SKRIPSI
Disusun Oleh:
02011281722119
Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya
PALEMBANG
2023
NAMA : MARSEKAL WANGTA CAHYADI ALAM
NIM : 02011281722119
JUDUL
Palembang, 2023
Disetujui Oleh :
Mengetahui
NIP. 196802211995121001
i
DAFTAR ISI
ii
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN NO.
8/Pid.Sus-Anak/2021/PN. Tbn)
A. Latar Belakang
Tindak pidana pada saat ini sangat beragam motifnya seperti kekerasan fisik
atau penganiayaan, kekerasan terhadap psikis, dan masih banyak lagi motif tindak
pidana yang lainnya. Tindak pidana dapat dikatakan sebagai bentuk tingkah laku
yang berlaku di dalam masyarakat. Belakangan ini tindak pidana bisa terjadi
terhadap setiap kalangan baik dewasa maupun anakanak, terlebih terhadap anak-
anak sangat riskan karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang
dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang.1
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak menutup kemungkinan bahkan
sudah menjadi hal yang biasa apabila anak-anak melakukan tindak pidana.
Kenakalan anak sering disebut dengan junevile deliquency, yang diartikan dengan
anak cacat sosial.2 Banyaknya kasus tindak pidana yang melibatkan anak di
1
Akala Fikta Jaya, “Penegakan Hukum Pidana terhadap Anak yang Terjerat Perkara
Pidana melalui Diversi (Studi Di Polrestabes Medan)” Journal of Education, Humaniora and
Social Sciences (JEHSS) (Agustus,2020) Vol 3, No. 1, hlm. 79
2
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama,2014), hlm. 67
1
2
yang tak terkontrol. Salah satu tindak pidana yang perlu diperhatikan secara
khusus pada saat ini adalah kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang
dilakukan oleh anak anak yang tergolong masih muda. Seperti yang terjadi pada
bulan September tahun 2020 telah terjadi kasus pengeroyokan yang terjadi di
Jalan Depan Gapura di Desa Bunut, Saksi korban Moh. Yavi Nur Aszudin dan
Saksi Novari Rohman disuruh berhenti dan dipepet oleh 6 orang dikarenakan
Saksi Moh Yavi sebelumnya berkata “Ada apa kamu ngelirik lirik ?”, Ke 6 Orang
yang masih dibawah umur ini sedang dalam keadaan mabuk karna meminum
minuman keras ini tidak terima dan memberhentikan korban, Terdakwa ABH II
Khadiq Sofiul Fikri dan Terdakwa ABH III M. Nashoicul Ibad mengajak Saksi
kosong, Moh. Yavi yang merasa dipukuli pun membela diri dengan melakukan
perlawanan balik, melihat hal ini Terdakwa ABH I Niken Deni dan Satu orang
DPO yaitu Agus Riyanto ikut memukuli Saksi Yavi, dan Agus Riyanto
sehingga menyebabkan luka berat berupa luka robek, Lalu Hal ini
meklasifikasikan bahwa perbuatan para terdakwa melanggar pasal 170 Ayat (2)
Agar pertumbuhan psikis anak yang pernah melakukan suatu tindak pidana
Peradilan Pidana Anak mengenal adanya Keadilan Restoratif dan diversi yang
3
Putusan Pengadilan Nomor. 8/Pid.sus-anak/2021/PN.Tbn
3
penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan
pidana, dengan adanya tindakan diversi ini, maka diharapkan akan mengurangi
memberikan definisi anak ialah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih di dalam kandungan. Anak juga wajib diberikan perlindungan
agar dapat menjamin serta melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
usia yang berbeda-beda. Sebagai contoh Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dalam pasal 47 menyatakan bahwa anak adalah setiap orang
yang belum berusia 18 tahun.8 Merurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014
4
Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, (Bandung: PT. Alumni,
2014), hlm. 113
5
M. Nasir Djamil. Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan UU Sisitem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), hlm. 26.
6
Lilik Mulyadi, loc.cit
7
Undang Undang Nomor 35 Tahun Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
LN.2014/No. 297, TLN No. 5606, LL SETNEG: 48 HLM
8
M. Nasir Djamil. Op.cit hlm. 34
4
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Hal ini
menunjukan bahwa setiap orang termasuk anak juga diatur secara jelas dalam
Hal ini dikarenakan anak dianggap memiliki kondisi kejiwaan yang labil,
proses kemantapan psikis menghasilkan sikap kritis, serta agresif yang dapat
mengganggu ketertiban umum. Hal ini belum bisa dikatakan sebagai kejahatan
bertindak dan kondisi psikologis yang tidak seimbang. 10 Pada kasus ini, anak
penanganan terhadap tindak pidana anak berbeda dengan tindak pidana dewasa.
Secara paradigma model penanganan pidana anak yang berlaku menurut Undang
justice, yaitu penghukuman sebagai pilihan utama atau sebagai pembalasan atas
suatu tindak pidana. Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 ini dianggap tidak
berbeda dengan yang dilakukan oleh orang dewasa karena dalam hal ini anak
masih sangat rentan baik secara fisik dan psikisnya 12 Proses peradilan pidana anak
9
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 9
10
Nasir Djamil, Loc.cit
11
Ibid, hlm.35
12
Kartini, Kartono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
67
5
menimbulkan efek negatif yaitu dapat berupa penderitaan fisik dan emosional
putusan hakim pemidanaan terhadap anak maka stigma yang berkelanjutan, rasa
bersalah pada diri anak dan sampai pada kemarahan dari pihak keluarga13
Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan
setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut
meminta.14 Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on
the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui
bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang serta menghargai partisipasi
mengatur jelas hak-hak anak yang salah satunya adalah berhak atas kelangsungan
13
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 3.
14
Nashriana, Perlindungan hukum bagi anak di Indonesia, (Jakarta: Raja grafindo
Persada, 2011), hlm.13
6
hidup, tumbuh dan kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.15
mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan
anak, termasuk terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Oleh karena itu,
maka diperlukan suatu sistem peradilan pidana anak yang di dalamnya terdapat
Muncul suatu pemikiran atau gagasan untuk hal tersebut dengan cara pengalihan
atau biasa disebut Diversi, karena lembaga pemasyarakatan bukanlah jalan untuk
rawan terjadi pelanggaran- pelanggaran terhadap hak anak. Hal inilah yang
hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak. Perlindungan terhadap
tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai
pelaku, namun mencakup juga anak sebagai korban dan saksi. Aparat penegak
15
Tim Pustaka Setia, Undang-Undang Dasar 1945 setelah Amandemen Keempat Tahun
2002, (Bandung: CV. Pustaka Setia. 2005), hlm.23
16
Sigit Angger Pramukti & Primarharsya Fuadi, Sistem Peradilan Pidana Anak,
(Yogyakarta: Madpress 2002), hlm.38
7
hukum yang terlibat dalam penanganan ABH agar tidak hanya mengacu pada
pada proses hukum formal yang mulai diberlakukan 2 tahun setelah Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diundangkan atau mulai berlaku pada
tanggal 1 Agustus 2014 (Pasal 108 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
– unsur yang sudah ada pada Pasal 170 Ayat 2 ke-1 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
memberikan efek jera dan tidak tentu menjadikan pribadi anak lebih baik untuk
proses tumbuh kembangnya. Penjara justru sering kali membuat anak semakin
profesional dalam melakukan tindak pidana, oleh karena itu negara harus
tindak pidana. Perlindungan anak ini dapat dilakukan dari segala aspek, mulai dari
penanganan yang tepat melalui peraturan-peraturan yang baik. Oleh karena itu
terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana sangat tepat jika diterapkan
kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban, dengan
penyelesaiaan perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak pelaku dan
korban.18
penting yang harus didahulukan, maka dari itu terhadap seorang anak wajib
hasil, tetapi Dalam prakteknya, kasus yang terkait dengan perbuatan pidana anak
masih belum begitu menerapkan diversi dalam penyelesaian tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Dikarenakan praktek restorative justice yang kurang begitu
pengadilan, yang membuat masih banyaknya anak di bawah umur yang harus
dihukum penjara badan, sehingga dikhawatirkan hal seperti ini akan terus
18
Ibid, hlm.59
9
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengkaji
8/Pid.Sus-Anak/2021/PN. Tbn)”
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, sebagai
berikut :
10
8/Pid.Sus-Anak/2021/PN. Tbn.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat yang diharapkan dalam penulisian skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
hukum yang berlaku sampai saat ini, serta memberikan penjelasan akibat
2. Manfaat Praktis
bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama.
11
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang akan penulis teliti hanya membahas mengenai
F. Kerangka Teori
Pemahaman atas kekuasaan kehakiman yang merdeka, tidak lepas dari prinsip
pemisahan kekuasaan yang dikemukaan oleh John Locke dan Montesqueiu. Hal
ini dimaksudkan untuk menjamin sikap tidak memihak, adil, jujur, atau netral
dipastikan tidak akan bersikap netral, terutama apabila terjadi sengketa antara
Suatu badan yang melalui putusan hakim menentukan isi dan kekuatan asas-
yang merdeka, yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang merdeka dan tidak
memihak, sebagai salah satu unsur negara hukum, sebaik apapun peraturan
19
Ismail Rumadan, “PROBLEMATIKA PELAKSANAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
(Dalam Konteks Pelaksanaan Fungsi Check and Balances System)”, Jurnal Hukum dan Peradilan
(November 2014), Volume 3, Nomor 3: 243-252 hlm. 246.
12
dan konten melalui keputusan mereka.20 Menurut Mac Kenzei, “ada beberapa
teori yang digunakan hakim sebagai dasar dalam menjatuhkan pidana pada suatu
a. Teori keseimbangan
dengannya. kasus.21
20
Ibid, hlm. 247
21
Ibid
22
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 102
13
Konsep dari Tanggung Jawab hukum erat dengan konsep hak dan kewajiban.27
23
Ibid
24
Ibid, hlm. 103
25
Ibid, hlm.104
26
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm 32.
27
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.55.
14
hak satu orang terkait dengan kewajiban orang lain. 28 Konsep yang terkait dengan
seseorang bertanggung jawab secara hukum atas tindakan tertentu atau seseorang
memikul tanggung jawab hukum, yang berarti bahwa orang tersebut bertanggung
kesengajaan. Unsur perbuatan pidana berada pada bidang objektif, disusul dengan
subyektif yang terdiri dari kesanggupan untuk bertanggung jawab dan adanya
Menurut pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 KUHP, masalah pertanggungjawaban
pidana dikaitkan dengan alasan penghapusan kejahatan. Selain itu, meskipun Pasal
28
Ibid, hlm 57.
29
Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm.95
30
A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMMPRES, 2004), hlm.74
31
Chairul Huda, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada ‘Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hlm.3
15
Istilah tindak pidana adalah istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda
ditemukan definisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama
ini merupakan kreasi para ahli ilmu hukum. Para ahli hukum pidana umumnya
Demikian pula dengan apa yang didefinisikan Simons dan Van Hamel. Dua ahli
para ahli hukum pidana Belanda dan Indonesia hingga saat ini. 32 Simons
yaitu :
c. adanya kesalahan;
32
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.25
33
Ibid, hlm.26
34
Ibid
16
memiliki cara berpikir normal akibat dari kehidupan rohani yang sempurna,
Tetapi Anak dalam hal ini adalah anak yang dikenal dengan istilah juvenille
tidak bisa dikatakan sebagai psikologis yang tidak seimbang, di samping itu
pelakunya pun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya
merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang
lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan (KUHPidana)
bertanggungjawab.36
- anak yang berkonflik dengan hukum, adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
- anak yang menjadi korban tindak pidana, adalah anak yang belum berumur 18
- dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. anak yang belum berumur 18
(delapan
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum. Penelitian
sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa sudah benar atau salah serta
penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Menurut
38
Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) hlm. 153
18
particular legal kategory, analyses the relationship between rules, explain areas
depan).39
doktrinal yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen
2. Pendekatan Penelitian
menafsirkan bahan hukum. Namun dalam studi ini pendekatan yang dipergunakan
adalah :
39
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), hlm.35
40
Soerjono Soekanto Dkk, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Cetakan ke-8, PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 13
19
kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Kasus itu dapat berupa
Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sumbersumber data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau
penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan
masalah atau materi penelitianyang sering disebut sebagai bahan hukum. Data
sekunder diperoleh dari 2 (dua) bahan hukum, baik bahan hukum sekunder
maupun primer
41
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), hlm 133
42
Ibid
20
bahan hukum lainnya yang dapat berupa bahan yang diakses melalui
penelitian ini.44
Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakan
atau disebut dengan penelitan normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan
nama bahan acuan dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum.45
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan
beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarja hukum yang
43
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2006), hlm.196
44
Soerjono Soekanto Dkk, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 13
45
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 119
46
Ibid
21
kemudian diorganisir dalam suatu satu pola, kategori dan uraian dasar. Analisis
bahan hukum ini adalah analisis dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis secra
H. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan secara garis besar latar belakang,
47
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi penelitian hukum dan jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hlm. 93
22
Pada bab ini penulis akan mengulas tinjauan pustaka mengenai penjelasan secara
yang berhubungan dengan tindak pidana asusila pornografi yang terjadi pada
ini.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran yang membangun
mengenai topik permasalahan pada skripsi yang akan berguna bagi pembaca
BUKU
Setya Wahyudi dalam M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum; Catatan
Pembahasan UU Sistem Peradilan Anak (UU-SPPA).
JURNAL
PERUNDANG-UNDANGAN