Anda di halaman 1dari 93

UJI PERFORMANSI PENGERING DENGAN SISTEM

MONITORING MASSA ONLINE BERBASIS


MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA PADA IRISAN UBI
JALAR UNGU (Ipomea batalas)

SKRIPSI

Oleh :
MAHARESTI NUR PRATIWI
145100601111031

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
UJI PERFORMANSI PENGERING DENGAN SISTEM
MONITORING MASSA ONLINE BERBASIS
MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA PADA IRISAN UBI
JALAR UNGU (Ipomea batalas)

SKRIPSI

Oleh :
MAHARESTI NUR PRATIWI
145100601111031

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Teknologi Pertanian

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal


15 September 1996 dari ayah yang
bernama Gatot Heri Prakotjo dan Ibu Dewi
Mahindrawati. Penulis adalah anak ketiga
dari empat bersaudara, dengan kakak
bernama Maharani Pramitasari, Maharoni
Hendra Pradikja, dan adik bernama Rahma
Putri Solichah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak – Kanak di TK Telkom Shandy Putra Kota Pasuruan
pada tahun kelulusan 2002, kemudian melanjutkan ke Sekolah
Dasar di SDN Kebonsari Pasuruan pada tahun kelulusan 2008,
kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN
3 Kota Pasuruan dengan tahun kelulusan 2011, dan
menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Kota
Pasuruan pada tahun kelulusan 2014.
Pada tahun 2014 penulis masuk perguruan tinggi di
Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi pertanian,
Universitas Brawijaya dan berhasil menyelesaikan pendidikan
pada tahun 2019. Pada masa pendidikannya, penulis aktif
sebagai asisten praktikum kimia dasar, asisten fisika dasar, staff
magang divisi biogas Agricultural Engineering Energy Team
tahun 2014 – 2015, sekertaris Agricultural Engineering Energy
Team tahun 2015 – 2016, staff administrasi keuangan
eksekutif mahasiswa Universitas Brawijaya pada tahun 2015
– 2016, kepala bagian administrasi keuangan eksekutif
mahasiswa Universitas Brawijaya pada tahun 2016 – 2017.

v
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Maharesti Nur Pratiwi


NIM 145100601111031
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Uji Performansi Pengering dengan
Sistem Monitoring
Massa Online Berbasis Mikrokontroler
Arduino Mega Pada Irisan Ubi Jalar Ungu
(Ipomea Batalas) ,

Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar,
saya bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Malang, 20 September 2019

Pernyataan Pembuatan,

Maharesti Nur Pratiwi


NIM. 145100601111031

vi
MAHARESTI NUR PRATIWI. NIM: 145100601111031. Uji
Performansi Mesin Pengering Dengan Sistem Monitoring
Massa Online Berbasis Mikrokontroler Arduino Mega Pada
Irisan Ubi Jalar Ungu (Ipomea batalas). TA. Pembimbing :
La Choviya Hawa, STP., MP., PhD and Dr. Yusuf Wibisono,
STP., M.Sc

RINGKASAN
Penggunaan mesin pengering mekanis merupakan solusi
untuk melakukan pengendalian selama proses pengeringan.
Terdapat berbagai komponen yang biasa digunakan untuk
mengendalikan sistem pada mesin pengering mekanis, salah
satunya adalah dengan menggunakan mikrokontroler arduino.
Belum banyak penelitian yang melakukan pengendalian
monitoring massa selama proses pengeringan. Proses
monitoring massa diperlukan untuk mengetahui pengaruh lama
waktu pengeringan terhadap susut berat. Umumnya untuk
mengetahui susut berat yang terjadi pada bahan selama proses
pengeringan akan dilakukan secara manual dengan
mengeluarkan bahan dari mesin pengering terlebih dahulu baru
kemudian menimbangnya (Nusyirwan, 2015). Kegiatan
membuka dan menutup mesin pengering kemudian
mengeluarkan bahan dari mesin pengering secara berkala akan
mengakibatkan suhu dalam ruang pengering menjadi tidak stabil
akibat terpengaruh oleh suhu lingkungan dan adanya panas
yang hilang sehingga akan membutuhkan energi lebih untuk
menstabilkan kembali suhu dalam mesin pengering. Mengacu
pada kondisi tersebut (Yudi, 2019) melakukan perancangan
mesin pengering berbasis arduino dengan sistem monitoring
online massa.

vii
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji performansi
melakukan pengujian mesin pengering dengan beban peneliti
menggunakan bahan berupa irisan ubi jalar ungu (Ipoomea
batalas) dengan ketebalan 1 mm dan diameter 3cm.
Pengamatan dilakukan pada 2 kombinasi perlakuan, yaitu suhu
pengeringan (500C, 600C dan 700C) dan waktu pengeringan (3
jam, 4 jam dan 5 jam). Kadar air terendah terdapat pada
perlakuan 700C selama 5 jam dengan nilai 3,9%. Laju
pengeringan bahan tertinggi terjadi pada saat perlakuan suhu
700C, dengan laju pengeringan kontan dan laju pengeringan
menurun pertama dan kedua. Model matematis yang
menggambarkan pengeringan ubi jalar ungu adalah model
page. Nilai L*a*b* warna pada irisan ubi jalar ungu tidak
dipengaruhi oleh perlakuan suhu dan waktu pengeringan. Daya
yang diperlukan untuk mengeringkan bahan pada berbagai
perlakuan berkisar antara 612 Watt hingga 1.680 Watt.

Kata Kunci : Monitoring Online Massa, Pengeringan, Susut


Berat, Ubi Jalar Ungu (Ipomea batalas)

viii
MAHARESTI NUR PRATIWI. NIM: 145100601111031. Dryer
Performance Test with Online Mass Monitoring System
Based on Arduino Mega Microcontroller at Slices of Purple
Sweet Potato (Ipomea Batalas). TA. Preceptor : La Choviya
Hawa,STP,MP,PhD and Dr. Yusuf Wibisono, STP., M.Sc.
Examiner : Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP

ABSTRACT
The use of drying machine is a solution for controlling
during the drying process. There are various components
commonly used to control the system on a mechanical drying
machine, one of which is using an Arduino microcontroller.
Research of controlling mechanical drying machines with
monitoring of temperature, time and humidity has been carried
out by advanced researchers. But has yet been caried out to
control of mass monitoring. Monitoring the masses is needed to
learn how long it takes to lose weight. It will be discussed further
about the material that will be processed during the process will
be carried out manually by removing the material from the drying
machine that has just begun then weighing it (Nusyirwan, 2015).
In mass monitoring to study heavy material shrinkage it is
necessary to do it repeatedly for a certain period of time during
the completion process. The activity of opening and closing the
drying machine will release the temperature from the drying
machine will increase the temperature in the drying room to be
unstable because the rising temperature will require more
energy to stabilize the temperature in the drying machine.
Referring to these conditions (Yudi, 2019) carried out the design
of an Arduino-based drying machine with an online mass
monitoring system.

ix
The purpose of this research is to test the performance
of testing machines with the burden of researchers using the
material in the form of purple sweet potato slices (Ipoomea
batalas) with a thickness of 1 mm and diameter 3cm.
Observations conducted on 2 combinations Treatment, namely
the drying temperature (500C, 600C and 700C) and the drying
time (3 hours, 4 hours and 5 hours). The lowest moisture
content is found in 700C treatment for 5 hours with a value of
3.9%. The highest drying rate of the material occurs at the time
of 700C temperature treatment, with the rate of drying of the
kontan and decreasing drying rate first and second. The
mathematical model describing the drying of purple sweet potato
is the Model page. The value of L * A * b * color on purple sweet
potato slices is not affected by temperature treatment and drying
time. The power needed to dry the material at 500C, 600C, and
700C is between 612 Watt to 1.680 Watt.

Key Word : Arduino Drying Machine, Online Mass


Monitoring, Drying, Mas Shirnkage, Purple Sweet Potato
(Ipomea batalas)

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang


senantiasa melimpahkan taufik serta hidayahnya kepada
penulis selama penulisan proposal tugas akhir ini. Shalawat
serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Tugas Akhir ini dirumuskan dalam judul “Uji Performansi
Pengering dengan Sistem Monitoring Massa Online Berbasis
Mikrokontroler Arduino Mega Pada Chip Ubi Jalar Ungu
(Ipomea Batalas)” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Keteknikan Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama
penyusunan proposal ini, terutama kepada :

1. Kedua Orang tua dan keluarga besar penulis yang selalu


memberikan do’a, dorongan semangat, dan motivasi
yang tak henti-hentinya serta mendidik dan merawat
penulis mulai dari kecil hingga saat ini.
2. Ibu La Choviya Hawa, STP, MP, Phd. selaku dosen
pembimbing utama, Bapak Dr. Yusuf Wibisono, STP.,
M.Sc selaku dosen pembimbing kedua dan Bapak Dr. Ir
Sandra Malin Sutan., MS yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis.
3. Risky Pratama Yudi, STP dan Reynaldo Djunaedi Alkaaf,
STP yang telah membantu dalam pembuatan dan
pemograman mesin pengering.
4. Ubaidilah, S.TP., M.Si yang telah membantu dalam
analisa pemodelan matematis.
5. Ratri Larasati, STP, Nikmatul Fatimah, SP, Adi Bayu
Firdaus, A.P, Dewi Yunanda, SP, Aan Febrianti, Andrian

xi
Irfie Hamdani, S.Kom yang telah banyak memberikan
bantuan, dorongan dan motivasi penulis.
6. Seluruh tim manajemen dan outlet Ayam Uleg Cak Abit
yang telah memberikan kesempatan dan semangat serta
doa untuk penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan


pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan masukan
demi lebih baiknya TA ini.
Akhirnya harapan penyusun semoga TA ini dapat
bermanfaat bagi penyusun maupun semua pihak yang
membutuhkan.

Malang, September 2019


Penulis,

Maharesti Nur Pratiwi

xii
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................i
HALAMAN JUDUL............................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................iv
RIWAYAT HIDUP..............................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR.....................vi
RINGKASAN.....................................................................vii
ABSTRACT........................................................................ix
KATA PENGANTAR..........................................................xi
DAFTAR ISI.......................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................xvi
DAFTAR TABEL................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................4
1.5 Batasan Masalah..........................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................6
2.1 Ubi Jalar Ungu..............................................................6
2.1.1 Kandungan Umum.....................................................6
2.1.2 Produk Olahan..........................................................7
2.1.3 Prospek Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu.......................8
2.2 Pengeringan.................................................................8
2.2.1 Proses Pengeringan..................................................8
2.2.2 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan..........9
2.2.3 Pengeringan Mekanis................................................10
2.2.4 Jenis Pengeringan Mekanis......................................10
2.2.4.1 Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)............................11
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan.................12
2.3 Laju Pengeringan.........................................................14

xiii
2.4 Model Pengeringan......................................................15
2.5 Mikrokontroler...............................................................17
2.6 Arduino.........................................................................18
2.6.1 Jenis – Jenis Papan Arduino..............................18
2.6.2 Perangkat Arduino.....................................................21
2.7 Otomatisasi Data Logger..............................................22
2.8 Sensor DHT 22.............................................................23
2.9 Penelitian Terdahulu....................................................25
BAB III METODE PENELITIAN.........................................30
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan..................................30
3.2 Alat dan Bahan.............................................................30
3.3 Desain Mesin Pengeringan..........................................30
3.4 Metode Penelitian.........................................................31
3.5 Prosedur Pelaksanaan Pengujian Mesin Pengering.....32
3.6 Penentuan Parameter Pengujian Mesin Pengering......36
3.6.1 Parameter Pengamatan............................................36
3.6.2 Analisa Data..............................................................37
3.6.3 Persamaan Dalam Parameter Penelitian...................40
3.7 Asumsi.........................................................................40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................41
4.1 Karakteristik Bahan Baku.............................................41
4.2 Suhu.............................................................................41
4.3 Kelembapan Relatif (RH)..............................................43
4.4 Kadar Air......................................................................46
4.5 Laju Pengeringan.........................................................50
4.6 Model Matematis Pengeringan.....................................55
4.6.1 Moisture Ratio (Rasio Kelembapan)..........................55
4.6.2 Analisis Model Pengeringan......................................57
4.6.3 Kesesuaian Model Pengeringan................................61
4.7 Warna...........................................................................64
4.8 Kebutuhan Daya atau Energy Listrik............................67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................69
5.1 Kesimpulan..................................................................69

xiv
5.2 Saran............................................................................70
DAFTAR PUSTAKA..........................................................71
LAMPIRAN........................................................................75
xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Model Matematika Proses Pengeringan 16


Tabel 2.2 Berbagai Jenis Mikrokontroler Pada Arduino 20
Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahu 26
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan Suhu dan Waktu Pengeringan
32
Tabel 4.1 Rerata Nilai Kadar Air Akhir Berdasarkan Interaksi
Antar Faktor 49
Tabel 4.2 Rerata Nilai Laju Pengeirngan Awal Berdasarkan
Interaksi Antar Faktor 54
Tabel 4.3 Bentuk Model Pengeringan 58
Table 4.4 Hasil Perhitungan Nilai Konstanta Model Pengeringan
Setiap Perlakuan 59
Tabel 4.5 Hasil Analisis L* a* b* dari Berbagai Perlakuan Suhu
dan Waktu 66
Tabel 4.6 Kebutuhan Daya Listrik pada Berbagai Perlakuan 68

xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu 7
Gambar 2.2 Pengering Tipe Rak

12 Gambar 2.3 Berbagai Jenis Shield Arduino

19 Gambar 2.4 Arduino Nano – Arduino Mega – Arduino Due

21 Gambar 2.5 Data Logger Shield

23 Gambar 2.6 Konfigurasi Kaki DHT 22

24 Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Persiapan bahan dan


Pengeringan Ubi Jalar Ungu 35
Gambar 3.2 Diagram Alir Perhitungan Kadar Air 37
Gambar 3.3 Diagram Alir Perhitungan Laju Pengeringan dan
Penentuan Model Matematik 38
Gambar 3.4 Diagram Alir Pengukuran Kebutuhan Daya 39
Gambar 4.1 Profil Kenaikan Suhu Pada Berbagai Waktu
Pengerinagn 42
Gambar 4.2 Nilai Kelembapan Relatif Terhadap Waktu Pada
Berbagai Suhu Selama Pengeringan 5 Jam 44
Gambar 4.3 Nilai Kadar Air Terhadap Waktu Pengeringan Pada
Suhu 500C, 600C, dan 700C 47
Gambar 4.4 Nilai Laju Pengeringan Terhadap Waktu
Pengeringan 5 Jam Pada Suhu 500C, 600C dan
700C 51
Gamabr 4.5 Nilai Moisture Relative Terhadap Waktu Pada Suhu
500C, 600C, dan 700C Pada Pengeringan 5 Jam
56
Gambar 4.6 Grafik Perbandingan MR Hitung Dan MR Prediksi
Pada Perlakuan Suhu 600C Selama 4 Jam 62
Gambar 4.7 Tampilan Gambar Irisan Ubi Jalar Ungu Hasil
Pengeringan Pada Suhu 500C 65
Gambar 4.8 Tampilan Gambar Irisan Ubi Jalar Ungu Hasil
Pengeringan Pada Suhu 600C 65
xvii
Gambar 4.9 Tampilan Gambar Irisan Ubi Jalar Ungu Hasil
Pengeringan Pada Suhu 700C 65

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeringan merupakan metode yang paling luas
digunakan dalam pengolahan dan penyimpanan bahan pangan.
Prinsip pengeringan adalah mengalirkan udara panas dan
mengeluarkan sebagian air pada bahan. Berkurangnya jumlah
air dalam bahan akan seiring dengan berkurangnya volume dan
berat sehingga dapat menyebabkan perubahan fisik maupun
kimia. Jumlah air yang lebih sedikit akibat proses pengeringan
akan mengurangi aktivitas mikroba pada bahan. Sehingga
proses pengeringan menjadi salah satu proses pengolahan yang
dapat meningkatkan nilai ekonomi, memperpanjang umur
simpan, dan menekan biaya pengangkutan.
Kualitas pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu,
kelembapan dan laju udara pengering. Suhu merupakan faktor
yang paling menentukan keberhasilan pada proses pengeringan
yang akan berpengaruh pada kenampakan dan keseragaman
produk yang dikeringkan serta lama pengeringan.
Kelemahan proses pengeringan secara konvensional yang
belum dapat memberikan hasil yang maksimal karena hanya
mengandalkan sinar matahari sebagai sumber panas, sehingga
faktor alam akan menjadi penentu proses pengeringan
berlangsung. Intensitas sinar matahari yang tidak dapat diatur
dan kemungkinan adanya cuaca buruk yang mengganggu akan
berdampak pada berkurangnya kualitas hasil pengeringan. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengendalian selama proses
pengeringan berlangsung.
Penggunaan mesin pengering mekanis merupakan solusi
untuk melakukan pengendalian selama proses pengeringan.
Listrik dan gas merupakan sumber panas yang biasa digunakan
1
dalam suatu rangkaian mesin pengering mekanis. Terdapat
berbagai komponen yang biasa digunakan untuk mengendalikan
sistem pada mesin pengering mekanis, salah satunya adalah
dengan menggunakan mikrokontroler arduino.
Dalam penelitian Yonanda (2015), Situmorang (2015), dan
Bagh dkk (2015) telah melakukan pengendalian pada mesin
pengering mekanis dengan memonitoring suhu, waktu, dan
kelembapan. Namun belum melakukan pengendalian terhadap
monitoring massa. Monitoring massa diperlukan untuk
mengetahui pengaruh lama waktu pengeringan terhadap susut
berat. Umumnya untuk mengetahui susut berat yang terjadi
pada bahan selama proses pengeringan akan dilakukan secara
manual dengan mengeluarkan bahan dari mesin pengering
terlebih dahulu baru kemudian menimbangnya (Nusyirwan,
2015). Dalam memonitoring massa untuk mengetahui susut
berat bahan maka perlu dilakukan secara berulang-ulang pada
periode waktu tertentu selama proses pengeringan berlangsung.
Kegiatan membuka dan menutup mesin pengering kemudian
mengeluarkan bahan dari mesin pengering akan mengakibatkan
suhu dalam ruang pengering menjadi tidak stabil akibat
terpengaruh oleh suhu lingkungan dan adanya panas yang
hilang sehingga akan membutuhkan energi lebih untuk
menstabilkan kembali suhu dalam mesin pengering.
Oleh karena itu perlu dirancang sebuah mesin pengering
dengan pengendalian pada monitoring massa secara langsung
atau online. Mesin pengering sistem ini akan memonitoring
massa menggunakan timbangan digital yang telah dirangkai
dengan mikrokontroler arduino mega tanpa harus mengeluarkan
bahan dari mesin pengering sehingga suhu dan panas dalam
ruang pengering dapat terkendali dari pengaruh suhu
lingkungan. Timbangan digital yang digunakan merupakan
timbangan yang telah dirancang untuk mampu merekam data
dan mendukung
2
untuk dirangkai pada mikrokontroler arduino mega. Rekam data
akan dilakukan secara berkala pada waktu tertentu yang telah
ditentukan.
Dalam melakukan pengujian mesin pengering dengan
beban peneliti menggunakan bahan berupa ubi jalar ungu.
Berdasarkan ini penulis tertarik melakukaan penelitian dengan
judul “Uji Performansi Pengering dengan Sistem Monitoring
Massa Online Berbasis Mikrokontroler Arduino Mega pada Irisan
Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batalas)”

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang peneliti buat adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana perubahan suhu dan kelembapan selama
proses pengeringan pada pengujian mesin pengering
sistem monitoring online massa berbasis mikrokontroler
arduino mega dengan beban bahan uji ubi jalar ungu?
2. Bagaimanakah susut berat pada proses pengeringan ubi
jalar ungu menggunakan pengering sistem monitoring
online massa berbasis mikrokontroler arduino mega?
3. Bagaimana susut berat dan laju pengeringan ubi jalar
ungu menggunakan pengering sistem monitoring online
massa berbasis mikrokontroler arduino mega?
4. Bagaimana analisa warna irisan ubi jalar ungu
menggunakan pengering sistem monitoring online massa
berbasis mikrokontroler arduino mega?
5. Berapakah kebutuhan listrik pengering sistem monitoring
online massa berbasis mikrokontroler arduino mega?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan ini
adalah sebagai berikut.

3
1. Menganalisis perubahan suhu dan kelembapan selama
proses pengeringan pada pengujian mesin pengering
sistem monitoring online massa berbasis mikrokontroler
arduino mega dengan beban bahan uji ubi jalar ungu.
2. Menganalisis susut berat pada proses pengeringan ubi
jalar ungu menggunakan pengering sistem monitoring
online berbasis mikrokontroler arduino.
3. Menganalisis susut berat dan laju pengeringan ubi jalar
ungu menggunakan pengering sistem monitoring online
massa berbasis mikrokontroler arduino mega.
4. Menganalisis warna irisan ubi jalar ungu menggunakan
pengering sistem monitoring online massa berbasis
mikrokontroler arduino mega?
5. Menghitung kebutuhan listrik pengering sistem
monitoring online massa berbasis mikrokontroler arduino
mega.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
penelitian lebih lanjut guna menambah wawasan
dan pengetahuan serta menjadi referensi bahan
penelitian selanjutnya.
b. Bagi Pembaca atau Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
dan wawasan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama dibidang rancang bangun
mesin pengering dan proses pengeringan bahan
pertanian.
c. Bagi Masyarakat dan Pelaku Bisnis Agroindustri

4
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi tentang sistem mesin pengering mekanis
berbasis arduino mega dengan monitoring massa
secara online, memberikan informasi hasil
pengeringan ubi jalar ungu, serta mampu
memberikan informasi penggunaan energi selama
proses pengeringan menggunakan mesin pengering
mekanis.

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang diberikan agar lebih
fokus dan terarah dalam hal penganalisaan, yaitu sebagai
berikut.
1. Tidak membahas pengaruh perlakuan pre-treatment
bahan uji sebelum dikeringkan.
2. Pengambilan data massa bahan hasil rekaman
timbangan digital pada selang waktu tertentu setiap 5
menit.
3. Penelitian hanya dilakukan pada skala laboratorium.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Jalar Ungu


2.1.1 Kandungan Umum
Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh
dengan baik di daerah subtropis. Ubi jalar menempati peringkat
ke tujuh sebagai tanaman paling penting setelah padi, gandum,
jagung, kentang, singkong, dan barley (Abdulla et.all, 2014).
Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar
yang berumbi keras (karena banyak mengandung pati) dan ubi
jalar yang berumbi lunak (karena banyak mengandung air). Dari
warna daging umbinya, ada yang berwarna putih, merah
kekuningan, kuning, merah, krem, jingga atau ungu dan lain-
lain.
Ubi jalar ungu potensial untuk dimanfaatkan sebagai
bahan pangan fungsional karena memiliki antosianin, pigmen
yang menyebabkan daging umbi berwarna ungu. Ubi jalar ungu
memiliki mutu yang baik ditinjau dari kandungan gizi ubi jalar
mengandung vitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral (Ca, K, Mg,
Sg, dan Cu), serat pangan, serta karbohidrat bukan serat.
Namun kadar protein dan lemak ubi jalar rendah sehingga
konsumsinya perlu didampingi bahan pangan lain yang
berprotein tinggi (Koswara, 2013). Kandungan lain yang
terdapat dalam ubi jalar adalah senyawa antosianin ubi jalar
ungu mengandung senyawa fenol, serat pangan dan
oligosakarida, dan indeks glikemik (Ginting, 2011).

6
Gambar 2.1 Ubi jalar ungu
(Sumber: Penulis 2019)

2.1.2 Produk Olahan


Ginting (2011) menuliskan berbagai produk olahan ubi
jalar ungu dapat dilakukan pada bahan segar yang selanjutnya
dapat langsung dikonsumsi maupun produk antara yang perlu
diolah menjadi produk akhir berupa makanan siap saji. Produk
olahan ubi jalar segar meliputi.
1) Ubi kukus atau goreng merupakan olahan paling sederhana
dari ubi jalar ungu.
2) Keripik merupakan produk ubi jalar ungu yang paling
dikenal. Warnanya yang menarik, tekstur kesat, mempur
dan tidak berserat menjadikan ubi jalar ungu sebagai
produk yang renyah setelah di goreng.
3) Stik ubi jalar merupakan substitusi produk stik kentang yang
harganya relatif mahal dengan bahan baku masih diimpor.
4) Pasta ubi jalar merupakan umbi kukus yang dihaluskan atau
ditumbuk untuk kemudian diolah menjadi beragam produk
seperti jus, saos, selai, mie, es krim, dan kue basah.
Adapun produk antara ubi jalar sebagai berikut.
1) Tepung ubi jalar menjadi produk yang memiliki umur simpan
yang lebih lama.

7
2) Ubi kubus dan granula instan merupakan produk yang
dapat digunakan sebagai cadangan makanan terutama di
daerah pengkonsumsi ubi sebagai makanan pokok.
3) Pewarna alami diambil dari kandungan antosianin pada ubi
jalar ungu. Pewarna ini dapat digunakan pada bahan
makanan maupun minuman.

2.1.3 Prospek Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu


Pengembangan pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai
bahan pangan fungsional sangat prospektif ditinjau dari
ketersediaan bahan baku. Informasi mengenai kesesuaian
masing-masing varietas untuk beragam produk pangan dan
teknologi pengolahannya yang sederhana juga telah tersedia
sehingga relatif mudah diterapkan, baik oleh industri skala kecil
atau rumah tangga maupun industri skala besar. Hal ini
membuka peluang usaha bagi produsen produk olahan ubi jalar
segar maupun produk antara. Oleh karena itu diperlukan
ketersediaan bahan baku secara sinambung, berkualitas tinggi,
dan sesuai untuk produk olahan tertentu. Ketersediaan pasokan
dapat dipenuhi dengan cara penanaman varietas ubi jalar ungu
yang sesuai, mengatur jadwal tanam dan masa panen yang
disesuaikan dengan musim dan pola tanam yang ada terutama
di sentra produksi ubi jalar. Perlu dilakukan penanganan pasca
panen yang tepat untuk mempertahankan mutu fisik dan mutu
kimia umbi sebelum diolah menjadi beragam produk (Ginting,
2011).

2.2 Pengeringan
2.2.1 Proses Pengeringan
Pengeringan bahan pangan merupakan suatu proses
mengeluarkan air dari bahan pangan dengan sirkulasi udara
panas sebagai perantara. Keluarnya air dari bahan pangan akan
mengakibatkan penurunan kadar air dalam bahan pangan
sehingga mampu mencegah terjadinya pertumbuhan enzim dan
8
bakteri (Ahmed et al, 2013). Dasar proses pengeringan adalah
terjadinya peguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Taib
(1988) menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi selama proses
pengeringan meliputi.
a) Proses perpindahan panas, yaitu proses menguapkan air
dari dalam bahan atau proses perubahan bentuk cair ke
bentuk gas. Proses perpindahan panas terjadi karena
suhu bahan lebih rendah daripada suhu udara yang
dialirkan disekelilingnya.
b) Proses perpindaan massa, yaitu proses perpindahan
massa uap air dari permukaan bahan ke udara akibat uap
air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan uap air di
udara.
Berlangsungnya proses pengeringan tidak dapat terjadi dalam
satu waktu sekaligus. Dalam pengeringan diperlukan adanya
waktu istirahat di mana selama waktu tersebut seluruh air di
dalam bahan akan mencapai kesetimbangannya.

2.2.2 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan


Pengeringan hasil pertanian dan perkebunan merupakan
salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan
pasca panen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi
kadar air produk seperti berbagai buah-buahan, sayuran, dan
produk pertanian atau perkebunan lainnya setelah panen. Pada
prinsipnya, pengeringan hasil pertanian dan perkebunan
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada
bahan sampai pada kadar air yang diinginkan. Tujuan
mengurangi kadar air adalah untuk memperpanjang umur
simpan dengan mengurangi kadar air ke tingkat yang cukup
rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme,
reaksi enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk
pertanian dan perkebunan tersebut (Purba, 2013).

9
2.2.3 Pengeringan Mekanis
Dalam proses pengeringan sering timbul berbagai
masalah seperti sulitnya pengontrolan suhu dan kelembaban
udara, terjadinya kontaminasi mikroba, serta ketergantungan
pada kondisi cuaca setempat. Pengeringan dengan alat
pengering buatan atau pengering mekanis akan memperoleh
hasil seperti yang diharapkan asalkan kondisi pengering dapat
terkontrol dengan baik. Umumnya pengeringan dengan
menggunakan alat pengering berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan penjemuran dan dapat lebih
mempertahankan warna bahan yang dikeringkan (Koswara,
2013).
Pengeringan mekanis dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu (Keey, 2013).
a) Pengeringan kontinu, dimana pemasukan dan
pengeluaran bahan berjalan terus menerus. Jenis-jenis
alat pengering dengan metode ini antara lain “tunnel
dryer”, “drum dryer”, “rotarty dryer”, dan “spray dryer”.
Pada metode ini bahan bergerak melalui ruangan
pengering dan mengalami kontak dengan udara
pemanas secara paralel atau berlawanan.
b) Pengeringan tumpukan (batch drying), di mana bahan
masuk ke alat pengering sampai pengeluaran hasil
kering,kemudian baru dimasukkan bahan berikutnya.

2.2.4 Jenis Pengeringan Mekanis


Dalam memilih alat pengering yang akan digunakan,
serta menentukan kondisi pengeringan harus diperhitungan
jenis bahan yang akan dikeringkan. Hasil kering dari bahan yang
diinginkan juga harus diperhitungkan. Setiap bahan yang akan
dikeringkan tidaklah sama kondisi pengeringannya, karena
ikatan air dan jaringan ikatan dari tiap bahan akan berbeda.
Pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat
mekanis akan mendapatkan hasil yang baik bila kondisi
pengeringan
10
ditentukan dengan tepat selama pengeringan dikontrol dengan
baik. Setiap alat pegering digunakan untuk jenis bahan tertentu.
Berikut adalah beberapa contoh alat pengering mekanis yang
tertulis dalam buku Taib (1988).
a) Pengering tipe bak (batch dryer)
b) Pengering tipe rak (tray dryer)
c) Pengering hampa udara
d) Pengering beku
e) Pengering terowongan (tunnel dryer)
f) Spray dryer
g) Pengering silinder (drum dryer)
h) Pengering berjalan (conveyor drying)
i) Pengering fluid bed
j) Pengering berputar (rotary dryer)
k) Pengering dengan energi surya
l) Pengering tipe sel

2.2.4.1 Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)


Alat pengering ini memiliki bentuk persegi dengan berisikan
rak-rak didalamnya. Rak-rak tersebut biasanya dibuat dari logam
dengan alas berlubang. Bahan yang akan dikeringkan
diletakkan di dalam rak. Besar dan luas lubang rak bergantung
pada bahan yang akan dikeringkan (Taib, 1988). Dalam ruang
mesin pengering tipe ini sekaligus terdapat unit pengeringnya
berupa pemanas atau heater sendiri. Pengering tipe rak biasa
digunakan untuk mengeringkan bahan kayu dan berbagai
produk pertanian (Veerakumar et al, 2014). Kelebihan dari
pengering ini adalah suhu engeringan yang lebih seragam,
karena bentuk dan ukuran antara ruang pengeringan sama,
sehingga distribusi suhu pada tiap bagian akan sama (Susilo
dan Dwi Argo, 2002).

11
Gambar 2.3 Pengering tipe rak
Sumber: (Veerakumar et al, 2014)

2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan


Rohanah (2006) menjelaskan beberapa faktor yang perlu di
perhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan yang
maksimum, yaitu.
a) Luas Permukaan Bahan
Semakin luas permukaan bahan maka akan semakin
cepat bahan menjadi kering. Bahan yang akan dikeringkan
biasanya akan di potong-potong terlebih dahulu. Proses
pemotongan ini akan menjadikan bahan memiliki luas
permukaan yang lebih besar sehingga permukaan yang dapat
berhubungan dengan medium pemanas serta lebih banyak
permukaan tempat air keluar. Potongan-potongan kecil atau
lapisan yang tipis tersebut dapat mengurangi jarak yang harus
dilewati panas (kalor) sampai ke pusat bahan pangan dan
mengurangi jarak yang dilalui massa air dari pusat bahan keluar
menuju permukaan bahan dan keluar dari bahan.
b) Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas
dengan bahan pangan) maka akan semakin cepat proses
pindah panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses
penguapan semakin cepat pula. Semakin tinggi suhu udara
maka akan semakin banyak air yang keluar dari bahan yang
dikeringkan dalam bentuk uap air. Uap air tersebut harus
dikeluarkan dari
12
udara, sebab bila tidak uap air tersebut akan memenuhi atmosfir
di sekeliling permukaan bahan sehingga akan memperlambat
proses perpindahan massa selanjutnya. Tetapi suhu udara
pengering yang tinggi dapat menyebabkan case handering
sehingga dapat memperlambat laju pengeringan. Case
handering adalah suatu keadaaan bahan yang permukaan
bahan tersebut keras (sudah kering) tetapi bagian dalamnya
belum terjadi proses pengeringan secara sempurna (masih
basah).
c) Kecepatan Udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak
mengambil uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan
gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan
menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan
sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang dapat
memperlambat penghilangan air.
d) Kelembapan Udara (RH)
Semakin lembab udara di ruang pengering dan sekitarnya
maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung
kering, begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat
mengabsorpsi dan menahan air.
e) Tekanan Atmosfir dan Vakum
Pada tekanan udara atmosfir 760 Hg (= 1 atm), air akan
mendidih pada suhu 100oC. Pada tekanan udara lebih rendah
dari 1 atmosfir air akan mendidih pada suhu lebih rendah dari
100oC.
f) Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka
akan semakin cepat proses pengeringan selesai.

2.3 Laju Pengeringan


Laju pengeringan ditentukan oleh laju pada saat energi
panas dapat dipindakan ke air atau ke es untuk melengkapi
13
panas laten (Earle, 1969). Laju pengeringan akan menurun
seiring dengan penurunan kadar air selama pengeringan.
Perubahan laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan
menurun untuk bahan yang berbeda akan terjadi pada kadar air
yang berbeda pula (Taib 1998). Selanjutnya Taib (1998)
mengemukakan bahwa laju pengeringan suatu hasil pertanian
dengan menggunakan alat pengering buatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain.
a) Suhu dan kelembapan nisbi udara selama proses
pengeringan.
b) Kecepatan aliran udara yang melalui satuan bobot bahan,
atau lamanya bahan melalui alat pengering.
c) Kadar air awal bahan yang dikeringkan.
d) Jenis bahan yang dikeringkan.
e) Banyaknya bahan yang dikeringkan persatuan waktu.
f) Suhu udara pengering pada waktu masuk dan keluar dari
alat pengering.
g) Laju pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan,
𝑑𝑀 (Tai
= −𝑘 (𝑀 − 𝑀𝑒)
𝑑𝑡
Keterangan :
𝑑𝑀
𝑑𝑡 = Laju pengeringan
k = Konstanta pengeringan
M = Kadar air bahan dalam basis kering
Me = Kadar air keseimbangan bahan dengan udara
pengering dalam basis kering

2.4 Model Pengeringan


Model matematika awal yang digunakan adalah model
yang telah dikembangkan oleh Newton. Model ini sudah banyak
digunakan oleh para peneliti dalam menggambarkan kinetika

14
pengeringan dari bahan – bahan hasil pertanian. Model
matematika digunakan untuk mengetahui profil kurva
pengeringan yang tepat sebagai salah satu langkah dalam
pengendalian proses dan meningkatkan perbaikan menyeluruh
terhadap kualitas produk akhir (Hani, 2012). Beberapa model
teoritis yang dapat digunakan untuk menggambarkan proses
pengeringan pada hasil-hasil pertanian, yaitu model
pengeringan Henderson dan Pabis serta model Page.
Model Henderson dan Pabis merupakan bentuk
sederhana dari serangkaian bentuk penyelesaian hukum Fick II
(Afifah dkk, 2015). Model ini telah banyak di terapkan untuk
menggambarkan profil pengeringan pada beberapa produk
pangan dan pertanian (Onwude et al, 2016).
Model Page merupakan modifikasi model Lewis dan telah
menghasilkan simulasi yang sesuai untuk menjelaskan
pengeringan produk-produk pertanian. Kashaninejad dkk, 2007
dalam jurnal (Afifah dkk, 2015) menjelaskan bahwa kedua model
matematik ini dapat digunakan untuk menggambarkan
pengeringan gandum, jagung, kacang mete, umbi-umbian, dan
biji-biji sereal lainnya. Berikut adalah tabel model matematika
(Ajala et al. 2012) dan (Onwude et al, 2016).
Model Logartimik dikenal juga sebagai model Asimptotik
yang merupakan bentuk modifikasi dari model Henderson dan
Pabis. Model ini merupakan bentuk logaritma dari model
Henderson dan Pabis (Onwude et al, 2016).
Midilli (2002) mengusulkan model baru dengan modifikasi
penambahan t dan koefisien pada model Henderson dan Pabis.
Model Midili and others merupakan kombinasi dari persamaan
eksponensial dan linier. Model ini telah diujicobakan pada
pemodelan jamur, pollen dan pstachio (Onwude et al, 2016).
Model Two Term istilah lain dari hukum difusi Fick II.
Model ini menggunakan dua konstanta empiris berdimensi dan
2 konstanta model yang dapat diturunkan dari data
eksperimen.
15
Konstanta pertama menjelaskan bagian terakhir dari proses
pengeringan, sedangkan konstanta kedua menjelaskan awal
dari proses pengeringan. Pada beberapa buah dan sayuran
yang memiliki kadar air tinggi,model ini sangat cocok untuk
mengasumsikan suhu konstan bahan dan difusi sepanjang
proses pengeringan (Onwude, 2016).
Aghbashlo and others merupakan sebuah model yang
diangap efektif menggambarkankinetika pengeringan lapis tipis
pada bahan biologis. Model ini pernah dujikan pada wortel yang
kemudian dibandingkan dengan model pengeringan lapis tipis
lain yang tersedia di literatur (Onwude, 2016).

Tabel 2.1 Model Matematika Proses Pengeringan


Model Persamaan Referensi
Henderson dan Pabis MR=aexp(-kt) Chinnman, 1984
Logaritma MR=aexp(-kt) +c Togrul dan Pehlivan,
2003
Newton MR=exp(-kt) Kingly et al, 2007
Page MR=exp(-ktn ) Karathanos dan
Belessiotis, 1999
Two Term MR=a exp(Kh5t) + b Hodge dan Taylor,
exp(k2t) 1999
Wang dan Singh MR= 1+ at+ bt2 Wang dan Singh,
1978
Two Term MR = a exp(−k0t) + Dash and others
exponential model (1 − a) exp(−k1at) (2013)
Hii and others model MR = a exp(−K 1t n ) Kumar and others
+ b exp(−K 2 tn) (2012b)
Demir and other MR = a exp (−K t)n + Demir and others
model b (2007)
Verma and other MR = a exp(−kt) + (1 Akpinar (2006)
model – a) exp(−gt)
Approximation of MR = a exp(−kt) + (1 Yald´yz and Ertek´yn
diffusion – a) exp(−kbt) (2007)
Modified midilli and MR = a exp(−kt) + b Gan and Poh (2014)
others

16
Aghbashlo and MR = exp( 𝐾1𝑡
) Aghbashlo and
others model 1+𝐾2𝑡 others (2009)
Diamante and others ln (−ln M R) = a + b Diamante and others
model (ln t) + c(ln t)2 (2010)
Weibull mdel MR =α−b Tzempelikos and
exp(−k0tn) others (2015
Thompson t = a ln(M R) + b Pardeshi (2009)
[ln(MR)]2
Silva and others MR = exp(−at − Pereira and others
model b√t) (2014)
Peleg model MR = 1 − t/(a + bt) Da Silva and others
(2015)

2.5 Mikrokontroler
Mikrokontroler merupakan suatu alat yang programmable.
Alat tersebut dapat diprogram agar menunjukkan unjuk kerja
sesuai dengan keinginan. Apabila ingin mengubah unjuk kerja
suatu alat dapat dilakukan dengan mengganti programnya. Alat
elektronika digital ini hanya mengetahui dua kondisi dengan
level tegangan yaitu “logika 0” dan “logika 1”. Semua informasi
dalam mikrokontroler di proses secara biner (Malik dan
Mohamammad, 2009).
Mikrokontroler merupakan Central Processing Unit (CPU)
yang diserta dengan memori serta saran input atau output dan
dibuat dalam bentuk chip. CPU terdiri atas dua bagian yaitu unit
pengendali serta unit aritmetika dan logika. Fungsi utama unit
pengendali adalah mengambil, mengodekan, dan melaksanakan
urutan instruksi sebuah program yang tesimpan dalam memori
(Suhata, 2005).

2.6 Arduino
Arduino merupakan mikrokontroler open source yang dapat
dengan mudah diprogram, dihapus, dan diprogram kembali
kapan saja. Arduino mulai diperkenalkan pada tahun 2005.

17
Arduino dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan
pengguna dalam mengomunikasikan antara lingkungan dengan
sensor dan aktuator (Louis, 2016). Arduino memiliki rangkaian
ADC (Analog Digital Converter) di dalamnya (Artanto, 2017).
Massimo Banzi, co-founder arduino menyebutkan dalam
jurnal Lois (2016) beberapa kelebihan arduino sebagai
perangkat mikrokontroler diantaranya adalah,
1) active user comunication,
2) arduino dapat dikembangkan secara bebas dan luas,
3) memiliki nilai ekonomis,
4) papan arduino dilengkapi dengan port USB,
5) arduino memiliki lingkungan multiplatform. Arduino IDE
dapat di gunakan pada platform microsoft, linuc, dan Mac
OS.
2.6.1 Jenis – Jenis Papan Arduino
Beberapa jenis shield arduino menurut Louis (2016)
diantaranya adalah.
a) Arduino Ethernet Shield, pada papan ini arduino akan
terhubung ke internet menggunakan ethernet, pada
papan ini tesedia juga slot untuk memory card.
b) Arduino Wireless Shield, pada papan ini arduino akan
terubung secara nirkabel.
c) Arduino motor driver, pada papan ini arduino akan
berinteraksi dengan driver dari motor.

a b c
Gambar 2.4 Berbagai Jenis Shield Arduino
Sumber: (Louis, 2016)

18
Selain itu arduino juga terbagi berdasarkan jenis
mikrokontroler yang digunakan. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan berbagai jenis arduino pada berbagai
mikrokontroler (Louis, 2016).

19
Tabel 2.2 Berbagai Jenis Mikrokontroler Pada Arduino
Arduino Type Microcontroller Clock Speed
Arduino Uno ATmega328 16 MHz with auto-
reset
Arduino Diemilanove ATmega328 16 MHz with auto-
/ Atmega 328 reset
Arduino Nano ATmega328 16 MHz with auto-
reset
Arduino Mega 2560 ATmega2560 16 MHz with auto-
or Mega ADK reset
Arduino Leonardo ATmega32u4 16 MHz with auto-
reset
Arduino Mini w/ ATmega328 16 MHz with auto-
Atmega328 reset
Arduino Ethernet Equivalent to Arduino UNO
With an Ethernet Shield
Arduino Fio ATmega328 8 MHz with auto-
reset
Arduino BT w/ ATmega328 16 MHz with auto-
ATmega328 reset
LilyPAd Arduino w/ ATmega328 8 MHz (3,3 V) with
Atmega328 auto-reset
Arduino Pro or Pro ATmega328 16 MHz with auto-
Mini reset
Arduino NG ATmega8 16 MHz with auto-
reset

20
Gambar 2.5 Arduino Nano - Arduino Mega – Arduino Due
Sumber: (Louis, 2016)
2.6.2 Perangkat Arduino
Arduino terdiri atas 2 perangkat yakni Louis (2016).
1. Perangkat keras
1) Mikrokontroler, merupaan jantung dari papan arduino
disebut juga sebagai perangkat kecil sejenis
komputer yang mampu menerima dan mengirim
informasi atau perintah.
2) External power supply, digunakan sebagai poer
untuk menjalankan perangkat arduino, biasanya
memiliki tegangan antara 9 – 12 volt.
3) Port USB, untuk menyambungkan papan arduino
dengan kabel USB pada perangkat komputer atau
laptop. Biasanya USB membutuhkan tegangan 5 volt.
4) Program internal, berisi kode dari perangkat lunak
yang dapat dikembangan dan diunggah ke
mikrokontroler melalui port USB tanpa programer
eksternal
5) Tombol reset, merupakan tombol yang terdapat pada
papan arduino untuk mereset program yang
sebelumnya telah di buat.

21
6) Pin analog, ada bebrapa jenis pin analoh input mulai
dari A0 – A7 bergantung pada jenis papan arduini
yang digunakan.
7) Pin digital I/O
8) Pin power dan GND
2. Perangkat lunak
Pada perangkat lunak arduino terdapat berbagai
fasilitas yang dapat digunakan diantaranya adalah,
a) Text editor
b) Message area
c) Text
d) Console Toolbar.

2.7 Otomatisasi dan Data Logger


Otomasi adalah proses yang secara otomatis mengontrol
operasi dan perlengkapan sistem dengan perlengkapan
mekanik atau elektronika yang dapat mengganti manusia dalam
mengamati dan mengambil keputusan. Ide dasar otomasi ini
yaitu penggunaan elektrik atau mekanik untuk menjalankan
mesin atau alat tertentu disertai otak yang mengendalikan mesin
atau alat tersebut sehingga produktifitas meningkat dan biaya
produksi menurun.
Otomasi memiliki tujuan memberikan kemudahan,
meningkatkan efektifitas kerja sistem dan meningkatkan jaminan
keselamatan kepada para operator. Sistem yang dirancang
untuk melakukan empat fungsi pengendalian yaitu mengatur,
membandingkan, menghitung dan mengkoreksi. Perbedaan
yang ada yaitu pada pengoperasian sistem, dimana sistem
pengendalian otomatis tidak lagi dikerjakan oleh operator, tetapi
sepenuhnya dikerjakan oleh sebuah kontrol (Martinus, 2012).
Data logger shield merupakan shield yang digunakan
untuk melakukan penyimpanan data (data logging) pada SD
card, dimana shield ini kompatibel dengan arduino uno,
duemilanove,
22
diecimila, lenoardo, Mega R3 / Mega ADK. Shield ini dilengkapi
dengan RTC (Real Time Clock) yang digunakan untuk
mengetahui waktu penyimpanan data yang dilakukan (Winata
dkk, 2016). Data logging merupakan proses otomatis
pengumpulan dan oerekaman data dari sensor untuk tujuan
pengarsipan atau tujuan analisis. Salah satu keuntungan
menggunakan data logger adalah kemampuannya secara
otomatis mengumpulkan data sebanyak - banyaknya. Setelah
diaktifkan data logger digunakan dan ditingalkan untuk
mengukur dan merekam informasi selama periode pemantauan
(Rosidi dkk, 2016).

Gambar 2.6 Data Logger Shield


Sumber: (Winata dkk, 2016).

2.8 Sensor DHT 22


Sensor digunakan untuk mengkonversi besaran fisik
menjadi sinyal listrik yang dapat diukur secara otomatis dan
akhirnya dikirimkan ke komputer atu mikroprosesor untuk
pengolahan (Rosidi dkk, 2016). DHT 22 merupakan salah satu
sensor suhu dan kelembappan kelembaban yang juga dikenal
sebagai sensor AM2302. Sensor ini hampir sama seperti DHT11
juga memiliki empat kaki. Kaki-kaki DHT22 dapat dilihat pada
gambar 2.7.
23
Gambar 2.7 Konfigurasi Kaki DHT 22
Sumber: (Utama, 2016)

Pada gambar 2.7 memperlihatkan empat kaki sensor


DHT22 yaitu kaki Vs, Data, NC dan Ground. Tegangan sumber
disambungkan ke kaki Vs dimana tegangan sumber yang
digunakan pada umumnya adalah sebesar 5V karena mengikuti
tegangan kerja mikrokontroler yaitu sebesar 5V juga. Kemudian
kaki Data disambungkan dengan sebuah mikrokontroler yang
digunakan untuk mengambil data suhu dan kelembaban udara
yang telah diukur. merupakan kaki yang tidak disambungkan ke
manapun.. Jadi dalam pengujian, kaki ini tidak boleh
dihubungkan dengan apa-apa. Sedangkan kaki Ground
disambung dengan Ground tegangan sumber. Sensor DHT22 ini
memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut Utama (2016)
:
a. Data hasil pengukuran sensor sudah berupa sinyal digital
dengan konversi dan perhitungan dilakukan oleh MCU 8-bit.
b. Sensor terkalibrasi secara akurat dengan kompensasi suhu
di ruang penyesuaian dengan nilai koefisien kalibrasi
tersimpan dalam memori OTP terpadu.
c. Rentang hasil pengukuran suhu dan kelembaban sensor
DHT22 lebih lebar
d. Sensor mampu mentransmisikan sinyal hasil pengukuran
melewati kabel yang panjang hingga 20 meter, sehingga
24
cocok untuk ditempatkan di mana saja. Jika menggunakan
kabel yang panjang di atas 2 meter, sesnor memerlukan
buffer kapasitor 0,33μF antara kaki tegangan sumber (Vs)
dengan kaki ground (Ground).
Spesifikasi Teknis DHT22 / AM-2302 secara keseluruhan
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Rentang catu daya: 3,3 - 6 Volt DC (tipikal 5 VDC)
2. Konsumsi arus pada saat pengukuran antara 1 hingga 1,5
mA
3. Sinyal keluaran: digital lewat bus tunggal dengan kecepatan
5 ms / operasi (MSB-first)
4. Elemen pendeteksi: kapasitor polimer (polymer capacitor)
5. Jenis sensor: kapasitif (capacitive sensing)
6. Rentang deteksi kelembapan / humidity sensing range: 0-
100% RH (akurasi ±2% RH)
7. Rentang deteksi suhu / temperature sensing range: -40° ~
+80° Celcius (akurasi ±0,5°C)
8. Resolusi sensitivitas / sensitivity resolution: 0,1%RH; 0,1°C
9. Pengulangan / repeatibility: ±1% RH; ±0,2°C
10. Histeresis kelembapan: ±0,3% RH
11. Stabilitas jangka panjang: ±0,5% RH / tahun
12. Periode pemindaian rata-rata: 2 detik
13. Ukuran : 25,1 xx 15,1 x 7,7 mm

2.9 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis
dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat
memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian
yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak
menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul
penelitian penulis. Namun penulis mengangkat beberapa
penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian
pada penelitian penulis. Berikut

25
merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait
dengan penelitian yang dilakukan penulis.
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Hasil Perbandinga
Penelitian Penelitian n dengan
Penelitian
Penulis
Ahmad Pembuatan Pembuatan Pengaturan
Yonanda, 2015 dan alat kontrol suhu otomatis
Pengujian pengatur
Sistem suhu
Kontrol otomatis
Otamatis pada ruang
Untuk pengering
Proses
Pengeringan
Biji Kopi
Menggunak
an
Mikrokontrol
er Arduino
Uno
Selvanigethan, The arduino Rancang Pengendalian
S et al. 2015. Controlled bangun suhu dan
Incubator to pengendali kelembapan
suhu dan
Control otomatis
kelembapan
Temperatur pada
e and inkubator
Humidity. menggunak
an arduino
Dzikri Fahmi Pemantauan Rancang  Penggunaa
Rosidi, Suhu Dan bangun alat n data
Harianto, Kelembapan ukur data logger
26
Pauladie Secara logger  Pengendali
Susanto, 2016 Otomatis pendeteksi an suhu
Yang suhu dan dan
Terintegrasi kelembapan kelembapa
Datalogging secara real n realtime
Berbasis time dengan Pengambilan
Arduino rentang dan
waktu penyumpana
pengambila n data ke SD
n Card
penyimpana
n ke dalam
Secure
Digital Card
(SD Card).
Sandi Asmara Kinerja Pengujian Perhitungan
dan Warji, 2010 Pengeringan kinerja alat konsumsi
Chip Ubi pengering energi dan
Kayu hybrid tipe efisiensi
rak dengan pengeringan
bahan uji
chip ubi
kayu
Ni Luh Sri Kadar Air Pengujian  Perhitungan
SuryaningsihB Kritis Pada nilai nilai
udi Rahardjo, Proses konstanta konstanta
Bandul Pengeringan laju laju
Suratmo, 2012. Dalam pengeringan pengeringa
Pembuatan pada n pada ubi
Tepung Ubi berbagai jalar
Jalar ketebalan dengan
(Ipomoea chip ubi jalar ketebalan
1mm
27
Batatas (L)
Lam.)
Pupun Adi Awi Analisa Pengeringan Pengeringan
Andi, 2012 Pengeringan irisan ubi Ubi jalar ungu
Ubi Jalar jalar ungu dengan
Ungu dengan variasi suhu
variasi
(Ipomea ketebalan
Batalas) irisan dan
Sebagai suhu
Bahan
Pangan
Setengah
Jadi
Magdalena Pengaruh Perlakuan Perlakuan
Cristina Suhu suhu blancing pada
Pardede, Elisa Blansing blanching bahan beban
Dan Suhu
Julianti, memberikan uji sebelum di
Pengeringan
Ridwansyah, Terhadap pengaruh keringkan
2017 Mutu Fisik terhadap
Tepung Ubi indeks
Jalar Ungu pencoklatan
(Ipomea
Batatas L)
Desi Apriana, Pengaruh Pengeringan Perlakuan
Eko Basuki, Suhu Dan irisan ubi waktu
Ahmad Lama jalar pada blanching
Blanching
Alamsyah, berbagai pada bahan
Terhadap
2012 Beberapa perlakuan beban uji
Komponen suhu dan sebelum di
Mutu waktu keringkan
Tepung Ubi blanching
Jalar Ungu

28
(Ipomoea
Batatas L)

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Penelitian dilaksanakan di labroatorium Mekatronik Alat
dan Mesin Agroinsutri dan laboatorium Teknologi Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya mulai bulan Januari hingga bulan Mei
2019.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mesin pengering berbasis mikrokontroler arduino mega
berfungsi sebagai alat pengering yang akan diuji
performansinya.
2. Timbangan digital merek Exelent tipe DJ kapasitas
600gram ketelitian 0,01gram sebagai alat ukur massa.
3. Laptop merek HP tipe HP100 OS 32bit dengan
processor AMD 6 sebagai alat untuk menjalankan
program.
4. Slicer digunakan untuk memotong ubi jalar ungu.
5. Jangka sorong untuk mengukur ketebalan ubi jalar.
6. Oven berfungsi untuk mengeringkan bahan uji untuk
memperoleh massa padatan akhir (105oC, 4 jam).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain.
1. Ubi jalar ungu yang dibeli di sentra buah STT SATI
Malang dengan indeks pemilihan ubi usia panen 3 bulan,
secara visual baik, diameter ±5cm, dan panjang ±10cm.
2. Air digunakan untuk mencuci ubi jalar ungu

3.3 Desain Mesin Pengering


Mesin pengering yang di buat di tinjau pada penelitian
(Yudi, 2019) merupakan pengering tipe tray dryer yang terbuat
30
dari material stainless steel dengan dimensi panjang 49 cm x
lebar 34 cm x tinggi 34 cm. Tray dryer di desain double jacket
dengan jarak sebesar 2 cm. Penggunaan desain double jacket
ini bertujuan untuk menjaga kondisi udara panas dalam tray
tetap terjaga dan stabil agar tidak sampai keluar. Pada bagian
depan tray dryer terdapat kaca dengan dimensi panjang 20 cm x
lebar 20 cm. Bagian atas tray dryer dilengkapi timbangan digital
yang telah terhubung dengan mikrokontroler. Timbangan digital
yang digunakan memiliki kail hook dan ketelitian hingga 0,01
gram. Bagian dalam mesin pengering terdapat cawan media
berdiameter 8 cm yang digantung pada kail hook timbangan.
Cawan media didesain dengan lubang – lubang pada bagian
permukaan untuk memaksimalkan aliran udara panas terhadap
bahan. Udara panas dalam mesin penegring didapat dari heater
berbentuk lempengan yang di kelilingi kumparan kawat.
Selanjutnya udara panas tesebut dialirkan ke ruang pengering
menggunakan kipas. Berikut adalah rancangan struktural dan
fungsional dari mesin pengering.

3.4 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode pengujian hasil
perancangan dengan beban pengeringan bahan uji berupa ubi
jalar ungu. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada 2
kombinasi perlakuan, yaitu suhu pengeringan (500C, 600C dan
700C) dan waktu pengeringan (3 jam, 4 jam dan 5 jam).
Pengunaan 2 kombinasi perlakuan di atas dikarenakan belum
ditemukan penelitian isotermis terhadap sampel uji ubi jalar
ungu. Parameter yang diamati adalah suhu, kelembapan, dan
susut berat. Nilai susut berat akan didapatkan dari sistem
monitoring online neraca digital yang telah di dirangkai dengan
mikrokontroler. Pengujian ini akan dilakukan dengan tiga kali
pengulangan pada masing – masing kombinasi perlakuan.

31
Sehingga akan didapatkan 27 sampel penelitian. Kombinasi
perlakuan suhu dan waktu pengeringan pada sampel ubi jalar
ungu selama pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan Suhu dan Waktu Pengeringan


Suhu (0C) Waktu (t)
(T) t1 (3 jam) t2 (4 jam) t3 (5 jam)
T1 (50) T1t1 T1t2 T1t3
T2 (60) T2t1 T2t2 T2t3
T3 (70) T3t1 T3t2 T3t3
Keterangan:
T1t1 = Pengeringan dengan suhu 50oC selama 3
jam T1t2 = Pengeringan dengan suhu 50oC selama
4 jam T1t3 = Pengeringan dengan suhu 50oC
selama 5 jam T2t1 = Pengeringan dengan suhu
60oC selama 3 jam T2t2 = Pengeringan dengan
suhu 60oC selama 4 jam T2t3 = Pengeringan
dengan suhu 60oC selama 5 jam T3t1 =
Pengeringan dengan suhu 70oC selama 3 jam T3t2
= Pengeringan dengan suhu 70oC selama 4 jam
T3t3 = Pengeringan dengan suhu 70oC selama 5
jam

3.5 Prosedur Pelaksanaan Pengujian Mesin Pengering


Pada tahap ini dilakukan prosedur pengujian pada mesin
pengering berbasis mikrokontroler arduino mega.
1. Persiapan Sampel Ubi Jalar Ungu
Persiapan sampel ubi jalar ungu dimulai dengan memilih
ubi jalar ungu yang memiliki kondisi baik (tidak busuk, rusak
atau terkena penyakit). Selanjutnya ubi jalar ungu dikupas
kulitnya menggunakan pisau dan dicuci pada air mengalir
guna menghilangkan kotoran kemudian ditiriskan. Ubi jalar
ungu yang sudah bersih kemudian di iris secara horisontal
menggunakan slicer dengan ketebalan ±1mm (diukur
menggunakan jangka sorong). Setelah terbentuk irisan tipis
32
ubi jalar ungu kemudian di cetak dengan cetakan berbentuk
bundar dengan diameter ±3 cm. Pencetakan ini bertujuan
untuk menyeragamkan ukuran dari ubi jalar ungu.
2. Perlakuan Blanching Sampel Ubi Jalar Ungu
Setelah didapatkan hasil irisan ubi jalar ungu yang seragam
dilakukan proses blanching. Proses blancing yang dilakukan
dengan memanaskan irisan ubi jalar ungu menggunakan uap air
panas selama 3 menit.
3. Pengeringan Ubi Jalar Ungu
Irisan ubi jalar ungu ketebalan ±1mm diameter ±3cm
dikeringkan dengan mesin pengering yang telah dinyalakan dan
disetting pada suhu perlakuan. Suhu perlakuan yang digunakan
adalah 50±1,5, 60±1,5, dan 70±1,50C selama 3, 4 dan 5 jam.
Ketika proses pengeringan berlangsung dilakukan pengamatan
dan pengambilan data suhu, kelembapan, dan massa setiap 5
menit menggunakan data logger. Selanjutnya proses persiapan
sampel dan pengeringan ubi jalar ungu dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut .

33
Mulai

Sortasi ubi jalar ungu

Pengupasan dan Pencucian Kulit

Pencucian

Diiris dengan slicer (ketebalan ± 1mm) secara horisontal


dan di cetak bundar dengan diameter 3cm

Steam Blanching selama 3 menit

Dinyalakan mesin pengering

Disetting suhu perlakuan

Sampel dimasukan

Dinyalakan stopwatch

Pengamatan suhu, kelembapan, dan susut berat

Data

34
A

Pengolahan Data

Hasil

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Persiapan Bahan dan Pengeringan Ubi Jalar Ungu

35
3.6 Penentuan Parameter Pengujian Mesin Pengering
3.6.1 Parameter Pengamatan
Pengamatan yang akan dilakukan selama penelitian ini
adalah :
1. Suhu
Suhu dapat di amati melalui display pada LCD 16 x
2 di kontrol box. Suhu di dalam ruang pengering di ukur
dengan menggunakan sensor DS18B20.
2. Kelembapan Udara
Kelembapan udara selama proses pengeringan
diukur menggunakan sensor DHT22. Kelembapan udara
akan diamati melalui display pada LCD 2 x 14 di kontrol
box.
3. Susut Berat
Susut berat merupakan penurunan massa yang
terjadi selama proses pengeringan. Massa sampel pada
menit ke nol akan digunakan sebagai massa awal bahan
sebelum dikeringkan. Susut berat diamati setiap 5 menit
sekali selama proses penegringan berlangsung.
4. Kadar Air
Pengukuran kadar air selama proses
pengeringan bahan dilakukan sesudah bahan di
keringkan menggunakan mesin pengering. Kadar air
dihitung dengan menggunakan metode gravimetri.
Dalam penentuan massa padatan sampel irisan
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 4
jam atau sampai penurunan perubahan masa kurang
dari 2% (0,02 gram) per jam. Selanjutnya dilakukan
pengukuran masa akhir dan perhitungan kadar air sesuai
diagram alir berikut.

36
3.6.2 Analisa Data
a. Perhitungan Kadar Air
Mulai

Irisan ubi jalar ungu

Massa bahan segar (m1)

Dikeringkan selama 4 Jam pada suhu 1050C

Massa padatan (m2)

𝑚1 (𝑔𝑟)−𝑚2 (𝑔𝑟)
KA (%) = 𝑚1 (𝑔𝑟) 𝑥 100%

Selesai

Gambar 3.2 Diagram alir perhitungan kadar air

37
b. Perhitungan Laju Pengeringan dan Model Matematik

Mulai

Data Perhitungan Kadar Air

Dihitung laju pengeringan dengan perhitungan:

𝑘𝑔𝑚𝑡+∆𝑡 − 𝑚𝑡
𝐷𝑟 ( ) =
ℎ 𝑑𝑡

Dihitung laju penurunan kadar air

Ditentukan model kinetika pengeringan

Dilinierkan eksponen dari persamaan model kinetika pengeringan

amaan model kinetika penheringan berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), chi-squ

38 Selesai

Gambar 3.3 Diagram Alir Perhitungan Laju Pengeringan dan


Penentuan Model Matematik
c. Kebutuhan Daya atau Energi
Mulai

Persiapan Alat

Memasang 1 Unit KWH meter yang telah dihubungkan


ke arus listrik dan dilengkapi dengan stop kontak

Memasang steker unit mesin pengering ke stop kontak kem

Mengatur satuan menjadi KWH

Menyalakan mesin pengering selama 1 menit

Matikan mesin pengering

Didapatkan Daya Nyata sebesar y KWH

Selesai

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengukuran Kebutuhan Daya

39
3.6.2 Persaman dalam Parameter Penelitian
Adapun persamaan yang akan digunakan selama
penelitian ini adalah
1. Susut berat
2. Kinetika Pengeringan
a. Laju pengeringan
D𝑟 (𝑘𝑔 𝑀𝑡+∆𝑡−𝑀𝑡
ℎ ) = 𝑑𝑡
3. Model Laju Pengeringan
a. Model Logarithmic
MR=a exp(-kt) +c
b. Model Page
MR=exp-ktn
c. Model Newton
MR=exp(-kt)
d. Model Henderson & Pabis
MR=aexp(-kt)
4. Kebutuhan Daya / Energi
W = P. t

3.7 Asumsi
Asumsi asumsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut,
1. Perpindahan panas berlangsung dalam keadaan
steady state
2. Pindah panas dan pindah massa udara dianggap
seragam pada semua lapisan irisan ubi jalar ungu
3. Perpindahan panas secara konduksi diabaikan
4. Dianggap tidak terjadi kebocoran panas melalui
dinding konstruksi mesin pengering

40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah
ubi jalar ungu (Ipomea batalas) menggunakan 2 variasi
pengujian, yaitu waktu dan suhu pengeringan. Pengeringan
dilakukan pada suhu 500C, 600C, dan 700C selama rentang
waktu 3, 4, dan 5 jam dengan pengulangan masing – masing
sebanyak 3 kali. Ubi jalar ungu yang di gunakan adalah ubi yang
telah memiliki masa panen 3 sampai 4 bulan, sehingga dari
ukuran diameternya sudah lebih dari 5cm. Selanjutnya ubi jalar
ini akan digunakan sebagai beban pada pengujian mesin
pengering sistem monitoring online massa berbasis
mikrokontroler arduino.

4.2 Suhu
Pengukuran suhu pada mesin pengering sistem
monitoring massa online berbasis mikrokontroler arduino mega
menggunakan sensor suhu DS182B20 yang diletakkan di
dinding bagian atas dari pengering yang berada tepat di atas
cawan wadah sampel bahan uji. Hasil pengukuran suhu dapat di
lihat melalui display LCD 16x2 dan terekam menggunakan data
logger yang dapat di simpan dan didownload melalui memori.
Sensor suhu digunakan untuk memastikan bahwa suhu yang
digunakan sesuai dengan settingan awal pada mesin pengering.
Nilai eror suhu pada masing – masing percobaan tidak
mengalami perubahan signifikan (seusai dengan suhu yang
diatur di awal).
Prinsip kerja mesin pengering sistem monitoring online
massa berbasis mikrokontroler arduino dalam pengukuran suhu
adalah ketika set point suhu lebih tinggi dari suhu ruang
pengering maka pemanas akan menyala, sedangkan ketika set
point suhu lebih rendah dari suhu ruang pengering maka
pemanas akan mati secara otomatis. Begitupun ketika proses
41
pengeringan berlangsung selama selang waktu yang ditentukan.
Grafik profil kenaikan suhu pada mesin pengering dapat dilihat
pada Gambar 4.1 dan data tabel profil suhu pada berbagai
waktu dapat dilihat pada Lampiran 2.

c A B C

Gambar 4.1 Profil Kenaikan Suhu pada Berbagai Waktu Pengeringan


(A : 3 Jam, B : 4 Jam, C : 5 Jam, a :Set point suhu 50, b :set pont suhu
60, c :set point suhu 70)

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa lama


waktu yang di perlukan untuk mencapai set point suhu berbeda
– beda. Pada saat set point suhu 500C diperlukan waktu 1 menit
10 detik. Untuk mencapai set point suhu 600C diperlukan waktu
1 menit 55 detik. Sedangkan untuk mencapai set point suhu
700C diperlukan waktu selama 3 menit 25 deitk. Setelah set
point suhu tercapai suhu akan mengalami keseimbangan sesuai
dengan set point awal. Setelah suhu set point tercapai mesin
pengering akan mempertahankan suhu. Terlihat bahwa pada
saat set point suhu 700C maka suhu ruang pengering akan
berkisar antara 690C

42
sampai 710C. Pada saat set point suhu 600C maka suhu ruang
pengering akan berkisar antara 590C sampai 610C, dan ketika
set point suhu 500C maka suhu ruang pengering akan berkisar
antara 490C sampai 510C. Ketiga perlakuan suhu tersebut
dilakukan pada berbagai selang waktu 3, 4, dan 5 jam
pengeringan. Metode ON/OFF pada mesin pengering
menunjukkan suhu pada ruang pengering memiliki nilai eror
pengukuran suhu berada di antara - 10C sampai dengan +10C
dari suhu set point.
Metode pengukuran suhu yang digunakan mesin
pengering ini selaras dengan jurnal terkait dengan metode
ON/OFF, dimana sistem kontrol suhu berfungsi untuk
mendapatkan data suhu ruangan secara otomatis melalui
sensor suhu kemudian ditampilkan di LCD serta untuk
mengontrol suhu ruangan secara otomatis dengan cara
menghidupkan dan mematikan kipas. Jika suhu ruangan
melebihi ambang batas maka kipas akan dinyalakan sampai
suhu mencapai ambang batas (Prihatmoko, 2016).

4.3 Kelembapan Relatif (RH)


Kelembapan Relatif (RH) digunakan untuk mengetahui
seberapa lembab daerah ruang alat pengering yang digunakan
untuk mengeringkan bahan beban uji irisan ubi jalar ungu. Nilai
Kelembapan Relatif (RH) yang di peroleh dapat dilihat pada
Gambar 4.2. Masing-masing perlakuan kemudian di analisa
secara statistik dengan metode Univariate Analysis of Variance
untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan. Serta
analisa statistik metode Univariate Analysis of Variance untuk
mengetahui pengaruh masing – masing perlakuan yang dapat
dilihat pada Lampiran 3. Proses pengeringan berlangsung
dalam tray dryer selama 3, 4, dan 5 jam pada suhu 50 0C, 600C,
dan 700C. Pengambilan data dilakukan dengan interval waktu 5
menit sekali. Data hasil rekaman data log pada masing – masing
perlakuan dapat di lihat di Lampiran 3.
43
30
Relative Humidity A B C

20

10

0
0306090 120 150 180 210 240 270 300 330
Waktu (menit)

Suhu 50Suhu 60Suhu 70

Gambar 4.2 Nilai Kelembapan Relatif Terhadap Waktu Pada Berbagai


Suhu Selama Pengeringan 5 Jam (A : titik 3 Jam, B : titik 4 Jam, C :
titik 5 Jam)

Pada Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa nilai RH pada


perlakuan suhu 500C lebih besar dari perlakuan suhu 600C dan
700C. Nilia RH awal pada perlakuan suhu 500C berkisar pada 21
– 24%. Pada suhu 600C memiliki nilai RH awal 15 – 16%. Nilai
RH awal pada perlakuan suhu 700C berkisar pada 11 – 12%.
Nilai RH akhir pada suhu 50, 60, dan 700C secara berurutan
adalah 20, 14, dan 10%. Gambar 4.2 menunjukkan nilai RH
mengalami kenaikan pada awal pengeringan, kemudian turun
kembali hingga konstan tidak terjadi perubahan. Kenaikan nilai
RH pada awal pengeringan disebabkan terjadinya
perpindahan kandungan air pada bahan menuju udara
sehingga udara akan mengandung lebih banyak uap air.
Kemudian suhu yang tinggi akan mengubah dan
mensirkulasikan uap udara. Sehingga

44
kelembapan relatif udara akan menurun hingga mencapai nilai
setimbangnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa kinerja fan
dalam mensirkulasi udara ruang pengering bekerja optimal
dalam mempertahankan bahkan menurunkan RH udara
pengering. Kelembapan Relatif (RH) dipengaruhi oleh besarnya
suhu udara pengering. Pada grafik terlihat bahwa semakin besar
suhu udara pengering maka udara akan semakin kering dan
akan semakin cepat proses penguapan dan pengeringan
sehingga RH menjadi semakin kecil. Hal ini sesuai dengan
penelitian (Dina dkk, 2018) bahwa suhu dan kelembapan relatif
menunjukkan pola yang berbanding terbalik.
Kelembapan Relatif (RH) juga dapat dipengaruhi oleh
banyaknya bahan yang dikeringkan, semakin sedikit bahan
maka penguapan akan semakin cepat sehingga RH di sekitar
bahan semakin besar. Kelembaban udara berpengaruh
terhadap pemindahan cairan dari dalam kepermukaan bahan.
Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di
permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering, maka
makin cepat pula proses pengeringan yang terjadi, karena
mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari
pada udara dengan RH yang tinggi. Semakin tinggi suhu,
kelembaban relatifnya akan turun sehingga tekanan uap
jenuhnya akan naik dan sebaliknya (Stefanus, 2014).
Secara statistik dengan metode Univariate Analysis of
Variance pada Lampiran 4 diperoleh nilai F hitung > F tabel,
dan nilai siginifkasi < α (0,01) suhu berbeda nyata terhadap nilai
relative humidity (RH). Sedangkan pengaruh waktu pengeringan
diperoleh F hitung < F tabel, dengan nilai signifikasi > α (0,01)
waktu tidak berbeda nyata terhadap nilai relative humidity (RH).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu mempengaruhi nilai
RH.

45
Menurut Tjahjadi dan Marta (2011), apabila udara
digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan
dikeringkan diudara. Semakin kering udara tersebut
(kelembapan relatif semakin rendah) kecepatan pengeringan
semakin tinggi pula. Udara kering memiliki konsentrasi ap air
yang belum mempunyai titik jenu, sedangkan udara lembab
hampir jenuh dengan uap air. Oleh karena itu, udara yang kering
lebih cepat mengambir uap air sehingga kecepatan pengeringan
lebih tinggi.

4.4 Kadar Air


Pengukuran nilai kadar air selama proses pengeringan
dilakukan dengan menggunakan sampel ubi jalar ungu. Masing-
masing perlakuan kemudian di analisa secara statistik dengan
metode Univariate Analysis of Variance yang dapat dilihat pada
Lampiran. Proses pengeringan berlangsung dalam tray dryer
selama 3, 4, dan 5 jam pada suhu 500C, 600C, dan 700C.
Pengambilan data dilakukan dengan interval waktu 5 menit
sekali. Kinetika penurunan kadar air pada suhu suhu 500C,
600C, dan 700C dan data penurunan kadar air dapat di lihat pada
Gambar 4.3. Perhitungan atau data selengkapnya dapat di lihat
pada Lampiran 5.

46
A B C
80

60
Kadar Air

40

20

0
020 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Waktu (menit)

Suhu 50 Suhu 60 Suhu 70

Gambar 4.3 Nilai Kadar Air Terhadap Waktu Pengeringan Pada Suhu
500C, 600C, dan 700C (A : titik 3 Jam, B : titik 4 Jam, C : titik 5 Jam)

Pada Gambar 4.3 dapat di lihat bahwa untuk mencapai


kadar air yang sama pada suhu 700C membutuhkan waktu yang
lebih cepat apabila di bandingkan pada suhu 600C dan 500C.
Kadar air awal sampel perlakuan suhu 50 0C berkisar antara 77-
79% bb. Pada sampel perlakuan perlakuan suhu 600C berkisar
antara 77-78% bb. Kadar air awal sampel perlakuan suhu 700C
berkisar antara 75-79% bb. Nilai kadar air terendah terjadi pada
sampel dengan perlakuan suhu 700C sebesar 3,9% bb,
kemudian sampel perlakuan suhu 600C sebesar 4,4% dan
sampel perlakuan suhu 500C sebesar 4,7%.
Pada Gambar 4.3 tampak bahwa pada awal
pengeringan mula – mula pada waktu 0-80 menit pada berbagai
perlakuan suhu penurunan kadar air terjadi sangat cepat.
Sedangkan pada waktu 80-190 menit pada berbagai perlakuan
suhu penurunan air cenderung melambat. Kemudian pada
waktu 190-300 menit pada berbagai perlakuan suhu cenderung
tidak terjadi penurunan lagi (stabil). Hal ini menjelaskan bahwa
pada menit awal proses

47
pengeringan akan terjadi pelepasan kandungan air bebas pada
bahan, kemudian melewati titik dimana pengeringan akan
melakukan pelepasan air pada lapis tipis bahan hingga
kemudian stabil tidak terjadi penurunan kadar air dikarenakan
adanya air terikat pada bahan. Suhu dan lama pengeringan
berpengaruh terhadap penurunan kadar air bahan. Semakin
tinggi suhu dan semakin lama proses pengeringan maka
penurunan kadar air akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
adanya hembusan udara panas secara terus menerus dari
pemanas menuju ubi jalar ungu sehingga terjadi penguapan
kandungan air dari irisan ubi jalar. Penurunan kadar air
dipengaruhi oleh suhu, kecepatan dan kelembapan serta jenis
bahan yang dikeringkan. Namun secara umum kadar air
mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya waktu
pengeringan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa semakin
tinggi suhu udara yang digunakan untuk pengeringan, maka
penurunan kadar air bahan juga akan semakin besar. Hal ini
disebabkan karena, semakin tinggi suhu udara pengering yang
diberikan, maka perbedaan tekanan uap antara udara dengan
tekanan uap pada bahan akan semakin besar. Dengan
demikian, proses perpindahan uap dari dalam bahan mennuju
udara sekeliling akan menjadi lebih cepat (Nugroho, 2012).
Secara statistik pada Lampiran 6 diperoleh nilai F hitung
> F tabel, dan nilai siginifkasi < α (0,01), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata dari nilai rata –
rata kadar air akhir pada masing – masing perlakuan. Untuk
melihat letak perbedaannya, dilakukan uji lanjut dengan uji BNT
dengan hasil notasi pada Tabel 4.1.
Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada Gambar
4.3 berbentuk eksponensial menurun. Nursani (2009)
menjelaskan bahwa bentuk kurva eksponensial pada proses
pengeringan memperlihatkan tiga tagap penurunan kadar air,
yakni penurunan kadar air cepat pada awal proses, tahap
48
penurunan kadar air lambat, dan tahap penurunan kadar air
sangat lambat yang terjadi pada akhir proses. Selama proses
pengeringan, selain adanya air bebas yang cenderung lebih
mudah menguap selama periode awal pengeringan, adapula air
terikat yaitu air yang sulit untuk bergerak naik ke permukaan
bahan selama pengeringan sehingga laju pengeringan semakin
lama semakin menurun (Amanto, 2015). Ketika pengeringan di
mulai, udara pengering yang memiliki suhu tinggi akan kontak
dengan seluruh permukaan bahan. Tekanan uap air di
permukaan bahan sangat tinggi, dan tekanan udara pengering
rendah sehingga perbedaan uap air ini menyebabkan terjadinya
perpindahan massa uap air dari bahan ke udara, dan tekanan
uap air pada permukaan menurun, ketika seluruh tekanan
permukaan bahan menurun, massa air pada bahan berpindah
ke permukaan dan kemudian air berpindah ke udara, dengan
demikian penurunan kadar air masih berlanjut dengan
perpindahan massa uap air yang melambat sampai tekanan
bahan dan udara seimbang sehingga tidak ada perpindahan air.
Berdasarkan proses tersebut sehingga terbentuk kurva yang
menurun landai hingga mencapai titik keseimbangan.

Tabel 4.1 Rerata Nilai Kadar Air Akhir Berdasarkan Interaksi Antar
Faktor
Perlakuan Rata - Rata Standar Notasi
Deviasi
Suhu 700C 5 Jam 3,949 0,192 a
Suhu 600C 5 Jam 4,409 1,500 a
Suhu 700C 4 Jam 4,565 0,137 a
0
Suhu 60 C 4 Jam 4,631 0,227 a
0
Suhu 50 C 5 Jam 4,697 0,334 a
Suhu 500C 4 Jam 4,769 0,377 a
Suhu 700C 3 Jam 4,921 0,262 ab
Suhu 600C 3 Jam 5,411 0,740 b
Suhu 500C 3 Jam 8,111 0,089 c
49
Berdasarkan hasil uji lanjut BNt menunjukkan nilai
signifikansi perbedaan rerata antar kelompok sebesar 0,000
(p<0,01). Pada Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa antara
perlakuan suhu 500C, 600C, dan 700C selama waktu
pengeringan 4 dan 5 jam tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Perbedaan signifikan terjadi antara perlakuan suhu
500C, 600C , dan 700C saat pengeringan selama 3 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai kadar air akhir bahan ketika bahan di
keringkan selama waktu pengeringan 3 jam, 4 jam maupun 5
jam tidak mengalami perbedaan nilai yang signifikan. Nilai kadar
air akhir bahan akan mengalami perbedaan siginifkan ketika
terdapat perlakuan perubahan suhu pengeringan. Sehingga
faktor perlakuan suhu terlihat nyata terhadap nilai kadar air akhir
bahan.
Semakin tinggi suhu udara pengering, semakin besar
perbedaan suhu antara media pemanas dengan bahan maka
semakin cepat terjadinya transfer panas sehingga semakin
banyak air yang teruapkan dan kecepatan pengeringan semakin
cepat. makin tinggi suhu udara pengering aka makin besar
energi panas yang dibawa keudara sehingga makin cepat
trasnfer massa yang terjadi (Dwika, 2012).

4.5 Laju Pengeringan


Laju pengeringan merupakan perpindahan kadar air
setiap satuan waktu yang menunjukkan banyaknya air yang
diuapkan setiap satuan waktu. Data yang digunakan untuk
memperoleh laju pengeringan adalah data perubahan kadar air
pada selang waktu tertentu. Laju pengeringan dalam proses
pengeringan suatu bahan memiliki arti penting, dimana laju
pengeringan akan menggambarkan cepat atau lambatnya suatu
proses pengeringan. Penguapan massa air dari permukaan
bahan atau akan bertambah cepat dengan adanya kenaikan
suhu dalam proses pengeringan. Penguapan air dari
permukaan
50
bahan akan bertambah cepat dengan adanya kenaikan suhu
dalam proses pengeringan. Selanjutnya masing – masing
perlakuan akan di analisa secara statistik menggunakna metode
Analysisof Variance. Data laju pengeringan pada perlakuan
suhu 500C, 600C, dan 700C dapat dilihat pada Gambar 4.4.
perhitungan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

0,040 A B

0,030

0,020
Laju Pengeringan

0,010

0,000
0 20 40 60 80 100
Kadar Air (%b/b)

Suhu 50 Suhu 60 Suhu 70

Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu


Pengeringan 5 Jam Pada Suhu 500C, 600C, dan 700C (A : Laju
Penurunan 1, B : Laju Penuruan 2)

Pada Gambar 4.4 dapat di lihat bahwa seiring


menurunnya kadar air menyebabkan mlaju pengeringan juga
menurun. Laju pengeringan unruk setiap perlakuan memiliki nilai
yang berbeda – beda. Pada awal proses pengeringan, laju
pengeringan berlangsung begitu cepat karena massa air yang
diuapkan adalah air permukaan bahan. Dengan demikian, laju
pengeringan yang terjadi diawal proses pengeringan sangat
cepat, seiring dengan penurunan kadar air (%b/b) maka laju
pengeringan semakin lama semakin melambat. Pada Gambar
4.4 grafik suhu 500C berada di bawah grafik suhu 600C dan 700C

51
yang menunjukkan bahwa pada suhu 500C laju pengeringan
berlangsung lebih lambat dibandingkan pada suhu 600C dan
700C. Laju pengeringan awal suhu 700C berkisar pada 0,029 –
0,039 gram/menit. Nilai laju pengeringan tertinggi adalah 0,039
gram/menit terjadi pada perlakuan suhu 700C. Pada suhu 600C
memiliki laju pengeringan tertinggi sebesar 0,029 gram/menit.
Sedangkan pada suhu 500C memiliki laju pengeringan tertinggi
0,019 gram/menit.
Laju pengeringan awal yang lebih rendah disebabkan
perlakuan suhu yang lebih rendah. Sehingga kadar air dalam
bahan masih lebih tinggi. Laju pengeringan pada awal
pengeringan berlangsung cepat pada karena massa air awal
yang diuapkan adalah air permukaan bahan, yang mana
permukaan bahan bagian luar akan terlebih dahulu kering,
sedangkan uap air yang keluar dari bagian dalam bahan akan
lebih lama karena adanya pengerasan pada permukaan bahan,
selanjutnya air di dalam bahan tersebut menguapnya lebih lama
karena terhambat. Pada akhir proses pengeringan laju
pengeringan semakin menurun dan cenderung konstan.
Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengeringan makin
tinggi energi yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan
(Setiyo, 2003). Laju pengeringan menjadi semakin rendah
apabila kadar air bahan mendekati kadar air kesetimbangan.
Berdasarkan penelitian Istadi (2002) semakin tinggi suhu udara
pengering maka kelembapan udara pengering semakin rendah
sehingga gaya dorong kandungan air antara bahan dengan
udara makin besar.
Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan,
yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.
Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air
internal lebih kecil dari perpindahan uap air pada permukaan
bahan. Pada laju pengeringan konstan air bebas yang ada pada
permukaan bahan mengalami penguapan dengan cepat dan
52
penurunannya hampir konstan. Laju pengeringan konstan pada
penelitian ini terjadi di awal pengeringan yakni pada saat kadar
air bahan masih tinggi pada rentang 60 - 80%b/b. Dalam
penelitiannya Utari (2013) menjelaskan bahwa pengeringan
dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air
kesetimbangan. Kadar air keseimbangan adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai di bawah kondisi pengeringan
yang tetap atau pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap.
Pada periode laju pengeringan menurun permukaan
partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi ditutup oleh lapisan
air. Selama periode laju pengeringan menurun energi panas
yang diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa air
bebas yang sedikit sekali jumlahnya (Taufiq, 2004). Pada
Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa terjadi dua kali laju
pengeringan menurun. Laju pengeringan menurun pertama
terjadi setelah laju pengeringan konstan yakni saat kadar air
bahan 20 – 60%b/b. Laju pengeringan menurun kedua terjadi
setelah laju pengeringan pertama yakni saat kadar air bahan 5 –
20%b/b. Hingga proses pengeringan selesai. Periode laju
pengeringan menurun lebih dipengaruhi oleh karakteristik
produk mencakup pergerakan air di dalam bahan ke permukaan
melalui proses difusi dan penguapan air ke permukaan bahan
(Taufiq, 2004).
Secara statistik dengan metode Univariate Analysis of
Variance pada Lampiran 8 diperoleh nilai F hitung > F tabel,
dan nilai siginifkasi < α (0,01), sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan nyata dari nilai rata – rata kadar
air akhir pada masing – masing perlakuan. Untuk melihat
letak perbedaannya, dilakukan uji lanjut dengan uji BNT dengan
hasil notasi pada Tabel 4.2.

53
Tabel 4.2 Rerata Nilai Laju Pengeringan Awal Berdasarkan Interaksi
Antar Faktor
Perlakuan Rata - Standar Notasi
Rata Deviasi
Suhu 500C 3 Jam 0,016 0,0020 a
Suhu 500C 5 Jam 0,018 0,0012 a
0
Suhu 50 C 4 Jam 0,019 0,0046 a
Suhu 600C 3 Jam 0,021 0,0012 a
Suhu 600C 4 Jam 0,027 0,0081 a
0
Suhu 70 C 3 Jam 0,029 0,0076 a
0
Suhu 60 C 5 Jam 0,029 0,0020 ab
Suhu 700C 4 Jam 0,037 0,0145 b
Suhu 700C 5 Jam 0,039 0,0042 b

Berdasarkan hasil uji lanjut BNt menunjukkan nilai


signifikansi perbedaan rerata antar kelompok sebesar 0,001
(p<0,05). Pada Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa antara
perlakuan suhu 500C, 600C, dan 700C selama waktu
pengeringan 3 jam tidak mengalami perbedaan yang signifikan.
Hal ini juga terjadi pada perlakuan 500C dan 600C pada saat
pengeringan 4 jam. Perbedaan signifikan terjadi antara
perlakuan suhu 600C , dan 700C saat pengeringan selama 5 jam.
Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang rendah tidak memberikan
perbedaan yang nyata terhadap laju pengeringan bahan pada
saat waktu pengeringan 3 sampai 5 jam. Sedangkan pada saat
digunakan suhu sedang (600C) akan memberikan perbedaan
nayata terhadap laju pengeringan pada saat digunakan waktu
pengeringan yang lebih lama. Ketika perlakuan suhu tinggi
(700C) selama selang waku 4 jam dan 5 jam akan memberikan
perbedaan nyata terhadap perlakuan yang lain, namun tidak
memberikan perbedaan nyata terhadap perlakuan antar individu
suhu. Sehingga akan terjadi perbedaan nyata apabila digunakan
suhu tinggi (700C) pada selang waktu penegringan selama 4
jam.

54
Suhu pengeringan akan mempengaruhi kelembaban
udara di dalam alat pengering dan laju pengeringan untuk
bahan. Pada saat suhu udara rendah, laju penguapan air bahan
akan lebih lambat dibandingkan dengan pengeringan pada saat
udara pengeringan lebih tinggi. Penggunaan suhu pengeringan
yang terlalu rendah akan berakibat terhadap waktu pengeringan
yang lebih lama (Garnida, 2012).

4.6 Model Matematis Pengeringan


4.6.1 Moisture Ratio (Rasio Kelembapan)
Rasio Kelembapan atau Moisture Ratio (MR)
merupkan perbandingan jumlah air tiap selisih waktu. Kadar air
yang digunakan dalam perhitungan MR penelitian ini adalah
menggunakan kadar air basis basah. Perhitungan nilai Moisture
Ratio (MR) pada interval waktu 5 menit sekali. Perubahan nilai
rasio kelembapan (MR) pada suhu 500C, 600C , dan 700C dapat
di lihat pada Lampiran 9. Perubahan nilai rasio kelembapan
terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 4.5.

55
1,2 A B C
1,0
0,8
0,6
0,4
Moisture Ratio (MR)

0,2
0,0

0 20 40 60 80 100120140160180200220240260280300320
Waktu (menit)

Suhu 50Suhu 60Suhu 70

Gambar 4.5 Nilai Moisture Ratio terhadap Waktu Pada Suhu 500C,
600C, dan 700C Pada Pengeringan 5 Jam (A : titik 3 Jam, B : titik 4
Jam, C : titik 5 Jam)

Dari Gambar 4.5 dapat diketaui bahwa Moisture Ratio


(MR) awal pada sampel dengan perlakuan 500C, 600C, dan 700C
memiliki nilai yang sama yakni 1,0. Moisture Ratio (MR) secara
keseluruhan pada suhu 700C lebih rendah dibandingkan nilai
Moisture Ratio (MR) pada suhu 600C, dan 500C. Proses
pengeringan akan mencapai titik kesetimbangan dengan tidak
adanya perubahan Moisture Ratio (MR) hingga tiga kali
pengukuran. Penurunan nilai Moisture Ratio (MR) pada suhu
700C lebh cepat terjadi dibandingkan pada perlakuan suhu 600C
dan 500C. Nilai Moisture Ratio (MR) perlakuan suhu 700C
mencapai titik kesetimbangan pada menit ke- 85 dengan nilai
MR 0,083. Nilai Moisture Ratio (MR) pada perlakuan suhu 600C
mencapai titik kesetimbangan pada menit ke-95 dengan nilai MR
0,055. Nilai Moisture Ratio (MR) pada perlakuan suhu 500C
mencapai titik kesetimbangan pada menit ke-115 dengan nilai
MR 0,076.

56
Gambar 4.5 menunjukkan grafik 700C lebih landai. Hal
ini dikarenakan suhu yang tinggi mampu menguapkan uap air
yang lebih banyak dibandingkan dengan suhu yang lebih
rendah. Nilai MR akan menurun seiring dengan lamanya proses
waktu pengeringan. Hal ini dikarenakan pada awal proses
pengeringan, kandungan air bebas yang terdapat dalam bahan
masih tinggi dan mudah dilepaskan, sedangkan pada akhir
pengeringan kandungan air yang tersisa merupakan kandungan
air terikat yang sudah mulai sulit untuk diuapkan (Ummah dkk.,
2016).

4.6.2 Analisis Model Pengeringan


Analisis model pengeringan didasarkan pada persamaan
matematika terbaik yang dapat menjelaskan suatu sistem. Hasil
perhitungan nilai Rasio Kelembapan atau Moisture Ratio (MR)
eksperimen digunakan dalam menentukan model matematis
pengeringan terbaik. Dalam penelitian ini digunakan empat
model pengeringan yaitu model Logaritmik, model Page, model
Newton, dan model Henderson-Pabis. Keempat model dipilih
sebagai pembanding dengan data percobaan karena model-
model tersebut merupakan model yang umum digunakan untuk
menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis dan
merupakan penyederhanaan model teoritis yang diperoleh dari
persamaan difusi (Fithriani, 2016). Sebelum menghubungkan
antara model matematis dengan pehitungan MR eksperimen,
maka terlebih dahulu dilakukan analisa model pengeringan
dengan mengetahui nilai konstanta masing – masing
persamaan. Bentuk linier keempat model tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.3.

57
Tabel 4.3 Bentuk Model Pengeringan
Nama Model Bentuk Eksponensial
Logaritmik MR=a exp(-kt) +c
Page MR = exp(-ktn)
Newton MR = exp(-kt)
Henderson – Pabis MR = a.exp(-kt)

Berdasarkan bentuk eksponensial tersebut, selanjutnya


dilakukan plot data regresi non liner kedalam grafik
menggunakan Microsoft excel dan add-in solver untuk
menentukan nilai konstanta. Bentuk grafik setiap model untuk
tiga variasi suhu dan waktu dapat di lihat pada Lampiran 10.
Dari penentuan regresi non linier maka akan diketahui
nilai R2 (Coefficient of Determinant), serta nilai konstanta k, a, c
dan n. Nilai – nilai konstanta tersebut selanjutnya digunakan
untuk memperoleh nilai MR prediksi dengan cara
memasukkannya ke dalam rumus MR bentuk eksponensial dari
setiap model. Tabel nilai MR prediksi dapat di lihat pada
Lampiran 10.
Penentuan model matematis pengeringan terbaik dapat
diketahui berdasarkan R2 (Coefficient of Deteminant), X2 (chi
square) dan RMSE (Root Mean Square Error). Model terbaik
akan mempunyai nilai R2 terbesar serta nilai X2 dan RSME
terkecil. Perhitungan nilai X2 dan RSME terlampir pada
Lampiran. Berikut hasil perhitungan nilai konstanta R2, X2
dan RMSE untuk setiap model dengan variasi suhu dan waktu
yang ditunjukkan pada Tabel 4.4.

58
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Nilai Konstanta Model Pengeringan Setiap Perlakuan
Perlakuan
Model 500C 3 600C 3 700C 3 500C 4 600C 4 700C 4 500C 5 600C 5 700C
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam 5 Jam
Logaritmik
A 1,1684 1,1690 1,1453 1,1635 1,1548 1,1149 1,1354 1,1186 1,0659
K 0,0170 0,0274 0,0310 0,0210 0,0300 0,0454 0,0180 0,0294 0,0294
C 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0020 0,0000 0,0093 0,0093
R2 0,9755 0,9821 0,9838 0,9869 0,9849 0,9871 0,9924 0,9941 0,9941
RMSE 0,0371 0,0289 0,0257 0,0236 0,0228 0,0176 0,0165 0,0131 0,0131
X2 0,0014 0,0008 0,0007 0,0006 0,0005 0,0003 0,0003 0,0002 0,0002
Page
K 0,0004 0,0009 0,0020 0,0013 0,0014 0,0058 0,0024 0,0031 0,0134
N 1,8317 1,8453 1,7126 1,6457 1,7736 1,6016 1,4398 1,4795 1,1843
R2 0,9980 0,9982 0,9957 0,9977 0,9994 0,9947 0,9983 0,9976 0,9953
RMSE 0,0106 0,0100 0,0139 0,0104 0,0059 0,0127 0,0085 0,0102 0,0113
X2 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 3,E-05 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001

59
Lanjutan Tabel 4.4
Newton
K 0,0147 0,0239 0,0276 0,0184 0,0265 0,0408 0,0160 0,0209 0,0267
R2 0,9820 0,9836 0,9842 0,9877 0,9843 0,9856 0,9922 0,9890 0,9933
RMSE 0,0445 0,0354 0,0306 0,0304 0,0277 0,0202 0,0222 0,0207 0,0134
X2 0,0020 0,0013 0,0009 0,0009 0,0008 0,0004 0,0005 0,0004 0,0002
Henderson - Pabis
A 1,1684 1,1690 1,1453 1,1635 1,1548 1,1159 1,1354 1,1187 1,0687
K 0,0170 0,0274 0,0310 0,0210 0,0300 0,0451 0,0180 0,0232 0,0285
R2 0,9755 0,9821 0,9838 0,9869 0,9849 0,9870 0,9924 0,9901 0,9941
RMSE 0,0370 0,0288 0,0257 0,0236 0,0227 0,0176 0,0165 0,0171 0,0119
X2 0,0014 0,0008 0,0007 0,0006 0,0005 0,0003 0,0003 0,0003 0,0001

60
Berdasarkan Tabel 4.4 ddapat diketahui nilai R2, nilai X2
dan RSME dari setiap model dan setiap perlakuan. Nilai R2
(Coefficient Determination) merupakan indikator yang
menggambarkan berapa banyak variasi yang dijelaskan dalam
model. Jika nilai R2 semakin mendekati 1 maka tingkat
kesesuaian model pengeringan dengan hasil penelitian /
ekspermen semakin besar (Sinembela, dkk 2014). Nilai X2 (Chi
Square) bertujuan untuk mengetahui keselarasan model,
dimana jika nilai chi square semakin tinggi maka perbedaan
model yang diestimasi juga akan semakin tinggi sehingga
keselarasan model semakin buruk (Suwono, 2010). Sedangkan
nilai RSME (Root Mean Square Error) bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar error yang didapat, dimana
semakin kecil nilai RSME maka nilai error yang didapat rendah
(Aknitunde, 2010). Jika nilai X2 dan RSME semakin semakin
mendekati nol maka kesesuaian model dengan hasil penelitian
semakin besar.
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa model
matematis pengeringan terbaik yang dapat mempresentasikan
karakteristik ubi jalar ungu yaitu Model Page pada suhu 60 0C
selama 4 jam dengan nilai R2 sebesar 0,9994, nilai X2 sebesar 3
x 10-5, dan nilai RSME sebesar 0,0059. Hal ini sesuai dengan
penelitian Dessy (2016) mengenai kinetika dan model
pengeringan ubi kayu yang menyebutkan bahwa dari keempat
model yang digunakan (Model Logaritma, Page, Newton, dan
Henderson-Pabis). Model page adalah model pengeringan
terbaik karena memiliki tingkat kesesuaian terbaik. Model Page
cukup representatif untuk menggambarkan kinetika pengeringan
lapisan-tipis irisan singkong, pisang, dan kacang tanah (Afifah,
2017).

4.9.3 Kesesuaian Model Pengeringan


Berdasarkan hasil analisis model pengeringan yang telah
diuraikan sebelumnya diperoleh bahwa model page memiliki
61
tingkat kesesuain terbaik berdasarkan nilai RMSE, R2 dan X2
masing- masing yang diperoleh dari model Logaritma, model
Page, model Newton dan model Handerson – Pabis.
Kesesuaian model pengeringan bertjuan untuk lebih
mempelajari apakah model matematika telah sesuai dengan
hasil eksperimen. Kesesuaian model pengeringan dapat
dilakukan dnegan membandingkan bentuk grafik dan nilai MR
prediksi tiap model dengan bentuk grafik nilai MR eksperimen.
Model paling sesuai dapat dilihat dari kecenderungan bentuk
nilai MR prediksi yang mirip atau sesuai dengan nilai MR
eksperimen. Bentuk grafik MR model dan MR eksperimen pada
berbagai perlakuan dapat di lihat pada Lampiran 10. Langkah –
Langkah penentuan regresi non linier dengan Ms. Excel dapat
dilihat pada Lampiran 11. Berikut adalah gambar yang
menunjukkan model matematis terbaik pada perlakuan suhu
600C selama 4 jam.
1,2

1,0

0,8
M

0,6

0,4

0,2
0 50 100 150 200 250
0,0 Waktu (menit)

MR experimen MR pred Page


MR pred Newton MR pred Henderson-Pabis
MR pred Logaritmik

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan MR hitung dan MR prediksi Pada


Perlakuan Suhu 600C selama 4 Jam

62
Berdasarkan Gambar 4.6 dan gambar grafik berbagai
perlakuan pada Lampiran 10 dapat diketahui bahwa
kecenderungan nilai MR prediksi setiap model yang paling mirip
atau sesuai dengan nilai MR eksperimen adalah model page.
Selain itu diketahui juga bahwa suhu 600C selama waktu 4 jam
merupakan perlakuan yang paling sesuai. Hal ini dikarenakan
bentuk grafik dan nilai MR Page terhadap nilai MR eksperimen
lebih berdekatan dan lebih mirip dibandingkan pada perlakuan
lainnya. Sehingga hal ini sesuai dengan penentuan model
terbaik berdasarkan perhitungan nilai R2 terbesar serta nilai X2
dan RSME terkecil. Model matematika dapat menjelaskan
tenang mekanisme penegringan yang menyediakan informasi
tentang suhu yang dibutuhkan dan informasi kelembapan. Model
terbaik menggambarkan nilai koefisien korelasi (R2) dan x2 yang
tinggi sedangkan nilai root mean square (RSME) yang rendah
(Haryani, 2015)
Model Page merupakan model yang dimodifikasi dari
Model Lewis atau disebut Newton. Model ini bertujuan untuk
mengkoreksi kekurangan dari Model Newton sehingga lebih
mudah diterapkan. Moel page digunakan untuk menjelaskan
proses pengeringan berbagai makanan dan produk pertanian
(Kashaninejad, et al., 2007). Model page telah banyak
menghasilkan simulasi yang sesuai untuk menjelaskan
pengeringan produk pertanian juga lebih mudah digunakan
dibandingkan model lainnya. Hal ini dikarenakan model lainnya
lebih sulit secara teoritis serta memerlukan waktu komputasi
dalam proses pemasangan data (Yadollahinia et al., 2008).
Secara umum, pemodelan matematis proses
pengeringan sangat penting dalam mendapatkan profil kurva
pengeringan yang tepat demi kepentingan pengendalian proses
pengeringan. Selain itu, juga dapat digunakan untuk
meningkatkan perbaikan menyeluruh terhadap kualitas produk
akhir. Beberapa model sering digunakan untuk mempelajari
63
pengaruh variabel-variabel dalam proses, memprediksi kinetika
pengeringan dan mengiptimalkan parameter atau kondisi
operasi (Setropratomo, 2012). Pemodelan matematika juga
bertujuan untuk memudahkan dalam memilh kondisi operasi
yang paling cocok dan kemudian mendesain peralatan
pengeringan dan ruang pengeringan yang sesuai dengan
kondisi operasi yang diinginkan (Kaleta & Gornichi, 2010).

4.10 Warna
Analisis uji warna dilakukan dengan menggunakan
bantuan mni studio box dan kamera Casio Exilim 16.1 untuk
mengambil gambar. Hasil gambar yang diperoleh kemudian
dicrop dan di edit backgroundnya menjadi transparan dengan
menggunakan power point. File gambar kemudian disimpan
dalam bentuk format bitmap (*BMP). Selanjutnya dianalisa
dengan menggunakan aplikasi visual basic dan feature
extraction. Hasil analisa terhadap penangkapan citra warna ubi
jalar ungu akan dinyatakan dalam notasi Lab. Data kemudian
secara otomatis akan ditampilkan dalam bentuk Microsoft Excel
2007. Analisis warna untuk mengetahui nilai Lab menggunakan
sampel yang dikeringkan pada suhu 500C, 600C, dan 700C
selama pengeringan 3, 4, dan 5 jam. Langkah – langkah
melakukan analisa warna dengan menggunakan visual basic
dan feature extraction terlampir pada Lampiran 13. Tampilan
gambar dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.7
– 4.9.

64
a b c

Gambar 4.7 Tampilan Gambar Irisan Ubi Jalar Ungu Hasil


Pengeringan Pada Suhu 500C Selama 3 Jam (a) 4 Jam (b) dan 5 Jam
(c)

d e f

Gambar 4.8 Tampilan Gambar Irisan Ubi Jalar Ungu Hasil


Pengeringan Pada Suhu 600C Selama 3 Jam (d) 4 Jam (e) dan 5 Jam
(f)

g h i

Gambar 4.9 Tampilan Gambar Irisan Ubi Jalar Ungu Hasil


Pengeringan Pada Suhu 700C Selama 3 Jam (g) 4 Jam (h) dan 5 Jam
(i)

65
Tabel 4.5 Hasil Analisis L* a* b* Dari Berbagai Perlakuan Suhu dan
Waktu
Perlakuan L* a* b*
0
Suhu 50 C 3 Jam 47,823 70,191 58,803
Suhu 500C 4 Jam 47,749 69,955 58,626
Suhu 500C 5 Jam 48,781 71,877 60,273
0
Suhu 60 C 3 Jam 49,010 71,198 59,776
Suhu 600C 4 Jam 48,239 69,380 58,309
Suhu 600C 5 Jam 48,848 70,663 59,377
0
Suhu 70 C 3 Jam 49,116 71,775 59,836
0
Suhu 70 C 4 Jam 48,394 70,608 58,752
Suhu 700C 5 Jam 48,578 71,220 59,337

Berdasarkan Tabel 4.5 hasil nilai L* a* b* pada berbagai


perlakuan menunjukkan bahwa sampel yang memiliki nilai L*
(Lightness) paling tinggi yaitu pada perlakuan pengeringan suhu
700C selama 3 jam sebesar 49,116. Sedangkan nilai L* terendah
yaitu pada perlakuan pengeringan suhu 500C selama 4 jam
sebesar 47,749. Nilai a* yang paling tinggi terjadi pada sampel
perlakuan suhu 500C selama 5 jam sebesar 71,877 dan yang
paling rendah adalah pada perlakuan suhu 60 0C selama 4 jam
sebesar 69,380. Untuk nilai b* menunjukkan hasil yang sama
yakni nilai b* hasil analisis tertinggi pada sampel pengeringan
suhu 500C selama 5 jam sebesar 60,273 dan nilai b* terendah
terjadi pada sampel perlakuan pengeringan suhu 600C selama 4
jam sebesar 58,309.
Selanjutnya nilai warna yang ada di analisis
menggunakan Univariate Analysis of Variance yang dapat di
lihat pada Lampiran 12. Dari hasil analisis tersebut diperoleh
nilai F hitung < F tabel, dan nilai siginifkasi > α (0,01) sehingga
waktu pengeringan tidak berbeda nyata terhadap nilai warna
baik red, green, maupun blue. Suhu pengeringan juga tidak
berbeda nyata terhadap nilai warna L* a* b*. Begitupun dengan
kombinasi dari

66
keduanya antara waktu dan suhu tidak berbeda nyata terhadap
nilai warna L* a* b*.
Notasi L* : 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya
pantul yang menghasilkan warna kromatik putih, abu – abu, dan
hitam. Notasi a* : warna campuran kromatik merah – hijau
dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna
merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna
hijau. Notasi b*; warna kromatik campuran biru – kuning
dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna
kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna
biru (Suyatma, 2009). Nilai L menunjukkan parameter
kecerahan, semakin tinggi nilai L maka produk akan mempunyai
kecerahan semakin tinggi. Nilai a menunjukkan
kecenderungan warna kemerahan. Nilai b menunjukkan
kecenderungan tingkat kekuningan dan kebiruan. Nilai a yang
positif menunjukkan kecenderungan warna kemerahan. Nilai
b yang menunjukkan angka positif menunjukkan
kecenderungan warna kuning Pomerans 1978 (dalam
Sebayang, 2015).

4.11 Kebutuhan Energi atau Daya Listrik


Energi yang digunakan oleh alat pengering sistem
monitoring massa online berbasis mikrokontroler arduino mega
ini menggunakan 100% bersumber dari energi listrik. Kebutuhan
energi listrik diukur dengan menggunakan alat KWH meter
digital. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil pengukuran
kebutuhan daya listrik mesin pengering pada berbagai
perlakuan.

67
Tabel 4.6 Kebutuhan Daya Listrik pada Berbagai Perlakuan
Perlakuan Daya (Watt)
Suhu 500C 3 Jam 612
Suhu 500C 4 Jam 816
Suhu 500C 5 Jam 1.020
Suhu 600C 3 Jam 756
Suhu 600C 4 Jam 1.008
Suhu 600C 5 Jam 1.260
Suhu 700C 3 Jam 1.008
Suhu 700C 4 Jam 1.344
Suhu 700C 5 Jam 1.680

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa


kebutuhan daya listrik terbesar terjadi pada saat penggunaan
mesin pengering pada perlakuan suhu 700C selama 5 jam.
Sedangkan kebutuhan daya listrik terkecil terjadi pada saat
penggunaan meisn pengering pada perlakuan suhu 500C
selama 3 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
set point yang digunakan serta semakin lama waktu
pengeringan maka kebutuhan daya listrik mesin pengering
semakin besar. Hal ini dikarenakan energi yang dihasilkan oleh
mesin pengering juga semakin besar.
Energi yang dibutuhkan dalam perhitungan nampak
bahwa semakin lama proses pengeringan, semakin besar energi
yang dibutuhkan untuk melakukan proses pengeringan. arus
yang mengalir pada pemanas konstan atau tetap karena beban
tetap dan tidak berubah - ubah (Meriadi, 2018). Menurut
Hardanto (2010), energi panas dalam pengeringan dibutuhkan
untuk mengubah air pada bahan yang dikeringkan menjadi uap.
Dalam hal ini sumber energi panas alat pengering berasal dari
konversi energi listrik menjadi energi panas oleh heater listrik.

68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan suhu dan waktu mempengaruhi profil
perubahan suhu dan kelembapan selama proses
pengeringan irisan ubi jalar ungu. Profil nilai relative
himidity mengalami penurunan seiring dengan kenaikan
suhu dan lama waktu pengeringan.
2. Susut berat dan laju pengeringan irisan ubi jalar ungu
dipengaruhi oleh perlakuan suhu dan waktu pengeringan
irisan ubi jalar ungu. Perubahan susut berat terjadi
seiring dengan kenaikan suhu dan lama waktu
pengeringan
3. Model page merupakan model matematis yang paling
sesuai dalam menggambarkan profil pengeringan irisan
ubi jalar ungu.
4. Perubahan warna pada irisan ubi jalar ungu pada saat
pengeringan tidak dipengaruhi oleh perlakuan lama
waktu dan kenaikan suhu pengeringan. Sehingga tidak
terjadi perubahan nilai warna yang signifikan pada saat
awal hingga akhir proses pengeringan.
5. Kebutuhan daya listrk pada mesin pengering berbasis
arduino mega ini bervariasi pada setiap perlakuan dan
penggunaannya. Nilai kebutuhan daya listrik meningkat
seiring dengan lama waktu dan besarnya suhu yang
digunakan.

69
5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
berbagai bahan pertanian hasil pengeringan dengan
menggunakan alat pengering ini.
2. Timbangan digital hanya mempunyai ketelitian sebesar
0,01 gr akan lebih baik apabila timbangan di ganti
dengan ketelitian yang lebih tinggi sehingga penurunan
massa lebih teliti.
3. Sebaiknya massa bahan yang digunakan lebih optimum
sesuai dengan kapasitas volume alat pengering.
4. Perlu adanya analisa nilai ekonomis.

70
DAFTAR PUSTAKA

Abdulla, G., Gehan A, El-Shourbagy dan Mahmoud Z. Sitohy.


Effect of pre-drying, Blanching and Citric acid
Treatment on The Quality of Fried Sweet Potato Chips.
American Journal of Food Technology 9(1):39-48 ISSN
1557-4571
Afifah, Nok., Ari Rahayuningtyas dan Seri Intan Kuala. 2017.
Drying Kinetics Modeling of Agricultural Commodities
Using Infrared Dryer. Agritech Journal. 37(1). Subang
Agrowindo. 2015. Peluang Usaha Tepung Ubi dan Analisa
Usahanya. Dilihat pada 29 Maret 2018.
http://www.agrowindo.com/peluang-usaha-tepung-ubi-dan-
analisa-usahanya.htm. Diakses 29/3/018
Ahmed, Naseer., Jagmohan Singh, Harmeet Chauhan, Prerna
Gupta Anisa Anjum dan Harleen Kour. 2013. Different
Drying Methods: Their Applications and Recent
Advances. International Journal of Food Nutrition and
Safety 4(1): 34-42 ISSN 2165-896X
Ajala, A.S., Abooiye A.O, Popoola J.O dan Adeyanju J.A. 2012.
Drying Characteristic and Mathematical Modeling of
Cassava Chips. Chemical and Process Engineering
Research. Nigeria
Ajeng, Tri. 2015 Khasiat dan Manfaat Ubi Ungu. Dilihat pada
29 Maret 2018.
http://www.1000macammanfaat.com/2014/04/manfaat-ubi-
ungu.html
Artanto, Dian. 2017. Interface Sensor Dan Aktuator
Menggunakan Proteus, Arduino Dan Labview. Sleman:
CV Budi Utama
Asmara, Sandi dan Warji. 2010. Kinerja Pengeringan Chip Ubi
Kayu. JTEP Jurnal Keteknikan Pertanian 24(2): 75-80
Bagh, Soumendra., Abhijeet Shrivastava, Aditya Vardhan Singh,
Ashutosh Chandra Srivastava dan Lavi Gupta. 2015.
Design of Temperature Controller Solar Dryer.
71
International Journal of Advanced Research In Electrical ,
Electronics and Instrumentation Engineering 4(1): 8731-
8740 ISSN 2278-8875
Dina, Sari Farah, Siti Masriani Rambe., Azwardi, Edwin Harianto
Sipahutar. 2018. Rancang Bangun dan Uji Coba
Pengering Surya Tipe Kolektor Tabung Vakum Evacuated
Tube COllector). Jurnal Dinamika Penelitian Industri.
29(1):74-83
Dwika, Ruben Tinosa. 2012. Pengaruh Suhu dan Laju Alir
Udara Pengering Pda Pengeringan Karaginan
Menggunakan Teknologi Spray Dryer. Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri. 1(1):298-304
Earle, R. L. 1969. Unit Operation in Food Processing 2nd
Edition. Pergamon Press Ltd.
Ekayana, Anak Agung Gde. 2016. Rancang Bangun Alat
Pengering Rumput Laut Berbasis Mikrokontroler
Arduino. JPTK 13(1): 1-12 ISSN 0216-3241
Keey, R.B. 2013. Drying Principles And Practice. Pergamon
Press Inc: New York
Koswara, Sutrisno. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi -
Umbian Bagian 5 : Pengolahan Ubi Jalar. Tropical Plant
Curiculum (TPC) Project Modul. Southeast Asian Food
And Agricultural Science and Technology. IPB. Bogor
Louis, Leo. 2016 Working Principle of Arduino and Using it
as a Tool for Study and Research. International Journal
of Control, Automation Communication and Systems 1(2):
21-29
Malik, Moh. Ibnu dan Mohammad Unggul Juwana. 2009. Aneka
Proyek Mikrokontroler PIC16F84A. Jakarta : PT. Elec
Media Komputindo.
Martinus. 2012. Buku Ajar Mekatronika. Universitas Lampung:
Lampung
Midili A, Kucuk H dan Yapar Z. 2002. A new Model For Single
Layer Drying. Drying Technology. 120(07). 1503-1513
Nugroho, Joko., Primawati YF, Nursigit Bintoro. 2012. Proses
Pengeringan Singkong (Manihot esculenta cratz) Parut

72
Dengan Menggunakan Pneumatic Dryer. Prosiding
Seminar Nasional Perteta. Rekayasa Proses dan teknik
Pasca Panen: 96-104
Nusyirwan. 2015. Metode Pengering Gabah Aliran Massa
Kontinu Dengan Wadah Pengering Horizontal dan
Pengaduk Putar. Jurnal Mechanical. 6(2):82-88
Prihatmoko, Dias. 2016. Perancanngan dan Implementasi
Pengontrol Suhu Ruangan Berbasis Mikrokontroler
Arduino Uno. Jurnal SIMETRIS 7(1):117-122
Purba, Indra Gunawan. 2013. Pengujian Performansi Mesin
Pengering Tenaga Surya Dengan Produk Yang
Dikeringkan Adalah Cassava dengan Bentuk Produk
Bujur Sangkar. Skripsi. USU. Medan
Rohanah, Ainun. 2006. Teknik Pengeringan (TEP421). Buku
Ajar, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian. USU. Medan
Rosidi, Dzikri Fahmi., Harianto dan Pauladie Susanto. 2016.
Pemantauan Suhu Dan Kelembapan Secara Otomatis
Yang Terintegrasi Datalogging Berbasis Arduino.
Journal Control and Network System 5(2): 55-62
Selvanigethan, S, W.K.I.L. Wanniarachchi dan R.M.T.C.B.
Ekanayake. 2015.The arduino Controlled Incubator to
Control Temperature and Humidity. Prosiding research
symposium of Uva Wellasa University 21-23
Situmorang, Marhaposan. 2015. Sistem Pegaturan Suhu Pada
Ruang Pengeringan Bahan Pangan Berbasis
Mikrokontroler AT89S51 dan PC. Prosiding Semirata:
183 - 193. USU. Medan.
Stefanus, Michael., Dr. Ir. Engkos A. Kosasih M.T. Pengaruh
kelembababan Laju Aliran Dan Temperatur Udara
Pengering Terhadap Laju Pengeringan Gula Aren.
Teknik Mesin UI.
Suhata. 2005. Aplikasi Mikrokontroler Sebagai Pengendali
Peralatan Elektronika. Jakarta: Elex Media Komputindo.

73
Susilo, B dan B.D Argo. 2002. Mesin Pengering Tipe Rak
dalam Katalog Mesin Pengolahan HAsil Pertanian.
Open House MP-Fair tahun 2002. Universitas Brawijaya.
Malang
Taib, Gunarif., Gumbira Sa'id dan Sutedja Wiraatmadja 1988.
Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil
Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Utama, Yoga Alof Kurnia. 2016. Perbandingan Kualitas Antar
Sensur Suhu Dengan Menggunakan Arduino Pro Mini.
E-Jurnal NARODROID 2(2): 145-150 ISSN 2407-7712
Veerakumar, M et al. 2014. Different Drying Methods for
Agriculture Products and Eatables - A Review.
International Journal of Mathematical Sciences and
Engineering (IJMSE) 3(2): 53-60 ISSN 2278-1447
Winata, Pande Putu Teguh dkk. Rancang Bangun Sistem
Monitoring Output Dan Pencatatan Data Pada Panel
Surya Berbasis Mikrokontroler Arduino. E journal
SPEKTRUM 3(1): 1-6
Yonanda, Ahmad. 2015. Pembuatan dan Pengujian Sistem
Kontrol Otomatis untuk Proses Pengeringan Biji Kopi
Menggunakan Mikrokontroler Arduino Uno. Skripsi.
UNILA. Lampung

74

Anda mungkin juga menyukai