Anda di halaman 1dari 16

TUGAS 2

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

MAKALAH

TRADISI RITUAL ETU (TINJU ADAT) NAGEKEO

DI MBAY

OLEH

ADOLFINE JANE MBAWO


XI IPS 4

SMA KHATOLIK ST. PETRUS ENDE

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena yang telah memberikan

rahmatnya sehingga penulis dapat men yelesaikan tugas makalah yang berjudul

“Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo Di Mbay” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

sekolah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini juga

bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.

Penulis juga mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak

khususnyakepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesiabapak Paulus Saniyang

telah membimbing penulissehingga dapat menyelesaikan proses penyusunan

makalah ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimah kasih kepadapihak

yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi

kesempurnaan makalah ini.

Ende, 7 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i


KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………. 2
1.3. Tujuan …………………………………………………………… 2
1.4. Manfaat ……………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………….. 4
2.1 Tradisi Ritual Etu Sebagai Ritual Adat …………………………... 4
2.2 Proses Pelaksanaan “Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat)
Nagekeo Di Mbay ………………………………………………... 7
BAB III PENUTUP ……………………………………………………….. 11
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 11
3.2 Saran …………………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu

masyarakat.Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu untuk

memperlancar perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam

membimbing anak menuju kedewasaan. Tradisi juga penting sebagai

pembimbing pergaulan bersama didalam masyarakat.

Tradisi merupakan kenyakinan yang dikenal dengan istilah Animisme dan

Dinamisme. Animisme berarti percaya kepada roh-roh halus atau roh tempat

yang dianggap keramat. Kepercayaan seperti itu adalah agama mereka yang

pertama, semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib.

Sedangkan Dinamismeadalah suatu istilah dalam antropologi untuk menyebut

sesuatu pengertian tentang sesuatu kepercayaan atau kenyakinan bawah benda-

benda tertentu memiliki kekuatan gaib.

Tradisi atau kebudayaan tidak begitu saja muncul tanpa memiliki maksud

dan tujuannya, Tradisi Ritual Etu Nagekeo di Mbay merupakan seremonial

pegelaran tinju adat untuk uji kejantanan antara pemuda. Masyarakat sangat

menghargai kebudayaan atau Tradisi Ritual Etu sebagai warisan budaya

leluhur. Tradisi Ritual Etu kadang masih dipahami oleh masyarakat yang tidak

mengerti akan tradisi ini sebagai sesuatu yang kejam, sadis, padahal tradisi ini

mengajarkan bagaimana rasa saling menghormati dan menghargai antar

masyarakatnya.

1
Tradisi Etu ini dikategorikan menjadi dua yakni untuk anak anak yang

disebut dengan Etu Coo atau mbela loe danuntuk dewasa atau biasa disebut

dengan Etu meeze atau mblela mese. Kedua kategori ini akan dimainkan pada

hari yang berbeda, etu coo dimaikan pada hari pertama sedangkanetu meeze

dimainkan pada hari berikutnya.

Tradisi Ritual Etu ini dilaksankan secara sunguh-sungguh dan penuh rasa

hormat. Tidak sembarangan masyarakat dapat melaksanakan tradisi ritual ini,

karena hanya masyarakat yang memiliki Peo, Patung Bu’e Coo dan sejarah

masyarakat kampung yang jelas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaiman Sejarah “Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo Di Mbay”

2. Bagaimana proses “Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo Di Mbay

1.3 Tujuan

3. Untuk mengetahui “Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo Di Mbay

4. Untuk mengetahui proses “Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo Di

Mbay

1.4 Manfaat

Memberikan informasi kepada semua pembaca dan menambah wawasan

serta pengetahuan bagi penulis mengenai Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat)

Nagekeo di Mbay.

2
Sehingga pada akhirnya dengan mengerti dan mengetahui informasi tadi

diharapkan menjadikan tradisi atau budaya tersebut menjadi sebuah keunikan

dan menjadi sebuah ilmu yang sangat berarti bagi banyak orang.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tradisi Ritual Etu Sebagai Adat

Adat istiadat sebagai wahana tradisi atau kebiasaan masyarakat atau

sekelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang sama untuk

mencapai tujuan bersama dalam wilayah hukum yang sama. Masyarakat pada

jaman dahulu memiliki peraturan sendiri, tidak seperti saat ini masyarakat

mengenal adanya peraturan perundang-undangan. Masyarakat memiliki

norma-norma dan aturan-aturan yang disepakati bersama demi menjaga

keutuhan dan keamanan serta merancang tata kehidupan bersama bagi

masyarakatnya, maka muncul kesepakatan bersama karena adanya kebutuhan

akan hukum atau norma untuk bisa dihormati bersama, dan biasanya

berdasarkan atas penuturan lisan, itulah yang disebut sebagai adat istiadat.

Masyarakat yang memiliki budaya Etu mendapat penilaian dari

masyarakat luas yang menganggap negatif karena berhubungandengan

kekerasan fisik atau berhubungan dengan kekerasan, tradisi atupun ritual

dengan cara seperti ini menilai bahwa tradisi Etu adalah cerminan dari

karakter masyarakat yang keras, tempramen, Masyarkat hanya melihatnya

dari satu sisi saja, tidak melihat bagaimana orang yang datang berkumpul dan

disambut meriah oleh tokoh adat atau mosalaki dan seluruh warga kampung,

Masyarakat yang datang dijamu dan dilayani. Setiap masyarakat yang datang

diwajibkan untuk masuk kedalam rumah masing-masing warganya,tanpa

membatasi berapa jumlah yang datang, dansemua yang hadir harus diberi

makan. Hal semacam ini dilakukan bukan semata-mata karena masalah-

4
masalah duniawi seperti layaknya seorang yang ingin balas dendam secara

individu, dengan menunjukan sikap kekuatan dan kekerasan untuk sikap

memusuhi (tinjunya sendiri hanya begian pengorbanan saja dimana simbol

dari kesuburan yang ditunjukan dengan adanya darah yang keluar dari tubuh),

akan tetapi konsep Tradisi Ritual Etu bukan sekedar menyaksikan darah yang

keluar dari badan seseorang yang melakukan Ritual Etu, tetapi lebih khusus

lagi yakni sebagai acara ritual sakral yang ingin mengajak setiap generasi

berikutnya untuk memahami dan mau belajar mengenai sikap kebersamaan,

sikap konsisten, dan saling menghargai, dengan harapan melaui tradisi ini

mencoba membentuk karakter dari nilai-nilai yang ada dan disumbangkan

oleh Tradisi Ritual Etu, kepada pribadi masyarakta baik itu masyarakat

Nagekeo di Mbay itu sendiri maupun masyarakat luas, karenanya masyarakat

melaksanakan dengan penuh kegembiraan dan sukacita.

Ritual Etu merupakan tradisi yang sudah lama melekat dan dilaksanakan

oleh masyarakat pendukungnya, didalamnya mengandung nilai-nilai tertentu,

sehingga sampai saat ini Ritual Etu ditengah masyarakat tidak pernah

dilepaskan, disamping itu juga ritual ini sudah sejak lama melekat dalam

setiap masyarakat Nagekeo di Mbay. Konon menurut cerita masyarakat

setempat, bahwa wanita pada saat melakukan ritual ini disaat mencapai tahap

yang paling tinggi, dimana terjadi tahapan pengorbanan melalui simbol darah

harus membasahi tanah sebagai penyucian masyarakat seluruh isi kampung

pihak wanita dilarang untuk mengikuti atau melihat proses pada tahap ini.

Wanita dianggap berbahaya, karena wanita dianggap sebagai sosok mahluk

yang suci dan memelihara.

5
Penghormatan terhadap leluhur dan Tuhan menjadi suatu kewajiban

didalam masyarakat adat. Ritual Etu menjadi sebuah sarana dalam melakukan

penghormatan, sehingga masyarakat adat sangat mengsakralkan ritual ini.

Konon sebagian masyarakat mempercayai akan ada malapetaka apabila

seluruh lapisan masyarakat yang diserahi tugas untuk menjalaninya tidak

melaksanakan perintah para pendahuluhnya.

Pernah dialami oleh masyarakat dengan Ritual Etu yang tidak

dilaksanakan, pemimpin dari masyarakat sekaligus mosalaki mengalami

gangguan kesehatan, sebagai penggantinya para tetua adat menggantikan

dengan upacara singkat untuk berdoa kepada leluhur meminta ijin bahwa

musim ini mereka tidak dapat melaksanakan ritual ini, namun sebagai simbol

adat dipersembahkan persembahan seperti moke, dan hewan (babi) sebagai

simbol adat.

Masyarakat sudah sejak lama melaksanaka Tradisi Ritual Etu atau tinju

tradisonal, ritual ini tidak sembarangan dilakukan di masyarakat. Ritual ini

semacam persembahan kepada leluhur dengan simbol darah yang keluar

menetes ditanah sebagai bentuk keselamatan dan pengorbanan demi

keutuhan. Masyarakat memahami dan menyadari benar akan bentuk ritual ini.

Masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya sifatnya masih Tradisional,

namun disisi lain masyarakat adat sadar akan posisi mereka saat ini, adanya

modernisasi masyarakat yang sangat terbuka.

Ritual Etu dilasanakan oleh mereka-mereka dari suku lain diwajibkan

untuk bergabung dalam acara ini, karena melalui ritual ini masyarakat

percaya bahwa para leluhur hadir, ada kontak antara masyarakat dengan para

6
leluhuryang telah menanam benih-benih kesejahteraan yang sampai saat ini

dirasakan oleh masyarakat. Rasa syukur masyarakat, biasanya diwujudkan

dengan membawa persembahan berupa arak, tau hewan (babi)demi

mendukung acara ritual Etu, namun acara ini tidak hanya untuk suku-suku

tertentu saja sebagai tuan dalam pelaksanan acara ritual ini tetapi suku-suku

lain juga sudah menjadi bagian dari acara ritual ini, sehingga terjalin rasa

saling memiliki, rasa kekeluargaan dan persaudaraan dalam ikatan persatuan

malalui ritual Etu.

2.2 Proses Pelaksanaan “Tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo Di Mbay

Tradisi Ritual atau tinju tradisonal berlangsung ada beberapa orang yang

memegang peranan selama proses pelaksanaan :

a. Ana Susu merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

upacara Etu.

b. Moi Etu adalah orang yang melakunkan upacara Etuatau pertarungan.

c. Sike merupakan orang yang tugasnya adalah mengatur Moi Etu, sehingga

Moi Etu tidak dapat bergerak bebas, ada batasan-batasan khusus.

d. Seka tugasnya sebagai pelerai atau wasit bagi Moi Etu

e. Babho ini bertugas sebagai penghubung siapa saja yang mau menjadi

Moi Etu, disamping tugasnya sebagai pehubung dia juga sengaja

mengadu antar Moi Etu supaya mereka sama-sama panas tentunya

dengan kata-kata yang sangat pedis.

Dalam melaksakan upacara Etu dipersiapkan segala sesuatu dengan

matang, yang harus dipersiakan ialah persiapan sarana fisik maupun non

7
fisik atau mental. Persiapan fisik dalam Ritual Etu,adapun benda-benda

yang digunakan sebagai penunjang Ritual Etu, antara lain :

a. Nabe dalam pelaksanaan ritual Etu digunakan sebagai altar

perjamuan dengan memberi persembahan kapada leluhur.

b. Loka Melo atau tempat ritual etu atau arena etu, dengan membuat

pagar keliling, dengan catatan kedua sisis lebar. Loka Melo didirikan

sebuah pondok dengan perlengkapan Melo atau alat musik. Melo

terbuat dari bambu yang dibetuk menyerupai bangku panjang. Melo

diletakan diatas tanah dan dilengkapi dengan tongkat sebagai alat

untuk memukul Melo

c. Kepo, alat ini terbuat dari serat-serat tumbuhan atau ijuk yang

dipintal hingga bentuknya memanjang dan kepo juga dilapisi dengan

berbagi benda keras seperti tanduk rusa, tanduk kerbau pecahan

beling.

d. Deze adalah baju penutup badan bagi seorang moi etu atau petinju,

yang berbentuk seperti rompi. Bahan dari pada pembuatan adalah

srat-serat tumbuhan daun lontar.

e. Destar merupakan kain sebagai sarana untuk pelaksanaan ritualEtu

yang kenakan dikepala moi etu

f. Kau Kasa adalah pengikat dada, yakni selembar kain tenun yang

diikay pada bagian dada, berfungsi sebagai pelindung dada dan perut

petinju, selain itu sebagai alat pegangan seorang sike yang tugasnya

sebagai pengontrol dalam mengendalikan petinju.

8
g. Sao Waja dalam ritual etu digunakan sebagai tempat akhir para moi

etu setelah bertinju. Ditempat ini seorang mosalaki memberikan

ketupat beserta moke sebagai tanda bahwa tidak ada lagi

permusuhan.

Sudah menjadi sebuah tradisi apabila Ritual Etu, tidak hanya moi etu

yang memiliki etu tetapi juga masyarakat luas. Masing-masing para moi etu,

selalu memiliki masanya masing-masing. Sehingga tidak jarang ada sedikit

masalah apabaila seorang moi etu sebagai kerabat dekat dari masyarakat luas

tadi yang tidak menerima apabila moi etunya kalah. Sehingga seorang

mosalaki harus benar-benar bijakdalam mengatasi hal-hal diluar konteks dari

ritual etu.

Sebelum acara berlangsung mosalaki memberi pengarahan kepada

masyarakat, bahwa dalam pelaksanaan acara ini, sikap dan perbuatan harus

menciptakan jiwa sportif apapun hasilnya kalah atau menang harus diterima.

Bahwa sebenarnya Ritual Etu bukan dilihat kalah atau menang melainkan

sebagai sarana perwujudan manusia, melalui nenek moyang kepada Tuhan.

Tradisi Ritual Etu dilaksanakan setiap Tahun sekali biasanya pada bulan

Juni-Juli, konon dulunya menetapka ritual ini dilihat sesuai dengan bulan

penuh atau bulan purama,

Ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sehingga akhirnyananti

sampai pada puncak Ritual Etu :

a. Tahapan Hedha Wewa

Hedha berarti hentak, wewa berarti halaman. Sehingga secara harfiah

bahwa hedha wewa adalah berkaitan dengan tanah dan halaman. Sebab

9
tanah dan halaman dianggap sebagai seoarang ibu, dewi, ataupun leluhur.

Dalam ritual etu bagi masyarakat ritual ini biasanya dilaksankan selama

tiga hari.

b. Tahapan Kobe Deo

Masyarakat mempercayai bahwa pada malam mini merupakan malam

menentukan keberhasilan seorang di masa yang akan datang. Mosalaki

melaksanakan ritual terlebih dahulu dengan Woe Hau. Ritual ini

dilakukan dengan memasak ketupat, sehingga apabila pecah maka

masyarakat kampung akan merasa senang karena ada banyak darah.

Darah dipercaya sebagai kesuburan dalam segala pekerjaan yang terkait

dengan aktivitas manusia. Malam kobe deo dilanjutkan pula dengan

tandak atau menyanyi sambil menari.

Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan Tradisi Ritual Etu

a. Waktu

Tradisi Etu merupakan bukti konkret yang dapat dilihat dan dipegang

manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kelebihan dan

kekurangannya, karena memiliki akal, budi, serta pikiran. Pelaksanaan

acara ini konon terkait dengan perhitungan bulan dan bintang. Waktu

pelaksanaannya yakni pada saat bulan terang atau dengan melihat

situasi cuaca pada saat awal mulai panas.

b. Tempat

Ritual Etu merupakan tradisi ritual yang dilaksanakan ditempat yang

sangat khusus, sehingga tempat tersebut biasanya ditengah halaman

kampung.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nagekeo merupakan kabupaten baru yang diresmikan pada tanggal 8

Desember 2006. Nagekeo merupakan wilayah yang terdiri atas beberapa

kampung yang tersebar luas. Kampung bagi masyarakat adat sangat besar

pengaruhnya hingga saat ini, hal ini bisa terjadi sebab masyarakat memiliki

kebiasaan bahwa setiap keputusan apapun yang menyangkut kepentingan

bersama harus diputuskan dan dibicarakan ditengah kampung.

Masyarakat sangat menghargai betapa leluhur dan Tuhan begitu sangat

berarti. Masyarakat menyadari sepenuhnya, bahwa keberadaan mereka saat ini

adalah faktor dan dukungan yang besar dari leluhur dan Tuhan. Masyarakat

menghayati akan sebuah falsafah dimana hubungan tanah dan manusia di

Nagekeo diyakini sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dalam kehidupan. Oleh

karena itu Ritual Etu merupakan sarana bagi masyarakat pendukungnya untuk

memohon perlindungan kepada kepada leluhur dan Tuhan agar segala rejeki

dan pengorbanan yang mereka lakukan, mendapatkan tempat dan hasil yang

memuaskan.

3.2 Saran

Kita sebagai Manusia yang berbudaya harus dapat berperilaku sesuai

norma dan aturan yang menjadi kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek

moyang kita. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan kepada pembaca

adalah agar makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai kebudayaan

11
atau tradisi Ritual Etu (Tinju Adat) Nagekeo di Mbay dan kebudayaan-

kebudayaan lainnya yang ada di Flores, Nusa Tenggara Timur. Sehingga, kita

dapat secara bersama-sama melestarikan budaya yang ada agar tidak

kehilangan budaya kita di zaman yang semakin Modern saat ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kriwirinus Yosida Klavaristo.2007.Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa


Flores [Skripsi].Yogyakarta : Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

Herminus Hamul.2018.Upaya Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Dalam


Pelestarian Budaya Etu (Tinju Adat) Untuk Pengembangan Objek Wisata Di
Desa Rendu Tutubhada Kecamatan Aesesa Selatan Kabupaten Nagekeo
[Skripsi].Kupang : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Khatolik
Widya Mandira.

https://www.indosport.com/20171104/etu-tinju-adat-nagekeo-yg-mempersatukan-
masyarakat

http://josinf.blogspot.com/2012/09/ritual-tinju-adat-nagekeo-etu

https://id.m.wikipedia.org/wiki/etu

https://www.gempi.co/travel/21598/tinju-tradisional-di-nagekeo-tanduk-kerbau-
jadi-sarung-tinju

https://warisanbudaya.kemdikbudgo.id/

https://www.goodnewsformindonesia.id/2016/12/21/etu-sebuah-tinju-tradisional-
dari-flores

13

Anda mungkin juga menyukai