Anda di halaman 1dari 72

PRODUKSI BERSIH

PADA PROSES PEMBUATAN GULA


DI PG KEBON AGUNG PAKISAJI MALANG

PRAKTIK KERJA LAPANG

Oleh:
ULA WARI SETIAWATI
16.03.3.1.1.00006

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2018
PRODUKSI BERSIH

PADA PROSES PEMBUATAN GULA


DI PG KEBON AGUNG PAKISAJI MALANG

PRAKTIK KERJA LAPANG

Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Derajat Sarjana
Strata 1
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Oleh:
ULA WARI SETIAWATI
16.03.3.1.1.00006

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2018

ii
PRODUKSI BERSIH
PADA PROSES PEMBUATAN GULA
DI PG KEBON AGUNG PAKISAJI MALANG

Oleh:
ULA WARI SETIAWATI
16.03.3.1.1.00006

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Laporan Praktik Kerja Lapang ini telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 30 November 2018
Dan Dinyatakan telah Memenuhi Syarat untuk Diterima

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

Ir. Muhammad Fakhry, MP. Millatul Ulya, S.TP., MT.


NIP. 196208141988031003 NIP. 198107232006042001

Bangkalan, November 2018


Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura
Mengetahui Mengesahkan
Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi Dekan Fakultas Pertanian
Pertanian

Dr. Moh. Fuad Fauzul M, S.TP., M.Si Dr. Ir. Slamet Subari, M.Si.
NIP. 197402152006041001 NIP. 196312122001121001

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis Laporan Praktik Kerja Lapang ini


bernama Ula Wari Setiawati yang dilahirkan di Desa
Padenganploso, Kecamatan Pucuk, Kabupaten
Lamongan pada Tanggal 04 Mei 1998. Penulis
Merupakan anak pertama dari pasangan suami istri
Bapak Martono dan Ibu Niswati.
Penulis memulai jenjang pendidikannya di
salah satu sekolah di Desa Padenganploso, Kecamatan Pucuk, Kabupaten
Lamongan yaitu MI AL-Hidayah dan lulus pada tahun 2010, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan menengah pertama di MTs. AL-Hidayah dan lulus pada
tahun 2013 dan penulis melanjutkan pendidikan terakhir di Dusun Simo, Desa
Sunggelebak, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan yaitu MA.
Matholi‟ul Anwar dan lulus pada tahun 2016. Kemudian pada tahun 2016, penulis
diterima sebagai mahasiswa di Universitas Trunojoyo Madura melalui Jalur
SNMPTN di Program Studi Teknologi Industri pertanian, Fakultas Pertanian.

iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ula Wari Setiawati
NPM : 16.03.3.1.1.00006
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Pertanian
Menyatakan bahwa Laporan Praktik Kerja Lapang (PKL) yang berjudul
“PRODUKSI BERSIH PADA PROSES PEMBUATAN GULA DI PG
KEBON AGUNG PAKISAJI MALANG” merupakan hasil karya sendiri, bukan
karya orang lain. Karya ini belum pernah diajukan oleh orang lain sebagai
pemenuhan prasyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa adanya
tekanan dan paksaan pada pihak manapun. Semua informasi yang dimuat dalam
laporan praktik kerja lapang ini sepenuhnya menjadi tanggug jawab saya sebagai
penulis.

Bangkalan, November 2018


Penulis,

ULA WARI SETIAWATI


16.03.3.1.1.00006

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan praktik kerja lapang
(PKL) dengan judul “PRODUKSI BERSIH PADA PROSES PEMBUATAN
GULA DI PG KEBON AGUNG PAKISAJI MALANG” tepat pada waktunya.
Sholawat sarta salam mudah-mudahan tetaplah tercurahlimpahkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah membawa ajaran islam yang rahmatan lil „alamin.
Laporan praktik kerja lapang ini merupakan sebuah sarana untuk
menerapkan ilmu yang diperoleh secara teoritis didalam bangku perkuliahan
dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan yang sekaligus untuk memenuhi
persyaratan kelulusan program S1 jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura.
Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penyusunan laporan praktik
kerja lapang ini tidak lepas dari bantuan baik berupa doa maupun tenaga,
bimbingan, dukungan serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih secara langsung maupun tidak langsung
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. H. Slamet Subari, M. Si selaku dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Trunojoyo Madura.
2. Bapak Khoirul Hidayat, ST., MT selaku Ketua Program Studi Teknologi
Industri Pertanian.
3. Bapak Ir. Muhammad Fakhry, MP selaku dosen pembimbing yang dengan
ikhlas dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan Praktik
Kerja Lapan (PKL) ini.
4. Ibu Millatul Ulya, S.TP., MT. selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran perbaikan penulisan laporan PKL ini.
5. Bapak Julio Kurniawan selaku pembimbing lapang di PG Kebon Agung
Pakisaji Malang yang telah sabar membimbing dan membantu penulis untuk
menyelesaikan segala kesulitan.

vi
6. Staff pabrikasi yang telah banyak membantu memberikan informasi selama
praktik kerja lapang.
7. Bapak dan ibu tercinta serta adik-adik dan keluarga besar terkhusus juga untuk
orang spesial “Ahmad Baihaqi Alhamidy” yang menjadi sumber motivasi bagi
penulis dan yang selalu memberikan motivasi, semangat dan doanya, sehingga
laporan praktik kerja lapang ini dapat selesai dengan baik.
8. Teman-teman praktik kerja lapang di PG Kebon Agung Pakisaji Malang Eva
Rusdiana dan Yunike Dian Ratna Della terima kasih atas kebersamaan,
kekompakan dan semangatnya selama praktik kerja lapang.
9. Teman-teman TIP angkatan 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu, terima kasih telah memberikan semangat dan motivasi dalam
penyelesaian laporan praktik kerja lapang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja


Lapang ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penulisan maupun isinya.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di butuhkan
oleh penulis untuk kesempurnaan laporan ini kedepannya. Demikian kata
pengantar dari penulis, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan banyak
manfaat.

Bangkalan, November 2018


Penulis,

ULA WARI SETIAWATI


16.03.3.1.1.00006

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Praktik Kerja Lapang (PKL) ................................................... 2
1.4 Manfaat Praktik Kerja Lapang (PKL) ................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Tebu ..................................................................................................... 3
2.2 Gula...................................................................................................... 3
2.3 Proses Pembuatan Gula ....................................................................... 4
2.4 Limbah Gula ........................................................................................ 5
2.5 Produksi Bersih .................................................................................... 6
III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 9
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................... 9
3.2 Persiapan .............................................................................................. 9
3.2.1 Survey Lokasi ........................................................................... 9
3.2.2 Studi Pustaka............................................................................. 9
3.2.3 Pengumpulan Data .................................................................... 9
3.3 Pengolahan Data ................................................................................ 10
3.3.1 Penyusunan Laporan ............................................................... 10
3.3.2 Laporan Akhir ......................................................................... 10
3.4 Alur Pelaksanaan ............................................................................... 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 12
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................................ 12

viii
4.1.1 Sejarah Singkat PG Kebon Agung.......................................... 12
4.1.2 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ........................................ 13
4.1.3 Visi dan Misi PG Kebon Agung ............................................. 18
4.1.4 Struktur Organisasi PG Kebon Agung.................................... 18
4.2 Proses Produksi Gula ......................................................................... 22
4.3 Produksi Bersih .................................................................................. 23
4.3.1 Produksi Bersih Pada Proses Penerimaan Tebu ..................... 23
4.3.2 Produksi Bersih Pada Stasiun Gilingan .................................. 25
4.3.3 Produksi Bersih Pada Stasiun Pemurnian ............................... 27
4.3.4 Produksi Bersih Pada Stasiun Penguapan (Evaporasi) ........... 30
4.3.5 Produksi Bersih Pada Proses Pemasakan (Kristalisasi) .......... 32
4.3.6 Produksi Bersih Pada Stasiun Sentrifugasi (Putaran) ............. 35
4.3.7 Produksi Bersih Pada Stasiun Penyimpanan dan Pengema .... 38
4.3.8 Produksi Bersih Pada Stasiun Ketel........................................ 40
4.3.9 Produksi Bersih Pada Stasiun Karbonatasi dan Phospatasi .... 42
4.4 Jenis Limbah yang Dihasilkan ............................................................ 45
4.4.1 Limbah Cair ............................................................................ 45
4.4.2 Limbah Padat .......................................................................... 45
4.4.3 Limbah Gas ............................................................................. 46
4.4.4 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) ......................... 46
4.5 Penanganan Limbah............................................................................ 46
4.5.1 Limbah Cair ............................................................................ 46
4.5.2 Limbah Padat .......................................................................... 49
4.5.3 Limbah Gas ............................................................................. 50
4.5.4 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) ......................... 51
V. PENUTUP............................................................................................ 53
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 53
5.2 Saran ................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 54
LAMPIRAN ................................................................................................ 56

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan PKL ............................................. 11


Gambar 4.1. Denah Lokasi PG Kebon Agung Malang ............................... 15
Gambar 4.2. Denah Perusahaan PG Kebon Agung Malang ....................... 17
Gambar 4.3. Struktur Organisasi PG Kebon Agung ................................... 21
Gambar 4.4. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula PG Kebon Agung ...... 22
Gambar 4.5. Proses Pengolahan Stasiun Gilingan ...................................... 25
Gambar 4.6. Proses Pengolahan Stasiun Pemurnian................................... 27
Gambar 4.7. Proses Pengolahan Stasiun Penguapan .................................. 30
Gambar 4.8. Proses Pengolahan Stasiun Masakan...................................... 32
Gambar 4.9. Proses Pengolahan Stasiun Putaran ........................................ 35
Gambar 4.10. Diagram Alir Limbah PG Kebon Agung Malang Pada ...... 44

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Kepemilikan PT PG Kebon Agung ............................................ 13


Tabel 4.2. Hasil Analisa Limbah Cair PG Kebon Agung ........................... 48
Tabel 4.3. Data Perusahaan yang Membeli Tetes PG Kebon Agung ......... 49
Tabel 4.4. Hasil Analisa Kualitas Udara Ambien PG Kebon Agung ......... 51

xi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gula merupakan salah satu produk yang dihasilkan melalui proses
penggilingan tebu, sehingga didapatkan sari tebu yang biasa disebut dengan nira,
nira itulah yang kemudian diolah menjadi gula. Gula merupakan salah satu bahan
pendukung yang sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan produk pangan,
mulai dari pembuatan produk pangan sehari-hari hingga pembuatan produk skala
perusahaan. Dari proses penggilingan yang dilakukan perusahaan hanya nira yang
diolah, sedangkan ampas tebu merupakan salah satu limbah yang dihasilkan
dalam proses pembuatan gula. Dengan tingginya kebutuhan masyarakan akan
produk gula menjadikan perusahaan gula berupaya untuk memproduksi gula
semaksimal mungkin. Tingginya proses produksi gula yang dilakukan oleh
perusahaan otomatis mempengaruhi tingginya limbah yang dihasilkan oleh
perusahaan sehingga dapat mencemari lingkungan setempat. Alternatif yang dapat
dilakukan oleh perusahaan yaitu menciptakan produk gula melalui proses
produksi bersih.
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengolahan lingkungan yang
bersifat preventif (pencegahan) dan terpadu serta dilaksanakan secara continue
pada proses produksi dan daur hidup produk, dengan bertujuan untuk mengurangi
dampak bagi lingkungan dan manusia. Di lingkungan industri limbah merupakan
suatu permasalahan yang sering timbul akibat proses produksi. Limbah
merupakan sisa atau buangan yang hadir dari suatu aktivitas dan kehadirannya
tidak diinginkan serta tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan adanya produksi
bersih yang bersifat preventif, maka diharapkan akan meminimalisir limbah serta
efisiensi biaya yang dihasilkan pada proses produksi.
Pabrik Gula (PG) Kebon Agung merupakan salah satu perusahaan yang
berperan dibidang pengolahan tebu menjadi gula. PG Kebon Agung terletak di
Desa Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang
sudah berdiri sejak lama dan termasuk perusahaan yang sudah memiliki umur
cukup tua (lebih dari 100 tahun), namun perusahaan ini masih mampu bersaing
dengan pabrik gula impor yang terkadang memiliki kualitas yang lebih baik di
setiap level konsumen. Kapasitas produksi PG Kebon Agung pada tahun 2006

1
adalah 55.000 kwintal/hari, dimana kapasitas produksinya lebih tinggi dari pada
tahun-tahun sebelumnya, yaitu 50.000 kwintal/hari.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada prakrik kerja lapang kali ini meliputi:
1. Bagaimana proses produksi gula di PG Kebon Agung Malang?
2. Bagaimana penerapan produksi bersih pada proses pembuatan gula di PG
Kebon Agung Pakisaji Malang?
3. Bagaimana pengelolahan limbah yang dihasilkan pada proses pembuatan
gula di PG Kebon Agung Pakisaji Malang?

1.3. Tujuan Praktik Kerja Lapang (PKL)


Tujuan pada praktik kerja lapang kali ini meliputi:
1. Untuk mengetahui proses produksi gula di PG Kebon Agung Malang.
2. Untuk mengetahui penerapan produksi bersih pada proses pembuatan gula
di PG Kebon Agung Pakisaji Malang.
3. Untuk mengetahui pengolahan limbah yang dihasilkan pada proses
pembuatan gula di PG Kebon Agung Pakisaji Malang.

1.4. Manfaat Praktik Kerja Lapang (PKL)


1. Sebagai sarana sekaligus untuk mempelajari ilmu praktis tentang kondisi
nyata produksi bersih pada proses pembuatan gula di PG Kebon Agung
Pakisaji Malang.
2. Sebagai sarana meningkatkan softskill dan networking.
3 Memiliki pengalaman langsung dalam aktivitas perusahaan ataupun secara
pribadi.

2
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tebu
Tebu (bahasa inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam sebagai
bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh didaerah beriklim
tropis. Tanaman ini termasuk kedalam jenis rumput-rumputan. Di Indonesia tebu
banyak dibudidayakan di pulau jawa dan Sumatra (Iskandar 2005). Tebu
merupakan golongan tanaman semusim dengan umur panen yang berbeda-beda,
hal tersebut dikarenakan varietas tebu yang berbeda-beda. Pada umumnya umur
panen tebu sekitar 12-14 bulan dan proses pemanenan dilakukan pada bulan
agustus, dimana pada bulan agustus rendemen tebu mencapai nilai yang
maksimal.
Secara morfologi tebu terdiri dari akar, batang dan daun. Batang dari tebu
berbuku-buku, diantara buku tersebut terdapat ruas yang keras. Bagian dalam
buku terdapat jaringan perenkim yang mengandung 80% dari gula keseluruhan.
Sehingga tebu yang digiling akan mengeluarkan cairan yang memiliki rasa manis
dan biasa disebut dengan nira. Selama ini tanaman tebu banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan gula, sedangkan hasil sampingan pembuatan gula
masih belum dimanfaatkan secara optimal ( Yuwono dan Waziiroh 2017). Di
dalam klasifikasi tumbuh-tumbuhan, tebu termasuk dalam:
Division : Spermatophyta
Klass : Monocotyledone
Ordo : Glumoceae
Family : Graminiae
Group : Andropogenceae
Genus : Saccharum
Species : Saccarum officinarum

2.2. Gula
Gula adalah salah satu komoditas bahan pangan pokok penduduk Indonesia
yang digunakan sebagai salah satu sumber kalori dan rasa manis (Santoso et al.
2016), gula didapatkan dari proses penguapan nira tebu, yang mana nira tersebut
diperoleh dari proses penggilingan batang tebu. Gula juga merupakan karbohidrat

3
sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula
yang paling banyak diperdagangkan yaitu gula kristal sukrosa. Yang mana gula
sederhana sukrosa ini didapatkan dari jenis bahan pangan yang tersusun oleh
serat-serat kasar, seperti tebu dan lain sebagainya.
Gula yang digunakan dalam pamanis sehari-hari merupakan gula sukrosa.
Sukrosa yaitu disakarida yang terbentuk dari ikatan glukosa dan fruktosa. Rumus
kimia sukrosa adalah C12H22O11. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan gugus
formil atau karbonil bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat
mereduksi (Sudarmadji et al. 1997). Sukrosa merupakan kristal yang tidak
berwarna jernih, bebas dari air dan larut dalam air, mudah terhidrolisa dalam
suasana asam, hidrolisa juga akan semakin cepat apabila suhu semakin tinggi
(Goutara dan Wijandi 1981).
Gula memiliki fungsi utama yaitu sebagai pencipta rasa manis didalam bahan
pangan. Selain gula memiliki ciri khas rasa manis, gula juga memilik manfaat lain
bagi tubuh manusia meliputi meningkatkan energi, apabila tubuh sedang
mengalami kelelahan gula merupakan alternatif utama yang dapat membangkitkan
energi pada tubuh manusia. Gula dapat meningkatkan tekanan darah bagi yang
memiliki darah rendah, dapat meningkatkan fungsi otak, apabila mengalami
pikiran yang kacau , tidak dapat berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu maka
alternatif yang dapat dilakukan yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung
gula sehingga menjadikan manusia lebih bisa berfikir jernih dan berkonsentrasi,
gula juga dapat menyembuhkan depresi dan lain sebagainya.

2.3. Proses Pembuatan Gula


Proses pembuatan tebu terdiri dari proses penggilingan, pemurnian nira,
penguapan nira, tahap kristalisasi, tahap pemisahan dan tahap penyelesaian. Tahap
penggilingan tebu dimulai dari tebu yang telah dipotong dan diangkut menuju
stasiun penggilingan kemudian dilakukan tahap penghancuran dengan
menggunakan mesin penggiling dan didapatkan nira tebu yang telah terpisah dari
ampasnya. Pada proses gilingan bertujuan untuk memerah nira sebanyak-
banyaknya dari batang tebu dengan kandungan gula yang tertinggal dalam ampas
sekecil mungkin, dan dengan cara yang paling efektif dan efisien (Soejadi 1974).

4
Tahap pemurnian nira merupakan suatu tahapan proses yang digunakan untuk
memisahkan nira dengan kotorannya, sehingga diperoleh nira murni. Proses
pemurnian nira tebu terdapat tiga macam tahap yang dapat digunakan untuk
memurnikan nira yaitu tahap defekasi, sulfitasi dan karbonatasi, tetapi proses
pemurnian nira yang paling banyak digunakan di Indonesia yaitu proses sulfitasi.
Metode karbonatasi daan sulfitasi merupakan metode pemurnian nira yang dapat
mengurangi kandungan protein, kerena adanya penambahan bahan kimia yang
lebih banyak dibandingkan metode defekasi (Azizah el al. 2014).
Tahapan selanjutnya yaitu penguapan nira atau biasa disebut dengan proses
evaporasi, tahap ini bertujuan untuk menguapkan air yang terkandung didalam
nira tebu sehingga didapatkan sirup nira yang lebih kental. Penguapan merupakan
proses alami berubahnya molekul cairan menjadi molekul gas/uap (Fitriati et al.
2015). Tahap kristalisasi merupakan tahap lanjutan dari proses evaporasi, yang
mana hasil evaporasi tersebut dilakukan pemasakan lanjutan hingga gula menjadi
kristal. Tahap pemisahan ini merupakan tahap dimana hasil proses kristalisasi
tersebut kemudian dipisahkan dengan hasil pengkristalan yang tidak sempurna.
Tahap penyelesaian ini merupakan rangkaian tahap untuk menyeselasikan produk
gula, diantaranya yaitu penimbanagan hasil produksi gula, pengemasan dan lain
sebagainya (Mahfud dan Sabara 2018)

2.4. Limbah Gula


Proses produksi gula tebu memiliki limbah yang cukup banyak dan
bervariasi, yang mana jenis-jenis limbah dari proses produksi gula meliputi
limbah padat, limbah cair, limbah gas dan limbah B3. Untuk limbah padat terdiri
dari ampas tebu, blotong dan abu hasil pembakaran ampas tebu (abu ketel).
Sedangkan untuk limbah cair terdiri dari tetes, air bekas kondensor dan air cucian.
Untuk limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dihasilkan dari proses
pengujian di Laboratorium dan untuk limbah gas yang dihasilkan berasal dari asap
cerobong hasil pembakaran ampas tebu tersebut. Dalam proses penanganan
limbah sendiri perusahaan dapat menentukan alternatif pilihan yang sesuai dengan
kemampuan dari perusahaan sendiri baik kemampuan dibidang teknis maupun
kemampuan dibidang finansialnya, adapun alternatif penanganan limbah

5
diantaranya yaitu untuk mengendalikan limbah tersebut atau memanfaatkannya
sehingga tidak menjadi beban perusahaan.
Limbah ampas tebu merupakan hasil ampas sisa proses penggilingan tebu,
ampas tebu termasuk kedalam limbah jenis lignoselulosa yang terdiri atas
selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suharto 2017). Abu ketel merupakan abu hasil
pembakaran dari ampas tebu (bagasse) yang mana ampas tersebut dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pada proses pembuatan gula tepatnya di stasiun ketel (Topani
et al. 2015). Sedangkan blotong merupakan hasil limbah pembuatan gula
berbentuk padat seperti tanah berpasir yang berwarna hitam, mengandung air dan
memiliki bau yang tidak sedap bila masih dalam keadaan basah. Limbah blotong
masih memiliki kandungan bahan organik, mineral, serat kasar, protein kasar dan
gula yang ikut terserap didalam limbah blotong tersebut (Prayogo et al. 2016).

2.5. Produksi Bersih


Produksi bersih pertama kali dipublikasikan oleh UNEP (United Nation
Environment Program) yang mengidentifikasikan bahwa produksi bersih
merupakan suatu strategi dalam proses pengolahan produk yang bersifat preventif
dan terpadu. Sifat dari produksi bersih tersebut memiliki makna bahwa penerapan
strategi harus dilakukan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur
hidup produk yang bertujuan untuk mengurangi resiko lingkungan dan juga
manusia (UNEP, 2003). Pada sisi lain UNIDO (2002) juga menambahkan bahwa
produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
mengarah pada tidakan pencegaahan dan terpadu yang bermaksud agar dapat
diterapkan pada semua bidang proses produksi.
Manfaat penerapan proses produksi bersih pada proses produksi dan daur
hidup produk diantaranya yaitu meningkatkan hasil dari produktivitas dengan
upaya efisisensi yang lebih baik pada bahan baku, energi dan air. Dari segi siklus
hidup produk, produksi bersih berperan untuk meminimalkan dampak yang
dihasilkan dari proses pembuatan produk terhadap lingkunagan dengan rancangan
yang ramah lingkungan, namun memiliki sifat yang lebih efisien dari segi biaya
(UNIDO, 2002). Selain itu, keuntungan lain yang didapatkan oleh perusahaan
apabila telah menerapkan produksi bersih yaitu efisiensi biaya produksi,

6
meminimalisir limbah dan juga penanganan terhadap limbah tersebut menjadi
suatu hal yang lebih memiliki nilai guna.
Prinsip-prinsip pokok dalam penerapan produksi bersih tergambar dalam
1E (elimination) dan 5R (rethink, reduction, reuse, recovery, dan recycle).
Penjelasan dari 1E5R sebagai berikut:
1. Elimination (pencegahan), merupakan suatu tindakan pencegahan terhadap
adanya limbah yang muncul langsung dari sumbernya. Pencegahan ini
dimulai dari bahan baku, proses, hingga menjadi produk yang siap untuk
dikonsumsi.
2. Reduce (penguragan), merupakan suatu upaya untuk mengurangi limbah
pada sumbernya. Baik untuk proses awal, proses sedang berjalan hingga
proses selesai. Baik limbah dalam bentuk listrik, air dan lain sebagainya
serta menghindari bahan berbahaya dan beracun.
3. Reuse (pemakaian ulang), merupakan suatu upaya pencegahan limbah
dengan menggunakan kembali limbah tersebut, dengan catatan limbah
tersebut dapat digunakan kembali tanpa melakukan pengolahan baik fisika,
kimia maupun biologi terlebih dahulu.
4. Recycle (daur ulang), merupakan suatu pengolahan limbah dengan
memproses ulang limbah tersebut sehingga menjadi produk yang lain.
5. Recovery (pungut ulang), merupakan upaya pengurangan limbah dengan
mengambil limbah tersebut yang masih memiliki nilai ekonomi, kemudian
dioleh kembali dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika,
kimia dan biologi.
6. Re-think (berfikir ulang), merupakan suatu pemikiran tentang pencegahan
timbulnya limbah dalam setiap proses (Purwanto, 2009).
Menurut (USAID, 1997) bahwa teknik-teknik dalam proses produksi
bersih dapat dilakukan melalui tahapan pengurangan sumber cerna limbah dan
juga daur ulang limbah hasil proses produksi. Dalam pengurangan sumber cerna
limbah terdapat opsi untuk menggunakan kembali limbah yang masih dapat
digunakan dan juga pengendalian sumber pencerna mulai dari mengubah material
input, mengubah teknologi dan mengubah tata cara operasi. Sedangkan untuk
teknik produksi bersih dengan mendaur ulang limbah terdapat opsi untuk

7
pengambilan kembali limbah yang diproses untuk mendapatkan kembali bahan
asal atau produk samping dan penggunaaan kembali limbah menjadi bahan baku
dari proses produksi lain.

8
III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Praktik kerja lapang dilaksanakan di PG Kebon Agung Agung yang terletak
di Desa Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur
pada tanggal 18 Juli 2016 hingga 18 Agustus 2016.
3.2. Persiapan
Persiapan pada praktik kerja lapang kali ini yaitu mempersiapkan semua
bahan dan perlengkapan yang berhubungan dengan proses pelaksanaan praktik
kerja lapang dan juga keperluan yang berkaitan dengan proses operasional yang
meliputi penentuan lokasi praktik kerja lapang, membuat rancangan proposal,
menentukan topik yang akan diambil, menyiapkan daftar pertanyaan, dan lain
sebagainya.
3.2.1. survey Lokasi
Survey lokasi dilaksanakan mulia dari survey kawasan perusahaan, proses
produksi gula yang meliputi penggilingan, pengkristalan, sampai menjadi produk
gula, hingga pada proses penanganan dan pengolahan limbah di PG Kebon Agung
Pakisaji Malang.
3.2.2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mencari referensi yang berkaitan dengan tema
produksi bersih, sehingga dapat membantu dalam proses penyusunan proposal
praktik kerja lapang dan juga laporan praktik kerja lapang di PG Kebon Agung
Pakisaji Malang.
3.2.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini didapatkan pada saat pelaksanaan praktik kerja lapang
sehingga dapat mempermudah dalam proses mengerjakan laporan praktik kerja
lapang, pengumpulan data ini diperoleh dengan pengamatan langsung pada setiap
kinerja perusahaan. Sumber informasi dalam pelaksanaan praktik kerja lapang ini
terdiri dari data primer dan data sekunder.
a. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
perusahaan yang kemudian dioleh menjadi sebuah laporan oleh seorang
penulis. Contoh data primer yaitu data hasil observasi dan data hasil
wawancara. Data-data tersebut meliputi:

9
1. Aliran proses produksi
2. Identifikasi terbentuknya limbah pada proses produksi
3. Peluang dan penerapan produksi bersih
4. Pengelolaan limbah yang diperoleh dari proses produksi
b. Data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari
perusahaan, diantara data sekunder meliputi sejarah perusahaan terkait,
gambaran perusahaan dan lain sebagainya. Data-data sekunder meliputi:
1. Profil perusahaan
2. Struktur organisasi perusahan
3.3. Pengelolaan Data
Pengelolaan data dilakukan untuk memenuhi praktik kerja lapang selama satu
bulan dan pengkajian serta penyusunan laporan praktik kerja lapang di PG Kebon
Agung Malang.
3.3.1. Penyusunan Laporan
Pengolahan data yang telah usai, selanjutnya akan dijelaskan dengan
mendeskripsikan dari data yang telah didapat. Hasil data yang telah dideskripsikan
kemudian akan dimuat didalam laporan praktik kerja lapang.
3.3.2. Laporan Akhir
Laporan akhir dilaksanakan dengan perolehan hasil akhir penyusunan laporan
praktik kerja lapang di PG Kebon Agung.
3.4. Alur Pelaksanaan PKL
Tahapan pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL) dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

10
Gambar 3.1 Diagram alir pelaksanaan PKL.

11
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan


4.1.1. Sejarah Singkat PG. Kebon Agung
Pabrik gula (PG) Kebon Agung didirikan pada tahun 1905. PG Kebon
Agung didirikan oleh seorang pengusaha yang bernama Tan Tjwan Bie, pada
tahun 1917 pengelolaan PG Kebon Agung diserahkan kepada NV. Handel dan
Landbouws Maatschapij Tideman van Kerchem sebagai direksinya, kemudian
dibentuk sebuah perusahaan yang bernama NV. Sulker Fabriek Kebon Agung atau
PT PG Kebon Agung yang disahkan dengan akte oleh notaris Handrik Willem
Hazenberg pada tanggal 20 Maret 1918 dengan No. 155, kemudian disahkan oleh
surat keputusan Sekertaris Gubernur Hindia Belanda tanggal 30 Mei 1918 No. 42
dan telah terdaftar dalam register Kantor Pengadilan Negeri Surabaya dengan No.
143. Namun pada tahun 1932 seluruh saham PG Kebon Agung tergadaikan
kepada de javasche bank.
Pada tahun 1957 PT PG Kebon Agung dikelolah oleh Badan Pimpinan
Umum Perusahaan Perkebunan Gula atau BPU-PPN Gula dan tahun 1962
perseron ini membeli saham NV. Cultuur Matschapij Trangkil di Pati yang berdiri
pada tahun 1835 dan bertepatan dimiliki oleh Ny Ade Donariere EMSDA Janiers
van Hamrut. Setelah BPU-PPN Gula dilikuidasi pada tahun 1967, PT PG Kebon
Agung dikembalikan kepada YDP THT BI, dan pada tanggal 17 Juli 1968 direksi
Bank Indonesia unit I (sekarang menjadi Bank Indonesia) yang memegang saham
tunggal PT PG Kebon Agung menunjuk PT Biro Usaha Manajemen Trigunabina
atau PT Trigunabina sebagai pengelola PG Kebon Agung di Malang dan PG
Trangkil di Pati. Masa pengoperasian PT PG Kebon Agung yang berakhir pada
tanggal 20 Maret 1993 diperpanjang hingga 75 tahun mendatang dengan akte
notaris Achmat Bajumi, S. H dengan No. 120 pada tanggal 27 Februari 1993, dan
disahkan melalui keputusan menteri kehakiman RI tanggal 18 Maret 1993 Nomor
C2/1717HT.01.04.TH.93 yang terdaftar dalam register kantor Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat nomor. 2607 tanggal 8 Juni 1993, tambahan berita Negara RI nomor
46 tanggal 8 Juni 1993.
Pada tanggal 23 Februari 1992 terdapat kebijakan dari Departemen
Kehakiman yang mengatur bahwa direksi atau sebuah perseroan tidak boleh

12
berupa badan hukum tetapi harus perorangan/ perseroan, sehingga RUPS-LB
tanggal 22 Maret 1993 diputuskan bahwa YKK-BI menjadi pemegang saham
tunggal PT Kebon Agung dan tanggal 1 April 1993 dilakukan serah terima jabatan
PT Kebon Agung dari direksi PTN Trigunabina kepada saudara Sukanto (Alm)
selaku direktur PT Kebon Agung yang bertempat di Kantor Bank Indonesia
cabang Surabaya. Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang
perseroan terbatas, maka dalam RUPS-LB tanggal 26 Juli 1996 diputuskan bahwa
pemegang saham PT Kebon Agung terdiri dari YKK-BI dengan pemilik saham
sebanyak 2.490 lembar atau sebesar 99,6% dan Koperasi Karyawan PT Kebon
Agung “Rosan Agung” dengan pemilik saham sebanyak 10 lembar atau 0,4%.
Kepemilikan PT PG Kebon Agung dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Kepemilikan PT PG Kebon Agung


Priode Pemilik Badan hukum
1905-1918 Tan Tjwan Bie Tan Tjwan Bie
1918-1940 Bank Indonesia PT. Kebon Agung
1940-1945 Bank Indonesia Pemerintah Jepang
1945-1949 Bank Indonesia Pemerintah RI
1949-1957 Bank Indonesia Firma TVK
1957-1968 Bank Indonesia BPU PPN Gula
1968-1993 Bank Indonesia PT. Trigunabina
1993-Sekarang Bank Indonesia PT Kebon Agung
Sumber: PT. PG Kebon Agung (2016)

4.1.2. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan


a. Lokasi PG Kebon Agung Malang
Desa : Kebon Agung
Kecamatan : Pakisaji
Kabupaten : Malang
Provinsi : Jawa Timur
Kode Pos : 65102
Terletak : ± 5 km dari kota Malang

13
Penyusunan layout sangat berpengaruh pada kelancaran proses produksi
sehingga diperoleh keefektifan kerja. Area tanah yang digunakan PG Kebon
Agung seluas ± 70.450 m2, terbagi menjadi:
Bangunan utama : 17.472 m2
Perumahan : 4.250 m2
Bengkel : 800 m2
Gudang : 900 m2
Jalan : 11.850 m2
Tempat parkir : 9.000 m2
Saluran pembuangan : 437 m2
Taman : 3.170 m2
Pengolahan limbah cair : 6.000 m2
Lain-lain : 16.000 m2
b. Topografi
Tinggi diatas permukaan laut : 500-700 m diatas permukaan laut.
Jenis tanah : Aluvial, Litosol, Meditran.
c. PG Kebon Agung berbatasan dengan:
Sebelah utara : Kelurahan Kebon Sari, Kecamatan Sukun
Sebelah timur : Kelurahan Lowokdoro, Kecamatan Kedung Kandang
Sebelah selatan : Desa Gedangan, Kecamatan Pakisaji
Sebelah berat : Desa Siterejo, Kecamatan Wagir
d. Lokasi PG Kebon Agung strategis dengan berbagai tinjauan
 Bahan baku dan pengairan
PG Kebon Agung berdekatan dengan Kota Malang yang merupakan daerah
aliran sungai Brantas dengan anak sungainya. Sehingga tanahnya subur dan
cocok digunakan untuk bertanam terutama bertanam tebu dan irigasinya
juga cukup.
 Transportasi
Lokasi PG Kebon Agung terletak ditepi jalan umum yang menghubungkan
antara Kota Malang dan Kota Blitar, sehingga mempermudah dalam proses
transportasi bahan baku yang berupa tebu dari lahan dan juga bahan jadi
(produk) untuk dipasarkan.

14
 Tenaga kerja
Proses pencarian pekerja baru tidak sulit, terutama untuk mendapatkan
tenaga kerja yang memiliki keahlian dan keterampilan. Hal tersebut
dikarenakan lokasi PG Kebon Agung berdekatan dengan perguruan tinggi
serta sekolah menengah kejuruan yang terkait.

Gambar 4.1 Denah lokasi PG Kebon Agung Malang

15
e. Tata Letak Perusahaan
Tata letak pabrik di PG Kebon Agung Malang disusun berdasarkan
kondisi dilingkungan sekitar. Kantor terletak dibagian paling depan dari layout
perusahaan, yang mana dibagian lantai 1 terdapat tempat parkir pegawai dan
tamu, lantai 2 merupakan kantor dan untuk lantai 3 adalah aula. Halaman
belakang kantor digunakan untuk parkiran truk tebu atau biasa disebut
emplacement. Ruang produksi berada dibagian belakang kantor, didalam ruang
produksi juga terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian depan dan belakang.
Bagian depan ruang produksi digunakan sebagai kantor yang terdiri dari 2
lantai, lantai bawah terdapat laboratorium dan kantor quality control dan
dibagian atas terdapat kantor pabrikasi dan teknik. Sedangkan bagian belakang
digunakan sebagai ruangan proses yang terdapat dilantai 2.
Lantai bawah dan atas dari ruang produksi terdapat pintu yang
menghubungkan dengan ruang proses, ruang proses terdapat 6 stasiun yang
meliputi stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun
masakan, stasiun putaran, dan stasiun penyelesaian. Stasiun ketel terletak
dibagian paling belakang dari ruangan proses. Dibelakang ruang produksi
terdapat gudang penyimpanan gula, tempat tangki tetes, dan paling belakang
sendiri terdapat tempat pengolahan limbah cair. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4.2.

16
Gambar 4.2 Denah PG Kebon Agung Malang

Gambar 4.2 Denah Perusahaan PG Kebon Agung Malang

17
4.1.3. Visi dan Misi PG. Kebon Agung
Visi PG. Kebon Agung adalah “menjadi perusahaan berdaya saing tinggi
di tingkat regional”. Visi tersebut merupakan suatu visi yang diterapkan
berdasarkan kondisi dan latar belakang masyarakat, serta dikembangkan misi dan
nilai luhur perusahaan.
Misi PG. Kebun Agung antara lain:
1. Mengembangkan agribisnis berbasis tebu dan turunannya secara
berkesinambungan.
2. Menghasilkan produk dan layanan berkualitas bagi pelanggan.
3. Menjadikan perusahaan sebagai pemberi imbal balik terbaik bagi investor.
4. Menjadikan perusahaan yang menarik bagi mitra.
5. Melakukan aktivitas bisnis yang berwawasan lingkungan.

4.1.4. Struktur Organisasi PG. Kebon Agung


Struktur organisasi merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu
perusahaan. Dengan struktur organisasi ini, dapat memberikan tugas yang
terstruktur kepada setiap karyawan. Adapun struktur organisasi yang berlaku di
PG Kebon Agung Malang berbentuk lurus. Pada sistem ini, perintah mengalir dari
pemimpin ke bawah dengan maksud agar dapat mengadakan pengawasan secara
efektif. PG Kebon Agung dikepalai oleh seorang pemimin yang membawahi lima
bagian. Masing-masing kepala bagian membawahi seksi dan sub seksi. Adapun
tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah
sebagai berikut:
1. Pemimpin Pabrik
 Melaksanakan kebijaksanaan, prosedur dan cara kerja yang telah
disetujui direksi.
 Membuat dan melaksanakan rencana yang terperinci sesuai dengan
rencana terperinci dalam tujuan jangka panjang dari perusahaan yang
bekerja sama dengan kepala-kepala bagian.
 Memelihara dan mempertahankan mutu dalam setiap pelaksanaan tugas,
efektifitas kerja pabrik dan penggunaan secara produktif.

18
 Meninjau secara teratur pelaksanaan pekerjaan dari tiap-tiap bagian dan
memberikan standart yang telah ditentukan.
2. Bagian TUK
 Melaksanakan kebijaksanaan dari sistem akuntansi dan prosedur yang
telah disepakati.
 Mengusahakan catatan akuntansi yang cermat dan membuat laporan
keuangan secara teliti dan diselesaikan tepat pada waktunya.
 Mengusahakan analisa biaya dan laporan dari varian waktunya.
3. Bagian Teknik
 Membuat rencana dan jadwal reparasi serta pemeliharaan semua mesin
dan perlengkapan pabrik.
 Melaksanakan rencana pemeliharaan dan reparasi yang telah disetujui
dengan mutu pekerjaan yang tinggi dan biaya ekonomis.
 Mengusahakan bekerjanya ketel, pembangkit tenaga listrik dan air yang
baik.
 Mengusahakan pekerjaan bengkel besi, kayu dan pekerjaan sipil berjalan
dengan baik.
 Mengkoordinir penyusunan RAB di bagian teknik.
4. Bagian Pabrikasi
 Membuat rencana kegiatan produksi.
 Menjalankan kegiatan produksi yang telah disetujui.
 Mengusahakan penetapan kegiatan giling dan menjamin hasil perahan
tebu (nira) yang optimal.
 Mengusahakan kerjanya peralatan pengolahan untuk mendapatkan hasil
gula yang maksimum serta pembungkusan gula yang efisien dan
ekonomis.
5. Bagian Tanaman
 Membuat rencana kegiatan produksi dilahan.
 Mengusahakan pemanenan tebu dengan teknik yang menjamin hasil
produksi yang maksimum dengan biaya yang ekonomis.
 Merumuskan rencana dan strategi peningkatan kualitas, kuantitas
maupun kontinuitas tebu rakyat.

19
6. Bagian Quality Control
 Memperbaiki kinerja managerial dalam mengelola perusahaan.
 Menentukan sasaran pokok proyek dari produk yang akan dihasilkan.
 Menyusun suatu standart, kriteria atau spesifikasi yang dipakai sebagai
tolak ukur untuk membandingkan dan menganalisa perusahaan.
 Merencanakan kualitas dasar dari produk yang dihasilkan.
 Merancang sistem informasi untuk mengendalikan proyek yang sedang
berjalan.
 Menguji produk yang dihasilkan.
 Mengkaji dan menganalisis hasil pekerjaan.

20
Pemimpin

Kepala Bagian Kepala Bagian Kepala Bagian Kepala Bagian Kepala Bagian
TUK Tanaman Pabrikasi Teknik Quality Control

Kepala Biro Tanaman


Kasi Umum & Kasi Keuangan & Kepala Seks I Kepala Seks II Kepala Seks I Kepala Seks II Kepala Biro QC Kasi On Farm
Personalia Logistik

Kasubsi Lab,
Kasubsi Gilingan,
Kasubsi Umum Limbah, Kasubsi Off Farm Kasubsi On Farm
Kasi Wilayah Kasi Tebang & Kasi Wilayah Kasi Wilayah Personalia
Personalia
Utara Angkut Tengah Selatan
Kasubsi
Kasubsi
Bangunan,
Pemurnian Nira
Kasubsi Personalia Kendaraan

Kasubsi Kasubsi Ketel,


Penguapan Bengkel
Kasubsi Akunting
Kasubsi Masakan, Kasubsi Listrik,
Pendinginan Instrumen

Kasubsi Logistik
Kasubsi Putaran,
Pembungkusan

Kasubsi Data
Elektronik

Kepala Gudang

Gambar 4.3 Struktur organisasi PG Kebun Agung

21
Malang
4.2. Proses Produksi Gula
Tahapan proses produksi gula di PG Kebon Agung Malang secara umum
dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini:

Gambar 4.4 Diagram alir proses pembuatan gula PG Kebon Agung

22
4.3. Produksi Bersih
4.3.1. Produksi Bersih Pada Proses penerimaan Tebu
Penerimaan tebu merupakan suatu proses masuknya tebu yeng telah
diangkut menggunakan truk dari lahan menuju emplacement perusahaan.
Implacement merupakan tempat tunggu truk dari berbagai daerah untuk memasuki
pos brix. Didalam pos tersebut terdapat pengecekan kadar brix pada tebu dengan
menggunakan refraktometer. Pengecekan ini dimulai dari pengambilan sampel
menggunakan alat khusus untuk mendapatkan air tebu, selanjutnya air tebu
diletakkan pada prisma refraktometer untuk diketahui berapa nilai brix dari tebu
tersebut. Pengambilan sampel dilakukan secara acak yang meliputi bagian pucuk
tebu, bagian tengah tebu dan bagian pangkal tebu, dari nilai tersebut selanjutnya
akan dirata-rata sehingga dapat diperoleh nilai brix tebu. Nilai brix yang
diinginkan minimal 130 brix, jika nilainya kurang dari 130 brix maka tebu tidak
dapat masuk untuk diproses.
Tebu yang lolos dari pos brix selanjutya akan diangkut menuju pos
barcode. Pada pos barcode sopir truk harus menyerahkan SPTA (Surat Perintah
Tebang Angkut) dan KTA sebagai syarat tebu yang diangkut dapat memasuki
tahap penimbangan. Tahap penimbangan berawal dari masuknya truk menuju
jembatan timbanagan untuk mengetahui berapa banyak tebu yang diangkut.
Dalam proses penimbangan terdapat 2 kali penimbangan untuk dapat mengetahui
berat bersih tebu yang diangkut. Pertama truk memasuki jembatan timbangan
bersama dengan tebu yang diangkut sehingga menghasilkan nilai bruto.
Selanjutnya setelah proses pembongkaran, truk memasuki kembali jembatan
timbangan untuk mengetahui berat tara. Dari pengurangan nilai bruto dan tara
tersebut akan didapatkan berat bersih dari tebu yang diangkut.
Selanjutnya truk menuju tempat bongkar muatan, dalam proses ini tebu
yang berada didalam truk diangkat dengan menggunakan crane menuju meja tebu.
Diatas meja tebu terdapat proses penilaian kualitas tebu, dan terdapat pengambilan
sampel untuk analisa rendemennya. Untuk mengetahui nilai rendemen tebu harus
dilakukan analisa %pol tebu, dalam proses analisa %pol tebu pertama-tama harus
menggiling sampel tebu dengan sekala gilingan kecil. Dari proses penggilingan
tersebut didapatkan nira tebu yang kemudian direaksikan dengan form A dan form

23
B didalam labu reaksi dengan takaran tertentu. Selanjutnya campuran tersebut
dikocok hingga homogen dan kemudian dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan selanjutnya diuji %pol dengan
menggunakan alat saccaromat, nilai %pol yang diinginkan yaitu ≥50. Pengujian
%pol dilakukan sekali dalam 1 jam, selain diuji %pol nira tersebut juga diuji
kadar pH dalam 1 jam dilakukan 4 kali, kadar pH yang diinginkan yaitu 5-6.
Kriteria lain yang diharapkan dari tebu yaitu MBS (manis, bersih dan
segar). Apabila terdapat tebu yang tidak sesuai dengan kriteria, maka tebu akan
mengalami potongan harga. Hal ini dikarenakan apabila tebu yang dikirim bukan
tebu yang MBS, maka akan mengakibatkan lebih banyak ampas tebu yang
dihasilkan dari pada niranya.
Kriteria potongan tebu non MBS terdiri dari:
1. Daduk (daun kering) dengan potongan 5%
2. Tali pucuk dengan potongan 2%
3. Pucuk dengan potongan 15%
4. Akar yang kotor dengan potongan 5%
5. Tebu terbakar dan lelesan tebu ditolak
6. Songolan (tebu muda) dengan potongan 10%
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasiun penerimaan tebu:
1. Bahan baku (tebu) tercecer dilantai ketika bongkar muatan.
2. Standar mutu yang rendah pada bahan baku tebu seperti tidak bersih, kering
dan kurang manis dapat menambah limbah yang dihasilkan karena nira yang
dihasilkan lebih sedikit, sedangkan ampas yang dihasilkan banyak.
Peluang produksi bersih pada stasiun penerimaan tebu.
1. Memanfaatkan tebu yang tercecer dilantai untuk dimasukkan ke tahap
penggilingan bersama dengan tebu yang lain.
2. Memanfaatkan tebu yang tidak memenuhi kriteria MBS untuk memaksimalkan
kapasitas produksi.
Penerapan produksi bersih pada proses penerimaan tebu yaitu:
1. Recovery dan Reuse bahan baku tebu yang tercecer dengan memasukkan
kedalam proses penggilingan dan bahan baku yang bermutu rendah diterima
dengan harga yang rendah dan dimanfaatkan untuk mendapatkan ampas tebu.

24
4.3.2. Produksi Bersih Pada Stasiun Gilingan
Tebu 100%

Air Imbibisi Ampas


19-27% Stasiun Gilingan 32-33%

Nira mentah
86-94%

Gambar 4.5 Proses pengolahan stasiun gilingan


Proses penggilingan tebu dimulai dari tebu diangkat menggunakan cane
crane yang membutuhkan waktu ± 2,5 menit menuju meja tebu, meja tebu telah
dilengkapi leveler yang berfungsi untuk meratakan tebu menuju auxiliary carrier,
auxiliry carrier berfungsi untuk membawa tebu menuju cane cutter untuk proses
pencacahan. Cacahan tebu kemudian masuk pada heavy duty hammer shredder
(HDHS) untuk ditumbuk sehingga menghasilkan tebu yang lebih halus.
Selanjutnya tebu tersebut memasuki tahap pemerahan nira, dimana PG Kebon
Agung menggunakan 5 kali pemerahan, pemerahan petama ditambahkan dengan
larutan kapur yang berfungsi untuk menaikkan pH pada nira mentah. Hal tersebut
dikarenakan pada proses tebu diangkut hingga pada stasiun gilingan mengalami
kontaminasi oleh bakteri pemakan gula (Leuconostoc) yang mengakibatkan
berkurangnya kandungan gula pada nira, sehingga diperlukan bahan yang dapat
menaikkan pH nira mentah.
Pemerahan pertama diharapkan nira yang dihasilkan berjumlah lebih
banyak dari pada pemerahan berikutnya, dan langsung ditampung pada tangki
DSM screen. Sedangkan untuk pemerahan berikutnya dilakukan dengan sistem
berulang, diharapkan dengan sistem pemerahan tersebut perusahaan mendapatkan
nira mentah yang maksimal. Pada pemerahan terakhir ditambahkan dengan air
imbibisi dengan suhu 60-800C yang berfungsi untuk menghilangkan kadar gula
pada ampas nira (bagasse). Dari proses pemerahan ini output yang diperoleh yaitu
nira mentah yang masih bercampur dengan nira kotor, sehingga dari output
tersebut akan ada proses pemurnian yang digunakan untuk memisahkan nira
tersebut.

25
Selain nira, output lain yang dihasilkan dari proses penggilingan meliputi
ampas tebu (bagasse) dan air limbah cair bekas pendingin alat dan mesin gilingan.
Air yang digunakan untuk menyemprot alat dan mesin yang panas distasiun
gilingan ini, tidak menutup kemungkinan tercampur dengan kotoran-kotoran
mesin dan minyak pelumas yang menetes karena kebocoran alat serta tumpahan
nira. Limbah cair tersebut sebelum dialirkan kesungai harus melalui tahapan
proses terlebih dahulu. Sedangkan ampas tebu tersebut merupakan suatu limbah
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik dan juga bahan bakar di
stasiun ketel untuk menghasilkan uap yang digunakan sebagai penggerak turbin
disetiap stasiun.
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasiun gilingan antara lain:
1. Timbulnya limbah padat hasil dari proses penggilingan tebu berupa bagasse.
2. Terbentuknya limbah cair dari proses pendinginan mesin pada stasiun gilingan
yang tidak menutup kemungkinan tercampur dengan kotoran, minyak pelumas
akibat kebocoran alat dan tumpahan nira.
Peluang produksi bersih pada stasiun gilingan meliputi:
1. Recycle bagasse menjadi bahan bakar di stasiun ketel.
2. Recycle bagasse menjadi biokompos.
3. Menjual bagasse pada industri kertas.
4. Memanfaatkan bagacilo (ampas halus) sebagai bahan campuran limbah
blotong untuk mempermudah proses pembentukannya.
5. Efisiensi penggunaan air imbibisi pada proses pemerahan ampas.
6. Mengolah limbah cair yang dihasilkan pada kolam pengolahan limbah cair.
7. Mengubah penggerak turbin menjadi penggerak motor pada mesin pemerahan
nira pertama.
Penerapan produksi bersih pada stasiun gilingan antara lain:
1. Recycle bagasse menjadi bahan bakar di stasiun ketel, artinya limbah padat
yang berupa bagasse dapat digunakan kembali dalam proses pembakaran di
stasiun ketel, sehingga bagas tidak terbuang menjadi limbah.
2. Mengolah limbah cair yang dihasilkan pada kolam pengolahan limbah cair,
sehingga air hasil olahan akhir dapat digunakan kembali (reuse) untuk
keperluan proses yang lain.

26
3. Memanfaatkan bagacilo sebagai bahan campuran limbah blotong untuk
mempermudah proses pembentukannya dengan melalui tahapan penyaringan.
4. Efisiensi air imbibisi yang digunakan dalam proses pemerahan terakhir,
penggunaan air imbibisi bertujuan untuk mungurangi kadar gula pada ampas.
Tetapi dalam penggunaannya harus secukupnya karena jika terlalu banyak air
maka akan mempengaruhi proses di stasiun lain.
5. Mengubah alat penggerak turbin pada proses pemerahan pertama menjadi
penggerak motor dengan tujuan untuk mendapatkan perahan nira yang lebih
maksimal.
6. Penambahan air kapur pada proses pemerahan pertama bertujuan untuk
menaikkan pH nira mentah, sehingga dapat mempercepat proses pemurnian
karena pH telah sesuai dengan yang diinginkan di proses pemurnian.

4.3.3. Produksi Bersih Pada Stasiun Pemurnian


Nira mentah
86-94%

Larutan kapur Blotong


0,18-0,21% 3-4%
Stasiun Pemurnian
Belerang
0,008-0,09%

Nira encer
84-90%
Gambar 4.6 Proses pengolahan stasiun pemurnian
Stasiun pemurnian merupakan stasiun yang digunakan untuk memisahkan
nira murni dengan nira kotor, sebelum masuk pada tahap pemurnian, nira mentah
terlebih dahulu harus dicek kelayakannya untuk masuk pada tahap pemurnian.
Kategori kelayakan nira mentah yaitu kadar kemurniannya mencapai ±72%,
sedangkan untuk kandungan air imbibisi yaitu 75-80%. Untuk kadar pH air nira
mentah yaitu 5,5-6,5, apabila pH nira mentah kurang dari 5,5 maka tidak boleh
ditambahkan air kapur karena dapat merusak zat warna pada nira (tanin).
Sehingga cara menanggulanginya yaitu dengan memperbaiki sanitasi pada proses
pemerahan dengan cara ditambahkan zat kimia superbiosit yang berfungsi untuk
menekan perkembangan bakteri pemakan gula (Leuconostoc).

27
Syarat nira mentah selanjutnya yaitu kadar phospat 250-300 ppm, phospat
sendiri berfungsi untuk mengikat koloid dan zat warna merah dalam nira yang
dapat menyebabkan warna gelap pada kristal gula. Selain itu phospat memiliki
fungsi sampingan yaitu untuk menurunkan kadar kapur pada nira, melunakkan
kerak pada pan evaporator sehingga mudah untuk dibersihkan, dan juga untuk
menjerihkan nira mentah untuk menghasilkan warna nira mentah yang cemerlang.
Apabila kadar phospat nira mentah kurang dari 250, maka perlu ditambahkan
phospat secara manual dari luar sehingga nira mentah mengandung kadar phospat
250-300 ppm. Selanjutnya nira mentah masuk pada tahap pemurnian dengan
menggunakan 3 kali pemanasan sebagai berikut:
1. Pemanasan pertama primary juice heater dengan suhu 75-800C
Pemanasan ini merupakan pemanasan yang digunakan untuk menjernihkan
nira mentah yang diperoleh dari proses pemerahan dengan penambahan
larutan sakarat. Larutan sakarat merupakan larutan susu kapur (Ca(OH)2)
yang dicampur dengan nira kental dengan perbandingan tertentu, yang
bertujuan untuk menaikkan pH (8,5-8,7). Selanjutnya nira mentah tersebut
dimasukkan kedalam Defecator yang bertujuan untuk menyempurnakan pH,
sehingga terjadi endapat kalsium phospat. Nira mentah selanjutnya menuju
sulfur tower dimana didalam tower tersebut terdapat 11 sekatan, pada sekatan
tersebut terdapat lubang-lubang kecil yang disebut Perforated Tray Tower.
Dengan adanya hisapan dari pompa blower maka akan menghisap gas SO2
dari Rotary Sulfur Burner kedalam tower sehingga terjadi reaksi antara H2O
dan SO2 yang akan menghasilkan H2SO3, kemudian gas tersebut melalui
tetes-tetes nira dan bereaksi dengan Ca(OH)2 sehingga menghasilkan CaSO3
(endapan kalsium sulfat) yang akan mengendap disaringan tersebut. Untuk
lebih menyempurnakan reaksi, maka nira tersebut dimasukkan kedalam peti
reaksi dengan suhu 700C dan pH dijaga sekitar 7,0-7,2 dengan menambah
sedikit susu kapur.
2. Pemanasan kedua secondary juice heater
Nira mentah tersulfir kemudian dipompa ke pemanas 2 dan dipanaskan
dengan uap bekas (exhaust steam) dengan suhu 110-1150C yang bertujuan
untuk melarutkan garam-garam, menurunkan viskositas dan

28
menyempurnakan reaksi, kemudian nira masuk kedalam Flas Tank dengan
suhu 100-1050C yang bertujuan untuk menghilangkan gas-gas yang tidak
dibutuhkan sehingga tidak menghambat proses pengendapan. Selanjutnya
nira masuk kedalam Preflock Tower untuk ditambahkan flokulan yang
bertujuan untuk membentuk gumpatan kotoran yang berukuran lebih besar.
Nira yang telah diberi flokulaan tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam
peti pengendapan (clarifier) untuk memisahkan nira encer dan nira kotor.
Nira kotor kemudian ditapis pada MUD Mixer untuk ditambahkan dengan
bagasse (ampas tebu) yeng berukuran halus dan selanjutnya masuk pada
Rotary Vacuum Filter untuk tahap penyaringan antara kotoran yang kemudian
jadi blotong dan sisa nira (nira tapis) yang dikembalikan lagi pada peti nira
mentah yang akan ditambahkan dengan asam phospat (H3PO4). Sedangkan
untuk nira jernihnya akan berlajut pada pemanasan ketiga.
3. Pemanasan clear juice heater dengan suhu 105-1080C
Nira jernih yang dihasilkan dari pemanasan 2 selanjutnya dipanaskan kembali
dengan tekanan 0,8-1 kg f/cm2. Tujuan pemanasan tersebut yaitu untuk
membantu mempercepat proses evaporasi, sehingga dihasilkan proses
evaporasi yang lebih efektif dan efisien. Nira yang dihasilkan akan memiliki
kadar brix sekitar 120 brik sampai dengan 130 brix dengan pH sekitar 7 yang
selanjutnya akan masuk kedalam alat pre-evaporator.
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasiun pemurnian antara lain:
1. Terbentuknya limbah padat berupa blotong.
Peluang produksi bersih pada stasiun pemurnian meliputi:
1. Recycle blotong menjadi pakan ternak.
2. Recycle blotong menjadi briket.
3. Recycle blotong menjadi pupuk.
4. Terdapat pemanasan ketiga pada clear juice heater sebelum masuk pada
stasiun penguapan untuk membantu proses evaporasi.
5. Mengatur kadar phospat pada nira untuk membantu melunakkan kerak pada
evaporator.
Penerapan produksi bersih pada stasiun pemurnian antara lain:
1. Recycle blotong untuk dijadikan pupuk oleh petani.

29
2. Terdapat pemanasan pada clear juice heater sebelum masuk pada stasiun
penguapan yang bertujuan untuk mempercepat penguapan, sehingga proses
penguapan lebih efektif dan efisien.
3. Mengatur kadar phospat pada nira jernih untuk membantu melunakkan kerak
pada evaporator sehingga lebih mudah dalam proses pembersihan alat.

4.3.4. Produksi Bersih Pada Stasiun Penguapan (Evaporasi)


Nira encer
84-90%

Air kondensat
Stasiun Penguapan 62-64%

Nira kental
22-26%
Gambar 4.7 Proses pengolahan stasiun penguapan
Kadar air pada nira murni saat masuk pada stasiun evaporasi berkisar
±80% sehingga diperlukan penguapan hingga mencapai kadar air ±20%. Tujuan
dari evaporasi yaitu untuk menguapkan sebagian besar air yang terkandung
didalam nira, air pada nira harus dihilangkan agar proses kristslisasi terjadi lebih
cepat. Pada stasiun penguapan terdapat 9 buah tanki evaporator, tetapi yang
digunakan untuk proses penguapan hanya 6 buah evaporator, sedangkan sisanya
dibersihkan dan akan digunakan bergantian dengan evaporator yang lain.
Pembersihan evaporator menggunakan sistem masak soda, soda yang digunakan
berupa soda kaustik dengan dosis sebanyak 125 kg/hari dan ditambahkan dengan
skrap, tujuan pembersihan ini adalah untuk membersihkan kerak yang timbul
didalam evaporator.
Prinsip kerja pre-evaporator dan evaporator adalah menguapkan sebagian
besar air yang terkandung didalam nira murni, dengan menggunakan sistem
quintiple effect. Proses perpindahan panas (heat transfer) dari uap ke nira dalam
rangkaian pipa tidak berkontak secara langsung, melainkan keduanya dipisahkan
oleh adanya rangkaian pipa nira yang tersusun secara seri. Pre-evaporator dipakai

30
dengan susunan tunggal (single effect), sedangkan evaporator dengan susunan
berangkai (multiple effect).
Proses di stasiun penguapan, yaitu:
1. Pre-evaporator
Memiliki fungsi sebagai penampung uap bekas dari turbin dan menyuplai uap
ke stasiun masakan. Kondisi operasi alat ini menggunakan tekanan steam 0,8-1
kg f/cm2. Dengan suhu ruang nira 1100C sampai dengan tekanan 0,4-0,5 kg
f/cm2.
2. Evaporator
Alat ini memiliki fungsi untuk mengurangi kandungan air yang terkandung
didalam nira dengan cara penguapan seri, berawal dari badan awal hingga
badan akhir. Evaporator pada PG Kebon Agung terdapat 5 badan evaporator
yang meliputi:
a. Evaporator I
Kondisi operasi dari penguapan nira dalam evaporator ini sama dengan kondisi
pada pre-evaporator yaitu, suhu bawah 1200C dan tekanan 0,9 kg f/cm2 serta
suhu atas 1080C sampai dengan 1100C dan tekanan 0,4 kg f/cm2 sampai dengan
0,5 kg f/cm2.
b. Evaporator II
Suhu yang digunakan dalam evaporator ini berkisar antara 1000C sampai
dengan 1020C, dengan tekanan uap sekitar 0,2 kg f/cm2 sampai dengan 0,3 kg
f/cm2.
c. Evaporator III
Suhu yang digunakan dalam evaporator ini yaitu 80-950C dengan tekanan uap
0,13 kg f/cm2.
d. Evaporator IV
Proses pemanasan pada evaporator ini menggunakan suhu 70-850C dengan
tekanan uap 0,3 kg f/cm2.
e. Evaporator V
Kondisi operasi penguapan nira pada evaporator ini yaitu dengan suhu 50-
600C dan tekanan uapnya 0,81-0,84 kg f/cm2 atau dalam keadaan vakum
(hampa udara).

31
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasiun evaporasi antara lain:
1. Terbentuknya air kondensat hasil dari penguapan.
2. Terbentuknya limbah cair hasil dari proses pembersihan alat.
Peluang produksi bersih pada stasiun evaporasi meliputi:
1. Menampung air hasil dari proses kondensasi sebagai umpan di stasiun ketel.
2. Sistem penguapan yang digunakan yaitu quintiple effect dan pre-evaporator
dengan paralel badan akhir.
3. Efisiensi air yang digunakan untuk proses pembersihan alat.
4. Mengolah limbah hasil pembersihan evaporator di UPLC.
Penerapan produksi bersih pada stasiun evaporasi antara lain:
1. Menampung air hasil kondensasi untuk digunakan umpan distasiun ketel,
karena distasiun ketel memerlukan air untuk diubah menjadi uap, yang mana
hasil uap tersebut akan digunakan sebagai penggerak turbin disetiap stasiun.
2. Melakukan pengaturan phospat pada nira murni yang masuk pada tahap
evaporasi yang bertujuan untuk melunakkan kerak pada evaporator, sehingga
memudahkan dalam proses pembersihan dan dapat lebih efektif dalam
penggunaan air.
3. Menggunakan soda kaustik dalam proses pembersihan alat yang berfungsi
untuk mempermudah proses penghilangan kerak pada dinding evaporator.
4. Sistem penguapan yang digunakan yaitu quintiple effect dan pre-evaporator
dengan paralel badan akhir yang bertujuan agar konsumsi uap lebih efisien.
5. Melakukan penanganan terhadap limbah cair yang dihasilkan didalam kolam
pengolahan limbah cair.

4.3.5. Produksi Bersih Pada Proses Pemasakan (Kristalisasi)


Nira kental
22-26%

Air kondensat
Stasiun Masakan 13-16%

Masecuite
40-44%

Gambar 4.8 Proses pengolahan stasiun masakan

32
Nira kental hasil dari evaporasi selanjutnya akan masuk pada stasiun
masakan, stasiun ini bertujuan untuk mengubah sukrosa yang berbentuk larutan
menjadi kristal gula. Sukrosa yang terkandung didalam nira kental diuapkan
hingga menghasilkan massecute, yaitu campuran kristal gula dengan larutannya.
Pemasakan akan dilakukan secara bertingkat untuk mencapai efisiensi proses,
dengan proses ini akan dihasilkan sukrosa dalam nira kental hingga mencapai
kualitas kristal yang maksimal. Jumlah tingkatan proses tergantung pada
kemurnian nira, nira yang mempunyai kemurnian tinggi akan dikristalkan dalam 4
tahap, sedangkan nira dengan kemurnian ±85% akan dikristalkan dengan 3 tahap.
PG Kebon Agung menerapkan proses kristalisasi dengan 4 tahap
pemasakan yaitu D,C,A dan R. Masakan D menghasilkan kristal gula yang
berukuran 0,1-0,3 mm dan masakan D digunakan bahan untuk masakan C begitu
dengan masakan selanjutnya. Untuk masakan C menghasilkan kristal gula dengan
ukuran 0,5-0,7 mm, sedangkan masakan A menghasilkan kristal gula berukuran
0,9-1,1 mm dan untuk kristal R menghasilkan kristal gula dengan ukuran ±0,8
mm. Adapun mekanisme pemasakan gula sebagai berikut:
1. Masakan D
Masakan D2 menggunakan pan nomor 17-18 dan menggunakan bahan
baku yaitu klare D sebanyak 200 HL yang dipanaskan hingga menjadi kental,
kemudian ditambahkan Fondant Crystal Sugar (FCB) low grade sebanyak
200 cc yang berfungsi sebagai pembentuk inti kristal yang merata dalam
proses kristalisasi. Setelah kristal terbentuk, bahan baku ditambahkan kembali
hingga volume mencapai 400 HL. Setelah itu sampel diambil untuk diuji
besarnya nilai Brix, Pol dan HK (harga kemurnian) gula yang dimasak. HK
yang diinginkan sekitar 63-64, jika HK sudah sesuai tetapi belum terbentuk
kristal biasanya ditambahkan dengan sedikit nira kental, sedangkan jika
terjadi kelebihan HK maka perlu adanya penambahan stroop C 50 HL dan
klare D 50 HL.
Setelah HK masakan disesuaikan maka selanjutnya proses masakan akan
dilanjutkan di Continuos Vaccum Pan (CVP) sehingga menghasilkan gula D
dengan HK 63-64. CVP memiliki 12 petakan (compartment) yang bersifat
continue, didalam setiap petakan terdapat lubang yang berfungsi untuk

33
mengontrol stroop yang masuk dan untuk mengetahui nilai brix dari masakan
tersebut. Dalam penggunaan stroop, petakan 1-6 biasanya menggunakan
stroop A dan untuk petakan 7-12 menggunakan stroop C. Masakan tersebut
kemudian dialirkan menuju palung pendingin, selanjutnya dipompa menuju
rapid cool crystalizer dan melalui distributor menuju centrifuge untuk
diputar. Hasil dari putaran tersebut terdiri dari tetes akhir, klare D dan
babonan (einwurf) D.
2. Masakan C
Masakan C menggunakan pan nomor 15-16 dan menggunakan bahan baku
yaitu Klare SHS dan nira pekat sebanyak 200 HL yang dikentalkan,
kemudian ditambahkan dengan fondant high grade 200 cc dan einwurf D
sebanyak 40 HL yang bertujuan untuk membentuk kristal dengan ukuran
yang lebih besar. Setelah kristal terbentuk, bahan baku ditambahkan kembali
hingga volume 400 HL. Kemudian dilakukan analisa brix, Pol dan HK, HK
yang diinginkan yaitu 70-71, apabila terjadi kelebihan HK maka perlu adanya
penambahan stroop A sebanyak 100 HL. Selanjutnya massecuite dipompa
menuju Continuos Vaccum Pan (CVP) seperti pada masakan D dan
menghasilkan gula C dengan HK 70-71. Hasil masakan ini kemudian
dialirkan menuju palung pendingin, kemudian dipompa menuju rapid cool
crystalizer dan kemudian diteruskan menuju putaran C. Hasil putaran C
menghasilkan stroop C dan babonan (einwurf) C.
3. Masakan A
Masakan A2 menggunakan pan nomor 9-12 dan menggunakan bahan baku
nira kental sebanyak 200 HL dan kemudian dikentalkan dan ditambahkan
dengan einwurf C 40 HL untuk menghasilkan kristal yang lebih baik. Setelah
kristal terbentuk, ditambahkan bahan baku secara bertahap hingga volume
mencapai 400 HL. Setelah mencapai volume 400 HL, hasil masakan dibagi
menjadi 2 pan dengan masing-masing 200 HL. Setelah itu, bahan baku
ditambahkan kembali hingga mencapai volume 400 HL didalam pan nomor
1-6, setelah mengental, hasil masakan diturunkan menuju palung pendingin
dan kemudian diteruskan menuju putaran A. Hasil dari putaran A yaitu stroop
A dan gula A (gula SHS).

34
4. Masakan R
Masakan R dimulai dengan membuat bahan baku berupa clear liquor yang
berasal dari masakan A (halus). Masakan A (halus) menggunakan pan nomor
13-14 dan menggunakan bahan baku R mol sebanyak 200 HL kemudian
dikentalkan dan ditambahkan dengan einwurf D 40 HL sehingga kristal yang
terbentuk semakin baik. Setelah kristal mulai terbentuk, selanjutnya
ditambahkan kembali bahan baku secara bertahap hingga mencapai volume
400 HL. Kemudian dialirkan menuju palung pendingin dan dilebur di stasiun
DRK, setelah dilebur masakan A (halus) menjadi bahan baku masakan R
yang berupa clear liquor sebanyak 400 HL dan dikentalkan didalam pan
nomor 7-8. Selanjutnya ditambahkan dengan einwurf C 40 HL yang bertujuan
untuk menjadikan bentuk kristal gula semakin baik, kemudian diturunkan
menuju palung pendingin dan melewati distributor menuju putaran, hasil dari
masakan R yaitu clear liquor (masakan A halus), R mol (masakan R) dan
produk gula R.
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasium masakan antara lain:
1. Terbentuknya air kondensat hasil dari proses pemasakan.
Peluang produksi bersih pada stasiun masakan antara lain:
1. Menggunakan air hasil kondensasi untuk proses di stasiun ketel.
Penerapan produksi bersih pada stasiun masakan antara lain:
1. Menggunakan air hasil kondensasi untuk kebutuhan air pada stasiun ketel.

4.3.6. Produksi Bersih Pada Stasiun Sentrifugasi (Putaran)


Masecuite
40-44%

Tetes
Stasiun Putaran 4-5%

Gula produk
6-8%
Gambar 4.9 Proses pengolahan stasiun putaran

35
Kristal gula yang dihasilkan dari stasiun pemasakan tersebut selanjutnya
akan dipisahkan dengan larutannya (mollase), sehingga menghasilkan gula
produk. Dalam stasiun putaran dibagi menjadi beberapa jenis putaran yang
meliputi:
1. Putaran discontinue gula A
Massecuite A yang telah ditampung didalam palung pendingin akan dialirkan
menuju distributor dan akan diturunkan menuju putaran A. Pada putaran A
akan terjadi 2 kali penyiraman air dengan menggunakan suhu ≥ 950C, suhu
yang digunakan bergantung pada kualitas gula. Penyiraman pertama
dilakukan selama 10 detik yang akan menghasilkan stroop A, sedangkan
penyiraman kedua akan menghasilkan klare SHS. Hasil dari putaran A yaitu
stroop A dan klare SHS yang akan ditampung didalam tangki penampungan
untuk digunakan kembali pada stasiun masakan. Sedangkan gula A atau gula
produk yang dihasilkan akan turun menuju talang goyang yang selanjutnya
akan dikemas dan disimpan didalam gudang.
2. Putaran continue gula C
Massecuite C yang telah ditampung didalam palung selanjutnya akan
didistributorkan menuju putaran C. Dalam putaran C terjadi 1 kali
penyiraman menggunakan air dengan suhu 40-500C. Pada proses penyiraman
ini akan menghasilkan stroop C dan einwurf C yang akan dialirkan menuju
tangki penampungan untuk digunakan kembali pada stasiun masakan sebagai
bahan baku masakan.
3. Putaran continue gula D
Massecuite D yang telah ditampung didalam palung selanjutnya akan
didistributorkan menuju putaran D1. Pada putaran D1 dilakukan 1 kali
penyiraman air dengan suhu sekitar 40-500C yang akan menghasilkan tetes.
Tetes akan ditampung ditangki tetes, sedangkan gula D1 akan dialirkan ke
palung distributor D2 dan akan diturunkan menuju putaran D2. Pada putaran
D2 dilakukan 1 kali penyiraman menggunakan air dengan suhu 600C,
penyiraman tersebut akan menghasilkan klare D dan einwurf D yang akan
menuju tangki penampungan untuk digunakan kembali pada stasiun masakan
sebagai bahan bahan baku masakan.

36
4. Putaran continue gula R
Proses pemutaran berawal dari massecuite R yang telah ditampung didalam
pelung pendingin selanjutnya didistributorkan menuju putaran R. Pada
putaran R dilakukan penyiraman air 1 kali dengan suhu 40-500C yang akan
menghasilkan gula produk R dan R mol. R mol akan ditampung didalam
tangki dan digunakan pada proses masakan dan hasil gula R akan diturunkan
menuju talang goyang.
5. Putaran discontinue A halus
Massecuite A halus yang telah ditampung didalam palung pendingin
selanjutnya didistributorkan menuju putaran A halus. Pada putaran A halus
akan dilakukan penyiraman air 2 kali dengan suhu 40-500C, Penyiraman
pertama akan menghasilkan stroop A, sedangkan penyiraman kedua akan
menghasilkan klare SHS dan gula A halus. Gula A halus akan dilebur di
stasiun DRK yang selanjutnya akan ditampung di tangki clear liquor dan
akan digunakan kembali pada stasiun masakan, begitu juga stroop A dan
klare SHS.
Gula produk baik gula A maupun gula R yang dihasilkan dari putaran A
dan R akan diturunkan menuju talang goyang yang akan dialirkan menuju proses
pengeringan (sugar dryer). Proses pengeringan ini bertujuan untuk mengeringkan
gula yang dihasilkan dari putaran, karena gula yang keluar dari centrifuge masih
dalan keadaan semi kering, serta memisahkan gula yang memenuhi syarat dan
tidak. Gula yang berada ditalang goyang tersebut akan bersinggungan dengan
udara panas sehingga menjadikan kelembaban gula berkurang. Selanjutnya gula
diteruskan menuju suger cooler dengan tujuan untuk mendinginkan gula yang
telah melewati udara panas tersebut.
Proses suger dryer dan sugar cooler tersebut menggunakan alat berupa
vibrating conveyor sehingga terjadi getaran yang dapat mengakibatkan gula yang
melewati proses tersebut bergetar dan banyak gula-gula halus yang terjatuh.
Setelah itu gula dibawa ke elevator menuju saringan gula, yang mana dalam
saringan tersebut terdapat 2 jenis saringan, saringan gula halus dengan ukuran 30
mesh dan gula kasar dengan ukuran 4 mesh. Gula kasar yang dihasilkan
selanjutnya akan dilebur kembali, sedangkan gula produk akan ditampung

37
didalam silo dan dilanjutkan menuju stasiun pengemasan dengan tujuan untuk
menjaga kualitas gula.
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasium putaran antara lain:
1. Terbentuknya limbah cair berupa tetes dari proses putaran D1yang ditampung
didalam tangki tetes.
2. Terbentuknya limbah cair berupa tumpahan nira akibat tersumbatnya alat
distributor menuju centrifuge.
3. Timbulnya limbah padat berupa ceceran gula halus dari alat vibrating conveyor
dan gula kasar (gula krikilan) dari proses penyaringan.
4. Terbentuknya limbah cair dari proses pembersihan alat akibat kerusakan.
Peluang produksi bersi pada stasiun putaran antara lain:
1. Menjual limbah tetes kepada industri penyedap rasa dan alkohol.
2. Menggunakan kembali hasil samping dari proses putaran untuk digunakan di
stasiun masakan.
3. Melebur kembali ceceran gula dan gula kasar (gula krikilan) yang dihasilkan.
4. Mengolah limbah cair hasil pencucian alat.
Penerapan produksi bersih pada stasiun putaran antara lain:
1. Menjual limbah tetes kepada industri penyedap rasa atau industri alkohol,
sehingga dapat menambah pendapatan perusahaan.
2. Menggunakan kembali hasil samping dari proses putaran yang meliputi klare
D, einwurf D dan lain sebagainya untuk digunakan kembali di stasiun masakan.
3. Recovery dan reuse hasil ceceran gula dan gula krikilan kemudian dimurnikan
distasiun DRK, selanjutnya dimasak kembali di stasiun masakan.
4. Recycle limbah cair dari proses pencucian alat dikolam pengolahan limbah
cair, sehingga hasil akhir air tersebut akan dapat digunakan kembali untuk
kebutuhan air proses.

4.3.7. Produksi Bersih Pada Stasiun Pengemasan dan Penyimpanan


Gula produk yang telah ditampung didalam silo selanjutnya akan
dilakukan proses pembungkusan atau pengemasan. PG Kebun Agung memiliki 2
jenis pengemasan yang meliputi kemasan besar berupa karung dengan berat 50 kg
dan kemasan retail dengan berat 1 kg. Tahap pembungkusan dimulai dari gula

38
yang diturunkan menggunakan packer, yang mana packer merupakan alat yang
dipasang dibagian ujung silo untuk membagi gula yang turun dan telah disertai
dengan timbangan otomatis. Fungsi packer yaitu untuk menjepit ujung kemasan
sehingga kemasan akan terisi dengan gula secara otomatis dengan berat yang telah
diatur oleh timbangan, setelah berat dari kemasan sesuai maka otomatis kemasan
akan terlepas dari packer. Selanjutnya kemasan akan dijahit atau diseal untuk
menutup kemasan tersebut dan kemudian hasil pengemasan tersebut akan dibawa
oleh conveyor dan langsung dialirkan menuju gudang penyimpanan bahan jadi
(produk gula).
Gula yang telah masuk gudang, selanjutnya akan dilakukan perawatan
berupa penggunaan pallet yang bertujuan untuk melindungi gula dari kelembaban
lantai gudang. Gudang penyimpanan gula PG Kebon Agung menerapkan sistem
FIFO (first in first out), yang mana dengan sistem ini gula yang pertama kali
diproduksi dan disimpan didalam gudang akan dikeluarkan terlebih dahulu untuk
dijual. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari penyimpanan gula yang terlalu
lama sehingga menjadikan kualitas gula yang pertama kali diproduksi menjadi
jelek. Selain itu juga didalam gudang ini juga dilengkapi dengan material
heandling berupa conveyor yang berfungsi untuk memindahkan gula dari proses
pengemasan menuju gudang. conveyor dipilih sebagai alat pemindah gula
dikarenakan sistem kerja di perusahaan ini continue sehingga diharapkan tidak
menggunakan pekerja yang terlalu banyak untuk proses pemindahan gula.
Identifikasi terbentuknya limbah pada pengemasan dan penyimpnan antara
lain:
1. Terbentuknya limbah padat berupa lembaran plastik yang digunakan sebagai
pallet dalam gudang dan plastik hasil bongkaran gula yang sudah lama, karena
sifatnya yang sekali pakai.
2. Terbentuknya limbah plastik dan karung bekas pembugkusan gula yang telah
lama untuk diproses kembali.
Peluang produksi bersih pada stasiun pengemasan dan penyimpanan antara
lain:
1. Menggunakan sistem FIFO pada proses penyimpanan dengan tujuan untuk
selalu menjaga kualitas gula yang baik.

39
2. Sebaiknya digudang penyimpanan diberi sensor kelembaban dan blower untuk
menjaga kelembaban dalam gudang.
3. Menggunakan pakaian khusus bagi pekerja, untuk menjaga sanitasi yang ada
didalam ruang pengemasan dan gudang.
4. menggunakan pallet (alas bawah) yang tahan lama pada penumpukan produk,
yang bertujuan untuk menghindari kualitas jelek dan pengeluaran perusahaan
yang banyak.
5. Menjual limbah plastik dan karung bekas pembungkusan gula yang sudah lama
kepada pengepul sampah.
Penerapan produksi bersih pada stasiun pengemasan dan penyimpanan
antara lain:
1. Menjaga kebersihan diruang pengemasan, sebelum masuk didalam ruangan
pegawai harus mencuci tangan, menggunakan penutup kepala dan juga
menggunakan masker serta sandal khusus yang disediakan perusahaan.
2. Penyimpanan menggunakan sistem FIFO, yang mana sistem ini bermanfaat
untuk mencegah kualitas jelek pada produk yang pertama kali masuk didalam
gudang.
3. Menjual limbah plastik bekas pembungkusan gula yang sudah lama kepada
pengepul sampah dan menggunakan kembali karung gula dengan sistem pilih.

4.3.8. Produksi Bersih Pada Stasiun Ketel


Ketel merupakan suatu bejana yang bertekanan tertutup dengan
ditambahkan kalor untuk menaikkan temperatur air hingga dapat berubah menjadi
uap dengan ketentuan tertentu. Uap yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
pembangkit daya, proses produksi dan lain sebagainya (Syahputra et al. 2016). PG
Kebon Agung memiliki 3 jenis ketel yang meliputi Yoshimine 1, Yoshimine 2 dan
Jiang Xi Jiang Liang, semua jenis ketel tersebut menggunakan bagasse (ampas
tebu) sebagai bahan bakar yang bertujuan untuk merubah air menjadi uap dengan
ketentuan tekanan uap 19-23 atm dan temperatur 325-3400C. Uap yang dihasilkan
dari proses ini akan dimanfaatkan sebagai penggerak turbin disetiap stasiun.
Proses distasiun ketel dimulai dari diangkutnya ampas tebu dari stasiun
gilingan menggunakan conveyor / carier kemudian masuk menuju bagasse fedder

40
dan selanjutnya dipompa dengan udara menggunakan distribution van menuju
dapur ketel. Fungsi dari proses pompaan udara tersebut, untuk menjadikan ampas
tebu mengalami turbulence (pergolakan) sehingga dapat mencapai temperatur
tinggi pada dapur antara 600-8000C. Dengan temperatur tersebut diharapkan dapat
memanaskan pipa-pipa yang berada didalam dapur yang meliputi pipa fron
(depan), pipa roof (atap), pipa side (samping), pipa screen, pipa heater. Pipa
tersebut berisi air yang berasal dari air kondensat yang ditampung di low drum.
Low drum merupakan drum yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran-
kotoran air dalam ketel, sehingga air yang telah dialirkan menuju pipa sudah
dalam keadaan bersih. Selain itu Low drum juga berfungsi untuk memanaskan air
yang akan dialirkan menuju pipa, karena air yang dialirkan harus dalam keadaan
panas dengan suhu ≥1000C, hal tersebut bertujuan untuk menghindari fluktuatif
suhu air didalam pipa yang dapat mengakibatkan goncangan pada pipa. Hasil
pemanasan pipa tersebut yaitu uap basah yang selanjutnya akan ditampung
didalam upper drum untuk proses pemisahan antara air dan uap, uap basah
tersebut akan dialirkan menuju super hetaer yang bertujuan untuk menghasilkan
uap jenuh yang selanjutnya akan disalurkan pada semua stasiun untuk
menggerakkan turbin.
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasium ketel antara lain:
1. Abu hasil dari proses pembakaran ketel.
2. Gas CO2 hasil pembakaran.
3. Debu yang terbawa oleh asap dari proses pembakaran.
Peluang produksi bersi pada stasiun ketel antara lain:
1. Memanfaatkan abu ketel sebagai biokompos.
2. Memanfaatkan abu ketel sebagai tanah urug.
3. Menagkap gas CO2 sebelum menuju cerobong asap.
4. Menangkap partikel-partikel halus (debu) yang terbawa oleh asap dengan
menggunakan ESP (electrode static precipitation) dan dust collector sehingga
asap keluar cerobong dalam keadaan bersih.
Penerapan produksi bersih pada stasiun ketel antara lain:
1. Memanfaatkan abu ketel sebagai kompos, dengan proses pendinginan terlebih
dahulu.

41
2. Memanfaatkan hasil gas CO2 yang dihasilkan dari proses pembakaran di
stasiun ketel untuk penurunan kadar pH pada proses karbonatasi.
3. Menagkap pertikel halus dari proses pembakaran dengan menggunakan ESP
dan dust collector yang akan digunakan sebagai campuran abu ketel.
4.3.9. Produksi Bersih Pada Stasiun Karbonatasi dan Phospatasi (Defekasi)
a. Karbonatasi
Proses karbonatasi merupakan proses pemurnian yang menggunakan
penambahan susu kapur Ca(OH)2 yang diikuti dengan penambahan gas CO2
yang berfungsi untuk menetralkan pH . Susu kapur yang ditambahkan pada
cara ini lebih banyak dibandingkan dengan cara sulfitasi. Sehingga
menghasilkan endapan yang lebih banyak (Hartanto 2014). Pada proses ini PG
Kebon Agung menggunakan bahan baku berupa leburan gula A halus dan juga
leburan gula krikilan atau yang biasa disebut dengan remetl.
Karbonatasi berawal dari remetl yang ditampung didalam tangki badan
awal dengan suhu 65-700C yang selanjutnya ditambahkan susu kapur Ca(OH)2
dan gas CO2 secara bersamaan hingga pH mencapai 9-9,5. Selanjutnya remetl
dialirkan kembali menuju tangki badan akhir dan ditambahkan dengan kapur
hingga pH mencapai 10,5-11 dan dinetralkan kembali dengan CO2 hingga pH
netral antara 7-7,5. Prinsip dari proses ini yaitu menambahkan susu kapur
secara berlebihan dan kemudian dinetralkan dengan menggunakan gas CO2,
bertujuan untuk menghasilkan endapan CaCO3.
Endapat CaCO3 tersebut diharapkan agar mengandung seluruh kotoran
dari remetl sehingga menghasilkan remetl yang lebih jernih. Endapan tersebut
akan disaring sehingga menjadi limbah berupa blotong. Sedangkan untuk
Remetl yang telah jernih akan dikembalikan pada proses masakan. Dalam
proses masakan hasil dari proses karbonatasi ini akan digunakan sebagai bahan
baku masakan R (clear liquor), yang mana masakan ini menghasilkan gula
kristal yang lebih putih dibandingkan masakan yang lain.
b. Defekasi
Proses defekasi merupakan proses pemurnian nira dengan menggunakan
penambahan susu kapur. Proses defekasi dilakukan pada defecator dan
didalamnya terdapat pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defecator

42
menjadi homogen (Hartanto 2014). PG Kebon Agung menggunakan bahan
baku nira tapis dan nira kental sebelum sulfitasi pada proses defekasi. Proses
ini berawal dari nira yang dialirkan menuju juice heater dan dipanaskan
dengan suhu 75-800C. Fungsi dari pemanasan tersebut yaitu untuk melakukan
proses kimia, jika suhu kurang maka reaksi kimia tidak akan berjalan
sempurna.
Tahap berikutnya nira akan dialirkan menuju defecator dan ditambahkan
dengan susu kapur, asam phospat dan flokulan. Kemudian nira mengalami
pengadukan sehingga nira akan homogen dengan bahan tambahan tersebut.
Selanjutnya nira akan dialirkan menuju tangki aeration yang berfungsi untuk
mengapungan endapan dengan bantuan oksigen.
Hasil dari proses defekasi yaitu kotoran nira dan nira jernih. Kotoran pada
nira yang mengapung akan di scrup dan ditampung pada tangki sekam dan
dialirkan menuju rotary vacuum filter yang akan menjadi blotong. Sedangkan
nira yang jernih akan masuk pada clarifier liquor tank dan ditambahkan
dengan gas SO2 untuk menghasilkan pH nira 5,5 yang berfungsi untuk
menghasilkan kristal gula yang tidak keropos.
Identifikasi terbentuknya limbah pada stasium kernonatasi dan defekasi
antara lain:
1. Terbentuknya limbah padat berupa blotong.
Peluang produksi bersi pada stasiun karbonatasi dan defekasi antara lain:
1. Recycle blotong menjadi biokompos.
2. Recycle blotong menjadi briket.
3. Recycle blotong menjadi pakan ternak.
Penerapan produksi bersih pada stasiun karbonatasi dan defekasi antara
lain:
1. Recycle blotong menjadi pupuk organik oleh petani penggarap lahan.

43
Gambar 4. 10 Diagram alir limbah PG Kebon Agung Malang pada masing-masing stasiun

44
4.4. Jenis Limbah yang Dihasilkan
4.4.1. Limbah Cair
Air limbah (limbah cair) merupakan suatu caira buangan atau sisa yang
berasal dari rumah tangga, perdagangan, perkantoran, industri maupun tempat-
tempat umum lainnya yang biasannya mengandung bahan-bahan atau zat yang
membahayakan bagi kesehatan atau kehidupan manusia dan menganggu
kelestarian lingkungan hidup (Darsono 1995). Limbah cair dihasilkan dari proses
pencucian dan pendinginan mesin disetiap stasiun. Proses pendinginan ini
dibutuhkan karena mesin selama musim giling sistem pemakaiannya secara terus
menerus sehingga mesin akan panas. Untuk mendinginkan mesin dapat dilakukan
dengan cara menyemprotkan air dingin, air bekas penyemprotan tersebut tidak
menutup kemungkinan tercampur dengan kotoran-kotoran, minyak pelumas yang
menetes akibat kebocoran mesin, dan juga tumpahan nira. Sehingga air limbah
tersebut mengandung ion logam tinggi, soda, oli, oksigen terlarut, serta memiliki
suhu yang tinggi.
Hasil dari proses pembersihan alat juga masuk kedalam limbah cair,
biasanya alat yang sering terdapat proses pembersihan yaitu evaporator.
Evaporator dibersihkan dengan sistem masak soda yang kemudian di scrub, soda
yang digunakan adalah soda kaustik dengan dosis sebanyak 125 kg/hari.
Evaporator dibersihkan untuk membersihkan kerak yang timbul. Sehingga air
bekas proses pembersihan alat yang dihasilkan perlu dilakukan pengelolahan
terlebih dahulu sebelum dialirkan menuju sungai agar tidak mencemari
lingkungan.

4.4.2. Limbah Padat


Macam-macam limbah padat yang dihasilkan PG Kebon Agung meliputi
ampas tebu, blotong dan abu ketel (dust). Masing-masing limbah tersebut
diperoleh dari stasiun yang berbeda-beda, untuk ampas tebu (bagasse) merupakan
limbah yang diperoleh dari stasiun gilingan, blotong berasal dari stasiun
pemurnian dan abu ketel berasal dari stasiun ketel. Ketiga limbah tersebut masih
dapat digunakan kembali dan dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat serta
dapat meningkatkan pendapatan perusahaan.

45
4.4.3. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan dari PG kebon Agung berasal dari proses
pembakaran abu ketel. Asap dari pembakaran abu ketel mengandung CO2, HOX,
CO, uap air dan debu. Sisa pembakaran tersebut menyebabkan partikel-partikel
karbon ikut terbawa oleh gas sehingga asap yang keluar dari cerobong akan
membawa partikel padat yang kemudian tertiup oleh angin dan dapat mencemari
udara dilingkungan sekitar. Pencemaran terjadi akibat dari pembakaran yang tidak
sempurna, hal ini dikarenakan bahan bakar tidak seimbang dengan ketersediaan
oksigen diluar yang masuk kedalam cerobong asap. Sehingga limbah gas yang
dihasilkan memiliki warna yang hitam yang mengakibatkan meningkatnya emisi
gas buang.

4.4.4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Limbahn B3 yang dihasilkan oleh PG Kebon Agung merupakan limbah
timbal asetat (jenis logam berbahaya) pada kertas saring yang telah digunakan
untuk pengujian di laboratorium. Limbah ini berjumlah lebih sedikit dibandingkan
dengan limbah lainnya, tetapi limbah ini juga harus tetap ditangani karena sifatnya
yang berbahaya.

4.5. Penanganan Limbah


4.5.1. Limbah Cair
Proses penanganan limbah cair dimulai dari mengalirkan limbah menuju
AML (Air Masuk Limbah), kemudian disaring menggunakan alat penyaring yang
bertujuan untuk memisahkan sampah dan air limbah, selanjutnya air limbah hasil
dari penyaringan tersebut ditampung di kolam equalisasi. Dalam kolam
penampungan equalisasi terdapat pengecekan kadar pH dan suhu dari air limbah
agar sesuai dengan standar buku mutu air limbah. Menurut peraturan menteri LH
RI No. 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah buangan untuk suhu yakni 27-
290C, sedangkan untuk pH 6 sampai 9. Apabila pH air limbah ˂7 maka perlu
ditambahkan dengan susu kapur hingga pH ˃7 yang bertujuan untuk menjadikan
air limbah dalam kondisi basa, sehingga kotoran lebih mudah mengendap dan
dapat mengurangi bau air limbah tersebut. Selain mengecek kadar pH, kolam ini

46
juga mengontrol suhu dari air limbah, yang mana suhu harus ˂ 400C, apabila suhu
diatas 400C maka perlu adanya sistem spray dengan tujuan untuk mengurangi
suhu air limbah tersebut.
Tahap selanjutnya yaitu mengalirkan air limbah dari kolam equalisasi
menuju kolam aerasi, pada pengolahan air limbah PG Kebon Agung
menggunakan 4 buah kolam aerasi dengan sistem lanjut. Pada kolam aerasi air
limbah mengandung bakteri pengurai limbah cair Inola 221 yang bersifat aerob,
sehingga memerlukan pompa aerator untuk menambah kandungan oksigen
didalam air limbah. Selain adanya penambahan oksigen, bakteri tersebut juga
membutuhkan nutrisi sebagai asupan makanan supaya bakteri tetap hidup, nutrisi
tersebut diperoleh dari penambahan urea dan SP36 pada kolam aerasi. Bakteri
inola 221 diperoleh dari proses pembibitan selama 2 minggu didalam kolam
stabilisasi sebelum masa giling berlangsung
Setiap 2 jam sekali air limbah didalam kolam aerasi perlu dilakukan
pengecekan yang bertujuan untuk mengetahui kandungan bakterinya, kandungan
bakteri inola 221 pada bak aerasi ±30-40% dari banyaknya air limbah. Apabila
jumlah bakteri lebih dari 40%, maka perlu pengurangan bakteri dengan cara
memompa air limbah didalam kolam aerasi menuju kolam standarisasi yang
bertujuan untuk mengatur kandungan bakteri dalam air limbah. Hasil dari proses
standarisasi selanjutnya air limbah dipompa menuju bak sedimentasi untuk proses
pemisahan antara pasir dan air limbah dengan menggunakan media pasir,
kemudian air limbah hasil sedimentasi akan dialirkan kembali menuju kolam
aerasi 1.
Air limbah yang telah sesuai standar pengolahan di kolam aerasi,
selanjutnya dialirkan menuju bak clarifier untuk proses pengendapan, sehingga
diperoleh air yang jernih. Didalam bak ini juga terdapat pengecekan pH air
limbah, apabila ˂7 maka perlu ditambahkan susu kapur untuk meningkatkan
kadar pH air limbah. Air hasil pengendapan tersebut selanjutnya dialirkan menuju
outlet dan selanjutnya air dapat dialirkan menuju sungai atau digunakan kembali
untuk kepentingan proses pengolahan di pabrik.
Hasil analisa limbah cair yang dilakukan oleh PG Kebon Agung melalui
laboratorium lingkungan PJT I Malang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

47
Tabel 4.2 Hasil analisa limbah cair PG Kebon Agung
Standar
No Parameter Satuan Hasil baku Metode Keterangan
mutu *) Analisa
Outlet IPAL
1 PH - 6,6 6-9 QI/LKA/08 Analisa
(Elektrome- dilokasi
tri)
2 BOD mg/L 10,13 60 APHA,
5210-B-
1998
3 COD mg/L 26,20 100 QI/LKA/19
(Spektrofo-
tometri)
4 TSS mg/L 5,2 50 APHA,
2540 D-
2005
5 Sulfida mg/L <0,0128 0,5 APHA,4500
(Sbg S) -S2 D-2005
6 Minyak & mg/L <1,2796 5 APHA,
Lemak 5220 B-
1998
Sumber:Laboratorium Lingkungan PJT I Malang
Keterangan: 64,5 PAA ½ = inlet TPLC PG Kebon Agung Malang
9,5 PAA ½ = outlet rycecle TPLC PG Kebon Agung Malang
55 PAA ½ = outlet ke sungai TLPC PG Kebon Agung Malang
Selain air limbah, PG Kebon Agung juga menghasilkan jenis limbah cair
yang lain berupa tetes tebu. Tetes tebu merupakan jenis stroop atau sirup hasil
dari putaran masakan D, tetes dikatakan sebagai limbah karena tidak
dimanfaatkan lagi dalam proses pembuatan gula. Tetes tebu memiliki rasa yang
cenderung pahit walaupun masih mengandung sedikit kadar gula, biasanya tetes
ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam proses pembuatan monosodium
glutamat (MSG), alkohol dan lain sebagainya. Untuk itu PG Kebon Agung
menampung hasil tetes dari stasiun putaran didalam tangki tetes yang berada
diluar pabrik, tujuan penempatan tangki diluar pabrik yaitu untuk mempermudah
proses pengambilan. selanjutnya tetes tersebut dijual kepada perusahaan-
perusahaan yang mengolah MSG, alohol dan lain sebagainya.
Limbah tetes dari PG Kebon Agung yang dihasilkan akan dibeli oleh
perusahan-perusahan dibawah ini:

48
Tabel 4.3 Data perusahaan yang membeli tetes PG Kebon Agung Malang
No Pembeli
1 CV Karya Mitra Sejahtera
2 PT Candra Wijaya Sakti
3 PT Miwon Indonesia
4 PT Malindo Raya Industri
5 PT Tunas Agung Sejahtera
6 Sudiyono
7 Lokal KUD
8 Lokal KUD/ aptri
Sumber: Arsip PG Kebon Agung 2014

4.5.2. Limbah Padat


Ampas tebu (bagasse) dari stasiun gilingan dapat digunakan sebagai bahan
bakar pada stasiun ketel. Hasil pembakaran tersebut bertujuan untuk
menghasilkan uap yang kemudian dapat digunakan sebagai penggerak turbin.
Selain itu ampas tebu juga dapat digunakan sebagai campuran kotoran nira dari
proses pemurnian yang bertujuan untuk memberikan daya rekat yang tinggi pada
rotary vacuum filter sehingga membentuk blotong.
Abu ketel merupakan limbah inert yang secara alami tidak dapat
dihancurkan kembali, Abu ini bersifat sukar larut didalam air serta berwarna
hitam. Abu ketel ditangkap dari proses pembakaran ketel dengan menggunakan
penangkap debu ESP (electrode static precipitator) dan dust collector yang
terletak pada cerobong pembuangan asap. Mineral yang terkandung didalam abu
ketel meliputi Ca, Mg, K dan Na yang bermanfaat sebagai sumber hara dalam
proses pengomposan.
Blotong merupakan kotoran yang berwarna coklat kehitaman dari proses
pemurnian dengan kadar air tinggi ±78%. Zat yang terkandung didalam blotong
antara lain sukrosa, monosakarida, zat lilin, phospatida dan asam organik seperti
nitrogen. PG Kebon Agung biasanya memberikan blotong kepada petani tebu
dengan perjanjian tertentu, selain itu blotong juga dapat diolah menjadi pupuk
organik bersamaan dengan abu ketel. Dalam proses pembuatan pupuk, blotong
terlebih dahulu dicampur dengan abu ketel, kemudian ditambahkan dengan
bakteri tertentu untuk proses fermentasi. Pemanfaatan blotong yang dihasilkan
dari stasiun pemurnian, antara lain:

49
1. Pakan Ternak
Blotong dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan melalui tahapan
pengeringan dan pemisahan partikel tanah yang dikandungnya. Untuk
menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri, biasanya setelah proses
pengeringan blotong harus langsung digunakan dalam bentuk pellet.
2. Briket
Pemanfaatan lain dari blotong yaitu sebagai bahan bakar alternative dalam
bentuk briket. Untuk pembuatan briket, blotong harus dipadatkan terlebih
dahulu kemudian dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong
adalah harganya yang lebih murah dari pada kayu bakar atau bahan bakar
lainnya. Tetapi dalam pembuatan briket membutuhkan waktu yang cukup lama
antara 4-7 hari untuk proses pengeringan.
3. Pupuk
Blotong juga dapat digunakan sebagai pupuk, karena mengandung unsur
hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N biasanya blotong
dikompos dengan campuran ampas tebu dan abu ketel. Pemberian sebanyak
100 ton blotong atau komposnya perhektar lahan yang ditanami tebu, dapat
meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan.

4.5.3. Limbah Gas


Penanganan terhadap adanya partikel padat yang terbawa oleh asap
dilakukan dengan menggunakan alat penangkap debu (dust collector) dan ESP
(electrode static precipitator) sebelum gas keluar dari lingkungan. Dust collector
akan menangkap partikel yang terikat didalam asap sehingga asap yang keluar
dari cerobong tidak membawa debu yang dapat mencemari lingkungan sekitar.
Dalam dust collector terdapat celah-celah kecil dengan gaya sentrifugal sehingga
partiket-partikel debu membentur dinding yang kemudian akan jatuh karena
adanya gaya gravitasi. Sedangkan untuk ESP (electrode static precipitator)
merupakan alat penangkap partikel debu yang lebih halus, karena ESP (electrode
static precipitator) dilengkapi dengan magnet yang digunakan untuk menarik
partikel-partikel tersebut. Sehingga asap yang keluar menuju cerobong asap tidak
mengandung partikel-partikel debu bahkan yang berukuran halus. Pertikel-partikel

50
tersebut selanjutnya akan ditampung dan diolah menjadi kompos bersama dengan
abu ketel.
Tabel 4.4 Hasil analisa kualitas udara ambien yang dilakukan oleh PG Kebon
Agung melalui Unit Pekaksana Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( UPT
K3) Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Baku Mutu
No Parameter Satuan Kadar Udara Ambien Metode
Terukur Per. Gub Jatim Pengujian
No. 10/ 2009
1 Carbon μgr/Nm3 345 22600 Direct Reading
Monoksida
(CO)
2 Oksigen μgr/Nm3 9,0 92,5 SNI 19-7119.2-
Nitrogen 2005
(NOx)
3 Nitrogen μgr/Nm3 5,5 - SNI 19-7119.2-
Dioksida 2005
(NO2)
4 Sulfur μgr/Nm3 ˂6,8 262 SNI 19-7119.7-
Dioksida 2005
(SO2)
5 Hidrogen μgr/Nm3 0,97 42 Metylen Blue
Sulfida
(H2S)
6 Amoniak μgr/Nm3 23,3 1360 SNI 19-7119.1-
(NH3) 2005
7 Oksigen μgr/Nm3 11,8 200 SNI 19-7119.8-
(Ox) 2005
8 Debu (PP) μgr/Nm3 0,0751 0,26 Gravimetri
3
9 Tanah μgr/Nm ˂0,000004 0,06 AAS/ Pengabuan
Hitam (Pb)
10 Tolat μgr/Nm3 ˂9,161,2 160 GC/FID
Hidrokarbon
(HC)
11 Intensita Db.A - IKM-11 (Direct
Kebisingan Reading)
Sumber: Unit Pelaksana Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (UPT K3)
Provinsi Jawa Timur

4.5.4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Penanganan terhadap limbah B3 ini dilakukan dengan menampung kertas
saring yang dihasilkan dari proses pengujian tersebut didalam drum khusus,
kemudian disimpan didalam ruangan khusus yaitu ruang penampungan limbah

51
B3. Limbah tersebut selanjutnya dikirim ke PPLI (Pramudya Pemusnah Limbah
Industri) di Cileungsi untuk dimusnahkan.

52
V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil praktik kerja lapang (PKL) yang telah dilaksanakan di PG Kebon
Agung Malang dapat disimpulkan bahwa penerapan produksi bersih pada proses
pembuatan gula sudah semaksimal mungkin. Dalam proses menajemen limbah
yang dihasilkan juga sudah sesuai, baik untuk limbah padat, cair, gas maupun B3
(bahan berbahaya dan beracun).
5.2. Saran
PG Kebon Agung Malang diharapkan dapat mempertahankan sistem
produksi bersih yang telah diterapkan saat ini dan dapat mengembangkan
produksi bersih lainnya. Rekomendasi produksi bersih lainnya yaitu penggunaan
pallet dengan bahan baku yang bertahan lebih lama, menggunakan pengatur
kelembaban di gudang penyimpanan produk dan adanya sragam khusus untuk
pegawai yang bertugas didalam gudang.

53
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, U., Sumiyati, S. dan Istirokhatun, T. 2014. Pengaruh Variasi Massa


Limbah Filter Cake Pada Limbah Kulit Kakao Sebagai Pakan Ternak
Ruminansia dengan Bioaktivator Trichoderma Viride dan Molasse untuk
Meningkatkan Kandungan Protein Pakan (Studi Kasus: PT. Industri Gula
Nusantara, Cepiring, Kendal). Jurnal Teknik Lingkungan 3(1): 1-11.
Darsono, V. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya Yogyakarta.
Fitriati, U., Novitasari., Rusdiansyah, A. dan Rahman, A. 2015. Studi Imbangan
Air Pada Daerah Irigasi Pitap. Jurnal Penelitian dan Kajian Bidang Teknik
Sipil 4(1): 27-33.
Goutara dan Wijandi. 1981. Dasar Pengolahan Gula I. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hartanto, E. S. 2014. Peningkatan Mutu Produk Gula Kristal Putih Melalui
Teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi. Jurnal Standarisasi 16(3): 215-
222.
Iskandar, D. 2005. Pengkajian Penerapan Teknis Buku Budidaya Bibit Tebu
Varietas PS 851 dan PS 951 Pada Tingkat Kebun Bibit Datar. Jurnal
Argonomi 9(1): 17-21.
Mahfud, M. dan Sabara, Z. 2018. Industri Kimia Inodnesia. Yogyakarta: CV Budi
Utama.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014.
Buku Mutu Air Limbah.

Prayogo, S. A., Minwal dan Amir, N. 2016. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan
Sistem Tanam terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.). Klorofil 11(1): 51-55.
Purwanto. 2009. Penerapan Teknologi Produksi Bersih Untuk Meningkatkan
Efisiensi dan Mencegah Pencemaran Industri. Makalah: Talk Show
Produksi Bersih. Jawa Tengah.
Santoso, H., Budiningsih, D. dan Dumasari. 2016. Pola Kemitraan Agroindustri
Gula Kelapa di Desa Bantar Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap.
Agritech 18(1): 48-59.
Soejadi. 1974. Dasar Teknologi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan
Perkebunan.
Sudarmadji, S., Haryanto, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Suharto. 2017. Bioteknologi dalam Bahan Bakar Nonfosil. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.

54
Syahputra, E., Wardhana, R. dan Hermawan, I. 2016. Rancang Bangun Ketel Uap
Pada Rumah Sakit dengan Kapasitas 400 Tempat Tidur. Jurnal Teknovasi
3(1): 45-50.
Topani, K., Siswanto, B. dan Suntari, R. 2015. Pengaruh Aplikasi Bahan Organik
Pembenah Tanah terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Tebu di Kebun Percobaan Pabrik Gula Bone, Kabupaten Bone.
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan 2(1): 155-162.
United Nation Environment Programme (UNEP). 2003. “Cleaner Production
Assessment In Industries”. Didalam http://www.uneptie.ora/pc/cp
understanding_cp/pc industries.Htm.
United Nations Industrial Development (UNIDO). 2002. “What Is Cleaner
Production”. Didalam http://www.unido.org/doc/5151 .
United State Agency for International Development (USAID). 1997. Panduan
Pengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program
Kegiatan Pembangunan Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Jakarta.
Yuwono, S. S. dan Waziiroh, E. 2017. Teknologi Pangan Hasil Perkebunan.
Malang: UB Press.

55
LAMPIRAN

Gambar 1. Emplacement Gambar 2. Pos brix

Gambar 3. Jembatan timbangan Gambar 4. Stasiun gilingan

Gambar 5. Stasiun pemurnian Gambar 6. Stasiun penguapan

Gambar 7. Stasiun masakan Gambar 8. Stasiun putaran

56
Gambar 9. Hasil pengujian Brix, Gambar 10. Hasil pengujian Brix,
Pol dan HK gula D Pol dan HK gula C

Gambar 11. Hasil masakan C Gambar 12. Hasil masakan A (Halus)

Gambar 13. Hasil masakan R Gambar 14 . Hasil masakan A2

Gambar 15. Hasil masakan A Gambar 16. Pengambilan tetes

57
Gambar 17. Kolam equalisasi Gambar 18. Kolam aerasi

Gambar 19. Kolam stabilisasi Gambar 20. Kolam sedimentasi

Gambar 21. Clarivier Gambar 22. Outlet

58
Gambar 23. Hasil analisa limbah PG Kebon Agung

59
Gambar 24. Hasil Analisa kualitar udara ambien PG Kebon Agung Malang

60

Anda mungkin juga menyukai