Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Kelulusan Mata Kuliah Etika dan
Tanggung Jawab Profesi
Oleh Kelompok:
Fransiska Tambunan : 010118323
M. Lerick Wasito : 010118349
Salma Nabila : 010118354
Hamdan Husein Hizvullah : 010118366
Sherly Oktaviani Siregar : 010118370
M. Yasmin Maulana : 010118382
Kelas I-J
(……………………………….)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2021
i
KATA PENGANTAR
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya tercurahkan kepada kita
yang tak terhingga. Sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi besar
kita Muhammad SAW dan keluarganya serta para sahabatnya dan para pengikutnya
Kami Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nimat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas untuk melengkapi salah
satu persyaratan mata kuliah sosiologi dengan judul “Bias Status Socio-Economic
dalam Pengadilan“
Kami Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamya. Untuk
itu, maka kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lag. Demikian,
dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya, akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu untuk menyusun makalah ini. Dapat memberikan
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di tahun 2015 Indonesia dihebohkan dengan kasus Asyani seorang nenek yang
berusia 67 tahun dilaporkan oleh PERHUTANI atas pencurian sejumlah kayu jati.
Cerita ditangkapnya Nenek Asyani berawal dari 12 tahun silam. Nenek Asyani
menebang pohon jati yang diyakininya berada di lahan pribadi. Berdasarkan informasi
yang dihimpun, kayu yang ditebang itu disimpan di dalam rumah dan rencananya mau
membuatkan sesuatu yang berguna untuk suaminya itu baru terlaksana tahun 2014. Saat
kayu – kayu akan dibawa ke tukang kayu Cipto alias Pit bin Magiyo (47) untuk
Sekretaris Divisi Regional Perum Perhutani Jatim Yahya Amin berawal dari
pohon jati dengan keliling 115 centimeter dan 105 centimeter oleh Perum Perhutani
dari kasus pencurian kedua pohon tersebut Rp 4.323.000. Berdasarkan kejadian itu
1
Kemudian petugas menggeledah rumah Cipto yang beralamat di Dusun
keberadaan kayu tersebut ilegal, sehingga harus diamankan. Perhutani juga bertindak
jauh dengan melaporkan kejadian itu kepolisian dengan tuduhan pencurian. Barang
bukti yang diamankan sebanyak 38 batang kayu jati olahan (0,125 meter kubik)
90 x 3 x 8 centimeter.
Pada kasus tersebut, Cipto diduga melakukan tindak pidana memiliki kayu jati
hasil hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 12 huruf d dan m juncto pasal 83 (1)
huruf a dan pasal 87 (1) huruf m berdasarkan UU RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang
persidangan pada tanggal 23 April 2015 nenek Asyani dikenakan vonis 1 tahun penjara
dengan 15 bulan percobaan dan denda 500 juta rupiah. Banyak yang mengecam kasus
terhadap nenek Asyani ini karena menurut berbagai praktisi – praktisi hukum Indonesia
kasus ini merupakan bukti ringkihnya hukum di Indonesia, salah satu praktisi hukum
yang mengutarakan pendapatnya akan hal ini ialah Achmad Fauzi yang pada waktu itu
Kasus yang membelit Nenek Asyani menjadi potret supremasi hukum yang ringkih.
Hukum tampil tak berdaya menangani kasus korupsi yang melibatkan kelompok elite,
tapi pada saat bersamaan justru garang kepada orang lemah. Buktinya, untuk menyeret
Nenek Asyani ke meja hijau penegak hukum tak perlu waktu lama. Berbeda dengan
2
penanganan skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun yang hingga
kini tak jelas ujung pangkalnya. Aktor utama sampai detik ini tak terjamah karena
memiliki akses kekuasaan, impunitas hukum, dan `jalur sutet' yang berbahaya apabila
dibongkar.
Karena itu wajar jika penegakan hukum kerap meninggalkan jejak ironi. Wajar
pula jika penanganan kasus korupsi selalu berakhir antiklimaks. Supremasi hukum
yang berselingkuh erat dengan pragmatisme poli tik akan sulit membongkar akar
wewenang.
Nenek Asyani memang tidak memiliki pengaruh penting bagi jagat politik. Ia
baru akan mendapatkan perhatian dari penguasa ketika bergulir menjadi isu nasional
dan menjadi sorotan media. Berbeda dengan para koruptor yang mayoritas berasal dari
penuh dan hak-haknya diperjuangkan. Sebagai contoh, Menteri Hukum dan HAM
tersebut jelas mencerminkan hukum yang ringkih. Hukum tumpul ke atas, tapi
B. PERUMUSAN MASALAH
3
Dari latar belakang masalah tersebut muncul berbagai ethical dan moral questions
yang kami selaku penulis ingin mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul
1. Apakah secara etis vonis yang dijatuhkan oleh hakim sudah cukup bijak?
tersangka kepada nenek asyani dibandingkan dengan pelaku – pelaku perbuatan serupa
4
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk dapat menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dalam Bab I maka kita
harus memahami apa yang dimaksud dengan Etika, Etika dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai ilmu yang terbagi dalam baik dan buruk serta mengenai hak
dan kewajiban. Etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut
yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang mempunyainya dikatakan
sebagai orang yang tidak susila. Sebagaimana pendapat para ahli mengenai etika
profesi, yaitu :
Pengertian Etika profesi merupakan etika sosial dalam etika khusus memiliki
tugas serta juga tanggung jawab kepada ilmu dan juga profesi yang
disandangnya.
5
B. ETIKA SEORANG JAKSA DAN HAKIM
1. Jaksa
untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-
undang. Jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam
pelaksanaan tugas kejaksaan. Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung
Pasal 3
yang ditetapkan.
3) Mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai
4) Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan atau ancaman opini publik
6
terhadap dirinya sendiri tanpa gangguan dari orang lain dan tidak boleh takut
5) Bertindak secara objektif dan tidak memihak. Jaksa tidak boleh berpihak
kepada salah satu tersangkat karena tersangkat masih ada hubungan dengan
jaksa
11) Menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
13) Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan.
7
• Larangan Jaksa dalam Melaksanakan Tugas Profesi
Pasal 4
dan/atau pihak lain. Dalam hal tersebut jaksa tidak boleh menyalah gunakan
terdakwa dalam proses penangan perkara harus sesuai dengan fakta yuridis
yang ada dan tidak boleh melakukan manipulasi atau memutar balikkan
pihak lainnya.
8
tugas profesinya. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menjaga integritas
jaksa.
ekonomis secara langsung atau tidak langsung. Seorang jaksa tidak boleh
jaksa dengan pihak yang sedang diproses, serta kepentingan finansial yang
jaksa tersebut.
6) Bertindak diskriminatif dalam bentuk apa pun. Jaksa dengan alasan apa pun
rangka menegakkan hukum dan keadilan, terdapat hal yang tidak perlu
hukum, untuk itu jaksa tidak diperbolehkan membuat pernyataan yang dapat
9)
9
2. Hakim
1. Berperilaku Adil
2. Berperilaku Jujur
4. Bersikap Mandiri
5. Berintegritas Tinggi
6. Bertanggung Jawab
8. Berdisiplin Tinggi
Dalam keputusan tersebut mengatur mengenai hakim yang harus bersifat adil
yang bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi
haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya
di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah
memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness)
terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi
di bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan
10
C. KESENJANGAN STATUS SOCIO-ECONOMIC DALAM HUKUM
Satu hal yang yang harus kita pahami, kita sebagai manusia secara implisit
pastilah memiliki bias hal ini bukanlah hal yang disengaja tetapi merupakan hal yang
dapat dikatakan alami bagi manusia, dengan memiliki suatu bias belumlah tentu kita
merupakan seorang yang rasis, intoleran, dan sejenisnya. Hal ini hanya merupakan
kecenderungan yang kita miliki karena sebagai manusia kita pasti melihat hal – hal
melalui sudut pandang tertentu yang menimbulkan impression terhadap suatu hal dan
pada tahun 2013, menjelaskan masalah ini sebagai berikut: “Masalahnya adalah
mengamati populasi orang, dan karena posisi Anda di tangga ekonomi, kami akan
Neitz kemudian mengatakan beberapa bias ini datang dari media. “Liputan
berita dapat menonjolkan persepsi tertentu yang mungkin Anda miliki tentang populasi
tertentu, terutama jika Anda tidak memiliki contoh kehidupan nyata untuk melawan apa
yang Anda lihat di televisi, ”jelasnya. “Jika Anda cukup sering melihat mitos tentang
orang miskin di media, begitulah cara Anda melihatnya.” Dia mengatakan mitos seputar
kelompok orang tertentu mengarah pada bias. Salah satu cara untuk memeranginya di
ruang sidang adalah dengan menjadikan bias sosio-ekonomi implisit sebagai bagian
dari Model Code of Conduct seperti halnya bias lain yang terdaftar, merupakan saran
dari Nietz. “Saya pikir kita dapat mengatakan bahwa bias sosial-ekonomi lebih lazim
di ruang sidang daripada yang kita sadari,” kata Neitz. “Tidak ada larangan
konstitusional tentang bias sosio-ekonomi di ruang sidang seperti adanya bias rasial dan
gender. Jadi, ini sedikit diperhatikan dan kami mencoba untuk menarik perhatian pada
11
fakta bahwa ada interseksionalitas antara jenis bias implisit yang telah didengar,
dipelajari, dan dilatih orang dan jenis bias yang jarang diketahui ini yang lazim di ruang
sidang. melintasi negara. Para hakim memiliki dampak langsung pada kehidupan
orang-orang miskin setiap hari, tidak hanya di pengadilan pidana tetapi juga pengadilan
Jurang sosial dan ekonomi yang semakin lebar antara orang kaya dan orang
miskin di Amerika harus tetap berada di luar pintu ruang sidang kami. Hakim dapat
menikmati hak istimewa kekayaan ekonomi dalam kehidupan pribadi mereka, tetapi
keadilan dalam pengambilan keputusan mereka. Ujar Nietz dalam papernya, walaupun
beliau membahas mengenai proses peradilan di Amerika Serikat penulis merasa hal ini
dapat juga dikatan untuk proses peradilan Indonesia yang dalam konteks ini memiliki
kondisi serupa.
NENEK ASYANI
Dalam prosesi penangkapan dan peradilan nenek Asyani terdapat beberapa kejanggalan
1. Laporan atas hilangnya pohon jati tersebut dibuat di tahun 2014 sedangkan nenek
Asyani mengambil kayu di tahun 2010, hal ini menimbulkan pertanyaan besar
dimana apabila kayu yang dicuri dari perhutani dalam laporan Nomor
02/KP/Jtgtg/Bsk/2014 itu benar kayu yang dimiliki nenek Asyani mengapa pihak
Perhutani baru sadar kehilangan 2 pohon jati yang dapat dikatakan berukuran cukup
12
2. Kayu yang dimiliki oleh nenek Asyani menurut Jaksa tidak dapat dibuktikan
sebagai miliknya karena nenek Asyani tidak memiliki dokumen kepemilikan atas
kayu tersebut, sedangkan dokumen kepemilikan atas kayu adalah hal yang tidak
3. Pasal illegal logging yang dijatuhkan kepada nenek Asyani ini merupakan pasal
mengenai kejahatan luar biasa yang notabennya diperuntukan untuk korporat yang
4. Dengan timeline yang ada dalam kasus ini bukti – bukti dan kesaksian juga tidak
pelaporan cukup jauh, dan kurangnya riset apakah spesifikasi kayu yang dimiliki
nenek Asyani apakah sesuai dengan kayu yang hilang apabila diolah sedemikian
13
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika
profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang
memerlukannya. apa yang semua dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan
segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang
sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir
dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para
elite profesional ini. Begitupula dengan jaksa yang harus memiliki kode etik sebagai
pedoman dalam menjalankan profesinya dan terlebih lagi untuk mendapatkan kepercayaan
Vonis hakim kepada nenek Asyani yang berusia lanjut tersebut dapat dikatakan
kurang adil dan bijak, melihat tidak cukup kuatnya bukti – bukti dan kesaksiannya jika
dibandingkan kasus – kasus illegal logging yang banyak dillakukan oleh oknum korporat
– korporat maupun dari internal Perhutani, yang dapat dikatakan cukup lama untuk
dikatakan sebagai tersangka. Hakim apabila lebih teliti dan mengikuti etika dia sebagai
manusia dan tentunya kode etik hakim tentunya dapat menolong nenek Asyani seperti
perkataan salah satu guru besar Unsoed Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho yaitu “Kalau
melihat dampak, kerugian, biaya penyelesaian perkara lebih besar daripada hasil pencurian
itu, harus lihat restorative. Itu terobosan baru kalau pengadilan lihat seperti itu. Sekarang
14
Bias terhadap orang yang berposisi socio-economic bawah tentunya juga mungkin
memiliki andil dalam kasus ini dimana tanpa sadar kita memiliki kecenderungan untuk
lebih cepat memutuskan kebersalahan terhadap orang miskin dalam kasus pidana dibanding
dengan orang kaya dimana kita lebih mudah “menelan” bahwa orang miskin mencuri
dibanding orang kaya mencuri. Bias socio-economic seperti ini belum ada yang
mengaturnya tetapi dapat diredam melalui pendidikan etika dan tanggung jawab profesi
B. SARAN
dibutuhkannya pendalaman pendidikan etika dan tanggung jawab sejak dini dimana hal
tersebut dapat meredam prejudice dan bias yang mungkin muncul sewaktu – waktu. Kami
juga berharap kedepannya hakim – hakim Indonesia lebih bijak lagi dalam menjatuhi vonis
hukuman dengan tidak hanya melihat barang bukti saja tetapi juga kondisi dari pelaku dan
prespektif mereka karena kita Indonesia juga menerapkan asas praduga tak bersalah sesuai
dengan Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c dan juga dalam UU Kehakiman, asas
15
DAFTAR PUSTAKA
Neitz, Michele Benedetto. Socioeconomic Bias in the Judiciary. Cleveland State University.
Cleveland, USA.
Artikel "Nenek Asyani dan Hukum yang Ringkih" Oleh Achmad Fauzi, Koran Media
KUHAP
UU KEHAKIMAN
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150423151941-12-48782/nenek-asiani-
dinyatakan-bersalah
https://kawanhukum.id/menelaah-etika-profesi-jaksa/
http://pn-sumbawabesar.go.id/v2/index.php/tentang-pengadilan/pengawasan-kode-etik/kode-
etik-hakim#:~:text=Prinsip-
prinsip%20dasar%20Kode%20Etik,Tinggi%20Harga%20Diri%2C%20(8)
https://www.americanbar.org/news/abanews/publications/youraba/2019/march-2019/5-steps-
to-help-eliminate-socio-economic-bias/
https://news.detik.com/berita/d-2858972/proses-hukum-nenek-diduga-curi-kayu-harus-
gunakan-restorative-justice
16