Anda di halaman 1dari 107

DESAIN APLIKASI UNTUK IDENTIFIKASI KEMATANGAN

STROBERI BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DAN


JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

SKRIPSI

Oleh:
ANDRIYANI WAHYU UTAMI
135100300111014

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
DESAIN APLIKASI UNTUK IDENTIFIKASI KEMATANGAN
STROBERI BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

Oleh:
ANDRIYANI WAHYU UTAMI
135100300111014

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Teknik

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ii
iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kediri pada tanggal 21 Mei


1994 dari pasangan suami istri Bapak
Syamsuri dan Ibu Komsatun. Penulis
merupakan anak kelima dari tujuh
bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SD Manisrenggo pada
tahun 2007, sekolah menengah pertama di
SMPN 1 Kediri pada tahun 2010, dan sekolah
menengah atas di SMAN 7 Kediri pada tahun
2013. Pada tahun 2013, penulis diterima di
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya melalui jalur SBMPTN dan
lulus pada tahun 2018. Selama kuliah, penulis pernah menjadi
panitia ospek jurusan tahun 2014 sebagai anggota divisi
pendamping.

iv
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain” (QS. Al-Insyirah : 7-8)

Alhamdulillahirabbil ‘alamin
Puji syukur yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT
Karya kecil ini saya persembahkan untuk
kedua orang tua dan keluarga

v
PERNYATAAN KEASLIAN TA

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Andriyani Wahyu Utami


NIM : 135100300111014
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Desain Aplikasi untuk Identifikasi
Kematangan Stroberi Berbasis
Pengolahan Citra Digital dan Jaringan
Syaraf Tiruan Backpropagation

Menyatakan bahwa,

TA dengan judul diatas merupakan karya asli penulis tersebut di


atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak
benar, saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, 6 Juni 2018


Pembuat Pernyataan,

Andriyani Wahyu Utami


NIM 135100300111014

vi
ANDRIYANI WAHYU UTAMI. 135100300111014. Desain
Aplikasi untuk Identifikasi Kematangan Stroberi Berbasis
Pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan
Backpropagation. TA. Pembimbing: Mas’ud Effendi, STP.
MP. dan Ir. Usman Effendi, MS.

RINGKASAN

Stroberi merupakan buah yang dapat dikonsumsi dalam


keadaan segar. Kematangan stroberi dapat dilihat dari
perubahan warna buah yang dapat mempengaruhi petani dalam
pemanen stroberi. Selain itu, perubahan warna juga digunakan
sebagai dasar pengelompokan tingkat kematangan stroberi
pada proses sortasi. Permasalahan saat ini, proses pemanenan
dan sortasi stroberi dilakukan secara manual menggunakan
sistem visual manusia. Metode tersebut memiliki banyak
kelemahan seperti waktu yang dibutuhkan relatif lama dan
menghasilkan buah yang tidak konsisten. Oleh karena itu
diperlukan metode identifikasi kematangan stroberi berbasis
pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan untuk mengatasi
kelemahan metode manual. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan merancang aplikasi untuk identifikasi kematangan
stroberi berbasis pengolahan citra digital dan jaringan syaraf
tiruan backpropagation serta menentukan tingkat akurasi sistem
dalam mengidentifikasi kematangan stroberi.
Pada penelitian ini, varietas stroberi yang digunakan
dibatasi pada varietas Sweet charlie dan California. Masing-
masing stroberi terdiri dari 3 tingkat kematangan berbeda, yaitu
mentah, setengah matang, dan matang. Sistem yang dirancang
dibangun menggunakan 6 input warna (R, G, B, H, S, dan V).
Input warna diperoleh dari hasil pengolahan citra digital.
Algoritma backpropagation digunakan untuk identifikasi
kematangan stroberi. Hasil keluaran dari sistem berupa varietas
dan tingkat kematangan stroberi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, proporsi data
training dan data testing yang digunakan yaitu 70:30. Pada
perlakuan pertama, data training yang digunakan sebanyak 336
vii
citra dan data testing sebanyak 144 citra. Sementara pada
perlakuan kedua, data training yang digunakan sebanyak 198
citra dan data testing sebanyak 90 citra. Penelitian
menggunakan variasi parameter training yang meliputi
momentum (0,9 dan 0,8), learning rate (0,7, 0,5, 0,3 dan 0,1),
iterasi (25.000), dan fungsi pembelajaran (traingdx dan trainlm).
Hasil akurasi terbaik yang diperoleh pada perlakuan pertama
yaitu 77,08% untuk data training dan 67,36% untuk data testing.
Akurasi terbaik berasal dari arsitektur jaringan dengan
menggunakan learning rate 0,1, momentum 0,9, iterasi 25.000
dan fungsi pembelajaran traingdx. Untuk perlakuan kedua, hasil
akurasi terbaik yang diperoleh yaitu 81,82% untuk data training
dan 74,44% untuk data testing. Akurasi terbaik berasal dari
arsitektur jaringan dengan menggunakan learning rate 0,7,
momentum 0,9, iterasi 25.000 dan fungsi pembelajaran traingdx.

Kata kunci: backpropagation, kematangan stroberi, pengolahan


citra digital, traingdx

viii
ANDRIYANI WAHYU UTAMI. 135100300111014. Design of
Application for Identifying Maturity of Strawberries Based
on Digital Image Processing and Backpropagation Artificial
Neural Network. Minor Thesis. Supervisors: Mas’ud Effendi,
STP., MP. and Ir. Usman Effendi, MS.

SUMMARY

Strawberries are fruit which can be consumed in fresh


condition. Strawberries maturity can be seen from its color
changes that may affect the farmers in strawberries harvesting.
Besides, it’s used as category-based grouping in strawberries
ripeness sortation. Current problems, the strawberries
harvesting and sorting process are done manually using human
visual system. This method has many weaknesses such as it
takes a long time and produces unconsistent fruits. Therefore,
an identification method of strawberries maturity based on digital
image processing and backpropagation artificial neural network
is needed to overcome manual method weakness. The purpose
of this research is designing an application to identifying
strawberries maturity based on digital image processing and
backpropagation artificial neural network and determine the
accuracy of system in identifying strawberry maturity.
This research, the strawberries varieties used are limited at
Sweet Charlie and California varieties. Each strawberries
consists of three different stages of maturity, that is raw, half
ripe, and ripe. The designed system is built using 6 color inputs
(R, G, B, H, S, and V). The color input is obtained from the
digital image processing. Backpropagation algorithm is used for
identification of strawberry maturity. The outputs of the system
are varieties and stage of strawberries maturity.
Based on this research, the proportion of training and
testing data are used is 70:30. In the first treatment, training
data are used as many as 336 images and the testing data as
many as 144 images. While in the second treatment, training
data are used as many as 198 image and the testing data as
many as 90 images. The research uses variation of training
ix
parameters including momentum (0.9 and 0.8), learning rate
(0.7, 0.5, 0.3 and 0.1), iteration (25,000), and learning function
(traingdx and trainlm). The best accuracy results obtained for
the first treatment is 77.08% for training data and 67.36% for
testing data. The best accuracy comes from network
architecture using learning rate 0,1, momentum 0,9, iteration
25.000 and traingdx learning function. For the second treatment,
the best accuracy result is 81,82% for training data and 74,44%
for testing data. The best accuracy comes from network
architecture using learning rate 0,7, momentum 0,9, iteration
25.000 and traingdx learning function.

Keywords: backpropagation, digital image processing,


strawberries maturity, traingdx

x
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat, rahmat dan


anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas
Akhir dengan baik. Tugas Akhir berjudul “Desain Aplikasi untuk
Identifikasi Kematangan Stroberi Berbasis Pengolahan Citra
Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation”.
Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Teknik.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Mas’ud Effendi, STP., MP selaku dosen pembimbing
pertama Tugas Akhir yang telah membimbing dan
memberikan arahan, bimbingan, serta ilmu pengetahuan
kepada penulis
2. Bapak Ir. Usman Effendi, MS selaku dosen pembimbing
kedua Tugas Akhir yang telah membimbing penulis serta
memberikan arahan dan ilmu kepada penulis
3. Bapak Dr. Sucipto, STP. MP selaku Dosen Penguji yang
telah memberikan arahan, saran, serta masukan kepada
penulis
4. Kedua Orang tua yang selalu mendo’akan dan telah banyak
memberi dukungan moril serta kerabat dekat yang
senantiasa memberikan dorongan kepada penulis
5. Miftahul Jannah yang merupakan teman, sahabat dan
rekan dalam hal apapun yang sama-sama berjuang untuk
menyelesaikan Tugas Akhir
6. Dwi Ariyani, Eky Kartiani, Fathimah Azzahra, Gabrile
Hardiani, Kartika Dwi Ulfiyanti dan Syafirah Husna Trisna
Putri (119 Squad) yang selalu ada menghibur,
mendengarkan keluh kesah penulis dan selalu menjadi
alarm motivasi penulis untuk meyelesaikan Tugas Akhir
7. Teman-teman satu bimbingan yang telah sama-sama
berjuang dan saling mendukung satu sama lain
8. Teman-teman Teknologi Industri Pertanian 2013 yang telah
memberikan semangat dan dukungan satu sama lain

xi
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan skripsi ini dalam bentuk apapun
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, referensi
dan pengalaman dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
Karenanya, kritik dan saran sangat dibutuhkan agar laporan ini
lebih baik. Harapan penulis semoga Tugas Akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang
membutuhkan.

Malang, 6 Juni 2018


Penulis,

Andriyani Wahyu Utami

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL TA .............................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................... iv
HALAMAN PERUNTUKAN ...................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TA ............................................... vi
RINGKASAN .......................................................................... vii
SUMMARY .............................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN............................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 5


2.1 Stroberi ........................................................................ 5
2.2 Citra Digital .................................................................. 7
2.3 Pengolahan Citra Digital............................................... 8
2.3.1 Image grabbing atau image acquisition ............... 9
2.3.2 Preprocessing ....................................................10
2.3.3 Segmentation .................................................... 10
2.3.4 Representation and feature extraction ................ 12
2.3.5 Recognition and interpretation .............................12
2.4 Jenis-Jenis Citra ........................................................ 13
2.4.1 Citra biner ........................................................... 14
2.4.2 Citra grayscale .................................................... 14
2.4.3 Citra warna ......................................................... 15
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation.................... 17

xiii
2.6 Desain Aplikasi .......................................................... 23
2.7 Penelitian Terdahulu .................................................. 25

BAB III METODE PENELITIAN.............................................. 29


3.1Tempat dan Waktu Penelitian ..................................... 29
3.2 Batasan Masalah ....................................................... 29
3.3 Pelaksanaan Penelitian ............................................. 29
3.3.1 Identifikasi masalah ............................................ 29
3.3.2 Studi literatur ...................................................... 30
3.3.3 Pengumpulan data ............................................. 31
3.3.4 Persiapan sampel ............................................... 31
3.3.5 Pengambilan citra ............................................... 32
3.3.6 Perancangan sistem ........................................... 32
3.3.7 Kesimpulan dan saran ........................................ 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 41


4.1 Akuisisi Citra .............................................................. 41
4.2 Implementasi Sistem Identifikasi Kematangan ........... 42
4.2.1 Image preprocessing .......................................... 42
4.2.2 Segmentasi dan ekstraksi ciri ............................. 43
4.2.3 Pemodelan jaringan syaraf tiruan
backpropagation................................................. 46
4.3 Analisis Pelatihan dan Pengujian Sistem ................... 51
4.4 GUI (Graphical User Interface)................................... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................... 61


5.1 Kesimpulan ................................................................ 61
5.2 Saran ......................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA............................................................... 63

LAMPIRAN ............................................................................ 73

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Varietas stroberi introduksi yang dapat


ditanam di Indonesia ........................................... 6
Tabel 2.2 Ciri-ciri dari tingkat kematangan berbeda
buah stroberi ........................................................ 7
Tabel 3.1 Rincian jumlah sampel stroberi ........................... 31
Tabel 3.2 Spesifikasi LG K8 yang digunakan untuk
pengambilan citra ............................................... 32
Tabel 3.3 Rincian parameter training ................................. 36
Tabel 4.1 Variasi fungsi pembelajaran untuk data
tanpa seleksi citra … .......................................... 47
Tabel 4.2 Variasi learning rate dan momentum untuk
data tanpa seleksi citra ....................................... 48
Tabel 4.3 Variasi fungsi pembelajaran untuk data
menggunakan seleksi citra ................................. 49
Tabel 4.4 Variasi learning rate dan momentum untuk
data menggunakan seleksi citra ......................... 50

xv
xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Citra digital dari citra analog ............................ 8


Gambar 2.2 Tipe citra (a) citra warna, (b) citra grayscale
dan (c) citra biner .......................................... 14
Gambar 2.3 Representasi citra biner ................................ 14
Gambar 2.4 Representasi citra grayscale ......................... 15
Gambar 2.5 Model warna RGB.......................................... 16
Gambar 2.6 Model warna HSI ........................................... 17
Gambar 2.7 (a) Fungsi identitas dan
(b) Fungsi step binary .................................... 19
Gambar 2.8 (a) Fungsi binary sigmoid dan
(b) Fungsi bipolar sigmoid ............................. 19
Gambar 2.9 Jaringan dengan lapisan tunggal .................. 21
Gambar 2.10 Jaringan dengan lapisan kompetitif ............... 21
Gambar 2.11 Jaringan dengan banyak lapisan ................... 22
Gambar 2.12 Propagasi kesalahan model
backpropagation ........................................... 22
Gambar 2.13 Pembuatan prototype evolusioner ................. 24
Gambar 2.14 Pembuatan prototype prasyaratan ................ 25
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian .................................. 30
Gambar 3.2 Tahapan perancangan sistem identifikasi
kematangan ................................................... 34
Gambar 4.1 Desain kotak pengambilan citra ..................... 42
Gambar 4.2 (a) Citra asli 600x600 dan (b) citra
resizing 300x300 ....................................... ..... 43
Gambar 4.3 (a) Citra 300x300, (b) citra red channel,
(c) citra blue channel, (d) hasil segmentasi
citra red, (e) hasil segmentasi citra blue, dan
(f) citra RGB dengan background hitam ........ 44
Gambar 4.4 (a) Citra lolos seleksi dan
(b) citra tidak lolos seleksi ........................ ..... 45
Gambar 4.5 Tampilan halaman awal aplikasi ................... 55
Gambar 4.6 Tampilan menu mulai ..................................... 56
Gambar 4.7 Tampilan pengambilan citra ........................... 56
Gambar 4.8 Tampilan hasil segmentasi pada GUI............. 57
Gambar 4.9 Tampilan hasil identifikasi pada GUI .............. 57
xvii
Gambar 4.10 Tampilan menu bantuan 1 ............................. 58
Gambar 4.11 Tampilan menu bantuan 2 ............................. 59
Gambar 4.12 Tampilan menu keluar ................................... 60

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Citra Hasil Akuisisi ........................................ 73


Lampiran 2 Nilai Threshold Citra Hasil Akuisisi .................75
Lampiran 3 Hasil ekstraksi ciri untuk citra tanpa
seleksi citra ....................................................79
Lampiran 4 Hasil ekstraksi ciri untuk citra menggunakan
seleksi citra ....................................................91
Lampiran 5 Source Code Pengolahan Citra ..................... 99
Lampiran 6 Source Code Pelatihan dan Pengujian ........ 101
Lampiran 7 Hasil akurasi dari tahap training dan
testing (tanpa seleksi citra) .......................... 103
Lampiran 8 Hasil akurasi dari tahap training dan
testing (menggunakan seleksi citra) ............. 107
Lampiran 9 Hasil identifikasi stroberi dari data uji
tanpa seleksi citra ....................................... 111
Lampiran 10 Hasil identifikasi stroberi dari data uji
menggunakan seleksi citra .......................... 115

xix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroberi merupakan salah satu komoditi buah asli daerah
beriklim subtropis yang berasal dari Chili. Stroberi selain
sebagai sumber vitamin dan mineral untuk memenuhi gizi, juga
mempunyai nilai ekonomi tinggi yang patut diperhitungkan
(Hanif et al., 2012). Stroberi dapat dikonsumsi dalam keadaan
segar atau dalam bentuk produk olahan. Kondisi stroberi yang
dikonsumsi tersebut ditentukan oleh beberapa parameter, salah
satunya yaitu tingkat kematangan. Tingkat kematangan buah
stroberi dapat dilihat dari perubahan warna buah. Stroberi yang
matang akan berubah warna dari hijau menjadi kemerahan.
Berdasarkan perubahan warna tersebutlah petani dapat
menentukan stroberi mana yang harus dipetik pada waktu
panen. Selain itu, perubahan warna juga biasa digunakan
sebagai dasar pengelompokan tingkat kematangan stroberi
pada proses sortasi. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah
saat penentuan kematangan stroberi berdasarkan perubahan
warna tersebut diantaranya yaitu perbedaan persepsi, waktu
yang dibutuhkan relatif lama, serta menghasilkan buah beragam
dan tidak konsisten. Hal ini karena sebagian besar proses
pemanenan dan sortasi di Indonesia masih menggunakan
metode konvensional, yaitu dengan menggunakan analisis
warna secara visual mata.
Metode analisis warna secara visual mata merupakan
metode yang kurang efektif dan efisien untuk dilakukan karena
dapat menyebabkan peningkatan beban kerja. Selain itu,
stroberi yang dikelompokkan pada tingkat kematangan yang
tidak tepat dapat menurunkan kualitas buah dan daya simpan
buah. Menurut Hanif dan Huriin (2014), stroberi merupakan
buah yang mudah rusak (perishable) sehingga jika dipetik dalam
kondisi matang maka stroberi hanya dapat disimpan selama 3-4
hari dalam suhu ruang. Berdasarkan beberapa kelemahan
metode konvensional tersebut, maka diperlukan metode yang
lebih baik yaitu metode yang cepat, akurat, dan mudah

1
pengoperasiannya sehingga meningkatkan efisiensi kerja.
Metode yang dapat digunakan tersebut yaitu dengan
menggabungan teknologi yang ada dengan beberapa ilmu
komputasi seperti pengolahan citra digital (digital image
processing) dan jaringan syaraf tiruan.
Pengolahan citra atau image processing merupakan proses
untuk mengamati dan menganalisis suatu objek yang diamati
tanpa merusaknya. Proses pengolahan citra melibatkan
presepsi visual dengan data masukan dan informasi keluaran
berupa citra (Ahmad, 2005 dalam Fikri, 2015). Pengolahan citra
akan lebih memberikan hasil yang akurat apabila dilengkapi
dengan penggunaan metode jaringan syaraf tiruan. Metode
jaringan syaraf tiruan menurut Hermawan (2006) dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem pemrosesan informasi yang
mempunyai karakteristik menyerupai jaringan syaraf manusia.
Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa algoritma yang salah
satunya yaitu backpropagation. Pandjaitan (2007) dalam
Hidayat (2016) menjelaskan bahwa backpropagation
merupakan jaringan lapis banyak yang dibuat dari unit-unit yang
nonlinear yang memiliki tujuan untuk belajar ketidaklinieran
pemetaan-pemetaan antar pasangan pola masukan-
pengeluaran dimana dapat digunakan sebagai pengklasifikasi
pola, umumnya untuk menyelesaikan persoalan yang tidak
linier.
Penerapan pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan telah
banyak dilakukan untuk mengidentifikasikan tingkat kematangan
produk pertanian, diantaranya yaitu untuk mengidentifikasi
tingkat ketuaan dan kematangan pepaya IPB 1 dengan hasil
tingkat keakuratan berdasarkan ketuaan dan kematangan
sebesar 97,89% dan 100% (Syaefullah et al., 2007), untuk buah
lemon dengan tingkat keberhasilannya sebesar 100% (Damiri
dan Cepy, 2012), dan untuk buah markisa dengan hasil dapat
mengenali kelompok markisa masak, mengkal, dan mentah
sebesar 100%, 83,3% dan 100% (Agian et al., 2015). Beberapa
penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa pengolahan
citra dan jaringan syaraf tiruan backpropagation dapat
mengidentifikasi kematangan produk pertanian dengan hasil
akurasi yang cukup baik. Berdasarkan hal itu, pada penelitian ini
digunakan metode yang sama untuk mengidentifikasi
2
kematangan stroberi. Stroberi dipilih sebagai objek penelitian
dikarenakan selama ini belum banyak yang meneliti tingkat
kematangan stroberi. Penelitian yang dilakukan oleh Indrianto
(2016), mengidentifikasi tingkat kematangan stroberi
menggunakan pengolahan citra berdasarkan RGB dan
algoritma K-Means dengan tingkat akurasi sebesar 60%. Hasil
tersebut memiliki nilai yang belum maksimal dibandingkan
dengan hasil penelitian menggunakan algoritma
backpropagation pada buah lain. Oleh karena itu, diperlukan
penelitian lanjutan dengan menggunakan algoritma berbeda
untuk membandingkan tingkat akurasi yang diperoleh pada
proses identifikasi kematangan stroberi.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana cara merancang aplikasi untuk identifikasi
kematangan stroberi berbasis pengolahan citra digital dan
jaringan syaraf tiruan?
2. Bagaimana tingkat akurasi sistem dalam mengidentifikasi
kematangan stroberi?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan
dilaksanakan adalah :
1. Merancang aplikasi untuk identifikasi kematangan stroberi
berbasis pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan
backpropagation.
2. Menentukan tingkat akurasi sistem dalam mengidentifikasi
kematangan stroberi.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat
digunakan sebagai dasar pengembangan peralatan atau mesin
identifikasi tingkat kematangan stroberi sehingga bermanfaat
bagi perkembangan teknologi pertanian, khususnya untuk
petani stroberi, supplier stroberi, dan umumnya masyarakat

3
umum yang membutuhkan alat bantu untuk mengidentifikasi
kematangan stroberi secara otomatis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroberi
Stroberi merupakan tanaman buah yang berupa herba dan
ditemukan pertama kali di Chili, Amerika Latin (Kurnia, 2005).
Stroberi termasuk ke dalam anggota keluarga Rosaceae dan
merupakan tanaman herba berstroloni, yang berarti tanaman ini
menjalar menggunakan stolon atau sulur (Hood, 2014).
Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan, tanaman stroberi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Budiman dan Desi, 2008) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Family : Rosaceae
Genus : Fragaria
Spesies : Fragaria sp.
Di dunia, terdapat 700 macam jenis stroberi yang salah satu
spesiesnya bernama Fragaria chiloensis L. Jenis inilah yang
menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa, dan Asia.
Spesies lainnya, yaitu F.vesca L. merupakan stroberi yang
sebarannya lebih luas dibandingkan spesies lainnya dan
termasuk jenis stroberi yang pertama kali masuk di Indonesia
(Suyanti, 2010). Varietas stroberi yang dapat ditanam di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Balitjestro, 2010).
Sifat dan ketahanan buah stroberi untuk masing-masing
varietas berbeda-beda. Kondisi ini mengakibatkan buah stroberi
yang dipanen, baik waktu maupun tingkat kesegaran dan
kekerasan buah tidak sama (Budiman dan Desi, 2008). Buah
stroberi dapat dipanen pada 3 tingkat kematangan berbeda
yang ditentukan berdasarkan warna dasar penilaian mata. Ciri-
ciri dari tingkat kematangan berbeda tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.2 (Rahman et al., 2016). Warna merah pada stroberi
matang disebabkan karena buah ini kaya akan pigmen warna
antosianin dan banyak mengandung antioksidan tinggi (Suyanti,
2010). Selain antioksidan tersebut, Kandungan nutrisi stroberi
terdiri atas provitamin A, vitamin B1, B2, dan C, asam folat,

5
mineral kalium, magnesium, fosfor, dan serat makanan
(Khomsan dan Yuni, 2008).

Tabel 2.1 Varietas stroberi introduksi yang dapat ditanam di


Indonesia
No. Varietas Asal Karakteristik
Cepat berbuah, buah besar
dengan warna jingga hingga
Sweet Amerika merah, aroma tergolong kuat,
1.
charlie Serikat sangat produktif, dan tahan
terhadap serangga
Colletotrichum
Ukuran buah sangat besar,
Oso buahnya padat, tengahnya
2. California
grande bertekstur seperti busa, dan hasil
panen tinggi
Ukuran buah medium sampai
kecil, buah cocok untuk
Amerika
3. Tristar pengolahan makanan, dan tahan
Barat
terhadap serangan penyakit red
stele dan embun tepung
Penampilan buah sangat
Jepang
menarik, mengkilap, buah padat,
4. Nyoho Selatan dan
sangat manis, sangat cocok
Korea
untuk bahan baku kue
Memiliki hasil panen tingi, aroma
tajam, sedikit lunak, sangat
rentan terhadap serangan
5. Hokowaze Jepang Utara
Verticullum dan antraknosa, dan
tahan terhadap serangan
penyakit embun tepung
Memiliki hasil panen tinggi
6. Rosa linda Florida
dengan aroma buah yang kuat
Ukuran buah besar, hasil panen
7. Chandler California tinggi, dan tahan terhadap
serangan virus
Sumber : Balitjestro, 2010

6
Tabel 2.2 Ciri-ciri dari tingkat kematangan berbeda buah stroberi
Tingkat Hari setelah
Warna permukaan
kematangan anthesis
Permukaan buah berubah
Tingkat kematangan
dari warna putih ke merah 20 hari ± 3 hari
1/3
muda
Permukaan buah berubah
Tingkat kematangan
dari warna merah muda ke 25 hari ± 3 hari
2/3
merah
>80% permukaan buah
Tingkat kematangan
menunjukkan warna 30 hari ± 3 hari
penuh
merah tua
Sumber : Rahman et al., 2016

2.2 Citra Digital


Citra atau gambar didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi
( ) dimana x dan y merupakan koordinat bidang. Luas „f‟
pada sepasang koordinat (x,y) disebut dengan intensitas atau
level keabuan dari gambar di titik itu (Yadav dan Poonam,
2009). Citra dapat juga didefinisikan sebagai proyeksi 2 dimensi
dari objek 3 dimensi, selama masih berhubungan dengan
prinsip dasar pembentukan citra (Das, 2015). Proses
transformasi dari bentuk 3 dimensi ke bentuk 2 dimensi untuk
menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh bermacam-macam
faktor yang mengakibatkan penampilan citra suatu benda tidak
sama persis dengan bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor
tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas
yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit
atau terlalu lebar, distorsi geometrik, kekaburan (blur),
kekaburan akibat obyek yang bergerak (motion blur), noise atau
gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat
citra, baik berupa transduser, peralatan elektronik, ataupun
peralatan optik (Utama, 2011).
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekam data dapat
bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal
video, atau bersifat digital yang dapat disimpan pada suatu
media penyimpanan (Jatmika dan Dwi, 2014). Citra analog
adalah citra yang bersifat kontinyu, seperti gambar pada monitor

7
televisi, foto sinar x, hasil CT scan, gambar-gambar yang
terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak
dapat dipresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa
diproses secara langsung. Agar citra analog dapat diproses di
komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan
terlebih dahulu (Yetri et al., 2015). Konversi citra analog ke
dalam citra digital melibatkan dua operasi yang penting yaitu
sampling dan quantisation, yang dapat dilihat pada Gambar 2.1
(Jayaraman et al., 2009). Sampling merupakan proses
mendigitalkan (digitizing) nilai-nilai koordinat. Sementara
quantisation merupakan proses mendigitalkan nilai amplitudo
(nilai intensitas) (Hermawati, 2013).

Analog Digital
Sampling Quantisation
image image

Gambar 2.1 Citra digital dari citra analog (Jayaraman et al., 2009).

Citra digital adalah obyek nyata yang direpresentasikan


secara elektronis. Unsur utama citra digital adalah grid-grid
berisi elemen obyek yang sangat dasar, yaitu picture element
(pixel). Setiap pixel mempunyai tingkatan nilai tertentu, sehingga
menghasilkan representasi data yang ditangkap oleh manusia
sebagai bentuk tingkatan warna hitam, putih, abu-abu, hingga
penuh dengan warna (Mulyanta, 2006). Kelebihan dari citra
digital yaitu pengolahan citra lebih cepat dan hemat biaya, citra
digital dapat disimpan secara efektif dan dikirim secara efisien
dari satu tempat ke tempat lainnya, mudah disalin, dan teknologi
digital menawarkan banyak kesempatan untuk memanipulasi
citra (Jayaraman et al., 2009).

2.3 Pengolahan Citra Digital


Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan
analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini
mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang
berbentuk citra (Santi, 2011). Tujuan dari pengolahan citra yaitu
memperbaiki kualitas gambar dilihat dari aspek radiometrik
8
(peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra) dan
dari aspek geometrik (rotasi, translasi, skala, transformasi
geometrik), melakukan proses penarikan informasi atau
deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada
citra, dan melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan
penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data
(Hermawati, 2013).
Proses pengolahan citra sangat beragam bentuknya, ada
tiga bentuk umum proses pengolahan citra digital yaitu operasi
tingkat rendah (low level operation), operasi tingkat menengah
(intermediate level operation), dan operasi tingkat tinggi (high
level operation) (Mulya dan Abdiansah, 2013). Proses tingkat
terendah seperti pra-pemrosesan citra berfungsi untuk
mengurangi noise (tampilan yang mengganggu citra),
peningkatan kontras serta penajaman citra, sementara itu untuk
tingkat menengah diantaranya adalah segmentasi (pembagian
citra menjadi beberapa area pengamatan maupun obyek) dan
klasifikasi (pengenalan) obyek dalam suatu citra. Sedangkan
untuk proses tingkat tinggi terhadap suatu citra adalah
kemampuan untuk mengenali objekobjek yang dikenalnya dari
suatu citra, analisis citra hingga integrasi beberapa fungsi
kognitif secara normal maupun dengan visi (vision) (Nurraharjo,
2011). Tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk aplikasi
pengolahan citra terdiri dari image grabbing atau acquisition,
preprocessing, segmentation, representation and feature
extraction, dan recognition and interpretation (Annadurai dan
Shanmugalakshmi, 2007).

2.3.1 Image grabbing atau image acquisition


Akuisisi citra (image acquisition) merupakan proses untuk
memperoleh citra digital dengan menggunakan kamera digital.
Sebelum pengolahan citra dapat dimulai, sebuah citra harus
ditangkap dengan kamera dan diubah ke dalam entitas yang
dapat dikendalikan (Jyothi et al., 2017). Untuk mendapatkan
citra digital, dibutuhkan perangkat fisik yang peka terhadap
kumpulan spektrum energi elektromagnetik. Perangkat tersebut
mengubah informasi cahaya (X-ray, ultraviolet, tampak, atau

9
infrared) ke dalam sinyal elektrik yang sesuai (Annadurai dan
Shanmugalakshmi, 2007).

2.3.2 Preprocessing
Pengolahan awal citra (image preprocessing) secara
khusus merupakan sebuah tahap pengolahan yang mengubah
citra asli ke dalam citra baru yang pada dasarnya mirip dengan
citra asli, tetapi berbeda dalam aspek tertentu misalnya
meningkatkan kontras (Demant et al., 2013). Tujuan
preprocessing yaitu untuk meninggikan atau menyorot ciri
penting yang tidak tampak dengan baik dan untuk
menyembunyikan informasi yang tidak diinginkan yang tidak
relevan dengan tugas image preprocessing. Hal tersebut tidak
menambah isi informasi citra. Metode image preprocessing
terdiri dari image enhancement dan image filtering (Chaira dan
Ajoy, 2009).
Image enhancement pada dasarnya memperbaiki kualitas
visual citra dengan membersihkan citra untuk pengamatan
manusia dan atau untuk mesin dalam teknik pengolahan citra
otomatis. Metode enhancement dapat diklasifikasikan dalam
dua kategori yaitu metode domain spasial (spatial domain) dan
domain frekuensi (frequency domain). Metode domain spasial
secara langsung memodifikasi piksel citra untuk mencapai
perbaikan yang diinginkan dalam domain spasial. Metode
domain frekuensi melakukan operasi perbaikan pada citra
transformasi discrete fourier transforma (DFT) dalam domain
frekuensi (Suneetha dan Venkateswarlu, 2012). Algoritma
perbaikan biasanya interaktif dan tergantung penggunaanya.
Beberapa teknik perbaikan yaitu contrast stretching, noise
filtering, histogram modification (Chitradevi dan Srimathi, 2014).

2.3.3 Segmentation
Segmentasi citra merupakan suatu tahap dasar dan penting
dalam analisis citra digital. Segmentasi citra didefinisikan
sebagai proses membagi citra ke dalam area homogen
(segments) dengan ciri-ciri yang dapat dibandingkan (yaitu
warna, kontras, kecerahan, tekstur, dan derajat keabuan)
berdasarkan pada standar yang sudah dikenal (Aziz et al.,
10
2016). Segmentasi citra merupakan salah satu tugas yang
paling kritis dalam analisis citra karena hasil segmentasi akan
mempengaruhi semua proses berikutnya pada analisis citra,
seperti representasi objek dan deskripsi, pengukuran ciri dan
tugas yang lebih tinggi berikutnya seperti pengklasifikasian
objek dan interpretasi pemandangan (Zhang, 2006).
Segmentasi dapat diklasifikasikan berdasarkan wilayah (region
based), berdasarkan tepi (edge based), ambang (thresholding),
ciri-ciri berdasarkan pengelompokan (feature based clustering),
dan berdasarkan contoh (model based) (Yogamangalam dan
Karthikeyan, 2013).
Thresholding merupakan metode tersederhana dari
segmentasi citra. Metode ini berdasarkan pada tingkat
pemangkasan (atau nilai threshold) untuk mengubah citra
derajat keabuan ke dalam citra biner. Kunci untuk metode ini
yaitu memilih nilai threshold. Ketika sebuah nilai piksel lebih
besar daripada nilai threshold maka ditugaskan kembali “1”
untuk piksel ini, sebaliknya ketika nilai piksel lebih kecil daripada
nilai threshold maka ditugaskan “0” untuk piksel ini. Setelah itu,
diperoleh citra biner. Kemudian dapat menggunakan algoritma
untuk mencari hubungan komponen dalam urutan untuk
memperoleh segmentasi (Chen, 2014). Ketika hanya terdapat
satu threshold tunggal T, titik sembarang ( ) untuk ( )
disebut titik objek, dan titik ( ) disebut titik latar belakang
jika ( ) . Menurut hal tersebut, thresholding dapat dilihat
sebagai sebuah operasi untuk memperoleh threshold T dalam
persamaan (2.1). Dalam persamaan (2.1), T menunjukkan
threshold; ( ) merupakan nilai keabuan titik ( ) dan ( )
menunjukkan beberapa titik milik setempat seperti rata-rata nilai
tingkat keabuan neighbor centered pada titik ( ). Berdasarkan
persamaan (2.1), teknik thresholding dapat diklasifikasikan
sebagai automatic, berdasarkan histogram, hysteresis, P-tile,
optimal, Otsu, local, global, dan variabel thresholding (Chopra
dan Baljeet, 2011).

[ ( ) ( )] ………………………….. (2.1)

11
2.3.4 Representation and feature extraction
Setelah segmentasi citra menggunakan berbagai teknik,
piksel hasil segmentasi butuh digambarkan dalam bentuk yang
tepat untuk pengolahan lebih lanjut. Pada dasarnya
penggambaran citra dapat dilakukan dengan satu cara dari dua
cara, yaitu (1) citra dapat digambarkan dengan
mempertimbangkan karakteristik luarnya (batas) dan (2) citra
dapat digambarkan berdasarkan karakteristik dalamnya (daerah
yang terdiri atas piksel-piksel) (Vadivambal dan Digvir, 2016).
Ekstraksi ciri adalah proses mengambil ciri-ciri yang terdapat
pada objek di dalam citra untuk mengenali objek tersebut.
Ekstraksi ciri merupakan langkah awal dalam melakukan
klasifikasi dan interpretasi citra. Proses ini berkaitan dengan
kuantitas karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang
sesuai (Nurhayati, 2015). Ekstraksi ciri dapat juga didefinisikan
sebagai proses pengindeksan suatu database citra dengan
isinya. Secara matematik, setiap ekstraksi ciri merupakan
encode dari vektor n dimensi yang disebut dengan vektor ciri.
Komponen vektor ciri dihitung dengan pemrosesan citra dan
teknik analisis serta digunakan untuk membandingkan citra
yang satu dengan yang lain. Ekstraksi ciri diklasifikasikan ke
dalam 3 jenis yaitu low-level, middle-level, dan high-level. Low-
level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan isi visual
seperti warna dan tekstur, middle-level feature merupakan
ekstraksi berdasarkan wilayah citra yang ditentukan dengan
segmentasi, sedangkan high-level feature merupakan ekstraksi
ciri berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam
citra (Kusumaningsih, 2009).

2.3.5 Recognition and interpretation


Recognition merupakan sebuah proses pengklasifikasian
atau mencoba untuk membedakan objek berdasarkan
karakteristik atau pola yang mirip pada citra. Untuk melakukan
proses ini perlu didahului dengan proses deteksi (Pathan, 2006).
Sebuah objek yang terdeteksi dihubungkan dengan satu
kategori yang dikenali atau objek yang diharapkan berdasarkan
pada kriteria fotometrik, geometrik atau analisis. Operasi ini
dapat dilakukan pada objek yang levelnya sangat berbeda, dari
12
piksel sampai kumpulan komponen citra yang kompleks (Bloch,
2008).
Visual image interpretation atau interpretasi citra visual
didefinisikan sebagai ekstraksi informasi kualitatif dan kuantitatif
tentang bentuk, lokasi, struktur, fungsi, kualitas, kondisi,
hubungan diantara objek dan lain-lain dengan menggunakan
pengetahuan atau pengalaman manusia (Bhata, 2013).
Terdapat tiga level analisis dalam interpretasi perbandingan.
Ketiga level tersebut berbeda dalam derajat kekompleksaan
dalam proses interpretasi, dan kedalaman informasi yang
diekstrak dari citra. Ketiga level tersebut yaitu image reading,
image analysis, dan image interpretation. Image reading
merupakan level persiapan yang penting dalam analisis. Level
ini mengizinkan analis untuk memilih perbandingan yang tepat
dan untuk menaksir citra berbeda yang relatif pantas yang
tersedia untuk dianalisis lebih detail. Image analysis merupakan
pembacaan citra dengan inspeksi visual yang lebih panjang dan
detail untuk memahami ciri yang lebih umum dan jelas dalam
perbandingan, sebaik pengukuran ciri kuantitatif yang
mempertimbangkan kebutuhan. Image interpretation merupakan
analisis perbandingan secara induktif dan deduktif, dalam
hubungan dengan data lain, untuk menambah pemahaman ciri
yang mungkin dalam perbandingan (McCloy, 2006).

2.4 Jenis-Jenis Citra


Nilai suatu piksel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari
nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang
digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya.
Namun secara umum jangkauannya adalah 0-255. Citra dengan
penggolongan seperti ini digolongkan ke dalam citra integer.
Jenis-jenis citra berdasarkan pikselnya terdiri dari citra biner,
grayscale, dan warna (Putra, 2010). Gambar 2.2 merupakan
contoh visual dari tiga tipe citra tersebut.

13
(a) (b) (c)
Gambar 2.2 Tipe citra (a) citra warna, (b) citra grayscale (Vadivambal
dan Digvir, 2016) dan (c) citra biner (Ouyang et al., 2013)

2.4.1 Citra biner


Citra biner merupakan citra yang telah dihitung untuk dua
nilai, pada umumnya ditunjukkan dengan 0 dan 1, tapi sering
kali dengan nilai piksel 0 dan 225, yang mewakili hitam dan
putih. Citra biner diperoleh secara khusus dari thresholding citra
grayscale. Piksel dengan tingkat abu-abu diatas threshold
ditetapkan sebagai 1 (sama dengan 255), sedangkan sisanya
ditetapkan sebagai 0. Hal ini menghasilkan objek putih pada
latar belakang hitam (Jyothi et al., 2015). Representasi citra
biner diilustrasikan pada Gambar 2.3 (Jayaraman et al., 2009).

Gambar 2.3 Representasi citra biner (Jayaraman et al., 2009)

2.4.2 Citra grayscale


Citra grayscale merupakan citra monokrom atau citra satu
warna. Citra grayscale memiliki banyak shade abu-abu diantara
hitam dan putih. Intensitas nilai piksel diwakili dalam pemberian
rentang antara 0 dan 1 (minimum dan maksimum) dan diantara
14
bermacam-macam rentang shade abu-abu yang berada
diantara 0 dan 255 (Padmavathi dan Thangadurai, 2016). Citra
grayscale hanya berisi informasi kecerahan. Masing-masing
nilai piksel dalam citra grayscale sesuai dengan jumlah atau
kuantitas cahaya. Dalam citra grayscale, masing-masing piksel
diwakili dengan byte atau word, nilai yang mewakili intensitas
cahaya pada titik tersebut dalam citra. Citra 8 bit akan memiliki
variasi kecerahan dari 0 sampai 225 dimana “0” mewakili hitam
dan “255” mewakili putih, seperti pada Gambar 2.4 (Jayaraman
et al., 2009).

Gambar 2.4 Representasi citra grayscale (Jayaraman et al., 2009)

2.4.3 Citra warna


Citra warna memiliki tiga nilai per piksel dan mengukur
intensitas dan krominan cahaya. Masing-masing piksel
merupakan komponen vektor warna. Citra warna dapat
dimodelkan sebagai tiga kumpulan data citra monokrom,
dimana masing-masing kumpulan data menerangkan sebuah
warna yang berbeda. Informasi nyata yang disimpan dalam data
citra digital merupakan informasi kecerahan dalam masing-
masing kumpulan spektrum. Umumnya citra warna terdiri dari
RGB (Red, Green, Blue), HSV (Hue, Saturation, Value), dan
CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black) (Jayaraman et al., 2009).
1. Citra RGB
Model warna RGB adalah kombinasi tiga warna yaitu
merah, hijau, dan biru. Gabungan antara warna merah dan biru
akan menghasilkan warna magenta, gabungan warna merah
dan hijau akan menghasilkan warna kuning. Gabungan warna
biru dan hijau akan menghasilkan warna cyan, dan gabungan

15
ketiganya akan menghasilkan warna hitam. Warna merah, hijau,
dan biru disebut warna primer atau aditif. Sedangkan warna
yang dihasilkan dari kombinasi ketiganya disebut warna
sekunder atau substraktif (Wahana Komputer, 2007). Model
warna RGB diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu RGB linear
dan RGB non linear. Model warna RGB linear ditunjukkan
sebagai RGB dan model warna RGB non linear ditunjukkan
sebagai R‟G‟B‟. RGB linear tidak sesuai untuk analisis numerik
dan jarang digunakan untuk penggambaran citra. Tipe ini
digunakan untuk aplikasi grafik komputer. Pemetaan ke
nonlinear dilakukan menggunakan faktor koreksi gamma
kamera atau alat input lainnya dalam rentang [0, 1] untuk kedua
model. RGB non linear atau R‟G‟B‟ memiliki rentang nilai dari 0
sampai 255. Data RGB non linear disimpan untuk digunakan
dalam aplikasi pengolahan citra, JPEG, standar MPEJ
(Ibraheem et al., 2012). Model warna RGB digambarkan dalam
Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Model warna RGB (Chien dan Din, 2011)

2. HSI
Model warna HSI merupakan model warna yang sangat
penting dan menarik untuk aplikasi pengolahan citra karena
warna tersebut mewakili warna-warna yang sama dengan cara
mata manusia menerjemahkan warna. Model warna HSI
mewakili setiap warna dengan tiga komponen : hue (H),
saturation (S), intensity (I) (Thiyagarajan et al., 2011). Hue
menggambarkan warna dan warna berhubungan dengan
16
gelombang cahaya warna. Dalam orde warna merah, jingga,
kuning, hijau, biru, ungu didefinisikan nilai tonal dan sudut yang
digunakan untuk menggambarkannya. Untuk contoh, nilai sudut
merah, kuning, hijau, biru, magenta secara berturut-turut adalah
0o, 60o, 120o, 180o, 240o, dan 300o. Saturation menggambarkan
kemurnian warna, derajat pencampuran putih dalam cahaya
warna. Cahaya putih lebih banyak menurunkan saturation dan
sedikit cahaya putih menaikan saturation dan kemurnian warna.
Strength menggambarkan derajat warna cahaya yang dirasa
oleh mata manusia, yang berhubungan dengan ukuran dan
warna energi cahaya (atau kecerahan warna cahaya), sehingga
kecerahan juga tekadang digunakan (Su, 2017). Model warna
HSI digambarkan dalam Gambar 2.6

Gambar 2.6 Model warna HSI (Gonzalez dan Richard, 2001)

2.5 Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation


Jaringan syaraf tiruan merupakan gambaran matematika
dari arsitektur syaraf manusia, yang mencerminkan
pembelajaran dan kemampuan umumnya. Jaringan syaraf
tiruan terdiri dari neuron buatan yang banyak, yang terhubung
bersama-sama sesuai dengan arsitektur jaringan eksplisit.
Tujuan dari jaringan syaraf yaitu mengubah input ke dalam
output yang penting (Saravanan dan Sasithra, 2014). Jaringan
syaraf dibentuk oleh serangkaian neuron (atau node) yang
diatur dalam lapisan. Masing-masing neuron dalam lapisan
17
terhubung dengan masing-masing neuron dalam lapisan
berikutnya melalui bobot koneksi. Struktur jaringan syaraf
dibentuk oleh lapisan input, satu atau lebih lapisan hidden, dan
lapisan output. Jumlah neuron dalam sebuah lapisan dan jumlah
lapisan benar-benar bergantung pada kerumitan sistem yang
dipelajari (Amato et al., 2013).
Jaringan syaraf tiruan terdiri dari unit pemrosesan yang
saling terhubung. Model umum sebuah unit pemrosesan terdiri
dari bagian penjumlahan yang diikuti oleh bagian output.
Penjumlahan bagian menerima N nilai input, nilai masing-
masing bobot, dan perhitungan penjumlahan bobot.
Penjumlahan bobot disebut dengan nilai aktivasi
(Yegnanarayana, 2006). Bobot merupakan sebuah informasi
yang digunakan oleh jaringan tiruan untuk menyelesaikan
masalah. Bobot tersebut dapat ditetapkan dengan 0 atau dapat
dihitung dengan beberapa metode. Secara umum bobot dapat
ditulis dalam persamaan (2.2). Bias bertindak secara tepat
seperti bobot pada sambungan dari unit yang penggeraknya
selalu 1. Peningkatan bias meningkatkan input jaringan untuk
unit. Bias memperbaiki performansi jaringan tiruan. Sama
dengan inisialisasi bobot, bias harus juga diinisialisasi setiap 0
atau nilai khusus berapapun berdasarkan pada jaringan tiruan.
Jika terdapat bias, jaringan input dapat dihitung dengan
persamaan (2.2) (Sivanandam et al., 2006).

∑ ………………………..….. (2.2)
∑ ……………………………. (2.3)
dimana = net input
= bias
= input dari neuron i
= bobot neuron i ke neuron output

Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung respon output


sebuah neuron. Untuk neuron dalam lapisan yang sama,
digunakan fungsi aktivasi yang sama. Fungsi aktivasi dapat
diklasifikasikan ke dalam fungsi aktivasi linier dan non linier.
Contoh fungsi aktivasi linier yaitu fungsi identitas dan fungsi
aktivasi non linier meliputi fungsi step dan sigmoid. Fungsi
identitas ditunjukkan secara matematika seperti persamaan
18
(2.4). Gambaran grafik fungsi identitas dapat dilihat pada
Gambar 2.7a. Dalam fungsi identitas, output sebanding dengan
input, sebab itu kegunaannya terbatas. Fungsi step binary
digambarkan ke dalam persamaan (2.5), θ menunjukan nilai
threshold. Gambaran grafik fungsi step binary dapat dilihat pada
Gambar 2.7b (Jayaraman et al., 2009). Fungsi sigmoid pada
umumnya merupakan kurva berbentuk S. Fungsi tersebut
digunakan dalam jaringan banyak lapisan atau multilayer seperti
jaringan backpropagation, radial basis function network dan lain-
lain. Terdapat 2 tipe utama fungsi sigmoid yaitu fungsi binary
sigmoid dan bipolar sigmoid. Fungsi binary sigmoid disebut juga
fungsi logistik. Fungsi ini berada diantara 0 sampai 1 yang
digambarkan ke dalam persamaan (2.6) dan dapat dilihat pada
Gambar 2.8a. Fungsi bipolar sigmoid berada pada rentang
antara +1 dan -1. Fungsi ini dihubungkan pada fungsi tangen
hiperbolik. Fungsi bipolar sigmoid ini digambarkan ke dalam
persamaan (2.7) dan dapat dilihat pada Gambar 2.8b
(Sivanandam et al., 2006).

(a) (b)
Gambar 2.7 (a) Fungsi identitas dan (b) Fungsi step binary
(Jayaraman et al., 2009)

(a) (b)
Gambar 2.8 (a) Fungsi binary sigmoid dan (b) Fungsi bipolar sigmoid
(Sivanandam et al., 2006).
19
( ) ……………………………..….. (2.4)
( )
( ) { ……………………………..….. (2.5)
( )

( ) .……………………………..….. (2.6)
( )
( )
( ) .....…………………………..….. (2.7)
( )

Dalam jaringan syaraf tiruan, pembelajaran menunjukkan


pada metode mengubah bobot koneksi antar node-node pada
jaringan khusus. Tipe pembelajaran dapat dikategorikan
sebagai pembelajaran terawasi (supervised learning),
pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning), dan
pembelajaran diperkuat (reinforced learning) (Dongare et al.,
2012). Pembelajaran terawasi merupakan tipe pembelajaran
dimana input dan output telah disediakan. Jaringan memproses
input dan membandingkan output hasil dengan output yang
diharapkan. Pembelajaran tak terawasi merupakan tipe
pembelajaran dimana jaringan disediakan dengan input tapi
tidak dengan output yang diinginkan. Sistem itu sendiri yang
kemudian harus memutuskan fitur apa yang akan digunakan
untuk mengelompokkan data input (Miand dan Wankar, 2014).
Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa arsitektur jaringan
yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi, antara lain
jaringan lapisan tunggal (single layer network), jaringan banyak
lapisan (multilayer network), dan jaringan lapisan kompetitif
(competitive layer). Jaringan lapisan tunggal merupakan
jaringan dengan lapisan tunggal terdiri dari 1 lapisan input dan 1
lapisan output. Setiap neuron yang terdapat di dalam lapisan
input selalu terhubung dengan setiap neuron yang terdapat
pada lapisan output. Jaringan ini hanya menerima input
kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output
tanpa harus melalui lapisan tersembunyi. Jaringan banyak
lapisan merupakan jaringan dengan lapisan jamak memiliki ciri
khas tertentu yaitu memiliki 3 jenis lapisan yakni lapisan input,
lapisan output, dan lapisan tersembunyi. Sementara jaringan
lapisan kompetitif merupakan jaringan yang sekumpulan
20
neuronnya bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif
(Wuryandari dan Irawan, 2012). Ketiga arsitektur jaringan
tersebut dapa dilihat pada Gambar 2.9, Gambar 2.10, dan
Gambar 2.11.

Gambar 2.9 Jaringan dengan lapisan tunggal (Hermawan, 2006)

Gambar 2.10 Jaringan dengan lapisan kompetitif (Hermawan, 2006)

Algoritma backpropagation dikemukan pada tahun 1986


oleh Rumelh Hinton dan Williams untuk mengatur bobot dan
karena untuk pelatihan multilayer perceptrons (Graupe, 2013).
Istilah backpropagation menjelaskan bagaimana jaringan tiruan
ini dilatih. Backpropagation merupakan sebuah bentuk
pembelajaran terawasi. Ketika menggunakan metode
pembelajaran terawasi, jaringan harus disediakan dengan input
contoh dan output yang diharapkan. Output yang diharapkan
dibandingkan terhadap output sebenarnya untuk input yang
diberikan. Menggunakan output yang diharapkan,
backpropagation melatih algoritma kemudian menghitung error

21
dan mengatur bobot berbagai lapisan backwards dari lapisan
output ke lapisan input (Heaton, 2008).

Gambar 2.11 Jaringan dengan banyak lapisan (Hermawan, 2006)

Gambar 2.12 Propagasi kesalahan model backpropagation (Samui et


al., 2016)

Dalam proses pelatihan backpropagation, kesalahan


jaringan dibawa kembali ke dalam masing-masing neuron dalam
lapisan input. Gambar 2.12 menunjukkan propagasi kesalahan
dalam model backpropagation. Perubahan bobot koneksi dan
bias dipengaruhi oleh distribusi kesalahan pada setiap neuron.
Kesalahan jaringan global dikurangi dengan mengubah bobot
koneksi dan bias secara terus menerus. Tujuan kesalahan
ditentukan sebelum pelatihan jaringan dan jika kesalahan
jaringan selama pelatihan kurang dari kesalahan tujuan,
pelatihan harus dihentikan. Algoritma backpropagation terdiri
22
dari empat tahapan yaitu feed-forward compution,
backpropagation untuk lapisan output, backpropagation untuk
lapisan tersembunyi, dan pembaruan bobot (Samui et al., 2016).

2.6 Desain Aplikasi


Dalam melakukan analisis sistem, terkadang pengguna
atau pemilik sistem tidak mempunyai gambaran tentang sistem
yang akan dikembangkan, sehingga seringkali terjadi
penambahan ataupun pengurangan sistem ketika tim
pengembang sudah masuk pada tahap desain. Hal ini akan
membuat tim pengembang kembali pada tahap analisis. Untuk
mengatasi masalah ini tim pengembang menggunakan teknik
prototyping (Mulyani, 2016b). Prototyping adalah teknik
pengembangan sistem yang menggunakan prototype untuk
menggambarkan sistem, sehingga pengguna atau pemilik
sistem mempunyai gambaran mengenai pengembangan sistem
yang akan dilakukannya. Teknik ini sering digunakan apabila
pemilik sistem tidak terlalu menguasai sistem yang akan
dikembangkan sehingga dia memerlukan gambaran dari sistem
yang akan dikembangkannya tersebut. Dalam pengembangan
sistem informasi, prototype sering diwujudkan dalam bentuk
user interface program aplikasi dan contoh-contoh reporting
yang akan dihasilkan (Mulyani, 2016a).
Terdapat dua macam strategi prototyping yang digunakan
yaitu (a) requirement prototyping, menggunakan prototype untuk
menentukan kebutuhan dari aplikasi basis data yang diinginkan
dan ketika kebutuhan itu terpenuhi maka prototype akan
dibuang dan (b) evolutionary prototyping, digunakan untuk
tujuan yang sama. Perbedaannya prototype tidak dibuang tetapi
dengan pengembangan lanjutan menjadi aplikasi basis data
yang digunakan (Irwansyah dan Jurike, 2014). Gambar 2.13
menunjukkan empat langkah dalam pembuatan suatu prototype
evolusioner. Empat langkah tersebut adalah mengidentifikasi
kebutuhan pengguna, membuat satu prototype, menentukan
apakah prototype dapat diterima, dan menggunakan prototype.
Pendekatan ini mungkin untuk dilakukan hanya ketika alat-alat
prototyping memungkinkan prototype untuk memiliki seluruh
unsur yang penting dari sistem yang baru. Gambar 2.14

23
menunjukkan langkah-langkah yang terlibat dalam pembuatan
sebuah prototype persyaratan (requirement prototype). Tiga
langkah pertama sama dengan langkah yang diambil dalam
membuat sebuah prototype evolusioner. Langkah-langkah
berikutnya adalah membuat kode sistem baru, menguji sistem
baru, menentukan apakah sistem yang baru dapat diterima, dan
membuat sistem baru menjadi sistem produksi (McLeod dan
George, 2007).

Gambar 2.13 Pembuatan prototype evolusioner (McLeod dan George,


2007)

Application design yaitu tahapan merancang user interface


dan aplikasi yang nantinya akan menggunakan dan memproses
basis data. Desain aplikasi basis data meliputi dua aspek yaitu
(a) perancangan transaksi (transaction design) yaitu sebuah
kumpulan aksi yang dilakukan oleh pengguna tunggal atau
program aplikasi yang mengakses atau mengubah isi konten
sebuah basis data dan (b) perancangan antarmuka pengguna
(user interface design), terdapat pedoman perancangan
interface seperti pemberian judul yang berarti, instruksi yang
mudah dimengerti, pemakaian istilah yang konsisten, cakupan
yang jelas untuk pemasukan data, pesan kesalahan, perbaikan
karakter yang tidak sesuai, dan tanda penyelesaian dalam suatu
instruksi (Irwansyah dan Jurike, 2014). Beberapa kriteria dasar
24
yang harus diperhatikan dalam merancang aplikasi berbasiskan
GUI : (1) memahami citra mental/metafor, (2) sesuai data
organisasi, fungsi, tugas, dan peran, (3) efisiensi navigasi
skema antara data dan fungsi, (4) kualitas tampilan, (5)
kenyamanan tampilan, dan (6) mampu menjalin interaksi yang
efektif (Sulianta, 2010).

Gambar 2.14 Pembuatan prototype persyaratan (McLeod dan George,


2007)

2.7 Penelitian Terdahulu


Syaefullah et al. (2007) melakukan penelitian tentang
identifikasi ketuaan dan kematangan pepaya IPB 1
25
menggunakan pengolahan citra digital dan jaringan syaraf
tiruan. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat
akurasi dari sistem identifikasi pepaya IPB 1. Hasil keluaran dari
pengolahan citra berupa indeks warna merah, indeks warna
hijau, energi, kontras, homogenitas, saturasi, dan intensitas
digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan. Pada metode
jaringan syaraf tiruan, digunakan 105 data training dan 45 data
testing untuk masing-masing identifikasi kematangan dan
ketuaan buah pepaya. Berdasarkan penelitian tersebut, dengan
menggunakan konstanta laju pembelajaran 0,6, konstanta
momentum 0,5, nilai fungsi aktivasi 1, dan 10000 iterasi serta 3
lapisan tersembunyi diperoleh tingkat akurasi mencapai 97,89%
untuk klasifikasi berdasarkan kematangan dan 100% untuk
ketuaan.
Agian et al. (2015) melakukan penelitian tentang identifikasi
kematangan markisa menggunakan pengolahan citra digital dan
jaringan syaraf tiruan. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui tingkat akurasi dari sistem identifikasi markisa. Hasil
keluaran dari pengolahan citra berupa indeks warna merah,
hijau, dan biru digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan.
Algoritma jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada penelitian
ini yaitu backpropagation dengan data training dan testing
sebanyak 30 dan 18. Berdasarkan penelitian tersebut, dengan
menggunakan konstanta laju pembelajaran 0,05, nilai error
minimum 0,01, dan 50000 iterasi serta 50 lapisan tersembunyi
diperoleh tingkat akurasi mencapai 100% untuk identifikasi
markisa matang, 83,33% untuk markisa setengah matang, dan
100% untuk markisa mentah.
Damiri dan Cepy (2012) melakukan penelitian tentang
identifikasi ketuaan dan kematangan lemon menggunakan
pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi dari sistem
identifikasi lemon. Hasil keluaran dari pengolahan citra berupa
area, faktor bentuk (kebulatan), segi tekstur (entropi, energi,
homogeniti, dan kontras) serta indeks warna merah, hijau, dan
biru yang digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan.
Algoritma yang digunakan pada jaringan syaraf tiruan yaitu
backpropagation. Berdasarkan penelitian tersebut, dengan
menggunakan konstanta laju pembelajaran 0,8, konstanta
26
momentum 0,8, nilai fungsi aktivasi 1, dan 2000 iterasi diperoleh
tingkat akurasi mencapai 100% untuk masing-masing lapisan
tersembunyi 3, 6, 9 dan 12.

27
28
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di laboratorium Komputasi dan
Analisis Sistem Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Pengambilan
sampel dilakukan di kebun stroberi yang terletak di Jalan Raya
Pandanrejo, Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2017 sampai Maret 2018.

3.2 Batasan Masalah


Penentuan batasan masalah untuk menyederhanakan
ruang lingkup masalah sehingga penelitian dapat mengarah
pada tujuan yang diinginkan. Pada penelitian ini, batasan
masalah yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Citra diambil dari stroberi varietas California dan Sweet
charlie
2. Analisis citra yang dilakukan berdasarkan fitur warna
RGB dan HSV

3.3 Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa
tahapan. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan tersebut
diantaranya sebagai berikut.

3.3.1 Identifikasi masalah


Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi
masalah. Identifikasi masalah diperlukan untuk menentukan
objek yang akan digunakan dalam penelitian serta memberikan
arah yang jelas bagi peneliti dalam menentukan langkah yang
harus dilakukan. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan
cara melakukan survei langsung ke petani stroberi di kota Batu.

29
3.3.2 Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mencari dan
mempelajari sumber-sumber tulisan berupa buku, laporan, dan
jurnal yang berkaitan dengan topik dan masalah yang sedang
diteliti. Studi literatur bertujuan untuk mencari informasi
tambahan dan landasan teori yang mendukung penelitian. Teori
yang berkaitan dengan pengolahan citra dan jaringan syaraf
tiruan serta teori lain yang terkait dengan penelitian ini dapat
dijadikan referensi dalam penulisan laporan.

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Persiapan Sampel

Pengambilan Citra

Perancangan Sistem

Perancangan Sistem
Perancangan User Interface
Identifikasi Kematangan

Aplikasi

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

30
3.3.3 Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti,
sedangkan data sekunder merupakan data yang sudah dalam
bentuk jadi berupa data dalam bentuk dokumen dan publikasi.
Data primer dapat diperoleh dengan cara observasi langsung.
Sementara untuk data sekunder dapat diperoleh dengan cara
mencari literatur yang mendukung dan melengkapi data primer
melalui internet atau studi pustaka.

3.3.4 Persiapan sampel


Sampel yang digunakan terdiri dari stroberi varietas
California dan Sweet charlie. Masing-masing sampel disortasi
secara manual untuk menentukan tingkat kematangannya.
Sortasi dilakukan dengan mengamati perbedaan warna buah
antara stroberi mentah, setengah matang, matang, dan lewat
matang. Proses sortasi dilakukan langsung oleh petani stroberi.
Stroberi yang digunakan sebagai sampel penelitian dibatasi
pada stroberi mentah, setengah matang, dan matang.
Berdasarkan proses sortasi, diperoleh sebanyak 20 buah
stroberi untuk masing-masing tingkat kematangan per varietas
yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1. Perbedaan
antara varietas California dan Sweet charlie dapat dilihat dari
aroma dan tekstur buah. Stroberi California memiliki aroma
cenderung lebih lemah daripada Sweet charlie. Sementara dari
segi tekstur, stroberi California memiliki tekstur yang lebih kuat
daripada Sweet charlie.

Tabel 3.1 Rincian jumlah sampel stroberi


Jumlah Sampel per Varietas Stroberi
Tingkat Kematangan
California Sweet charlie
Belum Matang 20 20
Setengah Matang 20 20
Matang 20 20
Total Sampel 60 60
Sumber : Data yang diolah (2018)
31
3.3.5 Pengambilan Citra
Proses pengambilan citra diawali dengan menentukan jarak
dan jenis pencahayaan yang akan digunakan. Setelah dilakukan
penentuan jarak dan jenis pencahayaan, selanjutnya stroberi
diletakkan di tengah kotak pengambilan citra. Ukuran kotak
yang digunakan pada penelitian ini sebesar 30x30x30 cm. Citra
diambil menggunakan kamera handphone LG K8 dengan
spesifikasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pengambilan citra
dilakukan pada jarak ±15 cm di atas objek menggunakan
pencahayaan lampu flash dari kamera handphone. Setiap
stroberi diambil citranya sebanyak 4 kali dengan sisi yang
berbeda. Hasil dari pengambilan citra kemudian disimpan dalam
format JPG dengan ukuran 600x600 piksel.

Tabel 3.2 Spesifikasi LG K8 yang digunakan untuk pengambilan citra


Komponen Spesifikasi
Tipe layar atau
IPS (In-Plane Switching) kapasitif LCD
display
Ukuran layar 5 inchies
Resolusi 720 x 1280 pixel
Bit warna 24 bit
8 MP (megapixel), lensa aperture f/2.0, auto-
Kamera utama focus, LED flash, Geo-tagging, touch focus,
face detection,
Kamera depan 5 MP (megapixel)
Sumber : Data yang diolah (2018)

3.3.6 Perancangan sistem


Perancangan sistem merupakan salah satu tahapan yang
perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai program yang akan dibuat. Perancangan sistem pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 software yang
terdiri dari Matlab R2012a dan CorelDraw X5. Tahap
perancangan sistem dibagi menjadi 2 tahap yaitu perancangan
sistem identifikasi kematangan dan perancangan user interface.

32
1. Perancangan Sistem Identifikasi Kematangan
Tahap ini dimulai dengan memanggil citra hasil akuisisi
menggunakan perintah imread. Citra yang dapat digunakan
pada sistem dibatasi hanya citra berekstensi JPG. Tahap
perancangan sistem identifikasi kematangan secara lebih detail
dapat dilihat pada Gambar 3.2.

1.1 Image preprocessing


Image preprocessing merupakan suatu proses untuk
memperbaiki citra dengan cara memanipulasi parameter citra
agar menjadi citra dengan kualitas yang lebih baik. Pengolahan
awal citra pada penelitian ini terdiri dari penurunan ukuran
menjadi ukuran 300x300 dan reduksi noise. Reduksi noise
dilakukan setelah citra tersegmentasi. Metode reduksi noise
yang digunakan adalah metode median filter. Median filter
merupakan metode yang menitikberatkan pada nilai median dari
jumlah total nilai keseluruhan piksel yang ada di sekelilingnya.
Proses pemilihan median ini diawali dengan mengurutkan nilai
piksel tetangga, kemudian dipilih nilai tengahnya.

1.2 Segmentasi
Segmentasi citra merupakan proses yang bertujuan untuk
memisahkan objek dengan area latar belakang di sekitarnya
sehingga proses pengolahan citra hanya perlu dilakukan pada
objek. Metode yang digunakan untuk segmentasi yaitu metode
thresholding. Nilai threshold yang digunakan pada masing-
masing citra berbeda-beda, disesuaikan dengan bentuk stroberi
yang terdapat dalam citra. Setelah seluruh citra hasil akuisisi
tersegmentasi, selanjutnya diberikan 2 perlakuan berbeda
terhadap citra hasil segmentasi. Pada perlakuan pertama,
seluruh cita hasil segmentasi digunakan sebagai input pada
tahap ekstraksi ciri. Sementara pada perlakuan kedua, citra
hasil segmentasi diseleksi terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai input pada tahap ekstraksi ciri. Citra yang lolos seleksi
merupakan citra yang membentuk pola stroberi.

33
Mulai

Pemanggilan citra

Resizing citra ke dalam ukuran


300x300

Segmentasi menggunakan
nilai threshold

Tidak
Buah terpisah
dengan daun dan
background?

Ya
Reduksi noise menggunakan
median filter

Penggabungan citra hasil


segmentasi dengan citra asli

Pemrosesan citra tanpa Pemrosesan citra


seleksi citra menggunakan seleksi citra

Ekstraksi ciri warna


(R, G, B, H, S, dan V) Citra yang Tidak
diperoleh membentuk
pola stroberi?
Input
Ya
Ekstraksi ciri warna
(R, G, B, H, S, dan V) Citra tidak digunakan
Data training Data testing

Input Selesai

Identifikasi menggunakan JST

Data training Data testing


Perhitungan hasil akurasi

Selesai Identifikasi menggunakan JST

Perhitungan hasil akurasi

Selesai

Gambar 3.2 Tahapan perancangan sistem identifikasi kematangan

34
1.3 Ekstraksi ciri
Ekstraksi ciri bertujuan untuk dapat mengekstrak warna dari
citra stroberi. Komponen warna yang akan diekstrak dari citra
warna adalah nilai R (red), G (green), dan B (blue). Selanjutnya
dilakukan konversi citra RGB ke dalam HSV dengan
menggunakan persamaan (3.1), (3.2), (3.3), dan (3.4). Hasil
ekstraksi ciri tersebut disimpan dalam tabel excel yang nantinya
digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan.

{ …………………... (3.1)

( ) ( )
{ } ..………………… (3.2)
√( ) ( )( )

( )
…………………... (3.3)

......…………….… (3.4)

1.4 Identifikasi kematangan menggunakan jaringan syaraf


tiruan
Tahapan identifikasi kematangan menggunakan jaringan
syaraf tiruan backpropagation terdiri dari tahap pelatihan dan
pengujian. Proses pelatihan berguna untuk melatih sistem agar
mampu mengidentifikasi perbedaan antar varietas dan tingkat
kematangan stroberi dengan membentuk arsitektur jaringan dan
menetapkan nilai bobot untuk tahap pengenalan. Arsitektur
jaringan yang diperoleh ditentukan oleh jumlah data training
yang digunakan dan parameter training yang ditentukan.
Parameter training yang digunakan meliputi nilai learning rate,
nilai momentum, fungsi aktivasi, fungsi pembelajaran, dan
epoch atau iterasi yang dapat mempengaruhi tingkat akurasi
yang dicapai. Penambahan learning rate dan momentum dalam
membangun arsitektur jaringan dilakukan dengan tujuan untuk
mempercepat waktu pelatihan. Epoch atau iterasi yang
digunakan dalam membangun arsitektur jaringan akan berhenti
sesuai dengan nilai iterasi yang dimasukkan. Rincian terhadap

35
parameter training yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tahap identifikasi kematangan menggunakan jaringan
syaraf tiruan backpropagation dimulai dengan membagi data
menjadi 2, yaitu data training dan testing dengan rasio
perbandingan 70:30. Pada penelitian ini, dilakukan 2 perlakuan
berbeda pada citra sebelum dilakukan ekstraksi ciri sehingga
total citra yang digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan
memiliki jumlah yang berbeda. Pada perlakuan pertama (tanpa
menggunakan seleksi citra) digunakan data training dan testing
sebanyak 336 dan 144 citra yang berasal dari 480 citra ,
sedangkan pada perlakuan kedua (menggunakan seleksi citra)
digunakan data training dan testing sebanyak 198 dan 90 citra
yang berasal dari 288 citra yang lolos dari tahap seleksi citra.

Tabel 3.3 Rincian parameter training


Parameter Variasi
Arsitektur jaringan 2 hidden layer
6 neuron (rata-rata warna red, green, blue,
Neuron input layer
hue, saturation, dan value)
Neuron hidden layer
5, 50 neuron
ke-1
Neuron hidden layer
15, 20 neuron
ke-2
2 neuron (varietas (california : 1 dan sweet
Neuron output layer charlie : 2) dan kematangan (belum matang
: 3, setengah matang : 4, dan matang : 5))
Fungsi pembelajaran Traingdx, trainlm
Fungsi aktivasi
- Hidden layer - Trial and error (tansig dan logsig)
- Output layer - Purelin
Maksimum iterasi 25.000
Error goal 0,001
Learning rate Trial and error [0,7 , 0,5 , 0,3, dan 0,1]
Momentum Trial and error [0,9 dan 0,8]
Sumber : Data yang diolah (2018)

36
Tahapan algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan
backpropagation terdiri dari 3 tahapan yaitu (Agustin dan Toni,
2012) :
- Tahap umpan maju (feedforward)
- Tahap umpan mundur (backpropagation)
- Tahap pengupdatean bobot dan bias
Secara rinci algoritma pelatihan jaringan backpropagation dapat
diuraikan sebagai berikut :
- Langkah 0 : Inisialisasi bobot-bobot, konstanta laju
pelatihan (α), toleransi error atau nilai bobot
(bila menggunakan nilai bobot sebagai
kondisi berhenti) atau set maksimal epoch
(jika menggunakan banyaknya epoch sebagai
kondisi berhenti).
- Langkah 1 : Selama kondisi berhenti belum dicapai, maka
lakukan langkah ke-2 hingga langkah ke-9.
- Langkah 2 : Untuk setiap pasangan pola pelatihan, lakukan
langkah ke-3 sampai langkah ke-8.
- Langkah 3 : {Tahap I : Umpan maju (feedforwand)}
Tiap unit masukan menerima sinyal dan
meneruskannya ke unit tersembunyi
diatasnya.
- Langkah 4 : Masing-masing unit di lapisan tersembunyi
(dari unit ke-1 hingga unit ke-p) dikalikan
dengan bobotnya dan dijumlahkan serta
ditambahkan dengan biasnya.
- Langkah 5 : Masing-masing unit output (yk, k=1,2,3,...m)
dikalikan dengan bobot dan dijumlahkan serta
ditambahkan dengan biasnya.
- Langkah 6 : {Tahap II : Umpan mundur (backward
propagation)}
Masing-masing unit output (yk, k=1,2,3,...m)
menerima pola target tk sesuai dengan pola
masukan/input saat pelatihan dan kemudian
informasi kesalahan/error lapisan output (δk)
dihitung. δk dikirim ke lapisan dibawahnya dan
digunakan untuk menghitung besarnya koreksi
bobot dan bias (ΔW jk dan ΔW ok ) antara
lapisan tersembunyi dengan lapisan output.
37
- Langkah 7 : Pada setiap unit dilapisan tersembunyi (dari
unit ke-1 hingga ke-p; i=1…n; k=1…m)
dilakukan perhitungan informasi kesalahan
lapisan tersembunyi (δj). δj kemudian
digunakan untuk menghitung besar koreksi
bobot dan bias (ΔVji dan ΔVjo) antara lapisan
input dan lapisan tersembunyi.
- Langkah 8 : {Tahap III : Pengupdatean bobot dan bias}
Masing-masing unit output/keluaran (yk,
k=1,2,3,…,m) dilakukan pengupdatean bias
dan bobotnya (j=0,1,2,...p) sehingga
menghasilkan bobot dan bias baru. Demikian
juga untuk setiap unit tersembunyi mulai dari
unit ke-1 sampai dengan unit ke-p dilakukan
pengupdatean bobot dan bias.
- Langkah 9 : Uji kondisi berhenti (akhir iterasi).

1.5 Perhitungan Hasil Akurasi


Perhitungan hasil akurasi bertujuan untuk melihat performa
ekstraksi ciri dan algoritma backpropagation yang digunakan.
Perhitungan akurasi dilakukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
( )
………………………………………………… (3.5)
dimana :
A = jumlah hasil pendugaan yang sama dengan target
B = jumlah data

2. Perancangan User Interface


Perancangan user interface bertujuan untuk mempermudah
pengguna aplikasi dalam mengoperasikan sistem aplikasi. Pada
tahap perancangan tampilan user interface, perlu dijelaskan
data yang menjadi input dan output serta proses yang akan
dilakukan. Data yang menjadi input dalam sistem yaitu citra
stroberi dengan format JPG. Citra yang digunakan harus citra
RGB dengan ukuran sebesar 600x600 piksel. Selanjutnya citra
tersebut diproses menggunakan pengolahan citra digital untuk
mendapatkan ciri warna RGB dan HSV. Ciri warna digunakan

38
untuk mengidentifikasi varietas dan tingkat kematangan stroberi
pada citra. Proses identifikasi berdasarkan pada database yang
telah ditanamkan dalam sistem. Database yang digunakan
berasal dari hasil pelatihan jaringan syaraf tiruan yang memiliki
tingkat akurasi tertinggi. Hasil akhir yang diperoleh dari
perancangan user interface ini adalah tampilan user interface
sistem yang dapat menampilkan hasil identifikasi varietas dan
kematangan stroberi.

3.3.7 Kesimpulan dan saran


Penarikan kesimpulan dibuat berdasarkan hasil yang
diperoleh pada tahap sebelumnya. Saran yang dibuat dapat
berisi kekurangan dari penelitian dan perbaikan yang harus
dilakukan agar pada penelitian selanjutnya tidak terjadi
kesalahan yang sama. Saran dapat digunakan sebagai
masukan untuk perbaikan serta pengembangan penelitian yang
memiliki topik yang sama dengan penelitian ini.

39
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Akuisisi Citra


Sebelum tahap akuisisi citra dimulai, perlu ditentukan jarak
dan jenis pencahayaan yang akan digunakan. Tujuannya agar
citra yang dihasilkan seragam dan sesuai dengan yang
diinginkan. Penentuan jarak dan jenis pencahayaan dilakukan
secara trial and error. Percobaan penentuan jarak dan
pencahayaan pada penelitian ini dilakukan dengan meletakkan
objek di dalam kotak pengambilan citra, sehingga hasil citra
yang diperoleh murni berdasarkan kondisi yang telah diatur.
Variasi jarak yang digunakan dalam percobaan terdiri dari 3
variasi yaitu ±10 cm, ±15 cm, dan ±20 cm. Jarak yang dipilih
adalah jarak yang menghasilkan citra foto dengan bayangan
yang paling kecil yaitu ±15 cm. Sementara untuk variasi
pencahayaan digunakan 2 variasi yang berbeda, yaitu dengan
menggunakan lampu flash kamera dan 2 lampu LED 5 watt
yang diletakkan dibagian kanan-kiri atas objek. Pencahayaan
yang dipilih adalah pencahayaan yang menghasilkan citra
dengan jumlah bayangan sedikit. Berdasarkan 2 variasi
tersebut, dipilih pencahayaan menggunakan lampu flash. Hal ini
dikarenakan citra yang diambil dengan menggunakan lampu
flash memiliki 1 bayangan pada bagian kanan objek, sedangkan
citra yang diambil dengan menggunakan 2 lampu LED memiliki
2 bayangan pada bagian kanan-kiri objek.
Proses akuisisi citra dimulai dengan membuka salah satu
sisi kotak pengambilan citra dan meletakkan objek di bagian
tengah kotak. Setelah objek berada pada posisi yang tepat, sisi
kotak yang sebelumnya dibuka dapat ditutup kembali. Kamera
diletakkan tepat dibagian di bagian atas kotak dengan seluruh
bagian kamera menutupi lubang tempat meletakkan kamera,
sehingga tidak ada cahaya yang masuk melalui celah yang
terbuka. Ilustrasi peletakkan kamera dan objek serta desain
kotak pengambilan citra secara lebih detail dapat dilihat pada
Gambar 4.1. Proses akuisisi citra dilakukan dengan cara meng-
capture objek menggunakan kamera. Pada penelitian ini, proses

41
akuisisi citra dilakukan dengan menggunakan kamera
handphone beresolusi 8 MP (megapixel). Setiap objek di-
capture sebanyak 4 kali dengan sisi yang berbeda.
Pengambilan citra dilakukan sebanyak 4 kali dikarenakan pada
setiap sisi buah diduga memiliki distribusi warna yang berbeda,
sehingga total citra yang diperoleh pada tahap akuisisi ini
sebanyak 480 citra. Citra hasil dari akuisisi kemudian disimpan
dalam format JPG dengan ukuran 600x600 piksel. Beberapa
citra hasil akuisisi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 4.1 Desain kotak pengambilan citra

4.2 Implementasi Sistem Identifikasi Kematangan


Tahap ini dimulai dengan memanggil citra hasil akuisisi
menggunakan perintah imread. Citra yang dapat digunakan
pada sistem dibatasi hanya citra berekstensi JPG dengan
ukuran 600x600 piksel. Jenis citra yang digunakan yaitu citra
RGB. Setelah citra dipanggil, maka dilakukan proses
pengolahan citra yang meliputi image preprocessing,
segmentasi, dan ekstraksi ciri. Hasil dari proses ekstraksi ciri
digunakan sebagai masukan pada jaringan syaraf tiruan.

4.2.1 Image preprocessing


Tahap image preprocessing merupakan tahap dimana citra
yang telah diambil diberi beberapa perlakuan untuk
memperbaiki kualitas citra. Pada penelitian ini, citra stroberi
42
diberi perlakuan berupa penurunan ukuran (resize) citra.
Penurunan ukuran (resize) citra dilakukan dengan
menggunakan perintah imresize. Citra asli yang memiliki ukuran
600x600 diubah menjadi ukuran 300x300. Penurunan ukuran
citra dilakukan dengan tujuan agar sistem dapat berjalan
dengan cepat. Salah satu contoh citra asli dan citra hasil resize
dapat dilihat pada Gambar 4.2(a) dan Gambar 4.2(b).
Image preprocessing secara khusus menunjukkan sebuah
langkah pemrosesan yang mengubah citra ke dalam citra baru
yang pada dasarnya sama dengan citra aslinya, tapi berbeda
pada aspek tertentu misalnya peningkatan kontras (Demant et
al., 2013). Beberapa langkah image preprocessing yang
umumnya diterapkan pada citra adalah pengubahan citra warna
ke citra grayscale, perubahan ruang warna, resizing, dan
filtering. Resizing dilakukan untuk menurunkan kekompleksan
yang terkait dengan komputasi dan meningkatkan kecepatan
komputasi (Guan et al., 2012).

(a) (b)
Gambar 4.2 (a) Citra asli 600x600 dan (b) citra resizing 300x300

4.2.2 Segmentasi dan ekstraksi ciri


Segmentasi citra bertujuan untuk memisahkan objek
dengan area latar belakang (background) di sekitarnya sehingga
proses pengolahan citra hanya perlu dilakukan pada objek.
Bagian stroberi yang didefinisikan sebagai objek pada penelitian
ini yaitu bagian buah. Sementara bagian daun yang menempel
pada stroberi didefinisikan sebagai background. Penentuan
bagian daun sebagai background dilakukan agar sistem lebih
fokus pada perubahan warna buah stroberi. Metode segmentasi
43
yang digunakan yaitu metode thresholding. Nilai threshold yang
digunakan memiliki besar yang berbeda antara citra satu
dengan citra yang lainnya. Hal ini dikarenakan besar sampel
stroberi yang digunakan memiliki ukuran yang beragam. Selain
itu, proporsi bagian buah dengan daun memiliki jumlah yang
berbeda pada setiap sampel sehingga tidak dapat
menggunakan nilai threshold yang sama.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 4.3 (a) Citra 300x300, (b) citra red channel, (c) citra blue
channel, (d) hasil segmentasi citra red, (e) hasil segmentasi citra blue,
dan (f) citra RGB dengan background hitam

Tahap segmentasi dimulai dengan memisahkan red


channel dan blue channel dari citra RGB sehingga diperoleh
citra red dan citra blue. Masing-masing citra red disegmentasi
menggunakan nilai threshold yang berbeda. Nilai threshold yang
digunakan untuk citra red dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan beberapa nilai threshold untuk citra red tersebut
diperoleh nilai rata-rata sebesar 95,22. Nilai tersebut dapat
digunakan untuk segmentasi dengan baik hanya pada beberapa
citra. Sementara nilai threshold untuk citra blue digunakan nilai
sebesar 102. Nilai tersebut dapat digunakan untuk seluruh citra
44
karena citra blue berfokus pada bagian pembentukan pola
objek. Setelah citra red dan blue telah tersegmentasi, kedua
citra tersebut digabungkan dengan citra asli untuk mendapatkan
citra RGB dengan background hitam. Perubahan citra asli
hingga diperoleh citra RGB dengan background hitam pada
tahap segmentasi dapat dilihat Gambar 4.3(a), (b), (c), (d),
(e),dan (f). Selanjutnya dilakukan reduksi noise menggunakan
median filter pada citra hasil penggabungan. Reduksi noise
bertujuan menghilangkan derau yang mungkin muncul pada
citra.
Citra gabungan yang telah terfilter mendapatkan 2
perlakuan berbeda sebelum diproses di tahap ekstraksi ciri.
Pada perlakuan pertama, seluruh citra gabungan digunakan
sebagai input pada tahap ekstraksi ciri sehingga total citra yang
digunakan sebanyak 480 citra. Sementara pada perlakuan
kedua, citra gabungan yang telah terfilter diseleksi terlebih
dahulu sebelum diproses di tahap ekstraksi ciri. Citra yang lolos
tahap seleksi adalah citra yang membentuk pola stroberi. Total
citra yang lolos pada tahap seleksi sebanyak 288 citra. Adapun
salah satu citra yang lolos dan tidak lolos tahap seleksi dapat
dilihat pada Gambar 4.4 (a) dan Gambar 4.4 (b).

(a) (b)
Gambar 4.4 (a) Citra lolos seleksi dan (b) citra tidak lolos seleksi

Pada tahap ekstraksi ciri, citra hasil segmentasi diekstrak


untuk menghasilkan ciri warna RGB dan HSV. Rata-rata nilai
Red, Green, Blue, Hue, Saturation, dan Value yang diperoleh
dapat mengidentifikasi tingkat kematangan masing-masing
varietas stroberi. Ciri warna HSV dapat diperoleh dengan
menggunakan perintah rgb2hsv. Hasil dari tahap ekstraksi ciri
45
disimpan dalam tabel excel yang dapat dilihat pada Lampiran 3
dan Lampira 4. Source code dari tahap pengolahan citra dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Derau atau noise adalah titik pada citra yang sebenarnya
bukan merupakan bagian dari citra, melainkan ikut tercampur
pada citra karena suatu sebab. Gangguan tersebut biasanya
muncul sebagai akibat dari pembelokan yang tidak bagus
(sensor, noise, photographic, grain noise) atau akibat saluran
transmisi (pada pengiriman data) pada saat pembentukan citra
(Murinto et al., 2007). Median filter sangat populer dalam
pengolahan citra. Filter ini dapat dipakai untuk menghilangkan
derau bintik-bintik. Nilai yang lebih baik digunakan untuk suatu
piksel ditentukan oleh nilai median dari setiap piksel dan
kedelapan piksel tetangga pada 8-ketetanggaan (Kadir et al.,
2013).

4.2.3 Pemodelan jaringan syaraf tiruan backpropagation


Pemodelan jaringan syaraf tiruan dibangun melalui tahap
pelatihan dan pengujian. Pada tahap pelatihan digunakan
beberapa variasi pada parameter training. Berikut hasil analisis
parameter training yang digunakan dalam membentuk model :
1. Analisis Parameter Training untuk Data Tanpa Seleksi Citra
a. Fungsi pembelajaran
Fungsi pembelajaran yang digunakan terdiri dari 2 macam,
yaitu traingdx dan trainlm. Fungsi pembelajaran digunakan
untuk mendapatkan model jaringan yang baik. Fungsi
pembelajaran yang dipilih adalah fungsi pembelajaran yang
memberikan hasil akurasi tertinggi. Salah satu hasil proses
pelatihan dan pengujian dengan variasi fungsi pembelajaran
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Berdasarkan Tabel 4.1, fungsi pembelajaran yang
menghasilkan akurasi tertinggi adalah traingdx. Fungsi
pembelajaran traingdx memiliki kelebihan yaitu hasil yang
diperoleh lebih dapat diandalkan (akurasi yang diperoleh tinggi)
dibandingkan dengan trainlm untuk proses klasifikasi. Menurut
Daimi (2017), traingdx (the gradient descent with momentum
and adaptive learning rate backpropagation) merupakan fungsi
pelatihan jaringan yang melibatkan cara yang sama dengan

46
traingdm, kecuali fungsi ini menggunakan learning rate yang
disesuaikan berdasarkan pada petunjuk dan besarnya vektor
kemiringan. Selain itu, Licciardello et al. (2009) menyatakan
hasil proses pelatihan traingdx lebih cepat daripada
menggunakan traingd atau traingdm serta traingdx lebih dapat
diandalkan daripada trainlm, dicirikan oleh kecepatan dan
kinerja yang baik ketika akurasi yang tinggi diperlukan.

Tabel 4.1 Variasi fungsi pembelajaran untuk data tanpa seleksi citra
Parameter Training Variasi Fungsi Pembelajaran
Fungsi pembelajaran Trainlm Traingdx
Error goal 0,001 0,001
tansig-logsig- logsig-logsig-
Fungsi aktivasi
purelin purelin
Learning rate 0,1 0,1
Momentum 0,9 0,9
Jumlah data training 336 336
Data training yang
289 259
teridentifikasi dengan benar
Jumlah data testing 144 144
Data testing yang
95 97
teridentifikasi dengan benar
Akurasi testing 65,97% 67,36%
Sumber : Data yang diolah (2018)

b. Learning Rate
Pada penelitian ini, digunakan 4 variasi learning rate yaitu
0,7, 0,5, 0,3 dan 0,1. Keempat learning rate tersebut
dikombinasikan dengan 2 variasi momentum yaitu 0,9 dan 0,8.
Kombinasi antara learning rate dengan momentum dilakukan
dengan tujuan agar mendapatkan model jaringan yang baik.
Kombinasi learning rate dan momentum yang dipilih merupakan
kombinasi yang memberikan hasil akurasi tertinggi. Salah satu
hasil proses pelatihan dan pengujian dengan variasi learning
rate dan momentum dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 menunjukkan hasil trial and error dengan
menggunakan variasi learning rate dan momentum.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa semakin kecil
47
nilai learning rate yang digunakan maka semakin tinggi akurasi
testing yang diperoleh. Hal ini dikarenakan jaringan yang
diperoleh dari tahap pelatihan memiliki ketelitian yang besar.
Menurut Widyaningrum dan Ahmad (2014), tidak ada aturan
pasti mengenai learning rate, tetapi semakin besar learning rate
maka ketelitian jaringan akan semakin berkurang, tetapi berlaku
sebaliknya. Apabila learning rate semakin kecil, maka ketelitian
jaringan akan semakin besar atau bertambah dengan
konsekuensi prosesnya akan memakan waktu semakin lama.

Tabel 4.2 Variasi learning rate dan momentum untuk data tanpa
seleksi citra
Parameter
Variasi Learning Rate
Training
Fungsi
Traingdx Traingdx Traingdx Traingdx
pembelajaran
Error goal 0,001 0,001 0,001 0,001
logsig- logsig- logsig- logsig-
Fungsi aktivasi logsig- logsig- logsig- logsig-
purelin purelin purelin purelin
Learning rate 0,1 0,3 0,5 0,7
Momentum 0,9 0,9 0,9 0,9
Jumlah data
336 336 336 336
training
Data training
259 269 240 250
(yang benar)
Jumlah data
144 144 144 144
testing
Data testing
97 91 91 84
(yang benar)
Akurasi testing 67,36% 63,19% 63,19% 58,33%
Sumber : Data yang diolah (2018)

2. Analisis Parameter Training untuk Data Menggunakan


Seleksi Citra
a. Fungsi pembelajaran
Fungsi pembelajaran yang digunakan terdiri dari 2 macam,
yaitu traingdx dan trainlm. Fungsi pembelajaran digunakan
untuk mendapatkan model jaringan yang baik. Fungsi
48
pembelajaran yang dipilih adalah fungsi pembelajaran yang
memberikan hasil akurasi tertinggi. Salah satu hasil proses
pelatihan dan pengujian dengan variasi fungsi pembelajaran
dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Variasi fungsi pembelajaran untuk data menggunakan


seleksi citra
Parameter Training Variasi Fungsi Pembelajaran
Fungsi pembelajaran Trainlm Traingdx
Error goal 0,001 0,001
tansig-logsig- tansig-logsig-
Fungsi aktivasi
purelin purelin
Learning rate 0,1 0,7
Momentum 0,9 0,9
Jumlah data training 198 198
Data training yang
teridentifikasi dengan 170 162
benar
Jumlah data testing 90 90
Data testing yang
teridentifikasi dengan 64 67
benar
Akurasi testing 71,11 % 74,44%
Sumber : Data yang diolah (2018)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa fungsi pembelajaran yang


menghasilkan akurasi tertinggi adalah traingdx. Jika
dibandingkan dengan fungsi pembelajaran trainlm, traingdx
memiliki kelebihan yaitu hasil yang diperoleh memiliki akurasi
yang tinggi. Menurut Taghavifar dan Aref (2014), traingdx
merupakan fungsi pelatihan jaringan yang mengubah nilai bobot
dan bias sesuai dengan penurunan gradien momentum dan laju
pembelajaran adaptif. Fungsi pembelajaran ini
mengkombinasikan laju pembelajaran adaptif dengan
momentum. Selain itu, Licciardello et al. (2009) menyatakan
hasil proses pelatihan traingdx lebih cepat daripada
menggunakan traingd atau traingdm serta traingdx lebih dapat
49
diandalkan daripada trainlm, dicirikan oleh kecepatan dan
kinerja yang baik ketika akurasi yang tinggi diperlukan.

b. Learning Rate dan Momentum


Variasi learning rate digunakan pada penelitian ini terdiri
dari 0,7, 0,5, 0,3 dan 0,1. Keempat learning rate tersebut
dikombinasikan dengan variasi momentum 0,9 dan 0,8.
Kombinasi learning rate dan momentum yang dipilih merupakan
kombinasi yang memberikan hasil akurasi tertinggi. Salah satu
hasil proses pelatihan dan pengujian dengan variasi learning
rate dan momentum dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Variasi learning rate dan momentum untuk data


menggunakan seleksi citra
Parameter
Variasi Learning Rate
Training
Fungsi
Traingdx Traingdx Traingdx Traingdx
pembelajaran
Error goal 0,001 0,001 0,001 0,001
tansig- logsig- tansig- logsig-
Fungsi aktivasi tansig- logsig- logsig- tansig-
purelin purelin purelin purelin
Learning rate 0,1 0,3 0,5 0,7
Momentum 0,9 0,8 0,8 0,9
Jumlah data
198 198 198 198
training
Data training
150 154 157 162
(yang benar)
Jumlah data
90 90 90 90
testing
Data testing
63 66 65 67
(yang benar)
Akurasi testing 70% 73,33% 72,22% 74,44%
Sumber : Data yang diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 4.4, hasil trial and error menggunakan


variasi learning rate dan momentum menunjukkan akurasi yang
fluktuatif. Berbeda dengan hasil akurasi tertinggi untuk data
tanpa menggunakan seleksi citra, akurasi tertinggi untuk data
50
menggunakan seleksi citra diperoleh dari kombinasi learning
rate 0,7 dan momentum 0,9 (akurasi 74,44%). Akurasi tertinggi
tersebut berasal dari learning rate yang tinggi, hal ini
berkebalikan dengan teori yang dikemukan oleh Widyaningrum
dan Ahmad (2014) yang menyatakan apabila learning rate
semakin kecil, maka ketelitian jaringan akan semakin besar atau
bertambah. Perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori yang
ada dapat terjadi karena fungsi aktivasi dan input yang
digunakan berbeda sehingga hasil yang diperoleh berkebalikan
dengan teori yang ada.

4.3 Analisis Pelatihan dan Pengujian Sistem


Pelatihan jaringan syaraf tiruan dilakukan dengan
menggunakan data training yang terdiri dari nilai rata-rata warna
R, G, B, H, S, dan V. Data training tersebut telah tersimpan
dalam halaman kerja excel. Proses pelatihan jaringan dimulai
dengan membaca data training pada tabel excel menggunakan
perintah xlsread. Pada proses pembacaan data perlu ditentukan
data yang menjadi input dan target berada pada range dan
sheet berapa. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahan
pembacaan data oleh sistem. Setelah ditentukan input dan
target jaringan, selanjutnya dilakukan pembangunan jaringan
syaraf tiruan dengan menggunakan perintah newff.
Proses pelatihan menggunakan algoritma jaringan syaraf
tiruan termasuk ke dalam supervised learning sehingga data
latih dan variabel yang menjadi target telah ditentukan serta
membentuk model. Pemodelan jaringan syaraf tiruan dilakukan
dengan cara trial and error menggunakan parameter training
yang telah ditentukan. Parameter training yang digunakan
tersebut akan mempengaruhi hasil akurasi dari sistem. Semakin
tinggi hasil akurasi sistem maka semakin baik sistem dalam
mengidentifikasi citra. Hasil dari tahap pelatihan kemudian
disimpan dalam bentuk *.mat.
Proses pengujian menggunakan algoritma jaringan syaraf
tiruan dimulai dengan memanggil hasil dari tahap pelatihan yang
telah disimpan dalam bentuk *.mat. Selanjutnya dimasukkan
data yang akan diuji. Seperti pada tahap pelatihan, data yang
diuji disimpan dalam bentuk tabel excel sehingga perlu

51
dilakukan pembacaan data dengan perintah xlsread. Source
code tahap pelatihan dan pengujian dapat dilihat pada
Lampiran 6. Berdasarkan proses pengujian yang telah
dilakukan, diperoleh hasil akurasi terbaik untuk data testing
tanpa seleksi citra sebesar 67,36%. Akurasi tersebut diperoleh
secara trial and error dengan mengkombinasikan parameter
training yang meliputi traingdx, learning rate 0,1, dan momentum
0,9.. Hasil trial and error untuk data testing tanpa seleksi citra
dapat dilihat pada Lampiran 7. Tingkat akurasi 67,36% pada
tahap pengujian tersebut menunjukkan bahwa sistem dapat
mengidentifikasi varietas sekaligus kematangan stroberi secara
tepat sebanyak 97 citra dari 144 citra yang diujikan. Sementara
47 citra lainnya tidak dapat teridentifikasi secara tepat. Adapun
rincian hasil identifikasi dari 144 citra uji tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 9. Kesalahan identifikasi dari data testing
banyak terjadi pada proses identifikasi varietas stroberi
sehingga dapat mempengaruhi tingkat akurasi secara
keseluruhan. Berikut perhitungan tingkat akurasi dari data
testing:

- Perhitungan akurasi untuk identifikasi varietas stroberi dari


data uji
( )

- Perhitungan akurasi untuk identifikasi kematangan stroberi


dari data uji
( )

52
- Perhitungan akurasi untuk identifikasi varietas dan
kematangan stroberi dari data uji
( )

Pada proses pengujian data testing menggunakan seleksi


citra, diperoleh hasil akurasi terbaik sebesar 74,44%. Akurasi
tersebut diperoleh dengan mengkombinasikan parameter
training yang meliputi traingdx, learning rate 0,7, dan momentum
0,9. Hasil trial and error untuk input data testing menggunakan
seleksi citra dapat dilihat pada Lampiran 8. Tingkat akurasi
74,44% pada tahap pengujian tersebut menunjukkan bahwa
sistem dapat mengidentifikasi varietas sekaligus kematangan
stroberi secara tepat sebanyak 67 citra dari 90 citra yang
diujikan. Sementara 23 citra lainnya tidak dapat teridentifikasi
secara tepat. Adapun rincian hasil identifikasi dari 90 citra
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Kesalahan identifikasi
dari data testing banyak terjadi pada proses identifikasi varietas
stroberi sehingga dapat mempengaruhi tingkat akurasi secara
keseluruhan. Berikut perhitungan tingkat akurasi dari data
testing :

- Perhitungan akurasi untuk identifikasi varietas stroberi dari


data uji
( )

53
- Perhitungan akurasi untuk identifikasi kematangan stroberi
dari data uji
( )

- Perhitungan akurasi untuk identifikasi varietas dan


kematangan stroberi dari data uji
( )

4.4 GUI (Graphical User Interface)


Pembuatan tampilan user interface berfungsi untuk
mempermudah pengguna aplikasi dalam mengoperasikan
sistem. Proses pembuatan tampilan user interface dibantu
menggunakan software Matlab R2012a dan CorelDraw X5.
Aplikasi yang telah dibuat kemudian diberi nama untuk
memudahkan penyebutan aplikasi. Nama yang digunakan untuk
aplikasi yang telah dibuat yaitu Stromy. Nama tersebut
merupakan gabungan antara 2 kata yang berasal dari 2 bahasa
yang berbeda yaitu Stroberi dan Maturity. Gabungan dari 2 kata
tersebut cukup menjelaskan bahwa aplikasi yang dibuat
berhubungan dengan kematangan stroberi. Pada halaman awal
aplikasi terdapat 3 menu utama yang dapat digunakan untuk
menjalankan aplikasi. Ketiga menu tersebut terdiri dari 3 menu
utama, yaitu menu Mulai, menu Bantuan, dan menu Keluar.
Adapun fungsi dari masing-masing menu serta tampilan
halaman awal aplikasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Halaman Awal Aplikasi Stromy
Halaman awal aplikasi merupakan halaman yang pertama
kali muncul ketika aplikasi mulai dijalankan. Pada halaman awal
terdapat 3 menu utama yang dapat mengarahkan pengguna
54
aplikasi untuk pindah ke halaman selanjutnya. Pada bagian kiri
atas halaman awal terdapat nama aplikasi sehingga pengguna
dapat mengerti apa tujuan dari pembuatan aplikasi ini.
Sementara pada bagian kanan atas terdapat nama pembuat
aplikasi. Tampilan halaman awal secara lebih detail dapat dilihat
pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Tampilan halaman awal aplikasi

2. Menu Mulai
Menu mulai pada halaman awal merupakan tombol yang
berfungsi untuk mengarahkan pengguna aplikasi berpindah ke
halaman utama aplikasi, yaitu halaman untuk mengidentifikasi
kematangan stroberi. Pada halaman menu mulai, pengguna
aplikasi akan melihat beberapa tombol yang dapat digunakan
agar aplikasi dapat berjalan sesuai fungsinya. Tombol-tombol
yang terdapat pada menu mulai yaitu tombol buka citra, tombol
ekstraksi ciri, tombol identifikasi, tombol reset, dan tombol
tampilan awal. Selain keempat tombol tersebut, terdapat 1 kotak
kosong yang harus diisi oleh pengguna aplikasi dan 1 kotak
dengan nilai telah terisi secara default. Tampilan halaman menu
mulai dapat dilihat pada Gambar 4.6.

55
Gambar 4.6 Tampilan menu mulai

Gambar 4.7 Tampilan pengambilan citra

Bagian 1 menunjukkan tombol yang digunakan untuk


mencari dan menambahkan citra yang akan diinputkan ke
dalam sistem. Tampilan pada saat pengguna aplikasi
mengambil citra ditunjukkan pada Gambar 4.7. Citra yang dapat
diinputkan ke dalam sistem dibatasi hanya untuk citra
berekstensi .jpg. Citra tersebut selanjutnya akan ditampilkan
pada panel citra asli.

56
Bagian 2 menunjukkan kotak red mask dan blue mask pada
panel segmentasi serta tombol ekstraksi ciri. Pada kotak red
mask, pengguna aplikasi diminta untuk menginputkan nilai yang
berada pada range 69-126. Sementara untuk kotak blue mask,
sistem telah memberikan nilai default sebesar 102. Nilai
tersebut nantinya digunakan sebagai nilai threshold untuk
memisahkan objek dengan background pada citra.

Gambar 4.8 Tampilan hasil segmentasi pada GUI

Gambar 4.9 Tampilan hasil identifikasi pada GUI

57
Nilai threshold yang telah diinputkan selanjutnya digunakan
untuk proses lanjutan dengan menggunakan tombol ekstraksi
ciri. Tombol ekstraksi ciri berfungsi memberikan perintah kepada
aplikasi untuk melakukan segmentasi dan ekstraksi ciri warna
terhadap citra. Hasil segmentasi citra akan ditampilkan pada
panel hasil segmentasi. Jika citra yang ditampilkan pada panel
hasil segmentasi telah menampilkan objek stroberi tanpa daun
seperti Gambar 4.8, maka dapat dilanjutkan pada proses
selanjutnya. Akan tetapi, jika citra yang ditampilkan merupakan
objek stroberi lengkap dengan daunnya maka nilai pada red
mask perlu diubah kembali hingga diperoleh stroberi tanpa
daun.

Gambar 4.10 Tampilan menu bantuan 1

Bagian 3 menunjukkan tombol identifikasi citra. Tombol


tersebut berfungsi untuk mengidentifikasi varietas dan tingkat
kematangan dari citra yang diinputkan dengan memanggil hasil
training jaringan syaraf tiruan yang telah ditanamkan di dalam
aplikasi. Varietas dan tingkat kematangan dari citra akan di
tampilkan pada panel hasil identifikasi seperti pada Gambar 4.9.
Bagian 4 menunjukkan tombol reset yang berfungsi untuk
menghapus seluruh data yang telah diinputkan ke dalam
halaman menu mulai. Sementara bagian 5 menunjukkan tombol

58
tampilan awal yang berfungsi untuk berpindah ke halaman awal
aplikasi.

(b)
Gambar 4.11 Tampilan menu bantuan 2

3. Menu bantuan
Menu bantuan merupakan menu dimana pengguna aplikasi
akan mendapatkan panduan singkat bagaimana cara
menggunakan aplikasi ini. Pada halaman menu bantuan
terdapat beberapa tombol yang dapat digunakan untuk
berpindah ke halaman lain, yaitu tombol tampilan awal untuk
berpindah ke halaman awal aplikasi, tombol keluar untuk keluar
dari aplikasi, tombol dengan simbol “>” untuk berpindah ke
halaman selanjutan di halaman menu bantuan, dan tombol
dengan simbol “<” untuk kembali ke halaman sebelumnya.
Tampilan halaman menu bantuan dapat dilihat pada Gambar
4.10 dan Gambar 4.11.

4. Menu keluar
Menu keluar merupakan menu yang dapat digunakan untuk
menutup aplikasi. Pada tampilan menu keluar yang dapat dilihat
pada Gambar 4.12 terdapat 2 pilihan tombol, yaitu “ya” dan
“tidak”. Jika pengguna aplikasi memilih tombol “ya” maka sistem
59
akan mengirim perintah untuk menutup aplikasi yang sedang
berjalan. Jika pengguna aplikasi memilih tombol “tidak” maka
sistem akan tetap berada pada halaman yang terakhir terbuka.

Gambar 4.12 Tampilan menu keluar

60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil yang telah diperoleh, maka
dapat dapat disimpulkan bahwa :
1. Perancangan aplikasi untuk identifikasi kematangan stroberi
berbasis pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan
backpropagation telah berhasil dilakukan. Sistem dirancang
melalui tahapan akuisisi citra, image preprocessing,
segmentasi, ekstraksi ciri, dan identifikasi dengan
menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation. Hasil
terbaik yang diperoleh pada proses identifikasi digunakan
sebagai database yang ditanamkan pada GUI aplikasi.
Berdasarkan hasil pengujian, sistem yang dirancang
mampu mengidentifikasi varietas dan tingkat kematangan
dari citra stroberi.
2. Tingkat akurasi yang diperoleh dari sistem identifikasi
kematangan sebesar 67,36% untuk data tanpa seleksi citra
dan 74,44% untuk data menggunakan seleksi citra. Sistem
mampu mengidentifikasi 97 citra dari 144 citra yang
diinputkan untuk data testing tanpa seleksi citra dan 67 citra
dari 90 citra untuk data testing menggunakan seleksi citra.

5.2 Saran
Pengujian terhadap aplikasi menunjukan tingkat akurasi
yang bagus. Akan tetapi hasil akurasi yang diperoleh tersebut
belum sesuai dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu,
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut agar pada penelitian
selanjutnya memiliki hasil akurasi yang lebih baik.
1. Latar belakang atau background yang digunakan untuk
akuisisi citra sebaiknya menggunakan warna hitam.
2. Proses segmentasi sebaiknya dilakukan menggunakan
metode K-Means Clustering sehingga proses segmentasi
dapat berjalan secara otomatis.
3. Pada proses identifikasi menggunakan jaringan syaraf
tiruan, sebaiknya perlu ditambahkan input lain seperti ciri
41
tekstur GLCM dan ciri bentuk (eccentricity dan metric)
sehingga proses identifikasi tidak hanya berdasarkan pada
perubahan warna dan dapat membedakan pola objek yang
terdapat pada citra.

42
DAFTAR PUSTAKA

Agian, D.G., Lukman A.H., dan Sulastri P. 2015. Identifikasi


Kematangan Buah Markisa (Passiflora edulis) dengan
Pengolahan Citra Menggunakan Jaringan Syaraf
Tiruan. Rekayasa Pangan dan Pertanian 3(3) : 365-370

Agustin, M. dan Toni P. 2012. Penggunaan Jaringan Syaraf


Tiruan Backpropagation untuk Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru pada Jurusan Teknik Komputer di
Politeknik Negeri Sriwijaya. Jurnal Sistem Informasi Bisnis.
2(2) : 89-97

Amato, F., Alberto L., Eladia M.P.M., Petr V., Ales H., dan Josef
H. 2013. Artificial Neural Network in Medical Diagnosis.
Applied Biomedicine 11 : 47-58

Annadurai, S. dan R. Shanmugalakshmi. 2007. Fundamental of


Digital Image Processing. Pearson Education. New Delhi.

Aziz, M.A.E., Ahmed A.E., dan Aboul E.H. 2016. Hybrid


Swarms Optimization Based Image Segmentation.
Dalam Hybrid Soft Computing for Image Segmentation.
Springer, Cham

Balitjestro, 2010. Mengenal Stroberi. Dilihat 16 Maret 2017.


<http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/mengenal-
stroberi/>

Bloch, I. 2008. Information Fusion in Signal and Image


Processing : Major Probabilistic and Non-probabilistic
Numerical Approaches. John Wiley & Sons, Inc.
Hoboken.

Budiman, S. dan Desi S. 2008. Berkebun Stroberi secara


Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

63
Chaira T. dan Ajoy K.R. 2009. Fuzzy Image Processing and
Application with MATLAB. CRC Press. Boca Raton.

Chen, L.M. 2014. Digital and Discrete Geometry : Theory and


Algoritms. Springer. New York.

Chien, C.L. dan Din C.T. 2011. Color Image Enhancement


with Exact HSI Color Model. International Journal of
Innovative Computing Information and Control (7) 12 :
6691-6710

Chitradevi, B. dan Srimathi P. 2014. An Overview on Image


Processing Techniques. International Journal of
Innovative Research in Computer and Communication
Engineering (2) 11 : 6466-6472

Chopra, S. dan Baljeet S. 2011. Thresholding of Standart


Image Using Various First Order Statistical Parameters.
Proceeding of the multi-conference : 2nd International
Conference on Signals, Systems and Automation (ICSSA
2011) and 1st International Conference on Intelligent
Systems and Data Processing (ICISD 2011), Universal
Publisher, Boca Raton, pp. 183-189

Daimi, K. 2017. Computer and Network Security Essentials.


Springer. Switzerland.

Damiri, D.J. dan Cepy S. 2012. Application of Image


Processing and Artificial Neural Networks to Identify
Ripeness and Maturity of the Lime (citrus medica).
International Journal of Basic and Applied Science 1(2) :
172-179

Das, A. 2015. Guide to Signals and Patterns in Image


Processing : Foundations, Methods and Applications.
Springer. New York

64
Demant, C., Bernd S., dan Abel C.G. 2013. Industrial Image
Processing : Visual Quality Control in Manufacturing
2nd Edition. Springer. Berlin.

Fikri, A.K. 2015. Pemutuan Buah Jeruk Manis (Citrus


sinensis (L) Osbeck) dengan Menggunakan
Pengolahan Citra (Image Processing). Skipsi. Unej.
Jember.

Gonzalez, R.C. dan Richard E.W. 2001. Digital Image


Processing. Addison Wesley Longman Publishing Co., Inc.
Boston.

Graupe, D. 2013. Principle of Artificial Neural Network 3rd


Edition. Word Scientific Publishing. London.

Guan, L., Yifeng H., dan Sun Y.K. 2012. Multimedia Image and
Video Processing. CRC Press. Boca Raton.

Heaton, J. 2008. Introduction to Neural Networks with Java.


Heaton Research Inc. Chesterfield.

Hermawati, F.A. 2013. Pengolahan Citra Digital Konsep dan


Teori. ANDI OFFSET. Yogyakarta.

Hidayat, F.I. 2016. Identifikasi Kematangan Buah Jambu Biji


Merah (Psidium guajava) dengan Teknik Jaringan
Syaraf Tiruan Metode Backpropagation. Skripsi. Unej.
Jember.

Hood, K.J.M. 2014. Strawberry Delights Cookbook : A


Collection of Strawberry Recipes. Whispering Pine Press
International, Inc. Washington.

Hunt, K.A. The Art of Image Processing with Java. CRC


Press. Boca Raton.

65
Ibraheem, N.A., Mokhtar M.H., Rafiqul Z.K., dan Pramod K.M.
2012. Understanding Color Models : A Review. ARPN
Journal of Science and Technology (2) 3 : 265-275

Indrianto, O.H. 2016. Klasifikasi Kematangan Buah


Strawberry Menggunakan Algoritma K-Means. Skripsi.
Udinus. Semarang.

Irwansyah, E. dan Jurike V.M. 2014. Pengantar Teknologi


Informasi. Deepublish. Sleman.

Jatmika, S. dan Dwi P. 2014. Rancangan Bangun Alat


Pendeteksi Kematangan Buah Aple dengan
Menggunakan Metode Image Processing Berdasarkan
Komposisi Warna. Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA
8(1) : 51-58

Jayaraman, S., S. Esakkirajan, dan T. Veerakumar. 2009.


Digital Image Processing. Tata McGraw Education
Private Limited. New Delhi.

Jyothi, S., Sri P.M.V., dan Dadala M.M. 2017. Image


Processing : A Practical Approach with Real World
Application Using Matlab. Dalam Handbook of Research
on Science Education and University Outreach as a Tool for
Regional Development. IGI Global. Hershey.

Kadir, Abdul, dan Adhi S. 2013. Pengolahan Citra Digital dan


Aplikasinya. ANDI OFFSET. Yogyakarta.

Khomsan, A. dan Yuni H. 2008. Terapi Jus untuk Rematik dan


Asam Urat. Puspa Swara. Depok.

Kurnia, A. 2005. Petunjuk Praktis Budidaya Stroberi. PT


AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Kusumaningsih, I. 2009. Ekstraksi Ciri Warna, Bentuk, dan


Tekstur Untuk Temu Kembali Citra Hewan. Skripsi. IPB.
Bogor.

66
Licciardello, C., V. Tarzia, T. Bottio, V. Pengo, G. Gerosa, dan
A. Bagno. 2009. Phonocardiographic Classification of
Mechanical Heart Valves Using Artificial Neural
Network. IFMBE Proceedings, Univ. Karlsruhe, Munich, pp
110-113

McCloy, K.R. 2006. Resource Management Information


System Remote Sensing, GIS and Modelling. CRC
Press. Boca Raton.

McLeod dan George. 2007. Management Information System


10th Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey.

Mulya, M. dan Abdiansah. 2013. Penerapan Multi-threading


untuk Meningkatkan Kinerja Pengolahan Citra Digital.
Generic 8(2) : 230-237

Mulyani, S. 2016a. Analisis dan Perancangan Sistem


Informasi Manajemen Keuangan Daerah : Notasi
Pemodelan Unified Modeling Language (UML). Abdi
Sistemtika. Bandung.

_________. 2016b. Metode Analisis dan Perancangan


Sistem. Abdi Sistemtika. Bandung.

Mulyanta, E.S. 2006. Dari Teori Hingga Praktik : Pengolahan


Digital Image dengan Photoshop CS2. ANDI OFFSET.
Yogyakarta.

Murinto, E.W., dan Risnadi S. 2007. Analisis Perbandingan


Metode Intensity Filtering dengan Metode Frequency
Filtering sebagai Reduksi Noise pada Citra Digital.
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007
(SNATI 2007). ISSN : 1907-5022.

Nurhayati, O.D. 2015. Sistem Analisis Tekstur secara


Statistik Orde Pertama untuk Mengenali Jenis Telur
Ayam Biasa dan Telur Ayam Omega-3. Sistem Komputer
(5)2 : 79-63

67
Nurraharjo, E. 2011. Implementasi Morphology Concept and
Technique dalam Pengolahan Citra Digital untuk
Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra.
Teknologi Informasi DINAMIK 6(2) : 134-138

Ouyang, C., Daoliang L., Jianlun W., Shuting W., dan Yu H.


2013. The Research of the Strawberry Disease
Identification Based on Image Processing and Pattern
Recognition. Dalam Computer and Computing
Technologies in Agriculture 2012 Part 1 IFIP. Springer.
Heidelberg.

Padmavathi, K. dan Thangadurai K. 2016. Implementation of


RGB and Grayscale Images in Plant Leaves Disease
Detection-Comparative Study. Interntional Journal of
Science and Technology 9(6) : 1-6

Pathan, S.K. 2006. Data Preparation for Spatial Analysis.


Dalam Mathematical Modelling in Geographical Information
System, Global Positioning System and Digital
Cartography. Concept Publishing Company. New Delhi.

Putra, D. 2010. Pengolahan Citra Digital. ANDI OFFSET.


Yogyakarta.

Rahman, M.M., M. Moniruzzaman, Munshi R.A., B.C. Sarker,


dan M. Khurshid A. 2016. Maturity Stage Affect the
Postharvest Quality and Shelf-life of Fruits of
Strawberry Genotypes Growing in Subtropical Regions.
Saudi Society of Agricultural Sciences 15 : 28-37

Samui, P., Dhruvan C., dan Akash S. 2016. On the Assesment


of th Scismic Vulnerability of Ancient Churches : The
Case of “San Francesco ad Alto” in Ancona (Italy).
Dalam Civil and Environmental Engineering : Concepts,
Methodologies, Tools, and Applications. IGI Global.
Hershey.

68
Santi, R.C.N. 2011. Teknik Perbaikan Kualitas Citra Satelit
Cuaca dengan Sataid. Teknologi Informasi Dinamik 16(2) :
101-109

Saravanan, K. dan Sasithra S. 2014. Review on Classification


Based on Artificial Neural Networks. Ambient Systems
and Application (2) 4 : 11-18

Sivanandam, S.N., S.Sumathi, dan S.N.Deepa. 2006.


Introduction to Neural Networks Using Matlab 6.0. Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.

Su, Q. 2017. Color Image Watermarking. Walter de gruyter


GmbH. Berlin.

Sulianta, F. 2010. IT Ergonomics. PT Elex Media Komputindo.


Jakarta.

Suneetha, I. dan Venkateswarlu T. 2012. Enhancement


Techniques for Grayscale Images in Spatial Domain.
International Journal of Emerging Technology and
Advanced Engineering (2) 4 : 13-20

Suyanti. 2010. Panduan Mengolah 20 Jenis Buah. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Syaefullah, E., Hadi K.P., Sutrisno, dan Suroso. 2007.


Identifikasi Tingkat Ketuaan dan Kematangan Pepaya
(Carica papaya L.) IPB 1 dengan Pengolahan Citra
Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan. Agritech 27(2) : 75-81

Taghavifar, H. dan Aref M. 2014. Application of Artificial


Neural Networks for The Prediction of Traction
Performance Parameters. Saudi Society of Agricultural
Sciences 13(1) : 35-43

Thiyagarajan, P., Aghila G., dan Prasanna V. 2011.


Steganalysis Using HIS Colour Model – a Method for
Digital Forensics Examiners to Identify the Stego-

69
Image. Proceeding First International Conference of the
South Asian Society Criminology and Victimology (SASCV),
Manonmaniam Sundaranar University, Tamil Nadu, pp.
157-168

Utama, J. 2011. Akuisisi Citra Digital Menggunakan


Pemrograman MATLAB. Majalah Ilmiah UNIKOM 9(1) :
71-80

Vadivambal, R. dan Digvir, S.J. 2016. Bio-Imaging :


Principles, Techniques, and Applications. CRC Press.
Boca Raton.

Wahana Komputer. 2007. Corel Draw X3 : Desain Grafis


Suite. Salemba Infotek. Jakarta

Widyaningrum, V.T. dan Ahmad S.R. 2014. Pengaruh


Pemberian Momentum pada Artificial Neural Network
Backpropagation. Seminar Nasional Sains dan Teknologi
2014 ISSN : 2407 – 1846 .

Wuryandari, M.D. dan Irawan A. 2012. Perbandingan Metode


Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Learning
Vector Quantization pada Pengenalan Wajah. Komputer
dan Informatika 1(1) : 45-51

Yadav, A. dan Poonam Y. 2009. Digital Image Processing.


University Science Press. New Delhi.

Yegnanarayana, B. 2006. Artificial Neural Network. Prentice


Hall of India Private Limited. New Delhi.

Yetri, M., Yusnidah, dan Mukhlis R. 2015. Analisis Identifikasi


Pola Warna Ikan Koi Menggunakan Metode Sobel Edge
Detection dalam Karakteristik Citra Sharpening. Ilmiah
Saintikom 14(1) : 53-64

Yogamangalam R., dan B. Karthikeyan. 2013. Segmentation


Techniques Comparison in Image Prepocessing.

70
International of Journal Engineering and Technology 5(1) :
307-313

Zhang, Y.J. 2006. Advances in Image and Video


Segmentation. IRM Press. Hershey.

71
72

Anda mungkin juga menyukai