Kelas : S16C
Kelompok : 5
Anggota :
Annisa Istiqomah
SURAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................................i
Kata Pengantar.....................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Terjadinya Kenyang ....................................................................3
B. Fisiologi Lapar.........................................................................................3
C. Proses Terjadinya Lapar..........................................................................5
D. Faktor Yang Mempengaruhi Rasa Lapar.................................................6
E. Proses Defekasi........................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar diantara kita mungkin pernah merasakan lapar dan tahu
bahwa itu pertanda kita harus segera makan. Namun mengetahui
bagaimana perut kita bisa menjadi lapar butuh sedikit motivasi untuk
mencariinformasinya.
Rasa lapar sesungguhnya merupakan sinyal yang normal yang
mengingatkan bahwa tubuh perlu menambah energi yang berkurang.
Rasa lapar inilah yang mendorong manusia untuk makan. Dalam dunia
modern seperti sekarang ini disinyalir bahwa semakin banyak orang yang
tidak pernah lagi merasakan lapar karena berbagai alasan seperti karena
gaya hidup dan pola makan yang berubah yang sedikit banyak terkait
dengan makin banyaknya ragam makanan yang tersedia serta daya beli
yang semakin meningkat seiring dengan kemakmuran dunia.
Manusia semakin banyak yang makan hanya karena sudah
waktunya makan (sesuai jam makan yang teratur) meski belum merasakan
lapar, karena godaan kelezatan makanan, dan alasan-alasan pendorong lain
selain rasa lapar. Kenyataan seperti ini mungkin lazim terjadi pada
masyarakat negara maju dan negara berkembang terutama pada
masyarakatnya yang tergolong ekonomi menengah ke atas. Cukup
beralasan mengapa jumlah orang yang kegemukan atau obesitas
meningkat pada segmen masyarakat tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya kenyang
2. Bagaimana fisiologi lapar
3. Bagaimana proses terjadinya lapar
4. Bagaimana faktor yang mempengaruhi rasa lapar
5. Bagaimana proses defekasi
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami proses terjadinya kenyang
2. Mengetahui dan memahami fisiologi lapar
3. Mengetahui dan memahami proses terjadinya lapar
4. Mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi rasa lapar
5. Mengetahui dan menjelaskan proses defekasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Rasa kenyang dan lapar memiliki hubungan yang sangat erat dalam
mengatur inisiasi (pemulaian) dan pengakhiran suatu proses makan.Secara
singkat bisa dikatakan bahwa rasa kenyang disebabkan setidaknya oleh
interaksi antara efek mekanistis makanan dalam lambung (berupa distensi
atau penggembungan lambung oleh makanan) dengan efek kimia dari
makanan berupa pelepasan hormon-hormon tertentu seperti Kolesistokinin
dari usus halus.
Berbagai zat gizi yang terdapat dalam makanan seperti lemak,
protein, karbohidrat bisa merangsang produksi hormon yang
menghantarkan sinyal rasa kenyang seperti Kolesistokinin ke otak untuk
diproses. Zat lain, seperti air putih yang tidak memiliki kandungan zat gizi
tersebut tidak mampu menimbulkan rasa kenyang yang memuaskan karena
tidak adanya penghantaran sinyal kenyang tersebut ke otak. Manipulasi
rasa kenyang karena distensi lambung kadang digunakan untuk terapi
kegemukan yang berlebihan. Kadang lambung dioperasi menjadi lebih
kecil agar cepat mencapai rasa kenyang ketika makan, kadang pula balon
dipasang di dalam lambung untuk mengurangi tempat yang bisa terisi
makanan namun tetap menimbulkan rasa kenyang. Kedua metode makanis
tersebut ternyata terbukti bisa menurunkan berat badan dan memperbaiki
kondisi metabolisme pasien kegemukan. Pasien menjadi cepat merasa
kenyang dan menyebabkan jumlah energi yang dikonsumsi jauh
berkurang.
B. Fisiologi Lapar
1. Pusat saraf yang mengatur asupan makanan.
a. Nukleus lateral hipotalamus, berfungsi sebagai pusat makan
b. Nukleus ventromedial hipotalamus berperan sebagai pusat
kenyang
c. Nukleus paraventrikular, dorsomedial, dan arkuata
2. Faktor-faktor yang mengatur jumlah asupan makanan.
Pengaturan jumlah asupan makanan dapat dibagi menjadi:
a. Pengaturan jangka pendek, terutama mencegah perilaku makan
yang berlebihan di setiap waktu makan
1) Pengisian saluran cerna menghambat perilaku makan.
Bila saluran cerna teregang, terutama lambung dan duodenum,
sinyal inhibisi yang teregang akan dihantarkan terutama
melalui nervus vagusn untuk menekan pusat makan,sehingga
nafsu makan berkurang.
2) Faktor hormonal saluran cerna menghambat perilaku makan
Kolesistokinin terutama dilepaskan sebagai respon terhadap
lemak yang masuk ke duodenum dan memiliki efek langsung
ke pusat makan untuk mengurangi perilaku makan lebih lanjut.
Selain itu,adanya makanan dalam usus akan merangsang usus
tersebut mensekresikan peptide mirip glucagon, yang
selanjutnya akan meningkatkan sekresi insulin terkait glukosa
dan sekresi dari pancreas, yang keduanya cendrung untuk
menekan nafsu makan.
3) Ghrelin, suatu hormone gastrointestinal meningkatkan
perilaku makan.
Kadar Ghrelin meningkat disaat puasa, meningkat sesaat
sebelum makan, dan menurun drastic setelah makan yang
mengisyaratkan bahwa hormone ini mungkin berperan untuk
meningkatkan nafsu makan
4) Reseptor mulut mengukur jumlah asupan makanan
Berkaitan dengan perilaku makan, seperti mengunyah, salivasi,
menelan, dan mengecap yang akan mengukur jumlah
makanan yang masuk, dan ketika sejumlah makan telah masuk,
maka pusat makan dihipotalamus akan dihambat.
b. Pengaturan jangka panjang, yang terutama berperan untuk
mempertahankan energy yang disimpan di tubuh dalam jumlah
normal.
1) Efek kadar glukosa, as.amino, dan lipid dalam darah terhadap
rasa lapar dan perilaku makan.
2) Penurunan kadar gula dalam darah akan menimbulkan rasa
lapar, yang menimbulkan suatu perilaku yang disebut teori
glukostatik pengaturan rasa lapar dan perilaku makan, teori
lipostatik dan teori aminostatik.
3) Peningkatan kadar glukosa darah akan meningkatkan
kecepatan bangkitan neuron glukoreseptor di pusat kenyangdi
nucleus ventro medial dan paraventrikulat hipotalamus.
4) Peningkatan kadar gula juga secara bersamaan menurunkan
bangkitan neuron glukosensitif di pusat lapar hipotalamus
lateral.
5) Pengaturan suhu dan asupan makan
6) Saat udara dingin, kecendrungan untuk makan akan meningkat.
7) Sinyal umpan balik dari jaringan adipose mengatur asupan
makanan.
E. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut
buang air besar. Terdapat dua pusat yang momguasai refieks untuk
defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila
terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan
mengendor dan usus besar mengucup. Reflek defekasi dirangsang untuk
buang air besar, kemudian sfingter anus bagian luar yang diawasi oleh
sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendor.
Selama defekasi berbagai otot lain membantu proses itu, seperti otot
dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak
direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh
tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen
empedu, dan cairan tubuh. feaes yang normal terdiri atas masa padat,
berwarna coklat karena disebabkan ole;h mobilitas sebagai hasil reduksi
pigmen empedu dan usus kecil.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi
yaitu pertama, refieks, defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa
makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus
mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di
anus, lalu pada saat sfingter interna relaksasi, maka terjadilah proses
defekasi. Kedua, refieks defekasi parasimpatis. Adanya feses dalam
rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke
kolon desenden, ke;mudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan
peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sfingte:r interna, maka terjadilah
proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.
Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
a. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan
mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi
ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak
air diserap.
b. Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
c. Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer
sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia fecal yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB
dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya
disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.
e. Flatulens yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
f. Hemoroid yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat
terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika
terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal.
Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB
menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
Patofisiologi
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden,
kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah
anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 4) dan
kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.
Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi
paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses
menjadi keras dan terjadi konstipasi.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasa kenyang disebabkan setidaknya oleh interaksi antara efek
mekanistis makanan dalam lambung (berupa distensi atau penggembungan
lambung oleh makanan) dengan efek kimia dari makanan berupa
pelepasan hormon-hormon tertentu seperti Kolesistokinin dari usus halus.
Lapar dapat terjadi karena adanya stimulasi dari suatu faktor lapar,
yang akan mengirimkan impuls tersebut ke pusat lapar di otak, yakni
hipotalamus bagian lateral, tepatnya di nucleus bed pada otak tengah yang
berikatan serat pallidohypothalamus. Otak inilah yang akan menimbulkan
rasa lapar pada manusia.
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut
buang air besar. Terdapat dua pusat yang momguasai refieks untuk
defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
DAFTAR PUSTAKA