Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MEKANISME KENYANG
Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah Patofisiologi

Dosen Pembimbing:
Drs. Saeful Hidayat, MS., Apt

Disusun
Lia Tri Maryani Sucipto
A 171 026

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA


BANDUNG
2019
BAB I
ABSTRAK

Sebagian besar diantara kita mungkin pernah merasakan lapar dan tahu bahwa
itu pertanda kita harus segera makan dan ketika kita merasakan makanan itu sudah
cukup untuk kebutuhan kita maka akan timbuh adanya rasa kenyang.
Rasa kenyang berpusat di Nukleus ventromedial. Dimana stimulasi di daerah
ini akan menyebabkan perasaan kenyang sehingga tidak mau makan (afagia) dan
sebaliknya pada destruksi, didaerah ini akan menyebabkan hasrat untuk makan yang
berlebih dan dapat berakibat obesitas.
Neurotransmitter dan hormon memegang peranan penting. Substansi biokimia
tersebutlah yang menentukan apakah selera makan akan dihambat (kenyang) atau
dicetuskan (lapar).

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hipotalamus
Hipotalamus adalah pusat pengendali selera makan terbesar. Adapun,
beberapa daerah pada hipotalamus, antara lain:
1. Nukleus lateralis hipotalami
Merupakan daerah hipotalamus yang bertanggung jawa mengatur rasa
lapar. Ketika terjadi lesi pada bagian nukleus lateralis hipotalami, maka
dapat terjadi afagia dan adipsia.
2. Nukleus paraventrikular
Merupakan daerah hipotalamus yang mengatur selera makan. Ketika
lesi terjadi pada bagian nukleus paraventikular, maka dapat
mengakibatkan makanan dalam jumlah yang berlebih.
3. Nukleus dorsomedial
Merupakan daerah hipotalamus yang bertanggung jawab mengatur
selera makan. Ketika terjadi lesi pada bagian nukleus dorsomedial, maka
dapat menyebabkan tidak mau makan.
4. Nukleus arkurat
Merupakan daerah hipotalamus yang bertanggung jawab mengatur
selera makan. Ketika terjadi lesi pada bagian nukleus arkurat, maka dapat
mengatur pengambilan makanan.
5. Nukleus ventromedialis hipotalami
Merupakan daerah hipotalamus yang bertanggung jawab mengatur
rasa kenyang. Ketika terjadi lesi pada bagian nukleus ventromedialis
hipotalamus, maka dapat menimbulkan hiperfagia dan obesitas.
6. Nukleas amygdala dan korteks prefrontalis

2
Merupakan daerah hipotalamus yang bertanggung jawab mengatur
selera makan, yaitu sebagai indra pembau makanan. Ketika terjadi lesi
pada bagian nukleus amygdala dan korteks prefrontalis, maka dapat
meningkatkan selera makanan maupun menurunkannya tergantung pada
daerah lesi itu sendiri.

Adapun beberapa input sinyal yang berperan dalam pengaturan daerah


nafsu makan (respon makan) dan akan menghasilkan perilaku makan yang
sesuai kebutuhan tubuh input sinyal tersebut diantarannya:
1. Kadar leptin
Leptin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel di jaringan adiposa
(jaringan lemak). Kadar leptin meningkat sebanding dengan banyaknya
simpanan lemak trigeliserida di jaringan lemak. Semakin banyak cadangan
lemak semakin banyak leptin yang disekresi, keberadaan leptin ini akan
menyebabkan penekanan keinginan untuk makan. Semakin banyak kadar
leptin maka keinginan makan semakin berkurang, sebaliknya semakin
sedikit kadar leptin maka keinginan makan semakin besar.
Fungsi utama hormon ini adalah kontrol makan terutama
menyangkut gangguan makan terutama kegemukan.
2. Kadar ghrelin
Ghrelin merupakan stimulant nafsu makan terbanyak yang di
produksi di lambung. Ghrelin mampu menyebabkan peningkatan asupan
makanan dan mengurangi pemakaian cadangan lemak. Grelin berfungsi
juga sebagai stimulan sekresi hormon pertumbuhan (Growth Hormon),
ialah pada saat terjadinya pemasukan makanan dan penambahan berat
badan.
Sekresi ghrelin meningkat pada kondisi keseimbangan energy
negative misalnya kelaparan, anoreksia nervosa dan lain-lain. Dan
sebaliknya kadar Ghrelin menurun pada kondisi keseimbangan energy
positif seperti setelah makan, hiperglikemia dan obesitas.

3
3. Distensi gastrointestinal
Ketika lambung dan usus terisi oleh makanan maka syaraf-syaraf
yang berada di lambung dan usus akan terangsang. Sinyal rangsangan
syaraf tersebut di bawa ke inti syaraf pencernaan, yang nantinya akan
disampaikan ke pusat pengaturan nafsu makan di otak (Hipothalamus).
Ada dua sinyal balik yang akan di keluarkan oleh otak yaitu sinyal
kenyang dan sinyal lapar. Dalam keadaan Distensi Gastrointestinal atau
ketika lambung dan usus terisi, maka otak akan mengeluarkan sinyal
kenyang, sebaliknya jika lambung dan usus dalam keadaan kosong, maka
otak akan mengeluarkan sinyal lapar atau sinyal makan.
4. Sekresi Colecistokinin (CCK)
Sekresi Colecistokinin (CCK) adalah sekresi hormon dari mukosa
dinding usus (duodenum) yang dikeluarkan pada saat proses pencernaan
makanan yang mengandung lemak. Adanya sekresi colecistokinin
menunjukkan sinyal kenyang.
Sekresi Colecistokinin (CCK), dapat menyebabkan peningkatan
hormon serotonin di hypothalamus. Serotonin adalah hormon yang
berhubungan dengan perasaan tenang (nyaman), dalam hal makan akan
mendukung perasaan nyaman setelah makan.

Pusat makan dan kenyang di hipotalamus memiliki kepadatan reseptor


yang tinggi untuk neurotransmiter dan hormon yang mempengaruhi prilaku
makan. Terdapat dua jenis zat yang dapat mengubah prilaku nafsu makan dan
rasa lapar yaitu, zat oreksigenik yang menstimulasi rasa lapar dan zat
anoreksigenik yang menghambat rasa lapar.

4
Menurunkan nafsu makan Menghambat nafsu makan
(Oreksigenik) (Anoreksigenik)
α-Melanocyte-stimulating Neuropeptida Y (NPY)
hormon (α-MSH)
Leptin Agout reelatid protein (AGRP)
Serotonin Hormon pemekat – melann
(MCH)
Norepinerfine Oreksin A dan B
Hormon pelepas-kortikotropin Endorfin
Insulin Galanin
Kolesitokinin (CCK) Asam Amino
Peptida mirip glukagon (GLP) Kortikol
Cocaine-and amphetamine- Gresgelin
regulated transcript(CART)
Peptida YY (PYY)

Tabel 2.1 Oreksigenik dan Anoreksigenik

2.2 Mekanisme Rasa Lapar


Rasa lapar didefinisikan sebagai suatu keinginan intrinsik seseorang
untuk mendapatkan jumlah makanan tertentu untuk dikonsumsi. Sedangkan
nafsu makan didefinisikan sebagai preferensi seseorang terhadap jenis
makanan tertentu yang ingin dikonsumsi. Mekanisme rasa lapar dan nafsu
makan adalah suatu sistem regulator otomatis yang penting dalam usaha tubuh
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi intrinsiknya.Berdasarkan fisiologisnya,
nafsu makan dan rasa lapar muncul sebagai akibat perangsangan beberapa
area di hipotalamus yang menimbulkan rasa lapar dan keinginan untuk
mencari dan mendapatkan makanan
Jumlah makanan yang dapat diterima tubuh diatur oleh nukleus
paraventrikuler, dorsomedial, dan arkuatus hipotalamus. Lesi pada daerah
paraventrikuler akan menyebabkan pola makan yang meningkat secara
eksesif. Sedangkan lesi pada daerah dorsomedial akan menekan perilaku

5
makan. Nukleus arkuatus sendiri adalah lokasi berkumpulnya hormon-hormon
dari saluran gastrointestinal dan jaringan lemak yang kemudian akan
mengatur jumlah makanan yang dimakan dan juga penggunaan energi.
Pusat-pusat nafsu makan tersebut saling terhubung melalui sinyal-
sinyal kimia sehingga dapat mengkoordinasikan perilaku makan dan persepsi
rasa kenyang. Nukleus-nukleus tersebut juga mempengaruhi sekresi berbagai
hormone yang mengatur energi dan metabolisme, termasuk hormon dari
kelenjar tiroid, adrenal dan juga pulau-pulau Langerhans dari pancreas.
Pusat rasa lapar dan kenyang pada hipotalamus tersebut dipadati oleh
reseptor untuk neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi perilaku
makan. Hormon dan neurotransmitter tersebut terbagi atas
substansi orexigenik yang menstimulasi nafsu makan dan anorexigenik yang
menghambat nafsu makan.
Adapun, beberapa faktor yang mempengaruhi rasa lapar, antara lain:
1. Hipotesis lipostatik
Leptin yang terdapat di jaringan adiposa akan menghitung atau
mengukur persentase lemak dalam sel lemak di tubuh, apabila jumlah
lemak tersebut rendah, maka akan membuat hipotalamus menstimulasi
kita untuk merasa lapar dan makan.
2. Hipotesis hormon peptida pada organ pencernaan
Makanan yang ada di dalam saluran gastrointestinal akan
merangsang munculnya satu atau lebih peptida, contohnya kolesitokinin.
Kolesitokinin berperan dalam menyerap nutrisi makanan. Apabila jumlah
kolesitokinin dalam GI rendah, maka hipotalamus akan menstimulasi kita
untuk memulai pemasukan makanan ke dalam tubuh.

6
3. Hipotesis glukostatik
Rasa lapar pun dapat ditimbulkan karena kurangnya glukosa dalam
darah. Makanan yang kita makan akan diserap tubuh dan sari-sarinya
(salah satunya glukosa)akan dibawa oleh darah dan diedarkan ke seluruh
tubuh, jika dalam darah kekurangan glukosa,maka tubuh kita akan
memerintahkan otak untuk memunculkan rasa lapar dan biasanya
ditandai dengan pengeluaran asam lambung.
4. Hipotesis termostatik
Apabila suhu dingin atau suhu tubuh kita di bawah set point, maka
hipotalamus akan meningkatkan nafsu makan kita. Teori produksi panas
yang dikemukakan oleh Brobeck menyatakan bahwa manusia lapar saat
suhu badannya turun, dan ketika naik lagi, rasa lapar berkurang. Inilah
salah satu yang bisa menerangkan mengapa kita cenderung lebih banyak
makan di waktu musim hujan/dingin.
5. Neurotransmitter
Neurotransmitter ada banyak macam, dan mereka berpengaruh
terhadap nafsu makan. Misalnya saja, adanya norepinephrine dan
neuropeptida Y akan membuat kita mengkonsumsi karbohidrat. Apabila
adanya dopamine dan serotonine, maka kita tidak mengkonsumsi
karbohidrat.
6. Kontraksi di Duodenum dan Lambung
Kontraksi yaitu kontraksi yang terjadi bila lambung telah kosong
selama beberapa jam atau lebih. Kontraksi ini merupakan kontraksi
peristaltik yang ritmis di dalam korpus lambung. Ketika kontraksi sangat
kuat, kontraksi ini bersatu menimbulkan kontraksi tetanik yang kontinius
selama 2-3 menit. Kontraksi juga dapat sangat ditingkatkan oleh kadar
gula darah yang rendah. Bila kontraksi lapar terjadi tubuh akan
mengalami sensasi nyeri di bagian bawah lambung yang disebut hunger
pangs (rasa nyeri mendadak waktu lapar. Hunger pans biasanya tidak

7
terjadi sampai 12 hingga 24 jam sesudah makan yang terakhir. Pada
kelaparan, hunger pangs mencapai intesitas terbesar dalam waktu 3-4 hari
dan kemudian melemah secara bertahap pada hari-hari berikutnya.
7. Psikososial
Rasa lapar tidak dapat sepenuhnya hanya dijelaskan melalui
komponen biologis. Sebagai manusia, kita tidak dapat mengesampingkan
bagian prikologis kita, komponen belajar dan kognitif (pengetahuan) dari
lapar. Tak seperti makhluk lainnya, manusia menggunakan jam dalam
rutinitas kesehariannya, termasuk saat tidur dan makan. Penanda waktu
ini juga memicu rasa lapar.
Kebiasaan juga mempengaruhi rasa lapar. Seperti orang normal yang
biasa makan 3 kali sehari bila kehilangan 1 waktu makan, akan merasa
lapar pada waktunya makan walaupun sudah cukup cadangan zat gizi
dalam jaringan-jaringannya.
Saat berenang, tubuh akan menggunakan energy sebesar 500 kalori
per jamnya. Semakin lama berenang makan jumlah energy yang terpakai
pun semakin besar. Hal ini akan menurunkan kadar gula didalam tubuh.
Penurunan kadar gula dalam darah akan menimbulkan rasa lapar, yang
menimbulkan suatu perilaku yang disebut teori glukostatik pengaturan
rasa lapar dan perilaku makan, teori lipostatik dan teori aminostatik.

2.3 Mekanisme Rasa Kenyang


Definisi kenyang berdasarkan fisiologis, merupakan sensasi yang
dirasakan jika keinginan untuk makan telah dipenuhi. Nukleus ventromedial
adalah pusat kenyang. Stimulasi di daerah ini akan menyebabkan perasaan
kenyang sehingga tidak mau makan (afagia), sebaliknya destruksi di daerah
ini akan menyebabkan hasrat untuk makan yang berlebih dan dapat berakibat
obesitas. berdasarkan fisiologisnya,
Faktor yang meregulasi kuantitas pengambilan makanan, berdasarkan
pemeliharaan simpanan energi pada tubuh dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

8
1. Regulasi jangka pendek
Bertujuan untuk mencegah seseorang makan terlalu banyak dalam
suatu kesempatan demi optimalisasi sistem pencernaan. Dengan
demikian maka sistem perncernaan dapat bekerja secara optimal dalam
mengolah dan menyerap sari makanan. Jika hanya mengandalkan sinyal
yang dihasilkan oleh simpanan energi (regulasi jangka panjang), maka
perlu waktu yang sangat lama untuk menghentikan seseorang makan.
Oleh karena itu, regulasi jangka pendek melibatkan mekanisme yang
mampu bekerja dengan cepat dalam menstimulasi dan menginhibisi
selera makan, seperti inhibisi akibat pengisian lambung. Maka dari itu,
regulasi ini dapat terbagi menjadi:
a. Inhibisi pengisian lambung
Ketika makanan masuk ke lambung, maka lambung akan
mengalami distensi. Peregangan (mekanik) yang terjadi ini
menyebabkan sinyal ditransmisikan melalui nervus vagus ke pusat
kenyang-lapar sehingga selera makan akan berkurang atau hilang.
b. Inhibisi yang disebabkan hormon gastrointestinal
Kolesistokinin (CCK) adalah hormon yang dilepaskan ketika lemak
memasuki duodenum. CCK ini dapat menurunkan selera makan
dengan cara mengaktivasi jaras melanokortin.
Peptide YY (PYY) adalah hormon yang dilepaskan oleh traktus
gastrointestinal (khususnya ileum dan kolon) yang bersifat menekan
rasa lapar. Pengeluaran hormon PYY ini dipengaruhi oleh jumlah
kalori yang dicerna dan komposisi makanan, di mana semakin banyak
lemak yang masuk semakin banyak hormon PYY yang dikeluarkan.
Selain itu, keberadaan makanan pada saluran cerna menstimulasi
sekresi glucagon-like peptide yang memperkuat sekresi insulin. Baik
glucagon-like peptide dan insulin sama-sama bersifat menekan selera
makan.

9
c. Stimulasi yang disebabkan hormon gastrointestinal
Ghrelin adalah hormon yang dilepaskan oleh sel-sel oxyntic di
saluran cerna khususnya lambung. Hormon ini mengalami
peningkatan pada saat puasa, sesaat menjelang makan, dan mengalami
penurunan setelah makan.
Hormon ini bersifat orexigenic karena dapat meningkatkan
pengambilan makanan pada penelitian menggunakan hewan coba.
d. Reseptor oral
Sebuah penelitian menggunakan hewan coba dengan memiliki
fistula (kebuntuan) esophageal yang diberi makanan. Kendati makanan
tersebut tidak akan pernah sampai ke usus (karena adanya fistula),
derajat lapar hewan tersebut menjadi berkurang setelah “makan”. Hal
ini diduga adanya faktor-faktor tertentu terkait aktivitas mulut saat
makan seperti mengunyah, membasahi, mengulum, dan mengecap
yang memberi sinyal ke hipotalamus untuk menghentikan rasa lapar.
Namun mekanisme inhibisi rasa lapar ini hanya bertahan 20-40 menit,
jauh lebih singkat dibandingkan inhibisi rasa lapar yang disebabkan
oleh pengisian sistem gastrointestinal.

2. Regulasi jangka panjang


Bertujuan untuk memelihara simpanan energi secara konstan dalam
waktu yang relatif lama dan erat kaitannya dengan status gizi. Berbeda
dengan regulasi jangka pendek, regulasi jangka panjang dalam
pengambilan makanan lebih bertujuan untuk menentukan status nutrisi
seseorang.
Berikut adalah mekanisme yang berperan dalam meregulasi
pengambilan makanan jangka panjang, misalnya efek konsentrasi
glukosa, asam amino dan lipid dalam darah. Telah diketahui bahwa
penurunan kadar glukosa darah menyebabkan rasa lapar. Hal itu disebut

10
mekanisme pengaturan glukostatik (kecenderungan untuk menjaga
stabilitas kadar glukosa dalam darah). Penelitian lain juga menunjukkan,
regulasi oleh asam amino (aminostatik) dan lipid (lipostatik) memainkan
peranan dalam mengatur rasa lapar dan kenyang.
Mekanisme yang berperan dalam meregulasi pengambilan makanan
jangka panjang:
a. Efek konsentrasi glukosa, asam amino dan lipid dalam darah
Telah diketahui bahwa penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan rasa lapar. Hal itu disebut mekanisme pengaturan
glukostatik (kecenderungan untuk menjaga stabilitas kadar glukosa
dalam darah). Penelitian lain juga menunjukkan, regulasi oleh asam
amino (aminostatik) dan lipid (lipostatik) memainkan peranan dalam
mengatur rasa lapar dan kenyang.
Kajian secara neurofisiologis juga mendukung teori glukostatik,
aminostatik, dan lipostatik melalui observasi:
1. Peningkatan kadar glukosa darah meningkatkan aktivitas neuron
glukoreseptor pada nukleus ventromedial dan paraventrikular.
2. Peningkatan kadar glukosa darah juga meningkatkan aktivitas
neuron glukosensitif pada pusat lapar di hipotalamus.
Beberapa asam amino dan lipid juga mempengaruhi rasa lapar
kenyang melalui jaras yang hampir sama dengan glukosa.
b. Regulasi yang disebabkan oleh temperatur
Pada saat tubuh terpajan suhu yang rendah, maka secara fisiologis
tubuh akan mengalami peningkatan laju metabolisme dan
membutuhkan lemak dalam jumlah tinggi sebagai insulator. Pusat
peregulasi temperatur akan berinteraksi dengan pusat kenyang-lapar
sehingga menyebabkan keinginan untuk makan demi memenuhi
kebutuhan kalori.
c. Sinyal umpan balik dari jaringan adipose

11
Penelitian terbaru menunjukkan adanya sinyal umpan balik dari
jaringan adiposa yang menekan rasa lapar pada hipotalamus, yaitu
leptin, yang merupakan sebuah hormon yang dilepaskan dari adiposit
ketika terjadi penyimpanan energi (setelah makan) yang berperan
dalam proses tersebut.
Leptin akan menembus sawar darah otak dan menduduki
reseptornya terutama pada neuron POMC pada nukleus arkuata dan
paraventricular. Stimulasi leptin pada neuron-neuron tersebut akan
mengakibatkan:
1. Penurunan produksi stimulator rasa lapar (NPY dan AGRP)
2. Aktivasi neuron POMC yang menyebabkan pelepasan MSH dan
menstimulasi reseptor melanokortin.
3. Meningkatkan produksiα corticotropin releasing hormone yang
menekan rasa lapar.
4. Meningkatkan aktivitas jaras simpatis yang menimbulkan
peningkatan laju metabolik dan penggunaan energi.
5. Menurunkan sekresi insulin yang menimbulkan penurunan aktivitas
penyimpanan energi.
Dengan demikian leptin berperan besar dalam regulasi jangka
panjang. Defek pada reseptor leptin akan menimbulkan rasa lapar yang
berkepanjangan dan memicu hiperfagia dan obesitas parah. Selain itu
resistensi leptin juga dapat menimbulkan obesitas, dimana leptin
diproduksi dalam jumlah adekuat namun terjadi resistensi sehingga
penderita akan makan terus-menerus.
d. Faktor psikososial
Selain sinyal-sinyal involunter yang terdapat di dalam tubuh,
diduga faktor psikologis dan sosial juga membentuk kebiasaan makan.
Contohnya adalah kebiasaan makan yang rutin dan terjadwal sehingga
membuat seseorang makan karena memang sudah waktunya (bukan
karena lapar), atau gaya hidup seperti hiburan, bisnis dan waktu

12
senggang yang turut menentukan kapan seseorang makan. Stress,
cemas, depresi, dan bosan juga menentukan perilaku makan manusia
melalui mekanisme yang tidak melibatkan mekanisme pemenuhan
kebutuhan energi, baik pada hewan percobaan maupun manusia.
Faktor-faktor psikososial ini mampu mengalahkan faktor-faktor
intrinsik fisiologis yang mengatur selera makan. Secara singkat bisa
dikatakan bahwa rasa kenyang disebabkan setidaknya oleh interaksi
antara efek mekanistis makanan dalam lambung (berupa distensi atau
penggembungan lambung oleh makanan) dengan efek kimia dari
makanan berupa pelepasan hormon-hormon tertentu seperti
Kolesistokinin dari usus halus. Orang akan lebih merasa terpuaskan
dengan kenyang karena sepiring nasi dan lauk dibanding kenyang
karena segelas air putih. Disitulah letak unsur atau aksi kimiawi zat
makanan dalam menginduksi rasa kenyang tadi. Telah diketahui
bahwa berbagai zat gizi yang terdapat dalam makanan seperti lemak,
protein, karbohidrat bisa merangsang produksi hormon yang
menghantarkan signal rasa kenyang seperti Kolesistokinin ke otak
untuk diproses. Air putih yang tidak memiliki kandungan zat gizi
tersebut tidak mampu menimbulkan rasa kenyang yang memuaskan
karena tidak adanya penghantaran signal kenyang tersebut ke otak.
Itulah yang membedakan sensasi kenyang yang berbeda tersebut.

Proses terjadinya kenyang:


Rasa kenyang disebabkan setidaknya oleh interaksi antara efek
mekanistis makanan dalam lambung (berupa distensi atau penggembungan
lambung oleh makanan) dengan efek kimia dari makanan berupa pelepasan
hormon-hormon tertentu seperti Kolesistokinin dari usus halus.
Selama makan, kita memasukkan karbohidrat, lemak, dan protein,
yang dapat merangsang  produksi hormon yang menghantarkan signal rasa
kenyang seperti Kolesistokinin ke otak untuk diproses yang kemudian dicerna

13
dan diserap. Sebagian bahan makanan ini digunakan dalam jalur-jalur yang
menghasilkan ATP, untuk memenuhi kebutuhan energi segera. Kelebihan
konsumsi bahan bakar yang melebihi kebutuhan energi tubuh dibawa ke depot
bahan bakar, tempat bahan tersebut disimpan. Selama periode dari permulaan
absorpsi sampai absorpsi selesai, kita berada dalam keadaan kenyang atau
keadaan absorptif. 
1. Karbohidrat
Karbohidrat dalam makanan dicerna menjadi monosakarida oleh
enzim pencernaan. Monosakarida kemudian diserap oleh sel epitel usus
dan dilepaskan ke dalam vena porta hepatika. Sesampainya di hati,
sebagian glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati. Sebagian lagi
diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam
hati mencapai maksimum sekitar 200-300 gram. Setelah simpanan
glikogen mulai penuh, hati mengubah glukosa yang diterimanya menjadi
triasilgliserol. Triasilgliserol dikemas bersama protein, fosfolipid, dan
kolesterol dalam bentuk kompleks lipoprotein yang dikenal sebagai
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) yang kemudian disekresikan
ke dalam aliran darah. Asam-asam lemak VLDL sebagian digunakan
untuk memenuhi kebutuhan energi sel, tetapi sebagian besar disimpan
sebagai triasilgliserol di jaringan adiposa.
Glukosa dari usus, yang tidak dimetabolisis oleh hati, akan mengalir
di dalam darah menuju ke jaringan perifer, tempat glukosa tersebut
mungkin dioksidasi untuk menghasilkan energi. Glukosa adalah bahan
bakar yang dapat digunakan oleh semua jaringan. Banyak jaringan
menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen, terutama
otot.
Insulin sangat meningkatkan transpor glukosa ke dua jaringan yang
memiliki massa terbesar di dalam tubuh yaitu jaringan otot dan adiposa.
Efek insulin terhadap transpor glukosa ke jaringan lain rendah.

14
Metabolisme glukosa di jaringan lain di antaranya:

15
a. Otak dan jaringan saraf lain
Sangat bergantung pada glukosa untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Kecuali pada keadaan kelaparan, glukosa adalah satu-
satunya bahan bakar utama yang dibutuhkan sebanyak 150 gram setiap
hari.
b. Sel darah merah
Hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar karena sel
ini tidak memiliki mitokondria. Glukosa mengalami glikolisis di
dalam sitoplasma. Hasilnya yaitu piruvat dapat dilepaskan secara
langsung ke dalam darah atau diubah menjadi laktat kemudian
dibebaskan.
c. Otot rangka
Bekerja dapat menggunakan glukosa dari darah atau dari simpanan
glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikolisis
atau menjadi CO2 dan H2O. Otot yang sedang bekerja juga
menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam lemak.
Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk memulihkan
simpanan glikogen yang berkurang.
d. Insulin
Merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa serta ke
dal sel-sel otot. Adiposit mengoksidasi glukosa untuk menghasilkan
energi, dan sel-sel tersebut juga menggunakan glukosa sebagai sumber
untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang mereka
simpan.
2. Lemak
Triasilgliserol adalah lemak utama dalam makanan. Bahan ini
dicerna menjadi asam-asam lemak dan 2-monoasilgliserol, yang
disintesis ulang menjadi triasilgliserol di dalam sel epitel usus, kemudian
dikemas dalam kilomikron, dan disekresikan melalui limfe ke dalam

16
darah. Dalam keadaan kenyang, terbentuk dua jenis lipoprotein,
kilomikron dan VLDL.
Fungsi utama kedua lipoprotein ini adalah untuk mengangkut
triasilgliserol dalam darah. Saat lipoprotein masuk ke dalam pembuluh
darah di jaringan adiposa, triasilgliserol yang terdapat di dalamnya
diuraikan menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak masuk ke dalam
sel adiposa dan bergabung dengan sebuah gugus gliserol yang dibentuk
dari glukosa darah. Triasilgliserol yang terbentuk disimpan sebagai butir-
butir lemak besar di dalam sel adiposa. Sisa kilomikron dibersihkan dari
darah oleh hati. Sisa VLDL dapat dibersihkan oleh hati, atau membentuk
lipoprotein densitas rendah (LDL).
3. Protein
Protein dalam makanan dicerna menjadi asam-asam amino, yang
kemudian diserap ke dalam darah. Asam amino mungkin mengalami
oksidasi untuk menghasilkan energi atau digunakan oleh jaringan untuk
biosintesis. Sebagian besar asam amino yang digunakan untuk biosintesis
diubah menjadi protein, dan sisanya digunakan untuk membentuk
bermacam-macam senyawa bernitrogen, misalnya sebagai
neurotransmiter, hormon, hem, serta basa purin dan pirimidin pada DNA
dan RNA.
Adapun, makanan yang mengandung protein ialah maknan yang
paling cepat membuat kenyang. Hal ini karena protein dapat memberikan
sinyal kepada hipotalamus yang menandakan sudah kenyang. makanan
yang mengandung protein dapat dibagi menjadi 2, yaitu protein yang
berasal dari nabati dan protein yang berasal dari hewani, contohnya:

Protein yang berasal dari nabati

Jenis sumber protein Kandungan per 100 gram (g)

Gandum 16,9 g
Beras 7,13 g

17
Bayam 3,6 g
Kacang kedelai 36,49 g
Kacang hijau 3,04 g
Almond 21,22 g

Biji bunga matahari 20,78 g

Kacang polong 25 g
Kentang 2g
Brokoli 2,82 g

Gambar 2.2 Contoh Protein yang Berasal dari Nabati

Protein yang berasal dari hewani

Jenis sumber protein Kandungan per 100 gram (g)

Ikan 20 – 35 g
Dada ayam 28 g

Daging domba muda 30 g

Tuna 29 g
Telur 12,6 g
Keju 21 g
Susu sapi 3,20 g
Susu kambing 3,5 g
Daging sapi 25 – 36 g

Gambar 2.3 Contoh Protein yang Berasal dari Hewani

2.4 Mekanisme Puasa


Puasa secara fisiologis berarti membatasi asupan makanan dan
minuman antara terbit fajar sampai terbenam matahari. Lamanya bervariasi
tergantung letak geografis suatu daerah di bumi, yang berpengaruh terhadap
lama siang dan malam. Di Indonesia lama puasa kurang lebih 12 – 14 jam.
Berpuasa akan berpengaruh terhadap adaptasi fisiologis tubuh selama puasa.

18
Asupan makanan yang kita makan bersifat intermiten, zat yang
terkandung didalamnya akan disimpan sampai dia merasakan lapar lagi.
Karbohidrat dalam sirkulasi darah diedarkan terutama dalam bentuk glukosa
dan disimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati dan ototskelet. Protein
diedarkan dalam darah dalam bentuk asam amino, disimpan dalam bentuk
protein tubuh terutama otot skelet. Kapasitas cadangan energinya tidak besar,
karena apabila dipaksakan dipakai maka akan terjadi gangguan fungsi dan
struktural tubuh, karena protein banyak berfungsi sebagai jaringan struktural
dan senyawa fungsional. Protein bisa dipakai sebagai cadangan energi
terakhir, apabila tidak ada lagi asupan cadangan karbohidrat serta lemak.
Glukosa merupakan sumber energi yang utama sebagian besar sel dan
sangat penting bagi kerja sel otak yang hanya bisa menghasilkan energi dari
glukosa yang sama. Lemak beredar didarah dalam bentuk asam lemak bebas
dan disimpan dalam bentuk trigliserid di jaringan lemak. Cadangan lemak
dalam tubuh dapat memenuhi kebutuhan energi sampai dengan 2 bulan.
Lemak merupakan cadangan sumber energi utama selama berpuasa.
Bahan makanan sumber energi tersebut akan dipecah menjadi molekul
yang sederhana dan diubah menjadi energi kimia yang disimpan dalam bentuk
denosintriphosphate dan menghasilkan panas melalui oksidasi seluler siklus
Krebs. Setiap 1 gram karbohidrat yang dioksidasi akan menghasilkan energi
4,1 kkal air dan karbon dioksida. Sementara oksidasilemak menghasilkan 9,3
kkal/gram dan oksidasi protein menghasilkan energi 4,35 kkal/gram.
Pada keadaan normal cadangan glikogen akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam waktu 10 – 12 jam. Sesudah itu cadangan glikogen
akan habis dan tubuh akan melakukan pembongkaran lemak (lipolisis)
menjadi asam lemak dan gliserol untuk diubah menjadi asetil KoA.
Hormon yang mengatur keseimbangan energi terutama adalah hormon
insulin dan glukagon. Sedangkan glukagon diproduksi oleh sel α pankreas.
Kerja insulin terhadap karbohidrat adalah memfasilitasi masuknya glukosa ke
dalam sel, merangsang glikogenesis, mencegahglikolisis dan menghambat

19
glukoneogenesis. Kerja insulin pada lemak adalah meningkatkan masuknya
glukosa ke dalam sel lemak sebagai prekursor sintesis trigliserid dari asam
lemak dan gliserol, meningkatkan sintesis trigliserid, dan menghambat
lipolisis. Kerja insulin pada protein adalah meningkatkan masuknya asam
amino ke dalam otot dan jaringan lain, meningkatkan pembentukan protein
dalam sel otot, dan menghambat degradasi protein. Sedangkan kerja glukagon
adalah kebalikan dari insulin.
Pada keadaan puasa kadar glukosa darah akan turun, sehingga
memacu terbentuknya glukagon. Akibatnya proses yang terjadi adalah adanya
peningkatan produksi glukosa untuk meningkatkan kadar glukosa darah
dengan glikogenolisis, lipolysis, dan gluconeogenesis.
Pada saat berpuasa sesungguhnya tubuh akan memberikan sinyal rasa
lapar dan merangsang rasa ingin makan. Namun dengan kesadaran seseorang
akan menahan rasa laparnya, sehingga proses adaptasi terhadap kekurangan
sumber energi diatas akan terjadi dan kebutuhan energy tetap akan terpenuhi.
Beberapa penelitian baik pada hewan maupun manusia telah
membuktikannya dan menemukan bahwa transportasi gliserol dalam sel
lemak melalui molekul pembawa gliserol meningkat selama puasa. Hal ini
dikarenakan adanya lipolisis saat puasa. Adapun, apabila asupan karbohidrat
(kadar glukosa darah)nya rendah maka memacu terjadinya respon metabolik
pada puasa jangka pendek. Pada saat berpuasa akan terjadi proses adaptasi
tubuh terhadap berkurangnya asupan sumber energi dan cairan. Adaptasi
terkait dengan keseimbangan energi meliputi terjadinya glikogenolisis,
lipolisis dan glukoneogenesis. Sedangkan adaptasi pada keseimbangan cairan
terutama dilakukan oleh ginjal dengan mengurangi volume urin yang
diproduksi dengan bantuan ADH, aldosteron dan kerja saraf simpatis.

20
2.5 Kontrol Asupan Makanan
Asupan makanan bergantung pada banyak hal, seperti sinyal neuro-
endokrin, kadar suatu nutrient dalam darah, pengaruh psikologis seperti stress
dan depresi, signal dari jalur gastrointestinal dan indra khusus, serta koneksi
neural antara hipotalamus dan bagian otak lainnya. Asupan makanan
diperlukan untuk memenuhi asupan energi dalam tubuh kita karena energy
yang kita dapat dari makanan akan menggantikan energi yang telah
digunakan.
Asupan energi tidak hanya bergantung pada jumlah makanan yang
dikonsumsi dan diabsorpsi, tetapi juga dipengaruhi oleh 3 komponen yang
berpartisipasi dalam total pengeluaran energy:
1. metabolik basal yang berjumlah 60% pada total pengeluaran energy.
2. Aktivitas fisik seperti berjalan, mempertahankan tonus otot, dan postur
saat duduk maupun berdiri.
3. Thermogenesis yang diperoleh dari makanan saat sedang digesti,
absorpsi, dan disimpan dalam jumlah 5 – 10% dari total pengeluaran
energy.

Integrasi atau kontrol asupan makanan sendiri di atur oleh otak yaitu
pada bagian hipotalamus, nucleus arkuatus dan paraventrikular. Nukleus
arkuatus memiliki subset neuron yang saling berlawanan di mana satu substrat
akan mengeluarkan neuropeptida Y dan yang lainnnya akan mengeluarkan
proopiomelanocortin (POMC) yang nantinya akan menghasilkan
Melanokortin. Neuropeptida Y, merupakan salah satu perangsang nafsu
makan terkuat yang pernah ditemukan yang dapat menyebabkan peningkatan
asupan makanan dan penambahan berat badan. Melanokortin yang ditemukan
di sebagian spesies hewan untuk menentukan warna kulit untuk berkamuflase,
ternyata memiliki peran yang lain pada hipotalamus manusia. Melanokortin,

21
khususnya α-melanocyte menekan nafsu makan sehingga terjadi penurunan
asupan makanan dan berat badan.
Selain neurotransmitter di hipotalamus, ada hormone-hormon lain
yang berperan untuk memberi signal pada hipotalamus yaitu leptin dan
insulin. Leptin yang dihasilkan oleh jringan lemak bekerja dengan mekanisme
umpan balik negatif pada nucleus arkuatus. Leptina dapat menghambat sinyal
NPY ( Neuropeptida Y) dan merangsang pengeluaran sinyal melanokortin
sehingga menurunkan konsumsi makanan dan mendorong penurunan berat.
Sebaliknya, penurunan simpanan lemak akan menyebabkan penurunan sekresi
leptin sehingga menimbulkan efek yang akan mendorong peningkatan nafsu
makan dan penambahan berat. Sinyal leptin dianggap sebagai kontrol jangka
panjang dalam pengaturan asupan makanan sehingga tetap terjadi
keseimbangan kandungan energi dan berat badan tetap stabil. Insulin,
merupakan hormon lainnya yang juga menghambat sel penghasil NPY pada
nukleus arkuatus. Insulin juga berperan dalam kontrol jangka panjang asupan
makanan yang dimana bila terjadi peningkatan sekresi insulin maka efeknya
akan menyebabkan penurunan asupan makan.
Neuron ordo pertama pada hipotalamus yang merupakan penghasil
NPY dan melanokortin akan memiliki banyak akson pada dua daerah
hipotalamus lainnya yaitu nukleus paraventrikular (PVN) dan Lateral
Hypothalamic Area (LHA). LHA akan menghasilkan neurotransmitter yang
namanya oreksin yang akan meningkatkan nafsu makan. Sinyal dari LHA
juga akan menghambat pusat kenyang di batang otak. NPY akan merangsang
pelepasan neurotransmitter ini dan melanokortin akan menghambatnya. PVN
akan mengeluarkan neurotransmitter yang namanya corticotropin-releasing
hormone yang akan menekan nafsu makan dan sinyal PVN akan menstimulasi
pusat kenyang di batang otak.

2.6 Gangguan Eliminasi Fekal

22
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi
gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke
kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
Adapun, beberapa masalah pada gangguan fekal yang sering terjadi,
diantaranya:
1. Konstipasi
Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena
feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
2. Impaction
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat,
tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
3. Diare
Merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan
gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik.
Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.

23
5. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh
bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6. Kontraksi pada duodenum dan lambung
Kontraksi pada duodenum dan lambung dapat terjadi ketika keadaan
lambung kosong setelah beberapa jam atau lebih. Kontraksi juga dapat
meningkat akibat kurangnya kadar gula darah. Tubuh seseorang yang
mengalami kontraksi akibat lapar ini akan merasakan nyeri di bagian
bawah lambung (hunger pans). Ketika orang kelaparan (hunger pans)
akan mencapai intensitas terbesarnya dalam waktu 3 – 4 hari kemudian
menurun bertahap
7. Anoreksia Nervous
Penyakit ini sering dijumpai pada selebriti dunia yang melakukan diet
esktrem demi pekerjaannya, sehingga mereka terjangkit anorekia.
Anoreksia, merupakan suatu masalah kesehatan jiwa yang mana
pengidapnya terobsesi untuk memiliki tubuh kurus dan sangat takut jika
mereka terlihat gemuk. Saking takutnya, mereka bahkan selalu
menganggap tubuhnya masih kurang kurus atau masih gemuk meski
kenyataannya tidak seperti itu.
8. Obesitas
Adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun
dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang
terjadi perluasan ke dalam jaringan organya. Obesitas, merupakan
keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat
badan yang melampaui ukuran ideal. Terjadinya obesitas lebih ditentukan

24
oleh terarlu banyaknya makan, terarlu sedikitnya aktivitas dan latihan
fisik, maupun keduanya.

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks


defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden,
kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah
anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak
menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan
kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter
anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui
saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses
di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

25
BAB III
KESIMPULAN

jadi, dapat disimpulkan bahwa rasa kenyang dapat disebabkan oleh


interaksi antara efek mekanistis makanan dalam lambung (berupa distensi
atau penggembungan lambung oleh makanan) dengan efek kimia dari
makanan berupa pelepasan hormon-hormon tertentu seperti Kolesistokinin
dari usus halus dan juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya.

26
DAFTAR PUSTKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Guyton, A.C. 1979. Physikology of The Human Body. Phialdelphia: W.B. Saunders
Company.
Kalat, James W. 2010. Biopsikologi. Jakarta: Salemba Humanika.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1999. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I.
Jakarta : Dian Rakyat.
Sherwood, Lauralee. 2007. Human Physikology. USA: The Thomson Corporation.

27

Anda mungkin juga menyukai