen tengah.Pithecanthropus lainnya ada yang di pleistosen
tengah dan ada yang di pleistosen bawah. Di plestosen bawah terdapat fosil
manusia purba yang lebih besar dan kuat tubuhnya daripada Pithecanthropus
Erectus, dan dinamakan Pithecanthropus Robustus. Dalam lapisan pleistosen
bawah terdapat pula Homo Mojokertensis, kemudian disebut pula
Pithecanthropus Mojokertensis. Jenis Pithecanthropus memiliki tengkorak yang
4
tonjolan keningnya tebal. Hidungnya lebar dengan tulang pipi yang kuat dan
menonjol. Mereka hidup antara 2 setengah sampai 1 setengah juta tahun yang
lalu. Hidupnya dengan memakan tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Pithecanthropus masih hidup berburu dan mengumpulkan makanan.
Mereka belum pandai memasak, sehingga makanan dimakan tanpa dimasak
terlebih dahulu. Sebagian mereka masih tinggal di padang terbuka, dan ada yang
tewas dimakan binatang buas. Oleh karenanya, mereka selalu hidup secara
berkelompok. Pada tahun 1941, von Koeningwald di dekat Sangiran Lembah
Sungai Solo juga, menemukan sebagian tulang rahang bawah yang jauh lebih
besar dan kuat dari rahang Pithecanthropus. Geraham-gerahamnya
menunjukkan corak-corak kemanusiaan, tetapi banyak pula sifat keranya. Tidak
ada dagunya. Von Koeningwald menganggap makhluk ini lebih tua
daripada Pithecanthropus. Makhluk ini ia beri nama Meganthropus
Paleojavanicus (mega = besar), karena bentuk tubuhnya yang lebih besar.
Diperkirakanhidup pada 2 juta sampai satu juta tahun yang lalu. Von Koenigswald
dan Wedenreich kembali menemukan sebelas fosil tengkorak pada tahun 1931-
1934 di dekat Desa Ngandong Lembah Bengawan Solo. Sebagian dari jumlah itu
telah hancur, tetapi ada beberapa yang dapat memberikan informasi bagi
penelitiannya. Pada semua tengkorak itu,tidak ada lagi tulang rahang dan giginya.
Von Koeningswald menilai hasil temuannya ini merupakan fosil dari makhluk
yang lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus, bahkan sudah
dapat dikatakan sebagai manusia. Makhluk ini oleh von Koeningswald
disebut Homo Soloensis (manusia dari Solo).
Pada tahun 1899 ditemukan sebuah tengkorak di dekat Wajak sebuah desa
yang tak jauh dari Tulungagung, Kediri. Tengkorak ini ini disebut Homo
Wajakensis. Jenis manusia purba ini tinggi tubuhnya antara 130 – 210 cm, dengan
berat badan kira-kira 30 – 150 kg. Mukanya lebar dengan hidung yang masih
lebar, mulutnya masih menonjol. Dahinya masih menonjol, walaupun tidak
seperti Pithecanthropus. Manusia ini hidup antara 25.000 sampai dengan 40.000
tahun yang lalu. Di Asia Tenggara juga terdapat jenis ini. Tempat-tempat temuan
yang lain ialah di Serawak (Malaysia Timur), Tabon (Filipina), juga di Cina
Selatan. Homo ini dibandingkan jenis sebelumnya sudah mengalami kemajuan.
5
Mereka telah membuat alat-alat dari batu maupuntulang. Untuk berburu mereka
tidak hanya mengejar dan menangkap binatang buruannya. Makanannya telah
dimasak, binatang-binatang buruannya setelah dikuliti lalu dibakar. Umbian-
umbian merupakan jenis makanan dengan cara dimasak. Walaupun masakannya
masih sangat sederhana, tetapi ini menunjukkan adanya kemajuan dalam cara
berpikir mereka dibandingkan dengan jenis manusia purba sebelumnya. Bentuk
tengkorak ini berlainan dengan tengkorakpenduduk asli bangsa Indonesia, tetapi
banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli benua Australia sekarang.
Menurut Dubois, Homo Wajakensis termasuk dalam golonganbangsa
Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan nantinya menurunkan bangsa-
bangsa asli di Australia. Menurut von Koenigswald, Homo Wajakensis seperti
juga Homo Solensis berasal dari lapisan bumi pleistosin atas dan mungkin sekali
sudah termasuk jenisHomo Sapiens, yaitu manusia purba yang sudah sempurna
mirip dengan manusia. Mereka telah mengenal penguburan pada saat meninggal.
Berbeda dengan jenis manusia purba sebelumnya, yang belum mengenal cara
penguburan.
Selain di Indonesia, manusia jenis Pithecanthropus juga ditemukan di
belahan dunia lainnya. Di Asia, Pithecanthropus ditemukan di daerah Cina, di
Cina Selatan ditemukanPithecanthropus Lautianensis dan di Cina Utara
ditemukan Pithecanthropus Pekinensis. Diperkirakan mereka hidup berturut-turut
sekitar 800.000 – 500.000 tahun yang lalu. Di Benua Afrika, fosil jenis
manusia Pithecanthropus ditemukan di daerah Tanzania, Kenya dan Aljazair.
Sedangkan di Eropa fosil manusia Pithecanthropus ditemukan di Jerman,
Perancis, Yunani, dan Hongaria. Akan tetapi, penemuan fosil
manusia Pithecanthropusyang terbanyak yaitu di daerah Indonesia dan Cina.
Di Australia Utara ditemukan fosil yang serupa dengan manusia
jenis Homo Wajakensis yang terdapat di Indonesia. Sebuah tengkorak kecil dari
seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan sebuah rahang atas dari manusia purba
yang ditemukan di Australia itu sangat mirip dengan manusia Wajak. Apabila
menilik peta Indonesia yang terbentuk pada masa glasial,memperlihatkan bahwa
pulau Jawa bersatu dengan daratan Asia dan bukan dengan Australia. Oleh karena
itu, diperkirakan manusia Wajak ini bermigrasi ke Australia dengan menggunakan
6
jembatan penghubung. Diduga mereka telah memiliki keterampilan untuk
membuat perahu serta mengarungi sungai dan lautan, sehingga akhirnya sampai di
daratan Australia.
Setelah masa penjajahan Belanda selesai, penelitian manusia purba
dilanjutkan oleh orang Indonesia sendiri. Pada tahun 1952 penelitian dimulai.
Penelitian ini terutama dilakukan oleh dokter dan geolog yang kebetulan harus
meneliti lapisan-lapisan tanah. Seorang dokter dari UGM yang mengkhususkan
dirinya pada penyelidikan tersebut adalahProf. Dr. Teuku Jacob. Dia memulai
penyelidikannya di daerah Sangiran. Penelitian ini kemudian meluas ke
Bengawan Solo.
Zaman sebelum manusia mengenal tulisan disebut zaman praaksara.
Manusia tersebut, yaitu meganthropus, pithecanthropus, dan homo. Jenis manusia
tersebut belum bisa dipastikan asli Indonesia atau pendatang. Berdasarkan
keserupaan artefak mesolithikum yang digunakan dengan artefak di Bacson-
Hoabinh, dapat diperkirakan bahwa mereka berasal dan Teluk Tonldn. (Bacson
Hoabinh terletak di Teluk Tonkin).
Menurut penyelidikan para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia bukan
asli dari Indonesia. Jenis manusia Homo Sapiens ini terbagi atas tiga subspesies
atau ras.
1. Ras Mongoloid: berkulit kuning, tinggi badan cukup, hidung menonjol
sedikit (tidak mancung, tetapi juga tidak pesek), menyebar ke Asia
Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
2. Ras Kaukasoid: berkulit putih, tinggi, badan jangkung, hidung mancung,
menyebar di Eropa dan Asia kecil (Timur Tengah).
3. Ras Negroid: berkulit hitam, bibir tebal, rambut keriting, menyebar di
Afrika, Australia, dan Iran.
7
wilayah Yunnan di Tiongkok Selatan. Mereka termasuk rumpun bangsa
Austronesia. Rumpun bangsa Austronesia terdiri atas dua subspesies/ras, yaitu ras
Mongoloid dan ras Austro Melanesoid. Mereka inilah nenek moyang bangsa
Indonesia sesungguhnya.
Berdasarkan jenis artefak yang ditemukan, para ahli memperkirakan nenek
moyang berasal dari Teluk Tankin yang melakukan migrasi ke daerah lain.Selain
berasal dari Teluk Tankin, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan
Asia yang berimigrasi ke Indonesia yang menyebabkan manusia purba di
Indonesia mengalami kepunahan. Jenis homo waja kensis yang menjadi penghuni
asli Indonesia yang menyebar kea rah Barat dan timur. Mereka yang menyebar ke
arah Barat dan Timur termasuk Austro Melansoid, mereka menetap di Sumatera
Timur. Dan yang arah Timur menetap di Papua, kepulauan Kei, pulau Seram, dan
Sulawesi Selatan. Adapun beberapa pendapat para ahli mengenai asal-usul Nenek
moyang Indonesia diantaranya adalah:
1. Von Hiene Geldern
Menurut Von Hiene Geldern, penduduk bangsa Indonesia sebelum nenek moyang
masuk ke Indonesia adalah Homo Wajakensis. Homo wajakensis yang tidak mau
berasimilasi berimigrasi menuju ke Timur dan akhirnya melahirkan penduduk
Asia Australia.
2. Mandaline Coloni
Sebelum nenek moyang bangsa Indonesia datang, di wilayah Indonesia sudah
berpenduduk suku nagrito dan suku weddoit. Kedua suku ini berasal dari Tonkin
yang menyebar ke Indonesia dan pulau-pulau di Pasifik. Pada saat nenek moyang
bangsa Indonesia datang, suku nagrito sudah punah. Namun suku weddoit masih
ada, diantaranya suku Sakai di Siak, suku Kubu di Jambi, dan suku Kubu di
Palembang.
8
4. Prof. Dr. H. Kern
Ilmuwan asal Belanda ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia.
Kern berpendapat bahwa bahasa – bahasa yang digunakan di kepulauan
Indonesia, Polinesia, Melanesia, Mikronesia memiliki akar bahasa yang sama,
yakni bahasa Austronesia. Kern menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berawal
dari satu daerah dan menggunakan bahasa Campa. Menurutnya, nenek-moyang
bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik menuju kepulauan
Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan bahasa
yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia, misalnya kata
“kampong” yang banyak digunakan sebagai kata tempat di Kamboja. Selain nama
geografis, istilah-istilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya.
Tetapi pendapat ini disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt berdasarkan
perbendaharaan bahasa Campa.
5. Moh. Yamin
Pendapat Moh. Yamin adalah bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
daerah Indonesia sendiri. Hal ini berdasarkan penemuan fosil-fosil dan artefak
manusia tertua di Indonesia.
9
karena bencana alam dan serangan suku bangsa lain maka mereka mulai bergerak
untuk berpindah. Nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kebudayaan kelautan
yang sangat baik, yakni sebagai penemu model asli perahu bercadik yang menjadi
ciri khas kapal- kapal bangsa Indonesia saat itu. Penduduk Austronesia yang
masih termasuk dalam wilayah kepulauan Nusantaraini kemudian menetap dan
akhirnya disebut bangsa Melayu Indonesia. Orang- orang inilah yang menjadi
nenek moyang langsung dari bangsa Indonesia sekarang. Para Ahli yang sepakat
dengan teori ini antara lain J.R. Logon, R.H Geldern, J.H.C Kern, dan J.R. Foster.
Dasar utama teori Yunan adalah ditemukannya kapak tua di wilayah Nusantara
yang memiliki ciri khas yang sama dengan kapak tua di wilayah Asia
Tenggara. Penemuan tersebut menandakan adanya proses migrasi manusia di
wilayah Asia Tenggara ke kepulauan di Nusantara. Adanya migrasi manusia
tersebut disebabkan karena faktor terdesak oleh bangsa yang lebih kuat.
Berdasarkan peristiwa tersebut, teori Yunanan menendakan ada tiga glombang
kedatangan tersebut, antara lain Proto Melayu, Deutro Melayu, dan
Melanosoid. Hal yang mendasari teori Yunan berikutnya adalah ditemukannya
kesamaan bahasa yang digunakan masyarakat di kepulauan Nusantara dengan
bahasa yang ada di kamboja, yakni bahasa Melayu Polinesia. Fenomena tersebut
menandakan bahwa orang- orang Kamboja berasal dari Yunan dengan cara
menyusuri Sungai Mekong. Arus migrasi atau perpindahan tersebut kemudian
diteruskan saat sebagian mereka melanjutkan pergerakan tersebut sampai ke
wilayah kepulauan di Nusantara. Jadi kesamaan bahasa Melayu dengan bahasa
Cham di Kamboja menandakan adanya hubungan dengan dataran Yunan. Teori
Yunan juga didukung oleh ahli dalam negeri bernama Moh. Ali yang menyatakan
bahwa teori asal-usul nenek moyang Indonesia adalah manusia yang berasal dari
Yunan. Hal tersebut didasari oleh adanya dugaan perpindahan atau migrasi orang-
orang di daerah Mongol ke selatan karena terdesak dengan bangsa- bangsa lain,
terutama bangsa yang lebih kuat atau berkuasa. Tiga gelombang perpindahan atau
migrasi dalam teori Yunan dijelaskan lebih detail seperti berikut ini:
a. Proto Melayu
Proto Melayu atau Melayu Tua adalah orang- orang Austronesia yang berasal dari
Asia yang pertama kali datang di kepulauan Nusantara sekitar tahun 1500
10
SM.Bangsa Proto Melayu ini memasuki wilayah nusantara dengan dua jalur,
yakni jalur barat melalui Malaysia-Sumatera dan jalur timur melalui Filipina –
Sulawesi.
Bangsa Proto Melayu ini memiliki kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan
manusia purba sebelumnya.Kebudayaan tersebutnya adalah batu baru atau disebut
juga zaman neolithikum yang pembuatan batunya sudah dihaluskan. Berdasarkan
penelitian Van Heekeren di Kalumpang atau daerah Sumatera utara, telah terjadi
perpaduan antara tradisi kapak persegi dan kapak lonjong.
Tradisi tersebut dibawa oleh orang-orang Autranesia yang datang dari arah Utara
atau melalui Filipina dan Sulawesi. Perlu Grameds ketahui bahwa anak keturunan
asli bangsa Proto Melayu adalah suku Dayak dan Suku Toraja yang masuk dalam
suku bangsa Indonesia.
b. Deutero Melayu
Bangsa Deutero Melayu atau Melayu Muda kemudian berhasil mendesak dan
akhirnya berasimilasi dengan bangsa pendahulunya, yakni bangsa proto Melayu.
Hal ini terjadi pada kurun waktu sekitar tahun 400-300 S, yakni gelombang kedua
nenek moyang bangsa Indonesia datang ke wilayah Nusantara.
Bangsa Melayu muda ini masuk ke Nusantara dengan jalur barat dengan
menempuh rute dari Yunan lebih tepatnya Teluk Tonkin, Vietnam, semenanjung
Malaysia, dan sampai akhirnya sampai di wilayah Nusantara. Bangsa ini telah
memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan bangsa pendahulunya (Proto
Melayu) karena sudah bisa menghasilkan barang-barang dari perunggu dan besi.
Contohnya kapak corong, kapak serpatu, dan bentuk- bentuk nekara. Selain
kebudayaan logam, bangsa ini juga sudah mulai mengembangkan kebudayaan
megalithikum. Contohnya membuat menhir atau tugu batu, dan unden berundak.
Keturunan bangsa Deutro melayu atau Melayu Muda ini adalah suku Jawa,
Melayu, dan Bugis yang termasuk dalam suku bangsa Indonesia.
c. Melanesoid
Bangsa Melanesoid mulai hadir juga di sekitar wilayah Papua pada akhir zaman
es 70.000 SM.
11
d. Bangsa Primitif
Sebelum masuknya kelompok- kelompok bangsa melayu (Proto Melayu dan
Deutro Melayu) di Nusantara, sebenarnya sudah ada kelompok manusia yang
telah lebih dulu tinggal di wilayah ini. Kelompok tersebut termasuk dalam bangsa
primitive dengan budaya yang masih sangat sederhana. Berikut ini rincian
penjelasan tentang bangsa primitif di Nusantara:
a). Manusia Pleistosen (Purba)
Manusia purba saat itu selalu hidup nomaden, alias berpindah-pindah tempat
dengan kemampuan yang sangat terbatas. Begitu pula dengan kebudayaan yang
mereka miliki sehingga corak hidup mereka tidak dapat diikuti kembali. Kecuali
pada beberapa aspek saja, seperti teknologinya yang masih sangat sederhana atau
disebut juga dengan istilah teknologi paleolitik.
b). Suku Wedoid
Sisa- sia kelompok dari suku Wedoid sampai saat ini sebenarnya masih ada, yakni
suku Sakai di Siak dan suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Kelompok
suku ini bertahan hidup dengan mengumpulkan hasil hutan dan berkebudayaan
dengan sederhana. Itulah sebabnya suku Wedoid sulit menyesuaikan diri dengan
masyarakat modern.
c). Suku Negroid
Di wilayah Indonesia sudah tidak ditemukan lagi dari sisa- sisa suku Negroid.
Namun masih ada di pedalaman Malaysia dan Filipina dari keturunan suku
Negroid ini. Suku yang masuk dalam suku ini adalah suku Semang di
Semenanjung Malaysia dan Suku Negrito di Filipina.
12
tersebut didasari pada hipotesis bahwa bangsa Melayu telah melewati proses
perkembangan budaya sebelumnya di wilayahnya. Jadi kesimpulannya, bangsa
Melayu asli di Nusantara yang akhirnya tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya tanpa adanya perpindahan ke wilayah tersebut. Teori Nusantara juga
didukung dengan penemuan adanya kesamaan bahasa Melayu dengan bahasa
Kamboja karena sebuah kebetulan. Kemudian penemuan Homo
Soloensis dan Homo Wajakensis di Pulau Jawa menjadi penanda bahwa keturunan
bangsa Melayu memiliki kompetensi berasal dari Jawa. Berdasarkan perbedaan
bahasa, hal tersebut terjadi karena bahasa bangsa Austronesia mengalami
perkembangan di daerah Nusantara tersebut dengan bahasa yang telah
berkembang di wilayah Asia tengah, yakni bahasa Indo-Eropa.
13
2.2.4 Teori Out Of Taiwan
Teori asal usul nenek moyang Indonesia ini hampir serupa dengan teori
sebelumnya. Teori Out Of Taiwan mengungkapkan bahwa asal-usul bangsa
Indonesia adalah berasal dari kepulauan Famosa atau wilayah Taiwan. Teori ini
rupanya didukung oleh ahli bernama Harry Truman Simanjuntak yang mendasari
atas argument pada teori ini. Dasar utama dari teori Out Of Taiwan yang pertama
adalah tidak adanya pola genetika yang sama antara kromosom manusia bangsa
Indonesia dengan manusia dari bangsa Tiongkok. Masih berdasarkan teori ini,
bahasa yang digunakan dan berkembang di nusantara adalah bahasa yang masuk
dalam rumpun bahasa Austranesia. Bahasa rumpun Austronesia ini digunakan
oleh para leluhur bangsa Indonesia, terutama yang menetap di Pulau Formosa.
Jadi dari segi bahasa sudah jelas bahwa orang-orang nusantara mengadopsi
budaya Autranesia dan mengembangkannnya hingga menjadi bangsa Indonesia
seperti saat ini.
14
selatan Tegal (Jawa Tengah) danRancah di sebelah timur Ciamis (Jawa Barat) yaitu
mastodon bumiayuensis (spesies gajah) dan rhinoceros sondaicus (spesies badak),
merupakan bukti bahwa terjadi migrasi dari Asia ke Indonesia. Proses migrasi yang
terjadi pada masa pleistosen inilah yang menyebabkan wilayahIndonesia mulai dihuni
oleh manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya
dalam menjalankan kehidupannya, manusia memerlukan manusia lain untuk
membantunya.Homo erectus dan homo wajakensis pernah tinggal dan hidup di
Indonesia. Namun ada yang menduga bahwa kedua jenis manusia purba tersebut
bukan nenek moyang bangsa Indonesia.Demikian pula dengan Austro Melanesoid
yang juga diragukan sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Berdasarkan ciri-ciri
fisik bangsa Indonesia terutama yang tinggi di kawasan Timur yaitu Austro
Melanesoid.Ciri-ciri fisiknya tinggi, berkulit agak gelap, hidung lebih mancung dan
berambut keriting. Adapun dugaan bahwa Austro Melanesoid sebagai nenek moyang
bangsa Indonesia.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nenek moyang bangsa Indonesia datang ke nusnatara melalui dua jalur
yakni jalur barat dan timur.Migrasi jalur barat di lakukan dari yunan ke
semenanjung Malaysia, Kalimantan, menuju Jawa dan Nusa
Tenggara. Penyebaran jalur timur di mulai dari Teluk Tonkin menyusuru pantai
asia timur menuju Taiwan , Filipina, Sulawesi, Maluku, papua, sampai australia .
Mereka datang secara bergelombang, gelombang pertama adalah bangsa prota
melayu yang datang membawa kebudayaan kapak persegi dan kapal bercadik
satu. Gelombang kedua adalah bangsa deutro melayu yang datang membawa
kebudayaan kapak lonjong dan kapal bercadik dua.
Sebelum kedua bangsa melayu tersebut datang ke nusantara da beberapa
suku primitive yang sudah terlebih dahulu menetap di nusantara.Oleh karna itu
saat bengsa melayu datang ke nusantara meraka melakukan proses kawin
mengawin dangan suku asli yang sudah mendiami nusantara terlebih dahulu.
Karna itu bangsa Indonesia sekarang adalah turunan dari bangsa deutro melayu,
prota melau, bangsa Melanesia dan bangsa primitive yang dulu mendiami
nusantara.
Dan padasaat itu keadaan geografis Indonesia yang luas memaksa mereka
untuk tinggal terpencar di seluruh wilayah nusantara yang sangat luas. Sehingga
mereka hidup sacara terisolasi dari suku bangsa yang lain.
3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca memberikan kritik dan
saran yang membangun karena penulis sadar dalam penulisan makalah ini terdapat
begitu banyak kekurangan. Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca
makalah ini kita semua dapat lebih memahami tentang Asal Usul Nenek Moyang dan
Jalur Rempah.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://fitrinuraenialhafidza.wordpress.com/2013/02/19/makalah-asal-usul-
penyebaran-dan-pengaruh-nenek-moyang-bangsa-indonesia/
http://www.artikelsiana.com/2014/09/persebaran-nenek-moyang-bangsa-
Indonesia.html#_
Mustafa Shodiq . 2006. Wawasan Sejarah 1 Indonesia dan Dunia. Solo : Tiga
Serangkai
Mustopo Habib. 2007. Sejarah 1. Jakarta : Yudhistira
17