Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Tentang
MENELUSURI PERADABAN AWAK DI KEPULAUAN
INDONESIA
 
 

Di susun oleh:

AISYAH UMAYROH
ALYA ZALYANTI
AMALIA SYAFITRI
ARIF KURNIAWAN
AZURA AINI NOVALNI
CHRISTIAN SIDABUTAR

Di Bimbing oleh:

ASMAWATI RANGKUTI S,Pd

SMA NEGERI 2 MERANTI

Tahun Ajaran 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya dalam pembuatan makalah Peradaban Awal Indonesia.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Meranti,20 Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sebelum Mengenal Tulisan........................................................................5


B. Terbentuknya Kepulauan Indonesia..........................................................8
C. Mengenal Manusia Indonesia....................................................................10
D. Asal-Usul Pesebaran Nenek Moyang.........................................................16
E. Corak Hidup Masyarakat Praaksara...........................................................20
F. Perkembangan Teknologi...........................................................................22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................25
B. Saran............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................26


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang            

            Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia.


Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks":
dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya
lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang
rumit dalam struktur hirarki sosial.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah
"peradaban" dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana
rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep dari
"peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari
kelompok tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata
krama, atau rasa".

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan Sebelum Mengenal Tulisan?
2. Bagaimana Terbentuknya kepulauan Indonesia?
3. Mengenal Manusia purba?
4. Apa asal usul pesebaran nenek moyang di indonesia?
5. Bagaimana hidup masyarakat praaksara ?
6. Bagaimana perkembangan teknolgi?

C. Tujuan
1. Mengetahui kehidupan Sebelum Mengenal Tulisan
2. Mengetahui Terbentuknya kepulauan Indonesia
3. Mengetahui Manusia purba di Indonesia
4. Mengetahui asal-usul pesebaran nenek moyang di indonesia
5. Mengetahui kehidupan masyarakat aksara.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sebelum Mengenal Tulisan


1.   Mengamati Lingkungan
            Coba kamu renungkan, apakah yang terjadi ketika tawuran anak-anak sekolah
berlangsung? Bukankah sering kali mereka saling melempar batu? Batu adalah senjata yang
paling awal digunakan umat manusia dalam mempertahankan hidupnya. Jadi, anak sekolah di
zaman modern ini — zaman yang bahkan dikatakan “era globalisasi”, ketika tiada lagi batas-
batas yang menghambat hubungan kebudayaan — ter nyata masih mempraktikkan tradisi
manusia purba pada masa pra-aksara. Bila kamu juga melakukan hal-hal seperti itu, maka kamu
masih pada tahapan peradaban masa pra-aksara. Untuk mengetahui apa, siapa, dan bagaimana
kehidupan manusia zaman pra-aksara kamu dapat mempelajari bacaan di berikut ini.
            Manusia purba tidak mengenal tulisan dalam kebudayaannya. Periode kehidupan ini
dikenal dengan zaman pra-aksara. Masa praaksara berlangsung sangat lama jauh melebihi
periode kehidupan manusia yang sudah mengenal tulisan. Oleh karena itu, untuk dapat
memahami perkembangan kehidupan manusia pada zaman pra-aksara kita perlu mengenali
tahapan-tahapannya.

2.   Memahami Teks
            Sebelum mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan perkembangan kehidupan dan
kebudayaan zaman pra-aksara, perlu kamu ketahui lebih dalam apa yang dimaksud zaman
praaksara. Pra-aksara adalah istilah baru untuk menggantikan istilah prasejarah. Penggunaan
istilah prasejarah untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat
belum mengenal tulisan adalah kurang tepat. Pra berarti sebelum dan sejarah adalah sejarah
sehingga prasejarah berarti sebelum ada sejarah. Sebelum ada sejarah berarti sebelum ada
aktivitas kehidupan manusia. Dalam kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk
yang dinamakan manusia sudah memiliki sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh
karena itu, para ahli mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan istilah prasejarah.
            Pra-aksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti
tulisan. Dengan demikian zaman pra-aksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah pra-aksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa
dan leka berarti tulisan. Karena belum ada tulisan maka untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil
kebudayaan manusia adalah dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang dapat kita temukan.
Kapan waktu dimulainya zaman pra-aksara? Kapan zaman pra-aksara itu berakhir? Zaman pra-
aksara dimulai sudah tentu sejak manusia ada, itulah titik dimulainya masa praaksara. Zaman
pra-aksara berakhir setelah manusianya mulai mengenal tulisan. Pertanyaan yang sulit untuk
dijawab adalah kapan tepatnya manusia itu mulai ada di bumi ini sebagai pertanda dimulainya
zaman pra-aksara?. Sampai sekarang para ahli belum dapat secara pasti menunjuk waktu kapan
mulai ada manusia di muka bumi ini. Tetapi yang jelas untuk menjawab pertanyaan itu kamu
perlu memahami kronologi perjalanan kehidupan di permukaan bumi yang rentang waktunya
sangat panjang. Bumi yang kita huni sekarang diperkirakan mulai terjadi sekitar 2.500 juta tahun
yang lalu.
            Bagaimana kalau kita ingin melakukan kajian tentang kehidupan zaman pra-aksara?
Untuk menyelidiki zaman praaksara, para sejarawan harus menggunakan metode penelitian ilmu
arkeologi dan juga ilmu alam seperti geologi dan biologi. Ilmu arkeologi adalah bidang ilmu
yang mengkaji bukti-bukti atau jejak tinggalan fisik, seperti lempeng artefak, monumen, candi
dan sebagainya. Berikutnya menggunakan ilmu geologi dan percabangannya, terutama yang
berkenaan dengan pengkajian usia lapisan bumi, dan biologi berkenaan dengan kajian tentang
ragam hayati (biodiversitas) makhluk hidup.
            Mengingat jauhnya jarak waktu masa pra-aksara dengan kita sekarang, maka tidak jarang
orang mempersoalkan apa perlunya kita belajar tentang zaman pra-aksara yang sudah lama
ditinggalkan oleh manusia modern. Tetapi pandangan seperti ini sungguh menyesatkan, sebab
tentu ada hubungannya dengan kekinian kita. Beberapa di antaranya akan dikemukakan berikut
ini.
            Data etnografi yang menggambarkan kehidupan masyarakat pra-aksara ternyata masih
berlangsung sampai sekarang. Entah itu pola hunian, pola pertanian subsistensi, teknologi
tradisional dan konsepsi kepercayaan tentang hubungan harmoni antara manusia dan alam,
bahkan kebiasaan memiara hewan seperti anjing dan kucing di lingkungan manusia modern
perkotaan. Demikian pula kebiasaan bertani merambah hutan dengan motode ‘tebang lalu bakar’
(slash and burn) untuk memenuhi kebutuhan secukupnya masih ada hingga kini. Namun,
kebiasaan merambah hutan dan hidup berpindah-pindah pada masa lampau tidak menimbulkan
malapetaka asap yang mengganggu penerbangan domestik. Selain itu, juga mengganggu bandara
negara tetangga Singapura dan Malaysia seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Teknologi
manusia modernlah yang mampu melakukan perambahan hutan secara besar-besaran, entah itu
untuk perkebunan atau pertambangan, dan permukiman real estate sehingga menimbulkan
malapetaka kabut asap dan kerusakan lingkungan.

B.  Terbentuknya Kepulauan Indonesia


1. Mengamati lingkungan
            Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk
kehidupan dan kepentingan hidup manusia. Di bumi ini hidup berbagai flora dan fauna serta
tempat bersemainya manusia dengan keturunannya. Di bumi ini kita bisa menyaksikan
keindahan alam, kita bisa beraktivitas dan berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup kita. Namun
harus dipahami bahwa bumi kita juga sering menimbulkan bencana. Sebagai contoh munculnya
aktivitas lempeng bumi yang kemudian melahirkan gempa bumi baik tektonis maupun vulkanis,
bahkan sampai menimbulkan tsunami. Sebagai contoh tentu kamu masih ingat bagaimana gempa
dan tsunami yang terjadi di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, di Papua dan beberapa di daerah
lain, termasuk beberapa gunung berapi meletus. Bencana tersebut telah mengakibatkan ribuan
nyawa hilang dan harta benda melayang.
            Fenomena alam yang terjadi itu merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas panjang
bumi kita sejak proses terjadinya alam semesta ratusan bahkan ribuan juta tahun yang lalu.
Proses tersebut secara geologis mengalami beberapa tahapan atau pembabakan waktu. Berikut
ini kita mencoba menelaah tentang pembabakan waktu alam secara geologis dan bagaimana
Kepulauan Indonesia terbentuk.

2.  Memahami Teks
            Ada banyak teori dan penjelasan tentang penciptaan bumi, mulai dari mitos sampai
kepada penjelasan agama dan ilmu pengetahuan. Kali ini kamu belajar sejarah sebagai cabang
keilmuan, pembahasannya adalah pendekatan ilmu pengetahuan, yakni asumsi-asumsi ilmiah,
yang kiranya juga tidak perlu bertentangan dengan ajaran agama. Salah satu di antara teori
ilmiah tentang terbentuknya bumi adalah Teori “Dentuman Besar” (Big Bang), seperti
dikemukaan oleh sejumlah ilmuwan, seperti ilmuwan besar Inggris, Stephen Hawking. Teori ini
menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi seluruh ruang
jagad raya. Jika digunakan teleskop besar Mount Wilson untuk mengamatinya akan terlihat
ruang jagad raya itu luasnya mencapai radius 500.000.000 tahun cahaya. Gumpalan gas itu suatu
saat meledak dengan satu dentuman yang amat dahsyat. Setelah itu, materi yang terdapat di alam
semesta mulai berdesakan satu sama lain dalam kondisi suhu dan kepadatan yang sangat tinggi,
sehingga hanya tersisa energi berupa proton, neutron dan elektron, yang bertebaran ke seluruh
arah.

            Ledakan dahsyat itu menimbulkan gelembung-gelembung alam semesta yang menyebar


dan menggembung ke seluruh penjuru, sehingga membentuk galaksi, bintang-bintang, matahari,
planet-planet, bumi, bulan dan meteorit. Bumi kita hanyalah salah satu titik kecil saja di antara
tata surya yang mengisi jagad semesta. Di samping itu banyak planet lain termasuk bintang-
bintang yang menghiasi langit yang tak terhitung jumlahnya. Boleh jadi ukurannya jauh lebih
besar dari planet bumi. Bintang-bintang berkumpul dalam suatu gugusan, meskipun antarbintang
berjauhan letaknya di angkasa. Ada juga ilmuwan astronomi yang mengibaratkan galaksi
bintang-bintang itu tak ubahnya seperti sekumpulan anak ayam, yang tak mungkin dipisahkan
dari induknya. Jadi di mana ada anak ayam di situ pasti ada induknya. Seperti halnya dengan
anak-anak ayam, bintang-bintang di angkasa tak mungkin gemerlap sendirian tanpa disandingi
dengan bintang lainnya. Sistem alam semesta dengan semua benda langit sudah tersusun secara
menakjubkan dan masing-masing beredar secara teratur dan rapi pada sumbunya masing-masing.

Selanjutnya proses evolusi alam semesta itu memakan waktu kosmologis yang sangat lama
sampai berjuta tahun. Terjadinya evolusi bumi sampai adanya kehidupan memakan waktu yang
sangat panjang. Ilmu paleontologi membaginya dalam enam tahap waktu geologis. Masing-
masing ditandai oleh peristiwa alam yang menonjol, seperti munculnya gunung-gunung, benua,
dan makhluk hidup yang paling sederhana. Sedangkan proses evolusi bumi dibagi menjadi
beberapa periode sebagai berikut.
      1.            Azoikum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada
saat ini bumi baru terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu miliar
tahun lalu.
      2.            Palaezoikum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah meninggalkan fosil flora dan
fauna. Berlangsung kira-kira 350.000.000 tahun.
      3.            Mesozoikum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini hewan mamalia (menyusui), hewan
amfibi, burung dan tumbuhan berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.
      4.            Neozoikum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak 60.000.000 tahun yang lalu.
Zaman ini dapat dibagi lagi menjadi dua tahap (Tersier dan Quarter). Zaman es mulai menyusut
dan makhluk-makhluk tingkat tinggi dan manusia mulai hidup.
            Merujuk pada tarikh bumi di atas, sejarah di Kepulauan Indonesia terbentuk melalui
proses yang panjang dan rumit. Sebelum bumi didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi
tumbuhan flora dan fauna yang masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus menjalani
evolusi terus-menerus untuk menemukan keseimbangan agar mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan kondisi alam dan iklim, sehingga makhluk hidup dapat bertahan dan berkembang biak
mengikuti seleksi alam.

C. Mengenal Manusia Purba


1.  Sangiran
            Perjalanan kisah perkembangan manusia di Kepulauan Indonesia tidak dapat kita
lepaskan dari keberadaan bentangan luas perbukitan tandus yang berada di perbatasan Kabupaten
Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Di dalam
buku Harry Widianto dan Truman Simanjuntak, Sangiran Menjawab Dunia diterangkan bahwa
Sangiran merupakan sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen yang paling
lengkap dan  paling  penting di Indonesia, dan bahkan di Asia. Lokasi tersebut merupakan pusat
perkembangan manusia dunia, yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak
150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran itu mempunyai luas delapan kilometer pada arah utara-
selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Situs Sangiran merupakan suatu kubah raksasa
yang berupa cekungan besar di pusat kubah akibat adanya erosi di bagian puncaknya. Kubah
raksasa itu diwarnai dengan perbukitan yang bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu
menyebabkan tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia purba
dan binatang, termasuk artefak. Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran berupa endapan
lempung hitam dan pasir fluvio-vulkanik, tanahnya tidak subur dan terkesan gersang pada musim
kemarau.
            Sangiran pertama kali ditemukan dan diteliti oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864,
dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak
dilaporkan Schemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois
juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah
Sangiran. Pada 1934, Gustav Heindrich Ralph von  Koenigswald menemukan artefak litik di
wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua kilometer di barat laut kubah Sangiran. Artefak litik
itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak penemuan von
Koenigswald, Situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuanpenemuan fosil
Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah takson paling
penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia
modern.

2.  Trinil, Ngawi, Jawa Timur


            Sebelum penemuannya di Trinil, Eugene Dubois mengawali temuan Pithecantropus
erectus di Desa Kedungbrubus, sebuah desa terpencil di daerah Pilangkenceng, Madiun, Jawa
Timur. Desa itu berada tepat di tengah hutan jati di lereng selatan Pegunungan Kendeng. Pada
saat Dubois meneliti dua horizon/lapisan berfosil di Kedungbrubus ditemukan sebuah fragmen
rahang yang pendek dan sangat kekar, dengan sebagian prageraham yang masih tersisa.
Prageraham itu menunjukkan ciri gigi manusia bukan gigi kera, sehingga diyakini bahwa
fragmen rahang bawah tersebut milik rahang hominid. Pithecantropus itu kemudian dikenal
dengan Pithecantropus A.
            Trinil adalah sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi 
Kabupaten  Ngawi,  Jawa  Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan di daerah ini 
jauh  sebelum von Koenigswald menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang dilakukan 
oleh  Eugene Dubois di Trinil telah membawa penemuan  sisa-sisa  manusia purba yang sangat
berharga bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada endapan alluvial Bengawan
Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah
tulang paha (utuh dan fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.
            Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke
belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, di  antara otak kera (600 cc) dan otak manusia modern
(1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata, terdapat
penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Pada bagian 
belakang kepala terlihat bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan perempuan.
Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala, ditafsirkan inividu ini telah
mencapai usia dewasa.
            Selain tempat-tempat di atas, peninggalan manusia purba tipe ini juga ditemukan di
Perning, Mojokerto, Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah; dan Sambungmacan, Sragen,
Jawa Tengah. Temuan berupa tengkorak anak-anak berusia sekitar 5 tahun oleh penduduk yang
sedang membantu penelitian Koenigswald dan Duyfjes perlu untuk dipertimbangkan. Temuan
itu menjadi bahan diskusi yang menarik bagi para ilmuwan. Metode pengujian penanggalan
potasium-argon yang digunakan oleh Teuku Jakob dan Curtis terhadap batu apung yang terdapat
di sekitar fosil tengkorak itu menunjukkan angka 1,9 atau kurang lebih 0,4 juta tahun. Pengujian
juga dilakukan dengan mengambil sampel endapan batu apung dari dalam tengkorak dan
menunjukkan angka 1,81 juta tahun. Hasil uji penanggalan-penanggalan tersebut menjadi
perdebatan para ahli dan perlu untuk dikaji lebih lanjut.  Bila penanggalan itu benar, maka
tengkorak anak Homo erectus dari Perning, Mojokerto ini merupakan individu Homo erectus
tertua di Indonesia. Adakah di antara kamu yang tertarik untuk melakukan pengujian ini?
            Temuan Homo erectus juga ditemukan di Ngandong, yaitu sebuah desa di tepian
Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Tengkorak Homo erectus Ngandong berukuran
besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc. Ciri-ciri ini menunjukkan Homo erectus ini lebih
maju bila dibandingkan dengan Homo erectus yang ada di Sangiran. Manusia Ngandong
diperkirakan berumur antara 300.000-100.000 tahun.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapatlah direkonstruksi 
beberapa jenis manusia purba yang pernah hidup di zaman praaksara.
      1.            Jenis Meganthropus Jenis manusia purba ini terutama berdasarkan penelitian von
Koenigswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang menemukan fosil rahang manusia berukuran
besar. Dari hasil rekonstruksi ini kemudian para ahli menamakan jenis manusia ini dengan
sebutan Meganthropus paleojavanicus, artinya manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba
ini memiliki ciri rahang yang kuat dan badannya tegap. Diperkirakan makanan jenis manusia ini
adalah tumbuh-tumbuhan. Masa hidupnya diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.
      2.            Jenis Pithecanthropus Jenis manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene Dubois tahun
1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, di wilayah Ngawi. Setelah
direkonstruksi terbentuk kerangka manusia, tetapi masih terlihat tanda tanda kera. Oleh karena
itu jenis ini dinamakan Pithecanthropus erectus, artinya  manusia kera yang berjalan tegak. Jenis
ini juga ditemukan di Mojokerto, sehingga disebut Pithecanthropus mojokertensis. Jenis manusia
purba  yang juga terkenal sebagai rumpun Homo erectus ini paling banyak ditemukan di
Indonesia.  Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup dan berkembang sekitar zaman Pleistosen
Tengah.
      3.            Jenis Homo Fosil jenis Homo ini pertama diteliti oleh von Reitschoten di Wajak. Penelitian
dilanjutkan oleh Eugene Dubois bersama kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai jenis Homo.
Ciri-ciri jenis manusia Homo ini muka lebar, hidung dan mulutnya menonjol. Dahi juga masih
menonjol, sekalipun tidak semenonjol jenis Pithecanthropus. Bentuk fisiknya tidak jauh berbeda
dengan manusia sekarang. Hidup dan perkembangan jenis manusia ini sekitar 40.000 – 25.000
tahun yang lalu. Tempat-tempat penyebarannya tidak hanya di Kepulauan Indonesia, tetapi juga
di Filipina dan Cina Selatan.

            Homo sapiens artinya ‘manusia sempurna’ baik dari segi fisik, volume otak maupun
postur badannya yang secara umum tidak jauh berbeda dengan manusia modern. Kadang-kadang
Homo sapiens juga diartikan dengan ‘manusia bijak’ karena telah lebih maju dalam berpikir dan
menyiasati tantangan alam. Bagaimanakah mereka muncul ke bumi pertama kali dan kemudian
menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini? Para ahli paleoanthropologi
dapat melukiskan perbedaan morfologis  Homo sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus.
Rangka Homo sapiens kurang kekar posturnya dibandingkan Homo erectus. Salah satu alasannya
karena tulang belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo erectus.
            Beberapa spesimen (penggolongan) manusia Homo sapiens dapat dikelompokkan sebagai
berikut,
      1.            Manusia Wajak Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan di
Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern
awal dari akhir Kala Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van
Rietschoten di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat
Tulungagung, Jawa Timur. Sartono Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang temuan itu, berupa
tengkorak, termasuk fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Temuan Wajak itu
adalah Homo sapiens. Mukanya datar dan lebar, akar hidungnya lebar dan bagian mulutnya
menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas matanya ada busur kening nyata. Tengkorak
ini diperkirakan milik seorang perempuan berumur 30 tahun dan mempunyai volume otak 1.630
cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890 di tempat yang sama. Temuan berupa
fragmen-fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang
kering. Pada tengkorak ini terlihat juga busur kening yang nyata. Pada tengkorak laki-laki
perlekatan otot sangat nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah besar dengan gigigigi
yang besar pula. Kalau menutup gigi muka atas mengenai gigi  muka bawah. Dari tulang
pahanya dapat diketahui bahwa tinggi tubuhnya kira-kira 173 cm. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa manusia wajak bertubuh tinggi dengan isi tengkorak yang besar. Wajak sudah
termasuk Homo sapiens, jadi sangat berbeda ciri-cirinya dengan Pithecanthropus. Manusia
Wajak mempunyai ciri-ciri baik Mongoloid maupun Austromelanesoid. Diperkirakan dari
manusia Wajak inilah sub-ras Melayu Indonesia dan turut pula berevolusi menjadi ras
Austromelanesoid sekarang. Hal itu dapat dilihat dari ciri tengkoraknya yang sedang atau agak
lonjong itu berbentuk agak persegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang.
Muka cenderung lebih Mongoloid, oleh karena sangat datar dan pipinya sangat menonjol ke
samping. Beberapa ciri lain juga memperlihatkan ciri-ciri kedua ras di atas. Temuan Wajak
menunjukkan pada kita bahwa sekitar 40.000 tahun yang lalu Indonesia sudah didiami oleh
Homo sapiens yang rasnya sukar dicocokkan dengan ras-ras pokok yang terdapat sekarang,
sehingga manusia Wajak dapat dianggap sebagai suatu ras tersendiri. Manusia Wajak  tidak
langsung berevolusi dari Pithecanthropus, tetapi mungkin tahapan Homo neanderthalensis yang
belum ditemukan di Indonesia ataupun dari Homo neanderthalensis di tempat Pithecanthropus
erectus ataupun satu ras yang mungkin berevolusi ke arah Homo yang ditemukan di Indonesia.
Manusia Wajak itu tidak hanya mendiami Kepulauan  Indonesia bagian Barat saja, akan tetapi
juga di sebagian Kepulauan Indonesia bagian Timur. Ras Wajak ini merupakan penduduk Homo
sapiens yang kemudian menurunkan ras-ras yang kemudian kita kenal sekarang. Melihat ciri-ciri
Mongoloidnya lebih banyak, maka ia lebih dekat dengan sub-ras Melayu-Indonesia.
Hubungannya dengan ras Australoid dan Melanesoid sekarang lebih jauh, oleh karena kedua
sub-ras ini baru mencapai bentuknya yang sekarang di tempatnya yang baru.  Mungkin juga ras
Austromelanesoid yang dahulu berasal dari ras Wajak.
      2.            Manusia Liang Bua Pengumuman tentang penemuan manusia Homo floresiensis pada
tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisasisa manusia ditemukan di sebuah gua
Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah gua permukiman di
Flores. Liang Bua bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang dingin. Sebuah gua
yang sangat lebar dan tinggi dengan permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim
yang nyaman bagi manusia pada masa praaksara. Hal itu bisa dilihat dari kondisi lingkungan
sekitar gua yang sangat indah, yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar di
depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal dari akhir masa
Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang diharapkan dapat menyibak asal usul manusia di
Kepulauan Indonesia.

3. Perdebatan Antara Pithecantropus ke Homo Erectus

             Penemuan fosil-fosil Pithecanthropus oleh Dubois dihubungkan dengan teori evolusi


manusia yang dituliskan oleh Charles Darwin. Harry Widianto menuliskan perdebatan itu seperti
berikut. Fosil Pithecanthropus oleh Dubois yang dipublikasikan pada tahun 1894 dalam berbagai
majalah ilmiah melahirkan perdebatan. Dalam publikasinya itu Dubois menyatakan bahwa,
menurut teori evolusi Darwin, Pithecanthropus erectus adalah peralihan kera ke manusia. Kera
merupakan moyang manusia. Pernyataan Dubois itu kemudian menjadi perdebatan, apakah benar
atap tengkorak dengan volume kecil, gigi-gigi berukuran besar, dan tulang paha yang berciri
modern itu berasal dari satu individu? Sementara orang menduga bahwa tengkorak tersebut
merupakan tengkorak seekor gibon, gigi-gigi merupakan milik Pongo sp., dan tulang pahanya
milik manusia modern? Lima puluh tahun kemudian terbukti bahwa gigi-gigi tersebut memang
berasal dari gigi Pongo Sp., berdasarkan ciri-cirinya yang berukuran besar, akar gigi yang kuat
dan terbuka, dentikulasi yang tidak individual, dan permukaan occlusal yang sangat berkerut-
kerut.
             Perdebatan itu kemudian berlanjut hingga ke Eropa, ketika   Dubois mempresentasikan
penemuan tersebut dalam seminar internasional zoologi pada tahun 1895 di Leiden, Belanda, dan
dalam pameran publik British Zoology Society di London. Setelah seminar dan pameran itu
banyak ahli yang tidak ingin melihat temuannya itu lagi. Dubois pun kemudian menyimpan
semua hasil temuannya itu, hingga pada tahun 1922 temuan itu mulai diteliti oleh Franz
Weidenreich. Temuan-temuan Dubois itu menandai munculnya sebuah kajian ilmu
paleoantropologi telah lahir di Indonesia. Tahun 1920-an merupakan periode yang  luar biasa
bagi teori evolusi manusia. Teori itu terus menjadi perdebatan, para ahli paleontologi berbicara
tentang ontogenesis dan heterokroni.
            Seorang teman Dubois, Bolk melakukan formulasi teori foetalisasi yang sangat terkenal.
Dubois telah melakukan penemuan fosil missing-link. Sementara Bolk menemukan modalitas
evolusi dengan menafsirkan bahwa peralihan dari kera ke manusia terjadi melalui perpanjangan
perkembangan fetus. Dubois dan Bolk kemudian bertemu dalam jalur evolutif dari Heackle yang
sangat terkenal, bahwa filogenesa dan ontogenesis sama sekali tidak dapat dipisahkan.
Penemuan-penemuan kemudian bertambah gencar sejak tahun 1927. Penemuan situs
Zhoukoudian di dekat Beijing, menghasilkan sejumlah besar fosil-fosil manusia, yang diberi
nama Sinanthropus pekinensis. Tengkorak-tengkorak fosil beserta tulang paha tersebut
menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan Pithecanthropus erectus.

Seorang ahli biologi menyatakan bahwa standar zoologis tidak dimungkinkan memisahkan
Pithecantropus erectus dan Sinanthropus pekinensis dengan genus yang berbeda dengan manusia
modern. Pithecanthropus adalah satu tahapan dalam proses evolusi ke arah Homo sapiens dengan
kapasitas tengkorak yang kecil. Karena itulah perbedaan itu hanya perbedaan species bukan
perbedaan genus. Dalam pandangan ini maka Pithecanthrotus erectus harus diletakkan dalam
genus Homo, dan untuk mempertahankan species aslinya, dinamakan Homo erectus. Maka
berakhirlah debat panjang mengenai Pithecanthropus dari Dubois dalam sejarah perkembangan
manusia yang berjalan puluhan tahun. Saat ini Pithecanthropus diterima sebagai hominid dari
Jawa, bagian dari Homo erectus.
C. Asal Usul Pesebaran Nenek Moyang

1.   ASAL USUL MANUSIA DI INDONESIA 

                      Indonesia termasuk salah satu negara tempat ditemukannya manusia purba.


Penemuan manusia purba di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan fosil-fosil yang telah
ditemukan. Fosil adalah tulang belulang, baik binatang maupun manusia, yang hidup pada zaman
purba yang usianya sekitar ratusan atau ribuan tahun. Adapun untuk mengetahui bagaimana
kehidupan manusia purbapada saat itu, yaitu dengan cara mempelajari benda-benda
peninggalannya yang biasa disebut dengan artefak.
Manusia purba yang ditemukan di Indonesia memiliki usia yang sudah tua, hamper sama dengan
manusia purba yang ditemukan di negara-negara lainnya di dunia. Bahkan Indonesia dapat
dikatakan mewakili penemuan manusia purba di daratan Asia. Daerah penemuan manusia purba
di Indonesia tersebar di beberapa tempat, khususnya di Jawa.Penemuan fosil manusia purba di
Indonesia terdapat pada lapisan pleistosen. Salah satu jenis manusia purba yang ditemukan di
Indonesia hampir memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di Peking Cina, yaitu
jenis Pithecanthropus Erectus.
Pada masa itu Indonesia masih berada dalam kekuasaan pemerintah kolonial Hindia
Belanda.Perhatikanlah tiga landasan teori yang dikemukakan oleh Dubois. Pertama, seperti
halnya dengan Darwin, Dubois percaya bahwa evolusi manusia berasal dari daerah tropika. Hal
ini berkaitan dengan berkurangnya rambut pada tubuh manusia purba yang hanya dapat
ditoleransi di daerah tropika yang hangat. Kedua, Dubois mencatat bahwa dalam dunia binatang,
pada umumnya mereka tinggal di daerah geografi yang sama dengan asal nenek moyangnya.
Dari segi biologi, binatang yang paling mirip dengan manusia ialah kera besar. Sehingga nenek
moyang kera besar diduga mempunyai hubungan kekerabatan (kinship) yang dekat dengan
manusia. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871) mengatakan, manusia lebih
dekat dengan kera besar di Afrika seperti gorila dan simpanse. Dalam hal ini Dubois berbeda
dengan Darwin, ia percaya bahwa Asia Tenggara merupakan asal-usul manusia karena di sana
ada orangutan dan siamang. Menurut Dubois, juga didukung oleh beberapa ahli
seperti Wallace danLyell, orangutan dan siamang lebih dekat hubungannya dengan manusia
dibanding gorilla dan simpanse. Alasan ketiga, Dubois mengikuti perkembangan penemuan fosil
rahang atas dari sejenis kera seperti manusia yang ditemukan di Bukit Siwalik, India pada tahun
1878. Kalau di India ditemukan fosil semacam itu, maka terbuka kemungkinan penemuan fosil
selanjutnya di Jawa.

Berlandaskan ketiga dasar teori tersebut dan setelah mendapat dukungan dari pemerintah Hindia
Belanda, maka Dubois memulai usaha pencariannya. Keberhasilan kedua adalah ditemukannya
fosil “java man” atau Pithecanthropus Erectus,sekarang lebih dikenal dengan nama Homo
Erectus di Trinil (Jawa Timur). Saat ini Homo Erectus dipercaya merupakan salah satu kerabat
dekat manusia modern (Homo Sapiens). Berdasarkan analisis para ahli dari Berkeley dengan
menggunakan metode mutakhir argon-40/argon-39 (laser-incremental heating analysis), diduga
umur fosil tersebut sekitar 1 juta tahun. Hasil pengukuran yang melibatkan tim peneliti dari
Indonesia itu, pernah dipublikasi dalam majalah ilmiah bergengsi Science vol. 263 (1994).
   

penduduk asli bangsa Indonesia, tetapi banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli benua
Australia sekarang. Menurut Dubois, Homo Wajakensis termasuk dalam golongan bangsa
Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan nantinya menurunkan bangsa-bangsa asli di
Australia. Menurut von Koenigswald, Homo Wajakensis seperti juga Homo Solensisberasal dari
lapisan bumi pleistosin atas dan mungkin sekali sudah termasuk jenis Homo Sapiens, yaitu
manusia purba yang sudah sempurna mirip dengan manusia. Mereka telah mengenal penguburan
pada saat meninggal. Berbeda dengan jenis manusia purba sebelumnya, yang belum mengenal
cara penguburan.

Selain di Indonesia, manusia jenis Pithecanthropus juga ditemukan di belahan dunia lainnya. Di


Asia, Pithecanthropusditemukan di daerah Cina, di Cina Selatan ditemukanPithecanthropus
Lautianensis dan di Cina Utara ditemukanPithecanthropus Pekinensis. Diperkirakan mereka
hidup berturut-turut sekitar 800.000 – 500.000 tahun yang lalu. Di Benua Afrika, fosil jenis
manusia Pithecanthropus ditemukan di daerah Tanzania, Kenya dan Aljazair. Sedangkan di
Eropa fosil manusiaPithecanthropus ditemukan di Jerman, Perancis, Yunani, dan Hongaria.
Akan tetapi, penemuan fosil manusia Pithecanthropusyang terbanyak yaitu di daerah Indonesia
dan Cina.

Di Australia Utara ditemukan fosil yang serupa dengan manusia jenis Homo Wajakensis yang
terdapat di Indonesia. Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan
sebuah rahang atas dari manusia purba yang ditemukan di Australia itu sangat mirip
dengan manusia Wajak. Apabila menilik peta Indonesia yang terbentuk pada masa glasial,

memperlihatkan bahwa pulau Jawa bersatu dengan daratan Asia dan bukan dengan Australia.
Oleh karena itu, diperkirakan manusia Wajak ini bermigrasi ke Australia dengan menggunakan
jembatan penghubung. Diduga mereka telah memiliki keterampilan untuk membuat perahu serta
mengarungi sungai dan lautan, sehingga akhirnya sampai di daratan Australia.

Setelah masa penjajahan Belanda selesai, penelitian manusia purba dilanjutkan oleh orang
Indonesia sendiri. Pada tahun 1952 penelitian dimulai. Penelitian ini terutama dilakukan oleh
dokter dan geolog yang kebetulan harus meneliti lapisan-lapisan tanah. Seorang dokter dari
UGM yang mengkhususkan dirinya pada penyelidikan tersebut adalah Prof. Dr. Teuku
Jacob.Dia memulai penyelidikannya di daerah Sangiran. Penelitian ini kemudian meluas ke
Bengawan Solo.

            Berbagai jenis ras diperkiraan berasal dari asia tengah hal tersebut didasarkan atas
penemuan tulang belulang kuno. Contohnya Papua Melanosoid, Europoid, Mongoloid, dan
Austroloid. Dari percampuran mereka lahirlah bangsa melayu yang menyebar melalui sungai dan
lembah kedaerah pantai  dikarenakan adanya wabah penyakit , ke teluk Tonkin lalu indo cina
menyebar ke Kamboja, Muang Thai yang kemudian menjadi bangsa Austroasia. Yang kemudian
mereka munuju kepulaan dan kemudian menjadi bangsa Austronesia.Bangsa Thailand Selatan,
Singapura, Indonesia, Brunei, dan Philipina Selatan memiliki kesamaan terhadap bangsa cina di
sebelah timur dan bangsa India di sebelah barat

a.         Penyebaran Manusia dan Bahasa Austronesia


       Bahasa di asia tengah berasal dari keluarga sinn-tibet yang melahirkan bahasa Cina, Siam,
Tibet, Miao, Yiu, dan Burma. Penyebaran keselatan melahirkan bahasa Dravida,yaitu Telugu,
Tamil, Malayalam, sedangkan penyebaran ke Asia Timur dan Tenggara melahirkan bahasa
Austronesia yang menurunkan bahasa Melayu, Melanesia, Mikronesia, Polinesia.

Oleh karena itu ada kesamaan istilah ,bahasa,nama hewan dan tumbuhan,jadi bangsa pendukung
bahasa Austronesia itu berasal dari daerah campa.cochin china,dan kamboja dan daerah di sekitar
pantai  , namun wilayah itu bukanlah penduduk asli.tempat asal  mereka berada di daerah yang
jauh lebih tinggi.

b.                  Penyebar Pendukung Kapak Persegi


          Menurut Kern dan Von Heine Geldern  persebaran kapak persegi  berasal dari daerah
Yunan di Cina Selatan , yaitu di daerah hulu sungai sungai terbesar di Asia Tenggara seperti di
sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salwin, Yang-tse-kiang, sungai Mekhong, dan sungai Menam.
Dengan melalui lembah sungai itu kebudayaan dan manusia pendukungnya menyebar menuju
hilir sungai sehingga sampai ke asia tenggara bagian utara. Disini kebudayaan itu mempunyai
cabang kebudayaan kapak bahu.  Dalam perkembangnya masing-masing berdiri sendiri dan
mempunyai jalan penyebaran yang berbeda. Pendukung kebudayaa kapak persegi yaitu adalah
bangsa Austronesia,mempunyai pusat di daerah Tonkin. Karena mereka  memiliki kepandaian
membuat perahu bercadik, mereka berlayar menggunakan perahu tersebut ke Malaysia barat
kemudian ke Sumatra, Jawa, Bali, dan terus ke timur. Sebagian menuju Kalimantan, dari
Kalimantan barat laut kebudayaan kapak persegi tersebar ke Philipina , Formosa, dan Jepang .

c.         Penyebaran Manusia dengan Perahu Bercadik

Hornell yang mengadakan penyelidikan terhadap jenis-jenis perahu di Nusantara dan negar-
negara disekitarnya menyimpulkan bahwa perahu bercadik adalah perahu khas bangsa Indonesia.
Di India selatan ada beberapa suku yang menurut corak kebudayaan dan fisiknya banyak
menyerupai orang Indonesia. Diantaranya suku terkenal sebagai penyelam mutiara di teluk
Manar. Mereka juga menggunakan perahu bercadik, sedangkan suku Shanar kehidupannya
terutama dari perkebunan kelapa. Tanaman kelapa tersebut diperkirakan berasal dari Indonesia
melalui Srilangka.       

d.             Gelombang Kedatangan Penduduk dari Asia Daratan ke Wilayah Nusantara


Berdasarkan fosil-fosil yang telah di temukan di wilayah Indonesia dapat diketahui bahwa sejak
2 juta tahun yang lalu wilayah ini telah di huni. Penhuninya adalah manusia-manusia purba
dengan kebudayaan seperti : meganthropus paleojavanicus, pithecanthropus erectus,
pithecanthropus soloensis dan homo wajakensis. Manusia-manusia purba ini utamanya homo
wajakensis lebih mirip dengan manusia-manusia yang kini dikenal sebagai penduduk asli
Australia, aborigin.
            Dengan demikian,”penduduk asli Indonesia” adalah kaum negroid atau melanesoid atau
astroloid, yang berkulit hitam. Wilayah nusantara kemudian kedatangan bangsa melanesoid yang
berasal dari Tonkin, tepatnya dari bacson-hoabinh. Dari artefak-artefak yang ditemukan di
tempat asalnya menunjukan bahwa induk bangsa ini berkulit hitam, berbadan kecil dan termasuk
tipe veddoid-austrolaid. Sebelum didatangi bangsa-bangsa pengembara dari luar, tanah
dinusantara belum menjadi kepemilikan siapa pun. Hal ini berbeda dengan Manusia Indonesia
Purba yang tidak memerlukan tanah sebagai modal untuk hidup karena mereka berpindah-
pindah. Ketika sampai di satu tempat yang dilakukannya adalah mengumpulkan makanan (food
gathering). Biasanya mencari lembah-lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk
mendapatkan ikan atau kerang (terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba
diwilayah nusantara di lembah-lembah sungai), walaupun tidak tertutup kemungkinan ada pula
yang memilih mencari di pedalaman. Ketika bangsa Melanesoid datang, mereka mulai menetap,
walaupun seminomaden. Jika sudah tidak mendapatkan lagi makanan mereka akan pindah. Oleh
karena itu, mereka memilih daerah yang banyak menghasilkan. Wilayah aliran sungai pula yang
akan menjadi targetnya. Alat-alat sederhana seperti: kapak genggam atau choppers, alat-alat
tulang dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang lebih halus atau febble, kapak
pendek dan sebagainya.
            Kebudayaan bangsa Melanesoide ini adalah kebudayaan Mesolitikum yang sudah mulai
hidup menetap dalam kelompok, sudah mengenal api, meramu dan berburu binatang. Teknologi
pertanian juga sudah mereka miliki sekalipun mereka belum dapat menjaga agar satu bidang
tanah dapat ditanami berkali-kali. Cara bertani mereka masih dengan sistem perladangan
berpindah-pindah. Dengan demikian, mereka harus berpindah ketika lahan yang lama tidak bisa
ditanami lagi atau karena habisnya makanan ternak. Gaya hidup ini dinamakan dengan
seminomaden.  Dalam setiap perpindahan manusia beserta kebudayaan yang datang ke
nusantara, selalu di lakukan oleh bangsa yang tingkat peradabannya lebih tinggi dari bangsa yang
dating sebelumnya. Dari semua gelombang pendatang dapat di lihat bahwa mereka adalah
bangsa-bangsa yang mulai bahkan telah menetap. Jika kehidupan mereka masih berpindah, maka
perpindahan bukanlah sesuatu hal yang aneh. Namun dalam kehidupan yang telah menetap,
pilihan untuk meninggalkan daerah asal bukan tanpa alasan yang kuat. Ketika kehidupan mulai
menetap, maka tanah yang mereka butuhkan adalah tanah sebagai media untuk tetap hidup.
Mereka sangat membutuhkan tanah yang luas karena teknologi pertaniannya masih rendah.
Sekitar tahun 2000SM, bangsa melanesoid yang akhirnya menetap di nusantara kedatangan pula
bangsa dan kebudayaannya lebih tinggi yang berasal dari rumpun melayu austronosia yakni
bangsa melayu tua atau proto melayu, suatu ras mongoloid yang berasal dari daerah yunan, dekat
lembah sungai Yang Tze, Cina Selatan.
            Orang-orang melayu tua, telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju dan
bahkan mereka sudah beternak. Dengan demikian mereka telah dapat menghasilkan makanan
sendiri (food producing). Kemampuan ini membuat mereka dapat menetap secara lebih
permanen. Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis dasar-
dasar kebudayaan.Mereka juga mulai membangun satu sistem politik dan pengorganisasian
untuk mengatur pemukimannya. Pengorganisasian ini membuatnya sanggup belajar membuat
peralatan rumah tangga dari tanah dan berbagai perlatan lain dengan lebih baik. Mereka
mengenal adanya sistem kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala alam yang ada
sehubungan dengan pertanian mereka. Arus pendatang tidak hanya datang dalam sekali saja.
Pihak-pihak yang kalah dalam perebutan tanah di daerah asalnya akan mencari tanah-tanah di
wilayah lain. Demikian juga, yang menimpa bangsa melayu tua yang sudah mengenal bercocok
tanam, berternak, dan menetap. Kembali lagi, daerah subur dengan aliran sungai atau mata air
yang menjadi incaran. Namun kedatangan bangsa melayu tua juga memungkinkan terjadinya
percampuran darah antara bangsa ini dengan bangsa Melanesia yang telah terlebih dahulu datang
di nusantara.
         
Kedatangan bangsa melayu muda mengakibatkan bangsa melayu tua yang tadinya hidup
disekitar aliran sungai dan pantai terdesak pula ke pedalaman karena kebudayaannya tidak
banyak berubah. Dengan menguasai tanah, bangsa melayu muda dapat berkembang dengan pesat
kebudayaannya bahkan menjadi penyumbang terbesar untuk cikal bakal bangsa indonesia
sekarang.Dalam kedatangan-kedatangan tersebut penduduk yang lebih tua menyerap bahasa dan
adat para imigran. Jarang terjadi pemusnahan dan pengusiran bahkan tidak ada penggantian
penduduk secara besar-besaran. Percampuran-percampuran inilah yang menjadi cikal bakal
nusantara yang telah menjadi titik pertemuan dari ras kuning ( mongoloid ) yang bermigrasi ke
selatan dari yunan, ras hitam yang di miliki oleh bangsa melanesoid.

G. Corak Hidup Masyarakat Pra-aksara

 KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA PRA AKSARACorak kehidupan


masyarakat Indonesia pada masa pra aksara dapat dikelompokkan menjadi :

1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana


     Kehidupan masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (zaman
paleolitikum) masih sangat sederhana. Mereka hidup sangat tergantung dengan alam dengan cara
menumpulkan makanan dan berburu hewan. Kegiatan tersebut dikenal dengan food gathering.
Perkakas yang dihasilkan pada masa ini adalah:
> Chopper ( kapak penetak / kapak genggam / kapak seterika, dinamakan demikian sesuai
dengan bentuk dan cara penggunaannya.
> Flakes (serpih bilah) yaitu pecahan batu kecil dan pipih serta tajam yang digunakan sebagai
pisau.
> Tulang dan Tanduk Hewan, alat ni digunakan sebagai mata panah, pengorek ubi dan ujung
tombak.
Perkakas-perkakas tersebut ditemukan di Pacitan Jawa Timur, Ngandong dan Sangiran (Jawa
Tengah)
Kebudayaan rohani yang ditemukan pada masa ini adalah penguburan orang yang telah
meninggal, berbeda dengan binatang.

2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut


     Masa ini disebut juga masa Mesolitikum. Berkembangnya pemikiran manusia menyebabkan
peningkatan penggunaan pikiran dab meningkatnya kebutuhan manusia dalam mempertahankan
hidupnya. Peningkatan jumlah anggota kelompok dan perpindahan tempat akan menyebabkan
permasalahan baru. Perpindahan tempat ( nomaden) dalam rangka berburu dan mengumpulkan
makanan (food gathering) dianggap sudah tidak memadai lagi maka manusia purba mulai
membuat tempat tinggal tetap untuk sementara (semi sedenter). Kegiatan berburu dan
mengumpulkan makanan tetap berlangsung, namun kegiatan mengolah lahan tingkat sederhana
dan berternak tingkat awal sudah dimulai.
Peninggalan budaya dari masa ini adalah budaya kjokkenmodding yang ditemukan di pantai
timur Sumatra dari Langsa (NAD) sampai Medan berupa bukit kerang setinggi 7 meter, dan abris
sous roche yang ditemukan di gua di darah Sampung  Ponorogo Jawa Timur dan Lamoncong
Sulawesi Selatan
Hasil kebudayaan:
Peable (Kapak Sumatra), hachecourte, pipisan batu, flakes, tulang dan tanduk

3. Masa Bercocok Tanam di Sawah


    Masa bercocok tanam di sawah juga zaman neolitikum. Pada masa ini terjadi perubahan besar
dalam kehidupan manusia atau revolusi dari food gathering menjadi food producing, dari
nomaden menjadi menetap. Dengan perubahan tersebut, semua kebutuhan dan perkakas untuk
memenuhi kebutuhan juga berubah. Perkakas menjadi lebih halus, manusia sudah mulai
memasak, mulai mempercantik diri dengan ditemukan berbagai perhiasan.
Perkakas yang dihasilkan: kapak persegi; kapak lonjong; gerabah/tembikar; barang-barang
perhiasan dari batu.

4. Masa Perundagian Logam


    Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia mulai semakin
berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu menemukan cara membuar perkakas dari
logam. Penemuan logam mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan
sehari-hari. Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang
menjadi mata pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.

5. Masa Batu Besar / Megalithikum


     Kebudayaan baru besar atau Megalithikum sebenarnya bukan babakan budaya tersendiri.
Kebudayaan ini berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan spiritual / rohani
manusia purba. Manusia purba sudah mempercayai bahwa setelah kematian ada kehidupan,
meski mereka belum faham benar tentang hal itu. Maka kemudian setiap kematian selalu
ditandai dengan menggunakan bangunan batu yang besar.
Perkakas megalitikum:
> Menhir
> Dolmen
> Sarkofagus
> Waruga
> Kubur Batu
> Punden Berundak-undak
H. Perkembangan Teknologi

 Pada kehidupan berburu dan meramu pada tahap awal, penguasaan manusia terhadap teknologi
masih sangat sederhana dan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia pada saat itu.
Setelah manusia menetap di goa-goa, mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan
daya imajinasinya dan keterampilan membuat alat-alat. 

Pembuatan alat-alat dari bahan batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan masih sangat sederhana
dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya fisik pada saat itu berupa alat-alat dari
batu oleh para ahli dianggap sebagai tahap awal dari manusia menguasai satu bentuk teknologi
sederhana yang disebut teknologi paleolitik. Di Indonesia, alat-alat yang terbuat dari batu dengan
berbagai bentuk itu dikelompokkan dalam dua tradisi kapak perimbas dan tradisi alat serpih.

Pada tingkat permulaan budaya, manusia membuat alat-alat yang sangat sederhana dan bahannya
dari batu, tulang, duri ikan, dan kayu. Alat-alat yang terbuat dari bahan kayu sukar ditemukan
bekas-bekasnya karena kayu tidak tahan lama. Alat-alat dari zaman prasejarah itu mula-mula
ditemukan di atas permukaan tanah, sehingga para peneliti tidak dapat memastikan pada lapisan
manakah asal alat-alat tersebut.

Dalam sistem berburu dan meramu ini diutamakan cara-cara memburu dan menangkap hewan
dengan alat-alat yang diciptakan secara sederhana. Alat- alat perburuan yang memainkan
peranan penting pada masa itu, tetapi tidak dapat ditemukan kembali karena telah musnah,
misalnya gada dari kayu atau tulang, tombak kayu dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain
dengan membuat jebakan berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring hewan buruan ke
arah jurang yang terjal. Perburuan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dan
hasilnya dibagi bersama. Kelompok berburu terdiri dari keluarga kecil, yaitu orang laki-laki
melakukan perburuan dan para perempuan mengumpulkan makanan (tumbuh-tumbuhan). Di
samping itu, para perempuan juga memelihara anak-anak. Peranan para perempuan penting
sekali dalam memilih (seleksi) tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan membimbing anak-
anak dalam meramu makanan. Setelah ditemukan penggunaan api, maka perempuan menemukan
cara-cara memasak makanan, memperluas pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuh-tumbuhan
yang dapat dimakan dan cara memasaknya.

Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari batu ini digolongkan menjadi empat,
yaitu kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam awal. Kapak
perimbas mempunyai ciri-ciri antara lain bagian tajamnya berbentuk cembung atau lurus dengan
memangkas satu sisi pinggiran batu dan kulit batu masih melekat dipermukaan. Kapak penetak
mempunyai ciri-ciri ketajamannya dibentuk liku-liku dengan cara penyerpihan yang dilakukan
berselang-seling pada kedua sisi ketajamannya. Pahat genggam mempunyai ciri-ciri tajamannya
berbentuk terjal mulai dari permukaan atas batu sampai pinggirannya dan dibuat juga dengan
cara penyerpihan. Kapak genggam awal mempunyai ciri-ciri bentuknya meruncing dan kulit batu
masih melekat pada pangkal alatnya serta tajamannya dibentuk melalui pemangkasan pada satu
permukaan batu.

Dari empat jenis utama kapak itu terdapat jenis-jenis lain dengan bentuk dan variasinya sendiri.
Hal itu terlihat, misalnya jenis kapak perimbas tipe setrika, kura-kura, dan serut samping di
daerah Punung, (Pacitan). Sementara itu, alat-alat serpih yang paling umum ditemukan
mempunyai ciri-ciri kerucut pukulnya menonjol dan dataran pukulnya lebar dan rata. Ciri-ciri itu
digolongkan ke dalam jenis-jenis alat serpih sederhana. Temuan-temuan alat serpih di Indonesia
juga menunjukkan variasinya, bahkan terdapat beberapa alat serpih yang menunjukkan teknik
pembuatannya yang lebih maju.

Perkakas-perkakas batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini
ditemukan tersebar dibeberapa tempat, terutama daerah-daerah yang banyak mengandung bahan
batuan yang cocok untuk pembuatan  alat tersebut. Ini menunjukkan bahwa tradisi kapak
perimbas pada masa itu sudah digunakan hampir di seluruh Indonesia.

Ditemukan dua ribu alat batu di Kali Baksoko, kabupaten Pacitan, tempat penemuan itu
ditentukan sebagai kompleks kapak perimbas dengan sebutan Budaya pacitan. Semua jenis
kapak batu itu umumnya berbentuk besar dan cara pembuatannya kasar. Kulit batu masih
melekat pada permukaan alat dan tajamannya berliku atau bergerigi. Sementara itu, satu jenis
yang juga penting selain kapak perimbas adalah kapak genggam. Kapak genggam ini pada
umumnya dibuat secara kasar, tetapi terdapat beberapa kapak yang diserpih secara teliti dan lebih
halus berbentuk bulat atau lonjong.

Daerah penyebaran kapak perimbas ini adalah di daerah Punung, Gombong, jampang kulon, dan
Parigi (jawa). Di Sumatera kapak perimbas ditemukan di daerah Tambangsawah, Lahat, dan
Kalianda. Di Sulawesi kapak ini ditemukan di daerah Cabbenge. Di Bali kapak ini ditemukan di
daerah Sembiran dan Trunyan. Di Sumbawa kapak tersebut ditemukan di daerah Batutring. Di
Flores kapak tersebut ditemukan di daerah wangka, Soa, Maumere, dan mangeruda, dan di
Timor kapak perimbas ditemukan di daerah Atambua dan Ngoelbaki.

Jenis kapak perimbas ini juga ditemukan di negara-neara Asia yang lain, seperti Pakistan, Birma,
Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ada pula alat-alat serpih yang berukuran kecil
yang diduga digunakan sebagai pisau, gurdi atau penusuk. Dengan alat itu manusia purba dapat
mengupas, memotong dan mungkin juga menggali umbi-umbi.

Kapak genggam Sumatera atau  pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera terutama di
daerah Lhok Seumawe, Tamiang, Binjai, di bukit-bukit kerang di Aceh, dan di Sangiran Jawa
Tengah. Bahan-bahan yang digunakan biasanya dari batu andesit yang dibuat melalui
pemangkasan satu sisi atau dua sisi. Para ahli menganggap bahwa kapak genggam Sumatera ini
mengikuti tradisi pembuatan kapak genggam di daratan Asia.
Dilihat dari cara pembuatannya, alat-alat batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu
tingkat awal digolongkan menjadi dua. Pertama, disebut tradisi batu inti, pembuatan alat
dilakukan  dengan cara pemangkasan segumpal batu atau kerakal untuk memperoleh satu bentuk
alat, misalnya kapak perimbas, kapak genggam, atau kapak penetak. Kedua, disebut tradisi
serpih yaitu alat- alat batu yang dibuat dari serpihan atau pecahan-pecahan batu.

Alat-alat serpih ini ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau alat-alat batu lainnya
dan ditemukan secara terpisah. Di beberapa tempat seperti Sangiran (Jawa Tengah) atau di
Sagadat (Timor) alat-alat serpih menjadi unsur pokok perkembangan budaya masyarakat waktu
itu.

Tradisi alat serpih ini persebarannya juga luas. Di Jawa misalnya, alat serpih ditemukan di
daerah Punung, Gombong, Jampangkulon, Parigi, Sangiran, dan Ngandong. Sedangkan di
Sumatera, alat serpih hanya ditemukan di daerah Lahat. Di Sulawesi alat serpih tersebut
ditemukan juga di satu daerah Cabbenge. Di Sumbawa alat serpih tersebut ditemukan di daerah
Wangka, Soa, dan Mangeruda. Di Timor alat serpih tersebut ditemukan di daerah Atambua,
Ngoelbaki, Gassi Liu, dan Sagadat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
            Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba.  Manusia
purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum
mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Jenis-jenis
manusia purba dibedakan dari zamannya yaitu zaman palaeolitikum, zaman mezolitikum, zaman
neolitikum, zaman megalitikum, zaman logam dibagi menjadi 2 zaman yaitu zaman perunggu
dan zaman besi. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah
Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitumanusia purba bertubuh besar tertua di Jawa
danPithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak.
        Corak kehidupan prasejarah indonesia dilihat dari segi hasil kebudayaan manusia
prasejarah menghasilkan dua bentuk budaya yaitu : bentuk budaya yang bersifat spiritual dan
bersifat material; segi kepercayaan  ada dinamisme dan animisme; pola kehidupan manusia
prasejarah adalah bersifat nomaden (hidup berpindah-pindah dan bersifat permanen (menetap);
sistem bercocok tanam/pertanian; pelayaran; bahasa; food gathering dan menjadi food
producing.
       Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan
manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka
sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di
Indonesia ada 2 yaitu:
o Homo Soloensis

o Homo Wajakensis

                        Hasil kebudayaan Homo sapiens adalah perkakas yang terbuat dari batu dan
zaman manusia mempergunakan perkakas dari batu disebut Zaman Batu. Zaman batu terbagi dua
tahap, yaitu: Zaman Batu Tua (paleolithikum) dan Zaman Batu Baru (Neolithikum).

B.  Saran
            Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://coreofcivilization.blogspot.com/2010/07/awal-peradaban-manusia.html
http://nationalgeographic.co.id/lihat/berita/121/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/02/gelombang-peradaban-manusia-dan-perkembangan-
tekhnologi-komunikasi-alvin-toffler/

Anda mungkin juga menyukai