Tentang
MENELUSURI PERADABAN AWAK DI KEPULAUAN
INDONESIA
Di susun oleh:
AISYAH UMAYROH
ALYA ZALYANTI
AMALIA SYAFITRI
ARIF KURNIAWAN
AZURA AINI NOVALNI
CHRISTIAN SIDABUTAR
Di Bimbing oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya dalam pembuatan makalah Peradaban Awal Indonesia.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..................................................................................................25
B. Saran............................................................................................................25
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan Sebelum Mengenal Tulisan?
2. Bagaimana Terbentuknya kepulauan Indonesia?
3. Mengenal Manusia purba?
4. Apa asal usul pesebaran nenek moyang di indonesia?
5. Bagaimana hidup masyarakat praaksara ?
6. Bagaimana perkembangan teknolgi?
C. Tujuan
1. Mengetahui kehidupan Sebelum Mengenal Tulisan
2. Mengetahui Terbentuknya kepulauan Indonesia
3. Mengetahui Manusia purba di Indonesia
4. Mengetahui asal-usul pesebaran nenek moyang di indonesia
5. Mengetahui kehidupan masyarakat aksara.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Memahami Teks
Sebelum mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan perkembangan kehidupan dan
kebudayaan zaman pra-aksara, perlu kamu ketahui lebih dalam apa yang dimaksud zaman
praaksara. Pra-aksara adalah istilah baru untuk menggantikan istilah prasejarah. Penggunaan
istilah prasejarah untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat
belum mengenal tulisan adalah kurang tepat. Pra berarti sebelum dan sejarah adalah sejarah
sehingga prasejarah berarti sebelum ada sejarah. Sebelum ada sejarah berarti sebelum ada
aktivitas kehidupan manusia. Dalam kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk
yang dinamakan manusia sudah memiliki sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh
karena itu, para ahli mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan istilah prasejarah.
Pra-aksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti
tulisan. Dengan demikian zaman pra-aksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah pra-aksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa
dan leka berarti tulisan. Karena belum ada tulisan maka untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil
kebudayaan manusia adalah dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang dapat kita temukan.
Kapan waktu dimulainya zaman pra-aksara? Kapan zaman pra-aksara itu berakhir? Zaman pra-
aksara dimulai sudah tentu sejak manusia ada, itulah titik dimulainya masa praaksara. Zaman
pra-aksara berakhir setelah manusianya mulai mengenal tulisan. Pertanyaan yang sulit untuk
dijawab adalah kapan tepatnya manusia itu mulai ada di bumi ini sebagai pertanda dimulainya
zaman pra-aksara?. Sampai sekarang para ahli belum dapat secara pasti menunjuk waktu kapan
mulai ada manusia di muka bumi ini. Tetapi yang jelas untuk menjawab pertanyaan itu kamu
perlu memahami kronologi perjalanan kehidupan di permukaan bumi yang rentang waktunya
sangat panjang. Bumi yang kita huni sekarang diperkirakan mulai terjadi sekitar 2.500 juta tahun
yang lalu.
Bagaimana kalau kita ingin melakukan kajian tentang kehidupan zaman pra-aksara?
Untuk menyelidiki zaman praaksara, para sejarawan harus menggunakan metode penelitian ilmu
arkeologi dan juga ilmu alam seperti geologi dan biologi. Ilmu arkeologi adalah bidang ilmu
yang mengkaji bukti-bukti atau jejak tinggalan fisik, seperti lempeng artefak, monumen, candi
dan sebagainya. Berikutnya menggunakan ilmu geologi dan percabangannya, terutama yang
berkenaan dengan pengkajian usia lapisan bumi, dan biologi berkenaan dengan kajian tentang
ragam hayati (biodiversitas) makhluk hidup.
Mengingat jauhnya jarak waktu masa pra-aksara dengan kita sekarang, maka tidak jarang
orang mempersoalkan apa perlunya kita belajar tentang zaman pra-aksara yang sudah lama
ditinggalkan oleh manusia modern. Tetapi pandangan seperti ini sungguh menyesatkan, sebab
tentu ada hubungannya dengan kekinian kita. Beberapa di antaranya akan dikemukakan berikut
ini.
Data etnografi yang menggambarkan kehidupan masyarakat pra-aksara ternyata masih
berlangsung sampai sekarang. Entah itu pola hunian, pola pertanian subsistensi, teknologi
tradisional dan konsepsi kepercayaan tentang hubungan harmoni antara manusia dan alam,
bahkan kebiasaan memiara hewan seperti anjing dan kucing di lingkungan manusia modern
perkotaan. Demikian pula kebiasaan bertani merambah hutan dengan motode ‘tebang lalu bakar’
(slash and burn) untuk memenuhi kebutuhan secukupnya masih ada hingga kini. Namun,
kebiasaan merambah hutan dan hidup berpindah-pindah pada masa lampau tidak menimbulkan
malapetaka asap yang mengganggu penerbangan domestik. Selain itu, juga mengganggu bandara
negara tetangga Singapura dan Malaysia seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Teknologi
manusia modernlah yang mampu melakukan perambahan hutan secara besar-besaran, entah itu
untuk perkebunan atau pertambangan, dan permukiman real estate sehingga menimbulkan
malapetaka kabut asap dan kerusakan lingkungan.
2. Memahami Teks
Ada banyak teori dan penjelasan tentang penciptaan bumi, mulai dari mitos sampai
kepada penjelasan agama dan ilmu pengetahuan. Kali ini kamu belajar sejarah sebagai cabang
keilmuan, pembahasannya adalah pendekatan ilmu pengetahuan, yakni asumsi-asumsi ilmiah,
yang kiranya juga tidak perlu bertentangan dengan ajaran agama. Salah satu di antara teori
ilmiah tentang terbentuknya bumi adalah Teori “Dentuman Besar” (Big Bang), seperti
dikemukaan oleh sejumlah ilmuwan, seperti ilmuwan besar Inggris, Stephen Hawking. Teori ini
menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi seluruh ruang
jagad raya. Jika digunakan teleskop besar Mount Wilson untuk mengamatinya akan terlihat
ruang jagad raya itu luasnya mencapai radius 500.000.000 tahun cahaya. Gumpalan gas itu suatu
saat meledak dengan satu dentuman yang amat dahsyat. Setelah itu, materi yang terdapat di alam
semesta mulai berdesakan satu sama lain dalam kondisi suhu dan kepadatan yang sangat tinggi,
sehingga hanya tersisa energi berupa proton, neutron dan elektron, yang bertebaran ke seluruh
arah.
Selanjutnya proses evolusi alam semesta itu memakan waktu kosmologis yang sangat lama
sampai berjuta tahun. Terjadinya evolusi bumi sampai adanya kehidupan memakan waktu yang
sangat panjang. Ilmu paleontologi membaginya dalam enam tahap waktu geologis. Masing-
masing ditandai oleh peristiwa alam yang menonjol, seperti munculnya gunung-gunung, benua,
dan makhluk hidup yang paling sederhana. Sedangkan proses evolusi bumi dibagi menjadi
beberapa periode sebagai berikut.
1. Azoikum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada
saat ini bumi baru terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu miliar
tahun lalu.
2. Palaezoikum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah meninggalkan fosil flora dan
fauna. Berlangsung kira-kira 350.000.000 tahun.
3. Mesozoikum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini hewan mamalia (menyusui), hewan
amfibi, burung dan tumbuhan berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.
4. Neozoikum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak 60.000.000 tahun yang lalu.
Zaman ini dapat dibagi lagi menjadi dua tahap (Tersier dan Quarter). Zaman es mulai menyusut
dan makhluk-makhluk tingkat tinggi dan manusia mulai hidup.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, sejarah di Kepulauan Indonesia terbentuk melalui
proses yang panjang dan rumit. Sebelum bumi didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi
tumbuhan flora dan fauna yang masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus menjalani
evolusi terus-menerus untuk menemukan keseimbangan agar mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan kondisi alam dan iklim, sehingga makhluk hidup dapat bertahan dan berkembang biak
mengikuti seleksi alam.
Homo sapiens artinya ‘manusia sempurna’ baik dari segi fisik, volume otak maupun
postur badannya yang secara umum tidak jauh berbeda dengan manusia modern. Kadang-kadang
Homo sapiens juga diartikan dengan ‘manusia bijak’ karena telah lebih maju dalam berpikir dan
menyiasati tantangan alam. Bagaimanakah mereka muncul ke bumi pertama kali dan kemudian
menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini? Para ahli paleoanthropologi
dapat melukiskan perbedaan morfologis Homo sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus.
Rangka Homo sapiens kurang kekar posturnya dibandingkan Homo erectus. Salah satu alasannya
karena tulang belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo erectus.
Beberapa spesimen (penggolongan) manusia Homo sapiens dapat dikelompokkan sebagai
berikut,
1. Manusia Wajak Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan di
Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern
awal dari akhir Kala Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van
Rietschoten di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat
Tulungagung, Jawa Timur. Sartono Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang temuan itu, berupa
tengkorak, termasuk fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Temuan Wajak itu
adalah Homo sapiens. Mukanya datar dan lebar, akar hidungnya lebar dan bagian mulutnya
menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas matanya ada busur kening nyata. Tengkorak
ini diperkirakan milik seorang perempuan berumur 30 tahun dan mempunyai volume otak 1.630
cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890 di tempat yang sama. Temuan berupa
fragmen-fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang
kering. Pada tengkorak ini terlihat juga busur kening yang nyata. Pada tengkorak laki-laki
perlekatan otot sangat nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah besar dengan gigigigi
yang besar pula. Kalau menutup gigi muka atas mengenai gigi muka bawah. Dari tulang
pahanya dapat diketahui bahwa tinggi tubuhnya kira-kira 173 cm. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa manusia wajak bertubuh tinggi dengan isi tengkorak yang besar. Wajak sudah
termasuk Homo sapiens, jadi sangat berbeda ciri-cirinya dengan Pithecanthropus. Manusia
Wajak mempunyai ciri-ciri baik Mongoloid maupun Austromelanesoid. Diperkirakan dari
manusia Wajak inilah sub-ras Melayu Indonesia dan turut pula berevolusi menjadi ras
Austromelanesoid sekarang. Hal itu dapat dilihat dari ciri tengkoraknya yang sedang atau agak
lonjong itu berbentuk agak persegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang.
Muka cenderung lebih Mongoloid, oleh karena sangat datar dan pipinya sangat menonjol ke
samping. Beberapa ciri lain juga memperlihatkan ciri-ciri kedua ras di atas. Temuan Wajak
menunjukkan pada kita bahwa sekitar 40.000 tahun yang lalu Indonesia sudah didiami oleh
Homo sapiens yang rasnya sukar dicocokkan dengan ras-ras pokok yang terdapat sekarang,
sehingga manusia Wajak dapat dianggap sebagai suatu ras tersendiri. Manusia Wajak tidak
langsung berevolusi dari Pithecanthropus, tetapi mungkin tahapan Homo neanderthalensis yang
belum ditemukan di Indonesia ataupun dari Homo neanderthalensis di tempat Pithecanthropus
erectus ataupun satu ras yang mungkin berevolusi ke arah Homo yang ditemukan di Indonesia.
Manusia Wajak itu tidak hanya mendiami Kepulauan Indonesia bagian Barat saja, akan tetapi
juga di sebagian Kepulauan Indonesia bagian Timur. Ras Wajak ini merupakan penduduk Homo
sapiens yang kemudian menurunkan ras-ras yang kemudian kita kenal sekarang. Melihat ciri-ciri
Mongoloidnya lebih banyak, maka ia lebih dekat dengan sub-ras Melayu-Indonesia.
Hubungannya dengan ras Australoid dan Melanesoid sekarang lebih jauh, oleh karena kedua
sub-ras ini baru mencapai bentuknya yang sekarang di tempatnya yang baru. Mungkin juga ras
Austromelanesoid yang dahulu berasal dari ras Wajak.
2. Manusia Liang Bua Pengumuman tentang penemuan manusia Homo floresiensis pada
tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisasisa manusia ditemukan di sebuah gua
Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah gua permukiman di
Flores. Liang Bua bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang dingin. Sebuah gua
yang sangat lebar dan tinggi dengan permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim
yang nyaman bagi manusia pada masa praaksara. Hal itu bisa dilihat dari kondisi lingkungan
sekitar gua yang sangat indah, yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar di
depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal dari akhir masa
Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang diharapkan dapat menyibak asal usul manusia di
Kepulauan Indonesia.
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa standar zoologis tidak dimungkinkan memisahkan
Pithecantropus erectus dan Sinanthropus pekinensis dengan genus yang berbeda dengan manusia
modern. Pithecanthropus adalah satu tahapan dalam proses evolusi ke arah Homo sapiens dengan
kapasitas tengkorak yang kecil. Karena itulah perbedaan itu hanya perbedaan species bukan
perbedaan genus. Dalam pandangan ini maka Pithecanthrotus erectus harus diletakkan dalam
genus Homo, dan untuk mempertahankan species aslinya, dinamakan Homo erectus. Maka
berakhirlah debat panjang mengenai Pithecanthropus dari Dubois dalam sejarah perkembangan
manusia yang berjalan puluhan tahun. Saat ini Pithecanthropus diterima sebagai hominid dari
Jawa, bagian dari Homo erectus.
C. Asal Usul Pesebaran Nenek Moyang
Berlandaskan ketiga dasar teori tersebut dan setelah mendapat dukungan dari pemerintah Hindia
Belanda, maka Dubois memulai usaha pencariannya. Keberhasilan kedua adalah ditemukannya
fosil “java man” atau Pithecanthropus Erectus,sekarang lebih dikenal dengan nama Homo
Erectus di Trinil (Jawa Timur). Saat ini Homo Erectus dipercaya merupakan salah satu kerabat
dekat manusia modern (Homo Sapiens). Berdasarkan analisis para ahli dari Berkeley dengan
menggunakan metode mutakhir argon-40/argon-39 (laser-incremental heating analysis), diduga
umur fosil tersebut sekitar 1 juta tahun. Hasil pengukuran yang melibatkan tim peneliti dari
Indonesia itu, pernah dipublikasi dalam majalah ilmiah bergengsi Science vol. 263 (1994).
penduduk asli bangsa Indonesia, tetapi banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli benua
Australia sekarang. Menurut Dubois, Homo Wajakensis termasuk dalam golongan bangsa
Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan nantinya menurunkan bangsa-bangsa asli di
Australia. Menurut von Koenigswald, Homo Wajakensis seperti juga Homo Solensisberasal dari
lapisan bumi pleistosin atas dan mungkin sekali sudah termasuk jenis Homo Sapiens, yaitu
manusia purba yang sudah sempurna mirip dengan manusia. Mereka telah mengenal penguburan
pada saat meninggal. Berbeda dengan jenis manusia purba sebelumnya, yang belum mengenal
cara penguburan.
Di Australia Utara ditemukan fosil yang serupa dengan manusia jenis Homo Wajakensis yang
terdapat di Indonesia. Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan
sebuah rahang atas dari manusia purba yang ditemukan di Australia itu sangat mirip
dengan manusia Wajak. Apabila menilik peta Indonesia yang terbentuk pada masa glasial,
memperlihatkan bahwa pulau Jawa bersatu dengan daratan Asia dan bukan dengan Australia.
Oleh karena itu, diperkirakan manusia Wajak ini bermigrasi ke Australia dengan menggunakan
jembatan penghubung. Diduga mereka telah memiliki keterampilan untuk membuat perahu serta
mengarungi sungai dan lautan, sehingga akhirnya sampai di daratan Australia.
Setelah masa penjajahan Belanda selesai, penelitian manusia purba dilanjutkan oleh orang
Indonesia sendiri. Pada tahun 1952 penelitian dimulai. Penelitian ini terutama dilakukan oleh
dokter dan geolog yang kebetulan harus meneliti lapisan-lapisan tanah. Seorang dokter dari
UGM yang mengkhususkan dirinya pada penyelidikan tersebut adalah Prof. Dr. Teuku
Jacob.Dia memulai penyelidikannya di daerah Sangiran. Penelitian ini kemudian meluas ke
Bengawan Solo.
Berbagai jenis ras diperkiraan berasal dari asia tengah hal tersebut didasarkan atas
penemuan tulang belulang kuno. Contohnya Papua Melanosoid, Europoid, Mongoloid, dan
Austroloid. Dari percampuran mereka lahirlah bangsa melayu yang menyebar melalui sungai dan
lembah kedaerah pantai dikarenakan adanya wabah penyakit , ke teluk Tonkin lalu indo cina
menyebar ke Kamboja, Muang Thai yang kemudian menjadi bangsa Austroasia. Yang kemudian
mereka munuju kepulaan dan kemudian menjadi bangsa Austronesia.Bangsa Thailand Selatan,
Singapura, Indonesia, Brunei, dan Philipina Selatan memiliki kesamaan terhadap bangsa cina di
sebelah timur dan bangsa India di sebelah barat
Oleh karena itu ada kesamaan istilah ,bahasa,nama hewan dan tumbuhan,jadi bangsa pendukung
bahasa Austronesia itu berasal dari daerah campa.cochin china,dan kamboja dan daerah di sekitar
pantai , namun wilayah itu bukanlah penduduk asli.tempat asal mereka berada di daerah yang
jauh lebih tinggi.
Hornell yang mengadakan penyelidikan terhadap jenis-jenis perahu di Nusantara dan negar-
negara disekitarnya menyimpulkan bahwa perahu bercadik adalah perahu khas bangsa Indonesia.
Di India selatan ada beberapa suku yang menurut corak kebudayaan dan fisiknya banyak
menyerupai orang Indonesia. Diantaranya suku terkenal sebagai penyelam mutiara di teluk
Manar. Mereka juga menggunakan perahu bercadik, sedangkan suku Shanar kehidupannya
terutama dari perkebunan kelapa. Tanaman kelapa tersebut diperkirakan berasal dari Indonesia
melalui Srilangka.
Pada kehidupan berburu dan meramu pada tahap awal, penguasaan manusia terhadap teknologi
masih sangat sederhana dan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia pada saat itu.
Setelah manusia menetap di goa-goa, mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan
daya imajinasinya dan keterampilan membuat alat-alat.
Pembuatan alat-alat dari bahan batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan masih sangat sederhana
dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya fisik pada saat itu berupa alat-alat dari
batu oleh para ahli dianggap sebagai tahap awal dari manusia menguasai satu bentuk teknologi
sederhana yang disebut teknologi paleolitik. Di Indonesia, alat-alat yang terbuat dari batu dengan
berbagai bentuk itu dikelompokkan dalam dua tradisi kapak perimbas dan tradisi alat serpih.
Pada tingkat permulaan budaya, manusia membuat alat-alat yang sangat sederhana dan bahannya
dari batu, tulang, duri ikan, dan kayu. Alat-alat yang terbuat dari bahan kayu sukar ditemukan
bekas-bekasnya karena kayu tidak tahan lama. Alat-alat dari zaman prasejarah itu mula-mula
ditemukan di atas permukaan tanah, sehingga para peneliti tidak dapat memastikan pada lapisan
manakah asal alat-alat tersebut.
Dalam sistem berburu dan meramu ini diutamakan cara-cara memburu dan menangkap hewan
dengan alat-alat yang diciptakan secara sederhana. Alat- alat perburuan yang memainkan
peranan penting pada masa itu, tetapi tidak dapat ditemukan kembali karena telah musnah,
misalnya gada dari kayu atau tulang, tombak kayu dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain
dengan membuat jebakan berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring hewan buruan ke
arah jurang yang terjal. Perburuan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dan
hasilnya dibagi bersama. Kelompok berburu terdiri dari keluarga kecil, yaitu orang laki-laki
melakukan perburuan dan para perempuan mengumpulkan makanan (tumbuh-tumbuhan). Di
samping itu, para perempuan juga memelihara anak-anak. Peranan para perempuan penting
sekali dalam memilih (seleksi) tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan membimbing anak-
anak dalam meramu makanan. Setelah ditemukan penggunaan api, maka perempuan menemukan
cara-cara memasak makanan, memperluas pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuh-tumbuhan
yang dapat dimakan dan cara memasaknya.
Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari batu ini digolongkan menjadi empat,
yaitu kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam awal. Kapak
perimbas mempunyai ciri-ciri antara lain bagian tajamnya berbentuk cembung atau lurus dengan
memangkas satu sisi pinggiran batu dan kulit batu masih melekat dipermukaan. Kapak penetak
mempunyai ciri-ciri ketajamannya dibentuk liku-liku dengan cara penyerpihan yang dilakukan
berselang-seling pada kedua sisi ketajamannya. Pahat genggam mempunyai ciri-ciri tajamannya
berbentuk terjal mulai dari permukaan atas batu sampai pinggirannya dan dibuat juga dengan
cara penyerpihan. Kapak genggam awal mempunyai ciri-ciri bentuknya meruncing dan kulit batu
masih melekat pada pangkal alatnya serta tajamannya dibentuk melalui pemangkasan pada satu
permukaan batu.
Dari empat jenis utama kapak itu terdapat jenis-jenis lain dengan bentuk dan variasinya sendiri.
Hal itu terlihat, misalnya jenis kapak perimbas tipe setrika, kura-kura, dan serut samping di
daerah Punung, (Pacitan). Sementara itu, alat-alat serpih yang paling umum ditemukan
mempunyai ciri-ciri kerucut pukulnya menonjol dan dataran pukulnya lebar dan rata. Ciri-ciri itu
digolongkan ke dalam jenis-jenis alat serpih sederhana. Temuan-temuan alat serpih di Indonesia
juga menunjukkan variasinya, bahkan terdapat beberapa alat serpih yang menunjukkan teknik
pembuatannya yang lebih maju.
Perkakas-perkakas batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini
ditemukan tersebar dibeberapa tempat, terutama daerah-daerah yang banyak mengandung bahan
batuan yang cocok untuk pembuatan alat tersebut. Ini menunjukkan bahwa tradisi kapak
perimbas pada masa itu sudah digunakan hampir di seluruh Indonesia.
Ditemukan dua ribu alat batu di Kali Baksoko, kabupaten Pacitan, tempat penemuan itu
ditentukan sebagai kompleks kapak perimbas dengan sebutan Budaya pacitan. Semua jenis
kapak batu itu umumnya berbentuk besar dan cara pembuatannya kasar. Kulit batu masih
melekat pada permukaan alat dan tajamannya berliku atau bergerigi. Sementara itu, satu jenis
yang juga penting selain kapak perimbas adalah kapak genggam. Kapak genggam ini pada
umumnya dibuat secara kasar, tetapi terdapat beberapa kapak yang diserpih secara teliti dan lebih
halus berbentuk bulat atau lonjong.
Daerah penyebaran kapak perimbas ini adalah di daerah Punung, Gombong, jampang kulon, dan
Parigi (jawa). Di Sumatera kapak perimbas ditemukan di daerah Tambangsawah, Lahat, dan
Kalianda. Di Sulawesi kapak ini ditemukan di daerah Cabbenge. Di Bali kapak ini ditemukan di
daerah Sembiran dan Trunyan. Di Sumbawa kapak tersebut ditemukan di daerah Batutring. Di
Flores kapak tersebut ditemukan di daerah wangka, Soa, Maumere, dan mangeruda, dan di
Timor kapak perimbas ditemukan di daerah Atambua dan Ngoelbaki.
Jenis kapak perimbas ini juga ditemukan di negara-neara Asia yang lain, seperti Pakistan, Birma,
Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ada pula alat-alat serpih yang berukuran kecil
yang diduga digunakan sebagai pisau, gurdi atau penusuk. Dengan alat itu manusia purba dapat
mengupas, memotong dan mungkin juga menggali umbi-umbi.
Kapak genggam Sumatera atau pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera terutama di
daerah Lhok Seumawe, Tamiang, Binjai, di bukit-bukit kerang di Aceh, dan di Sangiran Jawa
Tengah. Bahan-bahan yang digunakan biasanya dari batu andesit yang dibuat melalui
pemangkasan satu sisi atau dua sisi. Para ahli menganggap bahwa kapak genggam Sumatera ini
mengikuti tradisi pembuatan kapak genggam di daratan Asia.
Dilihat dari cara pembuatannya, alat-alat batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu
tingkat awal digolongkan menjadi dua. Pertama, disebut tradisi batu inti, pembuatan alat
dilakukan dengan cara pemangkasan segumpal batu atau kerakal untuk memperoleh satu bentuk
alat, misalnya kapak perimbas, kapak genggam, atau kapak penetak. Kedua, disebut tradisi
serpih yaitu alat- alat batu yang dibuat dari serpihan atau pecahan-pecahan batu.
Alat-alat serpih ini ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau alat-alat batu lainnya
dan ditemukan secara terpisah. Di beberapa tempat seperti Sangiran (Jawa Tengah) atau di
Sagadat (Timor) alat-alat serpih menjadi unsur pokok perkembangan budaya masyarakat waktu
itu.
Tradisi alat serpih ini persebarannya juga luas. Di Jawa misalnya, alat serpih ditemukan di
daerah Punung, Gombong, Jampangkulon, Parigi, Sangiran, dan Ngandong. Sedangkan di
Sumatera, alat serpih hanya ditemukan di daerah Lahat. Di Sulawesi alat serpih tersebut
ditemukan juga di satu daerah Cabbenge. Di Sumbawa alat serpih tersebut ditemukan di daerah
Wangka, Soa, dan Mangeruda. Di Timor alat serpih tersebut ditemukan di daerah Atambua,
Ngoelbaki, Gassi Liu, dan Sagadat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba. Manusia
purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum
mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Jenis-jenis
manusia purba dibedakan dari zamannya yaitu zaman palaeolitikum, zaman mezolitikum, zaman
neolitikum, zaman megalitikum, zaman logam dibagi menjadi 2 zaman yaitu zaman perunggu
dan zaman besi. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah
Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitumanusia purba bertubuh besar tertua di Jawa
danPithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak.
Corak kehidupan prasejarah indonesia dilihat dari segi hasil kebudayaan manusia
prasejarah menghasilkan dua bentuk budaya yaitu : bentuk budaya yang bersifat spiritual dan
bersifat material; segi kepercayaan ada dinamisme dan animisme; pola kehidupan manusia
prasejarah adalah bersifat nomaden (hidup berpindah-pindah dan bersifat permanen (menetap);
sistem bercocok tanam/pertanian; pelayaran; bahasa; food gathering dan menjadi food
producing.
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan
manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka
sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di
Indonesia ada 2 yaitu:
o Homo Soloensis
o Homo Wajakensis
Hasil kebudayaan Homo sapiens adalah perkakas yang terbuat dari batu dan
zaman manusia mempergunakan perkakas dari batu disebut Zaman Batu. Zaman batu terbagi dua
tahap, yaitu: Zaman Batu Tua (paleolithikum) dan Zaman Batu Baru (Neolithikum).
B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://coreofcivilization.blogspot.com/2010/07/awal-peradaban-manusia.html
http://nationalgeographic.co.id/lihat/berita/121/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/02/gelombang-peradaban-manusia-dan-perkembangan-
tekhnologi-komunikasi-alvin-toffler/