SKRIPSI
Oleh:
ANDRIYANI WAHYU UTAMI
135100300111014
Oleh:
ANDRIYANI WAHYU UTAMI
135100300111014
iv
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain” (QS. Al-Insyirah : 7-8)
Alhamdulillahirabbil ‘alamin
Puji syukur yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT
Karya kecil ini saya persembahkan untuk
kedua orang tua dan keluarga
v
PERNYATAAN KEASLIAN TA
Menyatakan bahwa,
vi
ANDRIYANI WAHYU UTAMI. 135100300111014. Desain
Aplikasi untuk Identifikasi Kematangan Stroberi Berbasis
Pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan
Backpropagation. TA. Pembimbing: Mas’ud Effendi, STP.
MP. dan Ir. Usman Effendi, MS.
RINGKASAN
viii
ANDRIYANI WAHYU UTAMI. 135100300111014. Design of
Application for Identifying Maturity of Strawberries Based
on Digital Image Processing and Backpropagation Artificial
Neural Network. Minor Thesis. Supervisors: Mas’ud Effendi,
STP., MP. and Ir. Usman Effendi, MS.
SUMMARY
x
KATA PENGANTAR
xi
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan skripsi ini dalam bentuk apapun
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, referensi
dan pengalaman dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
Karenanya, kritik dan saran sangat dibutuhkan agar laporan ini
lebih baik. Harapan penulis semoga Tugas Akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang
membutuhkan.
xii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................... 3
xiii
2.6 Desain Aplikasi .......................................................... 23
2.7 Penelitian Terdahulu .................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA............................................................... 63
LAMPIRAN ............................................................................ 73
xiv
DAFTAR TABEL
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
BAB I
PENDAHULUAN
1
pengoperasiannya sehingga meningkatkan efisiensi kerja.
Metode yang dapat digunakan tersebut yaitu dengan
menggabungan teknologi yang ada dengan beberapa ilmu
komputasi seperti pengolahan citra digital (digital image
processing) dan jaringan syaraf tiruan.
Pengolahan citra atau image processing merupakan proses
untuk mengamati dan menganalisis suatu objek yang diamati
tanpa merusaknya. Proses pengolahan citra melibatkan
presepsi visual dengan data masukan dan informasi keluaran
berupa citra (Ahmad, 2005 dalam Fikri, 2015). Pengolahan citra
akan lebih memberikan hasil yang akurat apabila dilengkapi
dengan penggunaan metode jaringan syaraf tiruan. Metode
jaringan syaraf tiruan menurut Hermawan (2006) dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem pemrosesan informasi yang
mempunyai karakteristik menyerupai jaringan syaraf manusia.
Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa algoritma yang salah
satunya yaitu backpropagation. Pandjaitan (2007) dalam
Hidayat (2016) menjelaskan bahwa backpropagation
merupakan jaringan lapis banyak yang dibuat dari unit-unit yang
nonlinear yang memiliki tujuan untuk belajar ketidaklinieran
pemetaan-pemetaan antar pasangan pola masukan-
pengeluaran dimana dapat digunakan sebagai pengklasifikasi
pola, umumnya untuk menyelesaikan persoalan yang tidak
linier.
Penerapan pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan telah
banyak dilakukan untuk mengidentifikasikan tingkat kematangan
produk pertanian, diantaranya yaitu untuk mengidentifikasi
tingkat ketuaan dan kematangan pepaya IPB 1 dengan hasil
tingkat keakuratan berdasarkan ketuaan dan kematangan
sebesar 97,89% dan 100% (Syaefullah et al., 2007), untuk buah
lemon dengan tingkat keberhasilannya sebesar 100% (Damiri
dan Cepy, 2012), dan untuk buah markisa dengan hasil dapat
mengenali kelompok markisa masak, mengkal, dan mentah
sebesar 100%, 83,3% dan 100% (Agian et al., 2015). Beberapa
penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa pengolahan
citra dan jaringan syaraf tiruan backpropagation dapat
mengidentifikasi kematangan produk pertanian dengan hasil
akurasi yang cukup baik. Berdasarkan hal itu, pada penelitian ini
digunakan metode yang sama untuk mengidentifikasi
2
kematangan stroberi. Stroberi dipilih sebagai objek penelitian
dikarenakan selama ini belum banyak yang meneliti tingkat
kematangan stroberi. Penelitian yang dilakukan oleh Indrianto
(2016), mengidentifikasi tingkat kematangan stroberi
menggunakan pengolahan citra berdasarkan RGB dan
algoritma K-Means dengan tingkat akurasi sebesar 60%. Hasil
tersebut memiliki nilai yang belum maksimal dibandingkan
dengan hasil penelitian menggunakan algoritma
backpropagation pada buah lain. Oleh karena itu, diperlukan
penelitian lanjutan dengan menggunakan algoritma berbeda
untuk membandingkan tingkat akurasi yang diperoleh pada
proses identifikasi kematangan stroberi.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan
dilaksanakan adalah :
1. Merancang aplikasi untuk identifikasi kematangan stroberi
berbasis pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan
backpropagation.
2. Menentukan tingkat akurasi sistem dalam mengidentifikasi
kematangan stroberi.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat
digunakan sebagai dasar pengembangan peralatan atau mesin
identifikasi tingkat kematangan stroberi sehingga bermanfaat
bagi perkembangan teknologi pertanian, khususnya untuk
petani stroberi, supplier stroberi, dan umumnya masyarakat
3
umum yang membutuhkan alat bantu untuk mengidentifikasi
kematangan stroberi secara otomatis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroberi
Stroberi merupakan tanaman buah yang berupa herba dan
ditemukan pertama kali di Chili, Amerika Latin (Kurnia, 2005).
Stroberi termasuk ke dalam anggota keluarga Rosaceae dan
merupakan tanaman herba berstroloni, yang berarti tanaman ini
menjalar menggunakan stolon atau sulur (Hood, 2014).
Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan, tanaman stroberi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Budiman dan Desi, 2008) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Family : Rosaceae
Genus : Fragaria
Spesies : Fragaria sp.
Di dunia, terdapat 700 macam jenis stroberi yang salah satu
spesiesnya bernama Fragaria chiloensis L. Jenis inilah yang
menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa, dan Asia.
Spesies lainnya, yaitu F.vesca L. merupakan stroberi yang
sebarannya lebih luas dibandingkan spesies lainnya dan
termasuk jenis stroberi yang pertama kali masuk di Indonesia
(Suyanti, 2010). Varietas stroberi yang dapat ditanam di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Balitjestro, 2010).
Sifat dan ketahanan buah stroberi untuk masing-masing
varietas berbeda-beda. Kondisi ini mengakibatkan buah stroberi
yang dipanen, baik waktu maupun tingkat kesegaran dan
kekerasan buah tidak sama (Budiman dan Desi, 2008). Buah
stroberi dapat dipanen pada 3 tingkat kematangan berbeda
yang ditentukan berdasarkan warna dasar penilaian mata. Ciri-
ciri dari tingkat kematangan berbeda tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.2 (Rahman et al., 2016). Warna merah pada stroberi
matang disebabkan karena buah ini kaya akan pigmen warna
antosianin dan banyak mengandung antioksidan tinggi (Suyanti,
2010). Selain antioksidan tersebut, Kandungan nutrisi stroberi
terdiri atas provitamin A, vitamin B1, B2, dan C, asam folat,
5
mineral kalium, magnesium, fosfor, dan serat makanan
(Khomsan dan Yuni, 2008).
6
Tabel 2.2 Ciri-ciri dari tingkat kematangan berbeda buah stroberi
Tingkat Hari setelah
Warna permukaan
kematangan anthesis
Permukaan buah berubah
Tingkat kematangan
dari warna putih ke merah 20 hari ± 3 hari
1/3
muda
Permukaan buah berubah
Tingkat kematangan
dari warna merah muda ke 25 hari ± 3 hari
2/3
merah
>80% permukaan buah
Tingkat kematangan
menunjukkan warna 30 hari ± 3 hari
penuh
merah tua
Sumber : Rahman et al., 2016
7
televisi, foto sinar x, hasil CT scan, gambar-gambar yang
terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak
dapat dipresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa
diproses secara langsung. Agar citra analog dapat diproses di
komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan
terlebih dahulu (Yetri et al., 2015). Konversi citra analog ke
dalam citra digital melibatkan dua operasi yang penting yaitu
sampling dan quantisation, yang dapat dilihat pada Gambar 2.1
(Jayaraman et al., 2009). Sampling merupakan proses
mendigitalkan (digitizing) nilai-nilai koordinat. Sementara
quantisation merupakan proses mendigitalkan nilai amplitudo
(nilai intensitas) (Hermawati, 2013).
Analog Digital
Sampling Quantisation
image image
Gambar 2.1 Citra digital dari citra analog (Jayaraman et al., 2009).
9
infrared) ke dalam sinyal elektrik yang sesuai (Annadurai dan
Shanmugalakshmi, 2007).
2.3.2 Preprocessing
Pengolahan awal citra (image preprocessing) secara
khusus merupakan sebuah tahap pengolahan yang mengubah
citra asli ke dalam citra baru yang pada dasarnya mirip dengan
citra asli, tetapi berbeda dalam aspek tertentu misalnya
meningkatkan kontras (Demant et al., 2013). Tujuan
preprocessing yaitu untuk meninggikan atau menyorot ciri
penting yang tidak tampak dengan baik dan untuk
menyembunyikan informasi yang tidak diinginkan yang tidak
relevan dengan tugas image preprocessing. Hal tersebut tidak
menambah isi informasi citra. Metode image preprocessing
terdiri dari image enhancement dan image filtering (Chaira dan
Ajoy, 2009).
Image enhancement pada dasarnya memperbaiki kualitas
visual citra dengan membersihkan citra untuk pengamatan
manusia dan atau untuk mesin dalam teknik pengolahan citra
otomatis. Metode enhancement dapat diklasifikasikan dalam
dua kategori yaitu metode domain spasial (spatial domain) dan
domain frekuensi (frequency domain). Metode domain spasial
secara langsung memodifikasi piksel citra untuk mencapai
perbaikan yang diinginkan dalam domain spasial. Metode
domain frekuensi melakukan operasi perbaikan pada citra
transformasi discrete fourier transforma (DFT) dalam domain
frekuensi (Suneetha dan Venkateswarlu, 2012). Algoritma
perbaikan biasanya interaktif dan tergantung penggunaanya.
Beberapa teknik perbaikan yaitu contrast stretching, noise
filtering, histogram modification (Chitradevi dan Srimathi, 2014).
2.3.3 Segmentation
Segmentasi citra merupakan suatu tahap dasar dan penting
dalam analisis citra digital. Segmentasi citra didefinisikan
sebagai proses membagi citra ke dalam area homogen
(segments) dengan ciri-ciri yang dapat dibandingkan (yaitu
warna, kontras, kecerahan, tekstur, dan derajat keabuan)
berdasarkan pada standar yang sudah dikenal (Aziz et al.,
10
2016). Segmentasi citra merupakan salah satu tugas yang
paling kritis dalam analisis citra karena hasil segmentasi akan
mempengaruhi semua proses berikutnya pada analisis citra,
seperti representasi objek dan deskripsi, pengukuran ciri dan
tugas yang lebih tinggi berikutnya seperti pengklasifikasian
objek dan interpretasi pemandangan (Zhang, 2006).
Segmentasi dapat diklasifikasikan berdasarkan wilayah (region
based), berdasarkan tepi (edge based), ambang (thresholding),
ciri-ciri berdasarkan pengelompokan (feature based clustering),
dan berdasarkan contoh (model based) (Yogamangalam dan
Karthikeyan, 2013).
Thresholding merupakan metode tersederhana dari
segmentasi citra. Metode ini berdasarkan pada tingkat
pemangkasan (atau nilai threshold) untuk mengubah citra
derajat keabuan ke dalam citra biner. Kunci untuk metode ini
yaitu memilih nilai threshold. Ketika sebuah nilai piksel lebih
besar daripada nilai threshold maka ditugaskan kembali “1”
untuk piksel ini, sebaliknya ketika nilai piksel lebih kecil daripada
nilai threshold maka ditugaskan “0” untuk piksel ini. Setelah itu,
diperoleh citra biner. Kemudian dapat menggunakan algoritma
untuk mencari hubungan komponen dalam urutan untuk
memperoleh segmentasi (Chen, 2014). Ketika hanya terdapat
satu threshold tunggal T, titik sembarang ( ) untuk ( )
disebut titik objek, dan titik ( ) disebut titik latar belakang
jika ( ) . Menurut hal tersebut, thresholding dapat dilihat
sebagai sebuah operasi untuk memperoleh threshold T dalam
persamaan (2.1). Dalam persamaan (2.1), T menunjukkan
threshold; ( ) merupakan nilai keabuan titik ( ) dan ( )
menunjukkan beberapa titik milik setempat seperti rata-rata nilai
tingkat keabuan neighbor centered pada titik ( ). Berdasarkan
persamaan (2.1), teknik thresholding dapat diklasifikasikan
sebagai automatic, berdasarkan histogram, hysteresis, P-tile,
optimal, Otsu, local, global, dan variabel thresholding (Chopra
dan Baljeet, 2011).
[ ( ) ( )] ………………………….. (2.1)
11
2.3.4 Representation and feature extraction
Setelah segmentasi citra menggunakan berbagai teknik,
piksel hasil segmentasi butuh digambarkan dalam bentuk yang
tepat untuk pengolahan lebih lanjut. Pada dasarnya
penggambaran citra dapat dilakukan dengan satu cara dari dua
cara, yaitu (1) citra dapat digambarkan dengan
mempertimbangkan karakteristik luarnya (batas) dan (2) citra
dapat digambarkan berdasarkan karakteristik dalamnya (daerah
yang terdiri atas piksel-piksel) (Vadivambal dan Digvir, 2016).
Ekstraksi ciri adalah proses mengambil ciri-ciri yang terdapat
pada objek di dalam citra untuk mengenali objek tersebut.
Ekstraksi ciri merupakan langkah awal dalam melakukan
klasifikasi dan interpretasi citra. Proses ini berkaitan dengan
kuantitas karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang
sesuai (Nurhayati, 2015). Ekstraksi ciri dapat juga didefinisikan
sebagai proses pengindeksan suatu database citra dengan
isinya. Secara matematik, setiap ekstraksi ciri merupakan
encode dari vektor n dimensi yang disebut dengan vektor ciri.
Komponen vektor ciri dihitung dengan pemrosesan citra dan
teknik analisis serta digunakan untuk membandingkan citra
yang satu dengan yang lain. Ekstraksi ciri diklasifikasikan ke
dalam 3 jenis yaitu low-level, middle-level, dan high-level. Low-
level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan isi visual
seperti warna dan tekstur, middle-level feature merupakan
ekstraksi berdasarkan wilayah citra yang ditentukan dengan
segmentasi, sedangkan high-level feature merupakan ekstraksi
ciri berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam
citra (Kusumaningsih, 2009).
13
(a) (b) (c)
Gambar 2.2 Tipe citra (a) citra warna, (b) citra grayscale (Vadivambal
dan Digvir, 2016) dan (c) citra biner (Ouyang et al., 2013)
15
ketiganya akan menghasilkan warna hitam. Warna merah, hijau,
dan biru disebut warna primer atau aditif. Sedangkan warna
yang dihasilkan dari kombinasi ketiganya disebut warna
sekunder atau substraktif (Wahana Komputer, 2007). Model
warna RGB diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu RGB linear
dan RGB non linear. Model warna RGB linear ditunjukkan
sebagai RGB dan model warna RGB non linear ditunjukkan
sebagai R‟G‟B‟. RGB linear tidak sesuai untuk analisis numerik
dan jarang digunakan untuk penggambaran citra. Tipe ini
digunakan untuk aplikasi grafik komputer. Pemetaan ke
nonlinear dilakukan menggunakan faktor koreksi gamma
kamera atau alat input lainnya dalam rentang [0, 1] untuk kedua
model. RGB non linear atau R‟G‟B‟ memiliki rentang nilai dari 0
sampai 255. Data RGB non linear disimpan untuk digunakan
dalam aplikasi pengolahan citra, JPEG, standar MPEJ
(Ibraheem et al., 2012). Model warna RGB digambarkan dalam
Gambar 2.5.
2. HSI
Model warna HSI merupakan model warna yang sangat
penting dan menarik untuk aplikasi pengolahan citra karena
warna tersebut mewakili warna-warna yang sama dengan cara
mata manusia menerjemahkan warna. Model warna HSI
mewakili setiap warna dengan tiga komponen : hue (H),
saturation (S), intensity (I) (Thiyagarajan et al., 2011). Hue
menggambarkan warna dan warna berhubungan dengan
16
gelombang cahaya warna. Dalam orde warna merah, jingga,
kuning, hijau, biru, ungu didefinisikan nilai tonal dan sudut yang
digunakan untuk menggambarkannya. Untuk contoh, nilai sudut
merah, kuning, hijau, biru, magenta secara berturut-turut adalah
0o, 60o, 120o, 180o, 240o, dan 300o. Saturation menggambarkan
kemurnian warna, derajat pencampuran putih dalam cahaya
warna. Cahaya putih lebih banyak menurunkan saturation dan
sedikit cahaya putih menaikan saturation dan kemurnian warna.
Strength menggambarkan derajat warna cahaya yang dirasa
oleh mata manusia, yang berhubungan dengan ukuran dan
warna energi cahaya (atau kecerahan warna cahaya), sehingga
kecerahan juga tekadang digunakan (Su, 2017). Model warna
HSI digambarkan dalam Gambar 2.6
∑ ………………………..….. (2.2)
∑ ……………………………. (2.3)
dimana = net input
= bias
= input dari neuron i
= bobot neuron i ke neuron output
(a) (b)
Gambar 2.7 (a) Fungsi identitas dan (b) Fungsi step binary
(Jayaraman et al., 2009)
(a) (b)
Gambar 2.8 (a) Fungsi binary sigmoid dan (b) Fungsi bipolar sigmoid
(Sivanandam et al., 2006).
19
( ) ……………………………..….. (2.4)
( )
( ) { ……………………………..….. (2.5)
( )
( ) .……………………………..….. (2.6)
( )
( )
( ) .....…………………………..….. (2.7)
( )
21
dan mengatur bobot berbagai lapisan backwards dari lapisan
output ke lapisan input (Heaton, 2008).
23
menunjukkan langkah-langkah yang terlibat dalam pembuatan
sebuah prototype persyaratan (requirement prototype). Tiga
langkah pertama sama dengan langkah yang diambil dalam
membuat sebuah prototype evolusioner. Langkah-langkah
berikutnya adalah membuat kode sistem baru, menguji sistem
baru, menentukan apakah sistem yang baru dapat diterima, dan
membuat sistem baru menjadi sistem produksi (McLeod dan
George, 2007).
27
28
BAB III
METODE PENELITIAN
29
3.3.2 Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mencari dan
mempelajari sumber-sumber tulisan berupa buku, laporan, dan
jurnal yang berkaitan dengan topik dan masalah yang sedang
diteliti. Studi literatur bertujuan untuk mencari informasi
tambahan dan landasan teori yang mendukung penelitian. Teori
yang berkaitan dengan pengolahan citra dan jaringan syaraf
tiruan serta teori lain yang terkait dengan penelitian ini dapat
dijadikan referensi dalam penulisan laporan.
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Persiapan Sampel
Pengambilan Citra
Perancangan Sistem
Perancangan Sistem
Perancangan User Interface
Identifikasi Kematangan
Aplikasi
Selesai
30
3.3.3 Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti,
sedangkan data sekunder merupakan data yang sudah dalam
bentuk jadi berupa data dalam bentuk dokumen dan publikasi.
Data primer dapat diperoleh dengan cara observasi langsung.
Sementara untuk data sekunder dapat diperoleh dengan cara
mencari literatur yang mendukung dan melengkapi data primer
melalui internet atau studi pustaka.
32
1. Perancangan Sistem Identifikasi Kematangan
Tahap ini dimulai dengan memanggil citra hasil akuisisi
menggunakan perintah imread. Citra yang dapat digunakan
pada sistem dibatasi hanya citra berekstensi JPG. Tahap
perancangan sistem identifikasi kematangan secara lebih detail
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
1.2 Segmentasi
Segmentasi citra merupakan proses yang bertujuan untuk
memisahkan objek dengan area latar belakang di sekitarnya
sehingga proses pengolahan citra hanya perlu dilakukan pada
objek. Metode yang digunakan untuk segmentasi yaitu metode
thresholding. Nilai threshold yang digunakan pada masing-
masing citra berbeda-beda, disesuaikan dengan bentuk stroberi
yang terdapat dalam citra. Setelah seluruh citra hasil akuisisi
tersegmentasi, selanjutnya diberikan 2 perlakuan berbeda
terhadap citra hasil segmentasi. Pada perlakuan pertama,
seluruh cita hasil segmentasi digunakan sebagai input pada
tahap ekstraksi ciri. Sementara pada perlakuan kedua, citra
hasil segmentasi diseleksi terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai input pada tahap ekstraksi ciri. Citra yang lolos seleksi
merupakan citra yang membentuk pola stroberi.
33
Mulai
Pemanggilan citra
Segmentasi menggunakan
nilai threshold
Tidak
Buah terpisah
dengan daun dan
background?
Ya
Reduksi noise menggunakan
median filter
Input Selesai
Selesai
34
1.3 Ekstraksi ciri
Ekstraksi ciri bertujuan untuk dapat mengekstrak warna dari
citra stroberi. Komponen warna yang akan diekstrak dari citra
warna adalah nilai R (red), G (green), dan B (blue). Selanjutnya
dilakukan konversi citra RGB ke dalam HSV dengan
menggunakan persamaan (3.1), (3.2), (3.3), dan (3.4). Hasil
ekstraksi ciri tersebut disimpan dalam tabel excel yang nantinya
digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan.
{ …………………... (3.1)
( ) ( )
{ } ..………………… (3.2)
√( ) ( )( )
( )
…………………... (3.3)
......…………….… (3.4)
35
parameter training yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tahap identifikasi kematangan menggunakan jaringan
syaraf tiruan backpropagation dimulai dengan membagi data
menjadi 2, yaitu data training dan testing dengan rasio
perbandingan 70:30. Pada penelitian ini, dilakukan 2 perlakuan
berbeda pada citra sebelum dilakukan ekstraksi ciri sehingga
total citra yang digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan
memiliki jumlah yang berbeda. Pada perlakuan pertama (tanpa
menggunakan seleksi citra) digunakan data training dan testing
sebanyak 336 dan 144 citra yang berasal dari 480 citra ,
sedangkan pada perlakuan kedua (menggunakan seleksi citra)
digunakan data training dan testing sebanyak 198 dan 90 citra
yang berasal dari 288 citra yang lolos dari tahap seleksi citra.
36
Tahapan algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan
backpropagation terdiri dari 3 tahapan yaitu (Agustin dan Toni,
2012) :
- Tahap umpan maju (feedforward)
- Tahap umpan mundur (backpropagation)
- Tahap pengupdatean bobot dan bias
Secara rinci algoritma pelatihan jaringan backpropagation dapat
diuraikan sebagai berikut :
- Langkah 0 : Inisialisasi bobot-bobot, konstanta laju
pelatihan (α), toleransi error atau nilai bobot
(bila menggunakan nilai bobot sebagai
kondisi berhenti) atau set maksimal epoch
(jika menggunakan banyaknya epoch sebagai
kondisi berhenti).
- Langkah 1 : Selama kondisi berhenti belum dicapai, maka
lakukan langkah ke-2 hingga langkah ke-9.
- Langkah 2 : Untuk setiap pasangan pola pelatihan, lakukan
langkah ke-3 sampai langkah ke-8.
- Langkah 3 : {Tahap I : Umpan maju (feedforwand)}
Tiap unit masukan menerima sinyal dan
meneruskannya ke unit tersembunyi
diatasnya.
- Langkah 4 : Masing-masing unit di lapisan tersembunyi
(dari unit ke-1 hingga unit ke-p) dikalikan
dengan bobotnya dan dijumlahkan serta
ditambahkan dengan biasnya.
- Langkah 5 : Masing-masing unit output (yk, k=1,2,3,...m)
dikalikan dengan bobot dan dijumlahkan serta
ditambahkan dengan biasnya.
- Langkah 6 : {Tahap II : Umpan mundur (backward
propagation)}
Masing-masing unit output (yk, k=1,2,3,...m)
menerima pola target tk sesuai dengan pola
masukan/input saat pelatihan dan kemudian
informasi kesalahan/error lapisan output (δk)
dihitung. δk dikirim ke lapisan dibawahnya dan
digunakan untuk menghitung besarnya koreksi
bobot dan bias (ΔW jk dan ΔW ok ) antara
lapisan tersembunyi dengan lapisan output.
37
- Langkah 7 : Pada setiap unit dilapisan tersembunyi (dari
unit ke-1 hingga ke-p; i=1…n; k=1…m)
dilakukan perhitungan informasi kesalahan
lapisan tersembunyi (δj). δj kemudian
digunakan untuk menghitung besar koreksi
bobot dan bias (ΔVji dan ΔVjo) antara lapisan
input dan lapisan tersembunyi.
- Langkah 8 : {Tahap III : Pengupdatean bobot dan bias}
Masing-masing unit output/keluaran (yk,
k=1,2,3,…,m) dilakukan pengupdatean bias
dan bobotnya (j=0,1,2,...p) sehingga
menghasilkan bobot dan bias baru. Demikian
juga untuk setiap unit tersembunyi mulai dari
unit ke-1 sampai dengan unit ke-p dilakukan
pengupdatean bobot dan bias.
- Langkah 9 : Uji kondisi berhenti (akhir iterasi).
38
untuk mengidentifikasi varietas dan tingkat kematangan stroberi
pada citra. Proses identifikasi berdasarkan pada database yang
telah ditanamkan dalam sistem. Database yang digunakan
berasal dari hasil pelatihan jaringan syaraf tiruan yang memiliki
tingkat akurasi tertinggi. Hasil akhir yang diperoleh dari
perancangan user interface ini adalah tampilan user interface
sistem yang dapat menampilkan hasil identifikasi varietas dan
kematangan stroberi.
39
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41
akuisisi citra dilakukan dengan menggunakan kamera
handphone beresolusi 8 MP (megapixel). Setiap objek di-
capture sebanyak 4 kali dengan sisi yang berbeda.
Pengambilan citra dilakukan sebanyak 4 kali dikarenakan pada
setiap sisi buah diduga memiliki distribusi warna yang berbeda,
sehingga total citra yang diperoleh pada tahap akuisisi ini
sebanyak 480 citra. Citra hasil dari akuisisi kemudian disimpan
dalam format JPG dengan ukuran 600x600 piksel. Beberapa
citra hasil akuisisi dapat dilihat pada Lampiran 1.
(a) (b)
Gambar 4.2 (a) Citra asli 600x600 dan (b) citra resizing 300x300
(a) (b)
Gambar 4.4 (a) Citra lolos seleksi dan (b) citra tidak lolos seleksi
46
traingdm, kecuali fungsi ini menggunakan learning rate yang
disesuaikan berdasarkan pada petunjuk dan besarnya vektor
kemiringan. Selain itu, Licciardello et al. (2009) menyatakan
hasil proses pelatihan traingdx lebih cepat daripada
menggunakan traingd atau traingdm serta traingdx lebih dapat
diandalkan daripada trainlm, dicirikan oleh kecepatan dan
kinerja yang baik ketika akurasi yang tinggi diperlukan.
Tabel 4.1 Variasi fungsi pembelajaran untuk data tanpa seleksi citra
Parameter Training Variasi Fungsi Pembelajaran
Fungsi pembelajaran Trainlm Traingdx
Error goal 0,001 0,001
tansig-logsig- logsig-logsig-
Fungsi aktivasi
purelin purelin
Learning rate 0,1 0,1
Momentum 0,9 0,9
Jumlah data training 336 336
Data training yang
289 259
teridentifikasi dengan benar
Jumlah data testing 144 144
Data testing yang
95 97
teridentifikasi dengan benar
Akurasi testing 65,97% 67,36%
Sumber : Data yang diolah (2018)
b. Learning Rate
Pada penelitian ini, digunakan 4 variasi learning rate yaitu
0,7, 0,5, 0,3 dan 0,1. Keempat learning rate tersebut
dikombinasikan dengan 2 variasi momentum yaitu 0,9 dan 0,8.
Kombinasi antara learning rate dengan momentum dilakukan
dengan tujuan agar mendapatkan model jaringan yang baik.
Kombinasi learning rate dan momentum yang dipilih merupakan
kombinasi yang memberikan hasil akurasi tertinggi. Salah satu
hasil proses pelatihan dan pengujian dengan variasi learning
rate dan momentum dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 menunjukkan hasil trial and error dengan
menggunakan variasi learning rate dan momentum.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa semakin kecil
47
nilai learning rate yang digunakan maka semakin tinggi akurasi
testing yang diperoleh. Hal ini dikarenakan jaringan yang
diperoleh dari tahap pelatihan memiliki ketelitian yang besar.
Menurut Widyaningrum dan Ahmad (2014), tidak ada aturan
pasti mengenai learning rate, tetapi semakin besar learning rate
maka ketelitian jaringan akan semakin berkurang, tetapi berlaku
sebaliknya. Apabila learning rate semakin kecil, maka ketelitian
jaringan akan semakin besar atau bertambah dengan
konsekuensi prosesnya akan memakan waktu semakin lama.
Tabel 4.2 Variasi learning rate dan momentum untuk data tanpa
seleksi citra
Parameter
Variasi Learning Rate
Training
Fungsi
Traingdx Traingdx Traingdx Traingdx
pembelajaran
Error goal 0,001 0,001 0,001 0,001
logsig- logsig- logsig- logsig-
Fungsi aktivasi logsig- logsig- logsig- logsig-
purelin purelin purelin purelin
Learning rate 0,1 0,3 0,5 0,7
Momentum 0,9 0,9 0,9 0,9
Jumlah data
336 336 336 336
training
Data training
259 269 240 250
(yang benar)
Jumlah data
144 144 144 144
testing
Data testing
97 91 91 84
(yang benar)
Akurasi testing 67,36% 63,19% 63,19% 58,33%
Sumber : Data yang diolah (2018)
51
dilakukan pembacaan data dengan perintah xlsread. Source
code tahap pelatihan dan pengujian dapat dilihat pada
Lampiran 6. Berdasarkan proses pengujian yang telah
dilakukan, diperoleh hasil akurasi terbaik untuk data testing
tanpa seleksi citra sebesar 67,36%. Akurasi tersebut diperoleh
secara trial and error dengan mengkombinasikan parameter
training yang meliputi traingdx, learning rate 0,1, dan momentum
0,9.. Hasil trial and error untuk data testing tanpa seleksi citra
dapat dilihat pada Lampiran 7. Tingkat akurasi 67,36% pada
tahap pengujian tersebut menunjukkan bahwa sistem dapat
mengidentifikasi varietas sekaligus kematangan stroberi secara
tepat sebanyak 97 citra dari 144 citra yang diujikan. Sementara
47 citra lainnya tidak dapat teridentifikasi secara tepat. Adapun
rincian hasil identifikasi dari 144 citra uji tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 9. Kesalahan identifikasi dari data testing
banyak terjadi pada proses identifikasi varietas stroberi
sehingga dapat mempengaruhi tingkat akurasi secara
keseluruhan. Berikut perhitungan tingkat akurasi dari data
testing:
52
- Perhitungan akurasi untuk identifikasi varietas dan
kematangan stroberi dari data uji
( )
53
- Perhitungan akurasi untuk identifikasi kematangan stroberi
dari data uji
( )
2. Menu Mulai
Menu mulai pada halaman awal merupakan tombol yang
berfungsi untuk mengarahkan pengguna aplikasi berpindah ke
halaman utama aplikasi, yaitu halaman untuk mengidentifikasi
kematangan stroberi. Pada halaman menu mulai, pengguna
aplikasi akan melihat beberapa tombol yang dapat digunakan
agar aplikasi dapat berjalan sesuai fungsinya. Tombol-tombol
yang terdapat pada menu mulai yaitu tombol buka citra, tombol
ekstraksi ciri, tombol identifikasi, tombol reset, dan tombol
tampilan awal. Selain keempat tombol tersebut, terdapat 1 kotak
kosong yang harus diisi oleh pengguna aplikasi dan 1 kotak
dengan nilai telah terisi secara default. Tampilan halaman menu
mulai dapat dilihat pada Gambar 4.6.
55
Gambar 4.6 Tampilan menu mulai
56
Bagian 2 menunjukkan kotak red mask dan blue mask pada
panel segmentasi serta tombol ekstraksi ciri. Pada kotak red
mask, pengguna aplikasi diminta untuk menginputkan nilai yang
berada pada range 69-126. Sementara untuk kotak blue mask,
sistem telah memberikan nilai default sebesar 102. Nilai
tersebut nantinya digunakan sebagai nilai threshold untuk
memisahkan objek dengan background pada citra.
57
Nilai threshold yang telah diinputkan selanjutnya digunakan
untuk proses lanjutan dengan menggunakan tombol ekstraksi
ciri. Tombol ekstraksi ciri berfungsi memberikan perintah kepada
aplikasi untuk melakukan segmentasi dan ekstraksi ciri warna
terhadap citra. Hasil segmentasi citra akan ditampilkan pada
panel hasil segmentasi. Jika citra yang ditampilkan pada panel
hasil segmentasi telah menampilkan objek stroberi tanpa daun
seperti Gambar 4.8, maka dapat dilanjutkan pada proses
selanjutnya. Akan tetapi, jika citra yang ditampilkan merupakan
objek stroberi lengkap dengan daunnya maka nilai pada red
mask perlu diubah kembali hingga diperoleh stroberi tanpa
daun.
58
tampilan awal yang berfungsi untuk berpindah ke halaman awal
aplikasi.
(b)
Gambar 4.11 Tampilan menu bantuan 2
3. Menu bantuan
Menu bantuan merupakan menu dimana pengguna aplikasi
akan mendapatkan panduan singkat bagaimana cara
menggunakan aplikasi ini. Pada halaman menu bantuan
terdapat beberapa tombol yang dapat digunakan untuk
berpindah ke halaman lain, yaitu tombol tampilan awal untuk
berpindah ke halaman awal aplikasi, tombol keluar untuk keluar
dari aplikasi, tombol dengan simbol “>” untuk berpindah ke
halaman selanjutan di halaman menu bantuan, dan tombol
dengan simbol “<” untuk kembali ke halaman sebelumnya.
Tampilan halaman menu bantuan dapat dilihat pada Gambar
4.10 dan Gambar 4.11.
4. Menu keluar
Menu keluar merupakan menu yang dapat digunakan untuk
menutup aplikasi. Pada tampilan menu keluar yang dapat dilihat
pada Gambar 4.12 terdapat 2 pilihan tombol, yaitu “ya” dan
“tidak”. Jika pengguna aplikasi memilih tombol “ya” maka sistem
59
akan mengirim perintah untuk menutup aplikasi yang sedang
berjalan. Jika pengguna aplikasi memilih tombol “tidak” maka
sistem akan tetap berada pada halaman yang terakhir terbuka.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil yang telah diperoleh, maka
dapat dapat disimpulkan bahwa :
1. Perancangan aplikasi untuk identifikasi kematangan stroberi
berbasis pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan
backpropagation telah berhasil dilakukan. Sistem dirancang
melalui tahapan akuisisi citra, image preprocessing,
segmentasi, ekstraksi ciri, dan identifikasi dengan
menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation. Hasil
terbaik yang diperoleh pada proses identifikasi digunakan
sebagai database yang ditanamkan pada GUI aplikasi.
Berdasarkan hasil pengujian, sistem yang dirancang
mampu mengidentifikasi varietas dan tingkat kematangan
dari citra stroberi.
2. Tingkat akurasi yang diperoleh dari sistem identifikasi
kematangan sebesar 67,36% untuk data tanpa seleksi citra
dan 74,44% untuk data menggunakan seleksi citra. Sistem
mampu mengidentifikasi 97 citra dari 144 citra yang
diinputkan untuk data testing tanpa seleksi citra dan 67 citra
dari 90 citra untuk data testing menggunakan seleksi citra.
5.2 Saran
Pengujian terhadap aplikasi menunjukan tingkat akurasi
yang bagus. Akan tetapi hasil akurasi yang diperoleh tersebut
belum sesuai dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu,
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut agar pada penelitian
selanjutnya memiliki hasil akurasi yang lebih baik.
1. Latar belakang atau background yang digunakan untuk
akuisisi citra sebaiknya menggunakan warna hitam.
2. Proses segmentasi sebaiknya dilakukan menggunakan
metode K-Means Clustering sehingga proses segmentasi
dapat berjalan secara otomatis.
3. Pada proses identifikasi menggunakan jaringan syaraf
tiruan, sebaiknya perlu ditambahkan input lain seperti ciri
41
tekstur GLCM dan ciri bentuk (eccentricity dan metric)
sehingga proses identifikasi tidak hanya berdasarkan pada
perubahan warna dan dapat membedakan pola objek yang
terdapat pada citra.
42
DAFTAR PUSTAKA
Amato, F., Alberto L., Eladia M.P.M., Petr V., Ales H., dan Josef
H. 2013. Artificial Neural Network in Medical Diagnosis.
Applied Biomedicine 11 : 47-58
63
Chaira T. dan Ajoy K.R. 2009. Fuzzy Image Processing and
Application with MATLAB. CRC Press. Boca Raton.
64
Demant, C., Bernd S., dan Abel C.G. 2013. Industrial Image
Processing : Visual Quality Control in Manufacturing
2nd Edition. Springer. Berlin.
Guan, L., Yifeng H., dan Sun Y.K. 2012. Multimedia Image and
Video Processing. CRC Press. Boca Raton.
65
Ibraheem, N.A., Mokhtar M.H., Rafiqul Z.K., dan Pramod K.M.
2012. Understanding Color Models : A Review. ARPN
Journal of Science and Technology (2) 3 : 265-275
66
Licciardello, C., V. Tarzia, T. Bottio, V. Pengo, G. Gerosa, dan
A. Bagno. 2009. Phonocardiographic Classification of
Mechanical Heart Valves Using Artificial Neural
Network. IFMBE Proceedings, Univ. Karlsruhe, Munich, pp
110-113
67
Nurraharjo, E. 2011. Implementasi Morphology Concept and
Technique dalam Pengolahan Citra Digital untuk
Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra.
Teknologi Informasi DINAMIK 6(2) : 134-138
68
Santi, R.C.N. 2011. Teknik Perbaikan Kualitas Citra Satelit
Cuaca dengan Sataid. Teknologi Informasi Dinamik 16(2) :
101-109
69
Image. Proceeding First International Conference of the
South Asian Society Criminology and Victimology (SASCV),
Manonmaniam Sundaranar University, Tamil Nadu, pp.
157-168
70
International of Journal Engineering and Technology 5(1) :
307-313
71
72