Anda di halaman 1dari 79

i

MEMPELAJARI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
DI WORKSHOP ALSINTAN UNIT PELAYANAN
TEKNIS DAERAH BALAI BENIH
INDUK TANAMAN PANGAN
PROVINSI LAMPUNG

(Laporan Tugas Akhir Mahasiswa)

Oleh

Aldi Kurniawan
NPM 19732004

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2022
i

MEMPELAJARI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
DI WORKSHOP ALSINTAN UNIT PELAYANAN
TEKNIS DAERAH BALAI BENIH
INDUK TANAMAN PANGAN
PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Aldi Kurniawan
NPM 19732004

Laporan Tugas Akhir Mahasiswa

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Sebutan


Ahli Madya Teknik (A.Md.T.)
pada
Program Studi Mekanisasi Pertanian
Jurusan Teknologi Pertanian

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2022
i

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Tugas Akhir Mahasiswa :Mempelajari Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Di Workshop Alsintan Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung

2. Nama Mahasiswa : Aldi Kurniawan

3. Nomor Pokok Mahasiswa : 19732004

4. Program Studi : Mekanisasi Pertanian

5. Jurusan : Teknologi Pertanian

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Meinilwita Yulia, S. TP., M. Agr.Sc. Drs. Zainal Arifin, M.Pd


NIP 197905142008122001 NIP 195711201987031002

Ketua Jurusan
Teknologi Pertanian

Iskandar Zulkarnain, S.T., M.T.


NIP 19750516200121001

Tanggal Ujian:

i
ii

MEMPELAJARI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
DI WORKSHOP ALSINTAN UNIT PELAYANAN
TEKNIS DAERAH BALAI BENIH
INDUK TANAMAN PANGAN
PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Aldi Kurniawan

ABSTRAK

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efesien, dan produktif. Suatu
perusahaan dibidang apapun sangat diwajibkan untuk melakukan penerapan
SMK3. Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir mahasiswa ini
ialah:mempelajari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) di workshop alsintan unit pelayanan teknis daerah balai benih induk
tanaman pangan provinsi lampung. Metode pelaksanaan Tugas Akhir dilakukan
dengan cara melakukan interview, studi literatur dan melakukan pengamatan
secara langsung mengenai penerapan SMK3 di lokasi. Bedasarkan data yang
diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa belum adanya penerapan sistem
manajemen keselamatan ddan kesehatan kerja (SMK3) di workshop alsintan unit
pelayanan teknis daerah balai benih induk tanaman pangan provinsi lampung, hal
ini dapat dilihat dari mayoritas jawaban mengenai dimensi dimensi SMK3 yang
ditanyakan kepada seluruh karyawan workshop.penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat pekerjaan di bidang ini
sangat rentan sekali mengalami kecelakaan kerja,berkonsultasi kepada lembaga
terkait mengenai pembuatan serta penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) sangat disarankan agar pada proses penerapannya dapat
tersusun dan karyawan dapat mudah memahaminya. Selain itu perlunya dilakukan
audit secara berkala dan terjadwal baik itu dilakukan sendiri oleh pihak
perusahaan atau menggunakan jasa lembaga terkait agar apabila ditemukan
adanya kelemahan pada sistem dapat segera diatasi.

Kata kunci: kecelakaan kerja, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan


kerja (SMK3)

ii
iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Aldi

Kurniawan, lahir di Dadirejo pada

tanggal 03 Juli 2000. Penulis

merupakan anak kedua dari dua

bersaudara dari pasangan suami istri

yang bernama Bapak Tunjang dan Ibu

Nuryati. Penulis memulai pendidikan di

Sekolah Dasar Muhammadiyah 1

Wonosobo, kemudian melanjutkan ke

SMP Muhammadiyah 1 Wonosobo,

kemudian penulis melanjutkan

pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Bumi Nusantara Banu Urip

pada Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan dan lulus pada tahun 2018. Setelah

lulus penulis diterima di Perguruan Tinggi Politeknik Negeri Lampung melalui

jalur UMPN pada tahun 2019 sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian

Program Studi Mekanisasi Pertanian. Penulis tercantum sebagai anggota aktif di

Himpunan Mahasiswa Mekanisasi (HIMAMETA), anggota aktif di Himpunan

Mahasiswa Jurusan (HMJ) Teknologi Petanian, serta aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI). Penulis melaksanakan

Praktik Kerja Lapang (PKL) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah

Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung, pada tanggal 1 Maret

sampai 23 April 2022.

iii
iv

Moto hidup
Jika Kau Tak Suka Sesuatu, Ubahlah.
Jika Tak Bisa, Maka Ubahlah Cara
Pandangmu Tentangnya.

iv
v

Ku persembahkan karya ini kepada :

Allah SWT Sang Selaku Pencipta Alam serta


Kehidupan di Semesta
.
Bapak Tunjang, Ibu Nuryati serta Kakakku
Joko Resmanto yang telah menjadi Support
System yang sangat baik.
.
Sahabat-sahabatku yang tentunya tidak dapat
saya sebutkan satu persatu
.
Serta Teman angkatan 2019 Politeknik Negeri
Lampung Khususnya Jurusan Teknologi
Pertanian Program Studi Mekanisasi Pertanian.

v
vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penyususunan Laporan
Tugas Akhir Mahasiswa yang berjudul “Mempelajari Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Di Workshop
Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan
Provinsi Lampung” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan Tugas Akhir Mahasiswa ini ditulis berdasarkan hasil Praktik Kerja
Lapang yang dilaksanakan dari tanggal 01 Maret sampai 23 April 2022, di
Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman
Pangan Provinsi Lampung. Penulisan Laporan Tugas Akhir Mahasiswa yang
dilaksanakan pada semester VI, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Diploma III di Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi
Mekanisasi Pertanian Politeknik Negeri Lampung.
Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam penulisan
Laporan Tugas Akhir Mahasiswa ini, sehingga penulis menyampaikan ungkapan
dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan
bimbingannya, terutama kepada:
1) Bapak Tunjang dan ibu Tuti Nuryati selaku kedua orangtua penulis, yang
selalu mendo’akan, membiayai, dan memberikan semangat kepada penulis
memberikan pelajaran yang berharga kepada penulis;
2) Joko Resmanto, Selaku Kakak penulis, terimakasih atas dukungan dan
arahannya selama masa pendidikan;
3) Dr. Ir. Sarono, M.Si., selaku Direktur Politeknik Negeri Lampung;
4) Iskandar Zulkarnain, ST., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian
Politeknik Negeri Lampung;
5) Dr. Imam Sofi’i, S.TP., M.Si selaku Ketua Program Studi Mekanisasi
Pertanian Politeknik Negeri Lampung;
6) Meinilwita Yulia, S.TP., M.Agr.Sc., selaku Dosen pembimbing I;
7) Drs. Zainal Arifin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II;

vi
vii

8) Seluruh Dosen dan Teknisi Program Studi Mekanisasi Pertanian yang telah
memberikan dukungan kepada penulis;
9) Pimpinan dan jajaran Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah
Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung yang telah menerima
penulis untuk melakukan Praktik Kerja Lapang dan mengambil data untuk
melengkapi Laporan Tugas Akhir Mahasiswa;
10) Bapak Wazir Nurizal, S. TP selaku Pembimbing Lapang;
11) Seluruh karyawan di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai
Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung yang telah membantu
penulis dalam setiap kegiatan Praktik Kerja Lapang;
12) Teman seperjuangan Feby Alfandi, serta teman-teman Program Studi
Mekanisasi Pertanian;
13) Rekan-rekan se-almamater Politeknik Negeri Lampung angkatan 2019,
terimakasih atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di
Politeknik Negeri Lampung; dan
14) Semua pihak yang telah membantu.
Dalam menyusun Laporan Tugas Akhir Mahasiswa ini, penulis menyadari
banyaknya kesalahan dan kekurangan. Penulis mengharapakan kritik dan saran
yang membangun sehingga Laporan Tugas Akhir Mahasiswa ini dapat disusun
dengan baik.
Bandar Lampung, Mei 2022

Aldi Kurniawan

vii
viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiiI

I. PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1
1.2 Tujuan ...............................................................................................3
1.3 Kontribusi .........................................................................................3
1.4 Gambaran Umum Perusahaan ...........................................................4
1.4.1 Sejarah Perusahaan .................................................................4
1.4.2 Letak Geografis ......................................................................4
1.4.3 Visi dan Misi Perusahaan ........................................................4
1.4.4 Struktur Organisasi Perusahaan...............................................5

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................7


2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) .............................................7
2.1.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) .....................8
2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ......................10
2.1.3 Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ............10
2.2 Kecelakaan Kerja ...............................................................................11
2.2.1 Definisi Kecelakaan Kerja ......................................................11
2.2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja ....................................................12
2.2.3 Kecelakaan Kerja....................................................................15
2.2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja ................................................15
2.3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) .........18
2.3.1 Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) .........................................................................20
2.3.2 Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) .........................................................................22
2.3.3 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ......................................................................................24
2.3.4 Proses Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) .........................................................................25

viii
ix

III. METODE PELAKSANAAN ...................................................................28


3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................28
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................28
3.3 Tahapan pelaksanaan .........................................................................28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................30


4.1. Gambaran Detail Perusahaan dan Pekerjaan .......................................30
4.2. Analisa Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) ....................................................................................30
4.2.1. Identitas Responden ................................................................31
4.2.2. Tingkat Pendidikan Responden ...............................................32
4.2.3. Lama Kerja Karyawan ............................................................33
4.3. Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi
Tanggung Jawab dan Komitmen Perusahaan ......................................33
4.4. Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi
Kebijakan dan Disiplin K3 .................................................................36
4.5. Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi
Komunikasi dan Pelatihan K3 ............................................................47
4.6. Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi
Inspeksi dan Penyelidikan Kecelakaan Kerja......................................52
4.7. Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi Evaluasi ...................55

4.8. Hambatan-hambatan dalam penerapan K3 .........................................57

V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................60


5.1 Kesimpulan .......................................................................................60
5.2 Saran .................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................62

LAMPIRAN

ix
x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Konsep operasional Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3) ................................................................... 23
2. Hasil Perbandingan Dimensi Tanggung Jawab dan
Komitmen Perusahaan ....................................................................... 36
3. Rincian Jumlah Alat Pelindung Diri (APD) ........................................ 42
4. Perbandingan Hasil Responden Dalam Dimensi Kebijakan
Dan Disiplin K3 ................................................................................. 46
5. Perbandingan Hasil Responden Dalam Dimensi Komunikasi dan
Pelatihan K3 ...................................................................................... 46
6. Kecelakaan Kerja Yang Terjadi Pada Periode Maret-April 2022 ........ 54
7. Perbandingan Hasil Responden Dalam Dimensi Inspeksi dan
Penyelidikan Kecelakaan Kerja .......................................................... 55

x
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Penerapan SMK3 .......................................................................... 25

2. Siklus proses SMK3 ................................................................................ 26

3. Grafik Jenis Kelamin Karyawan .............................................................. 31

4. Grafik Tingkat Pendidikan Karyawan ...................................................... 32

5. Grafik Lama Kerja Karyawan .................................................................. 33

6. Grafik Adanya Pengawasan Dari Perusahaan ........................................... 34

7. Grafik Adanya Panitia Pembina K3 ......................................................... 35

8. Grafik Adanya Peraturan K3 ................................................................... 37

9. Grafik Adanya SOP................................................................................. 38

10. Grafik Adanya Pemeriksaan Kesehatan ................................................... 39

11. Grafik Adanya Pemeliharaan Mesin atau Peralatan Kerja ........................ 40

12. Grafik Kesesuaian Jumlah dan Kualitas APD ........................................... 41

13. Kesesuaian Kualitas APD ........................................................................ 43

14. Grafik Upaya Perusahaan menjaga tempat kerja agar tetap aman.............. 44

15. Upaya Perushaan Menjaga Tempat Kerja Tetap Sehat .............................. 45

16. Adanya Sanksi Terhadap Pelanggaran K3 ................................................ 46

17. Adanya Sosialisasi K3.............................................................................. 47

18. Grafik adanya briefing sebelum pekerjaan dimulai ................................... 48

19. Grafik Adanya Pelatihan K3 .................................................................... 49

20. Grafik Adanya Penyuluhan K3 ................................................................. 50

21. Grafik Adanya Rambu-rambu K3 ............................................................. 51

22. Grafik adanya Inspeksi ............................................................................. 52

xi
xii

23. Grafik Adanya Penyelidikan Kecelakaan Kerja ........................................ 53

24. Grafik Adanya SOP Keadaan Tanggap Darurat ........................................ 54

25. Grafik Adanya Audit ................................................................................ 56

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Struktur Organisasi Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis


Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung ................ 64

xiii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat
diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut
personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan) atau potensi manusiawi sebagai
penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya atau potensi yang
merupakan aset dan berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi
bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi, 2000). Berdasarkan pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah suatu proses
mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi
fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan
organisasi (lembaga).
Seiring dengan kemajuan industrialisasi, penerapan teknologi canggih seperti
penggunaan mesin-mesin, bahan-bahan dan peralatan-peralatan baru yang rumit
serta kompleks dalam meningkatkan produktifitas kerja secara teknis, saat ini
sangat diperlukan. Namun, penggunaan teknologi tersebut seringkali tidak diiringi
dengan persiapan sumber daya manusia yang memadai terutama dari segi kualitas.
Selain itu, perusahaan atau organisasi juga harus mempersiapkan peraturan atau
prosedur teknis yang dapat mendukung terwujudnya penggunaan teknologi secara
aman dan tepat guna. Ketidakpastian tersebut dapat berakibat pada terciptanya
para pekerja yang memiliki keterbatasan pengetahuan tentang cara
mengoperasikan peralatan kerja, dimana kondisi ini seringkali menjadi pemicu
timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja (Ramadhan, 2012).
kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak terduga dan tidak
dikehendaki yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan dapat menyebabkan
kerugian pada manusia berupa cacat, kesakitan, kematian, kerusakan properti,
ataupun gangguan pada proses kerja. Secara umum penyebab kecelakaan kerja
digolongkan ke dalam dua kategori yaitu disebabkan karena kondisi tidak aman
2

(unsafe condition) maupun tindakan tidak aman (unsafe action). Kondisi tidak
aman (unsafe condition) terjadi apabila pelaksanaan kegiatan pekerja di
lingkungan kerja tidak mematuhi peraturan dan prosedur yang telah
ditetapkan, yang mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan sehat. Sedangkan,
tindakan tidak aman (unsafe action) terjadi jika pekerja tidak mengetahui, tidak
mampu, dan tidak mau menjalankan cara kerja dan peraturan–peraturan yang telah
ditetapkan.
Menciptakan kondisi yang aman bagi para pekerja/karyawan untuk
melakukan sebuah pekerjaan merupakan sebuah tanggung jawab perusahaan,
upaya-upaya perusahaan dalam menciptakan kondisi yang aman salahsatunya
adalah dengan cara menciptakan dan menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3). Berbeda halnya dengan Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3), sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah
suatu sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses, sumber penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung adalah salahsatu bagian dari lembaga
pemerintahan Provinsi Lampung yang bergerak dibidang jasa perawatan dan
perbaikan alat mesin pertanian. Pekerjaan pada bidang jasa perawatan serta
perbaikan terutama pada alat mesin pertanian adalah pekerjaan yang sangat
berpotensi mengalami kecelakaan kerja, maka dari itu menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah langkah awal yang
penting untuk melindungi serta menghimbau seluruh karyawan agar dapat
menekan potensi terjadinya kecelakaan kerja.
Selain menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3), melakukan analisa pada sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3) atau kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang telah diterapkan
pada suatu perusahaan dinilai penting untuk mengukur kualitas sistem yang telah
diterapkan sebelumnya, dan apabila ditemukan kekurangan atau kelemahan pada
3

sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), hal ini akan cepat
diperbaiki dan ditingkatkan kembali kualitasnya.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan, antara lain: melakukan pengamatan
serta wawancara secara lisan maupun tulisan terhadap seluruh karyawan
Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman
Pangan Provinsi Lampung mengenai sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang diterapkan di workshop.
Bedasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul Laporan
Tugas Akhir Mahasiswa yang berjudul
“Mempelajari Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai
Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung”.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir Mahasiswa ini antara lain:
1) mempelajari Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai
Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung.

1.3 Kontribusi
Adapun kontribusi dari penyusunan Laporan Tugas Akhir Mahasiswa:
1) Bagi Mahasiswa Mekanisasi Pertanian khususnya penulis, menambah ilmu
pengetahuan tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) serta memperluas wawasan sehingga dapat bersaing
di dunia kerja nantinya khususnya di bidang mekanisasi pertanian;
2) Bagi Politeknik Negeri Lampung, sebagai refrensi mengenai penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3); dan
3) Bagi Masyarakat, memberikan informasi mengenai penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).
4

1.4 Gambaran Umum Perusahaan


1.4.1 Sejarah Perusahaan
Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung merupakan sebuah bagian dari lembaga
pemerintahan yang bertugas untuk penyiapan benih bermutu tanaman pangan,
penyewaan alat pra panen dan pasca panen, perawatan dan perbaikan alat mesin
pertanian, produksi sparepart alat mesin pertanian, dan modifikasi alat mesin
pertanian.

1.4.2 Letak Geografis


Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung terletak di JL Panggungan No.39, Kota
Agung, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, Kode
pos 35363 yang terletak pada koordinat 104,920– 105,340 Bujur Timur dan 5,120
– 5,840 Lintang Selatan. Secara administratif atau tertulis, lokasi workshop yang
dimiliki oleh dinas pertanian berbatasan dengan sebelah utara: Desa Kota agung
dan Desa Berna, sebelah selatan: Desa Cimangga dan Desa Masgar, sebelah barat:
Desa kelapa 2, sebelah timur: Perkebunan.
Letak workshop Alsintan Provinsi Lampung ini juga dekat dengan beberapa
kota yakni Kota Metro 24 km, Bandar Jaya 25 km, dan Bandar Lampung 32 km.
Selain itu Workshop Alsintan Provinsi Lampung juga berdekatan dengan BMKG
Stasiun Klimatologi Pesawaran.

1.4.3 Visi dan Misi Perusahaan


a) Visi Perusahaan’
Adapun visi dari Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai
Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung adalah:
Menyiapkan usaha tani secara modern dengan menyiapkan alat mesin
pertanian yang prima dan handal.
b) Misi Perusahaan
Adapun misi dari Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai
Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung diantaralain:
5

1) mempersiapkan alat mesin pertanian guna meningkatkan produksi


pertanian;
2) memelihara alat mesin pertanian agar masa pakai lebih lama;
3) memperbaiki alat mesin pertanian agar dapat bekerja secara optimal;
4) mengembangkan alat mesin pertanian dikancah pertanian modern;
5) mengembangkan sumberdaya manusia dalam rangka inovasi alat mesin
pertanian yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah kerja; dan
6) mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang perbengkelan.

1.4.4 Struktur Organisasi Perusahaan


Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan
Workshop Alsintan Provinsi Lampung memiliki beberapa bagian departemen
yang memiliki tugas yang berbeda-beda. Bagan struktur organisasi Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Workshop
Alsintan Provinsi Lampung dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berikut adalah tugas-tugas dari masing masing departemen yang ada pada
Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Workshop
Alsintan Provinsi Lampung:
a) Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman
Pangan dan Workshop Alsintan Provinsi Lampung
Posisi ini memiliki tugas memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan
Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan
Workshop Alsintan Provinsi Lampung sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Alat Mesin Pertanian serta ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Seksi Benih
Posisi ini memiliki tugas menyiapkan bahan perencanaan,
memperbanyak dan melakukan evaluasi kebutuhan kelas benih dasar dan
benih pokok tanaman pangan.
c) Seksi Alsintan
Posisi ini memiliki tugas menyiapkan bahan identifikasi dan inventaris
kebutuhan alat-alat mesin pertanian, melakukan perencanaan dan
pengembangan alat mesin pertanian, modifikasi alat mesin pertanian, dan
6

melakukan persiapan bahan pembinaan penerapan standar mutu alat mesin


pertanian.
d) UPS Benih
Posisi ini memiliki tugas untuk mensosialisasikan benih tanaman pangan
kepada petani dan mempersiapkan benih untuk petani agar petani mengerti
tentang benih-benih unggul pada tanaman pangan.
e) Kepala Bengkel
Posisi ini memliki tugas untuk melakukan perencanaan pada program
kerja bengkel sebagai pedoman pelaksanaan tugas, membagi tugas kepada
bawahan sesuai dengan bidangnya, dan mengkoordinasikan bawahan dalam
melaksanakan tugas agar terjalin kerja sama yang baik.
f) Mekanik
Posisi ini memiliki tugas untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan
pada alat mesin pertanian jika terjadi kerusakan dengan melakukan
pengecekan pada alat mesin pertanian tersebut terlebih dahulu.
g) Operator
Posisi ini memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan rutin pada alat
mesin pertanian seperti pengecekan bahan bakar dan oli sebelum alat bekerja.
Bertanggung jawab dalam hal pengiriman dan memastikan peletakan alat di
area yang aman.
h) Petugas Kebersihan
Posisi ini memiliki tugas untuk memastikan kondisi workshop selalu
dalam keadaan bersih dan rapi.
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang biasa disingkat K3 adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah dari tenaga kerja itu sendiri pada khususnya, dan
manusia pada umumnya (Kamdhari, 2018).
Menurut Suma, mur dalam Ramadhan, Achmad (2012), keselamatan kerja
adalah sarana utama untuk melakukan pencegahan kecelakaan,cacat dan kematian
yang disebabkan oleh kecelakaan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja yang
baik adalah pengantar keamananan bagi tenaga kerja. Selain menjadi penghambat
bagi kesehatan tenaga kerja, kecelakaan kerja juga dapat menimbulkan kerugian
secara tidak langsung yaitu apabila terjadi kerusakan pada bagian mesin, peralatan
kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, dan kerusakan yang terjadi
pada lingkungan disekitar.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah spesialis yang memiliki tujuan
untuk memberikan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya kepada pekerja
ataupun masyarakat, baik secara fisik maupun mental yang berpotensi terganggu
oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta penyakit penyakit umum.

Menurut Robert L Mathis dalam dalam Ramadhan, Achmad (2012), ia


mendefinisikan K3 secara pisah yakni kesehatan, keselamatan dan keamanan.
Menurut Robert, kesehatan merujuk pada kondisi fisik, mental maupun stabilitas
emosi secara umum. Individu yang sehat adalah individu yang terbebas dari
penyakit, cedera, masalah mental dan emosi yang dapat mengganggu aktivitas
manusia normal pada umumnya. Keselamatan merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Tujuan utama keselamatan dan kesehatan
kerja adalah untuk mencegah kecelakaan atau cedera dalam bekerja. Sedangkan
keamanan merupakan suatu perlindungan terhadap fasilitas pengusaha dan
perlatan yang ada yang ditunjukan untuk melindungi para pekerja ketika sedang
melakukan pekerjaan.
8

Menurut Wajma (2017), Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara


filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keadaan, keutuhan,
dan kesempurnaan, baik jasmani maupun rohani manusia serta karya dan
budayanya tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja
khususnya. Sedangkan menurut Triwibowo dalam Wajma (2017), Keselamatan
kerja didefinisikan sebagai upaya perlindungan pekerja, orang lain di tempat kerja
dan sumber produksi agar selalu dalam keadaan selamat selama dilakukan proses
kerja. Sedangkan kesehatan kerja diartikan sebagai lapangan kesehatan yang
mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat
pekerja. Menyeluruh dalam arti upaya-upaya preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif, higiene, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya, serta
upaya lainnya.

2.1.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah aspek penentu dimana para
pekerja dapat pulang ke rumah mereka dengan selamat. Kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja atau dunia industri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
yang signifikan terutama pada tahun 2017 dan tahun 2018 (Anonim, 2020).
Sejarah keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia dimulai saat Belanda
hadir ke Indonesia pada abad ke-17. Saat itu, permasalahan keselamatan kerja di
lokasi Indonesia mulai terasa untuk melindungi modal yang ditanam untuk
industri. Saat jumlah ketel uap yang dipakai industri Indonesia hingga munculah
undang-undang tentang kerja ketel uap di tahun 1853. Penggunaan ketel uap terus
bertambah jumlahnya, hingga pada tahun 1898 jumlahnya sudah mencapai ribuan
ketel uap yang digunakan (Anonim, 2020).
Penggunaan mesin semakin meningkat dengan berkembangnya teknologi dan
perkembangan industri. Untuk itu, pada tahun 1905 dengan Pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan perundangan keselamatan kerja yang dikenal dengan
Veiligheid Ordonatie/Regelement yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930
sehinggaa menjadi landasan penerapan K3 di Indonesia (Anonim, 2020).
Tahun 1953, dilakukkan survei oleh seorang ahli dari International Labor
Organization (ILO), yaitu Dr. Thiis Evenson. Hasil survei tersebut antara lain
menyatakan bahwa inspeksi industri dilakukan hanya oleh Departemen
9

Perburuhan, yakni Jawatan Pengawas Perburuhan. Departemen Kesehatan hanya


berfungsi sebagai konsultan. Dasar inspeksi ialah beberapa peraturan perburuhan
dan Veiligheids Ordonatie/Reglement (VO) yang dibuat pada tahun 1930, dicabut
pada tahun 1970 dengan diumumkannya UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Anonim, 2020).
Mengingat pentingnya tenaga kerja bagi suatu negara, terjadinya kerusakan
lingkungan akibat industrialisasi dan masih banyaknya kecelakaan kerja, dunia
internasional menekankan mutu proses K3 yang dikenal sebagai Occupational
Healt and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001. OHSAS juga mendukung
reputasi perusahaan dan tanggung jawab pengusaha terhadap pelanggan,
pemangku kepentingan, dan masyarakat secara umum. OHSAS 18001 akan
memasukan struktur K3 ke dalam perusahaan/bisnis. Di dalamnya terdapat proses
perencanaan, pelaksanaan, Monitoring/Evaluasi, dan tindak lanjut yang
berkelanjutan sehingga tercapai kondisi zero accident (Anonim, 2020).
Sistem pengendali mutu K3 di indonesia ini dikenal sebagai Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), dilaksanakan atas dasar
permenaker No. 05 Tahun 1996. Semua perusahaan besar (mempunyai lebih dari
100 orang pekerja) wajib mempunyai Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), begitu pula perusahaan kecil apabila ada proses atau
materi yang berbahaya. Berbeda dari negara lain, sistem mutu biasanya bersifat
sukarela (Anonim, 2020).
Seiring berjalannya waktu, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia mengalami terus perubahan dan kemajuan.
Di antaranya dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang didalamnya mengatur tentang wajibnya penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Selain itu
Permennaker No. 05 Tahun 1996 juga telah direvisi menjadi PP No. 50 Tahun
2012 yang mengatur tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia (Anonim, 2020).
10

2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Secara umum tujuan K3 adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif. Selain itu, untuk menciptakan lingkungan kerja yang higienis,
aman, dan nyaman yang dikelola oleh tenaga kerja sehingga sehat, selamat, dan
produktif (Wajma, 2017).
The Joint ILO/WHO Committee On Occupational Health telah menetapkan
tujuan dari K3 antara lain (Wajma, 2017):
1) Memberikan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan tingkat
yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun kesejahteraan social
masyarakat pekerja di semua lapangan kerja;
2) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerjanya;
3) Memberi perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan; dan
4) Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaanya. Untuk
mewujudkan tenaga kerja yang sehat dan produktif dapat digunakan
dua pendekatan, yakni pendekatan pengendalian pengaruh faktor fisik,
kimia, dan biologi terhadap tenaga kerja dengan sasaran lingkungan
kerja bersifat teknis. Sedangkan pendekatan konsep kesehatan kerja
untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif , dengan
sasaran mencegah penyakit akibat kerja yang bersifat medis.

2.1.3 Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Bedasarkan Undang-undang tentang keselamatan kerja No. 1tahun 1970 pasal
2, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja akan sepenhnya diberikan
meliputi semua aspek pekerjaan yang berbahaya, semua tempat kerja, baik darat,
di dalam tanah, permukaan air, dalam air maupun di udara yang berada di wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Berikut adalah beberapa sebab yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan antara lain
(Saputro, 2015):
11

1) Keadaan tempat lingkungan kerja


keadaan lingkungan kerja yang dimaksud yaitu meliputi: penyususnan
atau peletakan dan penyimpanan barang-barang berbahaya yang kurang
memperhatikan dengan keamanannya, ruang kerja yang terlalu padat dan
sesak dan pembuangan limbah yang tidak pada tempatnya.
2) Pengaturan udara
Pergantian atau sirkulasi udara di ruang kerja yang tidak baik dan suhu
udara yang tidak dikondisikan pengaturannya dapat menyebabkan kecelakaan
kerja yang menyebabkan gangguan pada kesehatan khususnya pada bagian
pernafasan.
3) Pengaturan penerangan
Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat dalam
ruangan kerja dan ruang kerja yang kurang pencahayaannya dapat memicu
kecelakaan dan kesehatan kerja khususnya pada bagian penglihatan tenaga
kerja.
4) Pemakaian peralatan kerja
Penggunaan peralatan kerja dengan kondisi pengaman yang sudah rusak
atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya dapat mengakibatkan terjadinya
kecelakaan kerja yang fatal.
5) Kondisi fisik dan mental
Kecelakaan kerja juga dapat diakibatkan karena kondisi fisik dan mental
yang kurang baik diantaranya karena adanya kerusakan alat indra, stamina
yang sudah tidak stabil, emosi yang tidak stabil, kepribadian yang rapuh cara
berfikirnya, motivasi kerja yang rendah, ceroboh, kurang cermat dan
kurangnya pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama yang dapat
mengakibatkan resiko bahaya.

2.2 Kecelakaan Kerja


2.2.1 Definisi Kecelakaan Kerja
Bedasarkan Peraturan mentri tenaga kerja no 3 tahun 1998, Kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tidak pernah dikehendaki dan tidak diduga yang dapat
menimbulkan korban jiwa dan harta benda. World Health Organization (WHO)
mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan
12

penanggulangan sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang nyata,


sedangkan menurut OHSAS 18001 dalam saputro (2015), kecelakaan kerja adalah
suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian,
luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu.
Bedasarkan UU No 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda, sedangkan menurut UU No 3
tahun 1992 tentang jaminan social tenaga kerja, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju
tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Beberapa sumber telah menyampaikan definisi tentang kecelakaan kerja, hal
ini maka dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja merupakan kejadian yang
tidak terduga dan tidak dikehendaki yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
dan dapat menyebabkan kerugian pada manusia berupa cacat, kesakitan, kematian,
kerusakan properti, ataupun gangguan pada proses kerja.

2.2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
manusia, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan tempat kerja (Saputro, 2015).
1) Faktor manusia
a) Umur Pekerja
Bedasarkan penelitian yang dilakukan dengan test reflex
memberikan kesimpulan bahwa umur manusia mempunyai pengaruh
penting dalam terjadinya kecelakaan akibat kerja. Golongan yang
memiliki umur lebih muda cenderung lebih mendapatkan kecelakaan
yang lebih rendah dibandingkan dengan golongan yang memiliki usia
tua, karena usia muda lebih memiliki reaksi yang lebih tinggi. Namun
untuk jenis pekerjaan tertentu memiliki kasus kecelakaan tinggi,
mungkin dikarenakan oleh kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap
pekerjaan yang dilakukannya.
13

b) Pengalama kerja
Pengalaman kerja seseorang ditentukan oleh lamanya seseorang
bekerja. Semakin lama ia bekerja maka semakin banyak pengalaman
dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya
kecelakaan kerja terutama bagi pekerja yang memiliki pengalaman
kerja yang masih sedikit.
c) Tingkat pendidikan dan keterampilan
Pendidikan seseorang tentunya akan mempengaruhi cara berfikir
dalam menghadapi pekerjaan, demikian saat menerima pelatihan kerja
baik praktek maupun teori termasuk bagaimana cara melakukan
pencegahan maupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
d) Lama bekerja
Seorang pekerja yang memiliki waktu yang lebih lama dalam
bekerja tentu akan mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini
dikarenakan pada lamanya seseorang dalam bekerja akan
mempengaruhi pengalamannya dalam bekerja.
e) Kelelahan
Faktor kelalahan pekerja dapat mengkibatkan kecelakaan kerja atau
turunnya produktifitas kerja. Kelelahan adalah dimana seseorang
mengalami perasaan lelah dan fisiologis dalam tubuh mengalami
perubahan. Akibat kelelahan dapat menurunkan kemampuan kerja dan
kemampuan tubuh seorang pekerja.

2) Faktor pekerjaan
Penyebab kecelakaan kerja yang ditimbulkan oleh faktor pekerjaan
diantaralain (Saputro, 2015):
a) Jam kerja
jam kerja Yang dimaksud yaitu jam waktu bekerja termasuk waktu

istirahat dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat

ini dapat mengurangi potensi terjadinya kecelakaan kerja.


14

b) Giliran kerja (shift)


Gilian kerja adalah pembagian kerja dalam waktu dua puluh empat
jam. Dimana dalam bekerja secara bergiliran pekerja biasanya tidak
memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan sistem shift dan
pekerja tidak memiliki kemampuan dalam pekerjaan untuk beradaptasi
dengan kerja pada malam hari dan tidur saat siang hari. Pergeseran
waktu dalam bekerja dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
kecelakaan akibat kerja.

3) Faktor lingkungan
Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh lingkungan meliputi (saputro,
2015):
a) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik diantaranya yaitu adanya pencahayaan yang tepat
dan sesuai sehingga pekerjaan yang dikerjakan dapat menghasilkan
produksi yang maksimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan
akibat kerja. Selain itu kebisingan di tempat kerja dapat mempengaruhi
terhadap pekerja karena adanya kebisingan dapat mengganggu
komunikasi sehingga dapat menyebabkan salah pengertian, tidak
mendengar isyarat yang diberikan, hal ini dapat berakibat terjadinya
kecelakaan kerja selain itu kebisingan juga dapat menghilangkan
pendengaran sementara atau tetap.
b) Lingkungan kimia
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
selanjutnya yaitu karna faktor lingkungan kimia, Faktor tersebut dapat
berupa bahan baku suatu produksi, hasil produksi dari suatu proses,
limbah dari suatu produksi.
c) Limbah biologi
Bahaya dari lingkungan biologi dapat disebabkan oleh jasad renik,
gangguan dari serangga maupun binatang lain yang ada di tempat kerja.
Hal ini dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti infeksi,
alergi. sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa berbagai
penyakit serta bisa menyebabkan kematian.
15

2.2.3 Dampak Kecelakaan kerja


Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian yang besar, baik itu
kerugian material dan fisik. Menurut Cecep Dani Sucipto dalam Saputro (2015),
kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja antara lain adalah:
1) Kerugian bagi instansi
kerugian bagi instansi yaitu diantaranya biaya pengangkutan korban
kerumah sakit, biaya pengobatan, penguburan jika sampai meninggal dunia,
hilangnya waktu kerja korban dan rekan-rekannya yang menolong. Sehingga
dapat menghambat kelancaran program mencari pengganti atau melatih
tenaga kerja baru.
2) Kerugian bagi korban
Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai
mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih
sayang orang tua terhadap putra-putrinya.
3) Kerugian bagi negara
Akibat dari kecelakaan kerja ini berdampak pada biaya pemasaran produk
yang dihasilkan hal ini dikarenakan biaya akan dibebankan sebagai biaya
produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan
tersebut dan hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi harga jual di
pasaran.

2.2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja


Perlunya diperhatikan keselamatan kerja untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja. Keselamatan kerja pada dasarnya adalah usaha manusia dalam
melindungi hidupnya dengan cara melakukan tindakan preventif dan pengamanan
terhadap terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja.
Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan cara berikut (Saputro,
2015):
1) Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja
Diperlukannya informasi yang berhubungan dengan banyaknya dan
tingkat jenis kecelakaan yang terjadi ditempat kerja. Hal ini untuk
mengetahuinya diperlukan sebuah pengamatan data tentang resiko bahaya di
16

tempat kerja, diantara dengan melakukan pengukuran resiko kecelakaan yaitu


dengan mencatat tingkat jenis kecelakaan yang terjadi sehingga dapat
mengetahui hari kerja yang hilang atau kejadian fatal pada setiap pekerja.
Selain itu diperlukan penilaian resiko bahaya yaitu dengan mengindikasikan
faktor bahaya yang menyebabkan kecelakaan, tingkat kerusakan dan
kecelakaan terjadi. Seperti bekerja di ketinggian maka harus mengetahui
resiko terjatuh atau bekerja di pemotongan maka harus mengetahui bahaya
resiko terpotong karena berhadapan dengan benda tajam.
2) Pelaksanaan SOP secara benar ditempat kerja
Standar operasional prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi
dan dilaksanakan dengan benar dan berurutan sesuai dengan intruksi yang
tercantum dalam SOP. Jika tidak sesuai dengan ketentuan SOP maka dapat
menyebabkan kegagalan proses produksi, kerusakan peralatan dan kecelakaan.
3) Pengendalian faktor bahaya ditempat kerja
Sumber pencemaran dan faktor berbahaya di tempat kerja sangat
ditentukan oleh proses produksi, metode yang digunakan, produk yang
dihasilkan dan peralatan yang digunakan. Mempertimbangkan tingkat resiko
bahaya yang akan terjadi maka dapat memperkirakan cara mengurangi resiko
bahaya kecelakaan. Pengendalian faktor bahaya dapat dilakukan dengan cara:
a) mengurangi pencemaran atau resiko bahaya yang terjadi akibat
proses produksi, mengganti bahan berbahaya yang digunakan
dalam proses produksi dengan bahan yang kurang berbahaya;
b) memisahkan pekerja bedasarkan faktor berbahaya yang ada
ditemapat kerja, membuat peredam untuk mengisolasi mesin;
c) memasang pagar pengaman mesin agar pekerja tidak langsung
kontak dengan mesin, pemasangan ventilasi dan lain-lain; dan
d) Pengaturan secara administratif untuk melindungi pekerja,
misalnya menempatkan pekerja sesuai dengan bidang keahlian dan
kemampuannya, pengaturan shift kerja, penyediaan alat pelindung
diri yang sesuai.
17

4) Pemimgkatan pengetahuan tenaga kerja tentang keselamatan kerja


Tenaga kerja merupakan sumber daya utama dalam proses produksi yang
harus dilindungi, untuk memperkecil terjadinya kecelakaan maka perlu
memberikan sebuah pengetahuan kepada tenaga kerja tentang pentingnya
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja saat melakukan aktivitas kerja.
Peningkatan pengetahuan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberikan
sebuah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja di awal saat bekerja dan
dilakukan secara berkala agar selalu mengalami peningkatan dalam wawasan
pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja.
5) Pemasangan tanda bahaya di tempat kerja
Ditempat kerja banyak ditemukan faktor bahaya kerja, untuk
menghindari terjadinya kecelakaan kerja maka perlu dipasang rambu-rambu
peringatan dapat berupa papan peringatan, poster, batas area aman dan lain
sebagainnya Selain dilakukan sebuah pencegahan perlu disediakan sarana
untuk menanggulangi kecelakaan kerja diantaranya yaitu:
a) Penyediaan P3K
Peralatan P3K yang ada di tempat kerja harus ada dan sesuai
dengan kemungkinan jenis kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat
kerja untuk mengantisipasi jika terjadinya kecelakaan korban menjadi
lebih parah. Petugas yang memiliki tanggung jawab melaksanakan P3K
harus kompeten dan selalu siap apabila terjadi kecelakaan ditemapat
kerja.
b) Penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat
Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja tanpa kita sadari
sebelumnya, seperti terkena bahan kimia yang dapat menyebabkan
iritasi pada kulit atau mata, terjadinya kebakaran yang dilakukan yaitu
harus memiliki perencanaan dan peralatan tanggap darurat di tempat
kerja seperti pemadam kebakaran, hidran, peralatan emergency shower,
eye shower dengan tersedianya air yang cukup dan semua peralatan
harus mudah untuk dijangkau.
18

c) Bentuk aktifitas
Bentuk aktifitas yang dilakukan yaitu melakukan inspeksi dan
tindakan lanjutannya jika terjadi kecelakaan tujuannya untuk
menemukan secara dini segala yang dapat membahayakan pekerja,
proses dan lingkungan. Selain itu diperlukannya sebuah pelatihan-
pelatihan dengan adanya pelaksanaan pelatihan yang memuat tentang
persyaratan yang dilakukan dan rencana pelatihan dilakukan setiap
tahun.

2.3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan
produktif (Wajma, 2017).
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menurut
OHSAS 18001 tahun 2007 adalah bagian dari suatu sistem manajemen dan
organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3
dan mengelola risiko-risiko K3 (Wajma, 2017).
Menurut Suparyadi dalam Syahrawati (2019), Keselamatan kerja dapat
didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya dengan terbebas dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sehingga
mereka tidak merasa khawatir akan mengalami kecelakaan. kesehatan kerja
merupakan suatu kondisi fisik, mental, dan sosial dan bukan hanya ketiadaan
penyakit atau kelemahan pada waktu melaksanakan suatu pekerjaan. Kesehatan
kerja merupakan sumber daya kehidupan sehari-hari bagi karyawan, termasuk
ketika mereka melaksanakan pekerjaannya, karena tanpa kesehatan karyawan
tidak dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Suparyadi dalam Syahrawati (2019) menuturkan bahwa Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan tata kelola atas adanya
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan agar mereka merasa
19

aman dan nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga dapat


berkonsentrasi secara penuh, dan mampu bekerja secara produktif. SMK3 tidak
berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan atau menjadi
bagian integral dari keseluruhan sistem manajemen perusahaan. Masalah
keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dapat berpengaruh terhadap
produktivitas kerja mereka. Artinya adalah bahwa keselamatan dan kesehatan
karyawan dapat mempengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan perusahaan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efesien, dan produktif (Syahrawati, 2019).
Menurut Robert L Mathis dan John H Jackson dalam Ramadhan (2012),
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang efektif terdiri
dari lima hal, lima hal tersebut diantaralain:
a) Tanggung jawab dan komitmen perusahaan
Inti dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah
komitmen perusahaan dan usaha K3 yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya
dicerminkan dari tindakan-tindakan manajerial dan dikordinasikan mulai dari
tingkat manajemen paling tinggi. Fokus pendekatan sistematis terhadap
keselamatan kerja adalah adanya kerjasama terus menerus dari para pekerja,
manajer dan yang lainnya.
b) Kebijakan dan disiplin K3,
Merancang kebijakan dan peraturan mengenai K3 serta mendisiplinkan
pelaku pelanggaran merupakan komponen penting dalam rangka menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat. Dukungan yang baik terhadap
perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-
praktik keselamatan kerja yang positif juga sangat penting untuk
meningkatkan keselamatan para pekerja.
20

c) Komunikasi dan pelatihan K3


Diperlukannya komunikasi pada proses pelatihan K3 secara terus
menerus untuk membangun kesadaran akan pentingnya K3. Bentuk
komunikasi antara lain dengan mengubah poster keselamatan kerja dan
mengupdate papan bulletin K3.
d) Inspeksi dan penyelidikan kecelakaan kerja
Inspeksi tempat kerja sebaiknya dilakukan secara berkala oleh komite K3
atau koordinator K3, sama halnya ketika terjadi kecelakaan kerja,
penyelidikan kecelakaan kerja harus dilakukan oleh komite atau koordinator
K3.
e) Evaluasi
Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha K3nya
dengan melakukan audit secara periodic. Hal ini ditujukan untuk
menganalisis serta mengukur kemajuan dalam manajemen K3.

Konsep operasional menurut Robert L Mathis dan Jhon H Jackson dalam


Ramadhan (2012) dapat dilihat pada Tabel 1.

2.3.1 Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(SMK3)
Menurut Ramli (2010), tujuan sistem manajemen keselamatan dan
keselamatan kerja antaralain:
a) Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
Sistem Manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja
penerapan K3 dalam Organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3
organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat mengetahui tingkat
pencapaian K3. Pengukuran ini dilakukan melalui audit sistem manajemen
K3.
b) Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
Sistem Manajemen dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
mengembangkan Sistem Manajemen K3. Beberapa bentuk Sistem Manajemen
K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API
21

HSEMS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HSEMS Guidelines,
ISRS dari DNV, dan lainnya.
c) Sebagai dasar penghargaan (Award)
Sistem Manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian
penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3, penghargaan K3 diberikan baik
oleh instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya seperti Sword
of Honour dari British Safety Council, Five Star Safety Rating System dari
DNV atau National Safety Council Award, dan SMK3 dari Depnaker.
Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolak
ukur masing-masing. Karena bersifat penghargaan, maka penilaian hanya
berlaku untuk periode tertentu.
d) Sebagai sertifikasi
Sistem Manajemen juga digunakan untuk sertifikasi penerapan
Manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikasi diberikan oleh lembaga
sertifikasi yang telah diakreditasi oleh suatu badan akreditasi. Sistem
sertifikasi dewasa ini telah berkembang secar global karena dapat diacu di
seuruh dunia.

Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), dinyatakan bahwa
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) memiliki tujuan
sebagai berikut:
a) Meningkatkan efektivitas perlindungan dan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terencana, terstruktur dan terintegrasi;
b) Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsure manajemen, pekerja/buruh dan serikat
pekerja/buruh; dan
22

c) Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk


mendorong produktifitas.

2.3.2 Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(SMK3)
Menurut Pangkey (2012), manfaat sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) bagi perusahaan adalah sebagai berikut:
a) Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsure sistem
operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan kerja,
insiden dan kerugian-kerugian lainnya;
b) Dapat mengetahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3
di perusahaan;
c) Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dibidang K3;
d) Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran tentang
K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit; dan
e) Dapat meningkatkan produktifitas kerja.
23

Tabel 1. Konsep operasional Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Variabel Dimensi Kategori Indikator Skala

Tanggung Jawab dan 1) Ada tindakan konkrit dari perusahaan


Komitmen Perusahaan 2) Ada kordinasi dari manajer tingkat tertinggi

Kebijakan dan Disiplin K3 1) Ada peraturan K3


2) Ada SOP tentang K3
3) Ada Pemeriksaan Kesehatan
4) Ada Pemeliharan Mesin atau peralatan kerja
Sistem Manajemen 5) Disiplin K3
Keselamatan dan Kesehatan Baik/Buruk Ordinal
Komunikasi dan Pelatihan 1) Ada sosialisasi dan penyebaran informasi K3
K3 2) Ada penyuluhan tentang K3
Kerja (SMK3)
3) Ada rambu-rambu K3

Inspeksi dan Penyelidikan 1) Ada inspeksi ke lokasi


Kecelakaan Kerja 2) Ada penyelidikan kecelakaan kerja
3) Ada SOP keadaan tanggap darurat
Evaluasi 1) Ada Audit K3

Sumber: Ramadhan (2012).


24

2.3.3 Penerapan prinsip Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (SMK3)
Penerapan sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung
jawab pelaksanaan, prosedur dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3
dalam rangka pengendalaian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
tercapainya tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif
(Wajma, 2017).
Pemerintah indonesia telah menetapkan suatu pedoman atau standar bagi
setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3.
Kewajiban penerapan SMK3 berlaku bagi perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang atau yang mempunyai tingkat
potensi bahaya tinggi (Wajma, 2017).
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
menurut Pasal 6 PP RI No. 50 Tahun 2012 meliputi:
1) Penetapan kebijakan K3;
2) Perencanaan K3;
3) Pelaksanaan rencana K3;
4) Pemantauan dan evaluasi K3; dan
5) Peninjauan dan Peningkatan SMK3.

Berikut adalah gambar siklus prinsip penerapan sistem keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3) dapat dilihat pada Gambar 1.
25

Gambar 1. Siklus prinsip SMK3 (Anonim, 2021).

2.3.4 Proses Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


Menurut Ramli dalam Wajma (2017), Sistem manajemen K3 terdiri atas 2
unsur pokok yaitu proses manajemen dan elemen-elemen implementasinya.
Proses SMK3 menjelaskan bagaimana sistem manajemen tersebut dijalankan atau
digerakkan. Sedangkan elemen merupakan komponen-komponen kunci
terintegrasi satu dengan lainnya membentuk satu kesatuan sistem manajemen.
Menurut OHSAS 18001, menggunakan pendekatan kesisteman mulai dari
perencanaan, penerapan, pemantauan dan tindakan perbaikan yang mengikuti
siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action) yang merupakan proses peningkatan
berkelanjutan. Berikut gambar proses sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) dapat dilihat pada Gambar 2.
26

Gambar 2. Siklus proses SMK3 (Wajma, 2017).

Elemen implementasi dari sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 adalah


sebagai berikut:
1) Kebijakan K3;
2) Identifikasi bahaya, penilaian resiko, dan menentukan pengendaliannya;
3) Persyaratan hokum dan lainnya;
4) Objektif K3 dan program K3;
5) Sumberdaya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang;
6) Kompetensi, pelatihan dan kepedulian;
7) Komunikasi, partisipasi, dan konsultasi;
8) Pendokumentasian;
9) Pengendalian dokumen;
10) Pengendalian operasi;
11) Tanggap darurat;
12) Pengukuran kinerja dan pemantauan;
13) Evaluasi kesesuaian;
14) Penyelidikan inden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi, dan langkah
pencegahan;
15) Pengendalian rekaman;
16) Internal audit; dan
27

17) Tinjauan manajemen.


Sistem Manjamenen K3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh
manajemen puncak sebagai perwujudan komitmen manajemen dalam mendukung
penerapan K3. Selanjutnya kebijakan K3 dikembangkan dalam perencanaan yang
baik agar proses SMK3 berjalan terarah, efisien, dan efektif. Dari hasil
perencanaan tersebut dilakukan penerapan dan operasional, melalui pengerahan
semua sumber daya yang ada, serta melakukan berbagai program dan langkah
pendukung untuk mencapai keberhasilan. Secara keseluruhan, hasil penerapan K3
harus ditinjau ulang secara berkala oleh manajemen puncak untuk memastikan
bahwa SMK3 telah berjalan sesuai dengan kebijakan dan strategi serta
mengetahui kendala yang mempengaruhi pelaksanaannya.
28

III. METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penulisan Laporan Tugas Akhir Mahasiswa disusun bedasarkan data yang
telah didapat dari kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan selama
2 bulan dimulai dari tanggal 1 Maret 2022 sampai 23 April 2022. Kegiatan
Praktik Kerja Lapang (PKL) dilakukan di bagian produksi Workshop Alsintan
Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Kecamatan
Tegineneng Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan Bahan yang digunakan pada pengambilan data penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah:
1) Buku panduan praktik kerja lapang;
2) Buku tulis;
3) Handphone; dan
4) Pena.

3.3 Tahapan Pelaksanaan


Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Workshop Alsintan Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Kecamatan
Tegineneng Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung berada di bawah
pengawasan pembimbing lapang yang ditunjuk langsung oleh perusahaan guna
membantu kegiatan pengamatan yang akan diangkat menjadi judul Laporan Tugas
Akhir Mahasiswa ini, adapun metode-metode pengamatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1) Metode Interview
Pada tahap interview ini, penulis melakukan wawancara secara langsung
kepada seluruh karyawan mengenai penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit
29

Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Kecamatan


Tegineneng Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
2) Metode Studi Literatur
Pada tahap ini penulis mencari informasi dan teori pendukung yang akan
digunakan sebagai data pendukung untuk penulisan Laporan Tugas Akhir
Mahasiswa guna terealisasinya Tugas Akhir yang akan penulis buat.
3) Metode pengamatan
Pada tahap ini penulis secara langsung terjun ke lapangan untuk
mengamati bagaimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis
Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Metode pengamatan ini meliputi
pengamatan pada proses penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), peletakan
rambu K3, serta alat pemadam kebakaran.
4) Pembuatan laporan
Setelah dilakukannya tahapan-tahapan diatas, penulis lalu melakukan
penulisan serta penyusunan Laporan Tugas Akhir Mahasiswa menggunakan
format yang telah ditetapkan oleh Politeknik Negeri Lampung. Penulisan
Laopran Tugas Akhir Mahasiswa ini ditulis dan disusun sesuai dengan data
yang didapatkan pada saat melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan.
30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Detail Perusahaan dan Pekerjaan


Mulai didirikan sejak Maret tahun 2017, workshop ini aktif beroperasi pada
maret tahun 2018. Workshop ini terletak diKecamatan Tegineneng, Kabupaten
Pesawaran Provinsi Lampung. Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah
Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung ini merupakan salah satu
bagian dari pemerintahan setempat khususnya pemerintahan Provinsi Lampung.
Berdirinya workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung ini bertujuan untuk menciptakan kondisi
alsintan yang prima khususnya wilayah kerja Provinsi Lampung agar proses
pengolahan lahan hingga proses pemanenan dapat berjalan dengan lancar.
Pekerjaan yang dilakukan di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis
Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung ini meliputi:
1) Melakukan perawatan alat mesin pertanian;
2) Melakukan perbaikan alat mesin pertanian mulai dari yang ringan hingga
berat; dan
3) Melakukan pembuatan beberapa spare part alat mesin pertanian.
Pengoperasian alat dalam proses perawatan, perbaikan serta pembuatan
beberapa sparepat alat mesin pertanian sangat rentan mengalami kecelakaan
kerja, maka dari itu penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang efektif dinilai mampu untuk mengurangi potensi terjadinya kecelakaan
kerja.

4.2 Analisa Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja


(SMK3)
Melalui pengumpulan data kuisioner yang terdiri dari beberapa dimensi
yakni tanggung jawab dan komitmen perusahaan, kebijakan dan disiplin K3,
komunikasi dan pelatihan K3, inspeksi dan penyelidikan kecelakaan kerja, dan
evaluasi dapat menampilkan baik atau buruknya penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang ada pada perusahaan/workshop
31

ini, pengumpulan data kuisioner ini juga dapat menjadi media dan upaya untuk
meningkatkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

4.2.1 Identitas Responden

Jenis Kelamin

18%

Pria
Wanita

82%

Gambar 3. Grafik Jenis Kelamin Karyawan

Bedasarkan data jenis kelamin yang tersajikan pada Gambar 3, karyawan


yang bekerja di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung ini terdiri dari 9 pria (82%) dan 2
wanita (18%). Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaannya yaitu melakukan
perawatan dan perbaikan alat mesin pertanian yang tentunya dilakukan oleh pria.
Sementara itu karyawan wanita yang menjadi responden pada penelitian ini
bekerja menjadi staff administrasi.
32

4.2.2 Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan

9%
9% Strata 1

Diploma Tiga

Sekolah Menengah
Kejuruan
82%

Gambar 4. Grafik Tingkat Pendidikan Karyawan

Tingkat pendidikan karyawan yang bekerja di Workshop Alsintan Unit


Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung
ini juga sangat beragam mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Diploma
Dua, dan Strata 1. Karyawan yang memiliki latar belakang pendidikan Sekolah
Menengah kejuruan (SMK) sebanyak 9 orang (82%), Diploma Tiga 1 orang (9%),
dan strata 1 1 orang (9%). Bedasarkan data grafik yang ditampilkan pada gambar
4, karyawan di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung alsintan didominasi oleh para pekerja
yang memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Banyak peneliti yang beranggapan bahwasannya pekerja yang memiliki latar
belakang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki resiko
mengalami kecelakaan kerja yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan masih
minimnya penyuluhan serta sosialisasi pada saat menempuh pendidikan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), maka dari itu pentingnya dilakukan sosialisasi atau
penyuluhan mengenai K3 ditempat kerja agar dapat mengedukasi para pekerja
yang umumnya memiliki latar pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan kebawah
guna menekan potensi terjadinya kecelakaan kerja.
33

4.2.3 Lama Kerja Karyawan

Lama Kerja Karyawan

9%
18%

>3 Tahun
27% <3 Tahun
3 Tahun
1 Tahun
46%

Gambar 5. Grafik Lama Kerja Karyawan

Bedasarkan data responden yang ditampilkan pada gambar 5, mengenai lama


kerja karyawan Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung, didapatkan hasil karyawan yang
bekerja diatas 3 tahun sebanyak 2 orang (18%), kurang dari 3 tahun sebanyak 5
orang (46%), 3 tahun sebanyak 3 orang (27%) dan 1 tahun sebanyak 1 orang
(9%).

4.3 Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi Tanggung Jawab dan


Komitmen Perusahaan
Indikator pertama pada dimensi ini adalah adanya tindakan konkrit
perusahaan. Tindakan konkrit yang dimaksud adalah dapat berupa sosialisasi,
pengawasan, dan pelatihan. Penulis mengambil pengawasan sebagai tindakan
konkrit perusahaan dikarenakan sosialisasi dan pelatihan akan dijelaskan secara
detail pada dimensi berikutnya.
Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk
menemukan kemampuan dan ketidakmampuan anggota untuk memberikan
bantuan kepada anggota tersebut agar dapat meningkatkan kemampuannya.
34

Adanya Pengawasan Dari


Perusahaan

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 6. Grafik Adanya Pengawasan Dari Perusahaan

Bedasarkan data hasil responden yang ditampilkan pada gambar 6, sebanyak


10 karyawan menjawab adanya pengawasan pihak workshop yang dilakukan oleh
kepala workshop, pengawasan yang dilakukan oleh kepala workshop berupa safety
briefing yang dilakukan setiap hari sebelum pekerjaan dimulai. Apabila ada
karyawan workshop yang melakukan kesalahan ataupun pelanggaran pada aspek
K3, pihak pengawas akan memberikan teguran secara lisan. Responden yang
menjawab tidak ada pada dimensi ini dikarenakan aspek pengawasan ini hanya
sebatas pengawasan pada ruang lingkup workshop saja, pengawasan tidak sampai
pada bagian administratif, seperti pembuatan laporan dan lain-lain.
Indikator kedua yang akan dibahas dalam dimensi ini adalah adanya koordinasi
dari tingkat manajemen tertinggi
35

Adanya Panitia Pembina K3


(P2K3)

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 7. Grafik Adanya Panitia Pembina K3

Bedasarkan hasil responden yang ditampilkan pada Gambar 7, didapatkan 10


karyawan yang menjawab adanya panitia pembina K3 (P2K3), bedasarkan
keterangan dari seluruh karyawan Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis
Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung mengatakan
bahwa panitia pembina K3 (P2K3) dilakukan secara langsung oleh kepala
workshop, maka dari itu tugas kepala workshop tidak hanya bertanggung jawab
atas pekerjaan yang ada di workshop saja, namun juga bertanggung jawab untuk
mensosialisasikan semua kebijakan dan program K3L di masing-masing unit
kerja. Selain itu, P2K3 juga harus menjamin setiap pelaksanaan dan pemeliharaan
proses SMK3 di workshop berjalan dengan baik. Namun, masih ada 1 responden
(9%) yang menjawab bahwa workshop ini tidak terdapat panitia pembina K3
(P2K3), responden yang menjawab tidak adanya panitia pembina K3 (P2K3)
dikarenakan kurangnya pengetahuan mendetail mengenai K3.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU Nomor: 09/PRT/M/2008 tentang pedoman
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) konstruksi bidang
pekerjaan umum, panitia Pembina K3 (P2K3) adalah badan pembantu di
perusahaan dan tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha
dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi
efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. P2K3 bertugas untuk
36

mensosialisasikan semua kebijakan dan program K3L di masing-masing unit


kerja. Selain itu, P2K3 juga harus menjamin setiap pelaksanaan dan pemeliharaan
proses SMK3 di proyek ini berjalan dengan baik.
Panitia pembina K3 (P2K3) pada workshop ini hanya terdiri dari kepala
workshop saja yang merangkap jabatan, maka dari itu pentingnya dibentuk panitia
pembina K3 (P2K3) yang terdiri dari beberapa orang seperti staff engineering,
staff K3L, sekertaris, dan lain-lain, hal ini dikarenakan Panitia pembina K3
(P2K3) harusnya terdiri dari ketua P2K3L, Sekretaris P2K3L, anggota, dan
pelaksana struktur.
Berikut adalah hasil perbandingan dari masing-masing grafik bedasarkan
dimensi tanggung jawab dan komitmen perusahaan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Perbandingan Dimensi Tanggung Jawab dan Komitmen
Perusahaan
No Indikator Ada Tidak Ada

1 Adanya Tindakan Konkrit Perusahaan 10 (91%) 1 (9%)

2 Adanya Koordinasi Pihak Manajemen Tertinggi 10 (91%) 1 (9%)

Bedasarkan data yang telah dipaparkan pada tabel 2, menampilkan bahwa


dimensi tanggung jawab dan komitmen perusahaan, sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dengan
banyaknya responden yang berkata “Ada” pada setiap indikator di dimensi
tanggung jawab dan komitmen perusahaan.

4.4 Analisa Penerapan SMK3 Berdasarkan Dimensi Kebijakan dan Disiplin


K3
Dimensi ini terdiri atas lima indikator yaitu ada peraturan K3, ada SOP
tentang K3, ada pemeriksaan kesehatan, pemeliharaan mesin atau peralatan kerja,
dan disiplin K3. Indikator-indikator tersebut menjadi acuan penulis dalam
menyusun pertanyaan dalam kuesioner.
Bedasarkan hasil yang diperoleh dilapangan, 11 karyawan menjawab tidak
adanya peraturan K3, peraturan untuk mengenakan alat pelindung diri (APD)
pada saat bekerja, himbauan atau sosialisasi secara tertulis mengenai K3 di
37

Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman
Pangan Provinsi Lampung. Hal ini sangat disayangkan mengingat pekerjaan yang
dilakukan di workshop ini sangat rentan mengalami kecelakaan kerja. Berikut
adalah grafik yang menunjukan adanya peraturan K3 dapat dilihat pada Gambar 8.

Adanya Peraturan K3

0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 8. Grafik Adanya Peraturan K3

Standard Operating Procedure (SOP) adalah dokumen tertulis yang memuat


prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. SOP memuat
serangkaian instruksi secara tertulis tentang kegiatan rutin atau berulang-ulang
yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu, SOP juga dilengkapi dengan
referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (flow chart). SOP sering juga
disebut sebagai manual SOP yang digunakan sebagai pedoman untuk
mengarahkan dan mengevaluasi suatu pekerjaan.
Implementasi SOP yang baik, akan menunjukkan konsistensi hasil kinerja,
hasil produk dan proses pelayanan yang kesemuanya mengacu pada kemudahan
karyawan dan kepuasan pelanggan. Berikut adalah grafik tentang adanya SOP K3
pada Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 9.
38

Adanya SOP K3

0%

Ada
Tidak ada

100%

Gambar 9. Grafik Adanya SOP

Bedasarkan data yang diperoleh dilapangan, penulis tidak mendapati adanya


SOP untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tidak adanya SOP K3
khususnya dalam lingkup workshop dikhawatirkan dapat menjadi hambatan
tersendiri pada saat penanggulangan apabila terjadi kecelakaan kerja, maka dari
itu perlunya pemahaman dan penerapan SOP khususnya pada K3 agar dapat
menekan potensi terjadinya kecelakaan kerja yang merugikan perusahaan serta
karyawan.
Indikator yang ketiga adalah adanya pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh
karyawan secara berkala, Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara berkala
menjadi salah satu aspek penting terkait dengan kondisi para pekerja. Kondisi
pekerja sangat berpengaruh terhadap kinerjanya dilapangan, apalagi pekerjaan
yang dilakukan di workshop sangat mengandalkan fisik. Adapun grafik terkait
adanya pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan dapat dilihat pada Gambar 10.
39

Adanya Pemeriksaan
Kesehatan
0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 10. Grafik Adanya Pemeriksaan Kesehatan

Bedasarkan data yang ditampilkan pada gambar 10 mengenai adanya


pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan, 11 responden (100%) menjawab
bahwa di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung tidak pernah ada pemeriksaan kesehatan
terhadap karyawan secara berkala, hal ini sangat disayangkan dikarenakan profesi
yang ditekuni para pekerja tersebut sangat membutuhkan pemeriksaan kesehatan
secara berkala.
Melalui pemaparan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa Workshop
Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan
Provinsi Lampung harus mulai untuk mengadakan dan menentukan jadwal ntuk
pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala, pemeriksaan berkala ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi dari masing-masing pekerja, dan
apabila ada pekerja yang memiliki riwayat penyakit tertentu agar dapat lebih
diperhatikan oleh pihak perusahaan maupun karyawan itu sendiri.
40

Adanya Pemeliharaan
Mesin Atau Peralatan Kerja

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 11. Grafik Adanya Pemeliharaan Mesin atau Peralatan Kerja

Bedasarkan data yang ditampilkan pada gambar 11, 10 responden (91%)


menjawab ada mengenai adanya pemeliharaan mesin atau peralatan kerja,
sedangkan 1 orang (9%) menjawab tidak adanya pemeliharaan mesin atau
peralatan pekerjaan, jawaban atas tidak adanya pemeliharaan mesin atau peralatan
kerja tersebut berasal dari staff administras, hal ini dikarenakan khususnya dalam
lingkup perkantoran sangat sedikit sekali penggunaan meisn atau peralatan kerja
yang membutuhkan pemeliharaan secara berkala.
pemeliharaan mesin atau peralatan kerja di Workshop Alsintan Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung
dilakukan secara langsung oleh karyawan yang bersangkutan di bidangnya,
pemeliharaan ini sendiri dilakukan apabila pekerja atau karyawan merasa alat atau
mesin yang dipakai kinerjanya sudah menurun. Pemeliharaan yang dilakukan
dengan cara seperti ini tentunya dirasa kurang efektif mengingat ini dapat
berpotensi mengganggu jalannya pekerjaan di tempat tersebut dan dampak yang
ditimbulkan yakni banyak pekerjaan yang akan terbengkalai.
Melakukan perencanaan pemeliharaan mesin atau peralatan pekerjaan secara
berkala dinilai menjadi solusi untuk mengatasi masalah pemeliharaan mesin atau
peralatan kerja. Dengan adanya perencanaan untuk me maintenance mesin atau
peralatan pekerjaan, maka mesin atau alat yang digunakan kondisinya akan selalu
41

baik dan hal ini pastinya tidak mengganggu proses pemeliharaan, perbaikan serta
produksi di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung.
Indikator terakhir dalam dimensi ini adalah disiplin K3. Dari indikator
tersebut peneliti membaginya menjadi beberapa pertanyaan yaitu tentang jumlah
dan kualitas alat pelindung diri (APD), upaya perusahaan dalam menjaga kondisi
tempat kerja tetap aman dan sehat, serta sanksi yang diberikan pihak manajemen
perusahaan bagi setiap pelanggaran K3

Kesesuaian Jumlah APD

9%

Ya
Tidak

91%

Gambar 12. Grafik Kesesuaian Jumlah dan Kualitas APD

Berdasarkan data responden yang dipaparkan pada gambar 12, 10 reponden


(91%) menjawab bahwa jumlah jumlah alat pelindung diri (APD) di Workshop
Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan
Provinsi Lampung lebih banyak dari jumlah karyawan, bias dikatakan jumlah alat
pelindung diri di workshop ini lebih dari sesuai dengan jumlah seharusnya.
Berikut adalah rincian jumlah alat pelindung diri yang tersedia di Workshop
Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan
Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.
42

Tabel 3. Rincian Jumlah Alat Pelindung Diri (APD)


No Nama alat pelindung diri (APD) Stok APD (unit) Jumlah penggunaan
APD (unit)
1 Helm Safety 12 9

2 Helm Las 5 3

3 Kacamata Safety 24 9

4 Masker 1000 540

5 Baju Wearpack 10 9

6 Sarung Tangan 24 9

7 Sepatu Safety 10 9

Bedasarkan data yang dipaparkan pada tabel 3 diatas menunjukann bahwa


terdapat tujuh jenis alat pelindung diri (APD) yang disediakan oleh Workshop
Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan
Provinsi Lampung. Data tersebut adalah data yang didapatkan per april 2022, jika
dibandingkan dengan jumlah karyawan, jumlah total alat pelindung diri (APD) di
Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman
Pangan Provinsi Lampung lebih dari sesuai bedasarkan jumlah karyawan.

Sementara itu, hasil yang didapatkan penulis terkait kualitas alat pelindung
diri (APD) mendapatkan 10 responden (91%) dengan jawaban kulaitas alat
pelindung diri sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI). Namun, 1
responden (9%) menjawab alat pelindung diri (APD) kualitas nya tidak sesuai, hal
ini dikarenakan responden tersebut bekerja bukan dalam lingkup workshop yang
mengharuskan para pekerja untuk mengenakan alat pelindung diri (APD), hal ini
tentunya pekerja tersebut jarang sekali menggunakan alat pelindung diri, maka
dari itu ia tidak mengetahui secara detail mengenai sesuai atau tidaknya kualitas
alat pelindung diri (APD) yang disediakan perusahaan. Adapun grafik mengenai
kesesuaian alat pelindung diri (APD) dapat dilihat pada Gambar 13.
43

Kesesuaian Kualitas APD

9%

Sesuai
Tidak Sesuai

91%

Gambar 13. Kesesuaian Kualitas APD

Kondisi alat pelindung diri yang sesuai dengan standar nasional Indonesia
(SNI) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung tetapi tidak dibarengi dengan kesadaran para
karyawan untuk selalu melindungi diri mereka masing-masing menggunakan alat
pelindung diri (APD), hal ini tak jarang menyebabkan kecelakaan kerja yang
menyebabkan kerugian kerugian bagi perusahaan dan karyawan seperti tertimpah
benda yang berat pada bagian kaki dikarenakan tidak menggunakan sepatu safety,
tergores benda tajam karena tidak menggunakan sarung tangan dan wearpack, dan
mengalami gangguan penglihatan dikarenakan saat bekerja tidak menggunakan
kacamata safety. Tindakan ini harusnya dapat dihentikan dengan mengedukasi
para karyawan betapa pentingnya menggunakan alat pelindung diri (APD) agar
para karyawan terhindar dari kecelakaan kerja.
44

Upaya perusahaan untuk menjaga


tempat kerja agar tetap aman

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 14. Grafik Upaya Perusahaan menjaga tempat kerja agar tetap aman

Bedasarkan uraian grafik yang ditampilkan pada gambar 14 diatas menujukan


bahwa 10 responden (91%) menjawab adanya upaya perusahaan untuk menjaga
tempat kerja agar tetap dalam kondisi yang aman. Langkah yang dilakukan
perusahaan dalam upaya menjaga tempat kerja agar tetap aman adalah dengan
cara melakukan inspeksi secara rutin terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan, inspeksi ini sendiri dilakukan untuk meninjau sejauh mana pekerjaan
yang dilakukan karyawan dan apakah pekerjaan tersebut sudah sesuai atau belum,
dika dalam inspeksi ditemukan kesalahan baik dalam hasil ataupun metode
pengerjaannya, pihak perusahaan akan mengingatkannya agar terhindar dari
kesalahan yang mengakibatkan kerugian dan kecelakaan kerja.
Bentuk lain dari upaya perusahaan dalam upaya menjaga tempat kerja agar
tetap aman adalah dengan cara menggunakan jasa satuan pengamanan
(SATPAM), akan tetapi di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah
Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung masih belum
menggunakan jasa satuan pengamanan (SATPAM), penggunaan jasa satuan
pengamanan dirasa penulis sangatlah penting mengingat komponen serta alat
yang ada di dalam workshop sangat berharga dan sudah selayaknya dilakukan
45

penjagaan agar terhindar dari kejahatan pencurian yang berpotensi merugikan


perusahaan.
Sementara itu, sebanyak 11 responden (100%) menyatakan bahwa ada upaya
dari seluruh karyawan yang bekerja diperusahaan ini untuk menjaga kondisi
tempat kerja agar tetap sehat. Upaya-upaya tersebut diantara lain: melakukan
pembersihan pada ruangan kantor dan workshop pada setiap harinya,
menyediakan kotak P3K untuk pertolongan apabila ada kecelakaan kerja ringan,
menyediakan air bersih, menyediakan sarana MCK yang sesuai dan penyediaan
tempat sampah di beberapa titik dala ruangan kantor maupun workshop. Berikut
grafik tentang adanya upaya perusahaan menjaga tempat kerja tetap sehat dapat
dilihat pada Gambar 15.

Upaya Perusahaan Menjaga


Tempat Kerja Tetap Sehat
0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 15. Upaya Perushaan Menjaga Tempat Kerja Tetap Sehat

Disiplin K3 yang terakhir adalah adanya sanksi dari perusahaan bagi setiap
pelanggara Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebanyak 11 responden (100%)
menyatakan bahwa terdapat sanksi apabila ada pelanggaran. Berikut adalah grafik
yang menunjukan adanya yang diberikan perusahan terhadap pelanggaran K3
dapat dilihat pada Gambar 16.
46

Adanya Sanksi Terhadap


Pelanggaran K3
0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 16. Adanya Sanksi Terhadap Pelanggaran K3

Sanksi yang didapatkan apabila melakukan kesalahan dalam pekerjan


maupun melakukan pelanggaran K3 di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis
Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung hanya akan
diberikan teguran secara lisan, hal ini tentunya tidak sesuai dengan potensi
kecelakaan kerja dan kerugian yang akan dialami karyawan dan perusahaan.
Penetapan peraturan K3 ditempat kerja dan hukuman lain yang setimpal seperti
pemberian surat peringatan, denda, pembershian tempat kerja dan dikeluarkan
secara sepihak. Hukuman-hukuman ini dirasa akan membuat efek jera pada
pelaku pelanggaran K3 agar dapat lebih mentaati peraturan K3 yang seharusnya
diberlakukan. Perbandingan hasil responden pada setiap indikator dalam dimensi
kebijakan dan disiplin K3 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Hasil Responden Dalam Dimensi Kebijakan Dan Disiplin
K3
No Indikator Ya, Ada Tidak, Tidak Ada

1 Adanya Peraturan K3 - 11 (100%)

2 Adanya SOP Tentang K3 - 11 (100%)

3 Adanya Pemeriksaan Kesehatan - 11 (100%)

4 Adanya Pemeliharaan Mesin Atau 10 (91%) 1 (9%)


Peralatan Kerja
5 Disiplin K3 10 (91%) 1 (9%)
47

Bedasarkan data yang telah dipaparkan pada tabel 4, menampilkan bahwa


dimensi kebijakan dan disiplin K3, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung tidak berjalan dengan baik. Hal ini terbukti
dengan banyaknya responden yang menjawab “Tidak, Tidak Ada” khususnya
pada indikator adanya peraturan K3, adanya SOP K3, dan adanya pemeriksaan
kesehatan, pembuatan dan penetapan peraturan K3, SOP K3 dan menjadwalkan
pemeriksaan kesehatan secara berkala adalah langkah penting yang harus
direalisasikan oleh pihak perusahaan agar karyawan teredukasi dan
mengimplementasikannya, langkah ini juga dinilai penting karna dengan
melakukannya, potensi terjadinya kecelakaan kerja dan terhambatnya proses
produksi dapat terhindarkan.

4.5 Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi Komunikasi dan


Pelatihan K3
Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber
penting dalam penerapan Sistem Manajemen K3. Penyediaan informasi yang
sesuai bagi tenaga kerja dan seluruh pihak yang terkait dapat digunakan untuk
memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum sebagai upaya
perusahaan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
Dimensi ini terdiri atas tiga indikator yaitu ada sosialisasi dan penyebaran
informasi K3, pelatihan dan penyuluhan, dan rambu-rambu K3.

Adanya Sosialisasi
K3

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 17. Adanya Sosialisasi K3


48

Bedasarkan hasil kuisioner yang ditampilkan pada gambar 17 diatas, penulis

mendapatkan 10 responden (91%) dengan jawaban adanya sosialisasi yang

dilakukan pihak perusahaan terhadap karyawan mengenai kesehatan dan

keselamatan kerja (K3), sosialisasi ini dilakukan oleh kepala workshop pada saat

briefing sebelum pekerjaan dimulai dan pada saat sedang melaksanakan

pekerjaan, sosialisasi yang dilakukan mencakup penjelasan tentang tata cara

penggunaan alat, potensi kecelakaan kerja dapat terjadi, dan menjelaskan

pentingnya menggunakan alat pelindung diri (APD). Responden yang menjawab

tidak adanya sosialisasi K3 merupakan responden yang bekerja sebagai staff

administrasi, hal ini dikarenakan staff administrasi tidak ikut dalam briefing yang

dilakukan di workshop.

Adanya Briefing Sebelum


Pekerjaan Dimulai

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 18. Grafik adanya briefing sebelum pekerjaan dimulai

Bedasarkan data yang ditampilkan pada gambar18, menunjukan bahwa 10


responden (91%) menjawab bahwa kepala Workshop Alsintan Unit Pelayanan
Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung selalu
mengadakan briefing sebelum pekerjaan dimulai, briefing diadakan bertujuan
49

untuk menjelaskan pekerjaan baru yang akan dilakukan, mengevaluasi hasil


pekerjaan yang telah dilakukan dan memberikan edukasi singkat mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sebagaimana indikator sebelumnya,
responden yang menjawab tidak adanya briefing adalah responden yang bekerja
sebagai staff administrasi, hal ini dikarenakan staff administrasi atau khusunya
karyawan yang bekerja dikantor tidak ikut kedalam briefing yang diadakan oleh
kepala workshop.

Adanya Pelatihan K3
0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 19. Grafik Adanya Pelatihan K3

Berdasarkan data yang telah ditampilkan pada gambar 19, penulis


mendapatkan 11 responden (100%) yang menjawab bahwa Workshop Alsintan
Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi
Lampung tidak pernah mengadakan pelatihan K3, pelatihan yang diadakan oleh
workshop ini hanyalah pelatihan yang diadakan oleh badan pelatihan pertanian
(BPP), pelatihan ini juga hanya mencakup tentang sumberdaya manusia,
keteknologian pertanian, dan teknik budidaya dibidang pertanian. Pelatihan
mengenai K3 harusnya dilakukan mengingat betapa pentingnya aspek K3 pada
lingkup kerja khususnya di workshop, dengan diadakannya pelatihan K3,
karyawan akan lebih memahami aspek K3 dan akan dapat mudah menempatkan
diri dengan baik ditempat kerja.
50

Adanya Penyuluhan K3

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 20. Grafik Adanya Penyuluhan K3

Menurut data yang ditampilkan pada gambar 20, penulis mendapatkan 10


responden (91%) dengan jawaban “Ada”, akan tetapi penyuluhan K3 di Workshop
Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan
Provinsi Lampung ini hanya dilakukan pada saat briefing sebelum memulai
pekerjaan dan pada saat mengerjakan pekerjaan, hal ini tentunya dirasa masih
kurang cukup untuk mengedukasi para karyawan untuk memahami aspek-aspek
K3.
Indikator selanjutnya yakni adanya rambu-rambu K3, Rambu-rambu K3
merupakan salah salah satu bentuk komunikasi dan sosialisasi dari pihak
manajemen perusahaan kepada pekerjanya. Rambu-rambu merupakan salah satu
komponen penting dalam penerapan K3 terutama dalam menginformasikan
adanya tanda bahaya di lingkungan sekitar
51

Adanya Rambu-rambu
K3
0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 21. Grafik Adanya Rambu-rambu K3

Bedasarkan data yang diperoleh dilapangan sesuai yang ditampilkan pada


gambar 21, penulis mendapatkan 11 responden (100%) yang menyatakan bahwa
di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman
Pangan Provinsi Lampung tidak terdapat rambu-rambu K3, hal ini sangat
disayangkan karena rambu-rambu K3 tersebut sangat berguna untuk membimbing
para karyawan dalam melaksanakan pekerjaan agar tidak melakukan kesalahan
yang berakibat fatal. Pihak perusahaan dituntut harus membuat/memiliki rambu-
rambu agar para karyawan dapat teredukasi dan tersadar akan bahaya-bahaya
yang ada di sekitar mereka.
Perbandingan hasil responden terhadap masing-masing indikator dalam
dimensi komunikasi dan pelatihan K3 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Hasil Responden Dalam Dimensi Komunikasi dan
Pelatihan K3
No Indikator Ya Tidak

1 Adanya Sosialisasi dan Penyebaran Informasi 10 (91%) 1 (9%)


K3
2 Adanya Penyuluhan dan Pelatihan K3 - 11 (100%)

3 Adanya Rambu-rambu K3 - 11 (100%)

Bedasarkan data yang telah dipaparkan pada tabel 5, menampilkan bahwa


dimensi Komunikasi dan Pelatihan K3, sistem manajemen keselamatan dan
52

kesehatan kerja di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung tidak berjalan dengan baik. Hal ini
dikarenakan dalam proses penerapannya, penyebaran informasi mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) hanya dilakukan secara lisan melalui
briefing yang diadakan kepala workshop.
Data pada tabel memperlihatkan bahwa tidak adanya pelatihan serta rambu-
rambu petunjuk K3, hal ini perlu diperhatikan bahwasanya pelatihan K3 sangatlah
penting bagi karyawan dan pemasangan rambu-rambu K3 juga dapat sangat
membantu para karyawan dalam melaksanakan tugasnya agar tetap dalam posisi
aman dan terhindar dari kecelakaan kerja.

4.6 Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi Inspeksi dan


Penyelidikan Kecelakaan Kerja
Dimensi ini terdiri atas tiga indikator yaitu ada inspeksi ke lokasi kerja,
penyelidikan kecelakaan kerja, dan ada SOP keadaan tanggap darurat.

Adanya Inspeksi

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 22.Grafik adanya Inspeksi

Bedasarkan hasil yang ditampilkan pada gambar 22, sebanyak 10 responden


(91%) menjawab adanya inspeksi yang dilakukan pihak perusahaan, inspeksi ini
dilakukan bertujuan untuk meninjau sejauh mana pekerjaan yang sedang
dilakukan, selain itu inspeksi ini juga dilakukan bertujuan untuk mengecek
kondisi dari masing-masing alat dan mesin yang digunakan hal ini dilakukan agar
alat mesin selalu dalam keadaan yang baik dan tentunya tidak membahayakan
53

pengguna. Inspeksi ini biasaya diadakan setiap hari dan dilakukan langsung oleh
kepala workshop.

Adanya Penyelidikan
Kecelakaan Kerja

9%

Ada
Tidak Ada

91%

Gambar 23. Grafik Adanya Penyelidikan Kecelakaan Kerja

Bedasarkan data yang ditampilkan pada gambar 23 mengenai adanya


penyelidikan kecelakaan kerja, penulis mendapatkan 10 reponden (91%)
menjawab bahwa di workshop ini benar ada penyelidikan setiap kali terjadi
kecelakaan kerja, penyelidikan ini biasanya dilakukan oleh karyawan yang
posisinya berdekatan dengan tempat kejadian, setelah dilakukan penyelidikan
kecelakaan yang telah terjadi mulai dari penyisiran TKP, mengidentifikasi
penyebab terjadinya kecelakaan kerja, dampak dari kecelakaan tersebut, dan
penanganannya, Setelah itu lalu dilaporkan kepada kepala workshop agar dapat di
proses lebih lanjut.
Bedasarkan hasil dari beberapa penyelidikan, berikut ditemukan kecelakaan
kerja yang terjadi pada periode maret-april 2022 dapat dilihat pada Tabel 6.
54

Tabel 6. Kecelakaan Kerja Yang Terjadi Pada Periode Maret-April 2022


No Contoh Kecelakaan Kerja Jumlah Korban

1 Kematian -

2 Terpukul/Terbentur 7

3 Tertusuk 1

4 Jatuh Dari Ketinggian -

5 Terjepit 8

6 Tergores 10

7 Tertabrak/Menabrak -

8 Kontak Dengan Radiasi 15

Total 41

Bedasarkan data yang diuraikan pada tabel 6, jumlah total pekerja yang
mengalami kecelakaan pada periode Maret-April 2022 berjumlah 41 orang,
bedasarkan analisa penyelidikan dilokasi kejadian, kecelakaan kerja yang terjadi
bukan hanya dikarenakan human eror, akan tetapi kesadaran para karyawan untuk
menggunakan alat pelindung diri (APD) masih rendah, ditambahlagi dengan tidak
adanya rambu-rambu tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3), maka dari itu
pentingnya dibuat peraturan serta rambu rambu mengenai K3 agar dapat dipahami
dan diterapkan oleh para karyawan pada saat melaksanakan tugas-tugasnya.

Adanya SOP
Keadaan Tanggap
Darurat
0%

Ada
Tidak Ada
100%

Gambar 24. Grafik Adanya SOP Keadaan Tanggap Darurat


55

Bedasarkan data yang ditampilkan pada gambar 24 menunjukan bahwa


penulis mendapatkan 11 responden (100%) yang menjawab tidak adanya SOP
keadaan tanggap darurat. SOP keadaan tanggap darurat seharusnya menjadi suatu
kewajiban dalam setiap perusahaan dikarenakan tugasnya yakni mengatas
kecelakaan kerja atau musibah yang terjadi ditempat kerja agar tidak dapat
menimbulkan kepanikan antar karyawan. Dibentuknya SOP keadaan tanggap
darurat ini juga diharapkan dapat meminimalisir waktu yang digunakan dalam
menanggulangi setiap ada kejadian darurat yang terjadi di tempat kerja.
Uraian hasil responden mengenai penerapan SMK3 dalam dimensi inspeksi
dan penyelidikan kecelakaan kerja dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan Hasil Responden Dalam Dimensi Inspeksi dan
Penyelidikan Kecelakaan Kerja
No Indikator Ya, Ada Tidak, Tidak Ada
1 Adanya Inspeksi 10 (91%) 1 (9%)
2 Adanya Penyelidikan Kecelakaan Kerja 10 (91%) 1 (9%)
3 Adanya SOP Keadaan Tanggap Darurat - 11 (100%)

Bedasarkan data yang diuraikan pada tabel 7 diatas menunjukan bahwa


dimensi inspeksi dan penyelidikan kecelakaan kerja, sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis
Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung belum sepenuhnya
berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan masih perlunya bagi workshop untuk
membuat SOP untuk menyikapi keadaan tanggap darurat, pembuatan SOP ini
dapat sangat membantu karyawan dalam menyikapi apabila terjadi keadaan
darurat di tempat kerja. Penyikapan keadaan darurat yang baik tidak akan
menimbulkan rasa panic bagi setiap karyawan apabila mengalami keadaan darurat
di tempat kerja, alhasil pada saat melakukan penanggulangannya akan berjalan
dengan baik dan lancar.

4.7 Analisa Penerapan SMK3 Bedasarkan Dimensi Evaluasi


Dimensi evaluasi adalah dimensi terakhir dari Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Pada dimensi ini, hanya terdapat satu
indikator yaitu audit K3, audit K3 harus dilaksanakan secara berkala untuk
56

mengetahui keefektifan penerapan Sistem Manajemen K3 dan hasilnya juga harus


digunakan dalam melakukan peninjauan ulang manajemen.

Adanya Audit

0%

Ada
Tidak Ada

100%

Gambar 25. Grafik Adanya Audit

Bedasarkan data yang ditampilkan pada gambar 25, penulis mendapatkan


jawaban dari 11 responden (100%) bahwa di workshop ini tidak pernah diadakan
audit untuk meninjau kondisi penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3). Audit atau pemeriksaan yang dilakukan di workshop ini
hanya sebatas melakukan pengecekan jumlah alat mesin yang digunakan dan
masing-masing kondisi dari alat mesin tersebut. Perlunya diadakan audit secara
menyeluruh baik itu dilakukan sendiri maupun dibantu oleh lembaga terkait
adalah langkah yang baik untuk mengetahui sejauhmana penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), dan apabila penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diterapkan seperti seharusnya
maka hal ini akan mempermunah perusahaan dalam membentuk serta menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja agar dapat dipelajari dan
dipatuhi oleh seluruk karyawan yang ada di Workshop Alsintan Unit Pelayanan
Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung.
57

4.8 Hambatan-hambatan Dalam Penerapan K3


Bedasarkan pengamatan dan penelitian penulis melalui wawancara Pada
setiap karyawan Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung, masih terdapat beberapa hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan K3, adapun hambatan-hambatan tersebut
diantaralain:
a) Kurangnya kesadaran individu akan pentingnya K3
Kurangnya kesadaran individu atas pentingnya K3 terbukti dengan masih
banyaknya pekerja yang belum disiplin dalam menggunakan alat pelindung
diri (APD). Hal ini disebabkan oleh adanya pola pikir pekerja yang masih
menganggap bahwa pemakaian APD tidak terlalu penting dan hanya
membuat tidak nyaman dalam bekerja. Bedasarkan hasil pengamatan penulis
secara langsung dilapangan, penulis juga mendapati secara langsung
karyawan/pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) saat
melakukan pekerjaan. Berikut adalah gambar karyawan yang tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD)saat bekerja dapat dilihat pada
Gambar 26.

Gambar 26. Karyawan Tidak Menggunakan alat pelindung diri (APD)

Gambar 26 menunjukan bahwa salah satu karyawan Workshop Alsintan


Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi
Lampung tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dalam melaksanakan
58

tugasnya selaku operator mesin bubut sebagaimana mestinya. Alat pelindung


diri yang seharusnya menjadi hal yang mutlak untuk digunakan operator
mesin bubut adalah wearpack, kacamata safety dan sepatu safety, maka dari
itu pentingnya pembuatan aturan serta hukuman secara tegas dari pihak
perusahaan agar dapat menghimbau para karyawan dalam melaksanakan
aspek K3 supaya mereka juga dapat menjaga kepentinagan keselamatan diri
mereka disamping kewajiban dalam pelaksanaan pekerjaan mereka
b) Kurangnya ketersediaan anggaran
Kurangnya ketersediaan dapat disebabkan oleh minimnya perhatian
pemerintah terutama pemerintah provinsi lampung dalam upaya
pengembangan teknologi dalam sektor pertanian dan masih belum adanya
anggapan bahwa aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu penting
dalam dunia pekerjaan, mungkin mereka akan menganggap biaya yang
dikeluarkan untuk menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3) hanya akan menambah biaya pengeluaran. Namun, mereka
tidak sadar apabila tidak ada penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3), biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar dari
biaya penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja apabila
terjadi kecelakaan kerja.
c) Latar belakang pendidikan yang beragam
Bedasarkan penelitian penulis melalui wawancara pada setiap karyawan
Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk
Tanaman Pangan Provinsi Lampung tentang penerapan sistem keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3) menunjukan bahwa mayoritas karyawan yang
bekerja di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih
Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung adalah karyawan yang memiliki
latar belakang pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pengedukasian dalam dunia pendidikan sekolah khususnya sekolah
menengah kejuruan (SMK) kebawah dinilai masih kurang dalam hal
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), maka dari itu perusahaan diharapkan
untuk selalu memberikan edukasi kepada karyawan khususnya karyawan
yang memiliki latar belakang sekolah menengah kejuruan (SMK) kebawah
59

secara terus menerus melalui briefing bahkan pelatihan K3, serta melakukan
pembuatan peraturan serta rambu-rambu K3, dengan demikian hal ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan para karyawan mengenai aspek-
aspek K3.
60

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas tentang penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan:
1) belum adanya penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai
Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung, hal ini dapat dilihat
pada hasil masing-masing dimensi pada sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang ditanyakan penulis kepada seluruh karyawan.
Tidak adanya peraturan dan SOP K3 secara tertulis, pemeriksaan
kesehatan, pelatihan K3, SOP keadaan tanggap darurat, dan audit yang
dilakukan pihak perusahaan. Tidak adanya pelakuan beberapa indikator
diatas dapat berpotensi menyebabkan beberapa kecelakaan kerja
dikarenakan karyawan tidak teredukasi secara penuh mengenai aspek K3,
hal ini dikarenakan Pengedukasian dari pihak hanya dilakukan pada saat
briefing dan saat melakukan pekerjaan secara singkat, penyediaan alat
pelindung diri di perusahaan ini sudah melebihi dari jumlah karyawan
akantetapi hal itu belum diimbangi dengan himbauan dari perusahaan
betapa pentingnya menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat
melaksanakan pekerjaan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan di atas penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di Workshop Alsintan Unit Pelayanan
Teknis Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung, maka
penulis dapat mengambil saran:
1) sebaiknya pihak perusahaan berkonsultasi kepada pihak terkait untuk
membahas tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan
61

kesehatan kerja (SMK3), ini bertujuan agar penerapan SMK3 di


workshop dapat tersusun dan berjalan dengan baik sesuai dengan
peraturan pemerintah No 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3);
2) melaksanakan seluruh indikator pada setiap dimensi seperti dimensi
tanggung jawab dan komitmen perusahaan, kebijakan dan disiplin K3,
komunikasi dan pelatihan K3, inspeksi dan penyelidikan kecelakaan
kerja dan evaluasi agar penerapan sistem manajemen keselamatan
kesehatan kerja (SMK3) dapat berjalan dengan baik; dan
3) melakukan evaluasi berupa audit secara berkala sangat disarankan pada
setiap pekerjaan dan pada aspek K3 yang sudah diterapkan guna
meninjau sejauh mana pekerjaan yang sedang dilakukan serta menilai
penerapan aspek K3 yang telah di terapkan diworkshop, dan apabila pada
saat evaluasi atau audit ditemukan permasalahan baik itu pada proses
pekerjaan atau aspek K3, hal ini diharapkan akan menjadi bahan serta
acuan perusahaan untuk memperbaiki kondisi perusahaan agar dapat
lebih baik lagi kedepannya.
62

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2021. https://belajark3.com/materi-k3/materi/5PrinsipSMK3.pdf


(diakses pada 28 Mei 2022).

Anonim. 2020. Sejarah Lahirnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di


Indonesia. https://mutiaramutusertifikasi.com/sejarah-lahirnya-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-indonesia/. (diakses pada 28 Mei
2022)

Kamdhari, Endang dan Devi Estralita. 2018. Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pada Proyek Female
Apartment Adhigrya Pangestu. Jurusan Teknik Sipil. Politeknik Negeri
Jakarta, Jakarta.

Nawawi, H. Hadarai. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: cetakan ketiga.


Gama press,Yogyakarta.

Ramli, Soehatman, 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


OHSAS 18001. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Ramadhan, Achmad. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3) (Studi Pada Proyek Pembangunan Jalan Rawa
Buaya Cengkareng. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas
Indonesia, Depok.

Saputro, Eko Wibowo. 2015. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerj (SMK3) Sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya
Kecelakaan Kerja di Bengel Otomotif Fakultas Teknik Universitas
Negeri Yogyakarta. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.

Syahrawati. 2019. Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan


Keselamatan Kerja (SMK3) Terhadap Tingkat Kecelakaan Kerja di PT.
Triteguh Manunggal Sejati Kabupaten Gowa. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Wajma, Dwi Resti. 2017. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. X Regional Sumatera Tahun 2017.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan.
63

LAMPIRAN
64

Lampiran 1. Struktur Organisasi Workshop Alsintan Unit Pelayanan Teknis


Daerah Balai Benih Induk Tanaman Pangan Provinsi Lampung

Anda mungkin juga menyukai