Anda di halaman 1dari 12

BIOPSIKOLOGI

RANGKUMAN MATERI MAKAN DAN


LAPAR

Dosen pengampu :
Aisyah Putri Rawe Mahardika, M.Psi Psikolog

DI SUSUN OLEH :
Ummu Salsabila (221007003)
Lubna Hirmayasani (221007004)
Nur Hijrah (221007010)
Fathin Mu’taz Hazmyza (221007016)
Amelia Deswitami (221007018)
Aullya Rahma (221007023)
Alifiah Matano Dita (221007024)
Syatira (221007029)

UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
A. DEFINISI LAPAR..............................................................................................................3
B. LAPAR DAN MAKAN......................................................................................................3
C. TEORI SET POINT ASSUMPTION.................................................................................4
D. POSITIVE INACTIVE PERSPEKTIVE..............................................................................5
E. FAKTOR APA, BAGAIMANA DAN BERAPA BANYAK............................................6
1. Faktor yang mempengaruhi apa yang kita makan...........................................................6
2. Faktor yang mempengaruhi bagaimana kita makan........................................................6
3. Faktor yang mempengaruhi berapa banyak kita makan..................................................7
F. GANGGUAN MAKAN YANG PALING UMUM...........................................................7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

2
A. DEFINISI LAPAR

Rasa lapar merupakan sinyal yang normal yang mengingatkan bahwa tubuh
perlu menambah energi yang berkurang. Lapar adalah salah satu dorongan yang
paling dasar dan yang paling sulit untuk diabaikan. Rasa laparlah yang mendorong
manusia untuk makan. Lapar adalah rasa keinginan terhadap makanan dan
berhubungan dengan efek fisiologi lain, seperti kontraksi rimis pada lambung dan rasa
gelisah sehingga menuntut ketersediaan makanan yang kuat.

B. LAPAR DAN MAKAN

Hipotalamus merupakan sebuah struktur kecil dalam otak depan yang menjadi
pengatur Pusat pengaturan nafsu makan didalam tubuh (alonso-alonso dan pascual
leone.2007)

Ketika kita tidak makan selama beberapa waktu kadar gula darah kita menurun.
Maka ketika ini terjadi, lemak dilepaskan dari sel-sel lemak tubuh yang menyimpan
lemak – untuk menyediakan bahan bakar yang digunakan oleh sel sampai ketika kita
bisa makan lagi nanti. Hipotalamus mendeteksi perubahan dan memicu serangkaian
peristiwa beruntun , mengakibatkan munculnya rasa lapar yang memotivasi kita untuk
makan. Makan mengembalikan keseimbangan internal atau homeostasis,dengan
memulihkan kadar gula darah hingga seimbang dan mengisi ulang sel-sel lemak.
Pada hipotalamus ada dua bagian yang berperan pada proses lapar dan makan. Dua
bagian itu adalah hipotalamus lateral dan hipotalamus vendromedial. Bagian
hipotalamus lateral berfungsi sebagai perangsang untuk menyalakan motivasi makan
atau membangunkan selera makan. Nukleus lateralis terletak di setiap sisi lateral
hipotalamus dan berperan sebagai pusat lapar. Nukleus ini bekerja dengan cara
mendorong sel saraf motorik untuk mencari makanan. Stimulasi di daerah ini akan
menyebabkan makan dalam jumlah banyak (hiperfagia), sedangkan destruksi di
daerah ini menyebabkan kehilangan selera makan, yang dapat berujung pada
kehilangan berat badan, massa otot, dan penurunan metabolisme tubuh.

3
Bagian lain dari hipotalamus yang berperan dalam lapar dan makan yaitu
hipotalamus ventromedial yang berfungsi sebagai tuas pemadam untuk memberikan
sinyal ketika tiba saatnya berhenti makan. Pada bagian ini terdapat Nukleus
Ventromedial sebagai pusat kenyang. Stimulasi di daerah ini akan menyebabkan
perasaan kenyang sehingga tidak mau makan (afagia), sebaliknya destruksi di daerah
ini akan menyebabkan hasrat untuk makan yang berlebih dan dapat berakibat obesitas.
Campuran kimia di dalam otak mencakup sejumlah neutrotransmiter dan hormon
mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur rasa lapar (zhang et al.2006). Beberapa
bahan kimia menimbulkan rasa lapar, sedangkan yang lain mengerem keinginan untuk
makan. Sebagai contoh , neutrotransmiter neutopeptide Y(NPY) bekerja pada
hipotalamus untuk merangsang nafsu makan (Epstein et al...,2007) perut juga
berperan di dalam proses ini (kluger,2007). Ketika kosong, ia melepaskan hormon
Ghrelin yang merangsang lapar,yang menempuh perjalanan ke otak untuk merangsang
pelepasan NPY. Contoh hormon lain yaitu leptin. Dilepaskan oleh sel-sel lemak dan
bertindak mengekang rasa lapar dengan cara memberikan sinyal kepada hipotalamus
ketika kita sudah cukup makan (Baicy et al..,2007). Salah satu cara kerja Leptin
adalah dengan mengurangi produksi NPY di dalam otak.
Rasa kenyang yang kita rasakan sesudah makan diatur oleh sejumlah
neutrotransmiter, seperti Dopamin, yang merangsang sirkuit imbalan atau Nikmat di
dalam otak. Neurotransmiter lainnya, serotonin, terlibat dalam mengatur rasa kenyang,
perasaan yang kita alami sesudah makan cukup.

C. TEORI SET POINT ASSUMPTION

Kebanyakan orang beranggapan bahwa rasa lapar (motivasi untuk makan)


disebabkan karena adanya defisit energi, dan memandang bahwa makan sebagai cara
untuk mendapatkan sumber energi tubuh agar kembali ke tingkat optimalnya—set
point energy.

Setelah makan, sumber energi seseorang diasumsikan mendekati set-point dan


menurun setelah itu karena tubuh menggunakan energi untuk proses bahan bakar
fisiologisnya. Ketika tingkat sumber energi tubuh menurun cukup jauh di bawah set-
point, seseorang menjadi termotivasi oleh rasa lapar untuk mulai makan lagi.
Makanan berlanjut, menurut asumsi set-point, sampai ingkat energi kembali ke set
pointnya dan orang tersebut merasakan kenyang (tidak lapar).

Model set-point berasumsi bahwa rasa lapar dan makan bekerja dengan cara yang
sama seperti pemanasan yang diatur oleh termostat sistem dalam iklim dingin.
Pemanas meningkatkan suhu rumah hingga mencapai set-pointnya. Pemanas
kemudian mati, dan suhu rumah secara bertahap menurun sampai menjadi rendah,
cukup untuk menyalakan pemanas kembali. Semua sistem set-point memiliki tiga
komponen: mekanisme set- point, detektor mekanisme, dan mekanisme efektor.
Mekanisme set-point mendefinisikan set point, mekanisme detektor mendeteksi
penyimpangan dari set- point, dan efektor mekanisme bertindak untuk
menghilangkan penyimpangan.

4
Misalnya, set-point, detektor, dan mekanisme efektor dari sistem pemanas adalah
termostat, termometer, dan pemanas.

 Set-point glucostatic, Beberapa peneliti beranggapan bahwa makan diatur oleh


sistem yang dirancang untuk mempertahankan set-point glukosa darah. Rasa lapar
dapat ditimbulkan karena kurangnya glukosa dalam darah. Makanan yang kita makan
akan diserap oleh tubuh dan sari-sarinya (salah satunya glukosa) akan dibawa oleh
darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, jika dalam darah kekurangan glukosa,maka
tubuh kita akan memerintahkan otak untuk memunculkan rasa lapar dan biasanya
ditandai dengan pengeluaran asam lambung. Hal ini dapat kita lihat saat lapar, kadar
glukosa darah kita turun secara signifikan di bawah set-point dan kita menjadi
kenyang ketika makan karena mengembalikan kadar glukosa darah kita ke set-
pointnya. Dengan kata lain tujuan utama makan adalah mempertahankan set-point
glukosa darah karena glukosa adalah bahan bakar utama otak.

 Set-point lipostatic, Teori lipostatik adalah hal lain teori set-point diusulkan dalam
berbagai bentuk pada tahun 1940-an dan 1950-an. Menurut teori ini, setiap orang
memiliki set-point untuk lemak tubuh, dimana makan yang mengembalikan kadar
lemak tubuh ke set-pointnya. Leptin yang terdapat di jaringan adiposa akan
menghitung atau mengukur persentase lemak dalam sel lemak di tubuh, apabila
jumlah lemak tersebut rendah, maka akan membuat hipotalamus menstimulasi kita
untuk merasa lapar dan makan.

Teori glukostatik dan lipostatik dipandang sebagai saling melengkapi, tidak saling
eksklusif. Teori glukostatik dianggap menjelaskan inisiasi makan dan penghentian,
sedangkan teori lipostatik dianggap mempertimbangkan regulasi jangka panjang.
Dengan demikian, tampilan dominan pada 1950-an adalah bahwa makan diatur oleh
interaksi antara dua sistem set-point: glukostatik sistem jangka pendek dan sistem
lipostatik jangka panjang.

D. POSITIVE INACTIVE PERSPEKTIVE

Prinsip utama dari perspektif insentif-positif tentang makan adalah bahwa makan
dikendalikan dengan cara yang hampir sama dengan perilaku seksual. Kita sangat
mendambakan makan ketika lapar. Menurut perspektif insentif-positif, itu adalah
kehadiran yang baik makanan, atau antisipasinya, yang biasanya membuat kita lapar,
bukan defisit energi.

Menurut perspektif insentif-positif, tingkat kelaparan yang kita rasakan pada waktu
tertentu tergantung pada interaksi semua faktor yang mempengaruhi nilai insentif
makan yang positif (Palmiter, 2007). Faktor-faktor tersebut antara lain rasa makanan
yang kemungkinan besar akan dikonsumsi, apa yang telah kita pelajari tentang efek
dari makanan tersebut baik dari memakan sebelumnya atau dari orang lain, lama
waktu sejak terakhir kali kita makan, jenis dan jumlah makanan di usus kita, apakah
kadar glukosa darah kita dalam kisaran normal atau tidak, dan sebagainya. Berbeda

5
dengan teori set-

6
point, teori insentif positif tidak memilih satu faktor sebagai penentu utama kelaparan
dan mengabaikan yang lain.

E. FAKTOR APA, BAGAIMANA DAN BERAPA BANYAK

faktor-faktor utama yang biasanya menentukan apa yang kita makan, kapan kita
makan, dan berapa banyak yang kita makan. Menurut perspektif intensif-positif defisit
energi tidak termasuk di antara faktor utama yang menentukan makan. Meskipun
defisit energi jelas meningkatkan kelaparan dan akhirnya kita makan, namun dia
bukan faktor umum dalam perilaku makan.

1. Faktor yang mempengaruhi apa yang kita makan

Selera tertentu memiliki nilai insentif positif yang tinggi untuk hampir semua
anggota spesies. Contohnya kebanyakan manusia memiliki kesukaan khusus untuk
rasa manis, berlemak, dan asin.

Pola preferensi rasa manusia yang khas ini adalah adaptif karena pada dasarnya
rasa manis dan berlemak merupakan ciri khas makanan kaya energi tinggi dalam
vitamin dan mineral, dan rasa asin karakteristik makanan kaya natrium.
Sebaliknya, rasa pahit, yang tidak disukai sebagian besar manusia, sering
dikaitkan dengan racun. Hal ini berkaitan dengan preferensi dan keengganan rasa
yang khas, masing- masing dari kita memiliki kemampuan untuk mempelajari
preferensi dan penolakan rasa tertentu (lihat Clouard, Meunier-Salaün, & Val-
Laillet, 2012).

2. Faktor yang mempengaruhi bagaimana kita makan

Collier dan rekan-rekannya (lihat Collier, 1986) menemukan bahwa sebagian


besar mamalia memilih untuk makan banyak makanan kecil (snack) setiap hari
jika mereka memiliki akses persediaan makanan yang berkelanjutan. Berbeda
dengan preferensi mamalia biasa, kebanyakan orang, terutama mereka yang hidup
dalam kelompok keluarga, cenderung makan beberapa porsi besar setiap hari pada
waktu yang teratur. Menariknya, waktu makan reguler setiap orang adalah waktu
yang sama yang paling mungkin dirasakan orang tersebut lapar; pada
kenyataannya, banyak orang mengalami serangan malaise (sakit kepala, mual, dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi) ketika mereka melewatkan waktu makan
yang dijadwalkan secara teratur. rasa lapar sebelum makan.
Menurut Woods, kunci untuk memahami rasa lapar adalah memahami bahwa
makan membuat tubuh stres. Sebelum makan, cadangan energi tubuh berada
dalam keseimbangan homeostatis yang wajar; kemudian, saat makanan
dikonsumsi, ada masuknya bahan bakar utama yang mengganggu homeostasis ke
dalam aliran darah. Tubuh melakukan apa yang dapat dilakukannya untuk
mempertahankan homeostasisnya. Pada indikasi pertama bahwa seseorang
7
akan segera makan—

8
misalnya, ketika waktu makan biasa mendekat—tubuh memasuki fase cephalic
dan mengambil langkah-langkah untuk melunakkan dampak yang akan datang
masuknya gangguan homeostasis dengan melepaskan insulin ke darah dan
dengan demikian mengurangi glukosa darah. Woods beranggapan bahwa
perasaan lapar yang kuat dan tidak menyenangkan adalah sensasi tubuh untuk
mempersiapkan gangguan homeostasis untuk mendapatkan makanan. Kelaparan
waktu makan disebabkan oleh harapan akan makanan, bukan karena defisit
energi.
Dalam seri klasik percobaan pengkondisian Pavlov pada tikus laboratorium,
Weingarten (1983, 1984, 1985) memberikan mendukung pandangan bahwa
kelaparan sering disebabkan oleh harapan makanan, bukan oleh defisit energi.
Selama fase pengkondisian dari salah satu eksperimennya, Weingarten memberi
tikus enam kali makan per hari dengan interval yang tidak teratur, dan dia
memberi isyarat pengiriman yang akan datang dari setiap kali makan dengan
stimulus bersyarat buzzer-and-light. Prosedur pengkondisian ini dilanjutkan
selama 11 hari. Selama fase uji percobaan berikutnya, makanan itu tersedia terus
menerus. Terlepas dari kenyataan bahwa subjek tidak pernah dirampas selama
fase uji coba, tikus mulai makan setiap kali bel dan lampu ditampilkan—bahkan
jika mereka baru saja selesai makan (lihat Johnson, 2013).
3. Faktor yang mempengaruhi berapa banyak kita makan

Keadaan motivasi yang menyebabkan kita berhenti makan ketika ada sisa
makanan adalah rasa kenyang. Mekanisme kenyang memainkan peran utama
dalam menentukan seberapa banyak kita makan.
Makanan di usus dan glukosa masuk ke dalam darah dapat menginduksi sinyal
kenyang, yang selanjutnya menghambat konsumsi. Sinyal-sinyal ini tergantung
pada kedua volume dan kepadatan gizi (kalori per satuan volume) dari makanan.
Efek kepadatan nutrisi telah didemonstrasikan dalam penelitian yang dilakukan
pada tikus laboratorium dipertahankan dengan diet tunggal. Setelah garis dasar
konsumsi yang stabil telah ditetapkan, kepadatan nutrisi dari pola makan diubah.
Beberapa tikus akhirnya belajar untuk menyesuaikan volume makanan yang
mereka konsumsi untuk menjaga asupan kalori mereka dan berat badan relatif
stabil.
Banyak percobaan telah menunjukkan bahwa jumlah konsumsi dipengaruhi oleh
ukuran porsi (Hollands et al., 2015). Semakin besar porsinya, semakin banyak
kita makan. Perasaan kenyang juga tergantung pada apakah kita makan sendiri
atau bersama yang lain (pengaruh sosial). Orang mengkonsumsi lebih banyak
saat makan dengan orang lain.

F. GANGGUAN MAKAN YANG PALING UMUM

Makan adalah kebutuhan manusia untuk bertahan hidup. Manusia perlu melakukannya
dengan benar agar tetap sehat. Sebagian besar dari kita mengatasi gangguan makan
9
dengan santai karena terlihat tidak fatal. Namun, gangguan ini cukup serius
sebagaimana penyakit psikosomatis lainnya.

Gangguan makan merupakan masalah kesehatan yang sering dianggap bukan suatu
masalah yang penting. Padahal, gangguan makan pada diri seseorang harus diatasi. Ini
dia jenis-jenisnya yang paling umum dialami.
Berikut beberapa jenis gangguan makan yang paling sering dialami:

 Bulimia nervosa
Bulimia nervosa merupakan gangguan makan yang membuat seseorang
berpesta pada makanan-makanan, lalu setelahnya Anda segera mengeluarkan
makanan tersebut dengan berbagai cara .Seseorang yang mengidap ini bisa
saja memuntahkan makanan-makanan tersebut karena merasa berdosa telah
menyantap makanan-makanan yang dikonsumsi. Ini merupakan prinsip dosa
dan pembersihan. Bulimia nervosa seringkali dialami oleh para model fashion
profesional dan dijadikannya pilihan gaya hidup. Mendiang Putri Diana
merupakan seorang penderita bulimia.

 Anorexia
Anorexia merupakan gangguan makan yang seringkali terjadi pada gadis
remaja. Mereka seringkali terobsesi memiliki tubuh yang ramping bagaikan
model fashion, sehingga dia selalu menolak mengasup berbagai macam
makanan. Singkat kata, mereka terlalu takut untuk menjadi gemuk. Penderita
ini seringkali merasa dirinya selalu gemuk padahal biasanya pengidap anorexia
ini memiliki tubuh yang sudah terlalu kurus. Penderita anorexia seringkali
olahraga berlebihan, menghilangkan banyak kalori dan membiarkan diri
mereka kelaparan. Banyak remaja menderita anorexia dan akhirnya merusak
sistem pencernaan mereka.

 Gangguan makan kompulsif


Penderita yang memiliki gangguan ini tidak bisa berhenti makan. Mereka
memiliki kecanduan makanan. Mereka kecanduan makan, bahkan ketika tidak
lapar. Mereka tidak bisa berhenti makan apa yang disuka.
 Sindrom makan malam
Penderita gangguan makan ini akan menunda makan sampai malam hari dan
mengatakan kepada diri sendiri bahwa dia sedang diet. Ketika benar-benar
lapar di malam hari, maka dia akan banyak makan. Tetapi, kemudian sulit
tidur. Pola ini berulang dan menjadi rutinitas. Sebagai hasil dari kebiasaan
makan yang tidak seimbang dan tidak sehat, serta akan menambah berat
badan.

 Pica
Orang dengan gangguan ini memiliki keinginan kompulsif untuk makan,
menjilat, atau mengunyah hal yang tidak layak disebut makanan. Contohnya
orang yang suka mengonsumsi kapur tulis di sekolah atau juga suka sekali
memakan tisu atau kertas. Bisa juga hal-hal seperti lem, cat, lilin, sabun, dan
10
lain-lain. Dalam beberapa kasus pica dapat dihubungkan dengan kekurangan
mineral tertentu. Selain itu, penderita pica disertai dengan masalah
perkembangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Jeffrey S Nevid 2018. Psikologi konsepsi dan aplikasi - 256 lapar dan makan
Pinel, Jhon P.J & Barnes, Steven J. 2018. Hunger, Eating and Healty. Edisi ke 10. England :
Pearson Education Limited

12

Anda mungkin juga menyukai